chapter ii tb pleura

20
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Efusi Pleura Tuberkulosis Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB yang dikenal juga dengan nama pleuritis TB. 27 Peradangan rongga pleura pada umumnya secara klasik berhubungan dengan infeksi TB paru primer. Berbeda dengan bentuk TB di luar paru, infeksi TB pada organ tersebut telah terdapat kuman M. TB pada fase basilemia primer. Proses di pleura terjadi akibat penyebaran atau perluasan proses peradangan melalui pleura viseral sebagai proses hipersensitiviti tipe lambat. Mekanisme ini berlaku pada beberapa kasus tetapi data epidemiologi terbaru pleuritis TB mengarahkan mekanisme patogenik lain pada sebagian besar proporsi kasus. Pada pasien dewasa yang lebih tua kelainan pada pleura berhubungan dengan reaktivasi TB paru. Efusi pleura harus dicurigai akibat penyebaran infeksi sebenarnya ke ruang pleura dibandingkan prinsip reaksi imunologi terhadap Ag M. TB. 28 2.2. Epidemiologi TB masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian utama khususnya di negara-negara berkembang. 1 Karena itu TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan TB sebagai “Global Emergency”. 2 Menurut data yang dilaporkan WHO tahun 2008 diperkirakan sebanyak 9.2 juta kasus baru TB yang terjadi di seluruh dunia pada tahun 2006 (139 per 100.000), termasuk sekitar 4.1 juta (62 per 100.000) kasus baru Universitas Sumatera Utara

Upload: erikha-chairil

Post on 09-Aug-2015

28 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter II Tb Pleura

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Efusi Pleura Tuberkulosis

Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB yang dikenal

juga dengan nama pleuritis TB.27 Peradangan rongga pleura pada umumnya secara

klasik berhubungan dengan infeksi TB paru primer. Berbeda dengan bentuk TB di

luar paru, infeksi TB pada organ tersebut telah terdapat kuman M. TB pada fase

basilemia primer. Proses di pleura terjadi akibat penyebaran atau perluasan proses

peradangan melalui pleura viseral sebagai proses hipersensitiviti tipe lambat.

Mekanisme ini berlaku pada beberapa kasus tetapi data epidemiologi terbaru pleuritis

TB mengarahkan mekanisme patogenik lain pada sebagian besar proporsi kasus. Pada

pasien dewasa yang lebih tua kelainan pada pleura berhubungan dengan reaktivasi

TB paru. Efusi pleura harus dicurigai akibat penyebaran infeksi sebenarnya ke ruang

pleura dibandingkan prinsip reaksi imunologi terhadap Ag M. TB.28

2.2. Epidemiologi

TB masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian utama khususnya di

negara-negara berkembang.1 Karena itu TB masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan

TB sebagai “Global Emergency”.2 Menurut data yang dilaporkan WHO tahun 2008

diperkirakan sebanyak 9.2 juta kasus baru TB yang terjadi di seluruh dunia pada

tahun 2006 (139 per 100.000), termasuk sekitar 4.1 juta (62 per 100.000) kasus baru

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II Tb Pleura

dengan apusan BTA positif.3 Diantara kasus baru itu diperkirakan 709 000 (7.7%)

dengan HIV-positif.28 Asia mencapai 55% dari seluruh kasus di dunia, dan Afrika

sekitar 31%.3

Menurut laporan WHO tahun 2004 diperkirakan angka kematian akibat TB

adalah 8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun di seluruh dunia, dimana jumlah

terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia Tenggara yaitu 625 orang atau angka

mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortalitas tertinggi terdapat

di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalensinya meningkat seiring dengan

peningkatan kasus HIV.4

Indonesia masih menempati urutan ke-3 setelah India, dan China dengan

angka insiden TB tertinggi di dunia.2,3 Di Indonesia setiap tahun terdapat ± 250.000

kasus baru dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia TB adalah

pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian

nomor 3 setelah penyakit jantung dan pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.2

TB sering bermanifestasi ke organ-organ lain. Manifestasi ke pleura berupa

pleuritis atau efusi pleura merupakan salah satu manifestasi TB ekstraparu yang

paling sering terjadi selain limfadenitis TB.4,5 Sekitar ± 30% infeksi aktif M. TB

bermanifestasi ke pleura.6 Menurut Jing dkk efusi pleura TB terjadi pada 10%

penderita yang tidak diobati, dimana hasil tes tuberkulin positif dan sebagai

komplikasi dari TB paru primer.9 Menurut Siebert dkk efusi pleura dapat terjadi pada

5% pasien dengan TB.14 Biasanya efusi pleura yang disebabkan oleh TB selain

bersifat eksudatif juga bersifat limfositik.29,30

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II Tb Pleura

Frekuensi TB sebagai penyebab efusi pleura tergantung kepada prevalensi TB

pada populasi yang diteliti. Penelitian di Spanyol terhadap 642 penderita efusi pleura

ditemukan TB menjadi penyebab terbanyak efusi pleura; insidennya mencapai 25%

dari seluruh kasus efusi pleura. Penelitian di Saudi Arabia terhadap 253 kasus

dijumpai 37% disebabkan oleh TB. Di US insiden efusi pleura yang disebabkan TB

diperkirakan mencapai 1.000 kasus. Atau sekitar 3-5% pasien dengan TB akan

mengalami efusi pleura TB. Kelihatannya jumlah ini rendah, diakibatkan banyak

pasien efusi pleura TB cenderung tidak terlaporkan karena sering sekali kultur M. TB

hasilnya negatif.5 Di UK infeksi TB yang melibatkan pleura < 10% kasus.31

Sedangkan penelitian yang dilakukan di Rwanda pada 127 penderita efusi pleura

dijumpai sekitar 86% penyebabnya adalah TB.32

Sedangkan efusi pleura pada penderita HIV dengan TB insidennya bisa lebih

tinggi.33 Penelitian di Carolina Selatan dijumpai insidennya mencapai 11% penderita

efusi pleura TB dengan HIV positif sedangkan pada HIV negatif dijumpai sekitar

6%.32 Penelitian di Burundi dan Tanzania ditemukan 60% penderita efusi pleura TB

dengan HIV positif.35 Sedangkan pada penelitian di Afrika Selatan ditemukan bahwa

38% penderita efusi pleura TB dengan HIV positif sedangkan pada penderita efusi

pleura TB dengan HIV negatif hanya 20%. Indonesia menempati urutan ke-3 dari

antara negara-negara dengan prevalensi TB tertinggi, dimana penyebab utama efusi

pleuranya adalah TB paru (30,26%) dengan umur terbanyak adalah 21-30 tahun.3,7

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II Tb Pleura

2.3. Patogenesis

Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB suatu

keadaan dimana terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura.35 Mekanisme

terjadinya efusi pleura TB bisa dengan beberapa cara:

1. Efusi pleura TB dapat terjadi dengan tanpa dijumpainya kelainan radiologi

toraks. Ini merupakan sekuele dari infeksi primer dimana efusi pleura TB

biasanya terjadi 6-12 minggu setelah infeksi primer, pada anak-anak dan

orang dewasa muda.30,36 Efusi pleura TB ini diduga akibat pecahnya fokus

perkijuan subpleura paru sehingga bahan perkijuan dan kuman M. TB masuk

ke rongga pleura dan terjadi interaksi dengan Limfosit T yang akan

menghasilkan suatu reaksi hipersensitiviti tipe lambat. Limfosit akan

melepaskan limfokin yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dari

kapiler pleura terhadap protein yang akan menghasilkan akumulasi cairan

pleura.30,35,36,37 Cairan efusi umumnya diserap kembali dengan mudah. Namun

terkadang bila terdapat banyak kuman di dalamnya, cairan efusi tersebut dapat

menjadi purulen, sehingga membentuk empiema TB.36

2. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih

lanjut. Jarang, keadaan seperti ini bia berlanjut menjadi nanah (empiema).36

Efusi pleura ini terjadi akibat proses reaktivasi yang mungkin terjadi jika

penderita mengalami imuniti rendah.37

3. Efusi yang terjadi akibat pecahnya kavitas TB dan keluarnya udara ke dalam

rongga pleura. Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II Tb Pleura

antara paru dan dinding dada. TB dari kavitas yang memecah mengeluarkan

efusi nanah (empiema). Udara dengan nanah bersamaan disebut

piopneumotoraks.36

2.4. Aspek Imunologis

2.4.1. Sitokin

Sitokin merupakan golongan protein yang diproduksi oleh makrofag,

eosinofil, sel mast, sel endotel, epitel, limfosit B, dan T yang diaktifkan yang

semuanya ini masuk dalam golongan protein sistem imun yang mengatur interaksi

antar sel yang memacu reaktivitas imun, baik pada imuniti non-spesifik maupun

spesifik.38

Sitokin yang penting pada imuniti spesifik:

1. IL-2

Sekresi berasal dari Sel T. Berperan dalam proliferasi sel T, promosi AICD,

aktivasi dan proliferasi sel NK, proliferasi sel B.

2. IL-4

Sekresi berasal dari Th2, sel mast. Berperan dalam mempromosikan

diferensiasi Th2, pengalihan isotop ke IgE.

3. IL-5

Sekresi berasal dari Th2. Berperan dalam aktivasi dan pembentukan eosinofil.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II Tb Pleura

4. TGF-β

Sekresi berasal dari sel T, makrofag, dan jenis sel lainnya. Sitokin ini

menghambat proliferasi dan fungsi efektor sel T, menghambat proliferasi sel

B, promosi pengalihan isotop ke IgA, menghambat makrofag.

5. IFN-γ

Sekresi berasal dari Th1, CD8+, sel NK. Sitokin ini bekerja mengaktivasi

makrofag, meningkatkan ekspresi MHC-I dan MHC-II, dan meningkatkan

presentasi Ag.

Sitokin-sitokin ini dapat memberikan lebih dari satu efek terhadap berbagai jenis sel

(pleitropik).38

Gambar 1. Aktifitas pleotropik IFN-γ Aktivasi makrofag yang diinduksi IFN-γ sangat berperan pada inflamasi kronis. Sitokin tersebut disekresi sel Th1, sel NK dan sel Tc dan bekerja terhadap berbagai jenis sel.38

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II Tb Pleura

2.4.2. Efek Biologik Sitokin

Efek biologik sitokin timbul setelah diikat oleh reseptor spesifiknya yang

diekspresikan pada membran sel organ sasaran. Pada imuniti nospesifik, sitokin

diproduksi makrofag dan sel NK, berperan pada inflamasi dini, merangsang

proliferasi, diferensiasi dan aktivasi sel efektor khusus seperti makrofag. Pada imuniti

spesifik sitokin yang diproduksi sel T mengaktifkan sel-sel imun spesifik

(Gambar 2).38

Gambar 2. Fungsi sitokin pada pertahanan penjamu. Pada imuniti spesifik sitokin yang diproduksi sel T mengaktifkan sel-sel imun

spesifik.38

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II Tb Pleura

2.4.3. Efek Biologik IFN-γ

Interferon ditemukan tahun 1957 oleh Isaacs dan Lindenmann sebagai protein

yang pembentukannya diinduksi oleh sel yang terinfeksi virus dan ia berperan

mengganggu replikasi virus.39 Di samping sifat antivirus, interferon terbukti

mempunyai fungsi pengatur imun seperti penambahan produksi dan aktivasi sel NK

serta berfungsi sebagai pengatur sel, misalnya penghambat pertumbuhan sel.39,40

Berdasarkan sumber selnya interferon diklasifikasikan sebagai interferon fibroblas

dan interferon imun. Ada 3 jenis IFN yaitu alfa, beta dan gamma. IFN-α diproduksi

oleh leukosit, IFN-β oleh sel fibroblast yang bukan limfosit, dan IFN-γ atau

interferon imun yang dihasilkan oleh limfosit T.38

Seperti halnya hormon, interferon dapat juga disebarkan ke seluruh tubuh

melalui aliran darah dan dapat berpengaruh pada tempat-tempat sebelah distal dari

tempat produksi.39 IFN-γ yang diproduksi berbagai sel sistem imun merupakan

sitokin utama MAC (Macrophage Activating Cytokine) dan berperan terutama dalam

imuniti yang tidak spesifik dan spesifik seluler. IFN-γ adalah sitokin yang

mengaktifkan makrofag untuk membunuh (fagosit) mikroba. IFN-γ merangsang

ekspresi MHC-I dan MHC-II dan kostimulator APC. IFN-γ meningkatkan perbedaan

sel CD4+ naik ke subset sel Th1 dan mencegah proliferasi sel Th2. IFN-γ bekerja

terhadap sel B dalam pengalihan subkelas IgG yang mengikat Fcγ-R pada fagosit dan

mengaktifkan komplemen. Kedua proses tersebut meningkatkan fagositosis mikroba

yang diopsonisasi. IFN-γ dapat mengalihkan Ig yang berpartisipasi dalam eliminasi

mikroba. IFN-γ mengaktifkan neutrofil dan merangsang efek sitolitik sel NK

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II Tb Pleura

(Gambar 1). IFN-γ mengaktifkan fagosit dan APC dan induksi pengalihan sel B

(isotip antibodi yang dapat mengikat komplemen dan Fc-R pada fagosit, yang

berbeda dengan isotip yang diinduksi IL-4), menginduksi tidak langsung efek Th1

atas peran peningkatan produksi IL-12 dan ekspresi reseptor.38

Gambar 3. Efek biologik IFN-γ.38

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II Tb Pleura

2.4.4. Sistem Imun pada TB

M.TB adalah patogen intraseluler yang dapat bertahan hidup dan berkembang

biak di dalam makrofag. Makrofag dan limfosit T sangat berperan penting dalam

respon imun terhadap TB. Makrofag alveolar memiliki reseptor khusus tool like

receptors (TLRs) yang dapat mengenali bahan-bahan asing seperti lipoprotein

mikobakterium. Makrofag memangsa M.TB dan menghasilkan sitokin, khususnya

IL-12 dan IL-18 yang akan merangsang pertumbuhan limfosit T CD4+ melepaskan

IFN-γ. IFN-γ penting dalam aktivasi mekanisme mikrobisid makrofag dan

merangsang makrofag melepaskan TNF-α yang diperlukan dalam pembentukan

granuloma. Makrofag akan memproses antigen (Ag) M.TB dan

mempresentasikannya ke limfosit T CD4+ (helper T cell) dan limfosit T CD8+

(cytotoxic T-cell). Ini akan berbentuk ekspansi klonal dari limfosit T yang spesifik.

Responnya berupa tipe Th1 dengan sel CD4+, IFN-γ, dan IL-2 memainkan peranan

penting.41,42,43,44,45

Reaksi hipersensitiviti jaringan menghasilkan pembentukan granuloma yang

akan membatasi replikasi dan penyebaran mikobakteria. Granuloma perkijuan adalah

lesi patologik klasik TB. Pada individu dengan imunokompromis reaksi

hipersensitiviti jaringan berkurang sehingga terjadi respon inflamasi non spesifik

dengan serbukan sedikit leukosit polimorfonuklear dan monosit dan basil dalam

jumlah besar tetapi tanpa bentukan granuloma.41,43,44,46

Sel-sel mesotel pleura bertanggungjawab dan berperan terhadap terjadinya

penumpukan netrofil dan fagositosis mononuklear dalam rongga pleura. Baru-baru ini

dikelompokkan famili sitokin-kemotaktik disebut famili kemokin yang terbentuk dari

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II Tb Pleura

tiga subfamili polipeptida yang berhubungan pada sel-sel mesotel. Subfamili ini

secara generik dikenal sebagai famili kemokin dan termasuk kemokin C-X-R,

kemokin C-C, atau kemokin C atau yang dikenal dengan limfotaktin.5,49

Gambar 4. Imuniti Seluler pada Infeksi Tuberkulosis.46

Pada penyakit-penyakit granulomatous pleura, cairan pleura paling banyak

mengandung sel-sel mononuklear. Pada hewan dengan pleuritis TB, netrofil lebih

dominan pada 24 jam pertama setelah masuknya BCG (Bacillus Calmette Guerin)

diikuti masuknya makrofag dalam jumlah yang banyak. Kemokin C-C yang dinamai

Monocyte Chemotactic Protein (MCP)-1, dijumpai dalam jumlah yang besar pada

cairan efusi TB. Macrophage Inflammatory Protein (MIP)-1 juga dijumpai pada

cairan pleura pasien-pasien efusi pleura TB. Pada pasien-pasien dimana fungsi

kekebalan tubuhnya menurun seperti pada pasien dengan AIDS, kadar monosit dan

kemokin monosit spesifik cairan pleura pasien efusi pleura TB lebih rendah. IFN-γ

merupakan sitokin pertama yang penting dan dijumpai dalam jumlah yang besar pada

cairan efusi pleura TB. Adanya IFN-γ ini sesuai dengan yang dilaporkan pada

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II Tb Pleura

penelitian-penelitian sebelumnya yang memberikan kesan bahwa sel T helper tipe 1

(Th1) subset memperantarai limfosit dalam memberi respon terhadap infeksi M.TB.

Saat terdapat pembagian sel-sel CD4 dalam rongga pleura pasien dengan efusi pleura

TB, terdapat peningkatan jumlah produksi IFN-γ. Netralisasi produksi IFN-γ

menyebabkan penghapusan produksi kemokin lokal oleh sel-sel mesotel dan

penurunan pelepasan MIP-1 dan MCP-1.28,47

2.5. Manifestasi Klinis

Kadang-kadang efusi pleura TB asimptomatik jika cairan efusinya masih

sedikit dan sering terdeteksi pada pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk tujuan

tertentu.48 Namun jika cairan efusi dalam jumlah sedang sampai banyak maka akan

memberikan gejala dan kelainan dari pemeriksaan fisik.15

Efusi pleura TB biasanya memberikan gambaran klinis yang bervariasi berupa

gejala respiratorik, seperti nyeri dada, batuk, sesak nafas.15 Gejala umum berupa

demam, keringat malam, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, rasa lelah

dan lemah juga bisa dijumpai. Gejala yang paling sering dijumpai adalah batuk

(~70%) biasanya tidak berdahak, nyeri dada (~75%) biasanya nyeri dada pleuritik,

demam sekitar 14% yang subfebris, penurunan berat badan dan malaise.30

Walaupun TB merupakan suatu penyakit yang kronis akan tetapi efusi pleura

TB sering manifestasi klinisnya sebagai suatu penyakit yang akut.30 Sepertiga

penderita efusi pleura TB sebagai suatu penyakit akut yang gejalanya kurang dari 1

minggu.49 Pada suatu penelitian terhadap 71 penderita ditemukan 31% mempunyai

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II Tb Pleura

gejala kurang dari 1 minggu durasinya dan 62% dengan gejala kurang dari satu

bulan.30 Umur penderita efusi pleura TB lebih muda daripada penderita TB paru.

Pada suatu penelitian yang dilakukan di Qatar dari 100 orang yang menderita usia

rata-rata 31.5 tahun, sementara di daerah industri seperti US usia ini cenderung lebih

tua sekitar 49.9 tahun. Efusi pleura TB paling sering unilateral dan biasanya efusi

yang terjadi biasanya ringan sampai sedang dan jarang massif.48 Pada penelitian

yang dilakukan Valdes dkk pada tahun 1989 sampai 1997 terhadap 254 penderita

efusi pleura TB ditemukan jumlah penderita yang mengalami efusi pleura di sebelah

kanan 55,9%, di sebelah kiri 42,5% dan bilateral efusi 1,6% penderita serta 81,5%

penderita mengalami efusi pleura kurang dari dua pertiga hemitoraks.50

2.6. Diagnosis

Diagnosis efusi pleura TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan radiologi torak, pemeriksaan bakteri tahan asam sputum, cairan

pleura dan jaringan pleura, uji tuberkulin, biopsi pleura dan analisis cairan pleura.30

Diagnosis dapat juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan ADA, IFN-γ, dan PCR

cairan pleura. Hasil darah perifer tidak bermanfaat; kebanyakan pasien tidak

mengalami lekositosis.30 Sekitar 20% kasus efusi pleura TB menunjukkan gambaran

infiltrat pada foto toraks.50

Kelainan yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik sangat tergantung pada

banyaknya penumpukan cairan pleura yang terjadi. Pada inspeksi dada bisa dilihat

kelainan berupa bentuk dada yang tidak simetris, penonjolan pada dada yang terlibat,

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II Tb Pleura

sela iga melebar, pergerakan tertinggal pada dada yang terlibat. Pada palpasi

stem fremitus melemah sampai menghilang, perkusi dijumpai redup pada daerah

yang terlibat, dari auskultasi akan dijumpai suara pernafasan vesikuler melemah

sampai menghilang, suara gesekan pleura.30

Berdasarkan pemeriksaan radiologis toraks menurut kriteria American

Thoracic Society (ATS), TB paru dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu lesi

minimal, lesi sedang, dan lesi luas.46 Sedangkan efusi pleura TB pada pemeriksaan

radiologis toraks posisi Posterior Anterior (PA) akan menunjukkan gambaran

konsolidasi homogen dan meniskus, dengan sudut kostophrenikus tumpul,

pendorongan trakea dan mediastinum ke sisi yang berlawanan.30

2.6.1. Apusan dan Kultur Sputum, Cairan Pleura dan Jaringan Pleura

Diagnosis pasti dari efusi pleura TB dengan ditemukan basil TB pada sputum,

cairan pleura dan jaringan pleura.30 Pemeriksaan apusan cairan pleura secara Ziehl-

Nielsen (ZN) walaupun cepat dan tidak mahal akan tetapi sensitivitinya rendah

sekitar 35%.10,43,44,51 Pemeriksaan apusan secara ZN ini memerlukan konsentrasi

basil 10.000/ml dan pada cairan pleura pertumbuhan basil TB biasanya sejumlah

kecil. Sedangkan pada kultur cairan pleura lebih sensitif yaitu 11-50% karena pada

kultur diperlukan 10-100 basil TB. Akan tetapi kultur memerlukan waktu yang lebih

lama yaitu sampai 6 minggu untuk menumbuhkan M.TB.52

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II Tb Pleura

2.6.2. Biopsi Pleura

Biopsi pleura merupakan suatu tindakan invasif dan memerlukan suatu

pengalaman dan keahlian yang baik karena pada banyak kasus, pemeriksaan

histopatologi dari biopsi spesimen pleura sering negatif dan tidak spesifik.52 Akan

tetapi, diagnosis histopatologis yang didapat dari biopsi pleura tertutup dengan

dijumpainya jaringan granulomatosa sekitar 60-80%.34 Sementara pemeriksaan yang

dilakukan oleh A. H. Diacon dkk sensitiviti histologis, kultur dan kombinasi

histologis dengan kultur secara biopsi jarum tertutup mencapai 66%, 48%, 79% dan

pemeriksaann secara torakoskopi sensitivitinya 100, 76%, 100% dan spesifisitinya

100%.53

2.6.3. Uji Tuberkulin

Dulu tes ini menjadi pemeriksaan diagnostik yang penting pada pasien yang

diduga efusi pleura TB. Test ini akan memberikan hasil yang positif setelah

mengalami gejala > 8 minggu. Pada penderita dengan status gangguan kekebalan

tubuh dan status gizi buruk, tes ini akan memberikan hasil yang negatif.30

2.6.4. Analisis Cairan Pleura

Analisis cairan pleura ini bermanfaat dalam menegakkan diagnosis efusi

pleura TB. Sering kadar protein cairan pleura ini meningkat > 5 g/dl. Pada pasien

kebanyakan hitung jenis sel darah putih cairan pleura mengandung limfosit >

50%.50,54   Pada sebuah penelitian dengan 254 pasien dengan efusi pleura TB, hanya

17 (6,7%) yang mengandung limfosit < 50% pada cairan pleuranya. Pada pasien

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II Tb Pleura

dengan gejala < 2 minggu, hitung jenis sel darah putih menunjukkan PMN lebih

banyak. Pada torakosentesis serial yang dilakukan, hitung jenis lekosit ini

menunjukkan adanya perubahan ke limfosit yang menonjol.30 Pada efusi pleura TB

kadar LDH cairan pleura > 200 U, kadar glukosa sering menurun.31

Analisis kimia lain memberi nilai yang terbatas dalam menegakkan diagnostik

efusi pleura TB. Pada penelitian-penelitian dahulu dijumpai kadar glukosa cairan

pleura yang menurun, namun pada penelitian baru-baru ini menunjukkan kebanyakan

pasien dengan efusi pleura TB mempunyai kadar glukosa diatas 60 mg/dl. Kadar pH

cairan pleura yang rendah dapat kita curigai suatu efusi pleura TB. Kadar CRP

cairan pleura lebih tinggi pada efusi pleura TB dibandingkan dengan efusi pleura

eksudatif lainnya.30

2.6.5. Adenosin Deaminase (ADA)

ADA pertama sekali ditemukan tahun 1970 sebagai penanda kanker paru dan

pada tahun 1978 Piras dkk menemukan ADA sebagai penanda efusi pleura TB.55

ADA merupakan enzim yang mengkatalis perubahan adenosine menjadi inosin. ADA

merupakan suatu enzim Limfosit T yang dominan, dan aktivitas plasmanya tinggi

pada penyakit dimana imuniti seluler dirangsang.56 Ada beberapa isomer ADA

dimana yang menonjol adalah ADA 1 dan ADA 2. Dimana ADA 1 ditemukan pada

semua sel dan ADA 2 mencerminkan aktivitas dari monosit atau makrofag. Penderita

efusi pleura TB lebih dominan ADA 2.55

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II Tb Pleura

Gambaran yang menunjukkan peningkatan kadar ADA bermanfaat dalam

menentukan diagnosis efusi pleura TB. Beberapa peneliti menggunakan berbagai

tingkat cut-off untuk ADA efusi pleura TB antara 30-70 U/l. Pada kadar ADA cairan

pleura yang lebih tinggi cenderung pasien efusi pleura TB. Pada studi metaanalisis

yang meninjau 40 artikel menyatakan bahwa ADA mempunyai nilai spesifisiti dan

sensitivitinya mencapai 92% dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB.56

Kebanyakan pasien dengan efusi pleura TB mempunyai kadar ADA > 40 U/l. Pada

pasien dengan gangguan kekebalan tubuh dengan efusi pleura TB kadar ini lebih

tinggi lagi. Efusi pleura limfositik yang bukan disebabkan oleh TB biasanya

mengandung kadar ADA < 40 U/l.34

Namun penggunaan ini juga tergantung pada prevalensi TB.56 Pada populasi

dengan prevalensi efusi pleura TB yang rendah spesifisiti ADA dapat sangat

rendah.38 Sehingga pada daerah dengan prevalensi rendah kemungkinan tinggi nilai

positif palsu yang mana dapat menimbulkan penanganan yang berlebihan dan

keterlambatan diagnosis penyakit lain seperti kanker.55

2.6.6. Interferon gamma (IFN-γ)

Tes lain yang bermanfaat dalam mendukung diagnosis efusi pleura TB adalah

pemeriksaan kadar IFN-γ cairan pleura.18,19,57 IFN-γ merupakan suatu regulator imun

yang penting dimana dapat berfungsi sebagai antivirus dan sitotoksik. IFN-γ

diproduksi oleh limfosit T CD4+ dari pasien-pasien dengan efusi pleura TB.21,30

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II Tb Pleura

Produksi IFN-γ muncul sebagai mekanisme pertahanan yang bermanfaat. IFN-γ

membantu polymyristate acetate merangsang produksi hidrogen peroksida dalam

makrofag, dimana ini memfasilitasi aktifitas eliminasi parasit intraselular. Limfokin

ini juga menghambat pertumbuhan mikobakteria dalam monosit manusia.30

Dari studi yang telah dilakukan Villena dkk yang mengukur kadar IFN-γ

cairan pleura dari 595 pasien, dimana 82 kasus penyebabnya adalah TB, dan

dilaporkan bahwa level cut-off 3.7 IU/ml; dengan nilai sensitiviti 98% dan spesifisiti

98% dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB.57 Valdes dkk juga melaporkan

pada penelitian yang dilakukan terhadap 145 pasien menunjukkan bahwa 74%

dengan efusi pleura TB mempunyai kadar IFN-γ > 200 pg/ml.50 Pada penelitian lain

dijumpai pasien-pasien dengan empiema sering sekali kadar IFN-γ cairan pleura ini

meningkat.16 Pada penelitian yang dilakukan Ekanita di Jakarta didapati peningkatan

kadar IFN-γ yang cukup bermakna pada pasien efusi pleura TB dimana kadarnya

rata-rata 1,63 ± 0,59 IU/ml.26 Greco dkk meninjau kembali semua studi dari tahun

1978 - November 2000. Studi ini mengikutsertakan 4.738 pasien dimana kadar ADA

cairan pleura diukur dan 1.189 pasien dengan kadar IFN-γ yang diukur. Penelitian ini

melaporkan bahwa nilai sensitiviti dan spesifisiti untuk ADA adalah 93% dan untuk

IFN-γ adalah 96%.25

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II Tb Pleura

2.6.7. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Ini merupakan tehnik amplifikasi DNA yang dengan cepat mendeteksi M.

TB.32 Dewasa ini telah dikembangkan beberapa metode untuk amplifikasi asam

nukleat in vitro. Dimana tujuan utama dari teknik ini adalah untuk memperbaiki

sensitiviti uji yang berdasarkan pada asam nukleat dan untuk menyederhanakan

prosedur kerjanya melalui automatisasi dan bentuk deteksi non-isotopik.58

PCR ini merupakan salah satu tehnik pemeriksaan yang digunakan dalam

penegakan diagnosis efusi pleura TB karena metode konvensional masih rendah

sensitivitinya. Sensitiviti PCR pada efusi pleura TB berkisar 20-81% dan spesitifiti

nya berkisar 78-100%.37

Penelitian yang dilakukan di Spanyol menunjukkan bahwa PCR mempunyai

sensitiviti 81% dan spesifisiti 98%.37 Penelitian Babu dkk di India tahun 1997

terhadap 20 penderita efusi pleura TB, PCR mempunyai sensitiviti 70% dan

spesifisiti 100%.51 Penelitian yang dilakukan Bambang dkk terhadap 62 pasien

yang diduga efusi pleura TB pada tahun 2004 dijumpai sensitiviti PCR 53,19% dan

spesifisiti 93,33%.59 Pada tahun 2006 Amni melakukan penelitian mengenai

pemeriksaan PCR dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB terhadap 20 orang

penderita efusi pleura TB yang ada di Medan; dimana disimpulkan bahwa PCR

mempunyai nilai sensitiviti 71,4% dan 100%.60

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II Tb Pleura

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

TB ESAT-6 CFP-10

EFUSI PLEURA EXUDATIF

Reaksi Hipersensitif

QUANTIKINE (IFN-γ)

METODE ELISA NON

TB TB

Sitokin (IL-12, IL-18)

T CD4+

IFN-γ

Universitas Sumatera Utara