case ga

24
BAB I PENDAHULUAN Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis . Dokter spesialis anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya. kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah mempertahankan jalan napas, memberi napas bantu, membantu kompresi jantung bila berhenti, membantu peredaran darah, dan mempertahankan kerja otak pasien. Tipe anestesi adalah anestesia umum yaitu hilangnya kesadaran total, anastesia lokal, hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh) dan anesthesia regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya. Pada rumatan anestesia biasanya mengacu pada “Trias Anestesia” yaitu tidur ringan (hypnosis), analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri, dan relaksasi otot lurik yang cukup. 1

Upload: yayu-puji

Post on 11-Apr-2017

220 views

Category:

Health & Medicine


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case ga

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos,

"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa

sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit

pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun

1846. Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter spesialis

anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-

waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya. kegiatan sehari-hari

dokter anestesi adalah mempertahankan jalan napas, memberi napas bantu, membantu kompresi

jantung bila berhenti, membantu peredaran darah, dan mempertahankan kerja otak pasien. Tipe

anestesi adalah anestesia umum yaitu hilangnya kesadaran total, anastesia lokal, hilangnya rasa

pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh) dan anesthesia regional

yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan

spinal atau saraf yang berhubungan dengannya. Pada rumatan anestesia biasanya mengacu pada

“Trias Anestesia” yaitu tidur ringan (hypnosis), analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama

dibedah tidak menimbulkan nyeri, dan relaksasi otot lurik yang cukup.

Sinusitis adalah inflamasi sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis

sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah salesma (common cold).

Patofisiologinya karena peradangan didaerah lapisan rongga sinus yang menyebabkan lendir

terperangkap di rongga sinus & menjadi tempat tumbuhnya bakteri anaerob. Sinusitis paling

sering mngenai sinus maksila (Antrum Highmore), karena merupakan sinus paranasal yang

terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus

maksila hanya tergantung dari gerakan silia, dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus

alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, ostium sinus maksila

terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.

Gejala klinis yang ditemukan umumnya terdapat hidung tersumbat , ingus kental yang kadang

berbau dan post nasal drip. Tindakan yang dilakukan berupa operasi FESS apabila terapi

medikamentosa tidak memberikan perbaikan dan hasil rontgen menggambarkan penebalan

cairan pada sinus.

1

Page 2: Case ga

BAB II

STATUS PASIEN

1. Data Umum

Nama : Ny. Isnayah

Umur : 21 tahun

Pekerjaan : ibu rumah tangga

Alamat : Masigit RT 02/05, Jombang

Masuk RSUD : 17 April 2015

Operasi : 18 April 2015 pukul 11.50 WIB

Diagnosis prabedah : Sinusitis Maxillaris Bilateral

Jenis operasi : pro FESS

Operator : dr. Budhy P, SpTHT-KL

Ass.operator : Mas Arifin dan Mas Encep

Ahli anestesi : dr. Dublianus, Sp.An

Ass. Anestesi : Mba Nur

2. Hasil konsultasi THT

Anamnesis

A. Keluhan utama:

Hidung tersumbat dan pilek

B. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poliklinik THT dengan keluhan selalu mencium aroma tidak

sedap serta sering pusing dan nyeri disekitar hidung yang dirasakan sudah ± 2 bulan.

Pasien kadang merasa kesulitan bernapas karena kedua hidung seringkali mampet, dan

sering mengeluarkan sekret berwarna putih kental kehijauan. Keluhan semakin

memberat sejak ± 7 hari yang lalu, pilek (+), sesak nafas (-).

C. Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat Penyakit Serupa : Tidak ada

2. Riwayat DM : Tidak ada

3. Riwayat PJK : Tidak ada

2

Page 3: Case ga

4. Riwayat Asma : Tidak ada

5. Riwayat Alergi : Alergi debu

D. Riwayat Penyakit Keluarga

1. Riwayat Hipertensi : Tidak ada

2. Riwayat DM : Tidak ada

Pemeriksaan fisik

1. KU-KS : baik - kompos mentis

2. Nafas : 20x/menit

3. Tekanan darah : 110/70mmHg

4. Nadi : 78 x/mnt

5. Suhu : 36 °C

6. BB : 47 kg

7. TB : 155 cm

Status Generalisata :

8. Kepala : normochepali

9. Mata, wajah, leher, tht : dalam keadaan normal

10. Torak : simetris

11. Cor : BJ I/II regular Murmur(-) Gallop(-)

12. Pulmo : vesikuler Ronkhi (-) Wheezing (-)

13. Abdomen : tak teraba hepar dan lien. Shifting dullnes (-)

14. Ekstremitas : hangat tanpa edema

Diagnosis kerja : Sinusitis Maxillaris Bilateral

Instruksi :

- Rencana operasi FESS

- IVFD RL 500 ml

- Ceftriaxone 2 x 1 gr/iv

- Ketorolac 3 x 1 amp/iv

- Ranitidine 2x 1 amp/iv

3

Page 4: Case ga

Pemeriksaan laboratorium tgl 17 April 2015

Hematologi :

- Hb : 11,6 gr/ dl ( P: 14-18, W : 12-16 )

- Ht : 36,1 % ( P: 40-48, W: 37-43)

- Trombosit : 207.000/ul (150-450 ribu/ul)

- Masa perdarahan : 2’ menit ( 1-6 )

- Masa pembekuan : 10’menit (5-15)

- Gol darrah : AB Rh(+)

Kimia Darah

GD sewaktu : 74 mg/dl ( <200)

Elektrolit

Na : 142,4 mmol ( 135-155 mmol)

Kalium : 4,2 mmol ( 3,5-5,5 mmol )

Clorida : 104,1 mmol ( 95-105 mmol )

4

Page 5: Case ga

BAB III

LAPORAN ANESTESI

Tekhnik dan Prosedur anestesia

Penata anestesiologi : dr. Dublianus, Sp.An

Diagnosis prabedah : Sinusitis Maxillaris Bilateral

Jenis pembedahan : FESS (Functional Endoscopy Sinus Surgery)

Lama operasi&anestesi : 11.50-12.55 WIB & 11.40-12.55 WIB

Tekhnik :SCCS ( Semi Close Circuit System ) Intubasi ETT

A. Preoperatif

Informed Consent (+)

Puasa (+) kurang lebih 6-8 jam

Tidak terdapat gigi goyang dan pemakaian gigi palsu

Tidak ada riwayat operasi sebelumnya. DM (-), HT (-), alergi obat (-), merokok (-)

Leher tidask kaku dan pendek

IV line terpasang dengan infus RL 500 cc, mengalir lancar

Keadaan umum tampak baik

Kesadaran Compos Mentis

Tanda Vital:

o TD : 110/70 mmHg

o RR : 20 x/menit

o Nadi : 78 x/menit

o Suhu : 36˚C

o BB : 47 kg

o TB : 155 cm

Klasifikasi status fisik dan kebugaran

ASA 1 : pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia

GCS : 15

Persiapan alat :

5

Page 6: Case ga

S ( scope ) : stetoskop dan laringoskop

T ( tubes ) : pipa trakea no. 7,5 balon

A ( airway ) : pipa mulut-faring ( orotrakeal airway ), pipa hidung-faring

( nasotrakeal airway )

T ( tape ) : plester

I ( inroducer ) : mandrin atau stilet dari kawat memudahkan dan memandu pipa

trakea dimasukan

C ( connector ) : penyambung pipa dan peralatan anestesia

S ( suction ) : alat penyedot lender, saliva dll

- Tensimeter dan monitor EKG

- Tabung gas O2 dan N2O terisi dan terbuka

- Spuit kosong

Persiapan obat

- Ondansentron 4 mg

- Propofol 200 mg

- Fentanyl 250 μg

- Tramadol 100 mg

B. Premedikasi Anestesi

Sebelum dilakukan tindakan anestesi diberikan Ondansentron 4 mg secara bolus IV.

C. Tindakan Anestesi

Pasien dalam posisi terlentang, kemudian melakukan informed consent terhadap tindakan

anestesi. Fentanyl 100 µg, propofol 150 mg. Kemudian memantau tekanan darah, nadi serta

saturasi oksigen melalui monitor. Kemudian memeriksa refleks bulu mata pasien untuk

memastikan pasien sudah dalam fase hipnotik. Kemudian dilakukan pemasangan face mask

pada pasien. Face mask dilakukan dengan oksigen 2 lpm, N2O 2 lpm, isofluran 2%.

Memastikan saturasi oksigen baik, dan dilakukan intubasi.

Intubasi dilakukan dengan menggunakan laringoskop sehingga ditemukan epiglotis dan plica

vokalis. Kemudian endotracheal tube berukuran 7,5 dimasukkan menyusuri laringoskop

hingga melewati plica vokalis kira-kira hinggan 21 cm pada endotracheal tube. Balon

6

Page 7: Case ga

endotracheal tube kemudian dikembangkan menggunakan spuit berisi udara sebanyak 20-25

cc. Fiksasi endotracheal tube. Laringoskop ditarik keluar. Kedua mata pasien diolesi

chloramphenicole zalf dan kemudian ditutup menggunakan micropore. Ambu terus dipompa

hingga pasien bernapas spontan.

D. Pemantauan Selama Tindakan Anestesi

Melakukan pemantauan keadaan pasien terhadap tindakan anestesi. Yang dipantau adalah

fungsi kardiovaskular dan fungsi respirasi, serta cairan.

Kardiovaskular : pemantauan terhadap tekanan darah dan frekuensi nadi setiap 5 menit.

Respirasi : Inspeksi pernapasan spontan kepada pasien dan saturasi oksigen.

Cairan : monitoring input cairan infus.

Lampiran Monitoring Tindakan Operasi:

Jam Tindakan Tensi Nadi Saturasi

11.30 Pasien masuk kamar operasi, dibaringkan

di meja operasi kemudian dilakukan

pemasangan manset di lengan kanan atas

dan pulse oxymetri di jari telunjuk tangan

kiri. Diberikan ondansetron 4 mg secara

bolus.

110/70 83 99

11.40 Dilakukan general anestesi.

Diberikan propofol 150 mg, fentanyl 100

µg, secara bolus.

Dilakukan face mask dan intubasi dengan

ett no. 7,5 : oksigen 2 lpm, N2O 2 lpm,

isofluran 2%

113/78 88 98

11.50 Operasi dimulai 110/79 83 99

11.55 112/69 80 99

7

Page 8: Case ga

12.00 110/77 96 100

12.05 108/69 82 99

12.10 110/67 88 99

12.15 108/67 82 99

12.20 102/64 80 99

12.25 112/72 80 98

12.30 106/70 74 98

12.35 110/75 76 98

12.40 Tramadol 100 mg diberikan secara bolus 120/77 82 99

12.45 108/76 86 98

12.50 110/72 78 98

12.55 Operasi Selesai.

Diberikan pronalges supp 100 mg

121/80 83 99

Laporan Anestesi

1. Diagnosis Pra Bedah

Sinusitis Maxillaris Bilateral

2. Diagnosis Pasca Bedah

Sinusitis Maxillaris Bilateral

3. Penatalaksanaan Preoperasi

Infus RL 500cc

4. Penatalaksanaan Anestesi

a. Jenis pembedahan : FESS

b. Jenis Anestesi : General Anestesi

c. Teknik Anestesi : Semi Closed Circuit System, dengan ETT no. 7,5

8

Page 9: Case ga

d. Mulai Anestesi : pukul 11.40 WIB

e. Mulai Operasi : pukul 11.50 WIB

f. Premedikasi : Ondansentron 4 mg IV

g. Medikasi : Propofol 150 mg, Fentanyl 100 µg,

h. Medikasi tambahan : Tramadol 100 mg, Pronalgesik supp 100 mg,

i. Respirasi : Pernapasan spontan dan terpasang O2 2 lpm, N2O 2 lpm,

isofluran 2.

j. Cairan durante operasi : RL 1000 cc

k. Pemantauan tekanan darah dan HR : terlampir

l. Selesai operasi : pukul 12. 55 WIB

5. Post Operatif

a. Operasi berakhir pukul 12:55 WIB.

Selesai operasi pasien belum sadar kemudian pasien dipindahkan ke Ruang

Pemulihan (Recovery Room) dengan terpasangnya guedel dan tamponade pada kedua

hidung, pasien segera diberi bantuan oksigenasi melalui Canul O2 2 lt/menit melalui

guedel, melanjutkan pemberian cairan, dan diobservasi hingga pasien sadar penuh.

b. Observasi tanda-tanda vital dalam batas normal :

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : somnolen

TD : 118/76 mmHg

Nadi : 77x/menit

Respirasi : 16x/menit dengan guedel dan selang oksigen

Saturasi oksigen : 99%

c. Pemeriksaan fisik:

Warna kulit kemerahan, airway paten, nafas spontan, akral hangat dan CRT <2

detik

Skor Aldrete untuk menilai pemulihan anestesia: >8 sudah pulih dari anestesia

dan dapat dipindahkan ke ruangan

Pasien diobservasi di ruangan recovery dengan keadaan stabil sehingga tidak perlu

dimasukkan keruang ICU, tidak terdapat syok dan peningkatan tekanan darah

terkontrol. Skala pulih anestesia 10 di ruang recovery.

9

Page 10: Case ga

GERAKAN SKOR

Dapat menggerakan ke 4 ekstremitasnya sendiri atau dengan perintah

2

Dapat menggerakkan ke 2 ekstremitasnya sendiri atau dengan perintah

1

Tidak dapat menggerakkan ekstremitasnya sendiri atau dengan perintah

0

PERNAPASAN  

Bernapas dalam dan kuat serta batuk 2

Bernapas berat atau dispnu 1

Apnu atau napas dibantu 0

 

TEKANAN DARAH SKOR

Sama dengan nilai awal + 20% 2

Berbeda lebih dari 20-50% dari nilai awal 1

Berbeda lebih dari 50% dari nilai awal 0

KESADARAN SKOR

Sadar penuh 2

Tidak sadar, ada reaksi terhadap rangsangan 1

Tidak sadar, tidak ada reaksi terhadap rangsangan 0

WARNA KULIT SKOR

Merah 2

Pucat , ikterus, dan lain-lain 1

Sianosis 0

*Nilai 8-10 bisa dipindahkan ke ruang perawatan, 5-8 observasi secara ketat, kurang dari

5 pindahkan ke ICU

BAB IV

10

Page 11: Case ga

PEMBAHASAN

Pengelolaan anestesia pada kasus ini adalah dengan menggunakan anestesia umum

menggunakan teknik anestesia secara induksi intravena dan rumatan inhalasi dengan teknik

SCCS (semi closed circuit system) yaitu teknik anestesi inhalasi menggunaka sistem sirkuit

lingkar dan CO2 absorbent dimana pasien akan mengalami rebreathing. Sistem sirkuit sendiri

diartikan sebgai sistem penghantar gas melalui suatu alat penghantar gas anestesi dan oksigen

dari alat ke saluran nafas pasien tapi juga dapat membuang gas CO2 dengan mendorongnya

melalu gas segar ataupun melalui pengisapan oleh kapur soda. Untuk semi closed merupakan

teknih sirkuit sistem dengan cara insuflasi yang diartikan sebagai penghembusan gas anestesi

melalu sungkup muka tanpa menyentuh wajah pasien, setelah pasien mengalami anestesia baru

sungkup muka diletakkan di wajah pasien kemudian dilakukan sistem sirkuit melalui flowmeter

guna mengalirkan gas segar (N2O dan O2) melalui vaporizer ( alat guna keluarkan anestesi

inhalasi ) untuk dapat mendorong gas CO2 pada semi closed ini diperlukan gas segar sebanyak

8-10 lt/menit. Sistem semi closed ini sering digunakan dan dengan penghisapan kembali.

Kekurangannya gas anestesi dapat terpakai banyak jika alirannya mencapai high flow serta dapat

mencemari udara di ruang operasi. Pertahanan jalan nafas menggunakan endotrakeal tube yaitu

dengan ETT non kinking ukuran 27 G dimasukan melalui laringoskopi kedalam trakea dan

menyambungkannya kembali dengan sistem sirkuit anestesi .

Induksi intravena menggunakan safol (propofol ) sebagai anestesi intravena serta dilakukan

intubasi melalui endotrakeal tube. Obat rumatan inhalasi menggunakan isofluran 2% diinduksi

secara semi close sirkuit sistem . Fentanyl digunakan sebagai analgetik intravena yang cukup

untuk pasien hypnosis. Tramadol sebagai analgetik.

Safol Propofol ( 2,6 – diisopropylphenol )

Merupakan derivat fenol. Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean. Obat ini dikemas

dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml =

10 mg).

Mekanisme kerja

11

Page 12: Case ga

Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek

primernya berlangsung di reseptor GABA – A (Gamma Amino Butired Acid).

Farmakokinetik

Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma,

eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol

diperkirakan berkisar antara 2-24 jam. Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 –

45 detik ). Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni

tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.

Farmakodinamik

Pada sistem saraf pusat

Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat

menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik.

Pada sistem kardiovaskular

Dapat menyebakan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali

disertai dengan peningkatan denyut nadi.

Sistem pernafasan

Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat

menyebabkan henti nafas dosis berlebihan.

Dosis dan penggunaan

a) Induksi : 2- 2.5 mg/kg IV.

b) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung

penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.

12

Page 13: Case ga

c) Profofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan

yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk

mencegah kontaminasi dari bakteri.

Efek Samping

Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul

akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan

menggunakan lidocain (0,5 mg/kg). Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada

pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga

pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti

hiperlipidemia.

Fentanyl

Mekanisme kerja

Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat dan jaringan lain.

Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , μ,Ќ,δ,σ. Walaupun opioid menimbulkan sedikit efek

sedasi, opioid lebih efektif sebagai analgesia.

Dosis

Fentanyl

KEMASAN = Inj. 50 µg/ml.

DOSIS = Analgesik 1 – 3 µg/kgBB.

FARMAKOKINETIK = i.v onset : dalam 30 detik. Duration : 30 – 60 menit.

Farmakodinamik

Efek pada sistem kardiovaskuler

System kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun tonus

otot pembuluh darah .

13

Page 14: Case ga

Efek pada sistem pernafasan

Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas, dengan

jumlah volume tidal yang menurun.

Tramadol

Analgetik sentral yang bekerja pada reseptor mu dan kelemahannya 10-20% dibandingkan

morfin. Diberikan secara iv, im dan oral dengan dosis 50-100 mg dan dapat diulang tiap 4-6 jam.

Dosis maksimal 400 mg per hari.

Cairan yang diberikan

Cairan tubuh manusia

Distribusi normal

1. O2, zat gizi, cairan dan elektrolit diangkut ke paru-paru dan saluran cerna, dimana mereka

menjadi bagian cairan intravaskuler dan kemudian dibawa ke seluruh tubuh melalui sistem

sirkulasi.

2. Cairan intravaskuler dan zat-zat yang terlarut didalamnya secara cepat akan saling bertukar

dengan cairan interstisial melalui membrane kapiler yang semipermeabel.

3. Cairan interstisial dan zat-zat yang terlarut didalamnya saling bertukar dengan cairan

intraseluler melalui membran yang permeabel selektif

14

Page 15: Case ga

Berdasarkan hukum Starling bahwa kecepatan dan arah pertukaran cairan diantara kapiler dan cairan

interstisial ditentukan oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid dari kedua cairan. Pada

ujung arteri dari kapiler, tekanan hidrostatik dari darah (mendorong cairan keluar) melebihi tekanan

osmotik koloid (menahan cairan tetap didalam) sehingga mengakibatkan perpindahan dari bagian

intravaskuler ke interstisial. Pada ujung vena dari kapiler, cairan berpindah dari ruang interstisial ke

ruang intravaskuler karena tekanan osmotik koloid melebihi tekanan hidrostatik. Proses ini

melepaskan oksigen dan zat gizi kepada sel, mengangkut karbondioksida dan produk-produk sisa.

Ringer laktat

RL merupakan kristaloid (zat yang membentuk larutan sejati, seperti garam natrium)

cairan yang paling fisiologis yang dapat diberikan pada kebutuhan volume dalam jumlah

besar. RL banyak digunakan sebagai replacement therapy, antara lain untuk syok

hipovolemik, diare, trauma, dan luka bakar. Laktat yang terdapat di dalam larutan RL

akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat yang berguna untuk memperbaiki

keadaan seperti asidosis metabolik. Larutan RL tidak mengandung glukosa, sehingga bila

akan dipakai sebagai cairan rumatan, dapat ditambahkan glukosa yang berguna untuk

mencegah terjadinya ketosis.

Kemasan larutan kristaloid RL yang beredar di pasaran memiliki komposisi elektrolit Na+

(130 mEq/L), Cl- (109 mEq/L), Ca+ (3 mEq/L), dan laktat (28 mEq/L). Osmolaritasnya

sebesar 273 mOsm/L. Sediaannya adalah 500 ml dan 1.000 ml.

15

Page 16: Case ga

BAB V

KESIMPULAN

1. Anestesi umum perlu diperhatikan TRIAS ANESTESIA meliputi hypnosis, analgetik,

dan relaksassi otot yang baik.

2. Dalam anestesia perlu diberikan obat-obatan premedikasi guna memkperlancar induksi

dari anestesia perhatikan pula pada pemberian anestesi inhalasi dan maneuver triple

airway yang adekuat.

3. Perlu diperhatikan dosis dan penggunaan obat-obatan anestesia karena pada penggunaan

berlebihan, obat-obat anesetesia yang umumnya dapat menekan saraf simpatis sehingga

menyebabkan vasodilatasi perifer sehingga menjadi hipotensi, perfusi jaringan berkurang

dan hipoksia karena kurangnya tekanan darah serta bronkokontriksi dan menyebabkan

depresi pernafasan.

4. Pentingnya pemberian cairan basal baik rutin dan rumatan guna pertahankan

hemodinamik. Tidak terlalu berlebihan karena dapat memperberat kerja ginjal dan tidak

terlalu kekurangan karena akan mengakibatkan tubuh kekurangan cairan guna

mempertahankan kerja saraf dan otot serta pertahankan perfusi jaringan yang adekuat.

16

Page 17: Case ga

DAFTAR PUSTAKA

1. Sais A. LAtif dkk, Petunjuk Praktis Anestesiologi, edisi ke 2, Bagian Anestesiologi dan

Terapi Intensif Fakultas Kedokteran UI, Jakarta:2002

2. http://laksanadosis.blogspot.com/2009/04/obat-analgetik.html

3. http://www.scribd.com/doc/31436833/Anestesi-Pada-Pasien-Hipertensi

4. http://www.scribd.com/doc/11534339/Anestesi-Umum

5. http://laksanadosis.blogspot.com/2009/04/obat-analgetik.html

6. Kapita Selekta kedokteran jilid II FKUI, Media Aesculapius:2000

7. B. Boultan Thomas& Collin E Bloog. Anestesiologi edisi 10. EGC:1994

8. http://www.pssplab.com/journal/01.pdf

17