case report hipertensi pandanaran

103
LAPORAN KASUS HIPERTENSI PUSKESMAS PANDANARAN PERIODE 13 AGUSTUS – 25 AGUSTUS 2012 Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang .. Disusun oleh: Kallida Nariswari (01.207.5506) Diana Hayati (01.208.5631) Emy Novita Sari (01.208.5645) Nailil Khilmah (01.208.5728) Radya Agri Pratyaksa (01.208.5751) FAKULTAS KEDOKTERAN 1

Upload: amro7190

Post on 09-Feb-2016

136 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Report Hipertensi Pandanaran

LAPORAN KASUS HIPERTENSIPUSKESMAS PANDANARAN

PERIODE 13 AGUSTUS – 25 AGUSTUS 2012

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang

..

Disusun oleh:

Kallida Nariswari (01.207.5506)

Diana Hayati (01.208.5631)

Emy Novita Sari (01.208.5645)

Nailil Khilmah (01.208.5728)

Radya Agri Pratyaksa (01.208.5751)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2012

1

Page 2: Case Report Hipertensi Pandanaran

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

Puskesmas Pandanaran 13 Agustus – 25 Agustus 2012

Telah Disahkan

Semarang, Agustus 2012

Mengetahui

Kepala Puskesmas Pandanaran Kepala Departemen IKM

dr. Antonia Sadniningtyas Prof. dr. Budioro Broto Saputro, MPH

2

Page 3: Case Report Hipertensi Pandanaran

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, yang telah

memberikan rahmat karunia dan hidayah, sehingga kami dapat menyelesaikan

laporan kasus yang berjudul “Hipertensi ” di Puskesmas Pandanaran.

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik

Ilmu Kesehatan Masyarakat. Laporan ini memuat data tentang kasus Hipertensi di

Puskesmas Pandanaran, Kota Semarang.

Laporan ini dapat terselesaikan berkat kerjasama tim dan bantuan dari

berbagai pihak. Untuk ini kami mengucapkan terima kasih sebesar - besarnya

kepada yang terhormat :

1. Prof. dr. Budioro Broto Saputro, MPH, kepala departemen IKM FK

Unissula Semarang

2. dr. Ophi Indria Desanti, Koordinator Pendidikan IKM FK Unissula

Semarang

3. dr. Antonia Sadniningtyas, M.Kes, Kepala Puskesmas Pandanaran

Semarang

4. dr. Djoko Sulistiono selaku pebimbing di Puskesmas Pandanaran Kota

Semarang.

5. Seluruh Staf Puskesmas Pandanaran Semarang

6. Semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan laporan kasus

ini.

Kami menyadari bahwa hasil penulisan Laporan kasus ini masih jauh dari

kata sempurna karena keterbatasan waktu dan kemampuan. Oleh karena itu kritik

dan saran yang membangun guna kesempurnaan dan perbaikan laporan kasus ini

agar lebih baik.

Akhir kata kami berharap semoga laporan kasus Hipertensi di Puskesmas

Pandanaran Kota Semarang ini bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang, Agustus 2012

Penyusun

3

Page 4: Case Report Hipertensi Pandanaran

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas (UPTD) kesehatan

kabupaten / kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan

pembangunankesehatan disuatu wilayah. Puskesmas sebagai pusat pelayanan

kesehatan strata pertama menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan

tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu , dan berkesinambungan, yang

meliputi pelayanan kesehatan perorang (private goods) dan pelayanan

kesehatan masyarakat (public goods). Puskesmas melakukan kegiatan-

kegiatan termasuk upaya kesehatan masyarakat sebagai bentuk usaha

pembangunan kesehatan.Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi

dua yaitu upaya kesehatan wajib (meliputi promosi kesehatan, kesehatan

lingkungan, kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, perbaikan gizi

masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, pengobatan)

dan upaya kesehatan pengembangan yaitu : Usaha Kesehatan Sekolah (UKS),

Kesehatan Gigi dan Mulut, Laboratorium Sederhana, Kesehatan Usia Lanjut,

dan lain-lain. Menurut data dari puskesmas pandanaran semarang pada tahun

2011 sejumlah 3612 merupakan penderita hipertensi dengan rentang usia dari

45 tahun - 65 tahun. Data jumlah penderita hipertensi dari bulan januari -

mei tahun 2012 sebesar 237 penderita.

Data WHO tahun 2000 menunjukkan bahwa sekitar 972 juta (26,4%)

penduduk dunia menderita hipertensi dan angka tersebut kemungkinan

4

Page 5: Case Report Hipertensi Pandanaran

meningkat menjadi 29,2% pada tahun 2025. Dari 972 juta penderita

hipertensi, 333 juta berada di negara maju sedangkan 639 juta sisanya berada

di negara berkembang. Di Indonesia, pada tahun 2007, prevalensi hipertensi di

daerah urban dan rural berkisar antara 17-21%, tetapi data secara nasional

belum lengkap. Sebagian besar penderita hipertensi di Indonesia tidak

terdeteksi, sementara mereka yang terdeteksi umumnya tidak menyadari

kondisi penyakitnya. Padahal hipertensi merupakan penyebab utama penyakit

jantung, otak, syaraf, kerusakan hati, dan ginjal sehingga membutuhkan biaya

yang tidak sedikit (Yogiantoro, 2006; Misbach, 2007). Menurut hasil riset

kesehatan dasar (Riskesdas, 2007) yang dilakukan di Indonesia menunjukkan

bahwa penyebab kematian tertinggi adalah PTM, yaitu penyakit

kardiovaskuler (31,9%) termasuk hipertensi (6,8%) dan stroke (15,4%).

Menurut data sosio demografi yang diperoleh dari profik kesehatan

Indonesia menunjukkan prevalensi hipertensi di pulau Jawa sebesar 41,9%

dari jumlah keseluruhan penduduk di pulau Jawa. Dengan kisaran masing-

masing provinsi 36,6 %-47,7 %. Prevalensi hipertensi di kota Semarang tahun

2009, terjadi sebanyak 2063 kasus (12,85%).Penyakit hipertensi menempati

urutan kedua pada grafik sepuluh besar penyakit di Puskesmas Pandanaran

pada tahun 2010. Pada bulan Januari 2011 jumlah kasus hipertensi di

Puskesmas Pandanaran sebanyak 327 kasus, bulan Februari sebanyak 355

kasus, bukan Maret sebanyak 304 kasus, bulan April sebanyak 346 kasus,

bulan Mei sebanyak 195 kasus, bulan Juni sebanyak 270 kasus, bulan Juli

sebanyak 291 kasus dan bulan Agustus sebanyak 249 kasus. Oleh karena itu,

5

Page 6: Case Report Hipertensi Pandanaran

upaya penanganan hipertensi primer lebih mendapatkan prioritas (Lubis,

2001).

Dari uraian di atas, penulis bermaksud ingin mengetahui faktor –

faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit hipertensi berdasarkan

pendekatan H.L. Blum.

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum :

Mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

penemuan penyakit Hipertensi dari aspek lingkungan, perilaku,

pelayanan kesehatan dan kependudukan

1.2.2. Tujuan khusus                  

- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor perilaku yang

mempengaruhi terjadinya penyakit hipertensi.

- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor lingkungan yang

mempengaruhi terjadinya penyakit hipertensi.

- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor pelayanan kesehatan

yang mempengaruhi terjadinya penyakit hipertensi.

- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor genetik yang

mempengaruhi terjadinya penyakit hipertensi.

- Untuk melakukan proses tindak lanjut pada pasien hipertensi.

6

Page 7: Case Report Hipertensi Pandanaran

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir

konstan pada arteri. Hipertensi juga disebut dengan tekanan darah tinggi,

dimana tekanan tersebut dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa

darah sehingga hipertensi ini berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik

dan tekanan diastolik. Standar hipertensi adalah sistolik ≥ 140 mmHg dan

diastolik ≥ 90 ( Gunawan, 2001)

2.2 Klasifikasi Hipertensi

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure

(JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi

kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (tabel 1)

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)

NormalPrahipertensi

Hipertensi derajat 1Hipertensi derajat 2

< 120120-139140-159

≥ 160

< 8080-8990-99≥ 100

TDS = tekanan darah sistol, TDD = tekanan darah diastol (Lubis, 2001).

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yakni :

a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer : yang tidak diketahui

penyebabnya (Selekta, 1999)

Klasifikasi

7

Page 8: Case Report Hipertensi Pandanaran

- Hipertensi Benigna : hipertensi esensial yang bersifat progresif

lambat (Sylvia, 2005).

- Hipertensi Maligna : keadaan klinis dalam penyakit hipertensi yang

bertambah berat dengan cepat sehingga dapat menyebabkan

kerusakan berat pada berbagai organ (Sylvia, 2005).

b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal (Selekta, 1999).

2.3 Patogenesis Hipertensi

Didalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan

tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang

berfungsi mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang.

Berdasarkan kecepatan reaksinya, dibedakan dalam sistem yang bereaksi

segera, yang bereaksi kurang cepat, dan yang bereaksi dalam jangka panjang

(Lubis, 2001).

Perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga interstisial

yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopressin termasuk sistem

kontrol yang bereaksi kurang cepat. Kestabilan tekanan darah dalam jangka

waktu panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan

tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal. Jadi terlihat bahwa

system pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai

oleh system yang bereaksi kurang cepat dan dilanjutkan oleh system yang

poten dan berlangsung dalam jangka waktu panjang (Lubis, 2001).

Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan

tahanan perifer normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas

8

Page 9: Case Report Hipertensi Pandanaran

simpatik. Pada tahap selanjutnya curah jantung kembali normal sedangkan

tahanan perifer meningkat yang disebabkan oleh reflex autoregulasi. Yang

dimaksud efek autoregulasi adalah mekanisme tubuh untuk

mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh karena curah

jantung yang meningkat terjadi konstriksi sfingter prekapiler yang

mengakibatkan penurunan curah jantung dan peninggian tahanan perifer

(Lubis, 2001).

Pada stadium awal sebagian besar pasien hipertensi menunjukkan

curah jantung yang meningkat dan kemudian diikuti dengan kenaikan

tahanan perifer yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap.

Peningkatan tahanan perifer terjadi secara bertahap dalam waktu yang lama

sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam waktu yang singkat. Oleh

karena itu, diduga terdapat faktor lain yang berpengaruh selain faktor

hemodinamik yang berperan pada hipertensi primer. Secara pasti belum

diketahui faktor hormonal atau perubahan faktor anatomi yang terjadi pada

pembuluh darah yang berpengaruh pada proses tersebut. Kelainan

hemodinamik tersebut diikuti pula kelainan structural pada pembuluh darah

dan jantung. Pada pembuluh darah terjadi hipertropi dinding sedangkan

pada jantung terjadi penebalan dinding ventrikel (Lubis, 2001).

Garam merupakan faktor yang sangat berpengaruh penting dalam

patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak ditemukan pada suku bangsa

dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap

hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan

9

Page 10: Case Report Hipertensi Pandanaran

garam antara 5-15 gram tiap hari prevalensi hipertensi meningkat menjadi

15-20 % (Lubis, 2001).

Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui

peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Peningkatan

asupan garam ini akan diikuti oleh peninggian ekskresi garam sehingga

tercapai kembali keadaan hemodinamik yang normal. Pada pasien hipertensi

primer, mekanisme peningkatan ekskresi garam tersebut terganggu, selain

adanya faktor lain yang berpengaruh. Makanan yang mengandung lemak

dan kolesterol dapat menimbulkan penumpukan plak dari timbunan

kolesterol LDL lubang pembuluh darah akan menyempit sehingga

kecepatan aliran darah semaki tinggi (Lubis, 2001).

Pada tahun 1966, Welborn dan kawan-kawan menunjukkan

peninggian kadar glukosa darah dan insulin pada pasien hipertensi yang

menjalani tes pembebanan. Studi pasien framingharm juga melaporkan

adanya korelasi antara gangguan toleransi glukosa dan hipertensi (Lubis,

2001).

Intoleransi glukosa terjadi bersamaan dengan peningkatan kadar

insulin dalam plasma yang disebut hiperinsulinisme. Keadaan ini

menunjukkan adanya gangguan adanya gangguan pengambilan glukosa oleh

jaringan. Terdapat beberapa kemungkinan mekanisme yang bekerja dalam

pengaturan tekanan darah pada keadaan hiperinsulinisme. Diantaranya

adalah pengaktifan saraf simpatis, peningkatan reabsorpsi natrium oleh

tubulus proksimal ginjal dan gangguan transport membrane sel yaitu terjadi

10

Page 11: Case Report Hipertensi Pandanaran

penurunan pengeluaran natrium dari dalam sel yang disebabkan oleh

kelainan pada sistem Na+K+ATPase dan Na+H+excharger. Gangguan

pengeluaran ion Na+ dan Ca+ dari dalam sel menyebabkan peninggian kadar

ion tersebut didalam sel, yang akan mengakibatkan peninggian sensitivitas

sel otot polos pembuluh darah terhadap zat vasokonstriktor seperti

norepineprin dan angiotensin sehingga terjadi peninggian kontraktilitas.

Sementara itu kadar ion H+ intrasel juga akan merendah dan keadaan

alkalosis intraselular ini akan meningkatkan sintesis protein, proliferasi sel

dan hipertropi pembuluh darah (Lubis, 2001).

Selain faktor yang telah disebutkan diatas faktor lingkungan seperti

stress psikososial, obesitas dan kurang olah raga juga berpengaruh terhadap

timbulnya hipertensi primer. Hubungan antara stress dengan hipertensi

diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah

secara intermiten. Apabila stress berlangsung lama dapat mengakibatkan

peninggian tekanan darah yang menetap (Lubis, 2001).

Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi

karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang

akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran

obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan

kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah

akan memudahkan timbulnya hipertensi (Lubis, 2001).

Rokok dan alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi meskipun

mekanisme yang pasti pada menusia belum diketahui. Hubungan antara

11

Page 12: Case Report Hipertensi Pandanaran

rokok dengan peningkatan resiko kardiovaskular telah banyak dibuktikan.

Dari seluruh faktor tersebut diatas, faktor mana yang lebih berperan pada

timbulnya hipertensi tidak dapat diketehui dengan pasti. Sampai sekarang

masih tetap dianut pendapat bahwa hipertensi disebabkan oleh banyak

faktor (Lubis, 2001).

2.4 Komplikasi Hipertensi

Penyakit Jantung Hipertensi

Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi terhadap

pemompaandarah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah.

Sebagai akibatnya terjadi hipertrofiventrikel kiri untuk meningkatkan

kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dindingyang bertambah,

fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung. Akan

tetapikemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan

hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah

jantung. Jantung semakin terancam seiringparahnya aterosklerosis koroner.

Angina pectoris juga dapat terjadi karena gabungan penyakitarterial koroner

yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang bertambah

akibatpenambahan massa miokard.

Penyakit Arteri Koronaria

Hipertensi umumnya diakui sebagai faktor resiko utama penyakit arteri

koronaria, bersamadengan diabetes mellitus. Plaque terbentuk pada

percabangan arteri yang ke arah aterikoronaria kiri, arteri koronaria kanan

dan agak jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah kedistal dapat

12

Page 13: Case Report Hipertensi Pandanaran

mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang di sebabkan

olehakumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang

di sekitar obstruksiarteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi

ke miokardium.Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply

oksigen yang adekuat ke sel yangberakibat terjadinya penyakit arteri

koronaria.

Aorta disekans

Pembuluh darah terdiri dari beberapa lapisan, tetapi ada yang terpisah

sehingga ada ruanganyang memungkinkan darah masuk. Pelebaran

pembuluh darah bisa timbul karena dindingpembuluh darah aorta terpisah

atau disebut aorta disekans. Ini dapat menimbulkan penyakitAneurisma,

dimana gejalanya adalah sakit kepala yang hebat, sakit di perut sampai ke

pinggangbelakang dan di ginjal. Mekanismenya terjadi pelebaran pembuluh

darah aorta (pembuluh nadibesar yang membawa darah ke seluruh tubuh).

Aneurisma pada perut dan dada penyebabutamanya pengerasan dinding

pembuluh darah karena proses penuaan (aterosklerosis) dantekanan darah

tinggi memicu timbulnya aneurisma.

Gagal GinjalGagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang

progresif dan irreversible dariberbagai penyebab, salah satunya pada bagian

yang menuju ke kardiovaskular.  

Mekanisme terjadinya hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik oleh karena

penimbunan garam danair, atau sistem renin angiotensin aldosteron (RAA)

13

Page 14: Case Report Hipertensi Pandanaran

Hipertensi dipercepat dan maligna

Pasien hipertensi dipercepat mempunyai tekanan arteri diastolic yang

meningkat disertaidengan retinopati eksudatif. Pada hipertensi maligna,

progresif lebih lanjut; fundus optikusmenunjukkan papiledema. Hipertensi

maligna disertai penyakit parenkim ginjal yang parah(misal

glomerulonefritis kronik), maka proteinuria tidak berkurang.

Ensefalopati hipertensi

Ensafelopati hipertensi merupakan suatu keadaan peningkatan parah tekanan

arteri disertaidengan mual, muntah dan nyeri kepala yang berlanjut ke koma

dan disertai tanda klinik defisitneurologi. Jika kasus ini tidak diterapi secara

dini, syndrome ini akan berlanjut menjadi stroke, ensefalopati menahun, atau

hipertensi maligna. Kemudian sifat reversibilitas jauh lebih lambatdan jauh

lebih meragukan

2.5 Faktor Risiko

Faktor resiko penyakit kardiovaskular pada pasien hipertensi antara lain

adalah (Yogiantoro, 2006) :

a. Perilaku

- Merokok dan alcohol

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok

dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.

Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada

jumlah rokok yang dihisap perhari. Otak bereaksi terhadap nikotin

dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas

epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan

14

Page 15: Case Report Hipertensi Pandanaran

pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat

karena tekanan yang lebih tinggi. Menurut Ali Khomsan konsumsi

alkohol harus diwaspadai karena survei menunjukkan bahwa 10 %

kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol. Mekanisme

peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas.

Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume

sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam

menaikkan tekanan darah.

- Kurangnya aktivitas fisik (kurang olahraga)

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi,

karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan

perifer yang akan menurunkan tekanan darah

- Pola makan tidak sehat (makan makanan yang mengandung kadar

garam tinggi, kadar lemak tinggi)

b. Stress : Hal ini diduga melalui saraf simpatis yang dapat

meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stress

berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah

yang menetap.

c. Genetik

Menurut Nurkhalida (2003) yang dikutip dari Sugiharto (2007),

orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai hipertensi

lebih sering menderita hipertensi. Faktor Keturunan dekat yang

menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko

15

Page 16: Case Report Hipertensi Pandanaran

terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang

memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko

hipertensi 2-5 kali lipat. Dari data statistik terbukti bahwa seseorang

akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan

hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi. Menurut Sheps

(2006) yang dikutip dari Sugiharto (2007), hipertensi cenderung

merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita

mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25%

kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita

mempunyai hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit

tersebut 60%.

d. Lingkungan

- Tinggal di daerah pesisir pantai dimana terdapat kandungan garam

yang tinggi didalam air

e. Pelayanan kesehatan

Lokasi serta akses pelayanan kesehatan susah dijangkau.

f.Obesitas

Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan

aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang

rendah. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena

beberapa sebab. 

16

Page 17: Case Report Hipertensi Pandanaran

2.6 Tanda dan Gejala Klinis

a. Tanda

Peninggian tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda

pada hipertensi primer.

b. Gejala Klinis

Gejala yang timbul dapat berbeda-beda dan tergantung dari

tingginya tekanan darah. Kadang-kadang hipertensi primer berjalan

tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada

organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung (Lubis,

2001).

Gejala seperti sakit kepala, epistaksis, pusing dan migren dapat

ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi primer meskipun tidak

jarang yang tanpa gejala. Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat

berbagai keluhan yang dihubungkan dengan hipertensi yakni kepala

pusing, telinga berdenging, mimisan, sukar tidur, sesak nafas, rasa

berat ditengkuk, mudah lelah dan mata berkunang-kunang

merupakan gejala yang sering dijumpai (Lubis, 2001).

Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi seperti

gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gagal jantung, dan

gangguan fungsi ginjal tidak jarang dijumpai. Gagal jantung dan

gangguan penglihatan banyak dijumpai pada hipertensi berat atau

hipertensi maligna yang umumnya juga disertai oleh gangguan

17

Page 18: Case Report Hipertensi Pandanaran

fungsi ginjal bahkan sampai gagal ginjal. Gangguan serebral yang

disebabkan oleh hipertensi dapat berupa kejang atau gejala akibat

perdarahan pembuluh darah otak yang berupa kelumpuhan,

gangguan kesadaran bahkan sampai koma. Timbulnya gejala

tersebut merupakan tanda bahwa tekanan darah perlu segera

diturunkan (Lubis, 2001).

c. Diagnosis Hipertensi

Diagnosis hipertensi disusun berdasarkan hasil dari anamnesa,

pemeriksaan fisik yang difokuskan pada pemeriksaan tekanan darah dan

menentukan apakah sudah terjadi komplikasi pada organ target atau

belum yang akan membantu mengetahui apakah pasien mengalami

krisis hipertensi apa tidak yang akan mempengaruhi terapi serta

prognosis dan pemeriksaan penunjang yang akan membantu dalam

penegakan diagnosis hipertensi (Yogiantoro, 2006) :

Anamnesis

Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

Indikasi adanya hipertensi sekunder :

- Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)

- Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri,

pemakaian obat-obat analgesik dan obat/bahan lain

- Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi

- Episode lemah otot dan tetani

Faktor-faktor resiko :

18

Page 19: Case Report Hipertensi Pandanaran

- Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau

keluarga pasien

- Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya

- Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya

- Kebiasaan dan gaya hidup : kebiasaan merokok, pola makan

sehari-hari, berat badan berlebih (obesitas), intensitas olah

raga

- Psikososial : faktor-faktor pribadi, keluarga, dan lingkungan.

Gejala kerusakan organ

- Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,

transient ischemic attacks, defisit sensoris atau motoris

- Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, kaki bengkak

- Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri

- Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten

Riwayat penggunaan obat anti hipertensi dan obat-obat lainnya

Pemeriksaan fisik: selain memeriksa tekanan darah, juga untuk

mengevaluasi adanya penyakit penyerta, kerusakan organ target

serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder (Yogiantoro, 2006).

Cara pengukuran tekanan darah :

1. Pengukuran rutin di kamar periksa

Pengukuran rutin di kamar periksa dilakukan pada posisi

duduk dikursi setelah pasien istirahat selama 5 menit, kaki di

lantai dan lengan pada osisi setinggi jantung. Pengukuran

19

Page 20: Case Report Hipertensi Pandanaran

dilakukan 2 kali, dengan sela antara 1 sampai 5 menit.

Pengukuran denyut jantung dengan menghitung nadi

dilakukan saat duduk segera sesudah pengukuran tekanan

darah. Untuk orang usia lanjut, diabetes dan kondisi lain di

mana diperkirakan ada hipotensi ortostatik, perlu dilakukan

juga pengukuran tekanan darah pada posisi berdiri.

2. Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Preassure

Monitoring). Indikasi penggunaan APBM antara lain :

a. Hipertensi yang bersifat episodic

b. Hipertensi office atau white coat

c. Adanya disfungsi saraf otonom

d. Hipertensi sekunder

e. Sebagai pedoman dalam pemilihan obat antihipertensi

f. Tekanan darah yang resisten terhadap pengobabatan anti

hipertensi

g. Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan

anti hipertensi (Yogiantoro,2006).

Pemeriksaan Penunjang

1. Test darah rutin

2. Glukosa darah

3. Kolesterol total serum

4. Kolesterol LDL dan HDL serum

5. Trigiserida serum

20

Page 21: Case Report Hipertensi Pandanaran

6. Asam urat serum

7. Kreatinin serum

8. Kalium serum

9. Hemoglobin dan hematokrit

10. Elektrokardiogram (Yogiantoro,2006).

11. Melakukan evaluasi pada pasien hipertensi juga diperlukan

untuk menentukan adanya penyakit penyerta sistemik, yaitu :

- Aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak)

- Diabetes (terutama pemeriksaan gula darah)

- Fungsi ginjal (dengan pemeriksaan proteinuria, kreatinin

serum, serta memperkirakan laju filtrasi glomerulus)

(Yogiantoro,2006).

12. Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan target organ

meliputi :

- Jantung

Pemeriksaan fisik

Foto polos dada (untuk melihat pembesaran jantung,

kondisi arteri intratoraks, dan sirkulasi pulmoner)

Elektrokardiografi (untuk deteksi iskemia, gangguan

konduksi, aritmia, serta hipertrofi ventrikel)

Ekokardiografi

- Pembuluh darah

Pemeriksaan fisik terutama perhitungan pulse preassure

21

Page 22: Case Report Hipertensi Pandanaran

USG karotis

Fungsi endotel

- Otak

Pemeriksaan neurologis

Diagnosis stroke ditegakkan dengan menggunakan

CT Scan atau MRI

- Mata

Funduskopi

- Ginjal

Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya

proteinuria / mikro – makroalbuminuria serta ratio

albumin kreatinin urin

Perkiraan laju filtrasi glomerulus

(Yogiantoro,2006)

d. Pengobatan Hipertensi

Tujuan

- Tujuan pengobatan hipertensi esensial : mencegah morbiditas dan

mortalitas yang disebabkan oleh gangguan dengan menggunakan

cara yang paling nyaman.

- Tujuan utamanya adalah untuk mencapai tekanan darah kurang

dari 140/90 mmHg dan mengendalikan setiap faktor resiko

kardiovaskular melalui perubahan gaya hidup. Apabila perubahan

gaya hidup tidak cukup untuk memadai untuk mendapatkan

22

Page 23: Case Report Hipertensi Pandanaran

tekanan darah yang diharapkan, maka harus dimulai terapi obat.

Pada awalnya sebaiknya diberikan satu jenis obat.

- Pengobatan utamanya dapat berupa diuretika, penyekat reseptor

beta-adrenergik, penyekat saluran kalsium, inhibitor ACE

(angiotensin-converting enzyme), atau penyekat reseptor alfa

adrenergic, bergantung pada berbagai pertimbangan pasien,

termasuk mengenai biaya, karakteristik demografi, penyakit yang

terjadi bersamaan dan kualitas hidup (Yogiantoro, 2006).

Jenis Pengobatan

- Non-Farmakologis

Terapi non farmakologis harus dilaksanankan oleh semua pasien

hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan

mengendalikan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor

resiko serta penyakit penyerta lainnya (Yogiantoro, 2006). Terapi

non farmakologis antara lain menghentikan rokok, menurunkan

berat badan berlebih, menurunkan konsumsi alkohol berlebih,

latihan fisik, menurunkan asupan garam, meningkatkan konsumsi

buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak (Yogiantoro,

2006).

- Farmakologis

Jenis-jenis obat hipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi

yang dianjurkan oleh JNC VII antara lain :

23

Page 24: Case Report Hipertensi Pandanaran

Diuretika, terutama jenis Thiazide atau Aldosterone

Antagonist

Beta Blocker (BB)

Calcium Channel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)

Angiotensin Converting Enzime Inhibitor (ACEI)

Angiotensin II Receptor Blocker atau AT, Receptor

antagonist/blocker (ARB) (Yogiantoro, 2006).

Tabel 2. Tata laksana hipertensi menurut JNC VII (Yogiantoro, 2006).

Klasifikasi tekanan darah

TDS (mmHg)

TDD (mmHg)

Perbaikan Pola Hidup

Terapi Obat AwalTanpa Indikasi Dengan Indikasi

Normal < 120 < 80 DianjurkanPrehipertensi 120-139 80-89 Ya Tidak indikasi

obatObat-obatan untuk indikasi yang memaksa

Hipertensi Derajat 1

140-159 90-99 Ya Diuretika jenis Thiazide, dapat dipertimbangkan ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasi

Obat-obatan untuk indikasi yang memaksaObat hipertensi lain (diuretika, ACEI, ARB, BB, CCB) sesuai kebutuhan

Hipertensi Derajat 2

≥ 160 ≥ 100 Ya Kombinasi 2 obat sebagian besar kasus, umumnya diuretika jenis Thiazide dan ACEI atau ARB,CCB atauBB atau CRB

24

Page 25: Case Report Hipertensi Pandanaran

- Pengobatan Khusus

Untuk keperluan pengobatan, ada pengelompokan pasien berdasar

yang memerlukan pertimbangan khusus yaitu kelompok indikasi

yang memaksa dan keadaan khusus lainnya. Indikasi yang

memaksa antara lain Gagal jantung, Pasca infark miokardium,

Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi, Diabetes,

Penyakit ginjal kronis, Pencegahan stroke berulang. Keadaan

khusus lainnya yaitu Populasi minoritas, Obesitas dan sindrom

metabolik, Hipertropi ventrikel kanan, Penyakit arteri perifer,

Hipertensi pada usia lanjut, Hipotensi postural, Demensia,

Hipertensi pada perempuan, Hipertensi pada anak dan dewasa

muda, dan Hipertensi urgensi dan emergensi (Yogiantoro, 2006).

2.7 KRISIS HIPERTENSI

a. Definisi

Peningkatan tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan diastolic > 120

mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ target. (Starry, 2007).

Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak

atau lalai memakan obat antihipertensi (Susalit, 2002).

b. Pembagian

Krisis hipertensi dibagi menjadi dua kelompok yakni :

1. Hipertensi darurat (emergency hypertension)

25

Page 26: Case Report Hipertensi Pandanaran

Situasi dimana selain tekanan darah yang sangat tinggi terdapat

kelainan/kerusakan target organ yang bersifat progresif, sehingga

tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit sampai

jam) agar dapat mencegah/membatasi kerusakan organ target yang

terjadi (Susalit, 2002).

2. Hipertensi mendesak (urgency hypertension)

Situasi dimana terdapat tekanan darah yang sangat tinggi tetapi tidak

disertai kelainan/kerusakan organ target yang progresif, sehingga

penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam

hitungan jam sampai hari) (Susalit, 2002).

c. Gejala

Adanya gejala organ target yang terganggu, diantaranya:

1. nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta

2. mata kabur pada edema papil mata

3. sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada

gangguan otak, gagal ginjal akut pada gangguann ginjal

4. disamping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan

darah pada umumnya (Susalit, 2002).

d. Diagnosis

Diagnosis krisis hipertensi berdasarkan tingginya tekanan darah, gejala

dan tanda keterlibatan organ target.

1. Anamnesis : Riwayat hipertensi dan terapinya, Kepatuhan minum

obat pasien, Tekanan darah rata-rata, Riwayat pemakaian obat-obat

26

Page 27: Case Report Hipertensi Pandanaran

simpatomimetik dan steroid, Kelainan hormonal, Riwayat penyakit

kronik lain, Gejala-gejala serebral, jantung dan gangguan

penglihatan

2. Pemeriksaan fisik : Tekanan darah kedua ekstremitas, Perabaan

denyut nadi perifer, Bunyi jantung, Bruit pada abdomen, edema

atau tanda penumpukan cairan, Funduskopi, Status neurologis

3. Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan darah rutin, Pemeriksaan

kimia urin untuk mengetahui adanya proteinuria, hematuri, silinder,

kadar ureum dan kreatinin., Pemeriksaan kadar elektrolit darah,

EKG, USG (Tessy, 2006)\

e. Terapi

Pengobatan hipertensi mendesak (urgency hypertension) cukup dengan

obat oral yang bekerja cepat sehingga menurunkan tekanan darah dalam

beberapa jam (Nainggolan, 2006)

Tabel 3. Obat hiperetensi oral

Obat Dosis Efek Lama kerja Perhatian khusus

Nifedipin 5-10 mg

diulang 15 menit

5-15 menit 4-6 jam Gangguan

koroner

Kaptopril 12,5-25 mg

diulang ½ jam

15-30 menit 6-8 jam Stenosis a.renalis

Klonidin 75-150 μg

diulang 1 jam

30-60 menit 8-16 jam Mulut kering,

ngantuk

Propanolol 10-40 mg

diulang ½ jam

15-30 menit 3-6 jam Bronkokonstriksi,

blok jantung

27

Page 28: Case Report Hipertensi Pandanaran

Pengobatan hipertensi darurat (emergency hypertension) memerlukan obat yang

segera menurunkan tekanan darah dalam menit-jam sehingga umumnya bersifat

parenteral (Starry, 2007).

Tabel 4. Obat hipertensi parenteralObat Dosis Efek Lama kerja Perhatian khususKlonidin IV 6 amp/250 cc

glukosa 5 % mikrodrip

30-60 menit 24 jam Ensefalopati dengan gangguan koroner

Nitrogliserin IV

10-50 μg 100 μg/cc per 500 cc

2-5 menit 5-10 menit

Nikardipin IV 0,5-6 μg/kg/menit

1-5 menit 15-30 menit

Diltiazem IV 5-15 μg/kg/menit lalu sama 1-5 μg/kg/menit

1-5 menit 15-30 menit

Nitroprusid IV

0,25 μg/kg/menit

Langsung 2-3 menit Selang infus lapis perak

28

Page 29: Case Report Hipertensi Pandanaran

ALGORITMA PENATALAKSANAAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS

BAB III

29

Anamnesa

Pemeriksaan Penunjang

Gula darah

Urin

Identifikasi faktor resiko

Pemeriksaan Fisik

Resiko TinggiResiko Rendah

Medikamentosa:

Hipertensi ringan s/d sedang atasi dgn pola hidup seimbang

Hipertensi Stage I : (salah satu di bawah)

Hidroklorotiazid (HCT) 12,5-25mg/hari dosis tunggal pagi hari

Propanolol 2 x 20-40 mg sehari

Kaptopril 2-3 x 12,5 mg sehari

Nifedipin long acting 1 x 20-60 mg

Tensigard 3 x 1 tablet

Amlodipine 1 x 5-10mg

Diltiazem (3x30-60 mg/hari)

Methyldopa

MgSO4

Hipertensi Stage II

Kombinasi HCT + Propanolol atau HCT + kaptopril, atau ditambah metildopa 2 x 125-250 mg

Hipertensi dengan asma bronchial jangan diberi beta bloker

Bila ada penyulit/hipertensi emergensi segera rujuk ke rumah sakit

Non Medikamentosa :

Pengendalian factor resiko

Promosi Kesehatan

Dietetik

Hipertensi terkontrol :

Kendalikan dgn factor resiko dgn pola hidup sehat

Hipertensi Tidak Terkontrol

Rujuk ke Rumah Sakit

Rehabilitasi / Preventif Berpola hidup sehatTeruskan pengobatan Evaluasi berkala

Page 30: Case Report Hipertensi Pandanaran

STATUS PRESENT

3.1 DAFTAR PENDERITA

a. Identitas Pasien

Nama : Ny. Kasminah

Tempat Tanggal Lahir: Semarang, 31 Desember 1942

Pekerjaan : Pedagang

Agama : Katolik

Status pernikahan : Bercerai

Pendidikan terakhir : SD

Alamat : TM Mugas Timur 16 RT 07 RW IV Mugasari Smg

b. Keluhan Utama : Sakit Kepala

c. Riwayat Penyakit Sekarang

- Onset : 3 hari sebelum ke Puskesmas Pandanaran

- Kualitas : Sakit Kepala dirasakan semakin berat sehingga

pasien periksa ke puskesmas

- Kuantitas : Sakit kepala sampai mengganggu aktivitas

- Faktor yang memperingan : Istirahat

- Faktor yang memperberat : Beraktivitas

- Gejala yang menyertai : Pegal di seluruh badan dan tegang daerah

tengkuk

- Kronologis : Sakit kepala timbul saat pasien sedang beraktivitas

yaitu menimba air. Sakit kepala dirasakan semakin berat dan diikuti

tegang daerah tengkuk. 2 hari sebelum pasien ke puskesmas, seluruh

badan terasa pegal.

d. Riwayat penyakit dahulu

- Riwayat darah tinggi : Diakui, sejak Oktober 2011

- Riwayat kencing manis : Disangkal

- Riwayat penyakit jantung : Disangkal

- Riwayat alkohol : Disangkal

- Riwayat merokok : Disangkal

30

Page 31: Case Report Hipertensi Pandanaran

- Riwayat penyakit ginjal : Disangkal

- Pasien mengaku jarang kontrol tensi di puskesmas

e. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat Darah Tinggi : Tidak Diketahui adanya riwayat hipertensi

dalam keluarga

- Riwayat kencing manis: disangkal

f. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang pedagang warung . Biaya pengobatan dengan

JAMKESMAS.

g. Pemeriksaan Fisik

- Kesan Umum : Baik

- Tanda vital

Tekanan darah : 160/100 mmHg

Nadi : 88/menit,reguler,amplitudo kuat, irama ritmik.

RR : 24 x/menit

Suhu : 36,2o C

BB/TB : 56/159 cm

Kepala : mesocephal

Rambut : Beruban,tidak mudah dicabut

Mata : conjungtiva anemis (-/-), pupil isokor Ø 3cm, reflek

cahaya +N/+N, oedema palpebra (-) dengan rangsangan suara pasien

spontan membuka mata

Telinga: Discgarge (-/-), gangguan pendengaran (-)

Hidung: simetris,discharge (-), nafas cuping hidung (-), epitaksis (-)

Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), stomatitis (-), bau mulut (-),

papil lidah atrofi (-),mampu mengucap kalimat yang mempunyai

arti.

Leher : simetris (-), deviasi trakea (-), tidak ada pembesaran

kelenjar limfe, pembesaran kelenjar tiroid (-), kaku kuduk(-).

Thorak :

Pulmo

31

Page 32: Case Report Hipertensi Pandanaran

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, tidak ada

retraksi.

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor diseluruh lapangan paru

Auskultasi : suara dasar vesicular, suara tambahan

ronchi (-), wheezing (-)

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tampak IV linea mid

claviculare kiri.

Palpasi : Ictus cordis teraba di sela igaIV, linea mid

claviculare kiri, tidak kuat angkat, tidak melebar.pulsus

epigastrium (-),pulsus parasternal(-)

Perkusi :

Batas atas : Setinggi ICS II-IV linea

parasternalis kiri

Batas pinggang : Setinggi ICS II-V linea

parasternalis kiri

Batas kiri bawah : Setinggi ICS VI linea midclavicula

kiri

Batas kanan bawah : Setinggi ICS IV-VI linea sternalis

kanan.

Auskultasi : Suara jantung I dan II

reguler, bising (-).

Abdomen :

Inspeksi : Permukaan datar, venektasi tidak

ada, umbilical tidak menonjol

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar/ lien

tidak teraba, ascites (-), tumor (-), ginjal

balotement (-).

Perkusi : Timpani, nyeri ketok sudut

costovertebra (-)

32

Page 33: Case Report Hipertensi Pandanaran

Auskultasi : Peristaltik (+) normal, tidak ada

bising bruit

Ekstremitas : superior inferior

Akral dingin - / - - / -

Capillary refill <2’’ <2’’

Edema -/- -/-

Kekuatan otot 5/5 5/5

Ref. Fisiologis N/N N/N

Ref. Patolois -/- -/-

Eritema palmaris -/- -/-

Kekuatan 5/5 5/5

Sensibilitas N N

h. Pemeriksaan Tambahan Yang Ada

Tidak dilakukan

i. Diagnosa

Hipertensi Grade II

j. Terapi yang diberikan

Captopril 3 x 25mg selama 3 hari

Antalgin 3 x 1 selama 3 hari

Vitamin B complex 3 x 1 selama 3 hari

k. Edukasi

- Istirahat yang cukup

- Diet rendah garam

- Diet rendah lemak (mengurangi makanan gorengan dan makanan yang

lain)

- Kontrol teratur dan minum obat teratur karena pasien mempunyai faktor

resiko hipertensi

3.2 DATA PERKESMAS

a. Identitas Keluarga

33

Page 34: Case Report Hipertensi Pandanaran

Jumlah Kepala Keluarga yang tinggal dirumah sebanyak 9 anggota

keluarga

No Nama Tempat Tanggal Lahir Pendidikan Status

1

2

3

4

5

6

b. Data Lingkungan

1. Individu / Keluarga

- Kedua anak laki- laki yang setiap hari berkunjung ke rumah pasien

merokok baik di dalam dan luar rumah.

2. Ekonomi

- Pasien adalah seorang pedagang warung yang mempunyai

penghasilan sendiri.

- Pasien bercerai dengan suami 19 tahun yang lalu

- Sumber penghasilan keluarga bergantung kepada anak laki-laki

beserta cucu. Keseharian bekerja sebagai pedagang warung kecil-

kecilan. Penghasilan sehari-hari ± Rp 7.000

c. Data Perilaku

1. Individu / Keluarga

Pasien memiliki kebiasaan menambahkan garam berlebih pada

masakannya, karena pasien gemar makan asin.

2. Masyarakat

34

Page 35: Case Report Hipertensi Pandanaran

Belum ada kegiatan olahraga bersama, belum ada penyuluhan tentang

hipertensi di daerah setempat.

d. Data Pelayanan Kesehatan yang Terdekat

Promotif

- Posyandu lansia : (-)

- Poskesdes : (-)

- Puskesmas : (-)

Preventif

- Posyandu lansia : (-)

- Puskesmas : (+)

Kuratif

- Dokter praktik swasta : (-)

- Puskesmas : Puskesmas

Pandanaran

- Rumah Sakit Swasta : RSIA

Hermina

- RSUD : RSUD Dr Kariadi

- Apotek : (-)

- Posyandu lansia : -

Rehabilitatif

- Puskesmas : Puskesmas

Pandanaran

- RSUD : RSUD Dr Kariadi

e. Data Genetika

Tidak diketahui adanya pengaruh genetika pada pasien ini.

35

Page 36: Case Report Hipertensi Pandanaran

DIAGRAM KELUARGA NY. KASMINAH

Keterangan :

: Perempuan sudah meninggal : Laki – laki hidup

: Laki – laki sudah meninggal : Perempuan hidup

: Tinggal 1 rumah : Pasien

36

Page 37: Case Report Hipertensi Pandanaran

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Perilaku

a. Data : kedua anak laki- laki pasien merokok di dalam rumah.

- Teori : merokok dapat menyebabkan kekauan pembuluh darah,

sehingga kemampuan elastisitas saat mengalami tekanan yang tinggi

menjadi hilang (Lubis, 2001).

- Pembahasan : pada kasus ini kemungkinan factor resiko terjadinya

penyakit hipertensi disebabkan karena pasien menjadi perokok pasif.

b. Data : Pola makan pasien yang sering mengonsumsi masakan asin.

- Teori : Garam merupakan faktor yang sangat berpengaruh penting

dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak ditemukan pada

suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam

kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang

rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram tiap hari

prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan

garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan

volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Peningkatan asupan

garam ini akan diikuti oleh peninggian ekskresi garam sehingga

tercapai kembali keadaan hemodinamik yang normal. Pada pasien

hipertensi primer, mekanisme peningkatan ekskresi garam tersebut

terganggu, selain adanya faktor lain yang berpengaruh. Tingginya

37

Page 38: Case Report Hipertensi Pandanaran

kadar garam yang di konsumsi mengakibatkan peningkatan

kekentalan darah, sehingga jantung membutuhkan tenaga yang lebih

untuk mendorong darah sampai ke jaringan paling kecil (Lubis, 2001).

- Pembahasan : pada kasus ini kemungkinan factor resiko terjadinya

penyakit hipertensi pada pasien disebabkan karena pasien sering

mengkonsumsi masakan asin yang dapat menyebabkan peningkatan

kekentalan darah yang dapat menyebabkan hipertensi.

4.2 Genetik

a. Data : pasien tidak mengetahui ada riwayat penyakit hipertensi pada

keluarga.

- Teori : salah satu faktor penyebab hipertensi primern adalah genetic.

Akan tetapi, faktor genetic hanya akan muncul jika ada factor pemicu

lain seperti : obesitas, merokok, konsumsi garam, alcohol, stress atau

kurang olahraga.

- Pembahasan : pada pasien ini tidak diketahui adanya factor resiko

genetic karena pasien tidak mengetahui riwayat hipertensi pada

keluarga, namun terdapat factor pemicu lain yaitu pasien menjadi

perokok pasif dan konsumsi masakan asin yang berlebihan serta

kurang olahraga.

4.3 Lingkungan

a. Data : pasien sering memikirkan kebutuhan ekonomi keluarga terutama

cucu, karena kedua anak pasien yang tinggal serumah tidak memiliki

pekerjaan yang tetap.

- Teori : paling sedikit ada 3 faktor lingkungan yang menyebabkan

hipertensi yaitu : kandungan garam di dalam air berlebihan, stress

psikis dan obesitas.

- Pembahasan : pada pasien ini mempunyai factor resiko terjadinya

hipertensi karena pasien sering mengalami stress psikis karena

ekonomi keluarga.

38

Page 39: Case Report Hipertensi Pandanaran

b. Data : pasien tinggal di rumah bersama sembilan anggota keluarga yang

lain, diantaranya dua orang anak dan tujuh orang cucu. Hasil

pengamatan terhadap kebersihan perseorangan pasien dan masing-

masing anggota keluarga menunjukan bahwa masing-masing orang

kurang paham mengenai higiene perorangan. Hal ini ditunjukkan oleh

keadaan rumah yang tidak rapi dan cenderung berantakan. Penghasilan

rata-rata keluarga Rp 7.500 sampai 10.000 per hari untuk memenuhi

kebutuhan sendiri dan cucu-cucunya. Kedua anak pasien yang tinggal

serumah dengan pasien tidak memiliki pekerjaan yang tetap.

- Teori : UMR untuk wilayah Semarang minimal Rp 880.000. Untuk

perumahan sederhana, minimum 10m2/orang. Untuk kamar tidur

diperlukan minimum 3m2/orang. Kamar tidur setidaknya tidak

dihuni >2 orang, kecuali untuk suami, istri serta anak dibawah 2

tahun.

- Pembahasan : hasil tersebut tidak memenuhi UMR untuk wilayah

Semarang minimal Rp 880.000,00. Dengan demikian kesan ekonomi

rendah. Rumah pasien berukuran 10x8 meter. Kamar pasien

berukuran 3x2 meter. Terdapat 3 kamar, 1 ruang keluarga, 1 dapur

dan 1 kamar mandi. Rumah tersebut dihuni 10 orang anggota

keluarga. Tidak ada jarak antar rumah pasien dan tetangga. Dari data

tersebut penulis menyimpulkan pasien tinggal di lingkungan

pemukiman padat penduduk dan tempat tinggal pasien tidak

memenuhi syarat rumah sehat.

4.4 Pelayanan Kesehatan

a. Data : jarak tempuh rumah pasien dengan puskesmas sekitar 300 meter

dan pasien jalan kaki setiap kali datang ke puskesmas.

- Teori : Salah satu factor yang mempengaruhi pasien tidak patuh

untuk kontrol rawat jalan adalah karena letak pelayanan kesehatan

tersebut susah dijangkau (Lubis, 2001).

- Pembahasan : posisi rumah pasien terletak tidak terlalu jauh dari

puskesmas, jalannya sempit dan padat penduduk. Pasien tidak ada

39

Page 40: Case Report Hipertensi Pandanaran

kendaraan untuk ke puskesmas. Jadi, kemungkinan pasien malas

untuk berobat ke tempat pelayanan kesehatan dan berobat pada saat

ini karena keluhan pasien semakin berat.

b. Data : tidak adanya program posyandu lansia di daerah tempat tinggal

pasien

- Teori : : Salah satu factor yang mempengaruhi status kesehatan

pasien adalah peranan pelayanan kesehatan di daerah tersebut

(Lubis, 2001).

- Pembahasan : karena di daerah tempat tinggal pasien tidak ada

posyandu lansia, menjadikan tidak adanya pemantauan kesehatan

lansia didaerah tersebut, sehingga pencegahan terjadinya hipertensi

oleh warga lansia kurang, dikarenakan warga lansia kurang

mengetahui status kesehatannya.

MASALAH

Menurut pendekatan HL. Blum dan data-data yang diperoleh, didapatkan :

40

HIPERTENSI

LINGKUNGAN

Stress Psikis

GENETIKA

Tidak Diketahui

PELAYANAN KESEHATAN

Tidak ada Posyandu LansiaAkses ke pelayanan kesehatan tidak mudah

PERILAKUPerokok PasifPola Konsumsi Masakan Asin

Page 41: Case Report Hipertensi Pandanaran

PENYEBAB MASALAH

Penyebab

1. Pasien merupakan perokok pasif

2. Pasien dengan pola konsumsi masakan asin

3. Pasien dengan stress psikis

4. Pasien dengan ekonomi rendah

5. Akses tempuh pasien dengan tempat pelayanan kesehatan yang tidak

mudah

6. Tidak tersedianya posyandu lansia

METODE HANLON KUALITATIF

URGENSI

1 2 3 4 5 6 Horizontal

41

Page 42: Case Report Hipertensi Pandanaran

1 + - + + + 4

2 - + + + 3

3 + + + 3

4 - - 0

5 - 0

6 0

Total Vertikal 0 0 2 0 1 2

Total Horizontal 4 3 3 0 0 0

TOTAL 4 3 5 0 1 2

SERIOUS

42

Page 43: Case Report Hipertensi Pandanaran

1 2 3 4 5 6 Horizontal

1 + + + + + 5

2 + + + + 4

3 + + + 3

4 - - 0

5 - 0

6 0

Total Vertikal 0 0 0 2 1 0

Total Horizontal 5 4 3 0 0 0

TOTAL 5 4 3 2 1 0

GROWTH

43

Page 44: Case Report Hipertensi Pandanaran

1 2 3 4 5 6 Horizontal

1 + + + + + 5

2 - + + + 3

3 + + + 3

4 - - 0

5 - 0

6 0

Total Vertikal 0 0 0 2 1 0

Total Horizontal 5 3 3 0 0 0

TOTAL 5 3 3 2 1 0

44

Page 45: Case Report Hipertensi Pandanaran

Total USG

1 2 3 4 5 6

Urgency 4 3 5 0 1 2

Serious 5 4 3 2 1 0

Growth 5 3 3 2 1 0

Total 14 10 11 4 3 2

Prioritas penyebab masalah

1. Pasien merupakan perokok pasif

2. Pasien dengan stress psikis

3. Pasien dengan pola konsumsi masakan asin

4. Pasien dengan ekonomi rendah

5. Tidak tersedianya posyandu lansia

6. Akses tempuh pasien dengan tempat pelayanan kesehatan yang tidak

mudah

45

Page 46: Case Report Hipertensi Pandanaran

BAB V

SARAN-SARAN

PEMECAHAN MASALAH

NO. MASALAH PEMECAHAN MASALAH

LINGKUNGAN- pada pasien ini

mempunyai factor resiko terjadinya hipertensi karena pasien sering mengalami stress psikis

Edukasi pada pasien untuk tidak terlalu merasa terbebani masalah keluarga

PERILAKU- Pasien adalah perokok

pasif- Pola makan pasien yang

sering mengkonsumsi masakan asin

Edukasi terhadap keluarga yg perokok untuk tidak merokok di dalam rumah

Edukasi kepada pasien untuk diet rendah garam

PELAYANAN KESEHATAN- Akses tempuh rumah

pasien dengan puskesmas pandanaran tidak mudah.

- Tidak aadanya posyandu lansia didaerah tempat tinggal pasien

Edukasi kepada anggota keluarga pasien agar bisa mengantar pasien ke puskesmas untuk kontrol

Usul kepada pihak puskesmas untuk mengadakan posyandu lansia di daerah sekitar rumah pasien, karena belum ada posyandu lansia

GENETIKATidak diketahui

46

Page 47: Case Report Hipertensi Pandanaran

Pemecahan Masalah

1. Edukasi pada pasien untuk tidak terlalu merasa terbebani masalah keluarga

2. Edukasi terhadap keluarga yg perokok untuk tidak merokok di dalam rumah

3. Edukasi kepada pasien untuk diet rendah garam

4. Edukasi kepada anggota keluarga pasien agar bisa mengantar pasien ke

puskesmas untuk kontrol

5. Usul kepada pihak puskesmas untuk mengadakan posyandu lansia di daerah

sekitar rumah pasien, karena belum ada posyandu lansia

47

Page 48: Case Report Hipertensi Pandanaran

BAB VI

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Masalah Kegiatan Waktu Implementasi Hasil EvaluasiLingkunganpasien yang sering mengalami stress psikis karena masalah ekonomi keluarga

Edukasi pada pasien tentang factor seperti stress yang dapat memicu hipertensi

16 Agustus 2012Jam 12.30 – 14.00 WIB

Mengukur Tekanan darah pasien dan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik pada pasien dan memberikan pertanyaan kuosioner

Tekanan darah pasien 160/100 mmHg, Pemeriksaan fisik dalam batas normal, pasien bersedia melakukan pemeriksaan tekanan darah Pasien menjawab pertanyaan kuosioner postest dengan prosentase ≥65%

PerilakuPasien sering mengkonsumsi masakan asin dan menjadi perokok pasif

Edukasi pada pasien dan keluarga tentang perilaku yang dapat menyebabkan hipertensi

16 Agustus 2012Jam 12.30 – 14.00

Memberikan contoh menu makanan sehat disesuaikan penghasilan keluarga.

Pasien mengonsumsi makanan sesuai dengan menu sehat

48

Page 49: Case Report Hipertensi Pandanaran

(pola makan rendah garam dan tidak merokok dalam rumah bagi anggota keluarga yang merokok)

Masalah Kegiatan Waktu Implementasi Hasil EvaluasiPelayanan kesehatanAkses tempuh rumah pasien dengan puskesmas pandanaran tidak mudah.

Edukasi kepada anggota keluarga pasien agar bisa mengantar pasien ke puskesmas untuk kontrol

16 Agustus 2012Jam 12.30 – 14.00

BAB VII

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan laporan, maka dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi pada kasus ini

berdasarkan pendekatan HL Blum adalah :

Perilaku

- Anak laki – laki pasien merokok di dalam rumah dan di luar rumah.

- Pola makan pasien yang gemar makan masakan yang asin

Genetik

49

Page 50: Case Report Hipertensi Pandanaran

- Riwayat Penyakit keluarga: Tidak didapatkan data

Pelayanan Kesehatan

- Jarak tempuh rumah pasien dengan puskesmas pandanaran tidak mudah.

- Tidak tersedianya layanan posyandu lansia

Lingkungan

- Pasien sering mengalami stress psikis karena memikirkan masalah ekonomi.

BAB VIII

PENUTUP

Demikianlah hasil laporan kasus Hipertensi di Puskesmas Pandanaran

Kota Semarang. Dalam penulisan laporan tentu masih terdapat banya kekurangan

sehingga diharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan laporan ini. Penulis

berharap semoga laporan kasus Hipertensi di Puskesmas Pandanaran Kota

Semarang ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

50

Page 51: Case Report Hipertensi Pandanaran

BAB IX

DAFTAR PUSTAKA

1. Agus Tessy, Hipertensi Pada Penyakit Ginjal, Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam, Balai Penerbit FKUI, Edisi IV, Jakarta, 2006, Hal. 604

2. Departemen Kesehatan RI, 2006. Pedoman Penilaian Kinerja Puskesmas.

Jakarta: Direktorat Jendral Biro Kesehatan Masyarakat.

3. E.J Kapojos, H.R Lubis, Hipertensi Primer, Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam, Balai Penerbit FKUI, Edisi III, Jakarta, 2001, hal. 453

51

Page 52: Case Report Hipertensi Pandanaran

4. Endang Susalit. Penatalaksanaan krisis hipertensi. Dalam Alwi I, Bawazier

LA eds. Penatalaksanaan kedaruratan di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:

Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2002.

109-116.

5. Ginova Nainggolan, Hiperaldosteronisme Primer, Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Edisi IV, Jakarta, 2006, Hal. 610

6. Imam Effendi, Feokromositoma, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Balai

Penerbit FKUI, Edisi IV, Jakarta, 2006, Hal. 612

7. Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI, Jakarta, 1999

8. Kaplan NM. Kaplan’s Clinical Hypertension. 8 th ed. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins, 2002. p. 137

9. Mohammad Yogiantoro, Hipertensi Esensial, Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam, Balai Penerbit FKUI, Edisi IV, Jakarta, 2006, Hal.599

10. Price Sylvia Anderson dan Wilson M. Lorraine, Patofisiologi, Konsep

Klinis Proses-Proses Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2005.

11. Rampengan, Starry, Krisis Hipertensi, Bik Biomed, Vol.4, 2007, Hal 1.

Lampiran 1

SOP PELAYANAN HIPERTENSI DI

PUSKESMAS PANDANARAN

JENIS PELAYANAN Pelayanan Hipertensi

SASARAN Klien/pengunjung puskesmas (Klinik Umum) dengan

usia 30 tahun keatas.

TUJUAN Meningkatkan kualitas pelayanan hipertensi

52

Page 53: Case Report Hipertensi Pandanaran

TENAGA Dokter dan Perawat

SARANA NON

MEDIK (ALAT-

BAHAN)

- Ruangan, 1 buah

- Tempat tidur, 1 buah

- Meja, 1 buah

- Kursi, 2 buah

- Wastafel dengan air mengalir, 1 buah

- Sabun untuk cuci tangan, 1 buah

- Handuk, 1 buah

- Alat tulis (ballpoint, penghapus, status klien),

masing-masing 1 buah

- Timbangan injak, 1 buah

- Microtoice, 1 buah

- Pencatat waktu (arloji/stopwatch), 1 buah

SARANA MEDIK

(ALAT-BAHAN)

- Stetoskop 1 buah (membran/diafragma/bel dan

pluge dalam keadaan baik)

- Tensimeter air raksa (balon, sekrup, selang,

manset dalam keadaan baik)

PROSEDUR TETAP

(URUTAN

KEGIATAN)

a. Menyapa klien

b. Anamnesa

c. Pemeriksaan fisik

d. Pemeriksaan laboratorium

e. Diagnosis

f. Pengobatan

g. Penyuluhan

h. Peragaan

53

Page 54: Case Report Hipertensi Pandanaran

i. Pencatatan dan pelaporan

CARA

MELAKSANAKAN

TIAP KEGIATAN

a. Menyapa klien

1. Mengucapkan salam “selamat pagi/siang”

dengan tersenyum dan menatap mata

pasien

2. Mengucapkan : “ Apa yang bisa saya bantu

Pak/Bu?

b. Anamnesa

Dengan suara lembut dan ramah sambil

menatap mata klien menanyakan :

1. Nama, umur, alamat?

2. Apakah ini merupakan kunjungan

pertama/ulangan?

3. Apa keluhan utama yang bapak/ibu

rasakan?

4. Sudah berapa lama diderita

5. Apa ada keluhan lainnya, seperti sakit

kepala, leher/tengkuk tegang, suka terkejut,

sulit tidur, mudah marah?

6. Selama ini pernah berobat kemana saja?

7. Obat-obatan yang sudah digunakan untuk

mengurangi keluhan apa saja?

8. Apa saja penyakit yang pernah bapak/ibu

derita sebelum ini?

9. Apa saja penyakit yang pernah keluarga

(kakek, nenek, orangtua. Saudara)

bapak/ibu derita?

10. Obat-obatan apa yang sering bapak/ibu

54

Page 55: Case Report Hipertensi Pandanaran

gunakan selama ini?

11. Kebiasaan apa (merokok, makanan,

minuman) yang dilakukan oleh bapak/ibu

atau keluarga selama ini? Seperti:

Merokok tidak?

Sering makan makanan berlemak,

asin tidak?

Konsumsi minuman beralkohol

tidak?

c. Pemeriksaan fisik

Petugas mencuci tangan

Mengukur tinggi badan klien

1. Memberitahukan kepada klien

bahwa akan dilakukan pengukuran

tinggi badan yang bertujuan untuk

menilai apakah pasien mengalami

obesitas atau/tidak.

2. Memastikan microtoice sudah pada

posisi dan angka yang benar.

Dengan cara : tempelkan garis

pengukur microtoice ke tembok

atau dinding bagian bawah

kemudian tarik pita microtoice ke

atas sampai garis merah microtoice

menunjukkan angka 200 cm,

3. Meminta pasien untuk melepas alas

kaki dan topi.

4. Meminta pasien untuk berdiri tepat

di bawah microtoice dengan posisi

menghadap petugas, badan dan

kepala tegak serta pandangan lurus

55

Page 56: Case Report Hipertensi Pandanaran

ke depan.

5. Memastikan kepala, badan dan

kedua tumit di bagian belakang

menempel pada dinding/tembok.

6. Tarik garis pengukur microtoice

sehingga menempel persis ke

kepala klien.

7. Baca angka yang tertera pada garis

merah.

8. Mempersilakan klien untuk duduk

kembali dan mengucapkan terima

kasih

9. Beritahukan hasil pengukuran pada

klien dan mencatat pada status.

Mengukur berat badan klien

1. Memberitahukan kepada klien

bahwa akan dilakukan

penimbangan berat badan yang

bertujuan untuk menilai apakah

klien mengalami obesitas/tidak.

2. Posisikan jarum penunjuk

timbangan pada posisi nol.

3. Meminta klien untuk melepas

sepatu/alas kaki, jaket dan topi.

4. Meminta klien untuk naik ke atas

timbangan dengan posisi

menghadap pemeriksa.

5. Tunggu sampai jarum penunjuk

berhenti kemudian baca angka

yang tertera pada jarum petunjuk.

6. Mempersilakan klien untuk duduk

56

Page 57: Case Report Hipertensi Pandanaran

kembali dan mengucapkan terima

kasih.

7. Memberitahukan hasil

penimbangan dan mencatat pada

status.

Lakukan perhitungan indeks masatubuh (IMT) dengan

rumus berikut :

IMT = berat badan (kg)

Tinggi badan (m2)

Bandingkan hasil perhitungan dengan table berikut:

IMT Interpretasi

< 18,5 BB dibawah normal

18,5-24,9 BB noemal

25-29,9 BB berlebih (meningkatkan risiko

penyakit *)

30-34,9 Obesitas dengan resiko tinggi terkena

penyakit

35-39,9 Obesitas dengan resiko sangat tinggi

terkena penyakit

≥ 40 Obesitas dengan resiko paling tinggi

terkena penyakit

*) DM tipe 2, hipertensi dan penyakit kardiovaskuler

Menghitung denyut nadi radialis

klien

1. Memberitahukan kepada klien

bahwa akan dilakukan penilaian

denyut nadi yang bertujuan untuk

menilai apakah terjadi perubahan

denyut nadi.

2. Mengatur posisi yang nyaman dan

57

Page 58: Case Report Hipertensi Pandanaran

rileks. Pastikan sebelumnya klien

sudah beristirahat ± 5 menit.

3. Mencari arteri radialis dengan cara

menggunakan 3 jari dan hitung

selama 60 detik sekaligus juga

penilaian terhadap ritme/irama

(regular/irregular) dan kekuatan

denyut nadi (kuat/cukup/lemah).

4. Memberitahukan hasil penghitungan

dan mencatat pada status.

Mengukur tekanan darah klien

1. Memberitahukan kepada klien

bahwa akan dilakukan pengukuran

tekanan klien normal atau tidak.

2. Klien diminta duduk, dipastikan

bahwa posisi kaki tidak menyilang

satu sama lain.

3. Meletakkan tensimeter dengan

posisi skala pembacaan menghadap

kearah pemeriksa.

4. Memastikan reservoir air raksa

pada posisi “on”, serta pastikan

manset dalam keadaan tanpa udara.

Setelah itu tutup sekrup balon.

5. Meletakkan lengan kiri klien diatas

meja dengan posisi sejajar dengan

jantung.

6. Membuka lengan baju sehungga

lengan terbebas dari baju.

7. Rada arteri brakialis dengan cara

meluruskan tangan pasien, tarik

58

Page 59: Case Report Hipertensi Pandanaran

garis dari ujung jari tengah sampai

ke aksila kemudian letakkan 3 jari

kanan pada sisi dalam lengan atas.

8. Memasang manset 1 inchi (2,5 cm)

atau 3 jari di atas fossa cubiti.

Pastikan posisi selang manset

berada di ats arteri brakialis.

9. Raba arteri brakialis di fossa cubiti.

10. Raba arteri radialis dengan tangan

kiri dan pompa balon dengan

tangan kanan. Pompa terus sampai

arteri radialis tidak teraba.

Kemudian pemompaan ditambah

20 mmHg.

11. Letakkan bel stetoskop diatas arteri

brakialis (fossa cubiti) tanpa

menekan.

12. Buka perlahan-lahan sekrup pompa

(± 2-3 mmHg perdenyut).

13. Dengarkan bunyi Korokoff I dan V

atau bunyi detak pertama (systole)

dan sampai terjadi perubahan suara

(diastole).

14. Melomggarkan pompa segera

sesudah terjadi perubahan suara.

15. Jika pengukuran perlu diulang,

tunggu 5 menit.

16. Melepas dan melipat manset,

kemudian menyimpannya kembali.

17. Memberitahukan hasil pengukuran

dan mengucapkan terima kasih.

59

Page 60: Case Report Hipertensi Pandanaran

18. Mencatat hasil pengukuran pada

status pasien.

Menghitung pernafasan

1. Memberitahukan kepada klien

bahwa akan dilakukan

penghitungan pernafasan untuk

mengetahui apakah pasien

mengalami sesak nafas/tidak.

2. Mengatur posisi pasien. Dan

membiarkan klien untuk tenang.

3. Membuka baju klien bila perlu

untuk mengobservasi gerakan dada

(tirai harus ditutup terlebih dahulu).

4. Meletakkan arloji di tempat yang

mudah dilihat jarum detiknya.

5. Menentukan irama pernafasan

selama 60 detik.

6. Memberitahukan hasil pengukuran

dan mencatat pada status pasien.

Pemeriksaan paru

1. Memberitahukan kepada klien

bahwa akan dilakukan pemeriksaan

paru yang bertujuan untuk

mendeteksi adanya kelainan pada

paru.

2. Klien diminta membuka pakaian,

posisi klien duduk tenang.

3. Inspeksi : lihat dada simetris/tidak

4. Palpasi :

Letakkan telapak tangan kanan &

kiri pemeriksa di dada kanan &

60

Page 61: Case Report Hipertensi Pandanaran

kiri klien. Klien diminta

menirukan kata-kata “Sembilan-

sembilan atau satu-satu” yang

diucapkan pemeriksa.

Bandingkan fremitus yang

dirasakan antara dada kanan dan

kiri (apakah ada yang

melemah/tidak).

Letakkan telapak tangan kanan &

kiri di punggung klien dengan

posisi sejajar dimana kedua ibu

jari saling menempel. Klien

diminta untuk menarik nafas

dalam. Nilai pergerakan tangan

punggung sama (simetris)/atau

tidak.

5. Perkusi : letakkan telapak tangan

kiri pemeriksa di dada klien, ketuk

jari tengan dengan menempel di

dada dengan jari tengah tangan

kanan pemeriksa, dengarkan suara

yang dihasilkan saat ketukan

(normal : sonor).

6. Auskultasi : letakkan

membran/diafragma stestoskop di

dada klien, dengarkan suara paru-

paru kanan dan kiri.

7. Memberitahukan hasil pemeriksaan

dan mencatat pada status pasien.

Pemeriksaan Jantung

1. Memberitahukan kepada klien bahwa akan

61

Page 62: Case Report Hipertensi Pandanaran

dilakukan pemeriksaan jantung.

2. Klien diminta membuka pakaian dan tidur

terlentang di atas tempat tidur.

3. Inspeksi : lihat ictus cordis tampak/tidak

4. Perkusi :

Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa

dalam posisi telungkup di dada klien daerah

ICS II linea sternalis kiri dan lakukan ketukan

dengan jari tengah tangan kanan di atas jari

tengah telapak tangan kiri yang menempel di

dada bergerak kea rah lateral, dengarkan

bunyi ketukan, batas atas jantung berada pada

perubahan dari sonor ke redup.

Kemudian, letakkan telapak tangan kiri

pemeriksa dalam posisi telungkup di dada

klien daerah ICS V linea sternalis kiridan

lakukan ketukan dengan jari tengah tanaga

kanan diatas jari tengah telapak tangan kiri

yang menempel di dada bergerak ke arah

lateral, dengarkan bunyi ketukan, batas kiri

bawah, jantung berada pada perubahan dari

sonor ke redup.

Kemudian, letakkan telapak tangan kiri

pemeriksa dalam posisi telungkup di dada

klien daerah ICS V linea sternalis kanan dan

lakukan ketukan dengan jari tengah tangan

kanan diatas jari tengah telapak tangan kiri

yang menempel di dada bergerak ke arah

lateral, dengarkan bunyi ketukan, batas kanan

bawah jantung berada pada perubahan dari

sonor ke redup.

62

Page 63: Case Report Hipertensi Pandanaran

Kemudian, letakkan telapak tangan kiri

pemeriksa dalam posisi telungkup di dada

klien daerah ICS III linea sternalis kiri dan

lakukan ketukan dengan jari tengah tangan

kanan diatas jari tengah telapak kiri yang

menempel di dada bergerak kea rah lateral,

dengarkan bunyi ketukan, batas pinggang

jantungberada pada perubahan dari sonor ke

redup.

5. Auskultasi : letakkan membran/diafragma

stetoskop di ICS V medial linea mid clavicula

sinistra. Dengarkan detak jantung (irama

regular/tidak, ada suara tambahan/tidak).

Dengarkan juga suara pada setiap area katup

jantung.

6. Memberitahukan hasil pemeriksaan dan

mencatat pada status pasien.

Pemeriksaan Ginjal

1. Memberitahukan kepada klien bahwa akan

dilakukan pemeriksaan ginjal yang bertujuan

untuk mendeteksi adanya kelainan pada ginjal.

2. Klien diminta membuka pakaian dan tidur

miring dengan kaki/lutut ditekuk 45 ̊ diatas

tempat tidur.

3. Lakukan palpasi dengan meletakkan tangan

kanan di atas dan dibawah pinggang untuk

mengetahui adanya pembesaran ginjal. Tekan

tangan kanan.

4. Lakukan perkusi dengan cara meletakkan

telapak tangan kiri I atas costa terakhir dengan

tulang panggul dan memukulkan genggaman

63

Page 64: Case Report Hipertensi Pandanaran

tangan kiri. Tanyakan pada klien “apakah ada

rasa sakit/tidak?”.

5. Memberitahukan hasil pemeriksaan dan

mencatat pada status pasien.

Pemeriksaan Ekstremitas bawah/kaki

1. Memberitahukan kepada klien bahwa akan

dilakukan pemeriksaan pada kaki klien.

2. Mengatur posisi klien.

3. Menyingsingkan celana klien keatas.

4. Inspeksi : perhatikan kaki klien dengan seksama.

Tentukan ada atau tidaknya pembengkakan

(udema).

5. Palpasi : tekan dengan jari telunjuk bagian yang

bengkak. Lepaskan jari telunjuk dan perhatikan

posisi kembalinya bagian yang ditekan tadi.

Lakukan penilaian apakah terjadi udema/tidak.

6. Lakukan pemeriksaan reflex otot-otot

ekstremitas.

7. Memberitahukan hasil pemeriksaan dan

mencatat pada status.

d. Pemeriksaan Laboratorium

1. Memberitahukan kepada klien bahwa klien perlu

dilakukan beberapa pemeriksaan laboratorium

untuk menegakkan diagnose penyakit yang

dideritanya.

2. Menentukan jenis pemeriksaan laboratorium

yang perlu dilakukan (kolesterol, GDS/GDP-

2PP, Protein urin).

3. Menjelaskan persiapan-persiapan khusus yang

64

Page 65: Case Report Hipertensi Pandanaran

perlu dilakukan klien sebelum dilakukan

pemeriksaan.

4. Membuat/mengisi form permintaan pemeriksaan

lab.

5. Menyerahkan form yang telah diisi dan meminta

klien untuk ke laboratorium.

6. Meminta klien untuk kembali pada pemeriksa

(dokter) setelah ada hasil pemeriksaan

laboratorium.

7. Menjelaskan hasil pemeriksaan laboratorium

kepada klien.

e. Diagnosis

Tegakkan diagnosa penyakit hipertensi berdasarkan

kriteria hipertensi menurut JNC VII berikut :

Klasifikasi Sistolik

(mmHg)

Diastolik

(mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Pre

Hipertensi

120-139 Atau 80-89

Hipertensi

TK I

140-159 Atau 90-99

Hipertensi

Tk II

>/= 160 Atau >/=100

f. Pengobatan

1. Memberitahukan kepada klien perlu tidaknya

dilakukan pengobatan.

2. Tentukan bat-obatan yang tepat untuk digunakan

pada klien berdasar hasil anamnesa dan

65

Page 66: Case Report Hipertensi Pandanaran

pemeriksaan fisik maupun laboratorium.

Hipertensi Tk I :

Hidroklorotiazid (HCT) 12,5-25 mg/hari

dosis tunggal pagi hari.

Propanolol 2x20-40 mg sehari.

Metildopa.

MgSO4

Kaptopril 2-3x12,5 mg sehari.

Nifedipine long acting1x20-60 mg.

Tensigard 3x1 tablet

Amlodipine 1x5-10 mg.

Diltiazem (3x30-60 mg) kerja panjang 90 mg

sehari.

Hipertensi sedang-berat diobati dengan

kombinasi HCT+propanolol, atau

HCT+kaptopri, bila obat tunggal tidak

efektif.

Hipertensi berat yang tidak sembuh dengan

kombinasi di atas, ditambahkan metildopa

2x125-250 mg.

3. Menulis resep.

4. Menjelaskan jenis & macam obat, jumlah &

lamanya pengobatan, aturan dan cara

penggunaan obat, kapan obat dihentikan, efek

samping yang mungkin timbul/dirasakan klien

serta cara pengatasan efek samping terseut.

(perlu diingat : jangan sampai menakuti pasien).

5. Menyerahkan resep kepada klien.

g. Penyuluhan

1. Menjelaskan pada klien komplikasi-komplikasi

(otak, mata, jantung, ginjal) yang dapat

66

Page 67: Case Report Hipertensi Pandanaran

imbul/terjadi bila klien tidak berobat secara

teratur.

2. Menjelaskan pada klien bahwa perlu dilakukan

perubahan gaya hidup (life-style change) spt :

- Menurunkan berat badan bila klien obesitas.

- Pembatasan konsumsi garam dapur.

- Hentikan konsumsi alcohol.

- Hentikan merokok.

- Olahraga teratur.

- Pola makan yang sehat.

- Istirahat yang cukup dan hindari stress.

3. Menjelaskan pada klien mengenai makanan

yang dapat memicu terjadinya hipertensi, antara

lain :

- Semua makanan termasuk buah dan sayur

yang diolah dengan menggunakan garam

dapur.

- Otak, ginjal, lidah, keju, dll.

- Margarine dan mentega biasa.

- Bumbu – bumbu : garam dapur, baking

powder, soda kue, vetsin, kecap, terasi,

maggi, tomato kecap, petis, taoco, dll.

4. Memberitahukan perlu tidaknya klien untuk

dating kembali (kontrol) dan kapan (sebutkan

hari, tanggal dan tahun) harus datang kembali

(kontrol).

h. Peragaan

Memperagakan cara penghitungan denyut nadi

sebelum dan setelah olah raga/exercise :

1. Mengatur posisi yang nyaman dan rileks

(duduk).

67

Page 68: Case Report Hipertensi Pandanaran

2. Meraba arteri radialis dengan cara menggunakan

tiga jari dan hitung selama lebih 60 detik.

3. Bandingkan hasil perhitungan sebelum dan

sesudah olahraga/exercise.

i. Pencatatan dan Pelaporan

1. Mengisi register kunjungan.

2. Entri data dalam computer (SIMPUS).

3. Membuat laporan yang diperlukan oleh DKK.

4. Mengirim laporan paling telat tanggal 10 setiap

bulannya.

Lampiran 2. QUESIONER PRE TEST DAN POST TEST

68

Page 69: Case Report Hipertensi Pandanaran

69

NO PERTANYAAN YA TIDAK

1 Apakah anda mengetahui tentang

hipertensi merupakan peningkatan tekanan

darah?

2 Apakah kegemukan dapat memicu

terjadinya hipertensi?

3 Apakah orang tua dengan penyakit

hipertensi dipastikan akan mempunyai

keturunan hipertensi?

4 Apakah pola konsumsi makanan dengan

garam tinggi dapat memicu peningkatan

tekanan darah?

5 Apakah perokok aktif ataupun pasif dapat

meningkatkan resiko terjadinya hipertensi?

6 Apakah dengan olahraga rutin dapat

menurunkan resiko peningkatan tekanan

darah (hipertensi)?

7 Apakah hipertensi juga dipengaruhi

peningkatan usia seseorang?

8 Apakah tingkat stress seseorang juga dapat

memicu timbulnya hipertensi?

9 Apakah hipertensi dapat menyebabkan

komplikasi menjadi stroke?

10 Apakah hipertensi juga dapat

menimbulkan gangguan fungsi

penglihatan?

11 Apakah hipertensi dapat memicu

timbulnya serangan jantung?

12 Apakah sakit kepala cekot-cekot dan

tegang pada leher merupakan salah satu

gejala dari hipertensi?

13 Apakah hipertensi dapat menimbulkan

gangguan fungsi ginjal?

14 Apakah hipertensi dapat diobati dan

memerlukan pengobatan secara rutin?

15 Apakah pemantauan tekanan darah perlu

dilakukan secara rutin bila seseorang

sudah dinyatakan hipertensi?

16 Apakah pengobatan hipertensi hanya

ditujukan untuk menurunkan tekanan

darah?

Page 70: Case Report Hipertensi Pandanaran

PRESENTASI SKOR KUOSIONER:

Nilai minimum pasien dianggap tahu tentang hipertensi adalah ≥ 65%

Jumlah jawaban ya 100%

16

LAMPIRAN 3

70