referat efusi pleura tb-vanda

23
1 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas referat dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Penyakit Dalam di RSUD Kota Bekasi, mengenai “EFUSI PLEURA TUBERCULOSIS dengan tepat waktu. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala - kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Taufik, SpP sebagai dokter pembimbing dalam pembuatan referat ini dan rekan- rekan mahasiswa kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Bekasi yang ikut membantu dalam penyelesaian referat ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan dapat membantu sejawat dalam memahami efusi pleura tuberculosis. Bekasi, 28 Agustus 2013 Ko-asisten IPD

Upload: vanda-sativa

Post on 01-Jan-2016

326 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas

rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas referat dalam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Penyakit Dalam di RSUD Kota Bekasi ,

mengenai “EFUSI PLEURA TUBERCULOSIS” dengan tepat waktu.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang

dihadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi

ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan semua pihak, sehingga

kendala - kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar -besarnya kepada dr.

Taufik, SpP sebagai dokter pembimbing dalam pembuatan referat ini dan rekan-

rekan mahasiswa kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Bekasi yang

ikut membantu dalam penyelesaian referat ini .

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat

kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan dapat

membantu sejawat dalam memahami efusi pleura tuberculosis .

Bekasi , 28 Agustus 2013

Ko-asisten IPD

Page 2: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………........………… .......... 1

DAFTAR ISI…………………………………………………… .................... 2

DAFTAR GAMBAR&TABEL........……………………………… ................ 3

BAB I PENDAHULUAN.................................................................. ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 5

II.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura......................................................................5

II.2 Definisi............................................................................... ........................ 6

II.3 Epidemiologi............................................................................... ............... 7

II.4 Etiologi.......................................................................... ............................. 8

II.5 Patogenesis..................................................... ............................................ 9

II.6 Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik........................................................ 11

II.7 Pemeriksaan Penunjang....................................................................... .... 13

II.8 Diagnosis....................................................................... .......................... 18

II.9 Penatalaksanaan.......................................................................... ............. 19

II.10 Prognosis............................................................ .................................... 21

BAB III KESIMPULAN..................................................................... .. 22

BAB IV DAFTAR PUSTAKA............................................................ . 23

Page 3: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

3

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Gambar 1. Anatomi Pleura………………………………………………………………………..5

Gambar 2. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan

penyembuhannya.............................................................................................................................9

Gambar 3. Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat pada TB Primer……………………………..11

Gambar 4. Gambaran Thorax dengan Efusi Pleura……………………………………………...13

Gambar 5. Tes Tuberkulin……………………………………………………………………….14

Tabel 1. Parameter Transudat dan Eksudat……………………………………………………...15

Tabel 2. Obat anti TB…………………………………………………………………………....20

Gambar 6. Torakosentesis…………………………………………………………………….....21

Page 4: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

4

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia.

Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada

tahun 2002. 3,9 juta adalah kasus BTA positif. Hampir sekitar sepertiga penduduk dunia telah

terinfeksi kuman tuberkulosis. TB ekstra paru berkisar antara 9,7 sampai 46% dari semua kasus

TB. Organ yang sering terlibat yaitu limfonodi, pleura, hepar dan organ gastro intestinal lainnya,

organ genitourinarius, peritoneum, dan perikardium. Efusi pleura tuberculosis merupakan TB

ekstraparu kedua terbanyak setelah limfadenitis TB. Angka kejadian efusi pleura tuberculosis

dilaporkan bervariasi antara 4% di USA sampai 23% di Spanyol.

Pleura terdiri dari dua membran yaitu pleura visceralis yang menutup permukaan paru

dan pleura parietalis yang menutup dinding dada bagian dalam dan diafragma. Keduanya

bertemu di hilus paru. Ruang antar pleura normal jaraknya berkisar antara 18-20 µm. Fungsi

rongga antar pleura adalah supaya gerakan paru relatif lebih besar dari dinding dada.

Efusi pleura dapat terjadi sebagai komplikasi dari berbagai penyakit. Pendekatan yang

tepat terhadap pasien efusi pleura memerlukan pengetahuan insidens dan prevalensi efusi pleura.

Penyakit jantung kongestif dan sirosis hepatis merupakan penyebab tersering efusi transudatif

sedangkan keganasan dan tuberkulosis (TB) merupakan penyebab tersering efusi eksudatif.[1]

Mengetahui karakteristik efusi pleura merupakan hal penting untuk dapat menegakkan penyebab

efusi pleura sehingga efusi pleura dapat ditatalaksana dengan baik.

Efusi pleura tuberkulosis sering ditemukan di negara berkembang termasuk di Indonesia

meskipun diagnosis pasti sulit ditegakkan. Dengan sarana yang ada, sangat sulit untuk

menegakkan diagnosis efusi pleura tuberkulosis sehingga sering timbul anggapan bahwa

penderita tuberkulosis paru yang disertai dengan efusi pleura, efusi pleuranya dianggap efusi

pleura tuberkulosis, sebaliknya penderita bukan tuberkulosis paru yang menderita efusi pleura,

efusi pleuranya dianggap bukan disebabkan tuberkulosis.

I.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, patofisiologi, gejala klinis,

diagnosis, diagnosis banding, komplikasi dan terapi dari efusi pleura tuberculosis.

Page 5: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA

Gambar 1. Anatomi Pleura

Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura disusun oleh

jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan kapiler darah serta serat

saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini

juga dilapisi oleh selapis mesotel. Pleura merupakan membran tipis, halus, dan licin yang

membungkus dinding anterior toraks dan permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini

mengandung kolagen dan jaringan elastis.

Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura parietalis melapisi

toraks dan pleura viseralis melapisi paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam

beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian permukaan

luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 µm). Diantara

celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Di bawah sel-sel mesotelia ini terdapat

endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah)

terdapat jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan

Page 6: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

6

intertitial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari A. Pulmonalis

dan A.Bronkialis serta pembuluh getah bening.

Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang mengandung

sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser secara

bebas pada saat ventilasi. Cairan tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak antara paru

dan thoraks.Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan pleura

viseralis sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu

ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer

sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20 cc.[2]

II.2 DEFINISI

Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang diakibatkan oleh

transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura dan merupakan komplikasi

berbagai penyakit. Efusi pleura selalu abnormal dan mengindikasikan terdapat penyakit yang

mendasarinya. Efusi pleura dibedakan menjadi eksudat dan transudat berdasarkan penyebabnya.

Efusi pleura terjadi apabila produksi meningkat minimal 30 kali normal (melewati kapasitas

maksimum ekskresi) dan atau adanya gangguan pada absorpsinya.[3,4]

Rongga pleura dibatasi oleh pleura parietal dan pleura visceral. Pada keadaan normal,

sejumlah kecil (0,01 mL/kg/jam) cairan secara konstan memasuki rongga pleura dari kapiler di

pleura parietal. Hampir semua cairan ini dikeluarkan oleh limfatik pada pleura parietal yang

mempunyai kapasitas pengeluaran sedikitnya 0,2 mL/kg/jam. Cairan pleura terakumulasi saat

kecepatan pembentukan cairan pleura melebihi kecepatan absorbsinya.[1]

Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

yang dikenal juga dengan nama pleuritis TB. Peradangan rongga pleura pada umumnya secara

klasik berhubungan dengan infeksi TB paru primer. Berbeda dengan bentuk TB di luar paru,

infeksi TB pada organ tersebut telah terdapat kuman M. TB pada fase basilemia primer. Proses

di pleura terjadi akibat penyebaran atau perluasan proses peradangan melalui pleura viseral

sebagai proses hipersensitivitas tipe lambat.

Page 7: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

7

II.3 EPIDEMIOLOGI

TB masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian utama khususnya di negara-negara

berkembang. Karena itu TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di

dunia ini. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan TB sebagai “Global Emergency”.

Menurut data yang dilaporkan WHO tahun 2008 diperkirakan sebanyak 9.2 juta kasus baru TB

yang terjadi di seluruh dunia, pada tahun 2006 (139 per 100.000), termasuk sekitar 4.1 juta (62

per 100.000) kasus baru dengan apusan BTA positif. Diantara kasus baru itu diperkirakan

709.000 (7.7%) dengan HIV-positif. Asia mencapai 55% dari seluruh kasus di dunia, dan Afrika

sekitar 31%.

Frekuensi TB sebagai penyebab efusi pleura tergantung kepada prevalensi TB pada

populasi yang diteliti. Penelitian di Spanyol terhadap 642 penderita efusi pleura ditemukan TB

menjadi penyebab terbanyak efusi pleura; insidennya mencapai 25% dari seluruh kasus efusi

pleura. Penelitian di Saudi Arabia terhadap 253 kasus dijumpai 37% disebabkan oleh TB. Di US

insiden efusi pleura yang disebabkan TB diperkirakan mencapai 1.000 kasus. Atau sekitar 3-5%

pasien dengan TB akan mengalami efusi pleura TB. Kelihatannya jumlah ini rendah, diakibatkan

banyak pasien efusi pleura TB cenderung tidak terlaporkan karena sering sekali kultur M. TB

hasilnya negatif. Di UK infeksi TB yang melibatkan pleura < 10% kasus. Sedangkan penelitian

yang dilakukan di Rwanda pada 127 penderita efusi pleura dijumpai sekitar 86% penyebabnya

adalah TB.

Sedangkan efusi pleura pada penderita HIV dengan TB insidennya bisa lebih tinggi.

Penelitian di Carolina Selatan dijumpai insidennya mencapai 11% penderita efusi pleura TB

dengan HIV positif sedangkan pada HIV negatif dijumpai sekitar 6%. Penelitian di Burundi dan

Tanzania ditemukan 60% penderita efusi pleura TB dengan HIV positif. Sedangkan pada

penelitian di Afrika Selatan ditemukan bahwa 38% penderita efusi pleura TB dengan HIV positif

sedangkan pada penderita efusi pleura TB dengan HIV negatif hanya 20%. Indonesia menempati

urutan ke-3 dari antara negara-negara dengan prevalensi TB tertinggi, dimana penyebab utama

efusi pleuranya adalah TB paru (30,26%) dengan umur terbanyak adalah 21-30 tahun.[5,6]

Page 8: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

8

II.4 ETIOLOGI

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :

1.Transudat

Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat. Efusi

pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat

Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan,pleura. Hal ini dapat disebabkan oleh :

1) Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya

adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah

akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada

sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis.

2) Hipoalbuminemia

Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura

dibandingkan dengan tekanan osmotik darah.

3) Hidrothoraks hepatik

Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang

kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura.

4) Meig’s Syndrome

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita

dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom

serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang

berderajat rendah tanpa adanya metastasis.

5) Dialisis Peritoneal

Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal.

2. Eksudat

Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang

permeable abnormal dan berisi protein transudat.

Hal ini dapat disebabkan oleh :

1) Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus Coxsackie, Rickettsia, Chlamydia.

Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc.

Page 9: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

9

2) Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang

berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab

dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus pneumonie,

Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Haemophillus, E. Coli, Pseudomonas,

Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain).

3) Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus, dll.

Karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap fungi.

4) Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus

subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening,dapat juga secara hematogen dan

menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya

fokus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada di

dalamnya masuk ke rongga pleura, menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.

Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang

yang masif.

5) Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru, mammae,

kelenjar limfe, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran jantung yang

tidak membesar.

II.5 PATOGENESIS

Gambar 2. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan

penyembuhannya

Page 10: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

10

Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB, suatu keadaan dimana

terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura. Mekanisme terjadinya efusi pleura TB bisa

dengan beberapa cara:

1. Efusi pleura TB dapat terjadi dengan tanpa dijumpainya kelainan radiologi thoraks. Ini

merupakan sekuele dari infeksi primer dimana efusi pleura TB biasanya terjadi 6-12 minggu

setelah infeksi primer, pada anak-anak dan orang dewasa muda. Efusi pleura TB ini diduga

akibat pecahnya fokus perkijuan subpleura paru sehingga bahan perkijuan dan kuman M. TB

masuk ke rongga pleura dan terjadi interaksi dengan Limfosit T yang akan menghasilkan

suatu reaksi hipersensitiviti tipe lambat. Limfosit akan melepaskan limfokin yang akan

menyebabkan peningkatan permeabilitas dari kapiler pleura terhadap protein yang akan

menghasilkan akumulasi cairan pleura. Cairan efusi umumnya diserap kembali dengan

mudah. Namun terkadang bila terdapat banyak kuman di dalamnya, cairan efusi tersebut dapat

menjadi purulen, sehingga membentuk empiema TB.

2. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut. Jarang,

keadaan seperti ini bila berlanjut menjadi nanah (empiema). Efusi pleura ini terjadi akibat

proses reaktivasi yang mungkin terjadi jika penderita mengalami imunitas rendah.

3. Efusi yang terjadi akibat pecahnya kavitas TB dan keluarnya udara ke dalam rongga pleura.

Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara paru dan dinding dada. TB

dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah (empiema). Udara dengan nanah

bersamaan disebut piopneumotoraks.

Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 1-20 ml. Cairan di dalam rongga

pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh pleura viseralis dan

absorpsi oleh pleura parietalis. Keadaan ini dapat dipertahankan karena adanya keseimbangan

tekanan hidrostatik pleura parietalis sebesar 9 cmH20 dan tekanan koloid osmotik pleura viseralis

sebesar 10 cmH20.

Page 11: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

11

Gambar 3. Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat pada TB Primer

Efusi pleura terbentuk sebagai reaksi hipersensitivitas tipe lambat antigen kuman TB

dalam rongga pleura. Antigen ini masuk ke dalam rongga pleura akibat pecahnya fokus

subpleura. Rangsangan pembentukan cairan oleh pleura yang terkait dengan infeksi kuman TB.

Hipotesis terbaru mengenai efusi pleura TB primer menyatakan bahwa pada 6-12 minggu setelah

infeksi primer terjadi pecahnya fokus kaseosa subpleura ke kavitas pleura. Antigen

Mycobacterium tuberculosis memasuki kavitas pleura dan berinteraksi dengan sel T yang

sebelumnya telah tersensitisasi mikobakteria, Hal ini berakibat terjadinya reaksi hipersensitivitas

tipe lambat yang menyebabkan terjadinya eksudasi oleh karena meningkatnya permeabilitas dan

menurunnya klirens sehingga terjadi akumulasi cairan di kavitas pleura. Cairan efusi ini secara

umum adalah eksudat tapi dapat juga berupa serosanguineous dan biasanya mengandung sedikit

basil TB. [7,8]

.

II. 6 GEJALA KLINIS DAN PEMERIKSAAN FISIK

Kadang-kadang efusi pleura TB asimptomatik jika cairan efusinya masih sedikit dan

sering terdeteksi pada pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk tujuan tertentu. Namun jika

Page 12: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

12

cairan efusi dalam jumlah sedang sampai banyak maka akan memberikan gejala dan kelainan

dari pemeriksaan fisik.

Efusi pleura TB biasanya memberikan gambaran klinis yang bervariasi berupa gejala

respiratorik, seperti nyeri dada, batuk, dan sesak nafas. Gejala umum berupa demam, keringat

malam, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, rasa lelah dan lemah juga bisa dijumpai.

Gejala yang paling sering dijumpai adalah batuk (~70%) biasanya tidak berdahak, nyeri dada

(~75%) biasanya nyeri dada pleuritik, demam sekitar 14% yang subfebris, penurunan berat

badan dan malaise.

Walaupun TB merupakan suatu penyakit yang kronis akan tetapi efusi pleura TB sering

manifestasi klinisnya sebagai suatu penyakit yang akut. Sepertiga penderita efusi pleura TB

sebagai suatu penyakit akut yang gejalanya kurang dari 1 minggu. Pada suatu penelitian terhadap

71 penderita ditemukan 31% mempunyai gejala kurang dari 1 minggu durasinya dan 62%

dengan gejala kurang dari satu bulan. Umur penderita efusi pleura TB lebih muda daripada

penderita TB paru. Pada suatu penelitian yang dilakukan di Qatar dari 100 orang yang menderita

usia rata-rata 31.5 tahun, sementara di daerah industri seperti US usia ini cenderung lebih tua

sekitar 49.9 tahun. Efusi pleura TB paling sering unilateral dan biasanya efusi yang terjadi

biasanya ringan sampai sedang dan jarang masif. Pada penelitian yang dilakukan Valdes dkk

pada tahun 1989 sampai 1997 terhadap 254 penderita efusi pleura TB ditemukan jumlah

penderita yang mengalami efusi pleura di sebelah kanan 55,9%, di sebelah kiri 42,5% dan

bilateral efusi 1,6% penderita serta 81,5% penderita mengalami efusi pleura kurang dari dua

pertiga hemitoraks. Jumlah maupun lokasi terjadinya efusi tidak mempengaruhi prognosis.

Kelainan yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik sangat tergantung pada banyaknya

penumpukan cairan pleura yang terjadi. Pada inspeksi dada bisa dilihat kelainan berupa bentuk

dada yang tidak simetris, penonjolan pada dada yang terlibat, sela iga melebar, pergerakan

tertinggal pada dada yang terlibat. Pada palpasi, vocal fremitus melemah sampai menghilang,

perkusi dijumpai redup pada daerah yang terlibat, dari auskultasi akan dijumpai suara

pernafasan vesikuler melemah sampai menghilang, suara gesekan pleura.

Dari gambaran radiologis bisa dijumpai kelainan parenkim paru. Bila kelainan paru

terjadi di lobus bawah maka efusi pleura terkait dengan proses infeksi TB primer. Dan bila

kelainan paru di lobus atas, maka kemungkinan besar merupakan TB pasca primer dengan

Page 13: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

13

reaktivasi fokus lama. Efusi pleura hampir selalu terjadi di sisi yang sama dengan kelainan

parenkim parunya.[9]

II. 7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

6.1 Radiologi

Gambar 4. Gambaran Thorax dengan Efusi Pleura

Gambaran radiologik pada jenis foto posterior anterior (PA) terdapat kesuraman pada

hemithorax yang terkena efusi, dari foto thorax lateral dapat diketahui efusi pleura di depan atau

di belakang, sedang dengan pemeriksaan lateral dekubitus dapat dilihat gambaran permukaan

datar cairan terutama untuk efusi pleura dengan cairan yang minimal.

Berdasarkan pemeriksaan radiologis thoraks menurut kriteria American Thoracic Society

(ATS), TB paru dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu lesi minimal, lesi sedang, dan lesi

luas.46 Sedangkan efusi pleura TB pada pemeriksaan radiologis thoraks posisi Posterior

Anterior (PA) akan menunjukkan gambaran konsolidasi homogen dan meniskus, dengan sudut

kostophrenikus tumpul, pendorongan trakea dan mediastinum ke sisi yang berlawanan.

Spesimen diagnostik utama efusi pleura TB adalah cairan pleura dan jaringan pleura.

Biakan TB dari cairan pleura positif pada sekitar 42% kasus, dan dari biopsi positif sekitar 54%.

Beberapa uji khusus seperti kadar adenosine deaminase (ADA) dalam cairan pleura, interferon γ,

dan konsentrasi lisosim telah diteliti pada diagnostik efusi pleura TB namun belum digunakan

secara rutin.

Page 14: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

14

6.2 Apusan dan Kultur Sputum, Cairan Pleura dan Jaringan Pleura

Diagnosis pasti dari efusi pleura TB dengan ditemukan basil TB pada sputum, cairan

pleura dan jaringan pleura. Pemeriksaan apusan cairan pleura secara Ziehl- Nielsen (ZN)

walaupun cepat dan tidak mahal akan tetapi sensitivitinya rendah sekitar 35%. Pemeriksaan

apusan secara ZN ini memerlukan konsentrasi basil 10.000/ml dan pada cairan pleura

pertumbuhan basil TB biasanya sejumlah kecil. Sedangkan pada kultur cairan pleura lebih

sensitif yaitu 11-50% karena pada kultur diperlukan 10-100 basil TB. Akan tetapi kultur

memerlukan waktu yang lebih lama yaitu sampai 6 minggu untuk menumbuhkan M.TB.

6.3 Biopsi Pleura

Biopsi pleura merupakan suatu tindakan invasif dan memerlukan suatu pengalaman dan

keahlian yang baik karena pada banyak kasus, pemeriksaan histopatologi dari biopsi spesimen

pleura sering negatif dan tidak spesifik. Akan tetapi, diagnosis histopatologis yang didapat dari

biopsi pleura tertutup dengan dijumpainya jaringan granulomatosa sekitar 60-80%. Sementara

pemeriksaan yang dilakukan oleh A. H. Diacon dkk sensitiviti histologis, kultur dan kombinasi

histologis dengan kultur secara biopsi jarum tertutup mencapai 66%, 48%, 79% dan

pemeriksaan secara torakoskopi sensitivitinya 100, 76%, 100% dan spesifisitasnya 100%.

6.3 Uji Tuberkulin

Gambar 5. Tes Tuberkulin

Page 15: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

15

Dulu tes ini menjadi pemeriksaan diagnostik yang penting pada pasien yang diduga efusi

pleura TB. Tes ini akan memberikan hasil yang positif setelah mengalami gejala > 8 minggu.

Pada penderita dengan status gangguan kekebalan tubuh dan status gizi buruk, tes ini akan

memberikan hasil yang negatif.

6.4 Analisis Cairan Pleura

PARAMETER TRANSUDAT EKSUDAT

Warna Jernih Jernih, keruh, berdarah

BJ <1,016 >1,016

Jumlah set Sedikit Banyak (>500 el/mm3)

Jenis set PMN <50% PMN >50%

Rivalta Negatif Positif

Glukosa 60 mg/dl (=GD plasma) 60 mg/dl (bervariasi)

Protein dalam efusi <3 g/dl >3 g/dl

Rasio protein plasma <0,5 >0,5

LDH <200 IU/dl >200 IU/dl

Rasio LDH plasma <0,6 >0,6

Tabel 1. Parameter Transudat dan Eksudat

Analisis cairan pleura ini bermanfaat dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB.

Sering kadar protein cairan pleura ini meningkat > 5 g/dl. Pada pasien kebanyakan hitung jenis

sel darah putih cairan pleura mengandung limfosit > 50%. Pada sebuah penelitian dengan 254

pasien dengan efusi pleura TB, hanya 17 (6,7%) yang mengandung limfosit < 50% pada cairan

pleuranya. Pada pasien dengan gejala < 2 minggu, hitung jenis sel darah putih menunjukkan

PMN lebih banyak. Pada torakosentesis serial yang dilakukan, hitung jenis lekosit ini

menunjukkan adanya perubahan ke limfosit yang menonjol. Pada efusi pleura TB kadar LDH

cairan pleura > 200 U, kadar glukosa sering menurun.

Analisis kimia lain memberi nilai yang terbatas dalam menegakkan diagnostik efusi

pleura TB. Pada penelitian-penelitian dahulu dijumpai kadar glukosa cairan pleura yang

menurun, namun pada penelitian baru-baru ini menunjukkan kebanyakan pasien dengan efusi

Page 16: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

16

pleura TB mempunyai kadar glukosa diatas 60 mg/dl. Kadar pH cairan pleura yang rendah dapat

kita curigai suatu efusi pleura TB. Kadar CRP cairan pleura lebih tinggi pada efusi pleura TB

dibandingkan dengan efusi pleura eksudatif lainnya.[10,11]

6.5 Adenosin Deaminase (ADA)

ADA pertama sekali ditemukan tahun 1970 sebagai penanda kanker paru dan pada tahun

1978 Piras dkk menemukan ADA sebagai penanda efusi pleura TB. ADA merupakan enzim

yang mengkatalis perubahan adenosine menjadi inosin. ADA merupakan suatu enzim Limfosit T

yang dominan, dan aktivitas plasmanya tinggi pada penyakit dimana imuniti seluler dirangsang.

Ada beberapa isomer ADA dimana yang menonjol adalah ADA 1 dan ADA 2. Dimana ADA 1

ditemukan pada semua sel dan ADA 2 mencerminkan aktivitas dari monosit atau makrofag.

Penderita efusi pleura TB lebih dominan ADA 2.

Gambaran yang menunjukkan peningkatan kadar ADA bermanfaat dalam menentukan

diagnosis efusi pleura TB. Beberapa peneliti menggunakan berbagai tingkat cut-off untuk ADA

efusi pleura TB antara 30-70 U/l. Pada kadar ADA cairan pleura yang lebih tinggi cenderung

pasien efusi pleura TB. Pada studi metaanalisis yang meninjau 40 artikel menyatakan bahwa

ADA mempunyai nilai spesifisiti dan sensitivitinya mencapai 92% dalam menegakkan diagnosis

efusi pleura TB. Kebanyakan pasien dengan efusi pleura TB mempunyai kadar ADA > 40 U/l.

Pada pasien dengan gangguan kekebalan tubuh dengan efusi pleura TB kadar ini lebih tinggi

lagi. Efusi pleura limfositik yang bukan disebabkan oleh TB biasanya mengandung kadar ADA

< 40 U/l.

Namun penggunaan ini juga tergantung pada prevalensi TB. Pada populasi dengan

prevalensi efusi pleura TB yang rendah spesifisiti ADA dapat sangat rendah. Sehingga pada

daerah dengan prevalensi rendah kemungkinan tinggi nilai positif palsu yang mana dapat

menimbulkan penanganan yang berlebihan dan keterlambatan diagnosis penyakit lain seperti

kanker.

6.6 Interferon gamma (IFN-γ)

Tes lain yang bermanfaat dalam mendukung diagnosis efusi pleura TB adalah

pemeriksaan kadar IFN-γ cairan pleura. IFN-γ merupakan suatu regulator imun yang penting

Page 17: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

17

dimana dapat berfungsi sebagai antivirus dan sitotoksik. IFN-γ diproduksi oleh limfosit T CD4+

dari pasien-pasien dengan efusi pleura TB.

Produksi IFN-γ muncul sebagai mekanisme pertahanan yang bermanfaat. IFN-γ

membantu polymyristate acetate merangsang produksi hidrogen peroksida dalam makrofag,

dimana ini memfasilitasi aktifitas eliminasi parasit intraselular. Limfokin ini juga menghambat

pertumbuhan mikobakteria dalam monosit manusia.

Dari studi yang telah dilakukan Villena dkk yang mengukur kadar IFN-γ cairan pleura

dari 595 pasien, dimana 82 kasus penyebabnya adalah TB, dan dilaporkan bahwa level cut-off

3.7 IU/ml; dengan nilai sensitiviti 98% dan spesifisiti 98% dalam menegakkan diagnosis efusi

pleura TB. Valdes dkk juga melaporkan pada penelitian yang dilakukan terhadap 145 pasien

menunjukkan bahwa 74% dengan efusi pleura TB mempunyai kadar IFN-γ > 200 pg/ml. Pada

penelitian lain dijumpai pasien-pasien dengan empiema sering sekali kadar IFN-γ cairan pleura

ini meningkat. Pada penelitian yang dilakukan Ekanita di Jakarta didapati peningkatan kadar

IFN-γ yang cukup bermakna pada pasien efusi pleura TB dimana kadarnya rata-rata 1,63 ± 0,59

IU/ml. Greco dkk meninjau kembali semua studi dari tahun 1978 - November 2000. Studi ini

mengikutsertakan 4.738 pasien dimana kadar ADA cairan pleura diukur dan 1.189 pasien dengan

kadar IFN-γ yang diukur. Penelitian ini melaporkan bahwa nilai sensitiviti dan spesifisiti untuk

ADA adalah 93% dan untuk IFN-γ adalah 96%.

6.7 Polymerase Chain Reaction (PCR)

Ini merupakan tehnik amplifikasi DNA yang dengan cepat mendeteksi M. TB. Dewasa

ini telah dikembangkan beberapa metode untuk amplifikasi asam nukleat in vitro. Dimana tujuan

utama dari teknik ini adalah untuk memperbaiki sensitiviti uji yang berdasarkan pada asam

nukleat dan untuk menyederhanakan prosedur kerjanya melalui automatisasi dan bentuk deteksi

non-isotopik. PCR ini merupakan salah satu tehnik pemeriksaan yang digunakan dalam

penegakan diagnosis efusi pleura TB karena metode konvensional masih rendah sensitivitinya.

Sensitiviti PCR pada efusi pleura TB berkisar 20-81% dan spesitifiti nya berkisar 78-100%.

Penelitian yang dilakukan di Spanyol menunjukkan bahwa PCR mempunyai sensitiviti

81% dan spesifisiti 98%. Penelitian Babu dkk di India tahun 1997 terhadap 20 penderita efusi

pleura TB, PCR mempunyai sensitiviti 70% dan spesifisiti 100%. Penelitian yang dilakukan

Bambang dkk terhadap 62 pasien yang diduga efusi pleura TB pada tahun 2004 dijumpai

Page 18: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

18

sensitiviti PCR 53,19% dan spesifisiti 93,33%. Pada tahun 2006 Amni melakukan penelitian

mengenai pemeriksaan PCR dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB terhadap 20 orang

penderita efusi pleura TB yang ada di Medan; dimana disimpulkan bahwa PCR mempunyai nilai

sensitiviti 71,4% dan 100%.

II.8 DIAGNOSIS

Diagnosis efusi pleura TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan radiologi thoraks, pemeriksaan bakteri tahan asam sputum, cairan pleura dan

jaringan pleura, uji tuberkulin, biopsi pleura dan analisis cairan pleura. Diagnosis dapat juga

ditegakkan berdasarkan pemeriksaan ADA, IFN-γ, dan PCR cairan pleura. Hasil darah perifer

tidak bermanfaat; kebanyakan pasien tidak mengalami lekositosis.Sekitar 20% kasus efusi pleura

TB menunjukkan gambaran infiltrat pada foto toraks.

Kelainan yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik sangat tergantung pada banyaknya

penumpukan cairan pleura yang terjadi. Pada inspeksi dada bisa dilihat kelainan berupa bentuk

dada yang tidak simetris, penonjolan pada dada yang terlibat, sela iga melebar, pergerakan

tertinggal pada dada yang terlibat. Pada palpasi vocal fremitus melemah sampai menghilang,

perkusi dijumpai redup pada daerah yang terlibat, dari auskultasi akan dijumpai suara

pernafasan vesikuler melemah sampai menghilang, suara gesekan pleura.

Berdasarkan pemeriksaan radiologis toraks menurut kriteria American Thoracic Society

(ATS), TB paru dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu lesi minimal, lesi sedang, dan lesi

luas.46 Sedangkan efusi pleura TB pada pemeriksaan radiologis toraks posisi Posterior

Anterior (PA) akan menunjukkan gambaran konsolidasi homogen dan meniskus, dengan sudut

kostophrenikus tumpul, pendorongan trakea dan mediastinum ke sisi yang berlawanan.

Hasil pemeriksaan BTA cairan pleura jarang menunjukkan hasil positif (0-1%). Isolasi

M. tuberkulosis dari kultur cairan pleura hanya didapatkan pada 20-40% pasien efusi pleura TB.

Hasil pemeriksaan BTA dan kultur yang negatif dari cairan pleura tidak mengekslusi

kemungkinan pleuritis TB. Hasil pemeriksaan BTA pada sputum jarang positif pada kasus

primer dan kultur menunjukkan hasil positif hanya pada 25-33% pasien. Sebaliknya, pada kasus

reaktivasi pemeriksaan BTA sputum positif pada 50% pasien dan kultur positif pada 60% pasien.

Page 19: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

19

Diagnosis pasti dari efusi pleura TB dengan ditemukan basil TB pada sputum, cairan

pleura dan jaringan pleura. Hasil torakosintesis efusi pleura dari pleuritis TB primer mempunyai

karakteristik cairan eksudat dengan total kandungan protein pada cairan pleura >3 g/dL, rasio

LDH cairan pleura dibanding serum > 0,5 dan LDH total cairan pleura >200U. Karakteristik

cairan pleura pada efusi pleura TB ditandai oleh meningkatnya protein cairan pleura, sering

diatas 5 gr/dl, glukosa cairan pleura menurun tetapi seringkali sama dengan glukosa serum.

Kadar LDH cairan pleura meningkat biasanya lebih tinggi dibandingkan LDH 18 serum.[12]

Hasil tes tuberkulin yang positif mendukung penegakkan diagnosis efusi pleura TB di

daerah dengan prevalensi TB yang rendah (atau tidak divaksinasi), akan tetapi hasil tes

tuberkulin negatif dapat terjadi pada sepertiga pasien.

Biopsi pleura parietal telah menjadi tes diagnostik yang paling sensitif untuk efusi pleura

TB. Pemeriksaan histopatologis jaringan pleura menunjukkan peradangan granulomatosa,

nekrosis kaseosa, dan BTA positif. Hasil biopsi perlu diperiksa secara PA, pewarnaan BTA dan

kultur. Beberapa penelitian meneliti aktivitas ADA (adenosin deaminase) untuk mendiagnosis

efusi pleura TB. Disebutkan bahwa kadar ADA > 70 IU/L dalam cairan pleura sangat

menyokong ke arah TB, sedangkan kadar < 40 IU/L mengekslusi diagnosis.

Pemeriksaan dengan PCR ( Polymerase Chain Reaction ) didasarkan pada amplifikasi

fragmen DNA mikobakterium. Karena efusi pleura TB mengandung sedikit basil TB, secara

teori sensitivitasnya dapat ditingkatkan mengunakan PCR. Banyak penelitian yang mengevaluasi

efikasi PCR untuk mendiagnosis efusi pleura TB dan menunjukkan bahwa sensitivitas berkisar

antara 20-90% dan spesifitas antara 78-100%.

II.9 PENATALAKSANAAN

Dikarenakan efusi pleura ini terjadi akibat TB, maka prinsip pengobatan seperti

pengobatan TB. Pengobatan dengan obat anti tuberculosis (rifampisin, INH,

pirazinamid/etambutol/streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian obat

seperti pada pengobatan tuberculosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat

diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan

torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kadang dapat

diberikan kortikosteroid secara sistemik (prednison 1mg/kgBB selama 2 minggu kemudian dosis

diturunkan secara perlahan).[13]

Page 20: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

20

Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase: intensif dan lanjutan. Fase intensif ditujukan untuk

membunuh sebagian besar bakteri secara cepat dan mencegah resistensi obat. Sedangkan fase

lanjutan bertujuan untuk membunuh bakteri yang tidak aktif. Fase lanjutan menggunakan lebih

sedikit obat karena sebagian besar bakteri telah terbunuh sehingga risiko pembentukan bakteri

yang resisten terhadap pengobatan menjadi kecil.

Berdasarkan pedoman tata laksana DOTS, pasien dengan sakit berat yang luas atau

adanya efusi pleura bilateral dan sputum BTA positif, diberikan terapi kategori I (Fase Intensif

dengan 4 macam obat : INH, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol selama 2 bulan dan diikuti

dengan fase lanjutan selama 4 bulan dengan 2 macam obat : INH dan Rifampisin). Pada pasien

dengan efusi pleura TB soliter harus diterapi dengan INH, Rifampisin dan Pirazinamid selama 2

bulan diikuti dengan terapi INH dan rifampisin selama 4 bulan.

Tabel 2. Obat anti TB

Obat anti TB Action Potency Dose mg/kg

Daily Intermitten

3x/wk 2x/wk

Rifampicin (R) Bakterisidal High 10 10 10

Isoniazid (H) Bakterisidal High 5 10 15

Pirazinamid (Z) Bakterisidal Low 25 35 50

Etambutol (E) Bakteriostatik Low 15 30 45

Streptomisin (S) Bakterisidal Low 15 15 15

Follow-up

Follow-up idealnya dilaksanakan dengan interval sebagai berikut: 2 minggu setelah awal

pengobatan, akhir fase intensif (bulan kedua), dan setiap 2 bulan hingga pengobatan selesai.

Beberapa poin penting dalam follow-up adalah sebagai berikut:

• Pada follow-up, dosis obat disesuaikan dengan peningkatan berat badan.

• Pemeriksaan dahak mikroskopik pada bulan kedua harus dilakukan yang pada

saat diagnosis awal pemeriksaan dahak mikroskopiknya positif.

• X-ray dada tidak dibutuhkan dalam follow-up.

Page 21: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

21

Torakosentesis

Gambar 6. Torakosentesis

Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun

terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi duduk. Aspirasi

dilakukan pada bagian bawah paru sela iga aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath

nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1.000-1.500 cc pada

setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada satu kali aspirasi

sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru

dapat terjadi karena paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui

betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan

peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.

Komplikasi lain torakosentesis adalah : pneumothoraks (ini yang paling sering udara

masuk melalui jarum), hemohoraks (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis) dan

emboli udara yang agak jarang terjadi.

II. 10 PROGNOSIS

Perjalanan alamiah dari efusi pleura TB yang tidak diterapi akan terjadi resolusi spontan

dalam 4-16 minggu dengan adanya kemungkinan perkembangan TB paru aktif atau TB

ekstraparu pada 43-65% pasien.

Page 22: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

22

BAB III

KESIMPULAN

Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang diakibatkan oleh

transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura dan merupakan komplikasi

berbagai penyakit. Efusi pleura terjadi apabila produksi meningkat minimal 30 kali normal

(melewati kapasitas maksimum ekskresi) dan atau adanya gangguan pada absorpsinya. Efusi

pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dikenal

juga dengan nama pleuritis TB. Peradangan rongga pleura pada umumnya secara klasik

berhubungan dengan infeksi TB paru primer.

Indonesia menempati urutan ke-3 dari antara negara-negara dengan prevalensi TB

tertinggi, dimana penyebab utama efusi pleuranya adalah TB paru (30,26%) dengan umur

terbanyak adalah 21-30 tahun. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan yang baik akan penyakit

efusi pleura tuberculosis oleh setiap insan tenaga medis sehingga dapat menegakkan diagnosis

dan penatalaksanaan yang sesuai.

Page 23: Referat Efusi Pleura Tb-Vanda

23

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Light RW. Pleural diseases. 5 ed. Baltimore: Williams and Wilkins; 2007. p.412 .

2. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 2nd

ed. Jakarta: EGC; 2001. p. 415-8.

3. Mayse M.L. Non malignant pleural effusions. In: Fishman A.P, editor. Fishman's

pulmonary diseases and disorders. 4th ed. New York: Mc Graw Hill, 2008; p. 1487-504.

4. Maskell NA, Butland RJA. BTS guidelines for the investigation of unilateral pleural

effusion in adults. 2003;58:8-17.

5. Marel M. Epidemiology of pleural effusion. Eur Respir Mon. 2002;22:146-56.

6. Mangunnegoro H. Masalah efusi pleura di Indonesia. J Respir Indo. 1998;18:48-50.

7. Rahajoe N dkk. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. UKK Pulmonologi PP IDAI :

Jakarta. 2005, 51-52.

8. Hariadi S. Efusi Pleura. In: Wibisono MJ, Winariani, and H Slamet, editors. Buku ajar

ilmu penyakit paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair; 2010. p. 114-6.

9. Universitas Sumatera Utara. Efusi pleura tuberculosis. Available at:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24116/4/Chapter%20II.pdf. Accessed on

August 25th

, 2013.

10. Gonlugur U, Gonlugur TE. The distinction between transudates and exudates. J Biomed

Sci. 2005;12:985-90.

11. Heidari B, Bijani K, Eissazadeh M, Heidari P. Exudative pleural effusion: effectiveness

of pleural fluid analysis and pleural biopsy. East Med Health J. 2007;13:765-73.

12. Light RW. Update on tuberculous pleural effusion. Respirology. 2010;15:451-8.

13. Halim H. Penyakit-penyakit pleura. In: . In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi A, K

Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Penyakit Dalam. 5th

ed. Jakarta: Interna

Publishing; 2009. p.2332-3.