case paru rahmi.docx

52
I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. Y Umur : 25 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Agama : islam Status : Lajang Alamat : kampung rawa selatan Pendidikan : SMA Pekerjaan : swasta Tanggal masuk : 2-juli-2014 II. Anamnesis Pasien mengeluh sesak nafas ± 2 minggu SMRS, sesak makin parah bila berbaring, dan beraktivitas disertai keluhan batuk berdahak yang lama ± 8 bulan III. Riwayat penyakit sekarang Auto anamnesis pasien pada tanggal 2 juli 2014 pasien datang ke poli RS MRM dengan keluhan sesak nafas yang di rasa 2 minggu SMRS. Sesak dirasakan makin parah apabila berbaring. Selain sesak pasien juga mengeluh batuk berdahak ± 8 bulan, dahak berwarna kuning kehijauan dan kadang disertai darah. Pasien mengeluh berat badan nya semakin berkurang, demam (-), mual, muntah sudah 5x. Pasien sudah berobat ke klinik akan tetapi batuk tidak kunjung sembuh.pasien sehari-hari bekerja sebagai pegawai percetakan, teman sekantor pasien tidak ada yang batuk- batuk seerti pasien, pasien biasa nya naik motor ke kantor dan tidak pakai masker, pasien merokok. Sebelum nya pasien tidak pernah punya penyakit seprti ini. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit kronik apapun. Dari riwayat keluarga ibu pasien menderita batuk-batuk juga, dan belum pernah berobat, tidak ada iwayat hipertesi, DM dan hiperkolesterolemia. 1

Upload: rahmi-rahma-andini

Post on 05-Jan-2016

10 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: case paru rahmi.docx

I. IDENTITAS PASIENNama : Tn. YUmur : 25 tahunJenis kelamin : Laki-lakiAgama : islamStatus : LajangAlamat : kampung rawa selatanPendidikan : SMAPekerjaan : swasta

Tanggal masuk : 2-juli-2014

II. AnamnesisPasien mengeluh sesak nafas ± 2 minggu SMRS, sesak makin parah bila berbaring, dan beraktivitas disertai keluhan batuk berdahak yang lama ± 8 bulan

III. Riwayat penyakit sekarang

Auto anamnesis pasien pada tanggal 2 juli 2014 pasien datang ke poli RS MRM dengan keluhan sesak nafas yang di rasa 2 minggu SMRS. Sesak dirasakan makin parah apabila berbaring. Selain sesak pasien juga mengeluh batuk berdahak ± 8 bulan, dahak berwarna kuning kehijauan dan kadang disertai darah. Pasien mengeluh berat badan nya semakin berkurang, demam (-), mual, muntah sudah 5x. Pasien sudah berobat ke klinik akan tetapi batuk tidak kunjung sembuh.pasien sehari-hari bekerja sebagai pegawai percetakan, teman sekantor pasien tidak ada yang batuk-batuk seerti pasien, pasien biasa nya naik motor ke kantor dan tidak pakai masker, pasien merokok. Sebelum nya pasien tidak pernah punya penyakit seprti ini. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit kronik apapun. Dari riwayat keluarga ibu pasien menderita batuk-batuk juga, dan belum pernah berobat, tidak ada iwayat hipertesi, DM dan hiperkolesterolemia.

Riwayat Penyakit Dahulu :- Riwayat penyakit paru : disangkal- Riwayat penyakit jantung : disangkal- Riwayat hipertensi : disangkal- Riwayat diabetes mellitus: disangkal- Riwayat alergi : disangkal- Riwayat penyakit kuning :disangkal- Riwayat batu ginjal :disangkal

Riwayat penyakit keluarga

- Riwayat penyakit paru : ibu pasien menderita batuk lama

1

Page 2: case paru rahmi.docx

- Riwayat penyakit jantung : disangkal- Riwayat hipertensi : disangkal- Riwayat diabetes mellitus: disangkal- Riwayat penyakit paru : disangkal- Riwayat alergi : disangkal- Riwayat penyakit kuning : disangkal- Riwayat bau ginjal : disangkal-

IV. PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan dilakukan pada tanggal 2 juli 2014, pada pukul 13.00 :Keadaan umum : tampak sakit sedangKesadaran : Compos Mentis, E=4 M=6 V=5Tanda- tanda vital : - tekanan darah : 120/90 mmhg - Nadi : 80 X/menit - Suhu : 36,2º C - Saturasi O2 : 99%Status Generalis :Kepala : Normochepal, Distribusi rambut merata, tidak mudah dicabut, warna

hitamMata : konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-, secret -/-, edema -/-Telinga : bentuk normal, simetris, serumen -/-, secret-/-Hidung : bentuk normal, deviasi septum(-), secret -/-, darah -/-Mulut : bibir lebab (+), mukosa(+),, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1Leher : deviasi trakea (-), kelenjar tiroid tidak membesar, KGB tidak terabaThorax ;Cor : inspeksi : iktus kordis tak tampakPalpasi : iktus kordis teraba, tidak kuat angkat di ICS V linea midklavikula sinistra,

tidak ada thrill di ICS II linea parasternalis sinistraPerkusi : batas pinggang jantung : ICS III parasternalis sinistraBatas jantung kiri : ICS IV linea sternalis sinistraBatas kanan jantuung :Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, gallop (-) , murmur(-)Pulmo : Inspeksi : dinding dada simetris, pernafasan abdomino thorakalPalpasi : fremitus vocal+/+, fremitus taktil +/+, nyeri tekan (-)Perkusi : sonor kedea lapang paruAuskultasi vesikuler +/+, ronki +/+, wheezing -/-

Abdomen :Inspeksi : datar, striae (-), venektasi (-)Auskultasi : bising usus (+)

2

Page 3: case paru rahmi.docx

Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (-), undulasi (-) hepar tidak teraba, lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Genitalia : tidak diperiksaEkstremitas : akral hangat, edema (-)Kulit : dalam batas normal

V. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan lab pada tanggal 2 juli 2014Hb : 9,4 g/dlLeukosit : 8600/uLHematokrit : 31%Trombosit : 432000Ureum : 19mg/dlCreatinin : 0,89mg/dlSGOT : 31 U/LSGPT : 86 U/L

Pemeriksaan lab pada tanggal 3 juli 2014BTA I : -/NegatifBTA II : -/ NegatifBTA III : -/ Negatif

Pemeriksaan lab pada tanggal 5 juli 2014SGOT : 21 U/LSGPT : 37 U/L

Pemeriksaan foto thorax

3

Page 4: case paru rahmi.docx

Tampak perselubungn inhomogen di kedua lapang paru atas terutama sisi kiri dengan efusi pleura kanan. Jantung CR <50% kontur baikKesan : KP dupleks, cor normal.

VI. Resume

Auto anamnesis pasien pada tanggal 2 juli 2014 pasien datang ke poli RS MRM dengan keluhan sesak nafas yang di rasa 2 hari SMRS. Sesak dirasakan makin parah apabila berbaring. Selain sesak pasien juga mengeluh batuk berdahak ± 8 bulan, dahak berwarna kuning kehijauan dan kadang disertai darah. Pasien mengeluh berat badan nya semakin berkurang, demam (-), mual (-), muntah. Sebelum nya pasien tidak pernah punya penyakit seprti ini. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit kronik apapun. Dari riwayat keluarga ibu pasien menderita batuk-batuk juga, dan belum pernah berobat, tidak ada iwayat hipertesi, DM dan hiperkolesterolemia.

VII. Diagnosa kerja TB dengan efusi pleura

VIII. DIAGNOSIS BANDINGPPOKAsma bronkopneumonia

4

Page 5: case paru rahmi.docx

IX. PENATALAKSANAANNon farmakologis :- Bed rest- O2 2L/menit

Farmakologis :

- IVFD RL : D 5% =1:1- Ceftriaxone :1x2gr- Rivastar 1x3 tab- Inhalasi ventolin 3x1- INH 1x300mg- Etambutol 1x1000mg- Curcuma 3x1

X. Prognosis Quo ad vitam : dubia ad bonamQuo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

5

Page 6: case paru rahmi.docx

XI. Follow Up

tgl 2 Juli 2014 3 Juli 2014 4 Juli2014

S

O

A

Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak sejak 2 minggu SMRS,pusing, mual, muntah 5x, batuk sejak 8 bulan yang lalu, sesak saat beraktivitas

KU/KES : TSS/CM TD : 130/90 mmhg

HR : 120x/menit

RR: 44x/menit

S: 37,8ºC

Cor : BJ 1&2 reguler, M (-), G(-)

Pulmo : Vesikuler +/+, R+/+, Wh -/-

Ekstremitas : akral hangat, edema Abdomen : BU (+), NT(-), cembung, undulasi (-), hepar dan lien tidak teraba

Mata : CA -/-, SI -/-

TB paru dengan efusi pleura

Sesak nafas lemas, pusing mual

KU/KES : TSS/CM

TD : 130/90 mmhg

HR : 100x/menit

RR: 28x/menit

S: 36,7ºC

Cor : BJ 1&2 reguler, M (-), G(-)

Pulmo : Vesikuler +/+, R+/+, Wh -/-

Ekstremitas : akral hangat, edema

Abdomen : BU (+), NT(-), cembung, undulasi (-), hepar dan lien tidak teraba

Mata : CA -/-, SI -/-

TB paru dengan efusi pleura

Seak sedikit berkurang, lemas, pusing, nafsu makan menurun

KU/KES : TSS/CM

TD : 120/80 mmhg

HR : 80x/menit

RR: 30x/menit

S: 36,5ºC

Cor : BJ 1&2 reguler, M (-), G(-)

Pulmo : Vesikuler +/+, R+/+, Wh -/-

Ekstremitas : akral hangat, edema

Abdomen : BU (+), NT(-), cembung, undulasi (-), hepar dan lien tidak teraba

Mata : CA -/-, SI -/-

TB paru dengan efusi pleura

6

Page 7: case paru rahmi.docx

P

Tgl

S

O

-IVFD RL : D5% = 1:1-O2 2L/menit- ceftriaxone 1x2gr-rivastar 1x3 tab- inhalasi ventolin 3x1

5 juli 2014Sesak berkurang, batuk berdahak bening, mual (-), muntah (+)

KU/KES : TSS/CM TD : 110/70 mmhg

HR : 80x/menit

RR: 21x/menit

S: 36,7ºC

Cor : BJ 1&2 reguler, M (-), G(-)

Pulmo : Vesikuler +/+, R+/+, Wh -/-

Ekstremitas : akral hangat, edema

Abdomen : BU (+), NT(-), cembung, undulasi (-), hepar dan lien tidak teraba

-IVFD RL : D5% = 1:1-O2 2L/menit- ceftriaxone 1x2gr-INH 1x300mg-etambutol 1x1000mg-curcuma 3x1- inhalasi ventolin 3x1

6 juli 2014

Sesak nafas sedikit, batuk berdahak warna bening

KU/KES : TSS/CM

TD : 110/70 mmhg

HR : 82x/menit

RR: 22x/menit

S: 36ºC

Cor : BJ 1&2 reguler, M (-), G(-)

Pulmo : Vesikuler +/+, R+/+, Wh -/-

Ekstremitas : akral hangat, edema

Abdomen : BU (+), NT(-), cembung, undulasi (-), hepar dan

-IVFD RL : D5% = 1:1-O2 2L/menit- ceftriaxone 1x2gr-rimfamisin 1x300mg-INH 1x300mg-etambutol 1x1000mg-curcuma 3x1- inhalasi ventolin 3x1

7 juli 2014 Sesak (-) , batuk berkurang

KU/KES : TSS/CM

TD : 130/90 mmhg

HR : 100x/menit

RR: 28x/menit

S: 36,2ºC

Cor : BJ 1&2 reguler, M (-), G(-)

Pulmo : Vesikuler +/+, R+/+, Wh -/-

Ekstremitas : akral hangat, edema

Abdomen : BU (+), NT(-), cembung, undulasi (-), hepar dan lien tidak

7

Page 8: case paru rahmi.docx

A

P

Mata : CA -/-, SI -/-

TB paru dengan efusi pleura

IVFD RL : D5% = 1:1-O2 2L/menit- ceftriaxone 1x2gr-rimfamisin 1x300mg-INH 1x300mg-etambutol 1x1000mg-curcuma 3x1- inhalasi ventolin 3x1

lien tidak teraba

Mata : CA -/-, SI -/-

TB paru dengan efusi pleura

IVFD RL : D5% = 1:1-O2 2L/menit- ceftriaxone 1x2gr-rimfamisin 1x300mg-INH 1x300mg-etambutol 1x1000mg-curcuma 3x1- inhalasi ventolin 3x1

teraba

Mata : CA -/-, SI -/-

TB paru dengan efusi pleura

IVFD RL : D5% = 1:1-O2 2L/menit- ceftriaxone 1x2gr-rimfamisin 1x300mg-INH 1x300mg-etambutol 1x1000mg-curcuma 3x1- inhalasi ventolin 3x1-pirazinamid 1x500

8

Page 9: case paru rahmi.docx

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI TB PARU

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga

mengenai organ tubuh lainnya.

2.2. EPIDEMIOLOGI TB PARU

WHO menyatakan bahwa dari sekitar 1,9 milyar manusia, sepertiga penduduk dunia ini telah

terinfeksi oleh kuman tuberkulosis. Pada tahun 1993 WHO juga menyatakan bahwa TB sebagai

reemerging disease. Angka penderita TB paru di negara berkembang cukup tinggi, di Asia

jumlah penderita TB paru berkisar 110 orang penderita baru per 100.000 penduduk. Hasil

survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA

positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara regional prevalensi TB BTA positif di

Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu:

1. wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk,

2. wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk,

3. wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk.

Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000

penduduk. Berdasar pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan

insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya.

9

Page 10: case paru rahmi.docx

2.3 Mycobacterium Tuberculosis

Kuman tuberkulosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4 µ x 0,2-0,5µm, dengan bentuk

uniform, tidak berspora dan tidak bersimpai. Dinding sel mengandung lipid sehingga

memerlukan pewarnaan khusus agar dapat terjadi penetrasi zat warna. Yang lazim digunakan

adalah pengecatan Ziehl-Nielsen. Kandungan lipid pada dinding sel menyebabkan kuman TB

sangat tahan terhadap asam basa dan tahan terhadap kerja bakterisidal antibiotika.

M.Tuberculosis mengandung beberapa antigen dan determinan antigenik yang dimiliki

mikobakterium lain sehingga dapat menimbulkan reaksi silang. Sebagian besar antigen kuman

terdapat pada dinding sel yang dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Kuman

TB tumbuh secara obligat aerob. Energi diperoleh dari oksidasi senyawa karbon yang

sederhana. CO2 dapat merangsang pertumbuhan. Dapat tumbuh dengan suhu 30-40 0 C dan suhu

optimum 37-380 C. Kuman akan mati pada suhu 600 C selama 15-20 menit. Pengurangan

oksigen dapat menurunkan metabolisme

kuman.

2.4 Diagnosis TB Paru

TB paru sering menimbulkan gejala klinis yang dapat dibagi menjadi 2 yaitu gejala respiratorik

dan gejala sistematik. Gejala respiratorik seperti batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada,

sedangkan gejala sistemik seperti demam, keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan dan

malaise. Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang

cukup berat tergantung dari luasnya lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up.

Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka mungkin pasien tidak ada gejala batuk.

10

Page 11: case paru rahmi.docx

Batuk yang pertama terjadi akibat adanya iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk

membuang dahak keluar.

Pada awal perkembangan penyakit sangat sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisik.

Kelainan yang dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Kelainan paru pada umumnya

terletak di daerah lobus superior terutama di daerah apeks dan segmen posterior. Pada

pemeriksaan fisik dapat dijumpai antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas

melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diapragma dan mediastinum.

Untuk yang diduga menderita TB paru, diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari yaitu

sewaktu pagi – sewaktu (SPS). Berdasarkan panduan program TB nasional, diagnosis TB paru

pada orang dewasa ditegakkan dengan dijumpainya kuman TB (BTA). Sedangkan pemeriksaan

lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis

sesuai dengan indikasinya dan tidak dibenarkan dalam mendiagnosis TB jika diagnosis dibuat

hanya berdasarkan pemeriksaan foto thorak

11

Page 12: case paru rahmi.docx

12

Page 13: case paru rahmi.docx

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.5.1 Pemeriksaan Bakteriologis

Pemeriksaan bakteriologis untuk menemukan kuman TB mempunyai arti yang sangat penting

dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologis

ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, bilasan bronkus, liquor cerebrospinal, bilasan

lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, faeces, dan jaringan biopsi.

2.5.2. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas indikasi seperti foto apikolordotik,

oblik, CT Scan. Tuberkulosis memberikan gambaran bermacam-macam pada foto toraks.

Gambaran radiologis yang ditemukan dapat berupa:

• bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah

• bayangan berawan atau berbercak

• Adanya kavitas tunggal atau ganda

• Bayangan bercak milier

• Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral

• Destroyed lobe sampai destroyed lung

• Kalsifikasi

• Schwarte.

Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia luasnya proses yang tampak pada foto toraks dapat

dibagi sebagai berikut:3 - Lesi minimal (Minimal Lesion): Bila proses tuberkulosis paru

mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dengan volume paru

13

Page 14: case paru rahmi.docx

yang terletak diatas chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra

torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumpai kavitas. - Lesi luas

(FarAdvanced): Kelainan lebih luas dari lesi minimal

Penelitian di Bangalore, India yang melibatkan 2229 orang dengan gejala respiratorik dan

sistemik (batuk 2 minggu atau lebih, nyeri dada, panas lebih dari 4 minggu dan batuk darah)

yang kemudian dievaluasi secara radiologi (foto toraks) dan bakteriologi (hapusan dahak)

menghasilkan tabel berikut :

Tabel 2 : Perbandingan Gambaran Radiologi dengan pemeriksaan mikrobiologi sputum pada

penderita dengan dugaan TB di Bangalore India

2.5.3. Pemeriksaan Khusus Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang

dapat mendeteksi kuman TB seperti :

a. BACTEC: dengan metode radiometrik , dimana CO2 yang dihasilkan dari metabolisme

asam lemak M.tuberculosis dideteksi growth indexnya.

b. Polymerase chain reaction (PCR) dengan cara mendeteksi DNA dari M.tuberculosis,

hanya saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini adalah kemungkinan kontaminasi.

14

Page 15: case paru rahmi.docx

c. Pemeriksaan serologi : seperti ELISA, ICT dan Mycodot

2.5.4. Pemeriksaan Penunjang Lain : Seperti analisa cairan pleura dan histopatologi

jaringan, pemeriksaan darah dimana LED biasanya meningkat, tetapi tidak dapat digunakan

sebagai indikator yang spesifik pada TB. Di Indonesia dengan prevalensi yang tinggi, uji

tuberkulin sebagai alat bantu diagnosis penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini

mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau kepositifan yang didapat besar sekali.

2.6 Klasifikasi TB Paru

Dalam Klasifikasi TB Paru ada beberapa pegangan yang prinsipnya hampir bersamaan.

PDPI membuat klasifikasi berdasarkan gejala klinis, radiologis dan hasil pemeriksaan

bakteriologis dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini dipakai untuk menetapkan

strategi pengobatan dan penanganan pemberantasan TB:

1. TB Paru BTA positif yaitu:

- Dengan atau tanpa gejala klinis

- BTA positif mikroskopis + mikroskopis + biakan + mikroskopis + radiologis +

- Gambaran radiologis sesuai dengan TB Paru

2. TB Paru (kasus baru) BTA negatif yaitu:

- Gejala klinis dan gambaran radiologis sesuai dengan TB Paru aktip

- Bakteriologis (sputum BTA): negatif, jika belum ada hasil tulis belum diperiksa.

- Mikroskopis -, biakan, klinis dan radiologis +

3. TB Paru kasus kambuh :

15

Page 16: case paru rahmi.docx

- Riwayat pengobatan OAT yang adekuat, gejala klinis dan gambaran radiologis sesuai

dengan TB Paru aktif tetapi belum ada hasil uji resistensi.

4. TB Paru kasus gagal pengobatan :

- Gejala klinis dan gambaran radiologis sesuai dengan TB Paru aktif, pemeriksaan

mikroskopis + walau sudah mendapat OAT, tetapi belum ada hasil uji resistensi.

5. TB Paru kasus putus berobat :

- Pada pasien paru yang lalai berobat

6. TB Paru kasus kronik yaitu:

- Pemeriksaan mikroskopis + , dilakukan uji resistensi.

PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

16

Page 17: case paru rahmi.docx

TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH

Alternatf : 2 RHZE / 4R3H3 Atau (program P2TB)2 RHZE/ 6HE

Paduan ini dianjurkan untuk

a. TB paru BTA (+), kasus baru

b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)

c. TB di luar paru kasus berat

Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan, dengan paduan

2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti pada keadaan:

a. TB dengan lesi luas

b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus,

Pemakaian obat imunosupresi / kortikosteroid)

c. TB kasus berat (milier, dll)

Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi

TB Paru (kasus baru), BTA negative Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH

Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE Paduan ini dianjurkan untuk :

a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal

b. TB di luar paru kasus ringan

TB paru kasus kambuh

17

Page 18: case paru rahmi.docx

Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase intensif selama 3

bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji

resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya,

sehingga paduan obat yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH Bila tidak ada / tidak dilakukan uji

resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3

TB Paru kasus gagal pengobatan

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal menggunakan 4 -5 OAT

dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif ( seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan

lama pengobatan minimal selama 1 – 2 tahun . Menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan

dahulu 2 RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi

- Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2

RHZES/1 RHZE/5H3R3E3

- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal

- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

TB Paru kasus lalai berobat

Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria

sebagai berikut :

- Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu, pengobatan OAT dilanjutkan sesuai

jadual

- Penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu

1) Berobat ≥ 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik negatif, pengobatan OAT STOP

18

Page 19: case paru rahmi.docx

2) Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih

kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama

3) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama

4) Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan , BTA negatif, akan tetapi klinik dan atau

radiologic positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama

5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat

2-4 minggu pengobatan diteruskan kembali sesuai jadual.

TB Paru kasus kronik

- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika

telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 2 macam

OAT yang masih sensitive dengan H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat

lain seperti kuinolon, betalaktam, makrolid

- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup

- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan

- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru

Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus

2. Efusi pleura pada tuberkulosis

2.1. Definisi Efusi Pleura Tuberkulosis

19

Page 20: case paru rahmi.docx

Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB yang dikenal juga dengan

nama pleuritis TB. Peradangan rongga pleura pada umumnya secara klasik berhubungan dengan

infeksi TB paru primer. Berbeda dengan bentuk TB di luar paru, infeksi TB pada organ tersebut

telah terdapat kuman M. TB pada fase basilemia primer. Proses di pleura terjadi akibat

penyebaran atau perluasan proses peradangan melalui pleura viseral sebagai proses

hipersensitiviti tipe lambat. Mekanisme ini berlaku pada beberapa kasus tetapi data

epidemiologi terbaru pleuritis TB mengarahkan mekanisme patogenik lain pada sebagian besar

proporsi kasus. Pada pasien dewasa yang lebih tua kelainan pada pleura berhubungan dengan

reaktivasi TB paru. Efusi pleura harus dicurigai akibat penyebaran infeksi sebenarnya ke ruang

pleura dibandingkan prinsip reaksi imunologi terhadap Ag M. TB.28

2.2. Epidemiologi

TB masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian utama khususnya di negara-negara

berkembang. Karena itu TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di

dunia ini. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan TB sebagai “Global Emergency”.2

Menurut data yang dilaporkan WHO tahun 2008 diperkirakan sebanyak 9.2 juta kasus baru TB

yang terjadi di seluruh dunia pada tahun 2006 (139 per 100.000), termasuk sekitar 4.1 juta (62

per 100.000) kasus baru dengan apusan BTA positif. Diantara kasus baru itu diperkirakan 709

000 (7.7%) dengan HIV-positif.Asia mencapai 55% dari seluruh kasus di dunia, dan Afrika

sekitar 31%.3 Menurut laporan WHO tahun 2004 diperkirakan angka kematian akibat TB adalah

8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun di seluruh dunia, dimana jumlah terbesar kematian

akibat TB terdapat di Asia Tenggara yaitu 625 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per

100.000 penduduk. Angka mortalitas tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk,

prevalensinya meningkat seiring dengan peningkatan kasus HIV. Indonesia masih menempati

20

Page 21: case paru rahmi.docx

urutan ke-3 setelah India, dan China dengan angka insiden TB tertinggi di dunia. Di Indonesia

setiap tahun terdapat ± 250.000 kasus baru dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia

TB adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian

nomor 3 setelah penyakit jantung dan pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.TB sering

bermanifestasi ke organ-organ lain. Manifestasi ke pleura berupa pleuritis atau efusi pleura

merupakan salah satu manifestasi TB ekstraparu yang paling sering terjadi selain limfadenitis

TB.4,5 Sekitar ± 30% infeksi aktif M. TB bermanifestasi ke pleura. Menurut Jing dkk efusi

pleura TB terjadi pada 10% penderita yang tidak diobati, dimana hasil tes tuberkulin positif dan

sebagai komplikasi dari TB paru primer. Menurut Siebert dkk efusi pleura dapat terjadi pada 5%

pasien dengan TB. Biasanya efusi pleura yang disebabkan oleh TB selain bersifat eksudatif juga

bersifat limfositik.Frekuensi TB sebagai penyebab efusi pleura tergantung kepada prevalensi TB

pada populasi yang diteliti. Penelitian di Spanyol terhadap 642 penderita efusi pleura ditemukan

TB menjadi penyebab terbanyak efusi pleura; insidennya mencapai 25% dari seluruh kasus efusi

pleura. Penelitian di Saudi Arabia terhadap 253 kasus dijumpai 37% disebabkan oleh TB. Di US

insiden efusi pleura yang disebabkan TB diperkirakan mencapai 1.000 kasus. Atau sekitar 3-5%

pasien dengan TB akan mengalami efusi pleura TB. Kelihatannya jumlah ini rendah, diakibatkan

banyak pasien efusi pleura TB cenderung tidak terlaporkan karena sering sekali kultur M. TB

hasilnya negatif. Di UK infeksi TB yang melibatkan pleura < 10% kasus.Sedangkan penelitian

yang dilakukan di Rwanda pada 127 penderita efusi pleura dijumpai sekitar 86% penyebabnya

adalah TB. Sedangkan efusi pleura pada penderita HIV dengan TB insidennya bisa lebih tinggi.

Penelitian di Carolina Selatan dijumpai insidennya mencapai 11% penderita efusi pleura TB

dengan HIV positif sedangkan pada HIV negatif dijumpai sekitar 6%.Penelitian di Burundi dan

Tanzania ditemukan 60% penderita efusi pleura TB dengan HIV positif.35 Sedangkan pada

21

Page 22: case paru rahmi.docx

penelitian di Afrika Selatan ditemukan bahwa 38% penderita efusi pleura TB dengan HIV positif

sedangkan pada penderita efusi pleura TB dengan HIV negatif hanya 20%. Indonesia menempati

urutan ke-3 dari antara negara-negara dengan prevalensi TB tertinggi, dimana penyebab utama

efusi pleuranya adalah TB paru (30,26%) dengan umur terbanyak adalah 21-30 tahun.

2.3. Patogenesis

Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB suatu keadaan dimana

terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura. Mekanisme terjadinya efusi pleura TB bisa

dengan beberapa cara:

1. Efusi pleura TB dapat terjadi dengan tanpa dijumpainya kelainan radiologi toraks. Ini

merupakan sekuele dari infeksi primer dimana efusi pleura TB biasanya terjadi 6-12 minggu

setelah infeksi primer, pada anak-anak dan orang dewasa muda. Efusi pleura TB ini diduga

akibat pecahnya fokus perkijuan subpleura paru sehingga bahan perkijuan dan kuman M. TB

masuk ke rongga pleura dan terjadi interaksi dengan Limfosit T yang akan menghasilkan suatu

reaksi hipersensitiviti tipe lambat. Limfosit akan melepaskan limfokin yang akan menyebabkan

peningkatan permeabilitas dari kapiler pleura terhadap protein yang akan menghasilkan

akumulasi cairan pleura.Cairan efusi umumnya diserap kembali dengan mudah. Namun

terkadang bila terdapat banyak kuman di dalamnya, cairan efusi tersebut dapat menjadi purulen,

sehingga membentuk empiema TB.

2. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut. Jarang,

keadaan seperti ini bia berlanjut menjadi nanah (empiema).Efusi pleura ini terjadi akibat proses

reaktivasi yang mungkin terjadi jika penderita mengalami imuniti rendah.

22

Page 23: case paru rahmi.docx

3. Efusi yang terjadi akibat pecahnya kavitas TB dan keluarnya udara ke dalam rongga pleura.

Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara paru dan dinding dada. TB dari

kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah (empiema). Udara dengan nanah bersamaan

disebut piopneumotoraks.

2.4.4. Sistem Imun pada TB

M.TB adalah patogen intraseluler yang dapat bertahan hidup dan berkembang biak di dalam

makrofag. Makrofag dan limfosit T sangat berperan penting dalam respon imun terhadap TB.

Makrofag alveolar memiliki reseptor khusus tool like receptors (TLRs) yang dapat mengenali

bahan-bahan asing seperti lipoprotein mikobakterium. Makrofag memangsa M.TB dan

menghasilkan sitokin, khususnya IL-12 dan IL-18 yang akan merangsang pertumbuhan limfosit

T CD4+ melepaskan IFN-γ. IFN-γ penting dalam aktivasi mekanisme mikrobisid makrofag dan

merangsang makrofag melepaskan TNF-α yang diperlukan dalam pembentukan granuloma.

Makrofag akan memproses antigen (Ag) M.TB dan mempresentasikannya ke limfosit T CD4+

(helper T cell) dan limfosit T CD8+ (cytotoxic T-cell). Ini akan berbentuk ekspansi klonal dari

limfosit T yang spesifik.

Responnya berupa tipe Th1 dengan sel CD4+, IFN-γ, dan IL-2 memainkan peranan penting.

Reaksi hipersensitiviti jaringan menghasilkan pembentukan granuloma yang akan membatasi

replikasi dan penyebaran mikobakteria. Granuloma perkijuan adalah lesi patologik klasik TB.

Pada individu dengan imunokompromis reaksi hipersensitiviti jaringan berkurang sehingga

terjadi respon inflamasi non spesifik dengan serbukan sedikit leukosit polimorfonuklear dan

monosit dan basil dalam jumlah besar tetapi tanpa bentukan granuloma. Sel-sel mesotel pleura

bertanggungjawab dan berperan terhadap terjadinya penumpukan netrofil dan fagositosis

mononuklear dalam rongga pleura. Baru-baru ini dikelompokkan famili sitokin-kemotaktik

23

Page 24: case paru rahmi.docx

disebut famili kemokin yang terbentuk dari tiga subfamili polipeptida yang berhubungan pada

sel-sel mesotel. Subfamili ini secara generik dikenal sebagai famili kemokin dan termasuk

kemokin C-X-R,kemokin C-C, atau kemokin C atau yang dikenal dengan limfotaktin.

Pada penyakit-penyakit granulomatous pleura, cairan pleura paling banyak mengandung sel-sel

mononuklear. Pada hewan dengan pleuritis TB, netrofil lebih dominan pada 24 jam pertama

setelah masuknya BCG (Bacillus Calmette Guerin) diikuti masuknya makrofag dalam jumlah

yang banyak. Kemokin C-C yang dinamai Monocyte Chemotactic Protein (MCP)-1, dijumpai

dalam jumlah yang besar pada cairan efusi TB. Macrophage Inflammatory Protein (MIP)-1 juga

dijumpai pada cairan pleura pasien-pasien efusi pleura TB. Pada pasien-pasien dimana fungsi

kekebalan tubuhnya menurun seperti pada pasien dengan AIDS, kadar monosit dan kemokin

monosit spesifik cairan pleura pasien efusi pleura TB lebih rendah. IFN-γ merupakan sitokin

pertama yang penting dan dijumpai dalam jumlah yang besar pada cairan efusi pleura TB.

Adanya IFN-γ ini sesuai dengan yang dilaporkan pada penelitian penelitian sebelumnya yang

memberikan kesan bahwa sel T helper tipe 1 (Th1) subset memperantarai limfosit dalam

24

Page 25: case paru rahmi.docx

memberi respon terhadap infeksi M.TB. Saat terdapat pembagian sel-sel CD4 dalam rongga

pleura pasien dengan efusi pleura TB, terdapat peningkatan jumlah produksi IFN-γ. Netralisasi

produksi IFN-γ menyebabkan penghapusan produksi kemokin lokal oleh sel-sel mesotel dan

penurunan pelepasan MIP-1 dan MCP-1.

2.5. Manifestasi Klinis

Kadang-kadang efusi pleura TB asimptomatik jika cairan efusinya masih sedikit dan

sering terdeteksi pada pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk tujuan tertentu.48 Namun

jika cairan efusi dalam jumlah sedang sampai banyak maka akan memberikan gejala dan

kelainan dari pemeriksaan fisik.Efusi pleura TB biasanya memberikan gambaran klinis yang

bervariasi berupa gejala respiratorik, seperti nyeri dada, batuk, sesak nafas. Gejala umum berupa

demam, keringat malam, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, rasa lelah dan lemah

juga bisa dijumpai. Gejala yang paling sering dijumpai adalah batuk (~70%) biasanya tidak

berdahak, nyeri dada (~75%) biasanya nyeri dada pleuritik, demam sekitar 14% yang subfebris,

penurunan berat badan dan malaise. Walaupun TB merupakan suatu penyakit yang kronis akan

tetapi efusi pleura TB sering manifestasi klinisnya sebagai suatu penyakit yang akut.Sepertiga

penderita efusi pleura TB sebagai suatu penyakit akut yang gejalanya kurang dari 1 minggu.

Pada suatu penelitian terhadap 71 penderita ditemukan 31% mempunyai gejala kurang dari 1

minggu durasinya dan 62% dengan gejala kurang dari satu bulan. Umur penderita efusi pleura

TB lebih muda daripada penderita TB paru. Pada suatu penelitian yang dilakukan di Qatar dari

100 orang yang menderita usia rata-rata 31.5 tahun, sementara di daerah industri seperti US usia

ini cenderung lebih tua sekitar 49.9 tahun. Efusi pleura TB paling sering unilateral dan biasanya

efusi yang terjadi biasanya ringan sampai sedang dan jarang massif. Pada penelitian yang

25

Page 26: case paru rahmi.docx

dilakukan Valdes dkk pada tahun 1989 sampai 1997 terhadap 254 penderita efusi pleura TB

ditemukan jumlah penderita yang mengalami efusi pleura di sebelah kanan 55,9%, di sebelah kiri

42,5% dan bilateral efusi 1,6% penderita serta 81,5% penderita mengalami efusi pleura kurang

dari dua pertiga hemitoraks.

2.6. Diagnosis

Diagnosis efusi pleura TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan radiologi torak, pemeriksaan bakteri tahan asam sputum, cairan pleura dan jaringan

pleura, uji tuberkulin, biopsi pleura dan analisis cairan pleura.Diagnosis dapat juga ditegakkan

berdasarkan pemeriksaan ADA, IFN-γ, dan PCR cairan pleura. Hasil darah perifer tidak

bermanfaat; kebanyakan pasien tidak mengalami lekositosis.30 Sekitar 20% kasus efusi pleura

TB menunjukkan gambaraninfiltrat pada foto toraks.

Kelainan yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik sangat tergantung pada banyaknya

penumpukan cairan pleura yang terjadi. Pada inspeksi dada bisa dilihat kelainan berupa bentuk

dada yang tidak simetris, penonjolan pada dada yang terlibat sela iga melebar, pergerakan

tertinggal pada dada yang terlibat. Pada palpasi stem fremitus melemah sampai menghilang,

perkusi dijumpai redup pada daerah yang terlibat, dari auskultasi akan dijumpai suara pernafasan

vesikuler melemah sampai menghilang, suara gesekan pleura. Berdasarkan pemeriksaan

radiologis toraks menurut kriteria American Thoracic Society (ATS), TB paru dapat dibagi

menjadi 3 kelompok yaitu lesi minimal, lesi sedang, dan lesi luas. Sedangkan efusi pleura TB

pada pemeriksaan radiologis toraks posisi Posterior Anterior (PA) akan menunjukkan gambaran

konsolidasi homogen dan meniskus, dengan sudut kostophrenikus tumpul, pendorongan trakea

dan mediastinum ke sisi yang berlawanan.

26

Page 27: case paru rahmi.docx

2.6.1. Apusan dan Kultur Sputum, Cairan Pleura dan Jaringan Pleura

Diagnosis pasti dari efusi pleura TB dengan ditemukan basil TB pada sputum, cairan pleura dan

jaringan pleura.30 Pemeriksaan apusan cairan pleura secara Ziehl-Nielsen (ZN) walaupun cepat

dan tidak mahal akan tetapi sensitivitinya rendah sekitar 35%.10,43,44,51 Pemeriksaan apusan

secara ZN ini memerlukan konsentrasi basil 10.000/ml dan pada cairan pleura pertumbuhan basil

TB biasanya sejumlah kecil. Sedangkan pada kultur cairan pleura lebih sensitif yaitu 11-50%

karena pada kultur diperlukan 10-100 basil TB. Akan tetapi kultur memerlukan waktu yang lebih

lama yaitu sampai 6 minggu untuk menumbuhkan M.TB.

2.6.2. Biopsi Pleura

Biopsi pleura merupakan suatu tindakan invasif dan memerlukan suatu pengalaman dan

keahlian yang baik karena pada banyak kasus, pemeriksaan histopatologi dari biopsi spesimen

pleura sering negatif dan tidak spesifik.Akan tetapi, diagnosis histopatologis yang didapat dari

biopsi pleura tertutup dengan dijumpainya jaringan granulomatosa sekitar 60-80%.34 Sementara

pemeriksaan yang dilakukan oleh A. H. Diacon dkk sensitiviti histologis, kultur dan kombinasi

histologis dengan kultur secara biopsi jarum tertutup mencapai 66%, 48%, 79%

danpemeriksaann secara torakoskopi sensitivitinya 100, 76%, 100% dan spesifisitinya 100%.

2.6.3. Uji Tuberkulin

Dulu tes ini menjadi pemeriksaan diagnostik yang penting pada pasien yang diduga efusi

pleura TB. Test ini akan memberikan hasil yang positif setelah mengalami gejala > 8 minggu.

27

Page 28: case paru rahmi.docx

Pada penderita dengan status gangguan kekebalan tubuh dan status gizi buruk, tes ini akan

memberikan hasil yang negatif.

2.6.4. Analisis Cairan Pleura

Analisis cairan pleura ini bermanfaat dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB. Sering

kadar protein cairan pleura ini meningkat > 5 g/dl. Pada pasien kebanyakan hitung jenis sel darah

putih cairan pleura mengandung limfosit > 50%.50,54 Pada sebuah penelitian dengan 254 pasien

dengan efusi pleura TB, hanya 17 (6,7%) yang mengandung limfosit < 50% pada cairan

pleuranya. Pada pasiendengan gejala < 2 minggu, hitung jenis sel darah putih menunjukkan

PMN lebih banyak. Pada torakosentesis serial yang dilakukan, hitung jenis lekosit ini

menunjukkan adanya perubahan ke limfosit yang menonjol.30 Pada efusi pleura TB kadar LDH

cairan pleura > 200 U, kadar glukosa sering menurun.Analisis kimia lain memberi nilai yang

terbatas dalam menegakkan diagnostic efusi pleura TB.

Pada penelitian-penelitian dahulu dijumpai kadar glukosa cairan pleura yang menurun,

namun pada penelitian baru-baru ini menunjukkan kebanyakan pasien dengan efusi pleura TB

mempunyai kadar glukosa diatas 60 mg/dl. Kadar Ph cairan pleura yang rendah dapat kita

curigai suatu efusi pleura TB. Kadar CRP cairan pleura lebih tinggi pada efusi pleura TB

dibandingkan dengan efusi pleura eksudatif lainnya.

2.6.5. Adenosin Deaminase (ADA)

ADA pertama sekali ditemukan tahun 1970 sebagai penanda kanker paru dan pada tahun

1978 Piras dkk menemukan ADA sebagai penanda efusi pleura TB. ADA merupakan enzim

yang mengkatalis perubahan adenosine menjadi inosin. ADA merupakan suatu enzim Limfosit T

28

Page 29: case paru rahmi.docx

yang dominan, dan aktivitas plasmanya tinggi pada penyakit dimana imuniti seluler dirangsang.

Ada beberapa isomer ADA dimana yang menonjol adalah ADA 1 dan ADA 2. Dimana ADA 1

ditemukan pada semua sel dan ADA 2 mencerminkan aktivitas dari monosit atau makrofag.

Penderita efusi pleura TB lebih dominan ADA Gambaran yang menunjukkan peningkatan kadar

ADA bermanfaat dalam menentukan diagnosis efusi pleura TB.

Beberapa peneliti menggunakan berbagai tingkat cut-off untuk ADA efusi pleura TB antara

30-70 U/l. Pada kadar ADA cairan pleura yang lebih tinggi cenderung pasien efusi pleura TB.

Pada studi metaanalisis yang meninjau 40 artikel menyatakan bahwa ADA mempunyai nilai

spesifisiti dan sensitivitinya mencapai 92% dalam menegakkan diagnosis efusi pleura

TB.Kebanyakan pasien dengan efusi pleura TB mempunyai kadar ADA > 40 U/l. Pada pasien

dengan gangguan kekebalan tubuh dengan efusi pleura TB kadar ini lebih tinggi lagi. Efusi

pleura limfositik yang bukan disebabkan oleh TB biasanya mengandung kadar ADA < 40 U/l.34

Namun penggunaan ini juga tergantung pada prevalensi TB Pada populasi dengan prevalensi

efusi pleura TB yang rendah spesifisiti ADA dapat sangat rendah. Sehingga pada daerah dengan

prevalensi rendah kemungkinan tinggi nilai positif palsu yang mana dapat menimbulkan

penanganan yang berlebihan dan keterlambatan diagnosis penyakit lain seperti kanker.

2.6.6. Interferon gamma (IFN-γ)

Tes lain yang bermanfaat dalam mendukung diagnosis efusi pleura TB adalah pemeriksaan

kadar IFN-γ cairan pleura. IFN-γ merupakan suatu regulator imun yang penting dimana dapat

berfungsi sebagai antivirus dan sitotoksik. IFN-γ diproduksi oleh limfosit T CD4+ dari pasien-

pasien dengan efusi pleura TB.

29

Page 30: case paru rahmi.docx

Produksi IFN-γ muncul sebagai mekanisme pertahanan yang bermanfaat. IFN-γ

membantu polymyristate acetate merangsang produksi hidrogen peroksida dalam makrofag,

dimana ini memfasilitasi aktifitas eliminasi parasit intraselular. Limfokin ini juga menghambat

pertumbuhan mikobakteria dalam monosit manusia.Dari studi yang telah dilakukan Villena dkk

yang mengukur kadar IFN-γ cairan pleura dari 595 pasien, dimana 82 kasus penyebabnya adalah

TB, dan dilaporkan bahwa level cut-off 3.7 IU/ml; dengan nilai sensitiviti 98% dan spesifisiti

98% dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB. Valdes dkk juga melaporkan pada penelitian

yang dilakukan terhadap 145 pasien menunjukkan bahwa 74% dengan efusi pleura TB

mempunyai kadar IFN-γ > 200 pg/ml. Pada penelitian lain dijumpai pasien-pasien dengan

empiema sering sekali kadar IFN-γ cairan pleura ini meningkat.16 Pada penelitian yang

dilakukan Ekanita di Jakarta didapati peningkatan kadar IFN-γ yang cukup bermakna pada

pasien efusi pleura TB dimana kadarnya rata-rata 1,63 ± 0,59 IU/ml.26 Greco dkk meninjau

kembali semua studi dari tahun1978 - November 2000.

Studi ini mengikutsertakan 4.738 pasien dimana kadar ADA cairan pleura diukur dan

1.189 pasien dengan kadar IFN-γ yang diukur. Penelitian ini melaporkan bahwa nilai sensitiviti

dan spesifisiti untuk ADA adalah 93% dan untuk IFN-γ adalah 96%.

2.6.7. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Ini merupakan tehnik amplifikasi DNA yang dengan cepat mendeteksi M.TB. Dewasa

ini telah dikembangkan beberapa metode untuk amplifikasi asam nukleat in vitro. Dimana tujuan

utama dari teknik ini adalah untuk memperbaiki sensitiviti uji yang berdasarkan pada asam

nukleat dan untuk menyederhanakan prosedur kerjanya melalui automatisasi dan bentuk deteksi

non-isotopik.

30

Page 31: case paru rahmi.docx

PCR ini merupakan salah satu tehnik pemeriksaan yang digunakan dalam penegakan

diagnosis efusi pleura TB karena metode konvensional masih rendah sensitivitinya. Sensitiviti

PCR pada efusi pleura TB berkisar 20-81% dan spesitifiti nya berkisar 78-100%. Penelitian yang

dilakukan di Spanyol menunjukkan bahwa PCR mempunyai sensitiviti 81% dan spesifisiti

98%.37 Penelitian Babu dkk di India tahun 1997 terhadap 20 penderita efusi pleura TB, PCR

mempunyai sensitiviti 70% dan spesifisiti 100%.51 Penelitian yang dilakukan Bambang dkk

terhadap 62 pasien yang diduga efusi pleura TB pada tahun 2004 dijumpai sensitiviti PCR

53,19% dan spesifisiti 93,33%.59 Pada tahun 2006 Amni melakukan penelitian mengenai

pemeriksaan PCR dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB terhadap 20 orang penderita

efusi pleura TB yang ada di Medan; dimana disimpulkan bahwa PCR mempunyai nilai sensitiviti

71,4% dan 100%.

31

Page 32: case paru rahmi.docx

BAB III

PEMBAHASAN

Menurut anamnesis yang dilakukan pada pasien, keluhan sesak nafas yang di rasa 2 minggu

SMRS. Sesak dirasakan makin parah apabila berbaring. Selain sesak pasien juga mengeluh batuk

berdahak ± 8 bulan, dahak berwarna kuning kehijauan dan kadang disertai darah. Pasien

mengeluh berat badan nya semakin berkurang, demam (-), mual, muntah sudah 5x.

2 jam SMRS pasien merasa sesak makin parah, sehingga pasien dilarikan ke Rumah sakit, jika

berbaring dan beraktivitas sesak makin parah. Psien dianjurkan untuk di rawat inap. Pasien tidak

ada riwayat Sebelum nya pasien tidak pernah punya penyakit seprti ini. Pasien tidak mempunyai

riwayat penyakit kronik apapun. Dari riwayat keluarga ibu pasien menderita batuk-batuk juga,

dan belum pernah berobat, tidak ada riwayat hipertesi, DM dan hiperkolesterolemia.

Pada pemeriksaan fisik didapatkanTD : 130/90 mmhg, HR : 120x/menit, RR: 44x/menit S:

37,8ºC, Cor : BJ 1&2 reguler, M (-), G(-), Pulmo : Vesikuler +/+, R+/+, Wh -/-, Ekstremitas :

akral hangat, edema Abdomen : BU (+), NT(-), cembung, undulasi (-), hepar dan lien tidak

teraba, Mata : CA -/-, SI -/-. Pada pemeriksaan BTA I (-) BTA II (-) BTA III (-). Dilakukan

pemeriksaan radiologi didapatkan ada nya efusi pleura pada sisi kanan paru dan ada nya KP

(koch pulmoner) yang menandakan ada nya infeksi kuman TBC dan telah terjadi efusi pleura

yang menyebabkan pasien merasa sesak. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang

yang dilakukan pasien didiagnosis menderita efusi pleura TB. Efusi pleura TB terjadi akibat

32

Page 33: case paru rahmi.docx

pecahnya fokus perkijuan subpleura paru sehingga bahan perkijuan dan kuman M. TB masuk ke

rongga pleura dan terjadi interaksi dengan Limfosit T yang akan menghasilkan suatu reaksi

hipersensitiviti tipe lambat. Limfosit akan melepaskan limfokin yang akan menyebabkan

peningkatan permeabilitas dari kapiler pleura terhadap protein yang akan menghasilkan

akumulasi cairan pleura.

Penatalaksanaa pada pasien ini diberikan IVFD RL : D5% = 1:1, O2 2L/menit, ceftriaxone

1x2gr, rimfamisin 1x300mg, INH 1x300mg, etambutol 1x1000mg, curcuma 3x1, inhalasi

ventolin 3x1, terapi OAT diberikan kepada pasien ini guna membunuh kuman M.tb yang

bersarang di paru-paru pasien, pasien juga diberikan terapi ventolininhalasi guna untuk

mengurangi sesak yang pasien rasakan, karena ventolin merupakan bronkodilator, pasien juga

diberikan curcuma yang berguna sebagai hepatoprotektor, seperti yang kita ketahui efek samping

OAT bisa menyebabkan kerusakan hati dan juga curcuma digunakan untuk meningkatkan nafsu

makan pasien.

33

Page 34: case paru rahmi.docx

DAFTAR PUSTAKA

 Baliga, Ragavendra. Hough, Rachel. Haq, Iftikhar. Crash course internalmedicine. United Kingdom: Elsevier Mosby. 2007.4.

Eastman et all. Getting started in clinical radiology from image to diagnosis.Germany:Thieme. 200610.

Fauci, Anthony S. Kasper, Dennis L. Longo, Dan L. Braunwald, Hauser, EugeneStephen L. Jameson, J. Larry. Loscalzo, Joseph. Chapter 158 Tuberculosis in:Harrison principle of internal medicine 17th edition. USA: Mc Graw Hill. 20082.

Fitzpatrick, Lisa K. Braden, Christopher. Chapter 294 Tuberculosis in: Humes,David. Dupont, Herbert L. Kelley textbook of medicine USA: LippincottWilliams & Wilkins 2000.

Ganguly KC, Hiron MM, Mridha ZU, Biswas M, Hassan MK, Saha SC,Rahman MM. Comparison of sputum induction with bronchoalveolar lavage inthe diagnosis of smear negative pulmonary tuberculosis. Mymensingh Med J.2008 Jul;17(2):115-23

Iseman, Michael D. Chapter 345 Tuberculosis in: Goldman, Lee. Ausiello,Dennis. Cecil medicine 23rd edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2008.

Rao, C. Kosen, S. Bisara, D. Usman, Y. Adair, T. Djaja, S. Suhardi, S. Soemantri,S. Lopez, AD. Tuberculosis mortality differentials in Indonesia during 2007-2008: evidence for health policy and monitoring. Int J Tuberc Lung Dis.2011 Dec;15(12):1608-14.

 World Health Organization. World Global Tuberculosis Control 2011. GenevaWorld Health Organization. 20116. World Health Organization. Multi drug and extensively drug 2010 global reporton surveillance and response. Geneva: World Health Organization 2011. World Health Organization. World Global Tuberculosis Control 2010. GenevaWorld Health Organization. 2010 Waite, Stephen. Jeudy, Jean. White, Charles S. Chapter 12. Acute lunginfections in normal and immunocompromised hosts in : Mirvis, Stuart E.Shanmuganathan, Kathirkamanathan. Emergency chest imaging. Canada:Elsevier 2006.

34

Page 35: case paru rahmi.docx

“LAPORAN KASUS”“TB PARU DENGAN EFUSI PLEURA”

DISUSUN OLEH:

DYANA PASTRIA UTAMI (1102010084)

RAHMI RAHMA ANDINI (1102010229)

SYAHIRAH SHAHAB (1102010274)

PEMBIMBING :

Dr. ENDAH ARYA ASTUTI Sp.P

35

Page 36: case paru rahmi.docx

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT

MOH. RIDWAN MEURAKSA JAKARTA 2014

36

Page 37: case paru rahmi.docx