case adhd

33
SMF/Lab. Psikiatri Laporan Kasus Fakultas Kedokteran Umum Universitas Mulawarman Attention Deficit/Hiperactivity Disorder Dibawakan oleh : Mukhlis Hamidi 04.45401.00191.09 Pembimbing : Dr. Denny J. Rottinsulu Sp. KJ Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik 1

Upload: mukhlisgrosir-tasbranded

Post on 29-Jun-2015

396 views

Category:

Documents


45 download

TRANSCRIPT

Page 1: case ADHD

SMF/Lab. Psikiatri Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran Umum

Universitas Mulawarman

Attention Deficit/Hiperactivity Disorder

Dibawakan oleh :

Mukhlis Hamidi

04.45401.00191.09

Pembimbing :

Dr. Denny J. Rottinsulu Sp. KJ

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

SMF/Lab. Psikiatri

Fakultas Kedokteran Umum

Universitas Mulawarman

2011

1

Page 2: case ADHD

BAB I

Pendahuluan

Latar Belakang

Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan perilaku yang ditandai

dengan inattention (gangguan pemusatan perhatian dan gangguan konsentrasi), impulsif

(berbuat dan berbicara tanpa memikirkan akibatnya), dan hiperaktif yang tidak sesuai dengan

umurnya. Keadaan ini dijumpai pada 8 - 10% di antara anak sekolah dan sering ditemukan pada

laki-laki. (Phillips & Mersch, 2010)

Gejala ADHD harus terlihat di berbagai tempat yang berbeda, misalnya di rumah, di

sekolah, di tempat rekreasi, dan lainnya. Gejala ADHD biasanya sedemikian beratnya sehingga

tidak dapat ditoleransi oleh orang tua, guru, dan temannya. Akibat perilakunya yang agresif,

impulsif, dan tidak mengikuti peraturan, sering kali mereka dijauhi oleh teman-temannya.

Kondisi ini membuat mereka kehilangan rasa percaya diri, menarik diri dan depresi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40 - 50% kasus ADHD menetap pada masa remaja,

bahkan sampai dewasa. Bila menetap sampai remaja, dapat memunculkan masalah lain seperti

kenakalan remaja, gangguan kepribadian anti-sosial, dan cenderung terlibat penyalahgunaan

NAPZA. Orang dewasa dengan ADHD sering bertengkar dengan pimpinannya, sering pindah

pekerjaan dan dalam melaksanakan tugasnya seringkali terlihat tidak tekun. (Phillips & Mersch,

2010)

Diagnosis ADHD tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium atau alat

kedokteran, sekalipun wawancara terhadap orang tua merupakan hal penting. Selain itu,

diperlukan laporan dari sekolah mengenai gangguan tingkah laku, kesulitan belajar dan

kurangnya prestasi akademis oleh gurunya.

Penanganan ADHD perlu melibatkan berbagai disiplin ilmu dalam suatu tim kerja yang

terdiri dari dokter spesialis anak, psikiater, dokter spesialis saraf, psikolog, pendidik, dan

pekerja sosial. Penanganan ADHD memerlukan evaluasi jangka panjang dan berulang untuk

2

Page 3: case ADHD

dapat menilai keberhasilan terapi. Penanganan ADHD biasanya berupa terapi obat, terapi

perilaku, dan perbaikan lingkungan.

3

Page 4: case ADHD

BAB II

Laporan Kasus

Laporan kasus psikiatri

Dipresentasikan pada kegiatan Kepaniteraan Klinik Madya Lab. Kesehatan Jiwa.

Pemeriksaan dilakukan pada hari Senin, 20 Desember 2010 pukul 11.00 WITA di Poli Psikiatri

RSKD. Atma Husada Mahakam Samarinda, sumber heteroanamnesis.

INDENTITAS PASIEN

Nama : An. B

Umur : 11 tahun

Jenis kelamin : Laki - laki

Agama : Islam

Pendidikan : belum sekolah

Alamat : Jl. Belibis Gg. 14 No. 12 Samarinda

Pasien datang ke Poli Psikiatri RSKD Atma Husada Mahakam Samarinda diantar oleh ibu dan

ayahnya.

Heteroanamnesis

Diperoleh dari : Bp. A

Umur : 50 tahun

Alamat : Jl. Belibis Gg. 14 No. 12 Samarinda

Hubungan dengan pasien : Ayah Kandung

4

Page 5: case ADHD

Keluhan Utama

Mengacuhkan panggilan

Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang :

Pasien sering mengacuhkan panggilan dari kedua orang tuanya atau anggota keluarga yang lain,

apalagi saat pasien menonton tayangan kartun di televisi atau saat sedang bermain. Keluhan ini

sebenarnya telah disadari orang tua pasien sejak masih balita dimana saat itu pasien sering

mengacuhkan panggilan dari orang tuanya. Orang tua pasien memeriksakan anaknya ke dokter

dengan kecurigaan adanya kelainan pendengaran kemudian dirujuk ke dr spesialis THT. Namun

pada waktu itu dr. Spesialis THT menyarankan pemeriksaan dilakukan menunggu hingga pasien

berumur 2 tahun. Setelah itu ayah pasien diminta untuk memeriksakan anaknya ke psikiater

anak.

Kegiatan sehari-hari pasien ialah bermain dengan permainan yang berganti-ganti bila ia bosan,

tidur serta kegiatan rutin seperti makan dan mandi. Pasien sering memanjat – manjat meja,

kursi dll, serta tidak dapat tenang. Pasien masih bisa mengenali orang lain selain keluarga,

pasien juga sering berbicara tentang pesawat, bila ingin sesuatu pasien mengamuk saat tidak

terpenuhi. Bisa membaca walaupun tak ada yang mengajari.

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat trauma (-), kejang (-), penyakit infeksi (-)

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita dengan keluhan seperti ini sebelumnya.

Genogram

Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tidak didapatkan anggota keluarga lain

dengan gangguan jiwa.

5

Page 6: case ADHD

Ayah IbuAyah

STATUS PRAESENS

a. Status internus

Keadaan umum : Rapi, gelisah, kurang kooperatif

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Frekuensi nadi : 84x/menit

Frekuensi nafas : 20x/ menit

Suhu : 36,2◦C

Sistem kardiovaskular : Tidak didapatkan kelainan

Sistem respiratorik : Tidak didapatkan kelainan

Sistem gastrointestinal : Tidak didapatkan kelainan

Sistem Urogenital : Tidak didapatkan kelainan

6

Page 7: case ADHD

Kelainan khusus : Tidak ditemukan kelainan

b. Status neurologikus

Panca indera : Tidak ditemukan kelainan

Tanda meningeal : Tidak ada

Tekanan intrakranial : Tidak ditemukan tanda peningkatan TIK

Mata

Gerakan : Normal

Persepsi : Normal

Pupil : Isokor

Diplopia : Tidak ditemukan kelainan

Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan

c. Status Psikiatrik

kesan umum : Rapi, gelisah

Sikap : kurang kooperatif

Kontak : verbal (+) irelevan, non verbal (+)

Kesadaran : orientasi waktu tidak baik, tempat tidak baik, orientasi

orang cukup baik

Emosi : labil

Proses pikir : bentuk fikir : lambat, inkoheren, isi sulit dinilai

Intelegensia : cukup

Persepsi : halusinasi (-), ilusi (-)

7

Page 8: case ADHD

Kemuan : ADL baik

Psikomotor : meningkat

Formulasi diagnosis:

1. An. B datang ke Poli Psikiatri RSKD Atma Husada Mahakam Samarinda dengan

keluhan sering mengacuhkan panggilan orang tuanya. Hingga berumur 11 tahun

pasien belum bersekolah.

2. Pada pemeriksaan psikiatrik didapatkan kesan umum rapi, gelisah dan tidak

kooperatif, kontak melalui verbal irelevan dan non verbal baik, atensi dan

orientasi serta daya ingat kurang, emosi labil, proses pikir lambat, kemauan

aktifitas sehari – hari baik dan psikomotor meningkat.

3. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil semua pemeriksaan dalam batas

normal

Diagnosis Multiaksial

Aksis I : ADHD

Aksis II : Tidak ada diagnosis untuk aksis ini

Aksis III : Tidak ada diagnosis untuk aksis ini

Aksis IV : Tidak ada diagnosis untuk aksis ini

Aksisi V : GAF 70-61

A. Pengobatan

Psikofarmakologi :

- risperidon 2 mg 1 x 1 tab

- alprazolam 0,5 mg 1 x 1 tab

8

Page 9: case ADHD

BAB III

Tinjauan Pustaka

Definisi

ADHD merujuk pada kelainan tingkah laku kronis yang bermanifestasi awal pada masa

kanak – kanak dan memilki ciri khas berupa hiperaktifitas, impulsivitas dan inatensi. Gejala

dapat menyebabkan kesulitan akademik, emosi dan fungsi sosial. Diagnosis ditegakkan dengan

criteria spesifik dan dapat berhubungan dengan kelainan neurologis, tingkah laku, dan

gangguan perkembangan. (emedicine, 2010)

Gejala Penyakit dan diagnosis

- Gejala utama Gangguan pemusatan perhatian/Hiperaktifitas

Attention Deficit/Hyperactivity Disorders (ADHD) atau gangguan pemusatan

perhatian/hiperaktifitas adalah gangguan perilaku yang timbul pada anak dengan pola gejala

restless atau tidak bisa diam, inattentive atau tidak dapat memusatkan perhatian dan perilaku

impulsive. Secara umum pola gejala tersebut pada awalnya dikenal sebagai hiperaktifitas pada

anak. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental disorders (DSM) definisi gangguan

telah mengalami beberapa kali perubahan sesuai dengan perubahan konsep tentang penyakit

tersebut. (Saputro, 2009)

- Inattentiveness atau tidak mampu memusatkan perhatian

Sesuai dengan definisi, penderita ADHD menunjukkan kesulitan memusatkan perhatian

dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin sama. Orang tua atau guru

sering mengemukakan masalah konsentrasi atau pemusatan perhatian dengan istilah, seperti

melamun, tidak dapat berkonsentrasi, kurang konsentrasi, sering kehilangan barang-barang,

perhatian mudah beralih, belum dapat menyelesaikan tugas sendiri, kalau belajar harus selalu

ditunggu, sering bengong, mudah beralih dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain, lambat dalam

menyelesaikan tugas. (Saputro, 2009)

9

Page 10: case ADHD

Pemusatan perhatian adalah suatu konstruk multidimensional yang dapat berarti

sebagai kewaspadaan penuh atau alertness, sangat berminat atau arousal, selektifitas,

perhatian terus menerus atau sustained attention, rentang perhatian atau span of attention.

Anak yang menderita gangguan ini mengalami kesulitan yang besar untuk dapat memiliki daya

dan upaya terus-menerus atau perhatian terus – menerus dalam menyelesaikan tugas.

Kesulitan tersebut kadang – kadang dapat dijumpai pada waktu anak sedang bermain, yaitu

perhatian terhadap suatu mainan sangat singkat dan sangat mudah beralih dari satu mainan ke

mainan yang lain. Kondisi ini paling sering dilihat pada waktu anak harus menyelesaikan tugas

yang membosankan, kurang menarik atau tugas yang diulang – ulang, seperti menyelesaikan

pekerjaan sekolah, menyelesaikan pekerjaan rumah, menyelesaikan tugas lainnya yang

membosankan tetapi tidak dapat dihindari. (Saputro, 2009)

Masalah utama yang terjadi pada kondisi ini bukan perhatiannya mudah beralih oleh

karena rangsangan dari luar, tetapi didapatkan penurunan persistensi upaya atau berkurangnya

respon terhadap tugas secara terus menerus, yang penguat instrinsik ataupun ekstrinsiknya

sangat sedikit.

- Hiperaktifitas

Gangguan ini memiliki karakteristik utama kedua yaitu aktifitas yang sangat berlebihan

atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik aktifitas motorik maupun vocal.

Hiperaktifitas paling sering dijumpai sebagai kegelisahan, tidak bisa diam atau restless, tangan

dan kaki selalu bergerak atau fidgety, tubuh secara menyeluruh bergerak tidak sesuai situasi.

Gerakan – gerakan tersebut seringkali tanpa tujuan, tidak sesuai dengan tugas yang sedang

dikerjakan atau situasi yang ada. Orang tua atau guru sering mengungkapkan anak dengan

hiperaktivitas sebagai tidak dapat duduk diam, tidak bisa diam, nge-gratak, lasak, banyak bicara,

berlari lari dan memanjat-manjat berlebihan, di dalam kelas selalu berjalan – jalan, didalam

kelas banyak ngobrol dengan teman, sering nyeletuk. Pada berbagai penelitian ditunjukkan

bahwa gerakan pergelangan tangan, pergelangan kaki dan gerakan seluruh tubuh lebih banyak

dibandingkan normal, didapatkan fluktuasi situasional secara bermakna pada gejala ini, hal ini

menunjukkan adanya kegagalan mengatur tingkat aktifitas sesuai dengan situasi atau tuntutan

10

Page 11: case ADHD

tugas, bukan hanya sekedar aktifitas yang lebih dari normal. Taylor menunjukkan adanya gejala

hiperaktifitas yang pervasive pada gangguan ini dapat digunakan untuk membedakan gangguan

ini dengan gangguan psikiatrik lain, sehingga karakteristik ini dianggap perlu untuk dijadikan

sebagai criteria diagnostic ADHD. (Saputro, 2009)

Gejala hiperaktifitas bukan merupakan gejala yang terpisah dari impulsivitas. Berbagai

penelitian terhadap gejala ini dengan pengukuran obyektif maupun skala penilai perilaku tidak

didapatkan bukti bahwa hiperaktifitas merupakan factor atau dimensi yang terpisah dari

impulsivitas. Berdasarkan penelitian analisis factor terhadapa skala penilaian perilaku

didapatkan butir restless atau tidak bisa diam memuat factor yang tersusun dari pemusatan

perhatian buruk, sedangkan butir lainnya dari aktifitas yang berlebihan memuat factor yang

tersusun dari perilaku impulsive. Barkley berpendapat bahwa dalam konseptualisasi gangguan

ini dann penetapan gejala klinis, psikopatologi hiperaktif-impulsif diantara tiga karakteristik

utama gangguan ini lebih penting daripada tidak mampu memusatkan perhatian, sehingga ia

berpendapat bahwa poor self regulation dan inhibition of behavior merupakan dua hal yang

berbeda pada gangguan ini. (Saputro, 2009)

- Impulsiveness atau perilaku impulsive

Anak yang menderita ADHD pada umumnya tidak mampu menghambat tingkah lakunya

pada waktu memberikan respon terhadap tuntutan situasional dibandingkan anak normal pada

umur dan jenis kelamin sama. Kondisi ini seringkali disebut impulsivitas. Seperti halnya dengan

gejala tidak mampu memusatkan perhatian gejala ini juga merupakan kondisi multidimensional,

gejala impulsivitas dapat berupa tingkah laku kurang terkendali, tidak mampu menunda respon,

tidak mampu menunda pemuasan, atau menghambat prepotent response atau respon yang

sangat mendesak. Gambaran klinik anak yang menderita gangguan ini sering dilaporkan terlalu

cepat memberikan respon, terlalu cepat memberikan jawaban sebelum pertanyaan selesai

ditanyakan. Sebagai akibat ia sering melakukan kesalahan yang seharusnya tidak perlu terjadi.

Anak ini juga tidak mampu mempertimbangkan akibat buruk atau akibat yang merugikan dari

keadaan sekitarnya atau perilakunya, sehingga ia terlalu sering mengambil resiko yang tidak

perlu. Orang tua atau guru sering mengungkapkan gejala impulsivitas sebagai sering usil, sering

11

Page 12: case ADHD

mengganggu anak lain, sering nerombol atau menyelak dalam pembicaraan orang lain, sering

tidak sabar, cepat bosan, sering tidak dapat menunggu giliran, sering gusar bila keinginannya

tidak terpenuhi. Anak yang menderita gangguan ini sering mengambil jalan pintas dalam

menyelesaikan tugas agar waktu yang digunakan tidak terlalu lama dan tidak terlalu banyak

mengerahkan daya: kalau berbicara sering asal berbicara tidak menghiraukan perasaan orang

lain atau konsekuensi social yang terjadi. Anak dengan gejala ini dalam pandangan kebanyakan

orang memberikan kesan tidak bertanggung jawab, tidak dapat mengendalikan diri sendiri,

kekanak-kanakan, tidak dewasa, mementingkan diri sendiri, malas, tidak sopan atau nakal,

sehingga sering mendapatkan hukuman. Kritikan, teguran, atau dikucilkan oleh orang dewasa

atau teman sebaya. (Saputro, 2009)

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa impulsivitas adalah suatu pola prilaku yang

terlalu cepat tetapi tidak akurat dalam menyelesaikan tugas, suatu kondisi tidak mampu

mempertahankan proses hambatan secara terus menerus pada waktu memberikan respon,

tidak mampu menunda kepuasan, atau gagal untuk terus menerus mematuhi perintah untuk

dapat mengatur tingkah lakunya sesuai dengan konteks social. Didalam berbagai penelitian

analisis factor terhadap skal penilai perilaku didapatkan butir – butir impulsivitas berbaur

dengan butir – butir hiperaktivitas atau tidak mampu memusatkan perhatian, sehingga dimensi

impulsivitas tidak dapat dipisahkan dari pengukuran hiperaktifitas. Anak yang mengalami

impulsivitas juga menunjukkan hiperaktivitas dan sebaliknya. (Saputro, 2009)

Diagnosis gangguan pemusatan perhatian/hiperaktifitas

Kriteria Diagnostik Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktifitas Menurut DSM IV (Wiguna,

2010)

A. Salah Satu atau keduanya

1. Enam (atau lebih) dari gejala tidak mampu memusatkan perhatian seperti di bawah

ini menetap selama paling sedikit 6 bulan pada derajat maladaptive dan tidak sesuai

dengan tingkat perkembangan :

Tidak mampu memusatkan perhatian :

12

Page 13: case ADHD

a. Sering gagal memusatkan perhatian pada hal-hal kecil atau membuat kesalahan

yang ceroboh (tidak hati hati) dalam pekerjaan sekolah, pekerjaan, kegiatan lain.

b. Sering sulit mempertahankan perhatian pada waktu melaksanakan tugas atau

kegiatan bermain

c. Sering seperti tidak mendengarkan pada waktu diajak bicara langsung

d. Sering tidak mengikuti petunjuk dan gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah dan

tugas (tidak disebabkan oleh perilaku menentang atau kegagalan memahami

petunjuk.

e. Sering sulit mengatur tugas dan kegiatan

f. Sering menghindar, tidak suka atau enggan melibatkan diri dalam tugas yang

memerlukan ketekunan yang berkesinambungan (seperti : melakukan pekerjaan

rumah atau pekerjaan sekolah)

g. Sering menghilangkan benda – benda yang diperlukan untuk melaksanakan

tugas atau kegiatan

h. Perhatiannya sering mudah dialihkan oleh rangsangan dari luar

i. Sering lupa dalam kegiatan sehari hari

2. Enam (atau lebih) dari gejala hiperaktifitas dan impulsivitas seperti di bawah ini

menetap selama paling sedikit 6 bulan pada derajat adaptif dan tidak sesuai dengan

tingkat perkembangan :

a. Sering tangan dan kakinya tidak bisa diam atau tidak bisa duduk diam

b. Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau di situasi lain dimana

diharapkan untuk tetapi diam

c. Sering berlari lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak

sesuai untuk hal tersebut

d. Sering mengalami kesulitan bermain atau mengikuti kegiatan waktu senggang

denga tenang

e. Sering dalam keadaan siap gerak (atau bertindak seperti digerakkan oleh mesin)

f. Sering bicara berlebihan impulsivitas

g. Sering melontarkan jawaban sebelum pertanyaan selesai dilontarkan

13

Page 14: case ADHD

h. Sering sulit menunggu giiran

i. Sering menyelak atau memaksakan diri terhadap orang lain ( misalnya :

memotong percakapan atau mengganggu permainan.

B. Gejala hiperaktif-impulsif atau tidak mampu memusatkan perhatian yang menimbulkan

masalah telah ada sebelum usia 7 tahun

C. Kegagalan yang ditimbulkan oleh gejala – gejala tersebut tampak pada dua atau lebih

tempat ( misalnya di sekolah atau tempat kerja dan di rumah)

D. Didapatkan bukti yang jelas adanya kegagalan yang bermakna secara klinis pada fungsi

social, akademik dan okupasional

E. Gejala – gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan psikotik dan tidak diakibatkan

oleh adanya gangguan mental lain (misalnya : gangguan alam perasaan, gangguan

cemas, gangguan disosiatif, gangguan kepribadian)

Pedoman diagnostic menurut DSM IV

Menurut DSM IV, gangguan ini disebut gangguan pemusatan perhatian/hiperaktifitas. Terdapat

lima kriteria utama yang harus dipenuhi untuk membuat diagnosis gangguan pemusatan

perhatian/hiperaktifitas, yaitu :

1. Didapatkan adanya gejala yaitu tidak mampu memusatkan perhatian dan atau

hiperaktifitas-impulsivitas dengan frekuensi dan derajat keparahan yang tidak sesuai

dengan tingkat perkembangannya. Kedua ciri utama itu terpisah dan berdiri sendiri

2. Gejala tersebut telah menimbulkan hendaya sejak anak belum berusia 7 tahun

3. Hendaya yang ditimbulkan oleh gangguan ini terjadi pada lebih dari dua situasi ( di

rumah, di sekolah atau di tempat kerja)

4. Hendaya tersebut menimbulkan masalah atau mengakibatkan kegagalan dalam relasi

sosial dengan anak lain, penampilan akademik atau fungsi okupasional lainnya

5. Gejala yang didapatkan tidak disebabkan oleh gangguan mental yang lain, seperti

gangguan perkembangan pervasive, skizofrenia atau gangguan psikotik lainnya,

gangguan depresi, gangguan cemas, gangguan disosiatif dan gangguan kepribadian.

14

Page 15: case ADHD

Penampakan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian dapat terjadi di berbagai

situasi seperti akademik, okupasional dan sosial. Gejala tersebut dapat berupa :

1. Anak yang tidak mampu memusatkan perhatian sering gagal memusatkan perhatian

pada hal hal yang kecil, atau membuat kesalahan yang sesungguhnya tidak perlu terjadi,

oleh karena kurang hati hati dalam mengerjakan tugas sekolah dan kegiatan lain

2. Pada waktu melaksanakan tugas atau bermain tidak dapat mempertahankan perhatian

secara terus menerus

3. Pikirannya seperti tidak terpusat, sehingga sering tampak seperti tidak mendengarkan

pada waktu diajak bicara secara langsung; anak dengan gangguan ini pada awalnya

dapat memulai tugas, tetapi sebelum tugas selesai sudah beralih ke tugas yang lain,

sehingga tidak pernah dapat menyelesaikan tugas

4. Sering tidak mengikuti petunjuk dan gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah atau tugas

yang lain, tetapi tidak disebabkan oleh perilaku menentang atau tidak mampu

memahami petunjuk

5. Sering sulit mengatur tugas atau kegiatan

6. Sering menghindar, tidak suka atau enggan melibatkan diri dalam tugas yang

memerlukan ketekunan yang persisten dan penuh konsentrasi; kondisi tersebut semata

mata tidak disebabkan oleh sikap menentang walaupun kondisi ini secara sekunder

dapat menimbulkan sikap menentang

7. Terdapat kebiasaan bekerja yang tidak terorganisasi dengan baik, sering menghilangkan

atau membuat rusak benda - benda yang diperlukan untuk melaksanakan tugas

8. Perhatiannya sering dialihkan oleh rangsangan dari luar

9. Sering lupa dalam kehidupan sehari hari, seperti lupa membawa bekal ke sekolah, lupa

melaksanakan pesan, lupa janji. Apabila anak dengan gangguan ini menunjukkan paling

sedikit enam gejala tersebut diatas maka secara bermakna anak tersebut memiliki

pemusatan perhatian buruk.

Gejala hiperaktivitas tampak ketika anak : (Wiguna, 2010)

1. Sering menunjukkan tangan atau kaki tidak bisa diam, atau tidak dapat duduk tenang

15

Page 16: case ADHD

2. Di dalam kelas sering meninggalkan tempat duduk atau berjalan-jalan tanpa meminta

izin kepada guru, anak tersebut juga tidak dapat duduk di situasi lain pada saat da

diharapkan duduk diam, seperti di rumah makan, bertamu;

3. Sering berlari lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak tepat untuk

itu, seperti tidak dapat dikendalikan pada waktu di mall, naik turun escalator, keluar

masuk ruang dokter tanpa berhenti

4. Sering mengalami kesulitan untuk bermain atau mengikuti kegiatan di waktu senggang

dengan tenang, ia sering membuat gaduh pada saat situasi tenang, sering mengganggu

orang lain yang sedang beristirahat

5. Sering berada dalam keadaan siap gerak, seperti ada mesin yang menggerakkan dari

dalam dirinya

6. Sering berbicara berlebihan. Menilai gejala hiperaktifitas pada anak berusia dibawah 5

tahun harus dilakukan dengan hati hati. Anak usia pra sekolah yang mengalami

gangguan ini menunjukkan aktifitas yang sangat berlebihan lebih aktifitas yang memang

tinggi pada anak usia tersebut, seperti mau berlari sebelum selesai memakai

pakaian,naik turun meja dan kursi, selalu berlari lari menjelajahi rumah, keluar masuk

rumah atau kamar tidak ada hentinya, tidak dapat duduk bersama anak lain untuk

mendengarkan ibu guru bercerita.

Gejala impulsivitas tampak ketika anak :

1. Sering melontarkan jawaban terhadap pertanyaan sebelum pertanyaan tersebut selesai

ditanyakan, atau menjawab pertanyaan tanpa berpikir terlebih dahulu;

2. Pada waktu harus menunggu giliran cepat bosan atau gusar, tidak dapat menunggu

giliran atau antri;

3. Sering menyelak atau nerombol, yaitu memaksakan diri terhadap orang lain, seperti

memotong percakapan atau mengganggu permainan, usil terhadap yang lain. Orang lain

sering mengeluh terhadap perilaku anak yang impulsive karena terlalu banyak bicara

sehingga orang lain tidak dapat kesempatan bicara dengannya. Anak dengan gejala ini

sering memulai percakapan pada waktu yang tidak tepat, terlalu banyak melakukan

16

Page 17: case ADHD

interupsi, sering menyentuh barang yang seharusnya tidak perlu di sentuh, merebut

barang milik orang. Apabila anak dengan gangguan ini menunjukkan paling sedikit enam

dari gejala tersebut diatas maka anak tersebut secara bermakna memiliki gejala

hiperaktifitas-impulsivitas.

Meskipun setiap anak dengan gangguan pemusatan perhatian/hiperaktifitas memiliki kedua

gejala utama tersebut, tetapi pada beberapa anak menunjukkan salah satu gejala predominan.

Gangguan ini dibagi menjadi 3 subtipe berdasarkan gejala predominan yang tampak dalam 6

bulan terakhir, yaitu:

1. Gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas, tipe kombinasi; subtype ini ditentukan

oleh didapatkannya enam atau lebih gejala tidak mampu pemusatan perhatian dan

enam atau lebih gejala hiperaktifitas-impulsifitas, pada enam bulan terakhir.

2. Gangguan pemusatan perhatian, tipe predominan tidak mampu memusatkan perhatian;

subtype ini digunakan apabila didapatkan enam atau lebih gejala tidak mampu

memusatkan perhatian (tetapi gejala hiperaktifitas-impulsifitas kurang dari enam gejala)

pada enam bulan terakhir.

3. Gangguan pemusatan perhatian, tipe predominan hiperaktifitas-impulsifitas; subtipe ini

ditentukan oleh adanya enam atau lebih gejala hiperaktifitas (tetapi gejala tidak mampu

memusatkan perhatian kurang dari enam gejala) pada enam bulan terakhir.

Tatalaksana

ADHD adalah gangguan yang bersifat heterogen dengan manifestasi klinis yang

beragam. Disamping itu, sampai saat ini belum ada satu jenis terapi yang dapat diakui untuk

menyembuhkan anak dengan ADHD secara total. Berdasarkan evidence based, tatalaksana

ADHD yang terbaik adalah dengan pendekatan komprehensif beralaskan prinsip Multi

Treatment Approach (MTA). Dengan pendekatan ini maka anak selain mendapatkan terapi

dengan obat, maka juga diberikan terapi psikososial seperti terapi perilaku (modifikasi perilaku),

terapi kognitif perilaku dan juga latihan keterampilan social. Disamping itu juga memberikan

psikoedukasi kepada orang tua, pengasuh maupun guru yang sehari-harinya berhadapan

dengan anak ADHD. (Wiguna, 2010)

17

Page 18: case ADHD

Tujuan utama dari tatalaksana anak dengan GPPH adalah memperbaiki pola perilaku

dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari dengan memperbaiki fungsi kontrol

diri, sehingga anak mampu untuk memenuhi tugas tanggung jawabnya secara optimal

sebagaimana anak seusianya. Tujuan lainnya adalah memperbaiki pola adaptasi dan

penyesuaian social anak sehingga terbentuk suatu kemampuan adaptasi yang lebih baik dan

matur sesuai dengan tingkat perkembangan anak. (Wiguna, 2010)

1. Pendekatan psikofarmakologi pada penanganan anak dengan GPPH

Pemberian obat pada anak dengan GPPH sudah dimulai sejak kurang lebih 50 tahun

yang lalu. Obat yang merupakan pilihan pertama ialah obat golongan psikostimulan.

Dikenal ada 3 macam obat golongan psikostimulan, yaitu

- Golongan metilfenidat

- Golongan deksamfetamin

- Golongan pamolin

Barkley dkk mengatakan bahwa efektivitas pemakaian obat golongan metal fenidat

adalah sebesar 60-70% dalam mengurangi gejala hiperaktivitas-impulsivitas dan

inatensi. Dengan demikian, pemberian obat jenis psikostimulan ini dikataka cukup

efektif dalam mengurangi gejala-gejala GPPH. Efek samping yang sering ditemukan

dalam pemakaian obat golongan ini adalah penarikan diri dari lingkungan social, over

focus, letargi, agitasi, iritabel, mudah menangis, cemas, sulit tidur, penurunan nafsu

makan, sakit kepala, pusing dan timbulnya tics yang tidak ada sebelumnya. Biasanya

efek samping ini timbul pada waktu pemakaian pertama kali atau jika terjadi

peningkatan dosis obat yang diberikan. Dengan demikian adanya gejala- gejala diatas

dapat menandakan bahwa dosis yang diberikan terlalu tinggi. Biasanya gejala efek

samping akan hilang dalam beberapa jam setelah obat dihentikan atau diturunkan

dosisnya. Penghentian pemakaian obat golongan psikostimulan biasanya dilakukan

secara bertahap untuk terjadinya rebound phenomenon. (Wiguna, 2010)

Obat golongan antidepresan juga dikatakan bermanfaat dalam membantu anak dengan

GPPH. Obat ini bekerja sebagai inhibitor metabolisme dopamine dan norepineprin. Obat

18

Page 19: case ADHD

anti depresan seperti imipramin dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan untuk

mengurangi gejala GPPH, tetapi mempunyai efikasi yang lebih rendah daripada

golongan obat psikostimulan. Efek samping kardiovaskuler, neurologic dan anti

kolinergik yang ditimbulkan membuat pemakaian obat ini pada anak menjadi terbatas.

Obat antidepresan lain yang sering digunakan saat ini ialah obat antidepresan golongan

penghambat ambilan serotonin yang bekerja secara spesifik (SSRI= serotonin specific

reuptake inhibitor) misalnya flouxetine. Pemberian flouxetin 0,6 mg/KgBB dikatakan

memberikan respons sebesar 58% pada anak dengan GPPH yang berusia 7-15 tahun.

(Wiguna, 2010)

Obat lain yang juga digunakan dalam tatalaksana anak dengan GPPH adalah obat

antidepresan golongan penghambat monoamine oksidase, seperti moclobamide dengan

dosis 3-5 mg/KgBB/hari yang dibagi dalam 2 dosis pemberian. Obat golongan

antipsikotik atipikal seperti risperidone juga dapat digunakan untuk menurunkan

perilaku hiperaktivitas dan agresivitas, walaupun demikian belum banyak penelitian

penelitian yang mengungkapkan hasilnya. Obat lainnya yang dapat digunakan adalah

obat antikonvulsan seperti golonga carbamazepin dan obat antihipertensi seperti

klonidin juga dikatakan bermanfaat dalam mengurangi gejala GPPH pada anak. (Wiguna,

2010)

2. Pendekatan psikososial pada penanganan anak dengan GPPH (Wiguna, 2010)

a. Adanya pelatihan keterampilan social bagi anak dengan GPPH. Sebagaimana

diketahui bahwa anak dengan GPPH seringkali juga disertai dengan perilaku

agresivitas dan impulsivitas. Kondisi ini membuat mereka tidak mampu untuk

menjalin relasi yang optimal dengan teman-teman sebayanya. Dampak yang cukup

sering terjadi ialah mereka disingkirkan oleh kelompok teman sebayanya dan

kesulitan untuk mencari teman baru. Hal lain adalah seringnya mereka menjadi

kambing hitam karena tanpa sadar teman, guru atau lingkungan cenderung member

label negative terhadap perilaku mereka sehari-hari. Tidak jarang mereka juga

seringkali diperdaya oleh teman-teman mereka. Semua hal ini membuat beban

19

Page 20: case ADHD

anak-anak GPPH akan bertambah berat. Oleh karena itu diperlukan suatu pelatihan

keterampilan social bagi mereka, dengan harapan mereka akan lebih mengerti

norma social yang berlaku dan berperilaku serta bereaksi sesuai dengan norma yang

ada.

b. Edukasi bagi orang tua dan guru. Banyak orang tua dan guru merasa belum mengerti

akan GPPH sepenuhnya. Kondisi ini membuat mereka ragu akan diagnosis maupun

tatalaksana yang dianjurkan. Untuk itu sangat dianjurkan untuk anak dengan GPPH

beserta orang tua dan guru mendapat suatu bentuk terapi perilaku yang disebut

modifikasi perilaku.

c. Modifikasi perilaku merupakan suatu teknik terapi perilaku dengan menggunakan

prinsip ABC (Antecedent Behaviour, and Consequence). Antecedent adalah semua

bentuk sikap, perilaku dan juga kondisi yang terjadi sebelum anak menampilkan

perilaku tertentu, misalnya cara orang tua/guru memberikan instruksi pada anak.

Behavior adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak (yang sebenarnya ingin diubah)

dan Consequence adalah reaksi orang tua/guru yang terjadi setelah anak

menunjukkan perilaku tertentu. Dalam modifikasi perilaku maka orang tua dan guru

diharapkan untuk merubah antecedents dan juga consequentnya sehingga

diharapkan anak juga dapat merubah perilaku yang tadinya kurang adaptif menjadi

lebih adaptif dengan lingkungan sekitarnya. Teknik ini pada umumnya

membutuhkan waktu yang cukup lama dan sebaiknya dijalankan secara konsisten,

sehingga hasilnya akan tampak lebih jelas.

d. Selain itu edukasi dan pelatihan pada guru merupakan hal sangat penting karena

salah satu permasalahan utama pada anak dengan GPPH adalah permasalahan

akademik. Selain itu, pelatihan dan edukasi ini juga akan menghindari terjadinya

stigmatisasi pada anak dengan GPPH, sehingga menghindari adanya anggapan buruk

terhadap anak-anak ini, misalnya cap sebagai anak nakal, bandel atau malas dsb.

Pendekatan sekolah merupakan hal yang sangat penting mengingat bahwa sebagian

besar waktu anak dihabiskan di sekolah. Tingkat pemahaman guru yang baik akan

GPPH ini diharapkan akan meningkatkan kemampuan guru dalam mengempati

20

Page 21: case ADHD

sikap, perilaku dan reaksi emosi anak didik mereka yang mengalami GPPH. Untuk

memenuhi kebutuhan ini maka perlu dipertimbangkan untuk mengembangkan

upaya kesehatan mental di sekolah yang melibatkan guru kelas, orang tua, konselor,

psikolog dan juga psikiater anak.

e. Kebutuhan akan kelompok dukungan keluarga (family support group) atau kelompok

antar orang tua. Puotiniemi dan Kyngas (2002) dalam penelitiannya mengemukakan

bahwa adanya kelompok dukungan orang tua yang memiliki permasalahan yang

sama akan meningkatkan daya penyesuaian serta reaksi yang lebih positif terhadap

anak mereka. Di dalam kelompok ini, orang tua akan merasa lebih nyaman dan

secara terbuka dapat mengemukakan masalah yang dihadapi anak mereka, serta

lebih mudah mengekspresikan apa yang mereka rasakan. Dengan adanya kondisi ini

maka orang tua akan mendapat dukungan emosional dari sesame orang tua dan

mengurangi penderitaan yang dialami dan belajar dari pengalaman praktis dari pada

orang tua lainnya.

21

Page 22: case ADHD

BAB IV

Pembahasan

Resume

An. B umur 11 tahun dibawa kedua orang tuanya dengan keluhan sering mengacuhkan bila

dipanggil orang tuanya. Dari hasil alloanamnesa didapatkan keluhan ini telah ada sejak pasien

berusia 2 tahun. Pasien belum bersekolah namun menurut orang tuanya pasien telah bisa

membaca. Pasien juga hiperaktif, tidak bisa diam sebentar namun masih bisa diarahkan untuk

aktifitas sehari hari seperti makan dan mandi namun saat bermain pasien seperti berada dalam

dunianya sendiri. Riwayat kejang sebelumnya (-), riwayat trauma (-) dan riwayat kelahiran

normal.

Pembahasan

ADHD merupakan gangguan neurobehavioral yang paling sering pada masa anak – anak.

Biasanya pertama kali di diagnosis pada saat anak anak. Anak dengan ADHD memiliki masalah

dalam memusatkan perhatian, mengontrol tingkah laku dan pada beberapa kasus disertai

dengan hiperaktivitas.

Penentuan diagnosis pasien ini berdasarkan pada kriteria diagnosis yang tersusun dalam DSM

IV. Dari 5 kriteria utama yang tercantum dalam criteria tersebut pasien ini memenuhi beberapa

kriteria diantaranya :

- Gejala tidak mampu memusatkan perhatian : sering tidak mendengarkan pada

waktu diajak bicara langsung, perhatiannya sering mudah dialihkan oleh rangsangan

dari luar

- Gejala hiperaktivitas dan impulsivitas : sering tangan dan kakinya tidak bisa diam

atau tidak bisa duduk diam, sering meninggalkan tempat dimana diharapkan untuk

diam di tempat, sering berlari atau memanjat secara berlebihan, sering mengalami

kesulitan bermain atau mengikuti kegiatan waktu senggang dengan tenang.

22

Page 23: case ADHD

- Gejala hiperaktif-impulsivitas atau tidak mampu memusatkan perhatian telah ada

sebelum usia 7 tahun

- Kegagalan yang ditimbulkan oleh gejala gejala tersebut tampak pada dua atau lebih

tempat

- Didapatkan bukti yang jelas adanya kegagalan yang bermakna secara klinis pada

fungsi sosial, akademik dan okupasional

Dimana hal tersebut sebagian diantaranya telah terjadi pada saat masih batita. Berdasarkan

pada hal tersebut maka pasien ini didiagnosis ADHD.

Selama ini pasien mendapatkan terapi zopedal 2 mg 0-0-1, retalin 10 mg 1-0-0, alprazolam 0,5

mg 0-1-0. Menurut pengakuan ayah pasien selama minum obat keluhan hiperaktifitas mulai

berkurang, namun setelah obatnya habis pasien mulai kambuh lagi. Hal ini yang membuat ayah

pasien membawa pasien untuk control di RSKD Atma Husada Mahakam dan mendapatkan

terapi risperidon 2 mg 1 x 1, alprazolam 0,5 mg 1 x 1.

Terapi farmakologi pilihan untuk pasien dengan ADHD ialah golongan metilfenidat. Dengan

golongan obat ini memiliki efektivitas sebesar 60-70% dalam mengurangi gejala hiperaktivitas-

impulsivitas dan inatensi. Dapat juga digunakan obat – obatan golongan antidepresan (SSRI dan

MAOI) sebagai inhibitor metabolism dopamine dan norepinefrin. Obat golongan antipsikotik

atipikal juga dapat digunakan untuk menurunkan perilaku hiperaktivitas dan agresivitas.

Atas dasar ini pemberian terapi farmakologi yang diberikan cukup tepat untuk mengurangi

gejala ADHD dan juga disertai terapi psikososial dengan upaya bersama dari orang-orang sekitar

pasien dibantu oleh tenaga kesehatan seperti dokter spesialis anak dan psikiater. Pendekatan

yang dapat dilakukan diantaranya; Adanya pelatihan keterampilan social bagi anak, Edukasi

bagi orang tua dan guru, Modifikasi perilaku merupakan suatu teknik terapi perilaku dengan

menggunakan prinsip ABC (Antecedent Behaviour, and Consequence) serta dukungan dari

orang – orang terdekat.

23

Page 24: case ADHD

Daftar Pustaka

emedicine. (2010). Retrieved desember 22, 2010, from emedicinehealth: http://www.emedicinehealth.com/attention_deficit_hyperactivity_disorder/article_em.htm

Phillips, D. S., & Mersch, J. (2010). Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Retrieved Desember 25, 2010, from Medicinet.com: http://www.medicinenet.com/attention_deficit_hyperactivity_disorder_adhd/article.htm

Saputro, D. (2009). ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder). Jakarta: CV. Sagung Seta.

Wiguna, T. (2010). Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH). In S. D. Elvira, & G. Hadisukanto (Eds.), Buku Ajar Psikiatri (pp. 441-454). Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

24