case besar dr luluk (rimenda)

35
KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS Nama Mahasiswa : Rimenda Dwirana Barus NIM : 11.2013.310 Tanda Tangan Dr. Pembimbing / penguji : dr. Luluk Adipratikto, Sp.P Tanda Tangan IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. SA Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 22 tahun Suku Bangsa : Jawa Status Pernikahan : Sudah menikah Agama : Islam Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : Alamat : No. RM : 682913 Tanggal masuk RSUD Kudus : 25 Agustus 2014 Ruang : Bougenville 2 Dikasuskan tanggal : 29 Agustus 2014 Diperiksa tanggal : 29 Agustus 2014 1

Upload: andrean-linata

Post on 18-Jan-2016

23 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

case menda

TRANSCRIPT

Page 1: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

SMF PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS

Nama Mahasiswa : Rimenda Dwirana Barus

NIM : 11.2013.310

Tanda Tangan

Dr. Pembimbing / penguji : dr. Luluk Adipratikto, Sp.P

Tanda Tangan

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. SA Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 22 tahun Suku Bangsa : Jawa

Status Pernikahan : Sudah menikah Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan :

Alamat : No. RM : 682913

Tanggal masuk RSUD Kudus : 25 Agustus 2014

Ruang : Bougenville 2

Dikasuskan tanggal : 29 Agustus 2014

Diperiksa tanggal : 29 Agustus 2014

1

Page 2: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

A. ANAMNESIS

Diambil dari : Autoanamnesis, Tanggal : 29 Agustus 2014, Jam : 08.00 WIB

Keluhan Utama :

Kesemutan di kedua telapak kaki sejak 1 minggu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

3 bulan SMRS

1 bulan SMRS pasien merasa punggung bawah terasa nyeri. Nyeri ditunjuk pasien pada

daerah tulang belakang di area perut. Nyeri dirasa terus-menerus, bersifat seperti menekan

punggung bawah pasien. Pasien mengatakan nyeri juga terasa ‘cekit-cekit’, kadang terasa panas,

dan nyeri yang dirasakan menjalar ke kedua tungkai sampai telapak kaki pasien.

1 minggu SMRS pasien merasa telapak kaki kiri dan kanan kesemutan. Kesemutan yang

dirasakan terjadi tiba-tiba, dan berlangsung terus-menerus sepanjang hari. Kadang telapak kaki

terasa baal dan berat untuk digerakkan. Nyeri punggung yang dirasakan oleh pasien tetap terasa.

Pasien juga merasa nyeri punggung bawah, nyeri kadang seperti menekan punggung pasien,

kadang terasa panas dan punggung bawah terasa seperti ditusuk-tusuk, membuat pasien merasa

pegal.

Demam, mual, muntah dan nyeri kepala tidak ada. BAK dan BAB lancar. Pasien

mengatakan tidak memiliki riwayat batuk yang lama dan batuk berdarah, tidak ada riwayat

penurunan berat badan tiba-tiba.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Hepatitis : Disangkal

- Asma : Disangkal

- Riwayat DM : Disangkal

- Alergi : Disangkal

- Batuk yang lama : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

2

Page 3: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

Seorang saudara laki-laki OS memiliki riwayat sakit paru 5 tahun lalu dan saat itu saudara

laki-laki OS masih tinggal serumah dengan OS. Saudara OS sudah menjalani pengobatan, tetapi

OS tidak ingat berapa lama waktu pengobatan tersebut.

Saat ini OS memiliki seorang anak berusia 2 tahun. Saat anak OS usia 8 bulan anak OS

terdiagnosa mengidap flek paru, dan menjalani pengobatan selama 6 bulan. Pengobatan teratur

dan sudah dinyatakan sembuh oleh pihak pelayanan kesehatan.

Riwayat Sosial

OS mengatakan memiliki tetangga sebelah rumah, seorang pria usia sekitar 50 tahun yang

menderita batuk selama 1 tahun. Perawakan tetangga OS terlihat sangat kurus.

Riwayat Kelahiran

Tempat lahir : Rumah

Ditolong oleh : Bidan

Persalinan : Spontan

Riwayat Imunisasi

Pasien tidak ingat riwayat imunisasinya

Kebiasaan

(-) Merokok (-) Jamu

(-) Kopi (-) Obat

(+) Teh (-) Alkohol

Riwayat Ekonomi

Keuangan : Kurang

Pekerjaan : Di nafkahi suami

Keluarga : Tidak ada masalah

Lain-lain : Tidak ada

3

Page 4: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

B. PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan umum dilakukan pada tanggal : 4 Juli 2014, jam : 09.30 WIB

Tanda-tanda Vital

Tekanan Darah : 110/70 mmmHg

Nadi : 125x/menit

Suhu axilla : 36,4oC

Pernafasan (Frekuensi dan tipe) : 30x/menit, torako-abdominal

KULIT

Warna : Sawo matang Jaringan parut : Tidak ada

Pigmentasi : Tidak ada Turgor : Normal

Pertumbuhan rambut : Merata Edema : Tidak ada

Suhu Raba : Hangat Palmar eritema : Tidak ada

KEPALA

Bentuk : Normocephali

Simetri muka : Simetris

Turgor kulit dahi : Normal

Rambut : Hitam

MATA

Exopthalmus : Tidak ada Enopthalmus : Tidak ada

Palpebra : Tidak edema Lensa : Jernih

Konjungtiva : Tidak anemis Sklera : Tidak ikterik

Gerakan mata : Normal Lapangan penglihatan : Normal

TELINGA

Tuli : -/- Cairan : Tidak ada

Lubang : Lapang / lapang Penyumbatan : Tidak ada

Serumen : Tidak ada Perdarahan : Tidak ada

4

Page 5: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

HIDUNG

Pernafasan cuping hidung : Tidak ada

Sekret : Tidak ada

Septum deviasi : Tidak ada

MULUT

Bibir sianosis : Tidak ada Lidah : Atrofi papil (-)

Pursed Lips : Tidak ada Tonsil : T1-T1 tenang

Hipertrofi ginggiva : Tidak ada Faring : Tidak hiperemis

LEHER

Inspeksi : Tidak terlihat benjolan maupun lesi

Palpasi : Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5-2cmH2O

Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar

Kelenjar limfe : Teraba 1 massa pada ,mobile, lunak,

permukaan licin, diameter

sekitar 2 cm.

Deviasi trakea : Tidak ada

THORAX

Bentuk : Normal, simetris kanan-kiri

Tidak tampak retraksi sela iga

Pembuluh darah : Tidak tampak spider naevi

PULMO

Pemeriksaan Paru Depan Belakang

Inspeksi Kanan Simetris saat statis dinamis Simetris saat statis dinamis

Kiri Simetris saat statis dinamis

Jenis pernafasan torako-

abdominal

Simetris saat statis dinamis

Jenis pernafasan torako-

abdominal

Palpasi Kanan - Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan

5

Page 6: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

- Fremitus taktil simetris

- Nyeri tekan (-)

- Fremitus taktil simetris

- Nyeri tekan (-)

Kiri - Tidak ada benjolan

- Fremitus taktil melemah

di basal paru

- Nyeri tekan (-)

- Tidak ada benjolan

- Fremitus taktil melemah di

basal paru

- Nyeri tekan (-)

Perkusi Kanan - Sonor di seluruh lapang

paru

- Batas paru-hati : ICS 5

linea midclavicula dekstra

- Sonor di seluruh lapang paru

Kiri - Hipersonor di seluruh

lapang paru

- Hipersonor di seluruh

lapang paru

Auskultasi Kanan - Suara dasar vesikuler

- Wheezing (-)

- Ronkhi basah kasar (+)

- Suara dasar vesikuler

- Wheezing (-)

- Ronkhi basah kasar (+)

Kiri - Suara dasar vesikuler

- Wheezing (-)

- Ronkhi basah kasar (+)

- Suara dasar vesikuler

- Wheezing (-)

- Ronkhi basah kasar (+)

COR

Inspeksi : Tampak pulsasi iktus cordis

Palpasi : Iktus cordis teraba 1 cm lateral dari ICS V linea midclavicula sinistra

Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternal sinistra

Batas kanan : ICS IV linea parasternal dextra

Batas kiri : ICS V linea midclavicula sinistra

Auskultasi : BJ I-II murni regular, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN

Inspeksi : Datar, tidak tampak bekas operasi, striae (-), tidak tampak benjolan

Auskultasi : Bising usus (+), normoperistaltik (12 kali/menit)

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-), traube space sonor

6

Page 7: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

Palpasi :

Dinding perut : Nyeri tekan (+) di epigastrium

Hati : tidak teraba pembesaran

Lien : tidak teraba pembesaran

Ginjal : Nyeri ketok CVA -/-, ballotemen tidak teraba

PUNGGUNG

Inspeksi : Tidak ada benjolan maupun lesi

Palpasi : Tidak teraba massa, letak tulang vertebra lurus di tengah

Perkusi : Nyeri ketok CVA (-)

Auskultasi : Tidak terdengar adanya bruit

EKSTREMITAS

Ekstremitas Dextra Sinistra

Superior

Otot : tonus Normotonus Normotonus

Otot : Massa Eutrofi Eutrofi

Sendi Normal Normal

Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas

Kekuatan +5 +5

Edema Tidak ada Tidak ada

Inferior

Lesi Tidak ada Tidak ada

Varises Tidak ada Tidak ada

Otot : tonus Normotonus Normotonus

Otot : Massa Eutrofi Eutrofi

Sendi Normal Normal

Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas

Kekuatan +5 +5

7

Page 8: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

Edema Tidak ada Tidak ada

Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi dan Kimia Darah (25 Agustus 2014)

PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

Hemoglobin 12,1 g/dl 12.0 – 15.0 g/dl

Eritrosit 5.71 juta 4.0 – 5.1 juta

Hematokrit 38,1 % 36 – 47 %

Trombosit 353 ribu 150 – 400 ribu

Leukosit 11,9 ribu 4.0 – 12.0 ribu

Neutrofil 69 % 43 – 76 %

Limfosit 20,8 % 25 – 40 %

Monosit 8,5 % 2 – 8 %

MCV 66,7 fL 79.0 – 99.0 fL

MCH 21,2 pg 27.0 – 31.0 pg

MCHC 31,8 g/dL 33.0 – 37.0 g/dL

RDW 16,6 % 10.0 – 15.0 %

MPV 8.6 fL 6.5 – 11.0 fL

PDW 8.9 % 10.0-18.0 fL

Kimia Klinik

Ureum 22,4 mg/dL 19-44

Creatinin 0,5 mg/dL 0,6-1,3

Uric Acid 3,3 mg/dL 3,5-7,2

PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

Hemoglobin 12,9 g/dl 11,5-15,5 g/dl

Eritrosit 4,74 jt/uL 4.0 – 5.1 juta

Hematokrit 38,3 % 35-45 %

Trombosit 243 ribu 150 – 400 ribu

Leukosit 22,1 ribu 4.0 – 14.5 ribu

8

Page 9: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

Neutrofil 88,4 % 43 – 76 %

Limfosit 7,6 % 25 – 40 %

Monosit 4,0 % 2 – 8 %

MCV 81,0 fL 79.0 – 99.0 fL

MCH 27,1 pg 27.0 – 31.0 pg

MCHC 33,6 g/dL 33.0 – 37.0 g/dL

Sal. Typhi O Negatif Negatif

Sal Typhi H (+) 1/80 Negatif

Paratyphi AH Negatif Negatif

Paratyphi BH Negatif Negatif

Pemeriksaan X-Foto Thorax (28 Juni 2014)

Cor : Bentuk dan letak normal

Tak membesar

Pulmo : Corakan bronkovaskuler normal

Tampak bercak infiltrat di kedua paru

Kesan :

Cor : Tak membesar

Pulmo : TB paru aktif

Foto Thotacolumbal

- Alignment vertebra thoracal dan lumbal normal

- Tak tampak osteofit

- Pedicle kanan vertebra thoracal 7 destruksi

- Kompresi vertebra thorakal 6-7, vertebra thoracal 6-7 menyatu

Kesan :

Kompresi vertebra thorakal 6-7 dengan destruksi pedikel kanan vertebra thoracal 7

Suspect Spondilitis TB

Pemeriksaan laboratorium (27 Agustus 2014)

MIKROBIOLOGI HASIL NILAI NORMAL

9

Page 10: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

Pengecatan BTA I Negatif Negatif

Pemeriksaan laboratorium (30 Agustus 2014)

MIKROBIOLOGI HASIL NILAI NORMAL

Pengecatan BTA II Negatif Negatif

Pemeriksaan laboratorium (30 Agustus 2014)

MIKROBIOLOGI HASIL NILAI NORMAL

Pengecatan BTA III Negatif Negatif

C. DAFTAR ABNORMALITAS

1. Sesak 5 hari

2. Batuk 1 tahun

3. Berat badan turun sekitar 5 kg dalam 1 bulan terakhir

4. Lemas & tidak nafsu makan

5. Nyeri pada ulu hati

6. Sering demam yang naik turun

7. 2 minggu sebelum masuk RS mulai keringat dingin terutama pada malam hari.

8. 5 riwayat TB paru namun tidak melanjutkan pengobatan (hanya 1,5 bulan pengobatan)

9. Nadi = 125x/ menit, pernafasan = 30x/menit

10. Tampak adanya retraksi sela iga

11. Fremitus taktil melemah di basal paru kiri

12. Hipersonor pada seluruh lapang paru kiri, depan dan belakang

13. Ronkhi basah kasar (+) pada seluruh lapang paru kiri, kanan, depan, belakang

14. Pemeriksaan hematologi dan kimia darah = Eritrosit 5.15 juta, Trombosit 401 ribu, Leukosit

12.2 ribu, Granula 88.8 %, Limfosit 7.8 %, PDW 8.3 %, MCHC 31.6 g/dL

15. Pemeriksaan X-foto thoraks = TB paru kronis, gambaran pneumothorax sinistra

16. Pemeriksaan mikrobiologi = Pengecatan BTA sputum I positif 2 (+2)

D. ASSESMENT

10

Page 11: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

1. TB paru putus obat

2. Pneumothoraks

TINJAUAN PUSTAKA

Tuberkulosis Paru

Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M

PEMBAHASAN

1. TB Putus Obat

Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni

kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainnya yang

mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet,

karena itu penularannya terjadi pada malam hari. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur,

baik di paru maupun diluar paru. 1

11

Page 12: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

Klasifikasi Tuberkulosis

Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para klinikus, ahli radiologi, ahli

patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman klasifikasi

tuberkulosis.

Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti:

A. Pembagian secara patologis

-Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)

-Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis)

B. Pembagian secara aktivitas radiologis Tuberkulosis paru (Koch Pulmonum) aktif, non aktif

dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh).

C. Pembagian secara radiologis (luas lesi)

Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat non-kavitas pada satu paru

maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.

Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm.

Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar

tidak lebih dan sepertiga bagian satu paru.

Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada

moderately advanced tuberculosis.2

Patogenesis

Tuberkulosis Primer

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk

batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar dinding kuman

terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang

membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam

(BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada

udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal

ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dan sifat dormant ini kuman dapat bangkit

kembali dan menjadikan penyakit tuberculosis menjadi aktif lagi.

12

Page 13: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma

makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak

mengandung lipid.

Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi

jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal

paru-paru lebih tinggi dan bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi

penyakit tuberkulosis

Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar

menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara

bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan

kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-

bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas

atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer. 2

Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag.

Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan

trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sito-plasma makrofag. Di

sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru

akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer

atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila

menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui

saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional

kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal,

tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi

TB milier. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus

(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis

regional). Sarang primer limfangitis lokal + regional = kompleks primer (Ranke). Semua proses

ini memakan waktu 3-8 rninggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :

- Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.

13

Page 14: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

- Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus,

keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5 mm dan ±10% di antaranya dapat

terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.

- Berkomplikasi dan menyebar secara : a). perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya,

b). Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Kuman

dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, c). Secara

limfogen, ke organ tubuh lain-lainnya, d). secara hematogen, ke organ tubuh lainnya. 2

Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)

Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul kemudian sebagai infeksi

endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB

sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas

menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal.

Tuberkulosis pasca-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru

(bagian apikal-posterior lobus supior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-

paru dan tidak ke nodus hiler paru.

Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu

sarang ini menjadi tuberkel yakni suaru granuloma yang terdiri dan sel-sel Histiosit dan sel

Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai

jaringan ikat.

TB pasca primer juga dapat berasal dan infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia

tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensi-nya dan imunitas pasien,

sarang dini ini dapat menjadi:

- Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

- Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis.

Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang

meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian

tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju

dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama

dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar, sehingga

menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis

14

Page 15: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

protein lipid dan asam nukleat oleh ensim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang

berlebihan sitokin dengan TNF-nya. 2

Diagnosis

Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti tuberkulosis paru

adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium tuberculosae dalam sputum atau jaringan

paru secara biakan. Tidak semua pasien memberikan sediaan atau biakan sputum yang positif

karena kelainan paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa

membatukkan sputumnya dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali.

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan

pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis

pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan

dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):

- S(sewaktu):

Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang,

suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

- P(Pagi):

Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa

dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.

- S(sewaktu):

Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya

kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak

mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji

kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks

tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi

overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.3

Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks

15

Page 16: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak

secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan

foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

- Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto

toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.

- Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada

pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian

antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).3

- Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan

penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi

pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis

atau aspergiloma).3

Tabel 1. Alur Diagnosis TB

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya :

1) Kasus Baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT

kurang dari satu bulan (4 minggu).

16

Page 17: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

2) Kasus Kambuh (Relaps)

Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah

dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif

(apusan atau kultur).

3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)

Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA

positif.

4) Kasus Gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif

pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5) Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan

pengobatannya.

6) Kasus lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk

Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai

pengobatan ulangan. 3

Penatalaksanaan

Resimen Pengobatan Saat Ini (metode DOTS)

Kategori I. Pasien tuberkulosis paru (TBP) dengan sputum BTA positif dan kasus baru,

TBP lainnya dalam keadaan TB berat, seperti meningitis tuberkulosis, miliaris, perikarditis,

peritonitis, pleuritis masif atau bilateral, spondilitis dengan gangguan neurologik, sputum BTA

negatif tetapi kelainan di paru luas, tuberkulosis usus dan saluran kemih. Pengobatan fase inisial

resimennya terdiri dan 2 HRZS (E), setiap hari selama dua bulan obat H, R, Z dan S atau E.

Sputum BTA awal yang positif setelah dua bulan diharapkan menjadi negatif dan kemudian

dilanjutkan ke fase lanjutan 4HR atau 4H3R3 atau 6HE. Apabila sputum BTA masih tetap positif

setelah dua bulan, fase intensif diperpanjang dengan 4 minggu lagi, tanpa melihat apakah sputum

sudah negatif atau tidak.

17

Page 18: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

Kategori 2. Pasien kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA positif. Pengobatan

fase insial terdiri dan 2HRZE / 1HRZE, yaitu R dengan H, Z, E setiap hari selama 3 bulan,

ditambah dengan S selama 2 bulan pertama. Apabila sputum BTA menjadi negatif, fase lanjutan

bisa segera dimulai. Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4

obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-4 sputum BTA masih positif, sernua obat

dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum untuk uji kepekaan. Obat dilanjutkan

memakai resimen fase lanjutan, yaitu 5H3R3E3 atau 5HRE.

Kategori 3. Pasien TBP dengan sputum BTA negative tetapi kelainan paru tidak luas dan

kasus ekstrapulmonal (selain dan kategori I). Pengobatan fase inisial terdiri dan 2HRZ atau

2H3R3E3Z3, yang diteruskan dengan fase lanjutan 2HR atau H3R3.

Kategori 4. Tuberkulosis kronik. Pada pasien ini mungkin mengalami resistensi ganda,

sputumnya harus dikultur dan uji kepekaan obat. Untuk seumur hidup diberi H saja (WHO) atau

sesuai rekomendasi WHO untuk pengobatan TB resistensi ganda (multidrugs resistant

tuberculosis (MDR-TB)). 2

Tabel 1. Resimen Pengobatan Saat Ini

Tabel 2. Dosis Obat yang Dipakai

18

Page 19: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

Efek Samping Obat

Ternyata sebagian besar obat-obat anti tuberkulosis yang banyak dipakai adalah

hepatotoksik. Kelainan yang ditimbulkan mulai dari peningkatan kadar transminase darah

(SGOT / SGPT) yang ringan saja sampai pada hepatitis fulminan. Hepatitis karena obat

antituberkulosis banyak terjadi karena pemakaian INH + rifampisin. Terdapat hipotesis yang

menyatakan bahwa INH memproduksi hidrazin, yakni suatu metabolik yang hepatotoksik.

Hidrazin ini lebih banyak lagi diproduksi bila pemberian INH dikombinasikan dengan

rifampisin.

Biasanya bila kadar SGOT/SGPT meningkat tetapi angkanya tidak lebih dari 2 x nilai

normal, INH-rifampisin masih dapat diteruskan. Bila kadarnya meningkat terus, INH+rifampisin

harus dihentikan pemberiannya. Bila memungkinkan hendaknya diperiksakan antibodi terhadap

rifampisin. Jika ternyata antibodi ini positif, pemberian INH masih dapat dipertimbangkan

kelanjutannya. Untuk mencegah terjadinya hepatitis karena obat anti tuberkulosis, dianjurkan

agar memilih paduan obat yang tidak terlalu berat efek hepatotoksiknya, dan diperlukan evaluasi

yang cermat secara klinis dan laboratoris terhadap pasien pada minggu-minggu pertama

pengobatan. Bila sudah terjadi hepatitis karena obat ini, biasanya hepatitis ini sembuh sendiri

jika obat-obat hepatotoksik tadi dihentikan pemberiannya, dan diganti dengan obat-obat yang

tidak hepatotoksik. Pemberian steroid pada hepatitis karena OAT dapat dipertimbangkan.

19

Page 20: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

Rifampisin atau INH kemudian dapat diberikan kembali sendiri-sendiri secara desensitisasi

(dosis obat dimulai dan yang paling kecil dan dinaikkan perlahan-lahan sambil menilai adakah

kelainan toksik /alergi terjadi. Desentisasi dengan INH, dimulai dengan 25 mg dan dinaikkan 2

kali dosis sebelumnya setiap 3 hari (25-50-100-200-300-400 mg). Untuk rifampisin sama seperti

INH dan dimulai dengan dosis 75 mg (hari pertama 75mg, hari ke-4 75mg, hari ke-7 150 mg,

hari ke-10 150 mg, hari ke-13 600 mg). Untuk mencegah terjadinya efek samping OAT perlu

dilakukan pemeriksaan kontrol seperti :

- Tes warna untuk mata, bagi pasien yang memakai obat etambutol

- Tes audiometri bagi yang memakai obat Streptomisin

- Pemeriksaan darah terhadap enzim hati, bilirubin, ureum / kreatinin, darah perifer dan asam

urat (untuk pemakai pirazinamid) 2

Tabel 3. Efek Samping Obat

Kegagalan Pengobatan

Sebab-sebab kegagalan pengobatan, antara lain:

Obat: 1). Paduan obat tidak adekuat. 2). Dosis obat tidak cukup. 3).Minum obat tidak

teratur/tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan. 4). Jangka waktu pengobatan kurang dari

semestinya. 5). Terjadi resistensi obat. 6). Resistensi obat sudah harus diwaspadai yakni bila

dalam 1-2 bulan pengobatan tahap intensif, tidak terlihat perbaikan.

Drop out: 1. Kekurangan biaya pengobatan. 2. Merasa sudah sembuh. 3. Malas berobat/ kurang

motivasi.

20

Page 21: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

Penyakit: 1). Lesi paru yang sakit terlalu luas/sakit berat. 2). Penyakit lain yang menyertai

tuberkulosis seperti diabetes melitus, alkoholisrae. 3). Adanya gangguan imunologis.

Sebab-sebab kegagalan pengobatan yang terbanyak adalah karena kekurangan biaya

pengobatan atau merasa sudah sembuh. Penanggulangan terhadap kasus-kasus yang gagal ini

adalah:

a. Terhadap pasien yang sudah berobat secara teratur.

- Menilai kembali apakah paduan obat sudah adekuat mengenai dosis dan cara pemberiannya.

- Lakukan pemeriksaan uji kepekaan/tes resistensi kuman terhadap obat.

- Bila sudah dicoba dengan obat-obat yang masih peka, tetapi ternyata gagal juga, maka

pertimbangkan terapi dengan pembedahan terutama pada pasien dengan kavitas atau

destroyed lung.

b. Terhadap pasien dengan riwayat pengobatan tidak teratur.

- Teruskan pengobatan lama selama +3 bulan dengan evaluasi bakteriologis tiap-tiap bulan.

- Nilai kembali tes resistensi kuman terhadap obat.

- Bila ternyata terdapat resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat yang masih sensitif.

Kesimpulan

2. Pneumothoraks

Adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura disebut pneumotoraks.

Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya, yaitu traumatik atau spontan;

pneumotoraks juga dapat diklasifikasikan sesuai dengan urutan peristiwa yang merupakan

kelanjutan dari adanya robekan pleura, yaitu terbuka, tertutup, atau pneumotoraks tekanan.

Pneumotoraks spontan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu

pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga dengan atau tanpa penyakit paru yang

mendasarinya. Penyakit paru yang sering mengakibatkan pneumotoraks sekunder spontan antara

lain emfisema (pecahnya bleb atau bula), pneumonia, dan neoplasma. Pneumotoraks akan terjadi

apabila ada hubungan antara bronkus atau alveolus dengan rongga pleura; sehingga udara dapat

21

Page 22: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

masuk ke rongga pleura melalui kerusakan yang ada, menyebabkan pneumotoraks terbuka,

tertutup, atau pneumotoraks tekanan. Pneumotoraks spontan dapat juga dialami oleh orang muda

yang kelihatannya sehat, biasanya berusia di antara 20 dan 40 tahun, dan disebut pneumotoraks

spontan idiopatik atau primer. Biasanya penyebabnya adalah pecahnya bleb subpleura pada

permukaan paru atau penyakit bula local. Penyebab terbentuknya bleb atau bula pada orang yang

sehat masih belum diketahui tetapi kadang-kadang dilaporkan adanya predisposisi familial.

Efusi pleura maupun pneumotoraks akan menghambat fungsi paru mernbatasi

pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan tergantung pada ukuran dan

cepatnya perkembangan penyakit. Kalau cairan tertimbun dengan perlahan-lahan seperti yang

sering terjadi pada efusi pleura maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul

dengan sedikit gangguan fisik yang nyata. Sebaliknya, dekompresi paru yang cepat akibat

pneumotoraks masif dapat disertai dengan syok yang timbulnya cepat sekali. Adanya keadaan ini

dapat dipastikan dengan pemeriksaan radiografi.

Pneumotoraks mula-mula diatasi dengan pengamatan konservatif bila kolaps paru 20%

atau kurang. Udara sedikit demi sedikit diabsorpsi melalui permukaan pleura yang bertindak

sebagai membran basah, yang memungkinkan difusi O2 dan CO2. Jika pneumotoraks besar dan

dispnea berat, perlu dipasang slang torakotomi yang dihubungkan dengan water-sealed drainage

untuk membantu pengembangan paru kembali. Jika efusi berdarah disebabkan oleh

pneumotoraks maka harus dilakukan pengeluaran dengan drainase karena bekuan dan organisasi

dapat menyebabkan fibrosis pleura yang luas. Efusi pleura dapat diobati dengan aspirasi jarum

(torasentesis). Hal ini khususnya penting apabila efusi merupakan eksudat, karena dapat

mengakibatkan fibrotoraks. Efusi ringan dan tidak berupa peradangan (transudat) dapat

diresorpsi ke dalam kapiler setelah penyebab efusi sudah diatasi.

Tabel 4. Tanda dan Gejala Efusi Pleura dan Pneumotoraks

22

Page 23: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

Pneumotoraks Spontan

Pneumotoraks spontan adalah setiap pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya

suatu penyebab (trauma ataupun iatrogenik), ada 2 jenis yaitu:

Pneumotoraks Spontan primer. Pneumotoraks Spontan primer (PSP) adalah suatu

pneumotoraks yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya,

umumnya pada individu sehat, dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktivitas fisik yang

berat tetapi justru terjadi pada saat istirahat dan sampai sekarang belum diketahui penyebabnya.

Pneumotoraks spontan sekunder. Pneumotoraks Spontan Sekunder (PSS) adalah suatu

pneumotoraks yang terjadi karena penyakit paru yang mendasarinya (tuberculosis paru, PPOK,

asma bronchial, pneumonia, tumor paru, dan sebagainya). Pasien PSS bilateral dengan reseksi

torakoskopi dijumpai adanya metastase paru yang primernya berasal dari sarcoma jaringan lunak

di luar paru.

23

Page 24: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

Patogenesis

Pleura secara anatomis merupakan satu lapis sel mesotelial, ditunjang oleh jaringan ikat,

pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. Rongga pleura dibatasi oleh 2 lapisan tipis

sel mesotelial, terdiri atas pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura parietalis melapisi otot-

otot dinding dada, tulang dan kartilago, diafragma dan mediastinum, sangat sensitif terhadap

nyeri. Pleura viseralis melapisi paru dan menyusup ke dalam semua fisura dan tidak sensitive

terhadap nyeri. Rongga pleura individu sehat terisi cairan (10-20 ml) dan berfungsi sebagai

pelumas di antara kedua lapisan pleura. Patogenesis pneumotoraks spontan sampai sekarang

belum jelas.

Pneumotoraks Spontan Primer (PSP)

PSP terjadi karena robeknya suatu kantong udara dekat pleura viseralis. Penelitian secara

patologis rnembuktikan bahwa pasien pneumotoraks spontan yang parunya direseksi tampak

adanya satu atau dua ruang berisi udara dalam benuk bleb dan bulla. Bulla merupakan suatu

kantong yang dibatasi sebagian oleh pleura fibrotik yang menebal, sebagian oleh jaringan fibrosa

paru sendiri dan sebagian lagi oleh jaringan paru emfisematous. Bleb terbentuk dari suatu alveoli

yang pecah melalui jaringan interstisial ke dalam lapisan fibrosa tipis pleura viseralis yang

kemudian berkumpul dalam bentuk kista. Mekanisme terjadinya bulla atau bleb belum jelas,

banyak pendapat menyatakan terjadinya kerusakan bagian apeks paru berhubungan dengan

iskemia atau peningkatan distensi pada alveoli daerah apeks paru akibat tekanan pleura yang

lebih negatif. Apabila dilihat secara patologis dan radiologis pada pneumotoraks spontan sering

didapatkan bulla di apeks paru. Observasi kilnis yang dilakukan pada pasien PSP ternyata angka

kejadiannya lebih banyak dijumpai pada pasien pria yang berbadan tinggi dan kurus. Kelainan

intrinsik jaringan konektif seperti pada sindrom Marfan, prolaps katup mitral, kelainan bentuk

tubuh mempunyai kecenderungan terbentuknya bleb atau bulla. Belum ada hubungan yang jelas

antara aktivitas yang berlebihan dengan pecahnya bleb atau bulla karena pada keadaan tanpa

aktivitas (istirahat) juga dapat terjadi pneumotoraks. Pecahnya alveoli berhubungan dengan

obstruksi check-valve pada saluran napas kecil sehingga timbul distensi ruang udara di bagian

distalnya. Obstruksi jalan napas bisa diakibatkan oleh penumpukan mukus dalam bronkioli baik

oleh karena infeksi atau bukan infeksi.

24

Page 25: Case Besar Dr Luluk (Rimenda)

Bayi aterm mampu menampung tekanan pleura antara 40 - 100 cm H20. Apabila tekanan

udara melebihi

nilai ambang tersebut dapat menimbulkan pecahnya

alveoli, misalnya akibat aspirasi mekoneum. Penelitian path

11 pasien bukan perokok yang sembuh dan pneumotoraks

spontan, dengan ventilation-perfusion scintigraphy

ternyata didapatkan gambaran obstruksi saluran napas.

Pneumotoraks Spontan Sekunder (PSS)

PSS terjadi karena pecahnya bleb viseralis atau bulLa

subpleura dan sering berhubungan dengan penyakit pam

yang mendasarinya. Patogenesis PSS multifaktorial,

umumnya terjadi akibat komplikasi penyakit PPOK

(penyakit paru obstruktif kronik), asma, fibrosis kistik,

tuberkulosis paru, penyakit-penyakit paru infiltratiflainnya

(misalnya pneumonia supuratif dan termasuk pneumoniaP.

carinii). PSS umumnya lebih serius keadaanyya daripada

Daftar Pustaka

1. A

2. 2

3. http://staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti/material/patodiagklas.pdf

25