ckd nara
DESCRIPTION
ckdTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A. Definisi CKD
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi
bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mil/min.
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irreversible. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang
dapat digolongkan ringan, sedang, dan berat. Azotemia adalah peningkatan BUN dan
ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat. Uremia adalah sindrom akibat
gagal ginjal yang berat. Gagal ginjal terminal adalah ketidakmamapuan renal
berfungsi dengan adekuat untuk keperluan tubuh (harus dibantu dialisis dan
transplantasi ( Kapita Selekta Kedokteran Jilid pertama edisi ketiga,2008 ).
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Smeltzer & Bare,2001).
B. Etiologi
1. Penyebab gagal ginjal kronik yaitu :
a. Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, pielonefritis, penyakit ginjal
polikistik.
b. Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, nefropati, hipertensi, diabetes
mellitus
2. Dibawah ini adalah penjelasan perjalanan penyakit gagal ginjal kronik :
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus
yang diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibodi.
Kompleks biasanya terbentuk 7 – 10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh
streptokokus. Reaksi peradangan diglomerulus menyebabkan pengaktifan
komplemen, sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan
permeabilitas kapiler glomerulus dan filtrasi glomerulus. Protein-protein
1
plasma dan sel darah merah bocor melalui glomerulus. Glomerulonefritis
dibagi menjadi dua :
1) Glomerulonefritis akut, adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
2) Glomerulonefritis kronik, adalah peradangan yang lama dari sel-sel
glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut tidak
membaik atau timbul secara spontan.
b. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri.
Pielonefritis dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut biasanya
terjadi akibat infeksi kandung kemih asenden. Pielonefritis akut juga dapat
terjadi melalui infeksi hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat
infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu,
obstruksi lain, atau refluks vesikoureter. Pada infeksi ginjal, terjadi respons
imun dan peradangan yang menyebabkan edema interstisium dan
kemungkinan pembentukan jaringan parut. Yang paling sering terkena adalah
tubulus dan dapat mengalami atrofi. Pada pielonefritis kronik, terjadi
pembentukan jaringan parut dan obstruksi tubulus yang luas. Kemampuan
ginjal untuk memekatkan urine menurun karena kerusakan tubulus-tubulus.
c. Penyakit Ginjal Polikistik
Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multipel,
bilateral, dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan
parenkim ginjal normal akibat penekanan.. Kista –kista ini terisi oleh cairan
jernih atau hemoragik. Ginjal yang membesar dan tubulus distal serta duktus
pengumpul berdilatasi menjadi elongasi kista. Semakin lama ginjal tidak
mampu mempertahanakan fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak
(GGK).
d. Nepritis Lupus
Nefritis lupus disebabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang
terperangkap dalam membrane basalis glomerulus (GBM) dan menimbulkan
kerusakan. Pada kasus SLE tubuh membentuk antibody terhadap DNAnya
sendiri. Gambaran klinis dapat berypa glomerulonedfritis akut atau sindrom
nefrotik. Perubahan yang paling dini seringkali hanya mengenai sebagian
rumbai glomerulus atau hanya mengenai beberapa glomerulus yang tersebar.
2
e. Nefropati Analgetik
Nefropati analgetik adalah bentuk penyakit tubulo intertisial yang
disebabkan oleh pemberian obat-obatan analgetik (khususnya fenasetin dan
NSAID), nefropati analgesik juga berkaitan dengan nekrosis papilar. Setelah
terpajan obat penyebab dalam waktu lama, pasien akan menderita gagal
ginjal tubulus dengan poliuria dan akhirnya menjadi gagal ginjal kronik.
f. Penyakit Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang
menetap diatas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau
sistolik 140 mmHg. Pada ginjal, atrerosklerosis ginjal akibat hipertensi lama
menyebabkan nefrosklerosis benigna. Gangguan ini merupakan akibat
langsung iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris, dan mempuyai
permukaan yang berlubang-lubang dan bergranula. Secara histologi, lesi
yang esensial adalah sklerosis arteri-arteri kecil serta arteriol yang paling
nyata pada arteriol aferen. Penyumbatan arteri dan arteriol akan
menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh
nefron rusak.
g. Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering,
berjumlah 30 % hingga 40 % dari semua kasus. Diabetes melitus menyerang
struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk nefropati diabetik. Nefropati diabetik
adalah istilah yang mencangkup semua lesi yang terjadi di ginjal pada
diabetes melitus.
3
C. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi, walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif
ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai 3/4 dari nefron–nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar dari pada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
4
PATHWAY CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
VV
v
5
ZAT T0KSIK VASKULAR INFEKSI 0BS. SAL KEMIH
BATU BESAR DAN KASAR
RETENSI URIN
TERTIMBUN GINJAL
ARTERI0-SKLER0SIS
REAKSI ANTIGEN ANTIB0DI
suplay darah ginjal turun
GFR TURUN
GGK
Menekan saraf perifer
Iritasi/cedera jaringan
Nyeri pinggang
hematuria
anemia
Total CES naik
Resiko infeksi
Sekresi protein terganggu Retensi Na Sekresi eritropoitis turun
Sindrom uremiaProduksi Hb turun
Urokrom tertimbun di
kulit
Gangguan keseimbangan asam basa
Tek kapiler naikPer pospatemia
Suplai nutrisi dalam darah turun
Prod asam lambung naik
pruritisPerubahan warna kulit
Nausea vomitus
Gangg. nutrisiVolume interstisial naik
Kerusakan integritas kulit
Iritasi lambung
Oksihemoglobin turunedema
Suplai O2 kasar turun
Pre load naik
Resiko perdarahan Beban jantung naik
int oleransi aktivitas
Hipertrofi ventrikel kiri
Mual muntah
gastritis melena
anemia Payah jantung kiri
Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer
v
6
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
keletihan
Suplai 02 jaringan turun
Suplai 02 ke 0tak turun
Aliran darah ginjal turun
Bendungan atrium kiriC0P turun
Tekanan vena pulmonalis
Kapiler paru naik
Gangguan pertukaran gas
RAA turun Edema paru
Retensi Na & H20
Syncope (kehilangan kesadaran)
Kelebihan v olume cairan
Asam laktat naik
Metabolisme anaerob
nyeri
Fatigue, Nyeri sendi
D. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
1. Stadium 1
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 50 % – 75 %). Tahap inilah yang
paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita belum
merasasakan gejala - gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih
dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood
Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik.
2. Stadium 2
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada
tahap ini lebih dari 50 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru
mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda
beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin
serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
3. Stadium 3
Gagal ginjal stadium akhir atau Uremia (faal ginjal sekitar 10-20%). Semua
gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tidak dapat
melakukan tugas sehari hari sebagaimana mestinya. Pada Stadium ini, sekitar 90
% dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10-20 % dari keadaan normal
dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
E. Manifestasi klinis
1. Gangguan kardiovaskuler
a. Hipertensi
b. nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis
c. effusi perikardiac
d. gagal jantung akibat penimbunan cairan
e. gangguan irama jantung
f. pitting edema.
7
2. Gangguan Pulmoner
a. Nafas dangkal
b. Kussmaul
c. Batuk dengan sputum kental dan liat
d. Suara krekels.
3. Gangguan gastrointestinal
a. Konstipasi/diare
b. Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus
c. Perdarahan pada saluran gastrointestinal
d. Ulserasi dan perdarahan pada mulut.
4. Gangguan muskuloskeletal
a. Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan )
b. burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki)
c. tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
5. Gangguan Integumen
a. Kulit kering dan bersisik
b. kulit berwarna pucat akibat anemia dan
c. kekuning – kuningan akibat penimbunan urokrom
d. gatal – gatal akibat toksik
e. kuku tipis dan rapuh.
6. Gangguan endokrin
a. Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun
b. Gangguan menstruasi dan amenore.
c. Atrofi testis
7. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
a. Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium
dan dehidrasi
b. Asidosis,
c. Hiperkalemia
d. Hipomagnesemia
e. Hipokalsemia.
8
8. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombositopenia.
F. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain:
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang (Smeltzer & Bare,2001).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan biokimia plasma untuk meengetahui fungsi ginjal dan gangguan
elektrolit,mikroskopis urin, urin analisa, tes serologi untuk mengetahui penyebab
glumerulonefritis, dan tes – tes penyaringan sebagai persiapan sebelum dialysis
(biasanya hepatitis B dan HIV)
2. USG ginjal sangat penting untuk mengetahui ukuran ginjal dan penyebab gagal
ginjal, misal adanya kista atau obstruksi pelvis ginjal. Dapat pula dipakai foto
polos abdomen. Jika ginjal lebih kecil dibandingkan usia dan besar tubuh pasien
maka lebih cenderung kea rah gagal ginjal kronik.
3. Pemeriksaan laboratorium darah
BUN, keratin, elektrolit ( Na, K, Ca, Phosphat ) hematologi (Hb, trombosit, Ht,
leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)
4. Pemeriksaan urine
Warna, PH, bau, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen).
9
H. Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah untuk meminimalkan komplikasi dan
memperlambat perkembangan penyakit. Penyebab dan berbagai keadaan yang
memperburuk gagal ginjal kronik harus segera dikoreksi.
Diet rendah protein ( 0,4 – 0,8 gr/ kg BB ) bisa memperlambat perkembangan
gagal ginjal kronik. Tambahanvitamin B dan C diberikan jika penderita menjalani diet
ketat atau menjalani dianalisa. Pada penderita gagal ginjal kronik biasanya kadar
trigliserida dalam darah tinggi. Hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya
komplikasi seperti stroke dan seranagan jantung. Untuk menurunkan kadar trigliserida
diberikan gemfibrozil. Kadar asupan cairan dibatasi untuk mencegah terlalu
rendahnya kadar garam (natrium) dalam darah. Asupan garam biasanya tidak dibatasi
kecuali jika ada edema ( penimbunan cairan di dalam jaringan ) atau hipertensi.
Makanan kaya kalsium harus dihindari Hiperkalsemia ( tingginya kadar
kalsium dalam darah ) sangat berbahaya karena meningkatkan risiko terjadinya
gangguan irama jantung atau cardiac arrest.
Jika kadar kalium terlalu tinggi maka berikan saja natrium polisteren sulfonat
untuk mengikat kalium sehingga kalium dapat dibuang bersama tinja. Kadar fosfat
dalam darah dikeendalikan dengan membatasi asupan makanan kaya fosfat (misalnya
produk olahan susu, hati, polong, kacang – kacangan dan minuman ringan. Bias
diberikan obat – obatan yang mengikat fosfat, seperti kalsium karbonat, kalsium
asetat dan aluminium hidroksida. Anemia terjadi karena gagal ginjal menghasilkan
eritropoetion dalam darah mencukupi. Tranfusi darah hanya diberikan jika anemianya
berat atau menimbulkan gejala. Kecenderungan mudahnya terjadi perdarahan untuk
sementara waktu bisa diatasi dengan tranfusi sel darah merah atau platelet atau
dengan obat – obatan ( demopresin atau estrogen). Gejala gagal jantung biasanya
terjadi akibat penimbunan cairan dan natrium. Pada keadaan ini dilakukan
pembatasan asupan natriumatau diberikan diuretic misalnya furosemid, bumetanid,
torsemid.
10
I. Pencegahan
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan
sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal.
Penurunan terjadi yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian
terhadap masalah kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan
pemeriksaan urinalis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang
menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepadsa
pengobatan masalah medis dengan sempurnadan mengawasi status kesehatan orang
pada waktu mengalami stress (injeksi, kehamilan).
11
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A. Pengkajian
1. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda,
dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
2. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak ada selera makan
(anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum),
gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit
a. Sekarang : Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis.
b. Dahulu : Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik,
Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.
c. Keluarga : Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pernafasan (B1: Breathing)
1) Gejala : Nafas pendek, dispnea, nokturnal paroksismal, batuk
dengan/tanpa sputum, kental dan banyak
2) Tanda :
a) Takhipnea, dispnea
b) Peningkatan frekuensi
c) Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)
b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
1) Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau
angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
2) Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki,
telapak tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik,
friction rub. perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning.kecendrungan perdarahan.
12
c. Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.
d. Perkemihan-Eliminasi Urine (B.4 : Bladder)
1) Gejala :
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), tidak dapat kencing.
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
2) Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan), oliguria
dapat menjadi anuria
e. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan
Diare, abdomen kembung.
f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
1) Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk
saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
2) Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada
kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi
keterbatasan gerak sendi.
5. Pola Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Pola aktivitas / istirahat
1) Kelemahan (malaise),
2) kelelahan ekstremitas,
3) gangguan tidur ( insomnia,/gelisah atau samnolen)
4) kelemahan otot
5) kehilangan tonus
6) penurunan rentang gerak.
b. Pola Respirasi
Gejala : Napas pendek, dispnea nokturnal paroksimal, batuk dengan
atau tanpa sputum kental dan banyak
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekunsi/kedalaman
(pernapasan kusmaul), batuk produktif dengan sputum merah muda- encer
(edema)
13
c. Pola nutrisi / cairan
Gejala :
1) Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, nyeri uluhati
2) Rasa metalik tak sedap pada mulut ( pernafasan amonia)
3) intake minum yang kurang
4) Peningkatan berat badan cepat (edema) penurunan berat badan
(malnutrisi)
Tanda :
1) Distensi abdomen/ ansietas, pembesaran hati ( tahap akhir)
2) Edema (umum dan tergantung)
3) Perubahan turgor kulit/kelembaban
4) Ulserasi gusi,perdarahan gusi/ lidah
5) Penurunan otot,penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
d. Pola Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine ( kurang dari 400 cc/hari) oliguria,
anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria
atau anuria.
e. Pola hubungan dan peran
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran).
f. Pola sensori dan kognitif
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati /
mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien
mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami
disorientasi/ tidak.
g. Pola persepsi dan konsep diri.
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
14
h. Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta
orgasme. Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
i. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor
stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien
tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
Gejala : faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan,
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
j. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah
maupun mempengaruhi pola ibadah klien.
B. DIAGNOSA
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin, diet berlebih
dan retensi cairan dan natrium
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialisis.
15
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan 1 : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan
haluran urin, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium
a. Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
b. Kriteria Hasil
1) Menunjukkan perubahan- perubahan berat badan yang lambat
2) Mempertahankan pembatasan diet dan cairan
3) Menunjukkan turgor kulit normal tanpa edema
4) Menunjukkan tanda- tanda vital normal
5) Menunjukkan tidak adanya distensi vena leher
6) Melaporkan adanya kemudahan dalam bernafas atau tidak terjadi nafas
pendek
7) Melakukan hygine oral dengan sering
8) Melaporkan penurunan rasa haus
9) Melapor berkurangnya kekeringan pada membran mukosa mulut.
16
17
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji status cairan :
a. Timbang berat badan
harian
b. Keseimbangan masukan
dan haluran
c. Turgor kulit dan adanya
edema
d. Distensi vena leher
e. Tekanan darah, denyut
dan irama nadi.
1. Pengkajian merupakan
dasar dan data dasar
berkelanjutan untuk
memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi
2. Batasi masukan cairan 2. Pembatasan cairan akan
menentukan berat tubuh
ideal, haluaran urin, dan
respon terhadap terapi
3. Identifikasi sumber potensial
cairan :
a. Medikasi dan cairan
yang digunakan untuk
pengobatan : oral dan
intravena
b. Makanan
3. Sumber kelebihan cairan
yang tidak dapat diketahui
dapat diidentifikasi
4. Jelaskan pada pasien dan
keluarga rasional pembatasan
4. Pemahaman
meningkatkan kerja
sama pasien dan
keluarga dalam
pembatasan cairan.
5. Bantu pasien dalam
menghadapi
ketidaknyamanan akibat
pembatasan cairan
5. Kenyamanan pasien
meningkatkan kepatuhan
terhadap pembatasan
diet
6. Tingkatkan dan dorong
hygine oral dengan sering
6. Hiygine oral mengurangi
kekeringan membran
mukosa mulut
Diagnosa keperawatan 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan
membran mukosa mulut.
a. Tujuan : Mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat
b. Kriteria Hasil :
1) Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis tinggi
2) Memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan dalam batasan diet
3) Mengkonsumsi makanan tinggi kalori dalam batasan diet
4) Mematuhi medikasi sesuai jadwal untuk mengatasi anoreksia dan tidak
menimbulkan rasa kenyang
5) Menjelaskan dengan kata- kata sendiri rasional pembatasan diet dan
hubungannya dengan kadar kreatinin dan urea
6) Mengkonsulkan daftar makan yang dapat diterima
7) Melaporkan peningkatan nafsu makan
8) Menunjukkan tidak adanya pertambahan atau penurunan berat badan yang
cepat
9) Menunjukkan turgor kulit yang noramal tanpa edema : Kadar albumin
plasma dapat diterima
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji status nutrisi :
a. Perubahan berat badan
b. Pengukuran
antropometrik
c. Nilai laboratorium
(elektrolit serum, BUN,
kreatinin, protein,
transferin, dan kadar
besi).
1. Menyediakan data dasar untuk
memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi
2. Kaji pola diet nutrisi 2. Pola diet dahulu dan sekarang dapat
18
pasien :
a. Riwayat diet
b. Makanan kesukaan
c. Hitung kalori
dipertimbangkan dalam menyusun menu
3. Kaji faktor yang berperan
dalam merubah masukan
nutrisi :
a. Anoreksia, mual, atau
muntah.
b. Diet yang tidak
menyenangkan bagi
pasien.
c. Depresi
d. Kurang memahami
pembatasan diet
e. Stomatitis
3. Menyediakan informasi menegenai
faktor lain yang dapat diubah atau
dihilangkan untuk meningkatkan
masukan diet.
4. Menyediakan makanan
kesukaan pasien dalam
batas- batas diet
4. Mendorong peningkatan masukan diet
5. Tingkatkan masukan
protein yang mengandung
nilai biologis tinggi : Telur,
susu, daging.
5. Protein lengkap diberikan untuk
mencapai keseimbangan nitrigen yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan
penyembuhan
6. Anjurkan cemilan tinggi
kalori, rendah protein,
rendah natrium, diantara
waktu makan
6. Mengurangi makanan dan protein yang
dibatasi dan menyediakan kalori untuk
energi, membagi protein untuk
pertumbuhan dan penyembuhan
jaringan
7. Ubah jadwal medikasi
sehingga medikasi ini tidak
segera diberikan sebelum
makan.
7. Ingesti medikasi sebelum makan
menyebabkan anoreksia dan rasa
kenyang
8. Jelaskan rasional 8. Meningkatkan pemahaman pasien
19
pembatasan diet dan
hubungannya dengan
penyakit ginjal dari
peningkatan urea dan kadar
kreatinin
tentang hubungan antara diet, urea,
kadar kreatinin dengan penyakit renal.
9. Sediakan daftar makanan
yang dianjurkan secara
tertulis dan anjuran untuk
memperbaiki rasa tanpa
menggunakan natrium atau
kalium
9. Daftar yang dbuat menyediakan
pendekatan positif terhadap pembatasan
diet dan merupakan referensi untuk
pasien dan keluarga yang dapat
digunakan dirumah.
10. Ciptakan lingkungan yang
menyenangkan selama
waktu makan
10. Faktor yang tidak menyenangkan yang
berperan dalam menimbulkan anoreksia
dihilangkan.
11. Timbang berat badan harian 11. Untuk memantau status cairan dan
nutrisi
12. Kaji bukti adanya masukan
protein yang tidak adekuat :
a. Pembentukan edema
b. Penyembuhan yang
lama
c. Penurunan kadar
albumin serum
12. Masukan protein yang tidak adekuat
dapat menyebabkan penurunan albumin
dan protein lain, pembentukan edema,
dan perlambatan penyembuhan.
Diagnosa keperawatan 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia,
retensi produk sampah dan prosedur dialisis.
20
a. Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
b. Kriteria Hasil :
1) Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan
2) Melaporkan peningkatan rasa sejahtera
3) Melakukan istirahat dan aktifitas secara bergantian
4) Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih
D. IMPLEMENTASI
Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah
21
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji faktor yang menimbulkan
keletihan :
a. Anemia
b. Ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
c. Retensi produk samapah
d. Depresi
1. Menyediakan informasi tentang
indikasi tingkat keletihan
2. Tingkatkan kemandirin dalam
aktivitas perawatan diri yang
dapat ditoleransi : Bantu jika
keletihan terjadi.
2. Meningkatkan aktivitas ringan atau
sedang dan memperbaiki harga diri
3. Anjurkan aktivitas alternatif
sambil istirahat
3. Mendorong latihan dan aktivitas
dalam batas- batas yang dapat
ditoleransi dan idtirahat yang adekuat.
4. Anjurkan untuk beristirahat
setelah dialisis
4. Istirahat yang adekuat dianjurkkan
setelah dialisis, yang bagi banyak
pasien sangat melelahkan.
dibuat dan disesuaikan dengan kondisi klien.
E. EVALUASI
1. Intake dan output yang seimbang
2. Status nutrisi yang adekuat
3. Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
4. Tidak terjadi perubahan / gangguan konsep diri.
5. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit tidak terjadi.
6. Peningkatan pemahaman klien dan keluarga mengenai kondisi dan pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
22
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid
3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI
23