case sirosis, hepatitis b
TRANSCRIPT
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS
Nama : Tn. K
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Plunturan, Pulung, Ponorogo
Pekerjaan : Swasta
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal masuk RS : 8 Juli 2013
Tanggal pemeriksaan : 22 Juli 2013
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri seluruh lapang perut
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Dr Harjono diantar keluarganya pada
tanggal 8 Juli 2013 dengan keluhan nyeri seluruh lapang perut, terutama nyeri
perut di sebelah kanan, dan nyeri dirasakan tembus punggung belakang selama
2 bulan. Pasien merasa lemas, pusing, perut terasa kembung dan terasa penuh,
flatus (-), serta bengkak pada kedua kaki.
Pasien juga mengeluhkan sakit dan sesak saat memiringkan tubuhnya
ke kiri serta makan sedikit perut sudah terasa penuh dan sesak.
Sebelumnya pasien pernah opname di RS Aisyah selama 1 minggu
dengan keluhan serupa. Mual (-), muntah (-), BAB sulit selama 1 minggu
(+), hitam (-), lendir (-), darah (-). BAK normal (+), warna seperti kuning,
darah (-), buih (-). demam (-).
1
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi : diakui
Riwayat opname : diakui
Riwayat maag : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat sakit ginjal : disangkal
Riwayat sakit liver : diakui
Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat Pribadi
Merokok : diakui
Konsumsi kopi : diakui
Makan pedas : diakui
Konsumsi jamu : diakui
Konsumsi minuman beralkohol : disangkal
Konsumsi obat : disangkal
5. Riwayat keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat atopi : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Tampak lemah
Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4V5M6)
2
2. Vital signs :
Tekanan darah : 120/70 mmHg (berbaring, lengan kanan)
Nadi : 65 x/ menit
Respiratory rate : 24 x/ menit
Suhu : 36,5º C
3. Pemeriksaan fisik :
a. Kulit
Ikterik (+), petechiae (-), turgor kulit menurun (-), hiperpigmentasi (-),
bekas garukan (-), kulit kering (-), kulit hiperemis (-), sikatrik bekas
operasi (-)
b. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-), luka (-)
c. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (+/+), exoftalmus (-/-), perdarahan
subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek
cahaya (+/+) normal, oedem palpebra (-/-), strabismus (-/-).
d. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
e. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
f. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-), lidah
tifoid (-), papil lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-)
g. Leher
JVP R0, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), nyeri tekan (-),
pembesaran kelenjar getah bening (-).
h. Thorax :
3
1) Pulmo :
a) Inspeksi : Kelainan bentuk (-), simetris, tidak ada ketinggalan
gerak kedua sisi paru, retraksi otot-otot nafas tidak ditemukan,
spider naevi (-).
b) Palpasi :
Ketinggalan gerak:
Anterior : Posterior :
Fremitus:
Anterior : Posterior :
c) Perkusi
Anterior : Posterior :
d) Auskultasi
Anterior : Posterior :
Suara tambahan : wheezing (-/-), rhonki (-/-)
4
- -
- -
- -
- -
- -
- -
N N
N N
N N
N N
N N
N N
S S
S S
S S
S S
S S
S S
V V
V V
V V
V V
V V
V V
2) Jantung
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
3) Perkusi
Batas kiri jantung :
Atas : SIC II sinistra di linea parasternalis sinistra
Bawah : SIC V sinistra 1 cm lateral linea midclavicula sinistra
Batas kanan jantung
Atas : SIC II dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra
Bawah : SIC IV dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra
4) Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, bising (-)
i. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut simetris, sejajar dinding dada, distended
(+)
Auskultasi : Peristaltik (-), metallic sound (-)
Perkusi : timpani, hepatomegali (+), splenomegali (-), pekak
beralih (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) hipocondriaca dextra, hepar
teraba, lien, ren tidak teraba.
j. Ekstremitas superior : Akral hangat, edema (-/-), clubbing finger (-),
pitting edema (+), palmar eritem (-), tremor halus (-)
k. Ekstremitas inferior : Akral hangat, clubbing finger (-), pitting edema
(+/+), palmar eritem (-/-)
l. Pinggang : Nyeri pinggang (-), Nyeri ketok costoertebra (-/-)
5
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan EKG
Frekuensi: 100x/menit
Ritme: reguler
Jenis irama: sinus
Zona transisi: (V4-V5)
Aksis : normal (Lead I (+), aVF (+))
Morfologi gelombang :
Gelombang P selalu diikuti gelombang QRS dan T
Interval PR 0,20 detik
Gelombang QRS lebar: 3 kotak kecil
Gelombang T inversi pada V1,V2,V3, V4: iskemik anteroseptal
6
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah Lengkap (8 Juli 2013)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Leukosit 6,3 103/ul 4,0-10,0
Limfosit# 1,6 103/ul 0,8-4,0
Mid# 0,4 103/ul 0,1-0,9
Granulosit# 4,3 103/ul 2-7
Limfosit% 25,9 % 20-40
Mid% 6,3 % 3-9
Granulosit% 67,8 % 50-70
Hb 10,9 gr/dl 11,0-16,0
Eritrosit 3,63 106/ul 3,5-5,5
HCT 34,3 % 37-50
MCV 94,9 fl 82-95
MCH 30,0 pg 27-31
MCHC 31,6 gr/dl 32-36
Trombosit 194 103/ul 100-300
b. Kimia Darah (8 Juli 2013)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
DBIL 1,44 mg/dl 0-0,35
TBIL 2,04 mg/dl 0,2-1,2
SGOT 218,2 u/l 0-31
SGPT 68,2 u/l 0-31
ALP 1276 u/l 98-279
7
Gama GT 439,1 u/l 8-34
Total Protein 6,1 gr/dl 6,6-8,3
Albumin 2,2 gr/dl 3,5-5,5
Globulin 3,9 gr/dl 2-3,9
Urea 20,67 mg/dl 10-50
Kreatinin 0,68 mg/dl 0,7-1,2
Asam urat 3,7 g/dl 2,4-5,7
Chol 252 mg/dl 140-200
TG 275 mg/dl 36-165
HDL 48 mg/dl 45-150
LDL 149 mg/dl 0-190
c. Pemeriksaan Albumin
ALBUMIN Hasil SatuanNilai
NormalInterpretasi
Tanggal
18/07/2013 2,3 gr/dl 3,5-5,5
19/07/2013 2,4 gr/dl 3,5-5,5
21/07/2013 2,6 gr/dl 3,5-5,5
d. Pemeriksaan serologi HbsAg: (+) (8/07/2013)
e. Pemeriksaan Gula Darah Acak (GDA): 101 mg/dl (8/07/2013)
8
3. USG abdomen (16 mei 2013) Sirosis hepatic dengan degenerasi
maligna
E. ASSESMENT/ DIAGNOSIS KERJA
Sirosis Hepar dengan Hepatitis B Kronis
F. RESUME/ DAFTAR MASALAH
1. Anamnesis
a. Keluhan nyeri seluruh lapang perut, terutama nyeri perut di sebelah kanan,
dan nyeri dirasakan tembus punggung belakang selama 2 bulan. Pasien
merasa lemas, pusing, perut terasa kembung dan terasa penuh, dan bengkak
pada kedua kaki. Pasien juga mengeluhkan sakit dan sesak saat
memiringkan tubuhnya ke kiri.
b. Makan sedikit karena perut sudah terasa penuh dan sesak. BAB sulit selama
1 minggu (+), BAK normal (+), flatus (-).
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak lemah
Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4V5M6)
Vital sign
1. Tekanan darah : 120/70 mmHg (berbaring, lengan kanan)
2. Nadi : 65 x/ menit
3. Respiratory rate : 24 x/ menit
4. Suhu : 36,5º C
9
Kulit : Ikterik (+)
Mata: sklera ikterik (+/+)
Abdomen: distended (+), peristaltik (-), pekak beralih (+), nyeri tekan (+)
hipocondriaca dextra
Ekstremitas inferior: edema (+/+)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG :
Frekuensi: 100x/menit
Ritme: reguler
Jenis irama: sinus
Zona transisi: (V4-V5)
Aksis : normal (Lead I (+), aVF (+))
Morfologi gelombang :
Gelombang P selalu diikuti gelombang QRS dan T
Interval PR 0,20 detik
Gelombang QRS lebar: 3 kotak kecil
Gelombang T inversi V1,V2,V3, V4: iskemik anteroseptal
b. Laboratorium :
Darah Lengkap (8 Juli 2013)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Leukosit 6,3 103/ul 4,0-10,0
Limfosit# 1,6 103/ul 0,8-4,0
Mid# 0,4 103/ul 0,1-0,9
Granulosit# 4,3 103/ul 2-7
Limfosit% 25,9 % 20-40
Mid% 6,3 % 3-9
Granulosit% 67,8 % 50-70
Hb 10,9 gr/dl 11,0-16,0
10
Eritrosit 3,63 106/ul 3,5-5,5
HCT 34,3 % 37-50
MCV 94,9 fl 82-95
MCH 30,0 pg 27-31
MCHC 31,6 gr/dl 32-36
Trombosit 194 103/ul 100-300
Kimia Darah (8 Juli 2013)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
DBIL 1,44 mg/dl 0-0,35
TBIL 2,04 mg/dl 0,2-1,2
SGOT 218,2 u/l 0-31
SGPT 68,2 u/l 0-31
ALP 1276 u/l 98-279
Gama GT 439,1 u/l 8-34
Total Protein 6,1 gr/dl 6,6-8,3
Albumin 2,2 gr/dl 3,5-5,5
Globulin 3,9 gr/dl 2-3,9
Urea 20,67 mg/dl 10-50
Kreatinin 0,68 mg/dl 0,7-1,2
Asam urat 3,7 g/dl 2,4-5,7
Chol 252 mg/dl 140-200
TG 275 mg/dl 36-165
HDL 48 mg/dl 45-150
11
LDL 149 mg/dl 0-190
Pemeriksaan Albumin
ALBUMIN Hasil SatuanNilai
NormalInterpretasi
Tanggal
18/07/2013 2,3 gr/dl 3,5-5,5
19/07/2013 2,4 gr/dl 3,5-5,5
21/07/2013 2,6 gr/dl 3,5-5,5
Pemeriksaan serologi HbsAg: (+) (8/07/2013)
Pemeriksaan Gula Darah Acak (GDA): 101 mg/dl (8/07/2013)
c. USG abdomen (16/05/2013) Sirosis hepatic dengan degenerasi maligna
G. POMR (Problem Oriented Medical Record)
12
13
Daftar masalah Problem AssessmentP.
diagnosaP. terapy
P.
Monitori
ng
a. Keluhan nyeri
perut seluruh
lapang, tu nyeri
perut kanan, dan
nyeri dirasakan
tembus punggung
belakang selama
2 bulan. Pasien
merasa lemas (+)
pusing (+), perut
terasa kembung
dan terasa penuh
(+), sesak (+),
flatus (-), serta
bengkak pada
kedua kaki (+).
Riwayat minum kopi
(+), merokok (+),
makan pedas (+),
jamu (+)
Kulit : Ikterik (+)
Mata: sklera ikterik
(+/+)
Abdomen: distended
(+), peristaltik (-),
pekak beralih (+),
nyeri tekan (+)
hipocondriaca dextra,
ascites (+)¸hepar
teraba (palpasi:
teraba 3 jari di bawah
arcus costa)
Ekstremitas inferior:
edema (+/+)
Lab (SGOT↑,SGPT↑,
DBIL↑, TBIL↑, alb ,
ALP ↑, Gamma GT
↑)
Gangguan
fungsi hepar
Ascites
Ikterus
Hipoalbumi
nemia
Edema
ekstremitas
Anemia
Hepatitis
Sirosis
Hepar
dengan
degenerasi
malignasi
(hepatoma)
Hepatitis B
Kronis
Biopsi
hepar
Endosko
pi
Alfa Feto
Protein
(AFP)
-HBV
DNA
-HbeAg
-HbcAg
- O2 3L/mnt- Inf. PZ 10 tpm- Inj. Ceftriaxone 2x 1 gr- inj. Ranitidin 2
x 1 amp- Lansoprazol cap
1x30 mg- inj. Ketorolac 2x
1 amp- inf. Albumin 1 fl - inj. Furosemid
2x1 ampSpironolacton tab
2x100mg
inj. Vit K 2x
1amp
- klinis
- DL
- Kimia
darah
- cek
elektrolit
H. FOLLOW UP
Tanggal Pemeriksaan Terapi
22-7-2013 S: pusing, perut kembung, sesak, kaki agak bengkak, BAB susah, tidak bisa kentut, badan untuk miring sakit, NT seluruh perutO: KU: Lemah, CM TD: 120/ 70, N: 65, S: 36,5 RR: 35x/mnt K/L: CA (-/-), SI (+/+), PKGB (-/-) Thorax: P/ SDV (+/+), Wh (-/-), Rh(-/-) C/ BJ I/II reguler, bising (-/-) Abdomen: peristaltik (-), NT (+) hipocondriaca dextra Extremitas inferior: edema (+/+)A: Hepatitis B Sirosis dengan degenerasi malignaHbsAg (+), GDA: 101, alb: 2,6USG: Sirosis dg degenerasi maligna
O2 3L/mnt
Inf. PZ 10 tpm
Inj. Furosemid 110
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj. Metoclopramid 3x
1 amp
Propanolol tab
2x40mg
Spironolacton
2x100mg
Asam folat tab 3x1
Dullcolax tab 5mg 3x1
Inf. Albupure 20% 1 fl
23-7-2013 S: pusing, lemes, perut kembung, sesak (-), kaki agak bengkak, BAB (+) sedikit, NT perut bag.kanan, BAK seperti tehO: KU: Lemah, CM TD: 110/ 70, N: 80, S: 35,8 RR: 30x/mnt K/L: CA (-/-), SI (+/+), PKGB (-/-) Thorax: P/ SDV (+/+), Wh (-/-), Rh(-/-) C/ BJ I/II reguler, bising (-/-) Abdomen: peristaltik (+), NT (+) hipocondriaca dextra Extremitas inferior: edema (+/+)A: Hepatitis B Sirosis dengan degenerasi malignaHbsAg (+), GDA: 101USG: Sirosis dg degenerasi maligna
Inf. PZ 10 tpm
Inj. Furosemid 110
Inj. Ranitidin 2 x
1amp
Inj. Metoclopramid 3x
1 amp
Propanolol tab
2x40mg
Spironolacton tab
2x100mg
Dullcolax tab 5mg 1x1
Asam folat tab 3x1
Cek albumin
14
24-7-2013 S: pusing, lemes, perut kembung, nyeri perut kanan, BAB (+), BAK (+)O: KU: Lemah, CM TD: 120/80, N: 68, S: 36,8 RR: 22x/mnt K/L: CA (-/-), SI (+/+), PKGB (-/-) Thorax: P/ SDV (+/+), Wh (-/-), Rh(-/-) C/ BJ I/II reguler, bising (-/-) Abdomen: peristaltik (+), NT (+) hipocondriaca dextra Extremitas inferior: edema (+/+)A: Hepatitis B Sirosis dengan degenerasi malignaHbsAg (+), GDA: 101USG: Sirosis dg degenerasi maligna
Inf. PZ 10 tpm
Inj. Furosemid 110
Inj. Ranitidin 2 amp
Inj. Metoclopramid 3x
1 amp
Propanolol tab
2x40mg
Spironolacton tab
2x100mg
Asam folat tab 3x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. SIROSIS HEPATIS
A. DEFINISI
Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan
disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul
regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.1 Jaringan parut
menggantikan jaringan hati yang sehat, sebagian menghalangi aliran darah
melalui hati. Jaringan parut juga mengganggu kemampuan hati untuk
pengendalian infeksi, menghilangkan bakteri dan racun dari darah, proses
15
nutrisi, hormon, dan obat-obatan, membuat protein yang mengatur pembekuan
darah, memproduksi empedu untuk membantu menyerap lemak termasuk
kolesterol dan vitamin larut lemak. Hati yang sehat adalah yang paling mampu
meregenerasi sel sendiri ketika mereka menjadi rusak. Dengan stadium akhir
sirosis, hati tidak bisa lagi efektif menggantikan sel yang rusak3.
B. EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis
ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu otopsi.
Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000
penduduk. Penyebab sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun
infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan
mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan
berakhir dengan sirosis hepatitis dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis
hepatitis akibat streatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga. Di Indonesia
data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa
pusat pendidikan. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati
berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun
waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien
sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit
Dalam3.
Di Indonesia, sirosis hati lebih sering dijumpai pada laki-laki daripada
perempuan. Jika dibandingkan sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak
antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun2.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi berbagai jenis sirosis hanya didasarkan pada etiologi atau
morfologi tidaklah memuaskan. Suatu pola patologik dapat disebabkan oleh
berbagai cedera, sementara cedera yang sama dapat menimbulkan beberapa
pola morfologik. Bagaimanapun juga, sebagian besar jenis sirosis dapat
diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi:
a. Alkoholik
16
dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering
disebabkan oleh alkoholis kronis.
b. kriptogenik dan pascavirus atau pascanecrosis
dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari
hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
c. Biliaris
dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis)
d. kardiak
e. metabolik, keturunan, dan terkait obat5
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu1,2,3
:
1. Mikronodular
ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa
parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut
seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm,
sedangkan sirosis mikronodular ada yang berubah menjadi
makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2. Makronodular
ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi,
mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar
didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau
terjadi regenerasi parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara klinis Sirosis terbagi atas2,3,6 :
1. Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini
belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata
17
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-
gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.
D. ETIOLOGI2,4,6
Sirosis memiliki berbagai penyebab. Di Amerika Serikat, konsumsi
alkohol berat dan kronis hepatitis C telah menjadi penyebab paling umum dari
sirosis. Obesitas menjadi penyebab umum sirosis, baik sebagai penyebab
tunggal atau dalam kombinasi dengan alkohol, hepatitis C, atau
keduanya. Banyak orang dengan sirosis memiliki lebih dari satu penyebab
kerusakan hati.
Sirosis tidak disebabkan oleh trauma ke hati atau penyebab akut, atau,
kerusakan jangka pendek lainnya. Biasanya cedera kronis tahunan diperlukan
untuk menyebabkan sirosis.
1. Alkohol terkait penyakit hati
Kebanyakan orang yang mengkonsumsi alkohol tidak menderita
kerusakan hati. Tetapi penggunaan alkohol yang berat selama beberapa
tahun dapat menyebabkan cedera kronis pada hati. Jumlah alkohol yang
dibutuhkan untuk merusak hati sangat bervariasi dari orang ke orang. Bagi
wanita, mengkonsumsi dua sampai tiga minuman-termasuk bir dan anggur
per hari dan untuk pria, tiga sampai empat gelas per hari, dapat
menyebabkan kerusakan hati dan sirosis. Di masa lalu, terkait alkohol
sirosis menyebabkan kematian lebih dari sirosis karena penyebab
lainnya. Kematian yang disebabkan oleh obesitas yang berhubungan
sirosis meningkat.
2. Hepatitis C Kronis
Virus hepatitis C adalah infeksi hati yang disebarkan melalui kontak
dengan darah orang yang terinfeksi. Hepatitis C kronis menyebabkan
peradangan dan kerusakan pada hati dari waktu ke waktu yang dapat
menyebabkan sirosis.
3. Hepatitis B dan D Kronis
Virus hepatitis B adalah infeksi hati yang disebarkan melalui kontak
dengan darah orang yang terinfeksi, air mani, atau cairan tubuh
18
lainnya. Hepatitis B, seperti hepatitis C, menyebabkan peradangan hati dan
cedera yang dapat menyebabkan sirosis. Para vaksin hepatitis B diberikan
kepada semua bayi dan banyak orang dewasa untuk mencegah
virus. Hepatitis D adalah virus lain yang menginfeksi hati dan dapat
menyebabkan sirosis, tetapi hanya terjadi pada orang yang sudah
menderita hepatitis B.
4. Non alkoholik fatty liver disease (NAFLD)
Dalam NAFLD, lemak menumpuk di hati dan akhirnya menyebabkan
sirosis. Ini penyakit hati semakin umum dikaitkan dengan obesitas,
diabetes, kekurangan gizi protein, penyakit arteri koroner, dan obat-obatan
kortikosteroid.
5. Hepatitis autoimun
Bentuk hepatitis disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh menyerang sel-
sel hati dan menyebabkan peradangan, kerusakan, dan akhirnya
sirosis. Para peneliti percaya faktor genetik mungkin membuat beberapa
orang lebih rentan terhadap penyakit autoimun. Sekitar 70 persen dari
mereka dengan hepatitis autoimun adalah perempuan.
6. Penyakit yang merusak atau menghancurkan saluran empedu
Penyakit yang berbeda dapat merusak atau menghancurkan saluran yang
membawa empedu dari hati, menyebabkan empedu kembali di hati dan
menyebabkan sirosis. Pada orang dewasa, kondisi paling umum dalam
kategori ini adalah sirosis bilier primer, penyakit di mana saluran empedu
menjadi meradang dan rusak dan akhirnya menghilang. Sirosis bilier
sekunder bisa terjadi jika saluran-saluran yang keliru diikat atau cedera
selama operasi kandung empedu. Primary sclerosing cholangitis adalah
kondisi yang menyebabkan kerusakan dan bekas luka dari saluran
empedu. Pada bayi, saluran empedu yang rusak biasanya disebabkan oleh
sindrom Alagille atau atresia bilier, kondisi di mana saluran yang absen
atau cedera.
7. Kelainan Metabolik
19
Cystic fibrosis, defisiensi alfa-1 antitrypsin, hemochromatosis, penyakit
Wilson, galaktosemia, dan penyakit penyimpanan glikogen merupakan
penyakit yang mengganggu bagaimana hati memproduksi, proses, dan
penyimpanan enzim, protein, logam, dan zat lain yang dibutuhkan tubuh
berfungsi dengan baik. Sirosis dapat hasil dari kondisi ini.
8. Obat-obatan, racun, dan infeksi
Penyebab lain sirosis termasuk reaksi obat, kontak yang terlalu lama bahan
kimia beracun, infeksi parasit, dan serangan berulang dari gagal jantung
dengan kongesti hati.
E. PATOFISIOLOGI2,5
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform,
dan sedikit nodul degeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut sirosis
mikronoduler. Sirosis mikronoduler dapat pula diakibatkan oleh cedera hati
yang lainnya. Tiga lesi hati utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan
hati alkoholik, hepatitis alkoholik dan sirosis alkoholik.
a. Perlemakan hati alkoholik
Hati membesar, berwarna kuning, berlemak dan padat. Hepatosit teregang
oleh vakuola lemak berbentuk makrovesikel dalam sitoplasma yang
mendorong inti hepatosit ke membran sel. Penumpukan lemak ini terjadi
akibat kombinasi gangguan oksidasi asam lemak, peningkatan masukan
dan esterifikasi asam lemak untuk membentuk trigliserida, dan
menurunnya biosintesis dan sekresi lipoprotein.
b. Hepatitis alkoholik
Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan
mekanismenya sebagai berikut: 1). Hipoksia sentrilobular, metabolisme
asetaldehid etanol menigkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi
hiposemia relatif dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang
teroksigenasi (misal daerah perisentral); 2). Infiltrasi neutrofil, terjadi
pelepasan chemoattractant neutrofil oleh hepatosit yang memetabolisme
etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil dan hepatosit yang
20
melepaskan intermediet oksigen reaktif, proteasa, dan sitokin; 3). Formasi
acetaldehyde-protein adducts berperan sebagai neoantigen, dan
menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibodi spesifik yang
menyerang hepatosit pembawa antigen ini; 4). Pembentukan radikal bebas
oleh jalur alternatif dari metabolisme etanol, disebut sistem yang
mengoksidasi enzim mikrosomal.
Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain faktor
nekrosis tumor, interleukin-1, PDGF dan TGF-beta. Asetaldehid
kemungkinan mengaktifasi sel stelata tetapi bukan suatu faktor patogenik
utama pada fibrosis alkoholik.
c. Sirosis alkoholik
Akibat masukan alkohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan,
muncul fibroblas ditempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen.
Di zona periportal dan perisentral muncul septa jaringan ikat seperti jaring
yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan
jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada
yang lalu mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Walaupun
terjadi regenerasi dalam sisa-sisa parenkim, kerusakan sel hati biasanya
melebihi perbaikannya. Akibat destruksi hepatosit dan penimbunan
kolagen yang berkelanjutan, ukuran hati menciut, tampak berbenjol-benjol
(noduler) dan menjadi keras akibat terbentuk sirosis stadium akhir.
21
22
F. MANIFESTASI KLINIS1,2,5,6
Keluhan yang timbul umumnya tergantung apakah sirosisnya masih dini
atau sudah fase dekompensasi. Selain itu apakah timbul kegagalan fungsi hati
akibat proses hepatitis kronik aktif atau telah terjadi hipertensi portal. Bila
masih dalam fase kompensasi sempurna maka sirosis kadangkala ditemukan
pada waktu orang melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh (general
check-up) karena memang tidak ada keluhan sama sekali. Namun, bisa juga
timbul keluhan yang tidak khas seperti merasa badan tidak sehat, kurang
semangat untuk bekerja, rasa kembung, mual, mencret kadang sembelit, tidak
selera makan, berat badan menurun, otot-otot melemah, dan rasa cepat lelah.
Banyak atau sedikitnya keluhan yang timbul tergantung dari luasnya kerusakan
parenkim hati. Bila timbul ikterus maka sedang terjadi kerusakan sel hati.
Namun, jika sudah masuk ke dalam fase dekompensasi maka gejala yang
23
timbul bertambah dengan gejala dari kegagalan fungsi hati dan adanya
hipertensi portal.
Kegagalan fungsi hati menimbulkan keluhan seperti rasa lemah, turunnya
barat badan, kembung, dan mual. Kulit tubuh di bagian atas, muka, dan lengan
atas akan bisa timbul bercak mirip laba-laba (spider nevi). Telapak tangan
bewarna merah (eritema palmaris), perut membuncit akibat penimbunan cairan
secara abnormal di rongga perut (asites), rambut ketiak dan kemaluan yang
jarang atau berkurang, buah zakar mengecil (atrofi testis), dan pembesaran
payudara pada laki-laki (gynekomastia). Bisa pula timbul hipoalbuminemia,
pembengkakan pada tungkai bawah sekitar tulang (edema pretibial), dan
gangguan pembekuan darah yang bermanifestasi sebagai peradangan gusi,
mimisan, atau gangguan siklus haid. Kegagalan hati pada sirosis hati fase
lanjut dapat menyebabkan gangguan kesadaran akibat encephalopathy hepatic
atau koma hepatik.
Tekanan portal yang normal antara 5-10 mmHg. Pada hipertensi portal
terjadi kenaikan tekanan dalam sistem portal yang lebih dari 15 mmHg dan
bersifat menetap. Keadaan ini akan menyebabkan limpa membesar
(splenomegali), pelebaran pembuluh darah kulit pada dinding perut disekitar
pusar (caput medusae), pada dinding perut yang menandakan sudah
terbentuknya sistem kolateral, wasir (hemoroid), dan penekanan pembuluh
darah vena esofagus atau cardia (varices esofagus) yang dapat menimbulkan
muntah darah (hematemesis), atau berak darah (melena). Kalau pendarahan
yang keluar sangat banyak maka penderita bisa timbul syok (renjatan). Bila
penyakit semakin parah akan timbul asites, encephalopathy, dan perubahan ke
arah kanker hati primer (hepatoma).
G. DIAGNOSIS1
Diagnosa yang pasti ditegaskan secara mikroskopis dengan melakukan
biopsi hati. Dengan pemeriksaan histipatologi dari sediaan jaringan hati dapat
ditentukan keparahan dan kronisitas dari peradangan hatinya, mengetahui
penyebab dari penyakit hati kronis, dan mendiagnosis apakah penyakitnya
24
suatu keganasan ataukah hanya penyakit sistemik yang disertai pembesaran
hati.
Kriteria Soebandiri , bila terdapat 5 dari 7 gejala klinis di bawah ini:
1. Spider nevi
2. Venectasi/ vena kolateral
3. Ascites (dengan atau tanpa edema kaki)
4. Spelomegali
5. Varices esophagus
6. Ratio albumin : globulin terbalik
7. Palmar eritema
SIROSIS HEPATIS
KOMPENSATA
SIROSIS HEPATIS
DEKOMPENSATA
Demam intermitten Ascites
Spider nevi Jaundice
Palmar eritema Kelemahan fisik
Epistaksis Kehilangan Berat badan
Edema kaki Epistaksis
Dispepsia Hipotensi
Nyeri abdomen Atropi gonadal
Hepatosplenomegali
Pemeriksaan fisik:
1. Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati
mengecil artinya, prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapak
tangannya sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya
kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada perabaan hati.
2. Limpa: pembesaran limpa diukur dengan 2 cara:
a.Schuffner : hati membesar ke medial dan kebawah menuju umbilikus (SI-
IV) dan dari umbilikus ke SIAS kanan (SV-VIII).
25
b.Hacket: bila limpa membesar ke arah bawah saja (HI-V).
3. Perut dan ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan
ascites.
4. Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian
atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah.
Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis
pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.
Pemeriksaan laboratorium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut :
a. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun
(leukopenia), dan trombositopenia. Bisa dijumpai anemia normokrom
normositer, hipokrom normositer, hipokrom mikrositer, atau hipokrom
makrositer. Anemia bisa akibat hipersplenisme.
b. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang
rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
c. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan
tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress seperti tindakan
operasi.
d. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
e. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
f. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan
ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
g. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab
sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan
sebagainya.
h. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ini terus meninggi atau >500-
1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya
kanker hati primer (hepatoma), dengan interpretasi: berat > 1600gr,
permukaan berbenjol-benjol, ukurannya >3 cm, dan terdapat nyeri tekan di
daerah hipocondriaca dextra.
26
Pemeriksaan penunjang lainnya :
1. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus
untuk konfirmasi hepertensi portal.
2. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis
hati/hipertensi portal. Kelebihan endoskopi ialah dapat melihat langsung
sumber perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan
kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale
marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila
dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda tersebut, dapat dievaluasi besar
dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih
besar.
3. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan
sebagai alat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Diperlukan pengalaman
seorang sonografis karena banyak faktor subyektif. Yang dilihat pinggir
hati, pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali,
gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu/HBD,
daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion).
Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium
dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu
dan saluran empedu, dll.
4. Sidikan hati : radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil
oleh parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihat besar dan
bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis
hati dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan radionukleid secara
bertumpuk-tumpu (patchty) dan difus.
5. Tomografi komputerisasi : walaupun mahal sangat berguna untuk
mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat
dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati.
6. Endoscopic retrograde chlangiopancreatography (E R C P) : digunakan
untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik.
27
7. Angiografi : angiografi selektif, selia gastrik atau splenotofografi terutama
pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus, prosedur ini sangat
berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan
mendeteksi tumor atau kista.
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites dengan
melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis
bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaan
mikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase.
H. KOMPLIKASI4,7
Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya
adalah:
1. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal,
dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu
waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat
perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis
biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium.
Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku,
karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis
selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan
pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya
varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965
melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan
ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena
ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.
2. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma
hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati
sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan
fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat
28
pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese,
gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma
hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbul gangguan metabolisme protein, dan
berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula
proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan
diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel
hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang
berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel
hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak
menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
3. Ulkus peptikum
Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis
Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa
kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada
mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan
kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.
4. Karsinoma hepatoselular
SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati
menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis.
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada
bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan
berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi
karsinoma yang multiple.
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut SCHIFF,
SPELLBERG infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis,
diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-
paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis,
endokarditis, erysipelas maupun septikemi. Sirosis juga dapat
29
menyebabkan gagal ginjal dan paru-paru, dikenal sebagai sindrom
hepatorenal dan hepatopulmonary.
6. Edema dan ascites
Ketika kerusakan hati berkembang ke stadium lanjut, cairan mengumpul
di kaki, yang disebut edema, dan di perut, yang disebut ascites. Asites
dapat menyebabkan peritonitis bakteri infeksi, serius.
7. Memar dan berdarah
Ketika hati memperlambat atau berhenti memproduksi protein yang
dibutuhkan untuk pembekuan darah, seseorang akan memar atau
mudah berdarah.
8. Sensitivitas terhadap obat
Sirosis memperlambat kemampuan hati untuk menyaring obat dari
darah. Ketika ini terjadi, obat bertindak lama dari yang diharapkan dan
membangun di dalam tubuh. Hal ini menyebabkan seseorang untuk lebih
sensitif terhadap obat dan efek sampingnya.
9. Resistensi insulin dan diabetes tipe 2
Sirosis menyebabkan resistensi terhadap insulin-hormon yang diproduksi
oleh pankreas yang memungkinkan tubuh untuk menggunakan glukosa
sebagai energi. Dengan resistensi insulin, otot tubuh, lemak, dan sel hati
tidak menggunakan insulin dengan benar. Pankreas mencoba untuk
mengikuti permintaan insulin dengan memproduksi lebih banyak, tetapi
kelebihan glukosa menumpuk dalam aliran darah menyebabkan diabetes
tipe 2.
I. PENATALAKSANAAN2
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
30
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya : cukup
kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin.
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi pada
pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan
pengobatan IFN seperti kombinasi IFN dengan ribavirin, terapi induksi
IFN, terapi dosis IFN tiap hari.
- Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x
seminggu dan RIB 1000-2000 mg per hari tergantung berat badan
(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan
untuk jangka waktu 24-48 minggu.
- Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis
yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang
dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu
dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
- Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan
dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di
serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti:
a. Ascites
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
- Istirahat
- Diet rendah garam
untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam
dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus
dirawat.
- Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah
garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang
31
dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian
diuretic adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty
hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai
dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari,
apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita
kombinasikan dengan furosemid.
b. Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan. Tipe yang spontan terjadi
80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan
ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada
kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi
umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis
hati terjadi permiabilitas usus menurun dan mikroba ini berasal dari usus.
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III
(Cefotaxime), secara parental selama lima hari. Mengingat akan rekurennya
tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari)
selama 2-3 minggu.
c. Hepatorenal Sindrome
Adapun criteria diagnostik dapat kita lihat sebagai berikut :
Tabel 1. Criteria for diagnosis of hepato-renal syndrome
Criteria for diagnosis of hepato-renal syndrome
Major
Chronic liver disease with ascietes
Low glomerular fitration rate
Serum creatin > 1,5 mg/dl
Creatine clearance (24 hour) < 4,0 ml/minute
Absence of shock, severe infection,fluid losses and Nephrotoxic drugs
Proteinuria < 500 mg/day
No improvement following plasma volume expansion
Minor
Urine volume < 1 liter / day
32
Urine Sodium < 10 mmol/litre
Urine osmolarity > plasma osmolarity
Serum Sodium concentration < 13 mmol / litre
Diagnosis sindrom hepatorenal ditegakkan bila terdapat seluruh gejala
mayor. Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian diuretik yang
berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan
elekterolit, perdarahan, dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat
dilakukan berupa: Retriksi cairan, garam, potassium, dan protein. Serta
menghentikan obat-obatan yang nefrotoxic.
d. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi
sering dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya
lebih dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan resusitasi
sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :
-Pasien diistirahatkan dan dpuasakan
-Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
-Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali
kegunaannya yaitu untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,
pemberian obat-obatan, evaluasi darah.
-Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik, Vitamin
K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin
e. Ensefalopati Hepatik
Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita
penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan
kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya
enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus,
antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang
hepatotoxic.
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
1. mengenali dan mengobati factor pencetus
33
2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta
toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan :
- Diet rendah protein
- Pemberian antibiotik (neomisin)
- Pemberian lactulose/ lactikol
3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
- Tak langsung (Pemberian AARS)
J. PROGNOSIS3
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang
menyertai. Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis
yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin,
albumin, ada tidaknya ascites dan encephalopati juga status nutrisi. Klasifikasi
ini terdiri Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan
kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk
pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut 100, 80 dan 45%.
Tabel 2. Klasifikasi Sirosis hati menurut criteria Child-pugh
Klasifikasi Sirosis hati menurut criteria Child-pugh
Derajat
Kerusakan
Minimal
(A)
Sedang
(B)
Berat
(C)
Bilirubin
(mu.mol/dl)
< 35 35-50 >50
Albumin (gr/dl) >35 30-35 <30
Asites Nihil Mudah dikontrol Sukar
Hepatic
encephalopathy
Nihil Minimal Berat/koma
Nutrisi Sempurna Baik Kurang/kurus
34
Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver
Disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan
tranplantasi hati.
II. HEPATITIS B
A. DEFINISI
Hepatitis B Kronis adalah bila penyakit hepatitis menetap, tidak
menyembuh secara klinis atau laboratorium pada gambaran patologi anatomi
selama 6 bulan.22 Penyakit ini banyak dikenal sebagai penyakit kuning, padahal
penguningan (kuku, mata, kulit) hanya salah satu gejala dari penyakit
Hepatitis.11
B. EPIDEMIOLOGI
Infeksi hepatitis virus hepatitis B merupakan suatu masalah kesehatan
masyarakat yang cukup besar di Indonesia. Dan berbagai penelitian yang ada,
Frekuensi pengidap HBsAg berkisar antara 3-20%.
Infeksi hepatitis B kronik sedikitnya diderita oleh 300 juta orang di seluruh
dunia. Di Eropa dan Amerika 15-25% penderita Hepatitis B kronik meninggal
karena proses hati atau kanker hati primer.
Menurut tingginya, prevalensi infeksi virus hepatitis B, WHO membagi 3
macam daerah yaitu daerah dengan endemitas tinggi, sedang dan rendah.
- Daerah Endemisitas Tinggi
Penularan utama terjadi pada masa perinatal dan kanak-kanak. Batas
terendah frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar 10-15%.
- Daerah Endemisitas Sedang
Penularan terjadi pada masa perinatal dan kanak-kanak jarang terjadi.
Frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar 2-10%.
- Daerah Endemisitas Rendah
Penularan utama terjadi pada masa dewasa, penularan pada masa perinatal
dan kanak-kanak sanngat jarang tejadi. Frekuensi HBsAg dalam populasi
berkisar kurang 2 %.11
35
C. ETIOLOGI
Penyebab hepatitis B adalah virus DNA yang tergolong dalam kelas
hepaDNA dan mempunyai masa inkubasi 1-6 bulan. komponen lapisan luar
pada hepatitis B disebut hepatitis B surface antigen (HbsAg) dalam inti
terdapat genome dari HVB yaitu sebagian dari molekul tunggal dari DNA
spesifik yang sirkuler dimana mengandung enzim yaitu DNA polymerase.
Disamping itu juga ditemukan hepatitis Be Antigen (HBeAg). Antigen ini
hanya ditemukan pada penderita dengan HBsAg positif. HBeAg positif pada
penderita merupakan pertanda serologis yang sensitif dan artinya derajat
infektivitasnya tinggi, maka bila ditemukan HBsAg positif penting diperiksa
HBeAg untuk menentukan prognosis penderita.12
Cara penularan infeksi virus hepatitis B ada dua, yaitu : penularan
horizontal dan vertikal.
- Penularan horizontal terjadi dari seorang pengidap infeksi virus hepatitis B
kepada individu yang masih rentan di sekelilingnya. Penularan horizontal
dapat terjadi melalui kulit atau melalui selaput lendir,
- Penularan vertikal terjadi dari seorang pengidap yang hamil kepada bayi
yang dilahirkan.
Penularan melalui kulit, ada 2 macam yaitu disebabkan tusukan yang jelas
(penularan parenteral), misal melalui suntikan, transfusi darah dan tato. Yang
kedua adalah penularan melalui kulit tanpa tusukan yang jelas, misal masuknya
bahan infektif melalui goresan atau abrasi kulit dan radang kulit.
Penularan melalui selaput lendir: tempat masuk infeksi virus hepatitis B
adalah selaput lendir mulut, mata, hidung, saluran makanan bagian bawah dan
selaput lendir genetalia.
Penularan vertikal: dapat terjadi pada masa sebelum kelahiran atau
prenatal (inutero), selama persalinan atau perinatal dan setelah persalinan atau
post natal.11
Cara utama penularan virus hepatitis B adalah melalui parenteral dan
menembus membrane mukosa terutama melalui hubungan seksual. Masa
inkubasi rata-rata sekitar 60-90 hari. HbsAg telah ditemukan pada hampir
36
semua cairan tubuh orang yang terinfeksi yaitu darah, semen, saliva, air mata,
asites, air susu ibu, urin, dan bahkan feses. Setidaknya sebagian cairan tubuh
ini(terutama darah, semen, dan saliva) telah terbukti bersifat infeksius.13
Orang yang beresiko tinggi menderita hepatitis B:
1. Imigran dari daerah endemis HBV
2. Pengguna obat intravena yang sering bertukar jarum dan alat suntik
3. Pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang
terinfeki
4. Pria homoseksual yang secara seksual aktif
5. Pasien hemodialisis dan penderita hemofili yang menerima produk tertentu
dari plasma
6. Kontak serumah dengan karier HBV
7. Pekerja sosial dibidang kesehatan terutama yang banyak kontak dengan
darah
8. Bayi yang baru lahir dari ibu terinfeksi, dapat pada saat atau seggera
setelah lahir.7,13
D. PATOFISIOLOGI
Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral, dari peredaran
darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus.
Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh,
partikel HbsAg bentuk bulat dan tubuler dan HBeAg yang tidak ikut
membentuk partikel virus. Virus hepatitis B smerangsang respon imun tubuh,
yang pertama kali adalah respon imun non spesifik karena dapat terangsang
dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam dengan memanfaatkan sel-
sel NK dan NKT. Kemudian diperlukan respon imun spesifik yaitu dengan
mengakstivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. Aktivasi sel T, CD8 + terjadi
setelah kontak reseptor sel T dengan komplek peptide VHB-MHC kelas I yang
ada pada permukaan dinding sel hati. Sel T CD8 + akan mengeliminasi virus
37
yang ada di dalam sel hati terinfeksi. Proses eliminasi bisa terjadi dalam bentuk
nekrosis sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT.14
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD+ akan mengakibatkan
produksi antibody antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-HBe. Fungsi anti-HBs
adalah netralisasi partikel virus hepatitis B bebas dan mencegah masuknya
virus ke dalam sel, dengan demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran
virus dari sel ke sel.14
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi virus hepatitis
B dapat diakhiri tetapi kalau proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi
virus hepatitis B yang menetap. Proses eliminsai virus hepatitis B oleh respon
imun yang tidak efisien dapat disebabkan oleh faktor virus atau pun faktor
pejamu.14
- Faktor virus antara lain : terjadinya imunotoleransi terhadap produk virus
hepatitis B, hambatan terhadap CTL yang berfungsi melakukan lisis sel –
sel terinfeksi, terjadinya mutan virus hepatitis B yang tidak memproduksi
HBeAg, integarasi genom virus hepatitis B dalam genom sel hati
- Faktor pejamu antara lain : faktor genetik, kurangnya produksi IFN,
adanya antibodi terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit,
respons antiidiotipe, faktor kelamin dan hormonal.14
Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap produk virus hepatitis B
dalam persistensi virus hepatitis B adalah mekanisme persistensi infeksi virus
hepatitis B pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu HBsAg dan HBeAg
posistif, diduga persistensi infeksi virus hepatitis B pada neonatus yang
dilahirkan oleh ibu HBeAg yang masuk ke dalam tubuh janin mendahului
invasi virus hepatitis B, sedangkan persistensi pada usia dewasa diduga
disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi partikel virus.14
E. MANIFESTASI KLINIS
Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap
individu dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme,
untuk menghilangkan virus hepatitis B tidak efektif dan terjadi koeksistensi
dengan virus hepatitis B.15
38
Hepatitis Kronik
Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B
kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan
yang baik.9 Gejala tambahan dapat terjadi, terutama pada orang yang sudah
lama mengalami hepatitis B kronis. Gejala ini termasuk ruam, urtikaria
(kaligata – rasa gatal yang berbintik-bintik merah dan bengkak), arthritis
(peradangan sendi), dan polineuropati (semutan atau rasa terbakar pada lengan
dan kaki).16 Gambaran klinis dari Hepatitis B kronis sangat bervariasi. Pada
banyak kasus tidak didapatkan keluhan maupun gejala dan pemeriksaan tes faal
hati hasilnya normal. Tapi pada sebagian lagi didapatkan hepatomegali atau
bahkan splenomegali atau tanda-tanda penyakit hati kronis lainnya, yaitu:
eritema palmaris, spider nervi, kenaikan ALT, dan kadar bilirubin yang
menurun.2
Manifestasi klinik hepatitis B kronik secara garis besar dibagi 2:
1. Hepatitis B kronik yang masih aktif
- HbsAg (+) , DNA VHB lebih lebih dari 105 kopi / ml . didapatkan
kenaikan ALT yang menetap atau intermitten.
- Tanda – tanda peradangan penyakit hati kronik
- Histopatologi hati terjadi peradangan yang aktif.
2. Carrier VHB inaktif
- HbsAg (+), titer DNA VHB kurang dari 105kopi / ml . konsentrasi
ALT normal
- Keluhan tidak ada
- Kelainan kerusakan jaringan hati minimal.
F. DIAGNOSIS
Tabel 3. Definisi dan kriteria diagnostik pasien dengan infeksi hepatitis B
kronik9,11,12,14
Definisi Kriteria Diagnosis
Hepatitis B
kronis
Proses nekro-inflamasi kronis
hati disebabkan oleh infeksi
persisten virus hepatitis B.
1.HBsAg + > 6 bulan
2.HBV DNA serum >
105copies/ml
39
Dapat dibagi menjadi hepatitis
B kronis dengan HBeAg + dan
HBeAg -
3.Peningkatan kadar ALT/AST
secara berkala/persisten
4.Biopsi hati menunjukkan
hepatitis kronis (skor
nekroinflamasi > 4)
Carrier
HBsAg
inaktif
Infeksi virus hepatitis B
persisten tanpa disertai proses
nekro-inflamasi
yang signifikan
1.HBsAg + > 6 bulan
2.HBeAg – , anti HBe +
3.HBV DNA serum <105copies/ml
4.Kadar ALT/AST normal
5.Biopsi hati menunjukkan tidak
adanya hepatitis yang signifikan
(skor nekroinflamasi < 4
Diagnostik pasti didapatkan dengan Biopsi hati, dengan klasifikasi
Histologycal Activity Index (HAI), syitem ini digunakan selain untuk diagnosis
pasti juga digunakan untuk menilai progresifitas penyakit, prognosis, dan
tatalaksana yang sesuai.
1. Aktivasi peradangan Portal dan lobular14
Tabel 4. Skor yang menunjukkan intensitas nekrosis (grade)
Grad
e
Patologi
0 peradangan portal tidak ada atau minimal
1 Peradangan portal tanpa nekrosis atau peradangan lobular tanpa nekrosis
2 Limiting plate necrosis ringan (interface hepatitis ringan) dan atau nekrosis
lobular fokal
3 Limiting plate necrosis sedang (interface hepatitis sedang) dan atau
nekrosis fokal berat ( confluent necrosis)
4 Limiting plate necrosis berat (interface hepatitis berat) dan atau bridging
necrosis
40
2. Fibrosis14
Tabel 5. Progresi struktural penyakit hati (stage)
Stage Patologi
0 Tidak ada fibrosis
1 Fibrosis terbatas pada zona portal yang melebar
2 Pembentukan septa periportal atau septa portal portal dengan arsitektur
yang masih utuh
3 Distorsi arsitektur (fibrosis septa bridging) tanpa sirosis yang jelas
4 Kemungkinan sirosis atau pasti sirosis
Tabel 6. Evaluasi Pasien HBV 9
Parameter Keterangan
Evaluasi awal
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan laboratorium untuk menilai
penyakit hati : darah rutin dan fungsi hati
3. Pemeriksaan replikasi virus : HBeAg,
antiHBe dan HBV DNA
4. Pemeriksaan untuk menyisihkan penyakit hati
lainnya : anti HCV, anti HDV (khususnya
pengguna narkoba injeksi, atau daerah
endemis)
5. Skrining karsinoma hepatoselular :kadar alfa
feto protein dan ultrasonografi
6. Biopsi hati pada pasien yang memenuhi
kriteria hepatitis B kronis.
G. PENATALAKSANAAN 7-12, 14,17,18
- penderita dan keluarga diberi penjelasan atau penyuluhan tentang cara
penularan, infeksiositas penderita sebagai pengidap HBsAg, apalagi jika
HBeAG positif, keluarga serumah dan yang menjalin hubungan
41
intim/seksual perlu divaksinasi terhadap hepatitis B (perlu uji saring pra-
vaksinasi atas HBsAg dan anti-HBs)
- aktivitas pekerjaan sehari-hari seperti biasa disesuaikan dengan keluhan
(aktivitas hepatitis), jangan sampai terlalu meletihkan, demikian juga
dengan olahraga
- diet khusus tak diperlukan, namun harus pertahankan gizi baik dan tidur
yang cukup. Protein 1-1,5 gr/kg/hari. Di RSU DR Sutomo sejak tahun
2003 tersedia diet hati pra/ensefalopati yang terdiiri dari:
Diet Hati I (DH I) : protein 1-1,2 gr/kgBB/hari, kalori 40
kal/kgBB/hari
Diet Hati II (DH II) : protein 1,2-1,5 gr/kgBB/hari, kalori 40
kal/kgBB/hari
- Terapi spesifik hingga sekarang masih dalam tahapo eksperimental dan
pola pemberian bermacam-macam.
Tujuan pengobatan hepatitis B kronik adalah untuk mencegah atau
menghentikan progesi jejas hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi
virus atau menghilangkan infeksi dalam pengobatan hepatitis B kronik, tujuan
akhir yang sering dipakai adalah hilangnya petanda replikasi virus yang aktif
secara menetap ( HBeAg dan DNA VHB ) atau dengan kata lain mengontrol
“viral load” serendah mungkin menjadi anti-HBe disertai dengan hilangnya
DNA VHB dalam serum dan meredanya penyakit hati.17
Pada kelompok pasien hepatitis B kronik HBeAg negatif, sero konvensi
HBeAg tidak dapat dipakai sebagai titik akhir pengobatan dan respons
pengobatan hanya dapat dinilai dengan pemeriksaan DNA VHB.17
Terdapat dua golongan pengobatan untuk hepatitis B kronik yaitu :
1. Golongan imunomodulasi
Interferon (IFN)
Interferon adalah kelompok protein intreseluler yang normal ada dalam
tubuh, diproduksi oleh sel limfosit dan monosit. Produksinya dirangsang
oleh berbagai macam stimulasi terutama infeksi virus.
42
IFN berkhasiat sebagai antivirus, imuno modulator, anti prolifrative dan
antipribotif. Efek anti virus terjadi dimana IFN berinteraksi dengan
reseptornya yang terdaftar pada membrane sitoplasma sel hati yang
diikuuti dengan diproduksinya protein efektor sebagai antivirus. Pada
hepatitis B kronik sering didapatkan penurunan IFN. Akibatnya,terjadi
penampilan molekul HLA kelas 1 pada membrane hepatosit yang sangat
diperlukan agar sel T sitotoksit dapat mengenali sel – sel hepatosit yang
terkena virus VHB. Sel – sel terseut menampilkan antigen sasaran (target
antigen) VHB pada membrane hepatosit.
IFN adalah salah satu obat pilihan untuk pengobatan pasien hepatitis B
kronik dengan HbeAg positif, dengan aktifitis penyakit ringan – sedang,
yang belum mengalami sirosis. IFN telah dilaporkan dapat mengurangi
replikasi virus.
Beberapa faktor yang dapat meramalkan keberhasilan IFN :
- Konsentrasi ALT yang tinggi
- Konsentrasi DNA VHB yang rendah
- Timbulnya flare up selama terapi
- IgM anti HBc yang positif
Efek samping IFN
1. Gejala seperti flu
2. Tanda – tanda supresi sutul
3. Flare up
4. Depresi
5. Rambut rontok
6. Berat badan turun
7. Gangguan fungsi tiroid.
Dosis IFN yang dianjurkan untuk HBeAg (+) adalah 5 – 10 juta unit 3x
seminggu selama 16 – 24 minggu. Untuk HBe Ag (-) sebaiknya sekurang
– kurangnya diberikan selama 12 bulan.
43
Timosin alfa
Timosin alfa merangsang fungsi sel limfosit. Pada hepatitis virus B,
timosin alfa berfungsi menurunkan replikasi VHB dan menurunkan
konsentrasi atau menghilangkan DNA VHB. Keunggulan obat ini adalah
tidak efek samping seperti IFN, dengan kombinasi dengan IFN obat ini
dapat meningkatkan efektifitas IFN.
2. Golongan antiviral
Lamivudin
Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3’ tiasitidin yang
merupakan suatu analog nukleosid, berfungsi sebagai bahan pembentuk
pregenom, sehingga analog nukleosid bersaing dengan nukleosid asli.
Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse transcriptase yang
berfungsi dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi
dalam replikasi VHB. Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan
mencegah infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi tetapi tidak
mempengaruhi sel – sel yang telah terinfeksi, karena itu apabila obat
dihentikan konsentrasi DNA akan naik kembali akibat diproduksinya virus
– virus baru oleh sel – sel yang telah terinfeksi.
Pemberian lamivudin 100 mg/hari selama 1 tahun dapat menekan HBV
DNA, normalisasi ALT, serokonversi HBeAg dan mengurangi progresi
fibrosis secara bermakna dibandingkan placebo. Namun lamivudin
memicu resistensi. Dilaporkan bahwa resistensi terhadap lamivudin
sebesar lebih dari 32% setelah terapi selama satu tahun dan menjadi 57%
setelah terapi selama 3 tahun. Risiko resistensi terhadap lamivudin
meningkat dengan makin lamanya pemberian. Dalam suatu studi di Asia,
resistensi genotip meningkat dari 14% pada tahun pertama pemberian
lamivudin, menjadi 38%, 49%, 66% dan 69% masing masing pada tahun
ke 2,3,4 dan 5 terapi.
Adefovir Dipivoksil
44
Prinsip kerjanya hampir sama dengan lamivudin, yaitu sebagai analog
nukleosid yang menghambat enzim reverse transcriptase. Umumnya
digunakan pada kasus – kasus yang kebal terhadap lamivudin, dosisnya 10
– 30 mg tiap hari selama 48 minggu.
Tabel 7. Respon Antivirus
Respon terapi Keterangan
1. Biokimiawi
1. Virology
1. Histology
1. Respon komplit
Penurunan kadar ALT menjadi normal
Kadar HBV DNA menurun / tidak terdeteksi
(<105copies/ml)
HbeAg + menjadi HbeAg
Pada pemeriksaan biopsi hati, indeks aktifitas
histologi menurun paling tidak 2 angka
dibandingkan sebelum terapi
Terpenuhinya kriteria : biokimiawi, virologi dan
menghilangnya HbsAg
H. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS
Hepatitis B kronik dapat berlanjut menjadi sirosis hepatis yang merupakan
komplikasi paling banyak, dan merupakan perjalanan klinis akhir akibat
nekrotik sel – sel hepatosit. Prognosis hepatitis B kronik dipengaruhi oleh
berbagai factor, yang paling utama adalah gambaran histology hati, respon
imun tubuh penderita, dan lamanya terinfeksi hepatitis B, serta respon tubuh
terhadap pengobatan.
45
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut seluruh lapang terutama bagian
kanan, terasa penuh sejak 1 minggu, terasa tidak nyaman, dan kembung. Pasien
mengaku ketika makan cepat kenyang, nafsu makan menurun, lemas, dan
pusing. Pada pasien sirosis hepatis, pasien akan merasa perutnya penuh dan
mudah kenyang ketika makan, hal ini dikarenakan semua darah dari organ-
organ digestif akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena
hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka
aliran darah tersebut akan kembali ke limpa dan traktus gastrointerstinal
dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang
kronis dengan kata lain kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan
dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. 18
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pekak beralih pada perkusi abdomen,
hal ini menandakan adanya penumpukan cairan di rongga peritoneum (asites).
Ascites yang menyertai penyakit hati disebabkan oleh peningkatan tekanan
portal, peningkatan absorpsi natrium oleh ginjal, ketidakseimbangan dalam
pembentukan dan pembuangan cairan getah bening dan penurunan tekanan
onkotik plasma.19 Pada pemeriksaan fisik didapatkan sclera ikterik. Ikterus
adalah perubahan warna kulit,sclera mata atau jaringan lain (membrane
mukosa) yang menjadi kuning karena perwarnaan bilirubin yang meningkat
konsentrasinya dalam sirkulasi darah.
Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan peningkatan DBIL. Kadar
bilirubin dalam serum menggambarkan tingkat kemampuan hati
mengkonjugasi bilirubin dan disekresikan ke empedu.21 Pada pemeriksaan
darah kimia didapatkan hipoalbuminemia Jumlah albumin serum menunjukkan
fungsi sintesis hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis.
Fungsi utama albumin adalah membentuk tekanan osmotic koloid di dalam
plasma, yang akan mencegah hilangnya plasma dari kapiler.20
46
Pada pemeriksaan serologi untuk hepatits B (HBsAg) hasilnya positif,
salah satu penyebab sirosis hepatis adalah karena adanya infeksi virus hepatitis.
Patogenesis sirosis hepatis diperankan oleh sel stelata. Dalam keadaan normal
sel ini berperan untuk keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan
proses degradasi. Paparan faktor tertentu (alcohol, virus hepatitis, atau zat
hepatotoksik) secara terus menerus menyebabkan perubahan fungsi sel stelata.
Pada infeksi virus akut ditandai dengan meningkatnya kadar SGOT dan SGPT,
yang kadang-kadang bisa mencapai 100 kali dari harga normal. SGOT atau
Aspartat Amino Transferase katalisator perubahan dari asam amino menjadi
asam alfa ketoglutarat. Pelepasan enzim yang tinggi ke dalam serum
menunjukkan adanya kerusakan terutama pada jaringan jantung dan hati. SGPT
merupakan enzim transaminase yang dalam keadaan normal berada dalam
jaringan tubuh terutama hati. Peningkatan serum darah mengindikasikan
adanya trauma atau kerusakan hati.22
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Sutadi, Sri Maryani . 2003. Sirosis Hepatitis. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara : USU digital library.
2. Nurdjanah, Siti. 2006. Sirosis Hepatis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I, Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.
3. Minino AM, Heron MP, Murphy SL, Kochanek KD. 2007. Cirrhosis.
Centers for Disease Control and Prevention Web site.
http://www.cdc.gov/nchs/data/nvsr/nvsr55/nvsr55_19.pdf.
4. Isselbacher et al. 2000. Penyakit Hati yang Berkaitan dengan Alkohol dan
Sirosis. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13, Volume
4, diterjemahkan oleh Ahmad H. Asdie. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. P. 1665-77.
5. Setiawan, Poernomo Boedi, dkk. 2007. Sirosis Hati. Dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press. P. 129-36.
6. Sudoyo, Hadi. 2002. Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi 7.
Bandung.
7. Cahyono SB. Hepatitis B. Yogyakarta : Kanisius, 2010; 20-33
8. Buster, dkk. Antiviral Treatmeant For chronic Hepatitis B virus infection
– Immune Modulation or Viral Suppression ?. Dalam : Netherlands The
Journal of Medicine , volume 64, nomor 6. Tahun 2006
9. Suharjo, JB, dkk. Diagnosis dan Manajemen Hepatitis B Kronik. Dalam
jurnal : Cermin Dunia Kedokteran, No. 150. 2006.
10. Lok, Anna. S.F, dkk. Practice Guideline of Chronic Hepatitis B : Update
2009. American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD).
11. Soemoharjo S. Hepatitis Virus B. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2008 ; 20-23
12. Hadi S. Gastroenterologi. Bandung : Alumni, 2002 ; 487-571
13. Lindseth, Glenda N. Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas.
Dalam : Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, editor. Patofisiologi.
Volume I. Jakarta : EGC, 2006 ; 472-515
48
14. Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis B Kronik. Dalam : Aru W.Sudoyo
dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta : Internal
Publishing, 2009 ; 653 – 661
15. Siregar FA. Hepatitis B di tinjau Dari Kesehatan Masyarakat Dan Upaya
Pencegahan. Di akses www.library.usu.ac.id tanggal 26 Juli 2013
16. Green CW. Hepatitis Virus dan HIV. Jakarta : Yayasan Spiritia, 2005 ;
10-23
17. Nusi IA dkk. Hepatitis Kronis. Dalam : Askandar Tjokroprawiro dkk,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Surabaya: Airlangga University,
2007 ; 125-8
18. Wicaksono EN 2013. Sirosis Hati.
http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/01/11/sirosis-hati/
(diakses tanggal 26 Juli 2013).
19. Stein JH. 2001. Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Edisi 3. Jakarta :
EGC.
20. Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed.
Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders. Sudoyo, W. A. dkk. (2009).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta : Interna Publishing
21. Sutedjo AY.2006. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium.Yogyakarta : Penerbit Amara Books.
22. Sudirja, A., michroza, AA. 2011. Klinis Praktis. Surakarta: UNS Press
49