case sirosis, hepatitis b

72
BAB I STATUS PASIEN A. IDENTITAS Nama : Tn. K Umur : 45 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Plunturan, Pulung, Ponorogo Pekerjaan : Swasta Status perkawinan : Menikah Agama : Islam Suku : Jawa Tanggal masuk RS : 8 Juli 2013 Tanggal pemeriksaan : 22 Juli 2013 B. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama Nyeri seluruh lapang perut 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Dr Harjono diantar keluarganya pada tanggal 8 Juli 2013 dengan keluhan nyeri seluruh lapang perut, terutama nyeri perut di sebelah kanan, dan nyeri dirasakan tembus punggung belakang selama 2 bulan. Pasien merasa lemas, pusing, perut terasa kembung dan terasa penuh, flatus (-), serta bengkak pada kedua kaki. 1

Upload: budiwan-putri-e-tyas

Post on 02-Jan-2016

139 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Sirosis, Hepatitis b

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS

Nama : Tn. K

Umur : 45 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Plunturan, Pulung, Ponorogo

Pekerjaan : Swasta

Status perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Tanggal masuk RS : 8 Juli 2013

Tanggal pemeriksaan : 22 Juli 2013

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Nyeri seluruh lapang perut

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Dr Harjono diantar keluarganya pada

tanggal 8 Juli 2013 dengan keluhan nyeri seluruh lapang perut, terutama nyeri

perut di sebelah kanan, dan nyeri dirasakan tembus punggung belakang selama

2 bulan. Pasien merasa lemas, pusing, perut terasa kembung dan terasa penuh,

flatus (-), serta bengkak pada kedua kaki.

Pasien juga mengeluhkan sakit dan sesak saat memiringkan tubuhnya

ke kiri serta makan sedikit perut sudah terasa penuh dan sesak.

Sebelumnya pasien pernah opname di RS Aisyah selama 1 minggu

dengan keluhan serupa. Mual (-), muntah (-), BAB sulit selama 1 minggu

(+), hitam (-), lendir (-), darah (-). BAK normal (+), warna seperti kuning,

darah (-), buih (-). demam (-).

1

Page 2: Case Sirosis, Hepatitis b

3. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat hipertensi : diakui

Riwayat opname : diakui

Riwayat maag : disangkal

Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat diabetes mellitus : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat sakit ginjal : disangkal

Riwayat sakit liver : diakui

Riwayat alergi : disangkal

4. Riwayat Pribadi

Merokok : diakui

Konsumsi kopi : diakui

Makan pedas : diakui

Konsumsi jamu : diakui

Konsumsi minuman beralkohol : disangkal

Konsumsi obat : disangkal

5. Riwayat keluarga

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat sakit serupa : disangkal

Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat stroke : disangkal

Riwayat diabetes mellitus : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat atopi : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum : Tampak lemah

Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4V5M6)

2

Page 3: Case Sirosis, Hepatitis b

2. Vital signs :

Tekanan darah : 120/70 mmHg (berbaring, lengan kanan)

Nadi : 65 x/ menit

Respiratory rate : 24 x/ menit

Suhu : 36,5º C

3. Pemeriksaan fisik :

a. Kulit

Ikterik (+), petechiae (-), turgor kulit menurun (-), hiperpigmentasi (-),

bekas garukan (-), kulit kering (-), kulit hiperemis (-), sikatrik bekas

operasi (-)

b. Kepala

Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-), luka (-)

c. Mata

Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (+/+), exoftalmus (-/-), perdarahan

subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek

cahaya (+/+) normal, oedem palpebra (-/-), strabismus (-/-).

d. Hidung

Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)

e. Telinga

Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)

f. Mulut

Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-), lidah

tifoid (-), papil lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-)

g. Leher

JVP R0, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), nyeri tekan (-),

pembesaran kelenjar getah bening (-).

h. Thorax :

3

Page 4: Case Sirosis, Hepatitis b

1) Pulmo :

a) Inspeksi : Kelainan bentuk (-), simetris, tidak ada ketinggalan

gerak kedua sisi paru, retraksi otot-otot nafas tidak ditemukan,

spider naevi (-).

b) Palpasi :

Ketinggalan gerak:

Anterior : Posterior :

Fremitus:

Anterior : Posterior :

c) Perkusi

Anterior : Posterior :

d) Auskultasi

Anterior : Posterior :

Suara tambahan : wheezing (-/-), rhonki (-/-)

4

- -

- -

- -

- -

- -

- -

N N

N N

N N

N N

N N

N N

S S

S S

S S

S S

S S

S S

V V

V V

V V

V V

V V

V V

Page 5: Case Sirosis, Hepatitis b

2) Jantung

1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

2) Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

3) Perkusi

Batas kiri jantung :

Atas : SIC II sinistra di linea parasternalis sinistra

Bawah : SIC V sinistra 1 cm lateral linea midclavicula sinistra

Batas kanan jantung

Atas : SIC II dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra

Bawah : SIC IV dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra

4) Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, bising (-)

i. Abdomen

Inspeksi : Dinding perut simetris, sejajar dinding dada, distended

(+)

Auskultasi : Peristaltik (-), metallic sound (-)

Perkusi : timpani, hepatomegali (+), splenomegali (-), pekak

beralih (+)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) hipocondriaca dextra, hepar

teraba, lien, ren tidak teraba.

j. Ekstremitas superior : Akral hangat, edema (-/-), clubbing finger (-),

pitting edema (+), palmar eritem (-), tremor halus (-)

k. Ekstremitas inferior : Akral hangat, clubbing finger (-), pitting edema

(+/+), palmar eritem (-/-)

l. Pinggang : Nyeri pinggang (-), Nyeri ketok costoertebra (-/-)

5

Page 6: Case Sirosis, Hepatitis b

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan EKG

Frekuensi: 100x/menit

Ritme: reguler

Jenis irama: sinus

Zona transisi: (V4-V5)

Aksis : normal (Lead I (+), aVF (+))

Morfologi gelombang :

Gelombang P selalu diikuti gelombang QRS dan T

Interval PR 0,20 detik

Gelombang QRS lebar: 3 kotak kecil

Gelombang T inversi pada V1,V2,V3, V4: iskemik anteroseptal

6

Page 7: Case Sirosis, Hepatitis b

2. Pemeriksaan laboratorium

a. Darah Lengkap (8 Juli 2013)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Leukosit 6,3 103/ul 4,0-10,0

Limfosit# 1,6 103/ul 0,8-4,0

Mid# 0,4 103/ul 0,1-0,9

Granulosit# 4,3 103/ul 2-7

Limfosit% 25,9 % 20-40

Mid% 6,3 % 3-9

Granulosit% 67,8 % 50-70

Hb 10,9 gr/dl 11,0-16,0

Eritrosit 3,63 106/ul 3,5-5,5

HCT 34,3 % 37-50

MCV 94,9 fl 82-95

MCH 30,0 pg 27-31

MCHC 31,6 gr/dl 32-36

Trombosit 194 103/ul 100-300

b. Kimia Darah (8 Juli 2013)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

DBIL 1,44 mg/dl 0-0,35

TBIL 2,04 mg/dl 0,2-1,2

SGOT 218,2 u/l 0-31

SGPT 68,2 u/l 0-31

ALP 1276 u/l 98-279

7

Page 8: Case Sirosis, Hepatitis b

Gama GT 439,1 u/l 8-34

Total Protein 6,1 gr/dl 6,6-8,3

Albumin 2,2 gr/dl 3,5-5,5

Globulin 3,9 gr/dl 2-3,9

Urea 20,67 mg/dl 10-50

Kreatinin 0,68 mg/dl 0,7-1,2

Asam urat 3,7 g/dl 2,4-5,7

Chol 252 mg/dl 140-200

TG 275 mg/dl 36-165

HDL 48 mg/dl 45-150

LDL 149 mg/dl 0-190

c. Pemeriksaan Albumin

ALBUMIN Hasil SatuanNilai

NormalInterpretasi

Tanggal

18/07/2013 2,3 gr/dl 3,5-5,5

19/07/2013 2,4 gr/dl 3,5-5,5

21/07/2013 2,6 gr/dl 3,5-5,5

d. Pemeriksaan serologi HbsAg: (+) (8/07/2013)

e. Pemeriksaan Gula Darah Acak (GDA): 101 mg/dl (8/07/2013)

8

Page 9: Case Sirosis, Hepatitis b

3. USG abdomen (16 mei 2013) Sirosis hepatic dengan degenerasi

maligna

E. ASSESMENT/ DIAGNOSIS KERJA

Sirosis Hepar dengan Hepatitis B Kronis

F. RESUME/ DAFTAR MASALAH

1. Anamnesis

a. Keluhan nyeri seluruh lapang perut, terutama nyeri perut di sebelah kanan,

dan nyeri dirasakan tembus punggung belakang selama 2 bulan. Pasien

merasa lemas, pusing, perut terasa kembung dan terasa penuh, dan bengkak

pada kedua kaki. Pasien juga mengeluhkan sakit dan sesak saat

memiringkan tubuhnya ke kiri.

b. Makan sedikit karena perut sudah terasa penuh dan sesak. BAB sulit selama

1 minggu (+), BAK normal (+), flatus (-).

2. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak lemah

Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4V5M6)

Vital sign

1. Tekanan darah : 120/70 mmHg (berbaring, lengan kanan)

2. Nadi : 65 x/ menit

3. Respiratory rate : 24 x/ menit

4. Suhu : 36,5º C

9

Page 10: Case Sirosis, Hepatitis b

Kulit : Ikterik (+)

Mata: sklera ikterik (+/+)

Abdomen: distended (+), peristaltik (-), pekak beralih (+), nyeri tekan (+)

hipocondriaca dextra

Ekstremitas inferior: edema (+/+)

3. Pemeriksaan Penunjang

a. EKG :

Frekuensi: 100x/menit

Ritme: reguler

Jenis irama: sinus

Zona transisi: (V4-V5)

Aksis : normal (Lead I (+), aVF (+))

Morfologi gelombang :

Gelombang P selalu diikuti gelombang QRS dan T

Interval PR 0,20 detik

Gelombang QRS lebar: 3 kotak kecil

Gelombang T inversi V1,V2,V3, V4: iskemik anteroseptal

b. Laboratorium :

Darah Lengkap (8 Juli 2013)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Leukosit 6,3 103/ul 4,0-10,0

Limfosit# 1,6 103/ul 0,8-4,0

Mid# 0,4 103/ul 0,1-0,9

Granulosit# 4,3 103/ul 2-7

Limfosit% 25,9 % 20-40

Mid% 6,3 % 3-9

Granulosit% 67,8 % 50-70

Hb 10,9 gr/dl 11,0-16,0

10

Page 11: Case Sirosis, Hepatitis b

Eritrosit 3,63 106/ul 3,5-5,5

HCT 34,3 % 37-50

MCV 94,9 fl 82-95

MCH 30,0 pg 27-31

MCHC 31,6 gr/dl 32-36

Trombosit 194 103/ul 100-300

Kimia Darah (8 Juli 2013)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

DBIL 1,44 mg/dl 0-0,35

TBIL 2,04 mg/dl 0,2-1,2

SGOT 218,2 u/l 0-31

SGPT 68,2 u/l 0-31

ALP 1276 u/l 98-279

Gama GT 439,1 u/l 8-34

Total Protein 6,1 gr/dl 6,6-8,3

Albumin 2,2 gr/dl 3,5-5,5

Globulin 3,9 gr/dl 2-3,9

Urea 20,67 mg/dl 10-50

Kreatinin 0,68 mg/dl 0,7-1,2

Asam urat 3,7 g/dl 2,4-5,7

Chol 252 mg/dl 140-200

TG 275 mg/dl 36-165

HDL 48 mg/dl 45-150

11

Page 12: Case Sirosis, Hepatitis b

LDL 149 mg/dl 0-190

Pemeriksaan Albumin

ALBUMIN Hasil SatuanNilai

NormalInterpretasi

Tanggal

18/07/2013 2,3 gr/dl 3,5-5,5

19/07/2013 2,4 gr/dl 3,5-5,5

21/07/2013 2,6 gr/dl 3,5-5,5

Pemeriksaan serologi HbsAg: (+) (8/07/2013)

Pemeriksaan Gula Darah Acak (GDA): 101 mg/dl (8/07/2013)

c. USG abdomen (16/05/2013) Sirosis hepatic dengan degenerasi maligna

G. POMR (Problem Oriented Medical Record)

12

Page 13: Case Sirosis, Hepatitis b

13

Daftar masalah Problem AssessmentP.

diagnosaP. terapy

P.

Monitori

ng

a. Keluhan nyeri

perut seluruh

lapang, tu nyeri

perut kanan, dan

nyeri dirasakan

tembus punggung

belakang selama

2 bulan. Pasien

merasa lemas (+)

pusing (+), perut

terasa kembung

dan terasa penuh

(+), sesak (+),

flatus (-), serta

bengkak pada

kedua kaki (+).

Riwayat minum kopi

(+), merokok (+),

makan pedas (+),

jamu (+)

Kulit : Ikterik (+)

Mata: sklera ikterik

(+/+)

Abdomen: distended

(+), peristaltik (-),

pekak beralih (+),

nyeri tekan (+)

hipocondriaca dextra,

ascites (+)¸hepar

teraba (palpasi:

teraba 3 jari di bawah

arcus costa)

Ekstremitas inferior:

edema (+/+)

Lab (SGOT↑,SGPT↑,

DBIL↑, TBIL↑, alb ,

ALP ↑, Gamma GT

↑)

Gangguan

fungsi hepar

Ascites

Ikterus

Hipoalbumi

nemia

Edema

ekstremitas

Anemia

Hepatitis

Sirosis

Hepar

dengan

degenerasi

malignasi

(hepatoma)

Hepatitis B

Kronis

Biopsi

hepar

Endosko

pi

Alfa Feto

Protein

(AFP)

-HBV

DNA

-HbeAg

-HbcAg

- O2 3L/mnt- Inf. PZ 10 tpm- Inj. Ceftriaxone 2x 1 gr- inj. Ranitidin 2

x 1 amp- Lansoprazol cap

1x30 mg- inj. Ketorolac 2x

1 amp- inf. Albumin 1 fl - inj. Furosemid

2x1 ampSpironolacton tab

2x100mg

inj. Vit K 2x

1amp

- klinis

- DL

- Kimia

darah

- cek

elektrolit

Page 14: Case Sirosis, Hepatitis b

H. FOLLOW UP

Tanggal Pemeriksaan Terapi

22-7-2013 S: pusing, perut kembung, sesak, kaki agak bengkak, BAB susah, tidak bisa kentut, badan untuk miring sakit, NT seluruh perutO: KU: Lemah, CM TD: 120/ 70, N: 65, S: 36,5 RR: 35x/mnt K/L: CA (-/-), SI (+/+), PKGB (-/-) Thorax: P/ SDV (+/+), Wh (-/-), Rh(-/-) C/ BJ I/II reguler, bising (-/-) Abdomen: peristaltik (-), NT (+) hipocondriaca dextra Extremitas inferior: edema (+/+)A: Hepatitis B Sirosis dengan degenerasi malignaHbsAg (+), GDA: 101, alb: 2,6USG: Sirosis dg degenerasi maligna

O2 3L/mnt

Inf. PZ 10 tpm

Inj. Furosemid 110

Inj. Ranitidin 2x1 amp

Inj. Metoclopramid 3x

1 amp

Propanolol tab

2x40mg

Spironolacton

2x100mg

Asam folat tab 3x1

Dullcolax tab 5mg 3x1

Inf. Albupure 20% 1 fl

23-7-2013 S: pusing, lemes, perut kembung, sesak (-), kaki agak bengkak, BAB (+) sedikit, NT perut bag.kanan, BAK seperti tehO: KU: Lemah, CM TD: 110/ 70, N: 80, S: 35,8 RR: 30x/mnt K/L: CA (-/-), SI (+/+), PKGB (-/-) Thorax: P/ SDV (+/+), Wh (-/-), Rh(-/-) C/ BJ I/II reguler, bising (-/-) Abdomen: peristaltik (+), NT (+) hipocondriaca dextra Extremitas inferior: edema (+/+)A: Hepatitis B Sirosis dengan degenerasi malignaHbsAg (+), GDA: 101USG: Sirosis dg degenerasi maligna

Inf. PZ 10 tpm

Inj. Furosemid 110

Inj. Ranitidin 2 x

1amp

Inj. Metoclopramid 3x

1 amp

Propanolol tab

2x40mg

Spironolacton tab

2x100mg

Dullcolax tab 5mg 1x1

Asam folat tab 3x1

Cek albumin

14

Page 15: Case Sirosis, Hepatitis b

24-7-2013 S: pusing, lemes, perut kembung, nyeri perut kanan, BAB (+), BAK (+)O: KU: Lemah, CM TD: 120/80, N: 68, S: 36,8 RR: 22x/mnt K/L: CA (-/-), SI (+/+), PKGB (-/-) Thorax: P/ SDV (+/+), Wh (-/-), Rh(-/-) C/ BJ I/II reguler, bising (-/-) Abdomen: peristaltik (+), NT (+) hipocondriaca dextra Extremitas inferior: edema (+/+)A: Hepatitis B Sirosis dengan degenerasi malignaHbsAg (+), GDA: 101USG: Sirosis dg degenerasi maligna

Inf. PZ 10 tpm

Inj. Furosemid 110

Inj. Ranitidin 2 amp

Inj. Metoclopramid 3x

1 amp

Propanolol tab

2x40mg

Spironolacton tab

2x100mg

Asam folat tab 3x1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. SIROSIS HEPATIS

A. DEFINISI

Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan

disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul

regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.1 Jaringan parut

menggantikan jaringan hati yang sehat, sebagian menghalangi aliran darah

melalui hati.  Jaringan parut juga mengganggu kemampuan hati untuk

pengendalian infeksi, menghilangkan bakteri dan racun dari darah, proses

15

Page 16: Case Sirosis, Hepatitis b

nutrisi, hormon, dan obat-obatan, membuat protein yang mengatur pembekuan

darah, memproduksi empedu untuk membantu menyerap lemak termasuk

kolesterol dan vitamin larut lemak. Hati yang sehat adalah yang paling mampu

meregenerasi sel sendiri ketika mereka menjadi rusak. Dengan stadium akhir

sirosis, hati tidak bisa lagi efektif menggantikan sel yang rusak3. 

B. EPIDEMIOLOGI

Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis

ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu otopsi.

Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000

penduduk. Penyebab sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun

infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan

mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan

berakhir dengan sirosis hepatitis dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis

hepatitis akibat streatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga. Di Indonesia

data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa

pusat pendidikan. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati

berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun

waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien

sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit

Dalam3.

Di Indonesia, sirosis hati lebih sering dijumpai pada laki-laki daripada

perempuan. Jika dibandingkan sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak

antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun2.

C. KLASIFIKASI

Klasifikasi berbagai jenis sirosis hanya didasarkan pada etiologi atau

morfologi tidaklah memuaskan. Suatu pola patologik dapat disebabkan oleh

berbagai cedera, sementara cedera yang sama dapat menimbulkan beberapa

pola morfologik. Bagaimanapun juga, sebagian besar jenis sirosis dapat

diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi:

a. Alkoholik

16

Page 17: Case Sirosis, Hepatitis b

dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering

disebabkan oleh alkoholis kronis.

b. kriptogenik dan pascavirus atau pascanecrosis

dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari

hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

c. Biliaris

dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran

empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi

(kolangitis)

d. kardiak

e. metabolik, keturunan, dan terkait obat5

Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu1,2,3

:

1. Mikronodular

ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa

parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut

seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm,

sedangkan sirosis mikronodular ada yang berubah menjadi

makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.

2. Makronodular

ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi,

mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar

didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau

terjadi regenerasi parenkim.

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)

Secara klinis Sirosis terbagi atas2,3,6 :

1. Sirosis hati kompensata

Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini

belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan

pada saat pemeriksaan screening.

2. Sirosis hati Dekompensata

17

Page 18: Case Sirosis, Hepatitis b

Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-

gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.

D. ETIOLOGI2,4,6

Sirosis memiliki berbagai penyebab. Di Amerika Serikat, konsumsi

alkohol berat dan kronis hepatitis C telah menjadi penyebab paling umum dari

sirosis. Obesitas menjadi penyebab umum sirosis, baik sebagai penyebab

tunggal atau dalam kombinasi dengan alkohol, hepatitis C, atau

keduanya. Banyak orang dengan sirosis memiliki lebih dari satu penyebab

kerusakan hati.

Sirosis tidak disebabkan oleh trauma ke hati atau penyebab akut, atau,

kerusakan jangka pendek lainnya. Biasanya cedera kronis tahunan diperlukan

untuk menyebabkan sirosis.

1. Alkohol terkait penyakit hati

Kebanyakan orang yang mengkonsumsi alkohol tidak menderita

kerusakan hati. Tetapi penggunaan alkohol yang berat selama beberapa

tahun dapat menyebabkan cedera kronis pada hati. Jumlah alkohol yang

dibutuhkan untuk merusak hati sangat bervariasi dari orang ke orang. Bagi

wanita, mengkonsumsi dua sampai tiga minuman-termasuk bir dan anggur

per hari dan untuk pria, tiga sampai empat gelas per hari, dapat

menyebabkan kerusakan hati dan sirosis. Di masa lalu, terkait alkohol

sirosis menyebabkan kematian lebih dari sirosis karena penyebab

lainnya. Kematian yang disebabkan oleh obesitas yang berhubungan

sirosis meningkat.

2. Hepatitis C Kronis

Virus hepatitis C adalah infeksi hati yang disebarkan melalui kontak

dengan darah orang yang terinfeksi. Hepatitis C kronis menyebabkan

peradangan dan kerusakan pada hati dari waktu ke waktu yang dapat

menyebabkan sirosis.

3. Hepatitis B dan D Kronis

Virus hepatitis B adalah infeksi hati yang disebarkan melalui kontak

dengan darah orang yang terinfeksi, air mani, atau cairan tubuh

18

Page 19: Case Sirosis, Hepatitis b

lainnya. Hepatitis B, seperti hepatitis C, menyebabkan peradangan hati dan

cedera yang dapat menyebabkan sirosis. Para vaksin hepatitis B diberikan

kepada semua bayi dan banyak orang dewasa untuk mencegah

virus. Hepatitis D adalah virus lain yang menginfeksi hati dan dapat

menyebabkan sirosis, tetapi hanya terjadi pada orang yang sudah

menderita hepatitis B.

4. Non alkoholik fatty liver disease (NAFLD)

Dalam NAFLD, lemak menumpuk di hati dan akhirnya menyebabkan

sirosis. Ini penyakit hati semakin umum dikaitkan dengan obesitas,

diabetes, kekurangan gizi protein, penyakit arteri koroner, dan obat-obatan

kortikosteroid.

5. Hepatitis autoimun

Bentuk hepatitis disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh menyerang sel-

sel hati dan menyebabkan peradangan, kerusakan, dan akhirnya

sirosis. Para peneliti percaya faktor genetik mungkin membuat beberapa

orang lebih rentan terhadap penyakit autoimun. Sekitar 70 persen dari

mereka dengan hepatitis autoimun adalah perempuan.

6. Penyakit yang merusak atau menghancurkan saluran empedu

Penyakit yang berbeda dapat merusak atau menghancurkan saluran yang

membawa empedu dari hati, menyebabkan empedu kembali di hati dan

menyebabkan sirosis. Pada orang dewasa, kondisi paling umum dalam

kategori ini adalah sirosis bilier primer, penyakit di mana saluran empedu

menjadi meradang dan rusak dan akhirnya menghilang. Sirosis bilier

sekunder bisa terjadi jika saluran-saluran yang keliru diikat atau cedera

selama operasi kandung empedu. Primary sclerosing cholangitis adalah

kondisi yang menyebabkan kerusakan dan bekas luka dari saluran

empedu. Pada bayi, saluran empedu yang rusak biasanya disebabkan oleh

sindrom Alagille atau atresia bilier, kondisi di mana saluran yang absen

atau cedera.

7. Kelainan Metabolik

19

Page 20: Case Sirosis, Hepatitis b

Cystic fibrosis, defisiensi alfa-1 antitrypsin, hemochromatosis, penyakit

Wilson, galaktosemia, dan penyakit penyimpanan glikogen merupakan

penyakit yang mengganggu bagaimana hati memproduksi, proses, dan

penyimpanan enzim, protein, logam, dan zat lain yang dibutuhkan tubuh

berfungsi dengan baik. Sirosis dapat hasil dari kondisi ini.

8. Obat-obatan, racun, dan infeksi

Penyebab lain sirosis termasuk reaksi obat, kontak yang terlalu lama bahan

kimia beracun, infeksi parasit, dan serangan berulang dari gagal jantung

dengan kongesti hati.

E. PATOFISIOLOGI2,5

Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh

pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform,

dan sedikit nodul degeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut sirosis

mikronoduler. Sirosis mikronoduler dapat pula diakibatkan oleh cedera hati

yang lainnya. Tiga lesi hati utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan

hati alkoholik, hepatitis alkoholik dan sirosis alkoholik.

a. Perlemakan hati alkoholik

Hati membesar, berwarna kuning, berlemak dan padat. Hepatosit teregang

oleh vakuola lemak berbentuk makrovesikel dalam sitoplasma yang

mendorong inti hepatosit ke membran sel. Penumpukan lemak ini terjadi

akibat kombinasi gangguan oksidasi asam lemak, peningkatan masukan

dan esterifikasi asam lemak untuk membentuk trigliserida, dan

menurunnya biosintesis dan sekresi lipoprotein.

b. Hepatitis alkoholik

Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan

mekanismenya sebagai berikut: 1). Hipoksia sentrilobular, metabolisme

asetaldehid etanol menigkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi

hiposemia relatif dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang

teroksigenasi (misal daerah perisentral); 2). Infiltrasi neutrofil, terjadi

pelepasan chemoattractant neutrofil oleh hepatosit yang memetabolisme

etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil dan hepatosit yang

20

Page 21: Case Sirosis, Hepatitis b

melepaskan intermediet oksigen reaktif, proteasa, dan sitokin; 3). Formasi

acetaldehyde-protein adducts berperan sebagai neoantigen, dan

menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibodi spesifik yang

menyerang hepatosit pembawa antigen ini; 4). Pembentukan radikal bebas

oleh jalur alternatif dari metabolisme etanol, disebut sistem yang

mengoksidasi enzim mikrosomal.

Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain faktor

nekrosis tumor, interleukin-1, PDGF dan TGF-beta. Asetaldehid

kemungkinan mengaktifasi sel stelata tetapi bukan suatu faktor patogenik

utama pada fibrosis alkoholik.

c. Sirosis alkoholik

Akibat masukan alkohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan,

muncul fibroblas ditempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen.

Di zona periportal dan perisentral muncul septa jaringan ikat seperti jaring

yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan

jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada

yang lalu mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Walaupun

terjadi regenerasi dalam sisa-sisa parenkim, kerusakan sel hati biasanya

melebihi perbaikannya. Akibat destruksi hepatosit dan penimbunan

kolagen yang berkelanjutan, ukuran hati menciut, tampak berbenjol-benjol

(noduler) dan menjadi keras akibat terbentuk sirosis stadium akhir.

21

Page 22: Case Sirosis, Hepatitis b

22

Page 23: Case Sirosis, Hepatitis b

F. MANIFESTASI KLINIS1,2,5,6

Keluhan yang timbul umumnya tergantung apakah sirosisnya masih dini

atau sudah fase dekompensasi. Selain itu apakah timbul kegagalan fungsi hati

akibat proses hepatitis kronik aktif atau telah terjadi hipertensi portal. Bila

masih dalam fase kompensasi sempurna maka sirosis kadangkala ditemukan

pada waktu orang melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh (general

check-up) karena memang tidak ada keluhan sama sekali. Namun, bisa juga

timbul keluhan yang tidak khas seperti merasa badan tidak sehat, kurang

semangat untuk bekerja, rasa kembung, mual, mencret kadang sembelit, tidak

selera makan, berat badan menurun, otot-otot melemah, dan rasa cepat lelah.

Banyak atau sedikitnya keluhan yang timbul tergantung dari luasnya kerusakan

parenkim hati. Bila timbul ikterus maka sedang terjadi kerusakan sel hati.

Namun, jika sudah masuk ke dalam fase dekompensasi maka gejala yang

23

Page 24: Case Sirosis, Hepatitis b

timbul bertambah dengan gejala dari kegagalan fungsi hati dan adanya

hipertensi portal.

Kegagalan fungsi hati menimbulkan keluhan seperti rasa lemah, turunnya

barat badan, kembung, dan mual. Kulit tubuh di bagian atas, muka, dan lengan

atas akan bisa timbul bercak mirip laba-laba (spider nevi). Telapak tangan

bewarna merah (eritema palmaris), perut membuncit akibat penimbunan cairan

secara abnormal di rongga perut (asites), rambut ketiak dan kemaluan yang

jarang atau berkurang, buah zakar mengecil (atrofi testis), dan pembesaran

payudara pada laki-laki (gynekomastia). Bisa pula timbul hipoalbuminemia,

pembengkakan pada tungkai bawah sekitar tulang (edema pretibial), dan

gangguan pembekuan darah yang bermanifestasi sebagai peradangan gusi,

mimisan, atau gangguan siklus haid. Kegagalan hati pada sirosis hati fase

lanjut dapat menyebabkan gangguan kesadaran akibat encephalopathy hepatic

atau koma hepatik.

Tekanan portal yang normal antara 5-10 mmHg. Pada hipertensi portal

terjadi kenaikan tekanan dalam sistem portal yang lebih dari 15 mmHg dan

bersifat menetap. Keadaan ini akan menyebabkan limpa membesar

(splenomegali), pelebaran pembuluh darah kulit pada dinding perut disekitar

pusar (caput medusae), pada dinding perut yang menandakan sudah

terbentuknya sistem kolateral, wasir (hemoroid), dan penekanan pembuluh

darah vena esofagus atau cardia (varices esofagus) yang dapat menimbulkan

muntah darah (hematemesis), atau berak darah (melena). Kalau pendarahan

yang keluar sangat banyak maka penderita bisa timbul syok (renjatan). Bila

penyakit semakin parah akan timbul asites, encephalopathy, dan perubahan ke

arah kanker hati primer (hepatoma).

G. DIAGNOSIS1

Diagnosa yang pasti ditegaskan secara mikroskopis dengan melakukan

biopsi hati. Dengan pemeriksaan histipatologi dari sediaan jaringan hati dapat

ditentukan keparahan dan kronisitas dari peradangan hatinya, mengetahui

penyebab dari penyakit hati kronis, dan mendiagnosis apakah penyakitnya

24

Page 25: Case Sirosis, Hepatitis b

suatu keganasan ataukah hanya penyakit sistemik yang disertai pembesaran

hati.

Kriteria Soebandiri , bila terdapat 5 dari 7 gejala klinis di bawah ini:

1. Spider nevi

2. Venectasi/ vena kolateral

3. Ascites (dengan atau tanpa edema kaki)

4. Spelomegali

5. Varices esophagus

6. Ratio albumin : globulin terbalik

7. Palmar eritema

SIROSIS HEPATIS

KOMPENSATA

SIROSIS HEPATIS

DEKOMPENSATA

Demam intermitten Ascites

Spider nevi Jaundice

Palmar eritema Kelemahan fisik

Epistaksis Kehilangan Berat badan

Edema kaki Epistaksis

Dispepsia Hipotensi

Nyeri abdomen Atropi gonadal

Hepatosplenomegali

Pemeriksaan fisik:

1. Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati

mengecil artinya, prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapak

tangannya sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya

kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada perabaan hati.

2. Limpa: pembesaran limpa diukur dengan 2 cara:

a.Schuffner : hati membesar ke medial dan kebawah menuju umbilikus (SI-

IV) dan dari umbilikus ke SIAS kanan (SV-VIII).

25

Page 26: Case Sirosis, Hepatitis b

b.Hacket: bila limpa membesar ke arah bawah saja (HI-V).

3. Perut dan ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan

ascites.

4. Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian

atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah.

Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis

pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.

Pemeriksaan laboratorium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut :

a. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun

(leukopenia), dan trombositopenia. Bisa dijumpai anemia normokrom

normositer, hipokrom normositer, hipokrom mikrositer, atau hipokrom

makrositer. Anemia bisa akibat hipersplenisme.

b. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang

rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.

c. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.

Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan

tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress seperti tindakan

operasi.

d. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.

e. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.

f. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan

ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.

g. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab

sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan

sebagainya.

h. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ini terus meninggi atau >500-

1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya

kanker hati primer (hepatoma), dengan interpretasi: berat > 1600gr,

permukaan berbenjol-benjol, ukurannya >3 cm, dan terdapat nyeri tekan di

daerah hipocondriaca dextra.

26

Page 27: Case Sirosis, Hepatitis b

Pemeriksaan penunjang lainnya :

1. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus

untuk konfirmasi hepertensi portal.

2. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis

hati/hipertensi portal. Kelebihan endoskopi ialah dapat melihat langsung

sumber perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan

kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale

marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila

dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda tersebut, dapat dievaluasi besar

dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih

besar.

3. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan

sebagai alat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Diperlukan pengalaman

seorang sonografis karena banyak faktor subyektif. Yang dilihat pinggir

hati, pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali,

gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu/HBD,

daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion).

Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium

dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu

dan saluran empedu, dll.

4. Sidikan hati : radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil

oleh parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihat besar dan

bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis

hati dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan radionukleid secara

bertumpuk-tumpu (patchty) dan difus.

5. Tomografi komputerisasi : walaupun mahal sangat berguna untuk

mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat

dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati.

6. Endoscopic retrograde chlangiopancreatography (E R C P) : digunakan

untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik.

27

Page 28: Case Sirosis, Hepatitis b

7. Angiografi : angiografi selektif, selia gastrik atau splenotofografi terutama

pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus, prosedur ini sangat

berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan

mendeteksi tumor atau kista.

Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites dengan

melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis

bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaan

mikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase.

H. KOMPLIKASI4,7

Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya

adalah:

1. Perdarahan Gastrointestinal

Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal,

dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu

waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat

perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis

biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium.

Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku,

karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis

selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan

pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya

varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965

melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan

ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena

ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.

2. Koma hepatikum

Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma

hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati

sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan

fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat

28

Page 29: Case Sirosis, Hepatitis b

pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese,

gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma

hepatikum sekunder.

Pada penyakit hati yang kronis timbul gangguan metabolisme protein, dan

berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula

proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan

diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel

hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang

berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel

hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak

menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.

3. Ulkus peptikum

Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis

Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa

kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada

mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan

kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.

4. Karsinoma hepatoselular

SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati

menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis.

Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada

bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan

berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi

karsinoma yang multiple.

5. Infeksi

Setiap  penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga

penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut SCHIFF,

SPELLBERG infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis,

diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-

paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis,

endokarditis, erysipelas maupun septikemi. Sirosis juga dapat

29

Page 30: Case Sirosis, Hepatitis b

menyebabkan gagal ginjal dan paru-paru, dikenal sebagai sindrom

hepatorenal dan hepatopulmonary.

6. Edema dan ascites

Ketika kerusakan hati berkembang ke stadium lanjut, cairan mengumpul

di kaki, yang disebut edema, dan di perut, yang disebut ascites. Asites

dapat menyebabkan peritonitis bakteri infeksi, serius.

7. Memar dan berdarah

Ketika hati memperlambat atau berhenti memproduksi protein yang

dibutuhkan untuk pembekuan darah, seseorang akan memar atau

mudah berdarah.

8. Sensitivitas terhadap obat

Sirosis memperlambat kemampuan hati untuk menyaring obat dari

darah. Ketika ini terjadi, obat bertindak lama dari yang diharapkan dan

membangun di dalam tubuh. Hal ini menyebabkan seseorang untuk lebih

sensitif terhadap obat dan efek sampingnya.

9. Resistensi insulin dan diabetes tipe 2

Sirosis menyebabkan resistensi terhadap insulin-hormon yang diproduksi

oleh pankreas yang memungkinkan tubuh untuk menggunakan glukosa

sebagai energi. Dengan resistensi insulin, otot tubuh, lemak, dan sel hati

tidak menggunakan insulin dengan benar. Pankreas mencoba untuk

mengikuti permintaan insulin dengan memproduksi lebih banyak, tetapi

kelebihan glukosa menumpuk dalam aliran darah menyebabkan diabetes

tipe 2.

I. PENATALAKSANAAN2

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :

1. Simtomatis

2. Supportif, yaitu :

a. Istirahat yang cukup

30

Page 31: Case Sirosis, Hepatitis b

b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya : cukup

kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin.

c. Pengobatan berdasarkan etiologi

Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan

interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi pada

pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan

pengobatan IFN seperti kombinasi IFN dengan ribavirin, terapi induksi

IFN, terapi dosis IFN tiap hari.

- Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x

seminggu dan RIB 1000-2000 mg per hari tergantung berat badan

(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan

untuk jangka waktu 24-48 minggu.

- Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis

yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang

dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu

dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.

- Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan

dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di

serum dan jaringan hati.

3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi

komplikasi seperti:

a. Ascites

Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :

- Istirahat

- Diet rendah garam

untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam

dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus

dirawat.

- Diuretik

Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah

garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang

31

Page 32: Case Sirosis, Hepatitis b

dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian

diuretic adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty

hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai

dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari,

apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita

kombinasikan dengan furosemid.

b. Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)

Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan. Tipe yang spontan terjadi

80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan

ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada

kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi

umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis

hati terjadi permiabilitas usus menurun dan mikroba ini berasal dari usus.

Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III

(Cefotaxime), secara parental selama lima hari. Mengingat akan rekurennya

tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari)

selama 2-3 minggu.

c. Hepatorenal Sindrome

Adapun criteria diagnostik dapat kita lihat sebagai berikut :

Tabel 1. Criteria for diagnosis of hepato-renal syndrome

Criteria for diagnosis of hepato-renal syndrome

Major

Chronic liver disease with ascietes

Low glomerular fitration rate

Serum creatin > 1,5 mg/dl

Creatine clearance (24 hour) < 4,0 ml/minute

Absence of shock, severe infection,fluid losses and Nephrotoxic drugs

Proteinuria < 500 mg/day

No improvement following plasma volume expansion

Minor

Urine volume < 1 liter / day

32

Page 33: Case Sirosis, Hepatitis b

Urine Sodium < 10 mmol/litre

Urine osmolarity > plasma osmolarity

Serum Sodium concentration < 13 mmol / litre

Diagnosis sindrom hepatorenal ditegakkan bila terdapat seluruh gejala

mayor. Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian diuretik yang

berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan

elekterolit, perdarahan, dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat

dilakukan berupa: Retriksi cairan, garam, potassium, dan protein. Serta

menghentikan obat-obatan yang nefrotoxic.

d. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus

Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi

sering dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya

lebih dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan resusitasi

sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :

-Pasien diistirahatkan dan dpuasakan

-Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi

-Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali

kegunaannya yaitu untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,

pemberian obat-obatan, evaluasi darah.

-Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik, Vitamin

K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin

e. Ensefalopati Hepatik

Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita

penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan

kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya

enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus,

antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang

hepatotoxic.

Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :

1. mengenali dan mengobati factor pencetus

33

Page 34: Case Sirosis, Hepatitis b

2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta

toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan :

- Diet rendah protein

- Pemberian antibiotik (neomisin)

- Pemberian lactulose/ lactikol

3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter

- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)

- Tak langsung (Pemberian AARS)

J. PROGNOSIS3

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi

etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang

menyertai. Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis

yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin,

albumin, ada tidaknya ascites dan encephalopati juga status nutrisi. Klasifikasi

ini terdiri Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan

kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk

pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut 100, 80 dan 45%.

Tabel 2. Klasifikasi Sirosis hati menurut criteria Child-pugh

Klasifikasi Sirosis hati menurut criteria Child-pugh

Derajat

Kerusakan

Minimal

(A)

Sedang

(B)

Berat

(C)

Bilirubin

(mu.mol/dl)

< 35 35-50 >50

Albumin (gr/dl) >35 30-35 <30

Asites Nihil Mudah dikontrol Sukar

Hepatic

encephalopathy

Nihil Minimal Berat/koma

Nutrisi Sempurna Baik Kurang/kurus

34

Page 35: Case Sirosis, Hepatitis b

Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver

Disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan

tranplantasi hati.

II. HEPATITIS B

A. DEFINISI

Hepatitis B Kronis adalah bila penyakit hepatitis menetap, tidak

menyembuh secara klinis atau laboratorium pada gambaran patologi anatomi

selama 6 bulan.22 Penyakit ini banyak dikenal sebagai penyakit kuning, padahal

penguningan (kuku, mata, kulit) hanya salah satu gejala dari penyakit

Hepatitis.11

B. EPIDEMIOLOGI

Infeksi hepatitis  virus hepatitis B merupakan suatu masalah kesehatan

masyarakat yang cukup besar di Indonesia. Dan berbagai penelitian yang ada,

Frekuensi pengidap HBsAg berkisar antara 3-20%.

Infeksi hepatitis B kronik sedikitnya diderita oleh 300 juta orang di seluruh

dunia. Di Eropa dan Amerika 15-25% penderita Hepatitis B kronik meninggal

karena proses hati atau kanker hati primer.

Menurut tingginya, prevalensi infeksi virus hepatitis B, WHO membagi 3

macam daerah yaitu daerah dengan endemitas tinggi, sedang dan rendah.

-  Daerah Endemisitas Tinggi

Penularan utama terjadi pada masa perinatal dan kanak-kanak. Batas

terendah frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar 10-15%.  

- Daerah Endemisitas Sedang

Penularan terjadi pada masa perinatal dan kanak-kanak jarang terjadi.

Frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar 2-10%.

- Daerah Endemisitas Rendah

Penularan utama terjadi pada masa dewasa, penularan pada masa perinatal

dan kanak-kanak sanngat jarang tejadi. Frekuensi HBsAg dalam populasi

berkisar kurang 2 %.11

35

Page 36: Case Sirosis, Hepatitis b

C. ETIOLOGI

Penyebab hepatitis B adalah  virus DNA yang tergolong dalam kelas

hepaDNA dan mempunyai masa inkubasi 1-6 bulan. komponen lapisan luar

pada hepatitis B disebut hepatitis B surface antigen (HbsAg) dalam inti

terdapat genome dari HVB yaitu sebagian dari molekul tunggal dari DNA

spesifik yang sirkuler dimana mengandung enzim yaitu DNA polymerase.

Disamping itu juga ditemukan hepatitis Be Antigen (HBeAg). Antigen ini

hanya ditemukan pada penderita dengan HBsAg positif. HBeAg positif pada

penderita merupakan pertanda serologis yang sensitif dan artinya derajat

infektivitasnya tinggi, maka bila  ditemukan HBsAg positif penting diperiksa

HBeAg untuk menentukan prognosis penderita.12

Cara penularan infeksi virus hepatitis B ada dua, yaitu : penularan

horizontal dan vertikal.

-   Penularan horizontal terjadi dari seorang pengidap infeksi virus hepatitis B

kepada individu yang masih rentan di sekelilingnya. Penularan horizontal

dapat terjadi melalui kulit atau melalui selaput lendir,

-   Penularan vertikal terjadi dari seorang pengidap yang hamil kepada bayi

yang dilahirkan.

Penularan melalui kulit, ada 2 macam yaitu disebabkan tusukan yang jelas

(penularan parenteral), misal melalui suntikan, transfusi darah dan tato. Yang

kedua adalah penularan melalui kulit tanpa tusukan yang jelas, misal masuknya

bahan infektif melalui goresan atau abrasi kulit dan radang kulit.

Penularan melalui selaput lendir: tempat masuk infeksi virus hepatitis B

adalah selaput lendir mulut, mata, hidung, saluran makanan bagian bawah dan

selaput lendir genetalia.

Penularan vertikal: dapat terjadi pada masa sebelum kelahiran atau

prenatal (inutero), selama persalinan atau perinatal dan setelah persalinan atau

post natal.11

Cara utama penularan virus hepatitis B adalah melalui parenteral dan

menembus membrane mukosa terutama melalui hubungan seksual. Masa

inkubasi rata-rata sekitar 60-90 hari. HbsAg telah ditemukan pada hampir

36

Page 37: Case Sirosis, Hepatitis b

semua cairan tubuh orang yang terinfeksi yaitu darah, semen, saliva, air mata,

asites, air susu ibu, urin, dan bahkan feses. Setidaknya sebagian cairan tubuh

ini(terutama darah, semen, dan saliva) telah terbukti bersifat infeksius.13

Orang yang beresiko tinggi menderita hepatitis B:

1. Imigran dari daerah endemis HBV

2. Pengguna obat intravena yang sering bertukar jarum dan alat suntik

3. Pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang

terinfeki

4. Pria homoseksual yang secara seksual aktif

5. Pasien hemodialisis dan penderita hemofili yang menerima produk tertentu

dari plasma

6. Kontak serumah dengan karier HBV

7. Pekerja sosial dibidang kesehatan terutama yang banyak kontak dengan

darah

8. Bayi yang baru lahir dari ibu terinfeksi, dapat pada saat atau seggera

setelah lahir.7,13

D. PATOFISIOLOGI

Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral, dari peredaran

darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus.

Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh,

partikel HbsAg bentuk bulat dan tubuler dan HBeAg yang tidak ikut

membentuk partikel virus. Virus hepatitis B smerangsang respon imun tubuh,

yang pertama kali adalah respon imun non spesifik karena dapat terangsang

dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam dengan memanfaatkan sel-

sel NK dan NKT. Kemudian diperlukan respon imun spesifik yaitu dengan

mengakstivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. Aktivasi sel T, CD8 + terjadi

setelah kontak reseptor sel T dengan komplek peptide VHB-MHC kelas I yang

ada pada permukaan dinding sel hati. Sel T CD8 + akan mengeliminasi virus

37

Page 38: Case Sirosis, Hepatitis b

yang ada di dalam sel hati terinfeksi. Proses eliminasi bisa terjadi dalam bentuk

nekrosis sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT.14

Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD+ akan mengakibatkan

produksi antibody antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-HBe. Fungsi anti-HBs

adalah netralisasi partikel virus hepatitis B bebas dan mencegah masuknya

virus ke dalam sel, dengan demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran

virus dari sel ke sel.14

Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi virus hepatitis

B dapat diakhiri tetapi kalau proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi

virus hepatitis B yang menetap. Proses eliminsai virus hepatitis B oleh respon

imun yang tidak efisien dapat disebabkan oleh faktor virus atau pun faktor

pejamu.14

-      Faktor virus antara lain : terjadinya imunotoleransi terhadap produk virus

hepatitis B, hambatan terhadap CTL yang berfungsi melakukan lisis sel –

sel terinfeksi, terjadinya mutan virus hepatitis B yang tidak memproduksi

HBeAg, integarasi genom virus hepatitis B dalam genom sel hati

-     Faktor pejamu antara lain : faktor genetik, kurangnya produksi IFN,

adanya antibodi terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit,

respons antiidiotipe, faktor kelamin dan hormonal.14

Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap produk virus hepatitis B

dalam persistensi virus hepatitis B adalah mekanisme persistensi infeksi virus

hepatitis B pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu HBsAg dan HBeAg

posistif, diduga persistensi infeksi virus hepatitis B pada neonatus yang

dilahirkan oleh ibu HBeAg yang masuk ke dalam tubuh janin mendahului

invasi virus hepatitis B, sedangkan persistensi pada usia dewasa diduga

disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi partikel virus.14

E. MANIFESTASI  KLINIS

Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap

individu dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme,

untuk menghilangkan virus hepatitis B tidak efektif dan terjadi koeksistensi

dengan virus hepatitis B.15

38

Page 39: Case Sirosis, Hepatitis b

Hepatitis Kronik

Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B

kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan

yang baik.9 Gejala tambahan dapat terjadi, terutama pada orang yang sudah

lama mengalami hepatitis B kronis. Gejala ini termasuk ruam, urtikaria

(kaligata – rasa gatal yang berbintik-bintik merah dan bengkak), arthritis

(peradangan sendi), dan polineuropati (semutan atau rasa terbakar pada lengan

dan kaki).16 Gambaran klinis dari Hepatitis B kronis sangat bervariasi. Pada

banyak kasus tidak didapatkan keluhan maupun gejala dan pemeriksaan tes faal

hati hasilnya normal. Tapi pada sebagian lagi didapatkan hepatomegali atau

bahkan splenomegali atau tanda-tanda penyakit hati kronis lainnya, yaitu:

eritema palmaris, spider nervi, kenaikan ALT, dan kadar bilirubin yang

menurun.2

Manifestasi klinik  hepatitis B kronik secara garis besar dibagi 2:

1. Hepatitis B kronik yang masih aktif

- HbsAg (+) , DNA VHB lebih lebih dari 105 kopi / ml . didapatkan

kenaikan ALT yang menetap atau intermitten.

- Tanda – tanda peradangan penyakit hati kronik

- Histopatologi hati terjadi peradangan yang aktif.

2. Carrier VHB inaktif

- HbsAg (+), titer DNA VHB kurang dari 105kopi / ml . konsentrasi

ALT normal

- Keluhan tidak ada

- Kelainan kerusakan jaringan hati minimal.

F. DIAGNOSIS

Tabel 3. Definisi dan kriteria diagnostik pasien dengan infeksi hepatitis B

kronik9,11,12,14

Definisi Kriteria Diagnosis

Hepatitis B

kronis

Proses nekro-inflamasi kronis

hati disebabkan oleh infeksi

persisten virus hepatitis B.

1.HBsAg + > 6 bulan

2.HBV DNA serum >

105copies/ml

39

Page 40: Case Sirosis, Hepatitis b

  Dapat dibagi menjadi hepatitis

B kronis dengan HBeAg + dan

HBeAg -

 

3.Peningkatan kadar ALT/AST

secara berkala/persisten

4.Biopsi hati menunjukkan

hepatitis kronis (skor

nekroinflamasi > 4)

 

Carrier

HBsAg

inaktif

 

Infeksi virus hepatitis B

persisten tanpa disertai proses

nekro-inflamasi

yang signifikan

 

1.HBsAg + > 6 bulan

2.HBeAg – , anti HBe +

3.HBV DNA serum <105copies/ml

4.Kadar ALT/AST normal

5.Biopsi hati menunjukkan tidak

adanya hepatitis yang signifikan

(skor nekroinflamasi < 4

 

Diagnostik pasti didapatkan dengan Biopsi hati, dengan klasifikasi

Histologycal Activity Index (HAI), syitem ini digunakan selain untuk diagnosis

pasti juga digunakan untuk menilai progresifitas penyakit, prognosis, dan

tatalaksana yang sesuai.

1. Aktivasi peradangan Portal dan lobular14

Tabel 4. Skor yang menunjukkan intensitas nekrosis (grade)

Grad

e

Patologi

0 peradangan portal tidak ada atau minimal

1 Peradangan portal tanpa nekrosis atau peradangan lobular tanpa nekrosis

2 Limiting plate necrosis ringan (interface hepatitis ringan) dan atau nekrosis

lobular  fokal

3 Limiting plate necrosis sedang (interface hepatitis sedang) dan atau

nekrosis fokal berat ( confluent necrosis)

4 Limiting plate necrosis berat (interface hepatitis berat) dan atau bridging

necrosis

40

Page 41: Case Sirosis, Hepatitis b

2. Fibrosis14

Tabel 5. Progresi struktural penyakit hati (stage)

Stage Patologi

0 Tidak ada fibrosis

1 Fibrosis terbatas pada zona portal yang melebar

2 Pembentukan septa periportal atau septa portal portal dengan arsitektur

yang masih utuh

3 Distorsi arsitektur (fibrosis septa bridging) tanpa sirosis yang jelas

4 Kemungkinan sirosis atau pasti sirosis

Tabel 6. Evaluasi Pasien HBV 9

Parameter Keterangan

 

Evaluasi awal

 

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

2. Pemeriksaan laboratorium untuk menilai

penyakit hati : darah rutin dan fungsi hati

3. Pemeriksaan replikasi virus : HBeAg,

antiHBe dan HBV DNA

4. Pemeriksaan untuk menyisihkan penyakit hati

lainnya : anti HCV, anti HDV (khususnya

pengguna narkoba injeksi, atau daerah

endemis)

5. Skrining karsinoma hepatoselular :kadar alfa

feto protein dan ultrasonografi

6. Biopsi hati pada pasien yang memenuhi

kriteria hepatitis B kronis.

G. PENATALAKSANAAN 7-12, 14,17,18

-      penderita dan keluarga diberi penjelasan atau penyuluhan tentang cara

penularan, infeksiositas penderita sebagai pengidap HBsAg, apalagi jika

HBeAG positif, keluarga serumah dan yang menjalin hubungan

41

Page 42: Case Sirosis, Hepatitis b

intim/seksual perlu divaksinasi terhadap hepatitis B (perlu uji saring pra-

vaksinasi atas HBsAg dan anti-HBs)

-       aktivitas pekerjaan sehari-hari seperti biasa disesuaikan dengan keluhan

(aktivitas hepatitis), jangan sampai terlalu meletihkan, demikian juga

dengan olahraga

-      diet khusus tak diperlukan, namun harus pertahankan gizi baik dan tidur

yang cukup. Protein 1-1,5 gr/kg/hari. Di RSU DR Sutomo sejak tahun

2003 tersedia diet hati pra/ensefalopati yang terdiiri dari:

Diet Hati I (DH I) : protein 1-1,2 gr/kgBB/hari, kalori 40

kal/kgBB/hari

Diet Hati II (DH II) : protein 1,2-1,5 gr/kgBB/hari, kalori 40

kal/kgBB/hari

-      Terapi spesifik hingga sekarang masih dalam tahapo eksperimental dan

pola pemberian bermacam-macam.

Tujuan pengobatan hepatitis B kronik adalah untuk mencegah atau

menghentikan progesi jejas hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi

virus atau menghilangkan infeksi dalam pengobatan hepatitis B kronik, tujuan

akhir yang sering dipakai adalah hilangnya petanda replikasi virus yang aktif

secara menetap ( HBeAg dan DNA VHB ) atau dengan kata lain mengontrol

“viral load” serendah mungkin menjadi anti-HBe disertai dengan hilangnya

DNA VHB dalam serum dan meredanya penyakit hati.17

Pada kelompok pasien hepatitis B kronik HBeAg negatif, sero konvensi

HBeAg tidak dapat dipakai sebagai titik akhir pengobatan dan respons

pengobatan hanya dapat dinilai dengan pemeriksaan DNA VHB.17

Terdapat dua golongan pengobatan untuk hepatitis B kronik yaitu :

1. Golongan imunomodulasi

Interferon (IFN)

Interferon adalah kelompok protein intreseluler yang normal ada dalam

tubuh, diproduksi oleh sel limfosit dan monosit. Produksinya dirangsang

oleh berbagai macam stimulasi terutama infeksi virus.

42

Page 43: Case Sirosis, Hepatitis b

IFN berkhasiat sebagai antivirus, imuno modulator, anti prolifrative dan

antipribotif. Efek anti virus terjadi dimana IFN berinteraksi dengan

reseptornya yang terdaftar pada membrane sitoplasma sel hati yang

diikuuti dengan diproduksinya protein efektor sebagai antivirus. Pada

hepatitis B kronik sering didapatkan penurunan IFN. Akibatnya,terjadi

penampilan molekul HLA kelas 1 pada membrane hepatosit yang sangat

diperlukan agar sel T sitotoksit dapat mengenali sel – sel hepatosit yang

terkena virus VHB. Sel – sel terseut menampilkan antigen sasaran  (target

antigen) VHB pada membrane hepatosit.

IFN adalah salah satu obat pilihan  untuk  pengobatan pasien hepatitis B

kronik dengan HbeAg positif, dengan aktifitis penyakit ringan – sedang,

yang belum mengalami sirosis. IFN telah dilaporkan dapat mengurangi

replikasi virus.

Beberapa faktor yang dapat meramalkan keberhasilan IFN :

-  Konsentrasi ALT yang tinggi

- Konsentrasi DNA VHB yang rendah

-     Timbulnya flare up selama terapi

- IgM anti HBc yang positif

Efek samping IFN

1. Gejala seperti flu

2. Tanda – tanda supresi sutul

3. Flare up

4. Depresi

5. Rambut rontok

6. Berat badan turun

7. Gangguan fungsi tiroid.

Dosis IFN yang dianjurkan untuk HBeAg (+) adalah 5 – 10 juta unit 3x

seminggu selama 16 – 24 minggu. Untuk HBe Ag (-) sebaiknya sekurang

– kurangnya diberikan selama 12 bulan.

43

Page 44: Case Sirosis, Hepatitis b

Timosin alfa

Timosin alfa merangsang fungsi sel limfosit. Pada hepatitis virus B,

timosin alfa berfungsi menurunkan replikasi VHB dan menurunkan

konsentrasi atau menghilangkan DNA VHB. Keunggulan obat ini adalah

tidak efek samping seperti IFN, dengan kombinasi dengan IFN obat ini

dapat meningkatkan efektifitas IFN.

2. Golongan antiviral

Lamivudin

Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3’ tiasitidin yang

merupakan suatu analog nukleosid, berfungsi sebagai bahan pembentuk

pregenom, sehingga analog nukleosid bersaing dengan nukleosid asli.

Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse transcriptase yang

berfungsi dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi

dalam replikasi VHB. Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan

mencegah infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi tetapi tidak

mempengaruhi sel – sel yang telah terinfeksi, karena itu apabila obat

dihentikan konsentrasi DNA akan naik kembali akibat diproduksinya virus

– virus baru oleh sel – sel yang telah terinfeksi.

Pemberian lamivudin 100 mg/hari selama 1 tahun dapat menekan HBV

DNA, normalisasi ALT, serokonversi HBeAg dan mengurangi progresi

fibrosis secara bermakna dibandingkan placebo. Namun lamivudin

memicu resistensi. Dilaporkan bahwa resistensi terhadap lamivudin

sebesar lebih dari 32% setelah terapi selama satu tahun dan menjadi 57%

setelah terapi selama 3 tahun. Risiko resistensi terhadap lamivudin

meningkat dengan makin lamanya pemberian. Dalam suatu studi di Asia,

resistensi genotip meningkat dari 14% pada tahun pertama pemberian

lamivudin, menjadi 38%, 49%, 66% dan 69% masing masing pada tahun

ke 2,3,4 dan 5 terapi.

Adefovir Dipivoksil

44

Page 45: Case Sirosis, Hepatitis b

Prinsip kerjanya hampir sama dengan lamivudin, yaitu sebagai analog

nukleosid yang menghambat enzim reverse transcriptase. Umumnya

digunakan pada kasus – kasus yang kebal terhadap lamivudin, dosisnya 10

– 30 mg tiap hari selama 48 minggu.

Tabel 7. Respon Antivirus

Respon terapi Keterangan

1. Biokimiawi

1. Virology

1. Histology

1. Respon komplit

Penurunan kadar ALT menjadi normal

Kadar HBV DNA menurun / tidak terdeteksi

(<105copies/ml)

HbeAg + menjadi HbeAg

Pada pemeriksaan biopsi hati, indeks aktifitas

histologi menurun paling tidak 2 angka

dibandingkan sebelum terapi

Terpenuhinya kriteria : biokimiawi, virologi dan

menghilangnya HbsAg

 

H. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

Hepatitis B kronik dapat berlanjut menjadi sirosis hepatis yang merupakan

komplikasi paling banyak, dan merupakan perjalanan klinis akhir akibat

nekrotik sel – sel hepatosit. Prognosis hepatitis B kronik dipengaruhi oleh

berbagai factor, yang paling utama adalah gambaran histology hati, respon

imun tubuh penderita, dan lamanya terinfeksi hepatitis B, serta respon tubuh

terhadap pengobatan.

45

Page 46: Case Sirosis, Hepatitis b

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut seluruh lapang terutama bagian

kanan, terasa penuh sejak 1 minggu, terasa tidak nyaman, dan kembung. Pasien

mengaku ketika makan cepat kenyang, nafsu makan menurun, lemas, dan

pusing. Pada pasien sirosis hepatis, pasien akan merasa perutnya penuh dan

mudah kenyang ketika makan, hal ini dikarenakan semua darah dari organ-

organ digestif akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena

hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka

aliran darah tersebut akan kembali ke limpa dan traktus gastrointerstinal

dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang

kronis dengan kata lain kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan

dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. 18

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pekak beralih pada perkusi abdomen,

hal ini menandakan adanya penumpukan cairan di rongga peritoneum (asites).

Ascites yang menyertai penyakit hati disebabkan oleh peningkatan tekanan

portal, peningkatan absorpsi natrium oleh ginjal, ketidakseimbangan dalam

pembentukan dan pembuangan cairan getah bening dan penurunan tekanan

onkotik plasma.19 Pada pemeriksaan fisik didapatkan sclera ikterik. Ikterus

adalah perubahan warna kulit,sclera mata atau jaringan lain (membrane

mukosa) yang menjadi kuning karena perwarnaan bilirubin yang meningkat

konsentrasinya dalam sirkulasi darah.

Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan peningkatan DBIL. Kadar

bilirubin dalam serum menggambarkan tingkat kemampuan hati

mengkonjugasi bilirubin dan disekresikan ke empedu.21 Pada pemeriksaan

darah kimia didapatkan hipoalbuminemia Jumlah albumin serum menunjukkan

fungsi sintesis hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis.

Fungsi utama albumin adalah membentuk tekanan osmotic koloid di dalam

plasma, yang akan mencegah hilangnya plasma dari kapiler.20

46

Page 47: Case Sirosis, Hepatitis b

Pada pemeriksaan serologi untuk hepatits B (HBsAg) hasilnya positif,

salah satu penyebab sirosis hepatis adalah karena adanya infeksi virus hepatitis.

Patogenesis sirosis hepatis diperankan oleh sel stelata. Dalam keadaan normal

sel ini berperan untuk keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan

proses degradasi. Paparan faktor tertentu (alcohol, virus hepatitis, atau zat

hepatotoksik) secara terus menerus menyebabkan perubahan fungsi sel stelata.

Pada infeksi virus akut ditandai dengan meningkatnya kadar SGOT dan SGPT,

yang kadang-kadang bisa mencapai 100 kali dari harga normal. SGOT atau

Aspartat Amino Transferase katalisator perubahan dari asam amino menjadi

asam alfa ketoglutarat. Pelepasan enzim yang tinggi ke dalam serum

menunjukkan adanya kerusakan terutama pada jaringan jantung dan hati. SGPT

merupakan enzim transaminase yang dalam keadaan normal berada dalam

jaringan tubuh terutama hati. Peningkatan serum darah mengindikasikan

adanya trauma atau kerusakan hati.22

47

Page 48: Case Sirosis, Hepatitis b

DAFTAR PUSTAKA

1. Sutadi, Sri Maryani . 2003. Sirosis Hepatitis. Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara : USU digital library.

2. Nurdjanah, Siti. 2006. Sirosis Hepatis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid I, Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.

3. Minino AM, Heron MP, Murphy SL, Kochanek KD. 2007. Cirrhosis.

Centers for Disease Control and Prevention Web site.

http://www.cdc.gov/nchs/data/nvsr/nvsr55/nvsr55_19.pdf.

4. Isselbacher et al. 2000. Penyakit Hati yang Berkaitan dengan Alkohol dan

Sirosis. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13, Volume

4, diterjemahkan oleh Ahmad H. Asdie. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC. P. 1665-77.

5. Setiawan, Poernomo Boedi, dkk. 2007. Sirosis Hati. Dalam Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press. P. 129-36.

6. Sudoyo, Hadi. 2002. Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi 7.

Bandung.

7. Cahyono SB. Hepatitis B. Yogyakarta : Kanisius, 2010; 20-33

8. Buster, dkk.  Antiviral Treatmeant For chronic Hepatitis B virus infection

– Immune Modulation or Viral Suppression ?.  Dalam  : Netherlands The

Journal of Medicine , volume  64, nomor 6.  Tahun 2006

9. Suharjo, JB, dkk. Diagnosis dan Manajemen Hepatitis B Kronik. Dalam

jurnal : Cermin Dunia Kedokteran, No. 150.  2006.

10. Lok, Anna. S.F, dkk. Practice Guideline of Chronic Hepatitis B : Update

2009. American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD).

11. Soemoharjo S. Hepatitis Virus B. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2008 ; 20-23

12. Hadi S. Gastroenterologi.  Bandung : Alumni, 2002 ; 487-571

13. Lindseth, Glenda N. Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas.

Dalam : Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, editor. Patofisiologi.

Volume I. Jakarta : EGC, 2006 ; 472-515

48

Page 49: Case Sirosis, Hepatitis b

14. Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis B Kronik. Dalam : Aru W.Sudoyo

dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta : Internal

Publishing, 2009 ; 653 – 661

15. Siregar  FA.  Hepatitis B di tinjau Dari Kesehatan Masyarakat Dan Upaya

Pencegahan. Di akses www.library.usu.ac.id tanggal 26 Juli 2013

16. Green CW. Hepatitis Virus dan HIV. Jakarta : Yayasan Spiritia, 2005 ;

10-23

17. Nusi IA dkk. Hepatitis Kronis. Dalam : Askandar Tjokroprawiro dkk,

editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Surabaya: Airlangga  University,

2007 ; 125-8

18. Wicaksono EN 2013. Sirosis Hati.

http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/01/11/sirosis-hati/

(diakses tanggal 26 Juli 2013).

19. Stein JH. 2001. Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Edisi 3. Jakarta :

EGC.

20. Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed.

Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders. Sudoyo, W. A. dkk. (2009).

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta : Interna Publishing

21. Sutedjo AY.2006. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan

Laboratorium.Yogyakarta : Penerbit Amara Books.

22. Sudirja, A., michroza, AA. 2011. Klinis Praktis. Surakarta: UNS Press

49