case report bedah bph
TRANSCRIPT
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
1/32
BAB I
PENDAHULUAN
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering
diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign
prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat
hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat1. Kelenjar prostat
adalah organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran, baik jinak
maupun ganas. BPH akan timbul seiring dengan bertambahnya usia, sebab BPH
erat kaitannya dengan proses penuaan2. Hiperplasia prostat benigna ini dapat
dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat
hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun1. Selain itu yang menyebabkan
pembesaran kelenjar prostat, adalah bertambahnya zat prostaglandin dalam
jaringan prostat, beta sitosterol yang berperan menghambat pembentukan
prostaglandin. Oleh karena itu, kelenjar prostat dapat juga disembuhkan oleh beta
sitosterol2.
Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang
menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari
pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang
menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal
sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh
pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO).
Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli
maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas
maupun bawah. Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa
LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding
symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi
meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus
(intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi
retensi urine1.
1
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
2/32
Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak semua pasien
BPH mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi
disebabkan oleh BPH. Banyak sekali faktor yang diduga berperan dalam
proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar prostat, tetapi pada dasarnya BPH tumbuh
pada pria yang menginjak usia tua dan masih mempunyai testis yang masih
berfungsi normal menghasilkan testosteron. Di samping itu pengaruh hormon lain
(estrogen, prolaktin), diet tertentu, mikrotrauma, dan faktor-faktor lingkungan
diduga berperan dalam proliferasi sel-sel kelenjar prostat secara tidak langsung.
Faktor-faktor tersebut mampu mempengaruhi sel-sel prostat untuk mensintesis
protein growth factor, yang selanjutnya protein inilah yang berperan dalam
memacu terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat. Fakor-faktor yang mampu
meningkatkan sintesis protein growth factor dikenal sebagai faktor ekstrinsik
sedangkan protein growth factor dikenal sebagai faktor intrinsik yang
menyebabkan hiperplasia kelenjar prostat1.
Terapi yang akan diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keluhan
pasien, komplikasi yang terjadi, sarana yang tersedia, dan pilihan pasien. Di
berbagai daerah di Indonesia kemampuan melakukan diagnosis dan modalitas
terapi pasien BPH tidak sama karena perbedaan fasilitas dan sumber daya manusia
di tiap-tiap daerah. Walaupun demikian dokter di daerah terpencilpun diharapkan
dapat menangani pasien BPH dengan sebaik-baiknya1.
2
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
3/32
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identifikasi
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 72 tahun
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Gg. Serumpun No. 1654 RT. 35 RW. 06 Kel. 8 Ulu,
Seberang Ulu II, Palembang
Tanggal masuk : 24 September 2012
Tanggal pemeriksaan : 25 September 2012
2.2. Anamnesis
Keluhan Utama:
Sulit untuk kencing sejak kurang lebih 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit.
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu, penderita merasakan sulit untuk
kencing. Penderita merasakan pancaran kencing lemah, menetes sedikit-
sedikit, terasa sakit, dan harus mengedan saat kencing. Penderita mengaku
masih ada sisa urin setelah kencing dan perasaan tidak puas serta dalam
sehari kencing dapat berkali-kali dengan selang waktu - 1 jam sekali.
Selain itu, penderita terbangun pada malam hari untuk kencing lebih dari 3
kali tiap malam. Penderita menyangkal mengalami pusing, mual, muntah,
nyeri pinggang, kencing darah, demam, dan kencing berpasir. Riwayat
adanya trauma juga disangkal.
3
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
4/32
Kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, penderita berobat
ke dokter dan dilakukan pemasangan kateter. Apabila kateter dilepaskan,
penderita kembali merasakan sulit untuk kencing.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Penderita mengaku pernah mengalami penyakit kencing batu tahun
1970an. Riwayat penyakit darah tinggi dan penyakit jantung juga diakui
oleh penderita dengan minum obat dan kontrol tidak teratur. Riwayat
penyakit kencing manis disangkal oleh penderita. Riwayat penyakit dengan
keluhan yang sama disangkal oleh penderita.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga:
Riwayat penyakit darah tinggi dalam keluarga diakui oleh penderita.
Riwayat penyakit jantung, kencing manis, dan riwayat penyakit dengan
keluahan yang sama dalam keluarga disangkal oleh penderita.
2.3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
- Keadaan umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran : E4M6V5
- Tekanan darah : 180/100 mmHg
- Nadi : 87 x/menit
- Pernapasan : 21 x/menit
- Suhu : 36,7 0C
- Kulit : ikterik (-), sianosis (-)
- Kepala :
Normocephali, rambut hitam dan tidak mudah rontok, sudut nasolabialis
simetris.
a. Mata : edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+),
b. Hidung : sekret (-/-), napas cuping hidung (-/-)
4
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
5/32
c. Mulut dan Tenggorokkan : mukosa bibir anemis (-), sianosis (-), lidah
kotor (-), papil atrophi (-), tonsil T1/T1,
faring hipermis (-)
d. Telinga : nyeri tekan tragus (-/-), gangguan pendengaran (-/-)
- Leher :
Inspeksi : simetris, massa (-)
Palpasi : pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-)
JVP : 5-2 cmH2O
- Thorax :
Simetris, gerak napas tertinggal (-/-), pektus ekskavatum (-)
Pulmo :
a. Inspeksi : sela iga melebar (-/-), otot bantuan napas (-/-)
b. Palpasi : vokal fremitus hemitoraks dextra = sinistra
c. Perkusi : sonor, batas paru-hepar ICS VI
d. Auskutasi : vesikuler (+/+) normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Cor :
a. Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
b. Palpasi : iktus kordis teraba di ICS VI linea mid clavicula sinistra
c. Perkusi : batas atas : ICS II
batas kanan : linea parasternalis dextra
batas kiri : ICS VI linea mid aksilaris anterior sinistra
d. Auskultasi : S1/S2 (+) reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : datar, lemas, massa (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), teraba massa (-), hepar-lien tidak teraba
Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
5
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
6/32
- Ekstremitas
a. Superior : akral hangat, edema (-/-) sianosis (-/-), CRT < 2 detik
b. Inferior : akral hangat, edema (-/-), pitting edema (-/-), sianosis (-/-),
CRT < 2 detik
- Urogenitalia
Lihat status lokalis.
Status Lokalis:
Urologikus:
a. Regio Costo Vertebrae Angle Dextra et Sinistra
Inspeksi : bulging (-/-)
Palpasi : ballotement (-/-)
Perkusi : nyeri ketok (-/-)
b. Regio Suprapubic
Inspeksi : bulging (-), scar (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
c. Regio Genetalia Eksterna
Inspeksi : MUE normal, terpasang kateter uretra No. 16F, urin jernih,
darah (-), pus (-)
Rectal Toucher:
Penderita menolak dilakukan pemeriksaan dalam sehingga tidak dapat
dinilai kemungkinan terjadi pembesaran prostat.
2.4. Pemeriksaan Penunjanga. Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan pada tanggal 24 september 2012.
1. Hematologi
- Hb : 13,2 gr/dl
- Leukosit : 5.700 / ul
- Trombosit : 210.000 / ul
- Hematokrit : 39 %
6
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
7/32
- Golongan darah : B, Rh (+)
- BT : 3 menit
- CT : 9 menit
2. Kimia Darah
- BSS : 70 mg/dl
- Protein total : 5,4 gr/dl
- Albumin : 4,1 gr/dl
- Globulin : 1,3 gr/dl
- Ureum : 25 mg/dl
- Creatinin : 0,92 mg/dl
- Na : 139 mmol/dl
- K : 3,6 mmol/dl
- Cl : 107 mmol/dl
b. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan dilakukan pada 25 September 2012.
7
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
8/32
Dari hasil pemeriksaan USG didapatkan ginjal kanan dan kiri
dalam batas normal, vesika urinaria dalam batas normal, dan prostat
mengalami pembesaran dengan kalsifikasi (-).
c. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan EKG dilakukan pada tanggal 25 September 2012.
Dari hasil pemeriksaan EKG didapatkan hasil gambaran:
- irama sinus, frekuensi 75/mnt
- interval PR 240 mdtk
- durasi QRS 80 mdtk
- Gelombang R tinggi pada sadapan V4 40mmMaka, dapat disimpulkan abnormalitas EKG dengan AV blok
derajat I dan hipertrofi ventrikel kiri dengan repolarisasi.
8
PR
QRS
R
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
9/32
2.5. Diagnosis Banding
Temuan Klinis BPH Ca ProstatStriktur
UretraUrolitiasis Kasus
Kesulitan berkemih + +/- + + +
Pancaran kemih
menurun+ +/- + + +
Frekuensi kemih
abnormal+ +/- + + +
Berkemih tidak
lampias+ +/- + + +
Disuria + +/- + + +
Urin keluar menetes
diakhir berkemih+ +/- + + +
Pancaran kemih
bercabang- - + - -
Hematuria - +/- + +/- -
Nyeri pelvis - +/- + - -
Nocturia + - - - +
Urgensi + - - - +
Mengedan saat miksi + - - - +
Riwayat trauma - - + - -
Hasil colok dubur
Teraba
prostat
simetris,
konsistensi
kenyal
Teraba
prostat
asimetris,
konsistensi
keras
- -
Tidak
dilakukan
colok
dubur
2.6. Diagnosis Kerja
Benign Prostatic Hyperplasia dengan Cardio Vascular Disease.
2.7. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
- IVFD RL gtt XX/mnt
- Kateterisasi dengan kateter No.16F
- Cefotaxim 2 x 1 gr Inj. IV
- Amlodipin 1 x 5 mg tab
b. Tindakan operasi
Rencana prostatektomi terbuka dengan pendekatan retropubik infravesika
dengan persiapan tranfusi PRC 450 ml selama operasi dilaksanakan.
9
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
10/32
c. Rencana post operasi
- Kontrol paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui
kemungkinan terjadi penyulit.
- Kontrol selanjutnya setelah 3 bulan untuk mengetahui hasil akhir
operasi.
2.8. Prognosis
Quo ad vitam : bonam.
Quo ad functionam : dubia.
10
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
11/32
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Anatomi Prostat
a. Lokasi dan Deskripsi
Prostata merupakan organ kelenjar fibromuskular yang
mengelilingi uretra pars protatica (Gambar 3.1 dan 3.2). Prostata
mempunyai panjang kurang lebih 1 inchi (3 cm) dan terletak di antara
collum vesicae di atas dan diaphragma urogenitale di bawah (Gambar
3.2)3.
Gambar 3.1. Potongan sagital pelvis laki-laki3.
Prostata dikelilingi oleh capsula fibrosa. Di luar capsula terdapat
selubung fubrosa, yang merupakan bagian lapisan visceral fascia pelvis
(Gambar 3.2). Prostata yang berbentuk kerucut mempunyai basis protatae
yang terletak di superior dan berhadapan dengan collum vesicae, dan
apex prostata yang terletak di inferior dan berhadapan dengan
diaphragma urogenitale. Kedua ductus ejaculatorius menembus bagian
atas facies posterior prostatae untuk bermuara ke urethra pars prostatica
pada pinggir lateral utriculus prostaticus (Gambar 3.2)3.
11
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
12/32
A B
C
Gambar 3.2. Potongan koronal prostata (A), potongan sagital (B),
potongan horizontal (C)3.Perhatikan muara ductus ejaculatorius pada pinggir utriculus prostaticus.
Hubungan3:
1. Ke superior: Basis protatae berhubungan dengan collum vesicae. Otot
polos prostata terus melanjut tanpa terputus dengan otot polos collum
vesicae. Urethra masuk pada bagian tengah basis prostatae (Gambar
3.1).
2. Ke inferior: Apex prostatae terletak pada facies superior diaphragma
urogenitale. Urethra meninggalkan prostata tepat di atas apex pada
facies anterior (Gambar 3.2).
3. Ke anterior: Facies anterior prostatae berbatasan dengan symphisis
pubica, dipisahkan oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat di dalam
spatium retropubicum (cavum Retzius). Selubung fibrosa prostata
dihubungkan dengan aspek posterior os pubis oleh ligamenta
puboprostatica. Ligamenta ini terletak di samping kanan dan kiri linea
mediana dan merupakan penebalan fascia pelvis (Gambar 3.1).
12
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
13/32
4. Ke posterior: Facies posterior prostatae (Gambar 3.1 dan 3.2)
berhubungan erat dengan facies anterior ampulla recti dan dipisahkan
dari rectum oleh septum rectovesicale (fascia Denonvillier). Septum
ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio
retrovesicalis peritonealis, yang semula meluas ke bawah sampai ke
corpus perineale.
5. Ke lateral: Facies lateralis prostatae difiksasi oleh serabut anterior
musculus levator ani pada saat serabut ini berjalan ke posterior dari
pubis (Gambar 3.2).
b. Struktur Prostat
Kelenjar prostata yang jumlahnya banyak tertanam di dalam
campuran otot polos dan jaringan ikat, dan ductusnya bermuara ke
urethra pars prostatica3.
Prostata secara tidak sempurna terbagi menjadi 5 lobus (Gambar
3.2). Lobus anterior terletak di bagian depan urethra dan tidak
mempunyai jaringan kelenjar. Lobus medius atau medianus adalah
kelenjar berbentuk baji yang terletak di antara urethra dan ductus
ejaculatorius. Permukaan atas lobus medius berhubungan dengan
trigonum vesicae, bagian ini mengandung banyak kelenjar. Lobus
posterior terletak di belakang urethra dan di bawah ductus ejaculatorius,
juga mengandung kelenjar. Lobi prostatae dexter dan sinister terletak di
samping urethra dan dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh alur
vertikal dangkal yang terdapat pada facies posterior prostatae. Lobi
laterales mengandung banyak kelenjar
3
.
c. Fungsi Prostat
Fungsi prostata adalah menghasilkan cairan tipis seperti susu yang
mengandung asam sitrat dan fosfatase asam. Cairan ini ditambahkan ke
semen pada waktu ejakulasi. Bila otot polos pada capsula dan stroma
berkontraksi, sekret yang berasal dari banyak kelenjar diperas masuk ke
13
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
14/32
urethra pars prostatica. Sekret prostata bersifat alkalis dan membantu
menetralkan suasana asam di dalam vagina3.
d. Perdarahan
1. Arteriae: cabang arteria vesicalis inferior dan arteria rectalis media3.
2. Venae: membentuk plexus venosus prostaticus, yang terletak di antara
capsula prostatica dan selubung fibrosa (Gambar 3.2). Plexus venosus
prostaticus menampung darah dari vena dorsalis profunda penis dan
sejumlah venae vesicales, selanjutnya bermuara ke vena illiaca
interna3.
e. Aliran Limf
Pembuluh limf dari prostata mengalirkan cairan limf ke nodi iliaci
interni3.
f. Persarafan
Persarafan prostat berasal dari plexus hypogasticus inferior. Saraf
simpatis merangsang otot polos prostata saat ejakulasi3
.
3.2. DefinisiBenign Prostatic Hyperplasia
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pertumbuhan berlebihan
sel-sel prostat yang tidak ganas dimana sejenis keadaan di mana kelenjar
prostat membesar dengan cepat2. Sebenarnya yang terjadi adalah hiperplasi
kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat yang sebenarnya ke arah
perifer. Hiperplasi kelenjar prostat bukan kelainan pra-ganas
4
.
Gambar 3.3.Hiperplasia prostat4.(A) Prostat normal: uretra (1), daerah kelenjar periuretra (2), kelenjar prostat (3).
(B) Hiperplasia prostat: uretra yang terjepit (1), hiperplasia kelenjar periuretra menjadi
hipertropia prostat (2), kelenjar prostat yang sebenarnya yang tertekan menjadi sebagaisimpai dan disebut simpai bedah.
14
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
15/32
3.3. EtiologiBenign Prostatic Hyperplasia
Pembesaran jinak prostata sering ditemukan pada laki-laki berusia
lebih dari 50 tahun. Penyebabnya mungkina karena ketidakseimbangan
pengendalian hormon kelenjar3. Dengan bertambahnya usia, akan terjadi
perubahan keseimbangan testosteron estrogen karen produksi testosteron
menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan
adiposa di perifer4.
Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan, efek
perubahan juga terjadi perlahan. Pada tahap awal, setelah terjadi
pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan daerah prostat
meningkat, dan setrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke
dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang
disebut trabekulasi. Mukosa dapat menerobos keluar di antara serat detrusor.
Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula, sedangkan yang besar
disebut divertikulum. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi
otot dinding. Apabila keadaan berlanjut, detrusor menjadi lelah dan
akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin4
.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab
terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dihidrostestosteron (DHT) dan proses aging(penuaan). Beberapa hipotesis
yang diduga sebagai penyebab timbulknya hiperplasia prostat adalah: (1)
teori dehidrostestosteron, (2) adanya ketidakseimbangan antara estrogen-
testosteron, (3) interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4)berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) teori stem sel5.
3.4. EpidemiologiBenign Prostatic Hyperplasia
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah
dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan ini terus
berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomik4.
15
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
16/32
Oleh karena itulah dengan meningkatnya usia harapan hidup,
meningkat pula prevalensi BPH. Office of Health Economic Inggris telah
mengeluarkan proyeksi prevalensi BPH bergejala di Inggris dan Wales
beberapa tahun ke depan. Pasien BPH bergejala yang berjumlah sekitar
80.000 pada tahun 1991, diperkirakan akan meningkat menjadi satu
setengah kalinya pada tahun 2031. Bukti histologis adanya benign prostatic
hyperplasia (BPH) dapat diketemukan pada sebagian besar pria, bila mereka
dapat hidup cukup lama. Namun demikian, tidak semua pasien BPH
berkembang menjadi BPH yang bergejala (symptomatic BPH). Prevalensi
BPH yang bergejala pada pria berusia 40-49 tahun mencapai hampir 15%.
Angka ini meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50-59
tahun prevalensinya mencapai hampir 25%, dan pada usia 60 tahun
mencapai angka sekitar 43%1. Pada lelaki usia 80 tahun sekitar 80% dan
sekitar 50% dari angka kejadian tersebut akan menyebabkan gejala dan
tanda klinis4.
Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti,
tetapi sebagai gambaran hospital prevalence pada dua rumah sakit besar di
Jakarta yaitu RSCM dan Sumberwaras selama 3 tahun (1994-1997) terdapat
1040 kasus1.
3.5. PatofisiologiBenign Prostatic Hyperplasia
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan
tanda obstruksi saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada
permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi
menjadi lemah, dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkanhipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi,
nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena
detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi
sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan
yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan
rangsangan pada kandung kemih sehingga vesika sering berkontraksi
16
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
17/32
meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menentukan
berat keluhan klinis4.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin
sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung
kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini
berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita
tidak mampu lagi untuk miksi. Karena produksi urin terus terjadi, pada
suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekana
intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi
dari tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks.
Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter, hidroureter,
hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila
terjadi infeksi. Pada waktu miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga
lama-kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid4.
Gambar 3.4. Bagan pengaruh hiperplasia prostat pada saluran kemih5.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat membentuk batu endapan di
dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistisis dan
bila terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis (Gambar 3.4)4.
17
Hiperplasia Prostat
Penyempitan lumen uretra posterior
Tekanan intravesikal
Vesika urinaria
- Hipertropi otot detrusor
- Trabekulasi
- Selula
- Divertikel vesika urinaria
Ginjal dan Ureter
- Refluks vesiko-ureter
- Hidroureter
- Hidronefrosis
- Pionefrosis
- Pilonefritis
- Gagal ginjal
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
18/32
Gambar 3.5. Patofisiologi obstruksi uretra oleh striktur dan penyulit
uretritis purulen atau ruptur uretra4.Atropi ginjal (1), piolonefritis (2), hidronefrosis (3), hidroureter (4), hipertropi otot detrusor dan
trabekulasi (5), divertikulum (6), retensi urin akut dan/atau kronik (7), sistolitiasis (8), karsinomakandung kemih (9), epididimoorkitis (10), sistisis (11), prostatitis (12), abses prostat (13),
uretrolitiasis (14), karsinoma uretra (15), abses periuretra (16), ekstravasasi urin (17),fistel uretra (18), striktur uretra (19), prolaps rektum (20), hernia inguinalis (21).
3.6. Gambaran KlinisBenign Prostatic Hyperplasia
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun keluhan di luar saluran kemih5.
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah atas (LUTS = lower urinary
tract symptom) terdiri atas gejala obstruktif dan gejala iritatif.
Tabel 3.1. Gejala obstruksi dan iritatif dari BPH5
.Obstruksi Iritasi
Hesitansi Frekuensi
Pancaran miksi lemah Nokturi
Intermitensi Urgensi
Miksi tidak puas disuri
Menetes setelah miksi
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah, para ahli urologi membuat sistem skoring yang subjektif
dan dapat dihitung sendiri berupa WHO PSS (prostatic symptom score).
18
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
19/32
Tabel 3.2. WHO PSS4.
Pertanyaan Jawaban dan Skor
Keluhan pada bulan
terakhir
Tidak
ada
samasekali
< 20% < 50% 50% > 50%Hampir
selalu
a. Adakah anda merasa
buli-buli tidak kosong
setelah BAK?
0 1 2 3 4 5
b. Berapa kali anda
hendak BAK lagi di
dalam 2 jam setelah
BAK?
0 1 2 3 4 5
c. Berapa kali terjadi
bahwa arus berkemih
berhenti sewaktu
BAK?
0 1 2 3 4 5
d. Berapa kali terjadi anda
tidak dapat menahan
BAK?
0 1 2 3 4 5
e. Berapa kali terjadi arus
lemah sekali sewaktu
BAK?
0 1 2 3 4 5
f. Berapa kali terjadi anda
mengalami kesulitan
memulai BAK?
0 1 2 3 4 5
Bangun tidur untuk BAKTidak
pernah1x 2x 3x 4x 5x
g. Berapa kali anda
bangun untuk BAK di
waktu malam hari?
0 1 2 3 4 5
h. Andaikata cara BAK
seperti yang anda alami
sekarang ini akan
seumur hidup tetap
seperti ini, bagaimana
perasaan anda?
Senang
sekaliSenang
Pada
umumnya
puas
Campuran
antara
puas dan
tidak puas
Pada
umumnya
tidak
puas
Tidak
bahagia
Jumlah Skor:
0 = baik sekali
1 = baik
2 = kurang baik
3 = kurang
4 = buruk
5 = buruk sekali
Dari skor tersebut, dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3
derajat, yaitu (1) ringan: skor 0 7, (2) sedang: skor 8-19, dan (3) berat
skor 20-355.
19
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
20/32
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih
bagian atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan
di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam
yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis5.
c. Gejala di luar saluran kemih
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan vesika urinaria yang
terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat
retensi urin. Kadang didapatkan urin yang selalu menetes tanpa disadari
oleh pasien yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoks5.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus
sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam
rektum dan prostat. Pada perabaan colok dubur, harus diperhatikan
konsistensi prostat (pada pembesaran prostat jinak konsistensinya
kenyal), adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas
dapat diraba. Pada karsinoma prostat, prostat teraba keras atau teraba
benjolan yang konsistensinya lebih keras dari sekitarnya atau ada prostat
asimetri dengan bagian yang lebih keras. Dengan colok dubur dapat pula
diketahui batu prostat bila teraba krepitasi4.
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa
urin setelah miksi spontan. Sisa ditentukan dengan mengukur urin yang
masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui
dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin
lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan
intervensi pada hipertrofi prostat4.
20
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
21/32
Tabel 3.3. Derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis4.
Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urin
IPenonjolan prostat, batas atas mudah
diraba< 50 ml
II Penonjolan prostat jelas, batas atasdapat dicapai
50 100 ml
III Batas atas prostat tidak dapat diraba > 100 ml
IV Retensi urin total
Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran
urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri4.
Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran
maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran
menurun antara 6-8 ml/detik, sedangkan maksimal pancaran menjadi 15
ml/detik atau kurang. Kelemahan detrusor dan obstruksi infravesikal tidak
dapat dibedakan dengan pengukuran pancaran kemih4.
Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga
mengganggu faat ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan
urolitiasis. Tindakan untuk menentukan diagnosis penyebab obstruksi
maupun menentukan kemungkinan penyulit harus dilakukan secara teratur4.
3.7. Pemeriksaan PencitraanBenign Prostatic Hyperplasia
Dengan pemeriksaan radiologik, seperti foto polos perut dan
pielografi intravena, dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan,
misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikulum kandung
kemih. Kalau dibuat foto setelah miksi, dapat dilihat sisa urin. Pembesaran
prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras pada dasar kandung
kemih. Secara tidak langsung, pembesaran prostat dapat diperkirakan
apabila dasar vesika urinaria pada gambar sistogram tampak terangkat atau
ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti mata kail. Apabila
fungsi ginjal buruk sehingga ekskresi ginjal kurang baik atau penderita
sudah dipasang kateter menetap, dapat dilakukan sistogram retrograd4.
Ultrasonografi dapat dilakukan secara transabdominal atau transrektal
(transrectal ultrasonography = TRUS). Selain itu untun mengetahui
pembesaran prostat, pemeriksaan ultrasonografi dapat pula menentukan
21
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
22/32
volume vesika urinaria, mengukur sisa urin, dan keadaan patologi lain
seperti divertikulum, tumor, dan batu. Dengan ultrasonografi transrektal,
dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat.
Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan ultrasonografi
suprapubik. CT scan dan MRI jarang dilakukan4.
Pemeriksaan sistografi dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan
hematuria atau pada pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria.
Pemeriksaan untuk ini dapat memberi gambaran kemungkinan tumor di
dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang
dari muara ureter, atau batu radiolusen di dalam vesika. Selain itu,
sistoskopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan
mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat ke
dalam uretra4.
3.8. Diagnosis BandingBenign Prostatic Hyperplasia
Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas
leher kandung kemih dengan tonus ototnya, dan resistensi uretra. Setiap
kesulitan miksi disebabkan oleh salah satu dari ketiga faktor tersebut.
Kelemah detrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf (kandung kemih
neurologik), misalnya pada lesi medula spinalis, neuropatia diabetes, bedah
radikal yang mengorbankan persarafan di daerah pelvis, penggunaan obat
penenang, obat penghambat reseptor ganglion, dan parasimpatolitik.
Kekakuan leher vesika disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan resistensi
uretra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher
kandung kemih, batu di uretra, atau striktur uretra, kelainan tersebut dapatdilihat dengan sistoskopi.
22
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
23/32
Tabel 3.4. Diagnosis banding obstruksi saluran kemih
karena hipertrofi prostat4.
Kelemahan detrusor VU Kekakuan leher VU Resistensi uretra
Gangguan neurologik
- Kelainan medulaspinalis
FibrosisHipertrofi prostat ganas
atau jinak
- Neuropati diabetes
melitus
Kelainan yang
menyumbat uretra
- Pascabedah radikal di
pelvisUretralitiasis
- Farmakologik (obat
penenang, penghambat
alfa, parasimpatolitik)
Uretritis akut atau
kronik
3.9. PenatalaksanaanBenign Prostatic Hyperplasia
WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan
miksi dengan skor WHO PSS (prostate symptom score). Skor ini dihitung
berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi4.
Terapi nonbedah dianjurkan bila WHO PSS tetap di bawah 15. Untuk
itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi
bedah dianjurkan bila WHO PSS bernilai lebih dari 25 atau bila timbul
obstruksi4
.
Di dalam praktek, pembagian besar prostat derajat I IV digunakan
untuk menentukan cara penanganan. Penderita derajat I biasanya belum
memerlukan tindakan bedah, cukup diberikan tindakan konservatif, misal
dengan penghambat adrenoreseptor alfa seperti alfazosin, prasozin, dan
terasozin. Keuntungan obat penghambat adrenoreseptor alfa ialah efek
positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak memengaruhi proses hiperplasia
prostat sedikit pun. Kekurangannya ialah obat ini tidak dianjurkan untukpengobatan yang lama4.
Derajat II merupaja indikasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.
Biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra (TUR =
transurethral resection). Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas sekitar
8%. Kadang derajat II dapat dicoba dengan pengobatan konservatif4.
Pada derajat III, reseksi endoskopik dapat dikerjakan oleh ahli bedah
berpengalaman. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga
23
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
24/32
reseksi tidak akan selesai dalam satu jam, sebaiknya dilakukan pembedahan
terbuka4.
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal, retropubik
atau perineal. Pada operasi melalui kandung kemih dibuat sayatan perut
bagian bawah menurut pfannenstiel, kemudian prostat dienukleasi dari
dalam simpainya. Keuntungan teknik ini adalah dapat sekaligus untuk
mengangkat batu vesika urinaria atau divertikelektomi apabila ada
divertikulum yang cukup besar. Cara pembedahan retropubik menurut
Millin dikerjakan melalui sayatan kulit pfannenstiel dengan membuka
simpai prostat tanpa membuka kandung kemih, kemudikan prostat
dienukleasi. Cara ini mempunyai keunggulan, yaitu tanpa membuka
kandung kemih, sehingga pemasangan kateter tidak lama seperti bila
membuka vesika. Kerugiannya, cara ini tidak dapat dipakai jika diperlukan
tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam kandung kemih. Kedua cara
pembedahan terbuka tersebut masih kalah dibandingkan dengan cara TUR,
yaitu morbiditasnya yang lebih lama, tetapi dapat dikerjakan tanpa
memerlukan alat endoskopi yang khusus, dengan alat bedah baku (Gambar
3.5). Protatektomi melalui sayatan perineal tidak dikerjakan lagi4
.
Pada hipertrofi derajat IV, tindakan pertama yang harus segera
dikerjakan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan
memasang kateter atau sistostomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitif dengan TUR
atau pembedahan terbuka4.
24
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
25/32
Gambar 3.6 Skema pengelolaan BPH di Indonesia untuk dokter umumdan spesialis non urologi1.
DRE: digital rectal examination, IPSS: international prostatic symptom score, QoL: quality of
life, PVR: post voiding residual urine, TAUS: transabdominal ultrasonography, TRUS: transrectal
ultrasonography.
25
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
26/32
Gambar 3.7. Skema pengelolaan BPH di Indonesia untuk spesialis urologi1.DRE: digital rectal examination, IPSS: international prostatic symptom score, QoL: quality of
life, PVR: post voiding residual urine, IVP: intravenous pyelography, TAUS: transabdominal
ultrasonography, TRUS: transrectal ultrasonography, danBPO: benign prostatic enlargement.
26
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
27/32
Gambar 3.8. Prostatektomi4.A. Perineal: kandung kemih (1), prostat (2), simfisis (3), diafragma urogenital (4), penis
dengan uretra dan korpus kavernosus (5), rektum (6), peritoneum parietal (7), rongga
perut (8).B. Suprapubik transvesikal. Bedah melalui kandung kemih, tetapi bukan melalui
laparotomi karena rongga perut tidak dibuka.C. Retropubik melalui cavum Retzius antara kandung kemih dan simfisis. Rongga perut
maupun kandung kemih tidak dibuka (pendekatan Millin).
D. Endokskopik transuretral tanpa sayatan kulit (TUR).
Penderita dengan keadaan umum tidak memungkinkan untuk
dilakukan pembedahan, dapat diusahakan pengobatan konservatif dengan
memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa. Efek samping obat ini
adalah gejala hipotensi, seperti pusing, lemas, palpitasi, dan rasa lemah4.
Pengobatan konservatif lain ialah dengan pemberian obat
antiandrogen yang menekan produksi LH. Kesulitan pengobatan konservatif
ini ialah menentukan berapa lama obat harus diberikan dan efek samping
obat4.
Pengobatan lain yang invasif minimal adalah pemanasan prostat
dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui anena
yang dipasang pada ujung kateter. Dengan cara yang disebut transurethral
microwave thermotherapy (TUMT) ini, diperoleh hasil perbaikan kira-kira
75% untuk gejala objektif4.
27
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
28/32
Pada penanggulangan invasif minimal lain yang disebut transurethral
ultrasound guided laser induced prostatectomy (TULIP) digunakan cahaya
laser. Dengan cara ini, diperoleh juga hasil yang cukup memuaskan.
Uretra di daerah prostat dapat juga didilatasi dengan balon yang
dikembangkan didalamnya (transurethral balloon dilatation = TUBD) yang
biasanya memberi perbaikan yang bersifat sementara4.
28
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
29/32
BAB IV
ANALISIS KASUS
Seorang laki-laki 72 tahun datang ke RSUD. Palembang Bari dengan
keluhan sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu, penderita merasakan sulit untuk
kencing. Penderita merasakan pancaran kencing lemah, menetes sedikit-sedikit,
terasa sakit, dan harus mengedan saat kencing. Penderita mengaku masih ada sisa
urin setelah kencing dan perasaan tidak puas serta dalam sehari kencing dapat
berkali-kali dengan selang waktu - 1 jam sekali. Selain itu, penderita terbangun
pada malam hari untuk kencing lebih dari 3 kali tiap malam. Penderita
menyangkal mengalami pusing, mual, muntah, nyeri pinggang, kencing darah,
demam, dan kencing berpasir. Riwayat adanya trauma juga disangkal. Kurang
lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, penderita berobat ke dokter dan
dilakukan pemasangan kateter. Apabila kateter dilepaskan, penderita kembali
merasakan sulit untuk kencing.
Dari keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit ini dapat dipikirkan
beberapa diagnosis untuk keluhan seperti yang dirasakan oleh pasien ini dengan
usia 72 tahun, yaitu benign prostatic hyperplasia (BPH) dan carsinoma prostat.
Diagnosis banding berupa striktur uretra dengan gejala yang sama dapat
disingkirkan dengan didapatkan informasi bahwa riwayat trauma disangkal oleh
penderita, serta dari segi usia, kejadian striktur uretra ditemukan pada penderita
dengan usia < 45 tahun.
Penderita mengaku pernah mengalami penyakit kencing batu tahun 1970an.
Riwayat penyakit darah tinggi dan penyakit jantung juga diakui oleh penderita
dengan minum obat dan kontrol tidak teratur. Riwayat penyakit kencing manis
disangkal oleh penderita. Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal
oleh penderita.
Dari informasi riwayat penyakit terdahulu, penderita memiliki riwayat
penyakit kencing batu pada tahun 1970an, berarti saat usia penderita kurang lebih
40 tahun. Kemungkinan kejadian urolitiasis dapat terjadi kembali pada pasien ini
dilihat dari keluhan yang dialami meskipun penderita menyangkal kencing
29
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
30/32
berpasir atau terdapat batu pada urin, sehingga diagnosis urolitiasis belum dapat
disingkirkan berdasarkan hasil anamnesis. Selain itu penderita memiliki riwayat
penyakit hipertensi dan penyakit jantung yang menjadi penyulit jika dilakukan
tindakan operasi sehingga diperlukan pertimbangan saat dilakukan operasi
terutama prostatektomi terbuka.
Dari hasil pemeriksaan fisik status generalis ditemukan penderita dengan
tekanan darah 180/100 mmHg dengan hasil perkusi cor ditemukan pelebaran batas
jantung kiri ke arah linea aksilaris anterior sinistra pada ICS VI yang
menunjukkan bahwa pasien ini memiliki gangguan cardiovaskular.
Dari hasil pemeriksaan status lokalis urologikus regio costo vertebrae angle
dextra et sinistra diketahui bulging (-/-), ballotement (-/-), dan nyeri ketok (-/-)
yang menunjukkan bahwa kemungkinan telah terjadi hidronefrosis dapat
disingkirkan. Pada regio suprapubic juga diketahui bulging (-), scar (-), nyeri
tekan (-) serta regio genetalia eksterna ditemukan MUE normal, terpasang kateter
uretra No. 16F, urin jernih, darah (-), pus (-). Untuk pemeriksaan rektal toucher
tidak dapat dilaporkan karena penderita menolak dilakukan pemeriksaan tersebut
sehingga diagnosis carsinoma prostat dilihat dari hasil pemeriksaan fisik belum
dapat disingkirkan.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah maupun kimia darah dalam batas
normal sehingga kemungkinan terjadi infeksi pada pasien ini dapat disingkirkan
serta kemungkinan terjadi pembentukan batu secara primer juga dapat
disingkirkan dengan hasil ureum dalam batas normal, yaitu 25 mg/dl.
Dari hasil pemeriksaan USG, ditemukan ginjal kanan maupun kiri dalam
batas normal begitu pula dengan vesika urinaria tidak ditemukan gambaran batu,
sehingga urolitiasis sudah dapat disingkirkan dari diagnosis. Namun, ditemukanhasil USG dengan kesan pembesaran prostat cenderung benign sehingga diagnosis
carsinoma prostate dapat disingkirkan dari diagnosis.
Dari hasil pemeriksaan EKG ditemukan abnormalitas hasil yaitu terjadi AV
blok derajat I dan hipertrofi ventrikel kiri dengan repolarisasi yang menunjang
bahwa pasien ini benar adanya gangguan cardiovaskular sebagai penyulit.
Berdasarkan hasil temuan baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun
hasil pemeriksaan penunjang, maka dapat disimpulkan bahwa pasien ini
30
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
31/32
mengalami Benign Prostatic Hiperplasia dengan Cardio Vascular Disease.
Penderita ini direncanakan akan dilakukan prostatektomi terbuka dengan
pendekatan retropubik infravesika mengingat dari hasil temuan USG pembesaran
prostat yang terjadi cukup besar. Namun, sebelum dilakukan tindakan
prostatektomi terbuka ini, keadaan umum pasien perlu distabilkan terutama pada
tekanan darah karena kemungkinan komplikasi perdarahan hebat dapat terjadi
dengan pemasangan IVFD RL gtt XX/menit, injeksi Cefotaxim 2 x 1 gr IV, dan
antihipertensi berupa amlodipin 1 x 5 mg tab. Prognosis pada pasien ini untukquo
ad vitam, yaitu bonam, dan quo ad functionam, yaitu dubia.
31
-
7/29/2019 Case Report Bedah Bph
32/32
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. 2003. Pedoman Penatalaksanaan BPH di
Indonesia. Diunduh dari: http://www.iaui.or.id/. Diakses pada 1 Oktober
2012; 00:18.
2. Amalia R. 2007. Faktor-faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak.
Tesis, Program Pasca Sarjana Program Studi Magister Epidemiologi
Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia.
3. Snell RS. 2006. Pelvis: Bagian II Cavitas Pelvis, Prostata. Dalam: Anatomi
Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Terjemahan oleh: Sugiharto,
L. EGC, Jakarta, Indonesia, hal. 350-352; 372-374.
4. Sjamsuhidajat R., de Jong W. 2005. Bagian III: Tindakan Bedah Organ dan
Sistem Organ, Prostat. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC,
Jakarta, Indonesia, hal. 782-786.
5. Purnomo BB. 2009. Hiperplasia Prostat. Dalam: Dasar-dasar Urologi. Edisi
2. Sagung Seto, Jakarta, Indonesia, hal 69-85.