case report nidya febrina

51
LAPORAN KASUS PERAN PENDAMPING DALAM PENANGANAN KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA(KDRT) Disusun Oleh : Nama : NIDYA FEBRINA NPM : 1102010206 Bidang Kepeminatan : Domestic Violence Pembimbing : dr. Zakiyah Kelompok : 5 0

Upload: unidya-febrina

Post on 20-Sep-2015

223 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

case

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS

PERAN PENDAMPING DALAM PENANGANAN KASUSKEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA(KDRT)

Disusun Oleh :Nama : NIDYA FEBRINANPM: 1102010206Bidang Kepeminatan: Domestic ViolencePembimbing : dr. ZakiyahKelompok: 5

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS YARSI2013/2014ABSTRACT

Introduction : Kekerasan rumah tangga merupakan suatu pelanggaran hak azazi manusia yang kian hari kian meningkat. Terjadi pada kehidupan berumah tangga, terutama pada wanita , yang disebabkan oleh berbagai macam faktor. Dalam pelaksanaannnya, proses pemulihan psikologis menjadi hal yang sangat penting untuk memperbaiki kualitas hidup yang tidak baik sebelumnya. Dalam proses ini, pendamping mengambil peran yang sangat penting untuk pemulihan korban KDRT. Case Report : Wanita yang melapor kepada LBH APIK atas tuduhan KDRT oleh suaminya yang selingkuh, dimana sang suami sengaja membuat keadaan semakin keruh agar dapat menjerumuskan istri ke dalam kasus KDRT. Discussion : KDRT tidak hanya terjadi antara suami dan istri, tetapi juga dapat terjadi kepada seluruh anggota yang tinggal di dalam sebuah rumah tangga, termasuk anak dan PRT. Selain fisik, dampak psikologis juga terjadi pada korban KDRT. Oleh karena itu, dibutuhkan proses pemulihan untuk para korban agar kondisi fisik maupun psikologis terjaga dan dapat melanjutkan kehidupan dengan baik. Conclusion : KDRT terjadi karena banyak faktor dan memberikan dampak buruk terhadap fisik ataupun psikologis seseorang. Untuk itu, proses pemulihan berupa pendampingan dan konseling sangatlah penting. Proses pemulihan korban KDRT, sudah diatur oleh pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesi no 4 tahun 2006 tenteng Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga.key word : Domestic Violence, Assistance

PENDAHULUANKekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat manusia serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus. Korban kekerasan dalam rumah tangga kebanyakan adalah perempuan yang harus mendapatkan perlindungan Negara dan masyarakat agar terhindar dari kekerasan atau perlakuan yang merendahkan derajat, martabat kemanusiaan.Dewasa ini, kekerasan dalam rumah tangga merupakan hal yang tak asing lagi terdengar oleh kita. Hal ini bisa berarti dua hal. Pertama, meningkatnya angka kejadian kekerasan dalam rumah tangga, atau kedua, meningkatnya pengetahuan ataupun kesadaran dari korban kekerasan itu sendiri untuk melaporkan kejadiannya agar mendapatkan perlindungan hukum. Data statistik yang dikeluarkan pada catatan tahunan 2010 Komnas Perempuan mencatat angka kekerasan terhadap perempuan mencapai 105,103 orang/kasus dan tercatat 96% kekerasan terhadap perempuan terjadi di ranah privat. Pada tahun 2011, Komnas Perempuan bersama mitra Aparat Penegak Hukum menyusun kesepakatan bersama yang bersifat formal dan melembaga dengan Mahkamah Agung RI, Kejaksaan Agung RI, Kepolisian RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Perhimpunan Advokat Indonesia. Kesepakatan tersebut merupakan langkah awal untuk penanganan korban KDRT.Definisi kekerasan dalam rumah tangga itu sendiri adalah segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi, termasuk ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga. Selain itu, hubungan antara suami dan istri yang diwarnai dengan penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan dan menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa banyak hal yang dapat mempengaruhi terjadinya ketidakharmonisan dalam rumah tangga yang memicu kekerasan, antara lain ekonomi, sosial budaya, keluarga, dan lain lain.Oleh karena semakin meningkatnya angka kejadian KDRT ini, dan sangat berpengaruh kepada psikis seseorang, dengan dampak seperti timbulnya rasa minder dan malu dalam berhubungan dengan lingkungan sosial (perilaku menarik diri) karena takut diejek, dicemoh ataupun ditanya-tanya mengenai kekerasan dalam rumah tangga yang menimpanya, tidak cukup hanya perlindungan hukum saja yang kita perjuangkan, tetapi kita harus tau dan mengerti bagaimana proses pemulihan seseorang yang menjadi korban dalam kekerasan, siapa aja yang berperan dalam pemulihan tersebut, dan kerja sama apa yang dijalin dengan korban dan pihak pihak terkait sehingga korban KDRT dapat melanjutkan kehidupannya agar lebih produktif dan optimal. CASE REPORTPada awalnya, Ny.H 39 th (Istri) datang ke LBH APIK untuk meminta bantuan karena Tn.D 38 th (suami) telah melaporkan Ny.H kepada kepolisian atas tindakan KDRT dan dikenakan wajib lapor oleh kepolisian selama 3bulan.Dalam keterangannya kepada LBH APIK, Ny.H menyatakan bahwa keributan dalam rumah tangganya sudah lama terjadi, 3 tahun terakir yang disebabkan oleh perselingkuhan Tn. D dengan Ny. M.Tn.D dan Ny.H menikah pada tahun 2001 dan dikaruniai 3 orang anak yang saat ini ketiganya bersekolah di sekolah dasar. Tn.D bekerja sebagai accounting dengan penghasilan 4 juta/bulan dan Ny.H bekerja sebagai notaris dengan penghasilan 5 juta /bulan. Rumah tangga berjalan rukun dan damai sampai tiba saatnya pada tahun 2010, rumah tangga hoyah dikarenakan Tn.D selingkuh dengan Ny.M, janda beranak 1 yang bekerja sebagai manager accountant di sebuah perusahaan asuransi swasta di jakarta yang diketahui memiliki penghasilan yang lebih besar, yaitu 15 juta/bulan. Pertengkaran yang dimulai pada tahun 2010 semakin tak terkendali pada tahun 2011 dan 2012. Hal ini dipicu oleh beberapa hal. Mulai dengan diperkenalkannya Ny.M kepada anak pertama Ny.H (Mawar), diajak makan bersama dan diberi selimut dan baju. Pada saat itu Tn.D mengatakan kepada Ny.H jika mereka cerai, Mawar akan ikut dengan Tn.D sedangkan anak yang lainnya akan ikut bersama Ny.H. Selain itu, Tn.D juga mengirim kue ulang tahun untuk Ny.M dan sengaja meletakkan bukti pembayaran di meja kamar tidur agar Ny.H melihatnya. Foto Ny.M pun ditemukan di laptop Tn.D dengan ukuran 10R. Selain melakukan kekerasan Psikis, Tn.D juga melakukan kekerasan fisik, seperti meludahi, memeukuli, bahkan mengetok kepala Ny.H dan berkata Kok tidak ada isinya , yang berarti mengatakan bahwa istrinya tersebut bodoh. Tn.D hampir setiap malam pulang pukul 03.00 pagi (2010) dan pukul 05.00 subuh (2011 dan 2012). Tiga hari sebelum lebaran 2011, Tn.D tidak pulang kerumah, beliau mengatakan ingin mengambil uang keluar tetapi setelah itu tidak kembali lagi. Ternyata, setelah itu, diketahui bahwa Tn.D pergi bersama selingkuhannya Ny.M ke kediri, kampung halaman Ny.M. Diakhir tahun 2011, Tn.D mengusir istrinya dari rumah. Ny.H pergi ke rumah orang tuanya. Tn.D marah kepada Ny.H karena ketiga anaknya dibawa dan meminta agar ketiga anaknya dikembalikan ke rumah, tetapi Ny.H tidak boleh ikut. Ny.H mengingkari hal itu karena berpikir tidak mungkin meninggalkan anaknya begitu saja. Setelah kejadian tersebut, pertengkaran semakin memanas. Sampai pada puncaknya, Tn.D tidak pulang ke rumah karena pergi berlibur bersama Ny.M. Sewaktu Tn.D pulang, Ny.H emosi dan membanting pintu, tetapi ditangkis oleh Tn.D. Ny.H memukul dan melempar Tn.D. Tn.D membalas memukul dan menonjok ulu hati Ny.H sehingga membuat Ny.H sulit bernafas. Sebagai pertahanan diri, Ny.H mengambil obeng yang berada di dekatnya untuk mengancam,dan tidak untuk melukai Tn.D.Setelah ditelusuri, ternyata Tn.D sengaja menciptakan suasana seperti ini dan memancing Ny.H agar emosi sehingga dapat dijadikan alasan agar Ny.H terjerat hukum dan cerai. Sebelumnya, diketahui juga dari orang tua Ny.H bahwa Tn.D pernah menyuruh orang tuanya untuk pergi ke rumah orang tua Ny.H menyatakan bahwa Ny.H ingin cerai dengan Tn.D, dan orang tua Ny.H mengatakan bahwa Tn.D lah yang ingin cerai dan sengaja menciptakan situasi dan memprovokasi orang tuanya sehingga membuat Ny.H menjadi terganggu psikologis nya sampai stress.Kemudian, LBH APIK mengambil langkah selanjutnya, yaitu meminta bantuan kepada badan hukum untuk memberikan tenaga pendamping dan psikologi untuk Ny.H sehubungan dengan tindakan KDRT yang tak hanya fisik, tetapi juga psikis yang dilakukan oleh Tn.D.Pada akhirnya, Mei 2013 Tn.D menikah dengan Ny.M tanpa persetujuan dan pemberitahuan kepada Ny.H. Ny.H datang kepernikahan tersebut, menyalami dan berfoto dengan kedua mempelai beserta keluarganya. Dan pada Oktober 2013, gugatan Tn.D terhadap Ny.H dicabut.DISCUSSIONPengertian Kekerasana. Pengertian Kekerasan Dalam Perspektif Yuridis1. Pasal 89 KUHP : Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan mengunakan kekerasan.2. Pasal 90 KUHP , Luka berat berarti :a. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak dapat memberi harapan akan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut.b. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian.c. Kehilangan salah satu panca indra.d. Mendapat cacat berat (verminking).e. Menderita sakit lumpuh.f. Terganggunya daya pikir selama empat Minggu lebih.g. Gugurnya atau matinya kandungan seseorang perempuan.

b. Pengertian Kekerasan Oleh Beberapa Tokoh1) Menurut Nettler, sebagaimana dikutip Aroma Elmina Martha, kekerasan atau Viglent Crime adalah: peristiwa dimana orang secara ilegal dan secara sengaja melukai secara fisik, atau mengancam untuk melakukan tindakan kekerasan kepada orang lain, dimana bentuk-bentuk penganiayaan, perampokan, perkosaan dan pembunuhan merupakan contoh klasik dari kejahatan kekerasan yang serius.2) Menurut Soerjono Soekamto, kejahatan kekerasan adalah suatu istilah yang dipergunakan bagi terjadinya cidera mental atau fisik. Kejahatan kekerasan merupakan bagian dari proses kekerasan yang kadang-kadang diperbolehkan, sehingga jarang disebut sebagai kekerasan. Masyarakat biasanya membuat kategori-kategori tertentu mengenai tingkah laku yang dianggap keras. Semakin sedikit terjadinya kekerasan dalam suatu masyarakat semakin besar kekhawatiran yang ada bila itu terjadi.3) Menurut Mansour Faqih, kekerasan adalah suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental seseorang. Pandangan tersebut menunjuk pengertian kekerasan pada obyek fisik maupun psikis. Hanya saja titik tekannya pada bentuk penyerangan secara fisik seperti melukai atau menimbulkan luka cacat atau ketidaknormalan pada fisik.Dapat pula yang terjadi adalah kekerasan fisik yang berlanjut pada aspek psikis seperti misalnya stres. Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan prilaku, baik yang terbuka atau tertutup, dan baik yang bersifat menyerang atau bertahan yang disertai penggunaan kekerasan pada orang lain.

c. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah TanggaPasal 1 ayat 1 Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga mendefinisikan:Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Lingkup Kekerasan Dalam Rumah TanggaMengingat Undang-undang tentang KDRT merupakan hukum publik yang didalamnya ada ancaman pidana penjara atau denda bagi yang melanggarnya, maka masyarakat luas khususnya kaum laki-laki, dalam kedudukan sebagai kepala keluarga sebaiknya mengetahui apa itu KDRT.Adapun tentang siapa saja yang termasuk dalam lingkup rumah tangga, Pasal 2 (UUPKDRT) yang termasuk lingkup rumah tangga meliputi :1) Suami, istri, dan anak termasuk anak angkat dan anak tiri.2) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga, seperti : mertua, menantu, ipar, dan besan.3) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut, seperti Pembantu rumah tangga.

Bentuk-Bentuk Tindakan Kekerasan Dalam Rumah TanggaDengan mengacu pada Pasal 5 Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga maka Kekerasan dalam Rumah Tangga dapat berwujud :

1. Kekerasan FisikPasal 6 (UUPKDRT) menentukan bahwa kekerasan fisik yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Seperti: memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar barang ketubuh korban, menginjak, melukai dengan tangan kosong atau alat/senjata, membunuh dan lain-lain.2. Kekerasan PsikisPasal 7 (UUPKDRT) menentukan bahwa kekerasan psikis yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Seperti: berteriak-teriak, menyumpah, mengancam, merendahkan, mengatur, melecehkan, menguntit dan memata-matai, tindakan-tindakan lain yang menimbulkan rasa takut (termasuk yang diarahkan kepada orang-orang dekat korban, misalnya keluarga, anak, suami, teman dekat dll.)3. Kekerasan SeksualPasal 8 (UUPKDRT) menentukan bahwa kekerasan seksual yang meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga, pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Seperti: menyentuh, meraba, mencium, dan/atau melakukan tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki korban.4. Penelantaran Rumah Tangga.Pasal 9 (UUPKDRT) menentukan bahwa penelantaran rumah tangga, yaitu setiap orang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Termasuk dalam pengertian penelantaran adalah setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk berkerja yang layak didalam atau diluar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut.

Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya KDRTZastrow & Browker (1984) menyatakan bahwa ada tiga teori utama yang mampu menjelaskan terjadinya kekerasan, yaitu teori biologis, teori frustasi-agresi, dan teori kontrol.Adapun faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri, yaitu : 1. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri.Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruksi sedemikian rupa dalam keluarga dan kultur serta struktur masyarakat. Bahwa istri adalah milik suami oleh karena harus melaksanakan segala yang diinginkan oleh yang memiliki. Hal ini menyebabkan suami menjadi merasa berkuasa dan akhirnya bersikap sewenang-wenang terhadap istrinya.2. Ketergantungan ekonomi.Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri untuk menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita. Bahkan, sekalipun tindakan keras dilakukan kepadanya ia tetap enggan untuk melaporkan penderitaannya dengan pertimbangan demi kelangsungan hidup dirinya dan pendidikan anak anaknya. Hal ini dimanfaatkan oleh suami untuk bertindak sewenang-wenang kepada istrinya.3. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik.Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam rumahtangga. Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari ketersinggungan, ataupun kekecewaan karena tidak dipenuhinya keinginan, kemudian dilakukan tindakan kekerasan dengan tujuan istri dapat memenuhi keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini didasari oleh anggapan bahwa jika perempuan rewel maka harus diperlakukan secara keras agar ia menjadi penurut. Anggapan di atas membuktikan bahwa suami sering menggunakan kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan problem rumah tangganya.4. PersainganJika di muka telah diterangkan mengenai faktor pertama kekerasan dalam rumah tangga adalah ketimpangan hubungan kekuasaan antara suami dan istri. Maka di sisi lain, perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal pendidikan, pergaulan, penguasaan ekonomi baik yang mereka alami sejak masih kuliah, di lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal, dapat menimbulkan persaingan dan selanjutnya dapat menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Bahwa di satu sisi suami tidak mau kalah, sementara di sisi lain istri juga tidak mau terbelakang dan dikekang.

5. FrustasiTerkadang, suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa frustasi tidak bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi tanggung jawabnya. Hal ini biasa terjadi pada pasangan yang :a. Belum siap menikah.b. Suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang mencukupi kebutuhan rumah tangga.c. Masih serba terbatas dalam kebebasan karena masih menumpang pada orangtua atau mertua.Dalam kasus ini biasanya suami mencari pelarian kepada mabuk-mabukan dan perbuatan negatif lain yang berujung pada pelampiasan terhadap istrinya dengan memarahinya, memukulnya, membentaknya dan tindakan lain yang semacamnya.6. Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hukum.Pembicaraan tentang proses hukum dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak terlepas dari pembicaraan hak dan kewajiban suami istri. Hal ini penting karena bias jadi laporan korban kepada aparat hukum dianggap bukan sebagai tindakan kriminal tapi hanya kesalahpahaman dalam keluarga. Hal ini juga terlihat dari minimnya KUHAP membicarakan mengenai hak dan kewajiban korban, karena posisi dia hanya sebagai saksi pelapor atau saksi korban. Dalam proses sidang pengadilan, sangat minim kesempatan istri untuk mengungkapkan kekerasan yang ia alami.

Dampak Kekerasan Dalam Rumah TanggaKarena kekerasan sebagaimana tersebut di atas terjadi dalam rumah tangga, maka dampak kekerasan ini tidak hanya dialami oleh istri saja tetapi juga terhadap anak.Adapun dampak kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa istri adalah :1. Kekerasan fisik langsung atau tidak langsung dapat mengakibatkan istri menderita rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat tindakan kekerasan tersebut.2. Kekerasan seksual dapat mengakibatkan turun atau bahkan hilangnya gairah seks,karena istri menjadi ketakutan dan tidak bisa merespon secara normal ajakan berhubungan seks.3. Kekerasan psikologis dapat berdampak istri merasa tertekan, shock, trauma, rasa takut, marah, emosi tinggi dan meledak-ledak, kuper, serta depresi yang mendalam.4. Kekerasan ekonomi mengakibatkan terbatasinya pemenuhan kebutuhan sehari-hariyang diperlukan istri dan anak-anaknya. Adapun dampak pada anak dapat berupa efek yang secara langsung dirasakan oleh anak, sehubungan dengan kekerasan yang ia lihat terjadi pada ibunya, maupun secara tidak langsung. Marianne James, Senior Research pada Australian Institute of Criminology (1994), menegaskan bahwa KDRT memiliki dampak yang sangat berarti terhadap perilaku anak, baik berkenaan dengan kemampuan kognitif, kemampuan pemecahan masalah, maupun fungsi mengatasi masalah dan emosi.Menyaksikan kekerasan adalah pengalaman yang amat traumatis bagi anak-anak. Kekerasan dalam rumah tangga yang dialami anak-anak membuat anak tersebut memiliki kecenderungan seperti gugup, gampang cemas ketika menghadapi masalah, sering ngompol, gelisah dan tidak tenang, jelek prestasinya di sekolah, mudah terserang penyakit seperti sakit kepala, perut, dan asma, kejam kepada binatang, ketika bermain sering meniru bahasa yang kasar, berperilaku agresif dan kejam, suka minggat, dan suka melakukan pemukulan terhadap orang lain yang tidak ia sukai. Kekerasan dalam rumah tangga yang ia lihat adalah sebagai pelajaran dan proses sosialisasi bagi dia sehingga tumbuh pemahaman dalam dirinya bahwa kekerasan dan penganiayaan adalah hal yang wajar dalam sebuah kehidupan berkeluarga.

Hak Korban Kekerasan Dalam Rumah TanggaBagi korban KDRT undang-undang telah mengatur akan hak-hak yang dapat dituntut kepada pelakunya, Setelah disahkannya UU PKDRT, yang menjadi hak-hak korban terdapat dalam Pasal 10 :1. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lain, baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.2. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.3. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.4. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.5. Pelayanan bimbingan rohani.Dengan demikian, perlindungan hak-hak korban pada hakikatnya merupakan bagian dari perlindungan hak asasi manusia. Korban membutuhkan perlindungan agar hah-haknya terpenuhi karena selama ini didalam sistem peradilan pidana di Indonesia hak-hak korban kurang terlindungi dibandingkan dengan hak-hak tersangka.

Upaya penanganan KDRT Pada hakekatnya secara psikologis dan pedagogis ada dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk menangani KDRT, yaitu pendekatan kuratif dan preventif.1. Pendekatan preventif a. Menyelenggarakan pendidikan orangtua untuk dapat menerapkan cara mendidik dan memperlakukan anak-anaknya secara humanis.b. Memberikan keterampilan tertentu kepada anggota keluarga untuk secepatnya melaporkan ke pihak lain yang diyakini sanggup memberikan pertolongan, jika sewaktu-waktu terjadi KDRT. c. Mendidik anggota keluarga untuk menjaga diri dari perbuatan yang mengundang terjadinya KDRT. d. Membangun kesadaran kepada semua anggota keluarga untuk takut kepada akibat yang ditimbulkan dari KDRT. e. Membekali calon suami istri atau orangtua baru untuk menjamin kehidupan yang harmoni, damai, dan saling pengertian, sehingga dapat terhindar dari perilaku KDRT.f. Melakukan filter terhadap media massa, baik cetak maupun elektronik, yang menampilkan informasi kekerasan. g. Mendidik, mengasuh, dan memperlakukan anak sesuai dengan jenis kelamin, kondisi, dan potensinya. h. Menunjukkan rasa empati dan rasa peduli terhadap siapapun yang terkena KDRT, tanpa sedikitpun melemparkan kesalahan terhadap korban KDRT. i. Mendorong dan menfasilitasi pengembangan masyarakat untuk lebih peduli dan responsif terhadap kasus-kasus KDRT yang ada di lingkungannya. 2. Pendekatan kuratifa. Memberikan sanksi secara edukatif kepada pelaku KDRT sesuai dengan jenis dan tingkat berat atau ringannya pelanggaran yang dilakukan, sehingga tidak hanya berarti bagi pelaku KDRT saja, tetapi juga bagi korban dan anggota masyarakat lainnya.b. Memberikan incentive bagi setiap orang yang berjasa dalam mengurangi, mengeliminir, dan menghilangkan salah satu bentuk KDRT secara berarti, sehingga terjadi proses kehidupan yang tenang dan membahagiakan. c. Menentukan pilihan model penanganan KDRT sesuai dengan kondisi korban KDRT dan nilai-nilai yang ditetapkan dalam keluarga, sehingga penyelesaiannya memiliki efektivitas yang tinggi.d. Membawa korban KDRT ke dokter atau konselor untuk segera mendapatkan penanganan sejak dini, sehingga tidak terjadi luka dan trauma psikis sampai serius. e. Menyelesaikan kasus-kasus KDRT yang dilandasi dengan kasih sayang dan keselamatan korban untuk masa depannya, sehingga tidak menimbulkan rasa dendam bagi pelakunya. f. Mendorong pelaku KDRT untuk sesegera mungkin melakukan pertaubatan diri kepada Allah swt, akan kekeliruan dan kesalahan dalam berbuat kekerasan dalam rumah tangga, sehingga dapat menjamin rasa aman bagi semua anggota keluarga. g. Pemerintah perlu terus bertindak cepat dan tegas terhadap setiap praktek KDRT dengan mengacu pada UU tentang PKDRT, sehingga tidak berdampak jelek bagi kehidupan masyarakat. Pilihan tindakan preventif dan kuratif yang tepat sangat tergantung pada kondisi riil KDRT, kemampuan dan kesanggupan anggota keluarga untuk keluar dari situasi KDRT, kepedulian masyarakat sekitarnya, serta ketegasan pemerintah menindak praktek KDRT yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 04 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga

Lampiran 1*

Peran Pendamping Korban dalam meminimalkan KDRTUpaya pemerintah dalam pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah dengan adanya pendampingan korban. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, salah satu hak korban adalah mendapat pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Yang dapat melakukan pendampingan korban adalah tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani dengan cara memberikan konseling, terapi bimbingan rohani dan advokasi guna penguatan dan pemulihan diri korban. Untuk layanan kesehatan, korban berhak memperoleh sesuai dengan standar medis oleh tenaga kesehatan. Yang dimaksud tenaga kesehatan adalah setiap orang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan/dan/atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memberikan kewenangan untuk memerlukan kewenangan untuk melaksanakan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.Selain memperoleh layanan kesehatan korban juga berhak untuk memperoleh visum et repertum yang dibuat atas permintaan penyidik Kepolisian atau surat keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti.Dalam memberikan pelayanan kepada korban, tenaga kesehatan melakukan upaya :a. Anamnesis kepada korban.b. Pemulihan kesehatan, baik fisik/psikis .c. Pengobatan penyakit.d. Konseling dan/atau.e. Merujuk ke sarana kesehatan yang lebih memadai bila diperlukan.

Tenaga kesehatan dapat juga melakukan :a. Pelayanan keluarga berencana darurat untuk korban perkosaan danb. Pelayanan kesehatan reproduksi lainnya sesuai kebutuhan medis.

Dalam meberikan pelayanan tersebut, tenaga kesehatan harus membuat rekam medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk setiap tindakan medis yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan harus ada persetujuan tindakan medis dari korban atau keluarganya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.Pada pendampingan oleh pekerja sosial, korban KDRT berhak atas rumah aman milik pemerintah, Pemda atau masyarakat. Korban didampingi pekerja sosial di tingkat penyidikan, penuntutan dan tingkat pemeriksaan pengadilan.Rumah aman adalah tempat tinggal sementara yang digunakan untuk memberikan perlindungan terhadap korban sesuai dengan standar yang ditentukan. Peran pekerja sosial dalam memulihkan korban KDRT. Pekerja sosial adalah seseorang yang mempunyai kompetensi professional dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan formal atau pengalaman praktek di bidang pekerja sosial/kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintah dan melaksanakan tugas profesional pekerjaan sosial.

Dalam memberikan pelayanan pemulihan kepada korban, pekerja sosial melakukan upaya :a. Menggali permasalahan korban untuk membantu pemecahan masalah.b. Memulihkan korban dari kondisi traumatis melalui terapi psikososial.c. Melakukan rujukan ke Rumah Sakit atau rumah aman atau pusat pelayanan atau tempat alternatif lainnya sesuai dengan kebutuhan korban.d. Mendampingi korban dalam upaya pemulihan melalui pendampingan dan konseling; dan / ataue. Melakukan resosialisasi agar korban dapat kembali melaksanakan fungsi sosialnya di dalam masyarakat.

Peran relawan pendamping dalam pemulihan korban KDRT. Relawan pendamping adalah orang yang mempunyai keahlian untuk melakukan konseling, terapi dan advokasi guna penguatan dan pemulihan dari korban KDRT. Dalam memberikan pelayanan pemulihan kepada korban, relawan pendamping melakukan upaya :a. Membangun hubungan yang setara dengan korban agar bersedia membuka diri dalam mengemukakan persoalannya.b. Berempati dan tidak menyalahkan korban mengenai atau yang terkait dengan permasalahannya.c. Meyakinkan korban bahwa tidak seorang pun boleh melakukan tindakan kekerasan.d. Menanyakan apa yang ingin dilakukan dan bantuan apa yang diperlukan.e. Memberikan informasi dan menghubungkan dengan lembaga atau perorangan yang dapat membantu mengatasi persoalan, dan/atauf. Membantu memberikan informasi tentang layanan konsultan hukum.

Peran pembimbing rohani dalam memberikan pelayanan pemulihan : a. Mempertebal keimanan dan ketakwaan korban serta mendorong untuk menjalankan ibadah menurut agama masing-masing korban dan kepercayaannya itu.b. Menyarankan pemecahan masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menurut agama masing-masing korban dan kepercayaannya itu;c. Memberikan pemahaman kesetaraan laki-laki dan perempuan.

Peranan Pendamping, Organisasi Perempuan, dan LBHPara pendamping yang berasal dari organisasi perempuan memiliki peranan besar dalam pelaporan kasus kekerasan berbasis gender yang dialami perempuan korban. Mengingat karakteristik organisasi perempuan yang sebagian besar bekerja di tingkat kota dan ibukota Kabupaten, maka sebagian besar kasus yang mereka dampingi adalah kasus yang dilaporkan ke mekanisme hukum negara (Kepolisian).Organisasi perempuan dan para pendamping berperan penting dalam setiap interaksi kasus antara perempuan korban kekerasan dan lembaga hukum terutama Kepolisian. Pendamping korban dan organisasi perempuan melakukan konseling dan pendampingan serta penguatan bagi perempuan korban sejak korban melaporkan sampai kasus mereka disidangkan. Selain itu, organisasi perempuan dan pendamping merujuk perempuan korban kekerasan ke lembaga layanan yang lebih tepat untuk memberikan bantuan dan dukungan.Dari berbagai kasus yang terdokumentasi, organisasi perempuan dan para pendamping berupaya menerjemahkan pengalaman kekerasan berbasis gender yang dialami oleh perempuan korban ke berbagai isu-isu hak yang harus ditegakkan dalam konteks penanganan kasus. Baik secara langsung maupun tidak, para pendamping dan organisasi perempuan memberikan penguatan dan pemberdayaan hukum pada perempuan korban dan anggota keluarga mereka.Dalam banyak kasus, selain pendamping, keluarga berperan untuk membantu mendorong agar kasus dilaporkan ke Kepolisian atau mendesak aparat Kepolisian untuk menindaklanjuti penanganan kasus yang dilaporkan. Seringkali dalam berbagai kasus, organisasi perempuan dan pendamping harus berupaya mengadvokasi kasus dalam masyarakat dengan pemahaman sangat beragam tentang isu gender, kekerasan, dan keadilan (Merry 2006).Tidak semua organisasi pendamping perempuan korban bekerja dengan efektif.Jaringan kerja yang beranggotakan berbagai organisasi bantuan hukum dan organisasi kemasyarakatan yang tidak fokus pada kegiatan bantuan hukum untuk perempuan korban, justru kerap bermasalah dan kurang memahami penanganan kasus berperspektif gender.Pengetahuan dan kapasitas organisasi perempuan dan para pendamping pun perlu diperkuat. Beberapa kasus yang didokumentasikan di Sumatera Selatan menunjukkan kapasitas pendamping yang kurang memadai membuat proses konseling dan penanganan kasus kurang efektif.

Peran PsikologiPeran Psikologi Forensik dibutuhkan untuk membantu mengungkapkan kasus-kasus kriminal yang menimpa masyarakat. Psikolog Forensik dapat membantu aparat penegak hukum memberi gambaran utuh kepribadian si pelaku dan korban. Selain itu , pakar Psikologi Forensik juga dapat berperan sebagai konsultan di lembaga kepolisian bagi korban kasus-kasus KDRT, korban perkosaan, atau kasus perwalian anak (Weiner & Hess, 2006).Psikolog Klinis yang bergerak dalam bidang kesehatan dapat membantu pasien untuk lebih memahami kondisi kesehatan dan penanganannya, mengurangi stres (baik sebagai faktor resiko munculnya penyakit maupun sebagai dampak dari kondisi kesehatan yang menurun serta penanganannya) dan juga membantu meningkatkan emosi positif individu sehingga kualitas kesehatan individu akan meningkat. Beberapa peran lain dari pakar Psikologi Kesehatan adalah pendampingan, konseling dan terapi psikologis pada pasien, baik akut maupun kronis, seperti penderita kanker, gagal ginjal dan HIV; yang dilaksanakan pada berbagai institusi kesehatan, baik rumah sakit, puskesmas maupun klinik-klinik kesehatan lainnya.

KonselingPENGERTIAN: Konseling adalah hubungan antara dua orang (konselor dan klien) yang bersifat saling membantu, untuk menyelesaikan masalah tertentu. Konseling merupakan proses kolaborasi yang bertujuan memberdayakan klien dalam menanggapi masalah kehidupan. Konseling bertujuan mengembangkan mekanisme koping yang efektif dalam menghadapi masalah kehidupan. Dasar Pendekatan Konseling adalah pendekatan humanistik , yaitu keyakinan bahwa seseorang mempunyai kebebasan dan tanggung jawab untuk menentukan bagi dirinya, mempunyai potensi untuk berkembang yang pada dasarnya baik. Konselor berperan sebagai fasilitator yang mendorong diwujudkannya potensi yang baik itu, dan ia menghargai klien sebagai individu yang unik dan bebas serta bertanggung jawabTUJUAN: Klien bersama konselor mampu mengatasi suasana krisis kejiwaan. Klien bersama konselor mampu mengenali kekeliruannya di masa lampau dan memotivasi diri untuk bangkit. Klien mampu menerima situasi yang tak mungkin berubah dan terus berjuang mengubah yang bisa diubah. Tujuan akhir adalah klien mempunyai motivasi kuat untuk merubah perilakunya.

METODE:1. Pelatih memaparkan ilustrasi kasus KDRT.2. Klien diminta memahami dan berempati terhadap kasus tersebut.3. Klien diandaikan dalam posisi kasus.4. Langkah langkah apa yang akan klien lakukan.- Diskusikan- Bermain peran saling tukar peran dengan konselornya.Konselor adalah figur yang menjadi tumpuan konseling untuk berbagi perasaan dan peyelesaian masalah. Deskripsi teoritik tentang konselor bagi perempuan korban KDRT berorientasi pada pendekatan humanistik. Enns (2004) merekomendasikan pemakaian berbagai teknik dan pendekatan konseling non direktif. Namun demikian, hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa kriteria konselor yang cocol bagi korban KDRT adalah sebagai berikut :a. Konselor yang enak diajak curhat. Kriteria ini menciptakan kepercayaan (trust) kepada konseli bahwa konselor dapat memberikan perasaan nyaman untuk mendiskusikan tentang KDRT.b. Empatik terhadap problematika perempuan korban KDRT. Konselor memakai perspektif nilai perempuan dalam memahami dan membantu korban, tidak memihak jenis kelamin tertentu (nonsexist).c. Mampu membangun attending dengan tepat. Konselor mampu memunculkan sikap empatik dan hubungan yang setara.d. Konselor mamou berada di pihak korban. Konselor dapat memberikan rasa aman bagi konseli. Pemberi rasa aman ditunjukkan dengan memberikan keyakinan bahwa kekerasan dapat terselesaikan, korban tidak sendirian dalam menghadapi masalah.e. Bersedia mendengarkan secara aktif. Konselor merupakan pendengar yang aktif merespons pembicaraan konseli. Konselor memfasilitasi korban untuk melakukan katarsis.f. Memahami jalur legal. Konselor mempunyai jejaring dengan lembaga bantuan hukum, kepolisian, untuk memberikan rujukan kepada korban jika korban memerlukan konsultasi diluar batas kewenangan konselor.

MENGELOLA PIKIRAN & EMOSI NEGATIF:PENGERTIAN: Pikiran negatif atau persepsi salah terhadap kejadian disekitar kehidupan kita akan mempengaruhi suasana emosi dan tindakan kita. Pikiran yang salah, memicu emosi dan tindakan yang tidak rasional, misalnya; KDRT Belajar mengenali pikiran salah lantas mengelolanya menjadi enerji positif bermanfaat untuk mencegah KDRT Pendekatan terapi kognitif perilaku sangat bermanfaat membantu proses perubahanTUJUAN: Klien semakin bisa mengenali perilaku KDRT, siklus KDRT, faktor pemicu, dan dampaknya. Klien terlatih untuk mengenali pikiran negatif dan motif yang mendorong tindakannya (KDRT). Klien mampu mengubah perilakunya dengan melalui perubahan pada pola pikirnya terhadap masalahMETODE: Mengenali pemikiran-pemikiran (kognisi) yang salah/keliru. Kognisi tersebut merefleksikan bagaimana mereka memandang diri mereka sendiri, kehidupan/dunia mereka, masa lalu & masa depan mereka. Mengganti/mengoreksi distorsi kognisi tersebut dengan kognisi yang fungsional, realistik, sehingga akan menuju kepada perbaikan klinis.ILUSTRASI:MODEL A-B-C PEMBENTUKAN PERILAKUA = Peristiwa/kejadianB = Pikiran otomatis dari diri kita mengenai AC = Perubahan emosi dan perilakuKebanyakan orang berpikir bahwa A menyebabkan C. Yang sebenarnya terjadi adalahB, yaitu pemikiran dari diri sendirilah yang memiliki pengaruh lebih besar.LANGKAH LANGKAH:TAHAP 1: Mengumpulkan data/fakta-fakta Secara singkat menggambarkan peristiwa/kejadian yang tidak menyenangkan/traumatis dari masa lalu, saat ini, atau masa depan, & rasa yang dihasilkan. Nilai intensitas dari perasaan-perasaan tersebut (nilai dari 1-10) Ingatlah, menghadapi secara langsung perasaan yang mengganggu adalah suatu cara untuk menghentikan mereka dari mengendalikan kita.TAHAP 2: Analisis pikiran Buat daftar pikiran-pikiran otomatis Mengenali distorsi/kekeliruan dari pikiran-pikiran tersebut Berusaha untuk merespon, atau mendiskusikan tiap pikiran otomatis yang keliru tersebut.TAHAP 3: Menilai hasil Menilai hasil, yakni menyadari bahwa perubahan persepsi kognitif terhadap suatu peristiwa telah menghasilkan perubahan respons emosi dan perilaku.Structured Problem Solving 6 steps : Step 1: Tuliskan daftar masalah yang seringkali memicu kemarahan/tindak kekerasanStep 2: Pikirkan beberapa alternatif cara penyelesaian masalahStep 3: Tuliskan keuntungan dan kerugian masing masing alternative tersebutStep 4: Tentukan pilihan yang terbaik dan termungkin dari berbagai alternative tadiStep 5: Buat daftar langkah langkah yang akan ditempuh untuk melaksanakan alternative solusi yang dipilihStep 6:Evaluasi perkembangan

MENGELOLA KONFLIKPENGERTIAN: Konflik dalam kehidupan keluarga, konflik sering dijadikan kambing hitam untuk mengesahkan tindakan KDRT oleh suami terhadap istri Mengelola konflik dalam kehidupan berkeluarga dapat melanggengkan KDRT Mengelola konflik yang terjadi dalam kehidupan keluarga merupakan salah satu cara untuk mengurangi risiko KDRTTUJUAN: Mengubah pola relasi yang penuh konflik menjadi pola relasi yang saling menghargai. Mengadopsi pola beradaptasi terhadap masalah interpersonal yang penuh pertentangan menjadi kerjasama.METODE: Ilustrasi Kasus KDRT & Konflik Keluarga Diskusi Bermain PeranMENGELOLA AMARAHPENGERTIAN: Amarah atau sifat tempramental sering dijadikan kambing hitam untuk mengesahkan terjadinya tindak kekerasan. Mengesahkan bahwa memang perilaku tempramentalnya yang menyebabkan klien melakukan KDRT adalah keliru dan tidak bertanggung jawab. Tapi walau bagaimanapun latihan mengelola amarah tetap merupakan bagian penting yang perlu dilatihkan pada pelaku KDRT.TUJUAN: Klien memiliki keterampilan mengelola amarah dengan cara sederhada dan efektif. Klien menyadari bahwa ledakan kemarahan membawa konsekuensi luas. Terbentuk suatu pola sehat dalam proses kognitif klien dalam merespon situasi yang biasanya mencetuskan ledakan kemarahan.METODE Ilustrasi Kasus Penjelasan teknik mengelola amarah Bermain peran Diskusi PR

TEKNIK RELAKSASIPENGERTIAN: Melatih relaksasi berarti melatih mengontrol diri. Melatih relaksasi berarti menerima diri apa adanya. Melatih relaksasi membantu berpikir jenih. Relaksasi dapat mengendalikan berbagai bentuk manivestasi dari stres. Pada akhirnya relaksasi bermanfaat untuk mengontrol dorongan perilaku berkekerasanTUJUAN: Klien mampu melakukan tehnik nafas lambat sebagai salah satu alat pereda keteganganKlien mampu melalukan relaksasi progresif singkat untuk menumbuhkan perasaan tenang dan terkendali

METODE: Penjelasan tentang tehnik relaksasi Demonstrasi tehnik bernafas lambatTutup mata anda dan carilah posisi yang paling nyaman. Sepanjang proses relaksasi anda boleh saja menggerakkan tubuh sepanjang hal tersebut membuat anda merasa nyaman. Bantu tubuh anda untuk memulai relaksasi dengan bernafas lambat dan dalam. Ambil nafas perlahan melalui hidung sepanjang tiga hitungan, kemudian hembuskan pelan pelan lewat mulut sepanjang lima hitungan. Sambil menghembuskan nafas bayangkan bahwa anda melepas beban di pikiran anda lewat mulut. Ulangi lagi prosedur di atas beberapa kali sampai anda mendapatkan irama nafas yang paling nyaman. Lakukan latihan nafas lambat ini selama sepuluh menit setiap sebelum tidur dan bangun tidur. Demonstrsi tehnik relaksasi progresif singkat Simulasi & Praktek Diskusi

Tolong Menolong dalam IslamAllah SWT memerintahkan hamba-hambaNya yang beriman supaya saling tolong-menolong dan bekerjasama, dengan syarat atas dasar kebenaran dan ketakwaan, dan melarang mereka untuk tolong-menolong dan bekerja sama dalam perkara yang haram dan penzaliman.Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat (bermaksud):

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (Al-Maidah: 2)

Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman supaya bertolong-tolongan dan bekerjasama dalam melakukan perbuatan baik, yaitu perkara kebajikan (al-birr), dan menengah mereka daripada tolong-menolong dalam perkara kebatilan, dan melarang mereka bantu-membantu dan bekerjama dalam perkara haram dan dosa.

Ibnu Jarir berkata: Dosa ialah meninggalkan apa yang Allah suruh anda lakukannya, dan pencerobohan atau perlanggaran ialah melampaui batas yang ditetapkan Allah dalam agama dan melampaui batas dari apa yang Allah telah perintahkan kepada anda dalam diri anda dan orang lain. Dalam hal ini Rasulullah saw pernah bersabda (bermaksud):

"Tolonglah saudaramu yang menzalimi dan yang dizalimi, Lalu seorang sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, kami memahami tentang menolong orang yang dizalimi, bagaimana menolongnya kalau dia seorang yang zalim?Nabi berkata (bermaksud): "Kamu menghalang dan mencegahnya dari berbuat kezaliman. Itulah cara menolongnya". (HR. Bukhari)Sabda nabi saw (bermaksud):"Tunjukkanlah ia kepada kebaikan seperti orang yang melakukannya".(HR. Tirmidzi)

Sabda nabi saw lagi (bermaksud):"Orang mukminyang bergaul dengan orang dan bersabar di atas penyiksaan mereka memperolehi pahala yang lebih besar daripada orang yang tidak bergaul dengan orang dan tidak sabar dengan penyiksaan mereka". (HR.Tirmidzi).

Seseorang muslim adalah saudara kepada muslim yang lain. Dia tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh membiarkannya dizalimi oleh orang lain. Barangsiapa yang memenuhi keperluan saudaranya maka Allah akan memenuhi keperluannya. Barangsiapa yang melepakan sesuatu kesulitan saudaranya, maka allah akan melepaskan salah satu kesulitan di hari kiamat dan barangsiapa yang menyembunyikan keaiban seorang muslim lain, maka allah akan menyembunyikan keaibannya di hari kiamat". (Muttafaq Alaih)"Orang yang berjalan kerana memenuhi keperluan saudaranya sama ada pertolongannya itu dapat menyelesaikan keperluan saudaranya atau tidak, maka baginya pahala seumpama pahala i'tikaaf selama sebulan(dalam riwayat yang terkenal dua bulan)di masjid ini".

KESIMPULANKekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat dikatakan sebagai kekerasan terhadap hak azazi manusia yang plaing sering terjadi pada wanita. Banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya KDRT, baik internal ataupun eksternal keluarga yang menimbulkan banyak efek negatif terhadap kondisi fisik, psikis, ataupun sosial seseorang. Dengan adanya lembaga lembaga bantuan hukum, korban KDRT bisa mendapatkan bantuan serta perlindungan hukum sehingga dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan produktif untuk kedepannya. Bantuan yang diberikan dapat berupa konseling ataupun dengan tenaga pendamping yang secara tidak langsung selain membantu proses hukum atau mediasi, juga dapat memperbaiki kondisi psikologis korban KDRT.Proses pemulihan korban sangat penting pada kasus KDRT, dimana pemerintah juga sudah mengaturnya pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 04 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Yang meliputi pendampingan dan tindakan pelayanan pada korban KDRT.

SARAN Diadakannya pendidikan atau seminar tentang pernikahan sehingga apabila seseorang menikah, dia sudah bisa memegang tanggung jawab baik sebagai seorang istri ataupun sebagai kepala keluarga. Memberikan edukasi tentang pentingnya menghormati dan memahami kedudukan dan hak hak perempuan di dalam rumah tangga. Istri ataupun setiap korban KDRT harus lebih berwawasan dan terbuka terhadap hukum ataupun kepada pihak pihak yang terkait apabila mengalami KDRT. Peranan Media massa. Media cetak, televisi, bioskop, radio dan internet adalah macrosystem yang sangat berpengaruh untuk dapat mencegah dan mengurangi kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT). Peran media massa sangat berpengaruh besar dalam mencegah KDRT bagaimana media massa dapat memberikan suatu berita yang bisa merubah suatu pola budaya KDRT adalah suatu tindakan yang dapat melanggar hukum dan dapat dikenakan hukuman penjara sekecil apapun bentuk dari penganiayaan. Membangun kesadaran bahwa persoalan KDRT adalah persoalan sosial bukan individual dan merupakan pelanggaran hukum yang terkait dengan HAM.

UCAPAN TERIMA KASIHAlhamdulillahhirabbilalamin, dengan mengucap syukur kehadirat allah swt yang telah melimpahkan segala berkah dan rahmatnya kepada saya, sehingga case report yang berjudul Peran Pendamping Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga dapat selesai tepat waktu. Dengan selesainya Case Report ini, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas segala bantuan, petunjuk, serta bimbingannya , terutama kepada Ibu dr.Zakiyah selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu sehingga Case Report ini dapat terselesaikan dengan baik.Ucapan terima kasih ini saya sampaikan khususnya kepada :1. Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Untuk Keadilan (LBH APIK), yang telah memberikan kesempatan untuk berkunjung, mengumpulkan data, serta berbagi ilmu dan cerita dalam pembuatan Case Report ini.2. dr. Hj. Susilowati, M.kes dan DR. Drh.Hj Titiek Djannatun Koordinator Pelaksana dan Koordinator Penyusun Blok Elektif.3. dr. Ferryal Basbeth, Sp.F sebagai dosen pengampu Domestic Violence.4. Kepada seluruh anggota kelompok V, atas waktu dan kerjasamanya.

Saya sadar bahwa dalam Case Report ini masih terdapat banyak kekurangan, Oleh karena itu, kritik dan saran membangun dari segala pihak sangat diharapkan demi perbaikan selanjutnya yang lebih baik.

Wassalam.

Lampiran 1*PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 4 TAHUN 2006TENTANGPENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMAPEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan dan Kerja sama Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga;Mengingat :1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419).

MEMUTUSKAN

Menetapkan :PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA.BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :1. Pemulihan korban adalah segala upaya untuk penguatan korban kekerasan dalam rumah tangga agar lebih berdaya, baik secara fisik maupun psikis.2. Penyelenggaraan pemulihan adalah segala tindakan yang meliputi pelayanan dan pendampingan kepada korban kekerasan dalam rumah tangga.3. Pendampingan adalah segala tindakan berupa konseling, terapi psikologis, advokasi, dan bimbingan rohani, guna penguatan diri korban kekerasan dalam rumah tangga untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.4. Kerjasama adalah cara yang sistematis dan terpadu antar penyelenggara pemulihan dalam memberikan pelayanan untuk memulihkan korban kekerasan dalam rumah tangga.5. Petugas penyelenggara pemulihan adalah tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani.6. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemberdayaan perempuan.

BAB IIPENYELENGGARAAN PEMULIHAN

Pasal 21. Penyelenggaraan pemulihan terhadap korban dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan pemerintah daerah serta lembaga sosial sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing, termasuk menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk pemulihan korban.2. Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :a. Ruang pelayanan khusus di jajaran kepolisian;b. Tenaga yang ahli dan profesional;c. Pusat pelayanan dan rumah aman; dand. Sarana dan prasarana lain yang diperlukan untuk pemulihan korban.3. Menteri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 31. Menteri menetapkan pedoman pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga yang sensitif gender.2. Pedoman pemulihan korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Pasal 4Penyelenggaraan kegiatan pemulihan korban meliputi :a. pelayanan kesehatan;b. pendampingan korban;c. konseling;d. bimbingan rohani; dane. resosialisasi.Pasal 51. Pelayanan kesehatan dilakukan oleh tenaga kesehatan di sarana kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, termasuk swasta dengan cara memberikan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan korban.2. Pendampingan korban dilakukan oleh tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani dengan cara memberikan konseling,terapi, bimbingan rohani dan advokasi guna penguatan dan pemulihan diri korban.3. Pemberian konseling dilakukan oleh pekerja sosial, relawan pendamping, dengan mendengarkan secara empati dan menggali permasalahan untuk penguatan psikologis korban.4. Bimbingan rohani dilakukan oleh pembimbing rohani dengan cara memberikan penjelasan mengenai hak dan kewajibannya, serta penguatan iman dan takwa sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.5. Resosialisasi korban dilaksanakan oleh instansi sosial dan lembaga sosial agar korban dapat kembali melaksanakan fungsi sosialnya dalam masyarakat.

Pasal 6Untuk kepentingan pemulihan, korban berhak mendapatkan pelayanan dari tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani.

Pasal 71. Tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan korban sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional, dan kebutuhan medis korban.2. Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di sarana kesehatan dasar dan sarana kesehatan rujukan milik pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat termasuk swasta.3. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.

Pasal 81. Dalam memberikan pelayanan kepada korban, tenaga kesehatan melakukan upaya :a. anamnesis kepada korban;b. pemeriksaan kepada korban;c. pengobatan penyakit;d. pemulihan kesehatan, baik fisik maupun psikis;e. konseling; dan/atauf. merujuk ke sarana kesehatan yang lebih memadai bila diperlukan.2. Selain upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kasus tertentu, tenaga kesehatan dapat melakukan :a. pelayanan keluarga berencana darurat untuk korban perkosaan; danb. pelayanan kesehatan reproduksi lainnya sesuai dengan kebutuhan medis.3. Dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), tenaga kesehatan harus membuat rekam medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.4. Untuk setiap tindakan medis yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan harus ada persetujuan tindakan medis (informed consent) dari korban atau keluarganya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.5. Untuk keperluan penyidikan, tenaga kesehatan yang berwenang harus membuat visum et repertum dan/atau visum et repertum psichiatricum atau membuat surat keterangan medis.6. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.

Pasal 91. Pekerja sosial dalam memberikan pelayanan kepada korban, dapat dilakukan di rumah aman, pusat pelayanan atau tempat tinggal alternatif milik pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.2. Dalam hal diperlukan dan atas persetujuan korban, korban dapat ditempatkan oleh pekerja sosial di rumah aman, pusat pelayanan, atau tempat tinggal alternatif yang aman untuk melindungi korban dari ancaman.3. Pengadaan rumah aman, pusat pelayanan, atau tempat tinggal alternatif yang dilakukan masyarakat dapat difasilitasi oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan pelayanan pada rumah aman, atau tempat tinggal alternatif milik pemerintah, diatur dengan Peraturan Menteri Sosial.

Pasal 10Menteri Sosial dan Menteri Kesehatan, setelah memperhatikan saran dan pertimbangan menteri, dapat menyelenggarakan pusat pelayanan milik pemerintah.

Pasal 11Dalam memberikan pelayanan pemulihan kepada korban, pekerja sosial melakukan upaya :a. menggali permasalahan korban untuk membantu pemecahan masalahnya;b. memulihkan korban dari kondisi traumatis melalui terapi psikososial;c. melakukan rujukan ke rumah sakit atau rumah aman atau pusat pelayanan atau tempat alternatif lainnya sesuai dengan kebutuhan korban;d. mendampingi korban dalam upaya pemulihan melalui pendampingan dan konseling; dan/ataue. melakukan resosialisasi agar korban dapat kembali melaksanakan fungsi sosialnya di dalam masyarakat.

Pasal 12Dalam memberikan pelayanan pemulihan kepada korban, relawan pendamping melakukan upaya :a. membangun hubungan yang setara dengan korban agar bersedia membuka diri dalam mengemukakan persoalannya;b. berempati dan tidak menyalahkan korban mengenai atau yang terkait dengan permasalahannya;c. meyakinkan korban bahwa tidak seorang pun boleh melakukan tindakan kekerasan;d. menanyakan apa yang ingin dilakukan dan bantuan apa yang diperlukan;e. memberikan informasi dan menghubungkan dengan lembaga atau perorangan yang dapat membantu mengatasi persoalannya; dan/atauf. membantu memberikan informasi tentang layanan konsultasi hukum.Pasal 13Dalam memberikan pelayanan pemulihan kepada korban, pembimbing rohani melakukan upaya :a. menggali informasi dan mendengarkan keluh kesah dari korban;b. mempertebal keimanan dan ketakwaan korban serta mendorong untuk menjalankan ibadat menurut agama masing-masing korban dan kepercayaannya itu.c. menyarankan pemecahan masalah kekerasan dalam rumah tangga menurut agama masing-masing korban dan kepercayaannya itu.d. memberikan pemahaman mengenai kesetaraan laki-laki dan perempuan.

Pasal 14Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 dapat diberikan juga kepada pelaku dan anggota keluarganya.

BAB IIIKERJASAMA PEMULIHAN

Pasal 151. Menteri dapat melakukan koordinasi mengenai pelaksanaan kerjasama dalam rangka pemulihan korban.2. Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri dapat membentuk forum koordinasi pusat yang keanggotaannya berasal dari instansi terkait dan masyarakat yang peduli terhadap penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan koordinasi, syarat dan tata cara pembentukan forum koordinasi diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 161. Untuk melaksanakan kerjasama dalam rangka pemulihan korban, pemerintah daerah dapat melakukan koordinasi antar instansi terkait dengan masyarakat yang peduli terhadap penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.2. Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu badan yang khusus membidangi pemberdayaan perempuan dan anak.3. Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk oleh Gubernur.

Pasal 171. Tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan pembimbing rohani dapat melakukan kerjasama dalam melaksanakan pemulihan korban.2. Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan sebagai berikut :a. melakukan rujukan dalam pelaksanaan upaya pemulihan korban; danb. penyiapan fasilitas rumah aman atau tempat alternatif bagi korban.

Pasal 18Dalam hal tertentu, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani dapat menjalin kerjasama dengan :a. kepolisian, untuk melaporkan dan memproses pelaku tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga;b. advokat, untuk membantu korban dalam proses peradilan;c. penegak hukum lainnya, untuk membantu korban dalam proses di sidang pengadilan;d. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan;e. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI);f. pihak tertentu yang diinginkan demi kepentingan korban.

Pasal 19Untuk penyelenggaraan pemulihan, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan tugas dan fungsi masing masing dapat melakukan kerjasama dengan masyarakat atau lembaga sosial, baik nasional maupun internasional yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20Pemerintah dan pemerintah daerah :a. menjamin terlaksananya kemudahan pelayanan kepada korban;b. mengupayakan efektivitas dan efisiensi bagi proses pemulihan korban; danc. mengupayakan terciptanya kerjasama dan koordinasi dalam upaya pemulihan korban.

Pasal 21Menteri melakukan pemantauan, evaluasi, dan peningkatan kinerja pelaksanaan kerjasama pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga secara transparan dan bertanggung jawab.

BAB IVPEMBIAYAAN

Pasal 22Segala biaya untuk pelaksanaan pemulihan yang dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga dibebankan pada:a. Anggaran Pendapatan Belanja Negara;b. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah; danc. sumber pendapatan lain yang sah yang perolehannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.BAB VKETENTUAN PENUTUP

Pasal 23Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 13 Pebruari 2006

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttdDR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakartapada tanggal 13 Pebruari 2006MENTERI HUKUM DAN HAK AZASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttdHAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 15DAFTAR PUSTAKA

Anonym 2004. Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), Jakarta : Departemen Hukum dan HAM.Anonym. Tolong Menolong dalam Islam. viewed 17November 2013. from http://www.ikhwanonline.com/new/Article.aspx?SecID=363&ArtID=84836Baquandi., Karian Wisnu ., Fakul Hidayah., Asmaul Khusnah., et al 2009. Konseling Psikologi Program Studi Psikologi. Malang : Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang.Corey, G 2005. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy (7th ed.)Belmont. Brooks/Cole: Thompson Learning, Inc.Edwards 2008. Violence against Women as Sex Discrimination: Evaluating the Policy and Practice of the UN Human Rights Treaty Bodies.Komnas Perempuan 2011 . Akses Keadilan Bagi Perempuan Korban Kekerasan , viewed 15 November 2013, from http://komnas perempuan.comMerry SE 2006. Human Rights and Gender Violence: Translating International Law into Local Justice. Chicago: University of Chicago Press.Moeljanto 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.p. 36 . Jakarta : Bumi Aksara.Mrta, Aroma Elmina 2003. Perempuan, Kekerasan dan Hukum . p 21 . Yogyakarta : UII Press.Pangemaran, Diana Ribka 1998. Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Keluarga. pp.13-14. Jakarta: Universitas Indonesia.Prasetyo Eko., Suparman Marzuki 1997. Perempuan dalam wacana Perkosaan dan kekerasan dalam perspektif analisa Gender PKBI. p.7. Yogyakarta.Ratna Batara Munti (ed.) 2000. Advokasi Legislatif Untuk Perempuan : dalam Sosialisasi Masalah dan Draft Rancangan Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga. p.15. Jakarta : LBH APIK.Santoso, Thomas 2002. Teori-teori kekerasan. p.11. Jakarta : Ghalia Indonesia.Tim Kalyanamitra 1999. Menghadapi Kekerasan Dalam Rumah Tangga. p.4. Jakarta : Kalyanamitra, Pusat Komunikasi dan Informasi Perempuan.Weiner, I. B & Hess, A. K. 2006. Handbook of Forensic Psychology. New York: A Wile-Interscience Publication.Wrightsman 2001. Forensik Psychology. US: Wadsworth-Thomson Learning.Zastrow, Charles and Bowker, Lee 1984. Social Problems: Issues and Solutions, Chicago: Nelson Hall.

1