case adb

57
BAB I PENDAHULUAN Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). 1 Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit. 1 Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia bentuk ini merupakan bentuk anemia yang sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Diperkirakan sekitar 30 % penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan di negara yang sedang berkembang sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah, dan investasi parasit yang merupakan masalah endemik. Saat ini di Indonesia 1

Upload: nursucita

Post on 12-Apr-2016

215 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

jknn

TRANSCRIPT

Page 1: case ADB

BAB I

PENDAHULUAN

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah

massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk

membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan

oxygen carrying capacity). 1

Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin,

hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim

dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit.1

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat

berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong

(depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

hemoglobin berkurang. Anemia bentuk ini merupakan bentuk anemia yang

sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang.

Diperkirakan sekitar 30 % penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari

setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih

sering ditemukan di negara yang sedang berkembang sehubungan dengan

kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah, dan

investasi parasit yang merupakan masalah endemik. Saat ini di Indonesia

anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah gizi utama disamping

kurang kalori protein, vitamin A dan Yodium.2

Anemia defisiensi besi merupakan penyakit darah yang paling sering

pada bayi dan anak, serta wanita hamil (1-4,9,10) Secara sederhana dapatlah

dikatakan bahwa, defisiensi besi dapat terjadi bila jumlah yang diserap untuk

memenuhi kebutuhan tubuh terlalu sedikit, ketidakcukupan besi ini dapat

diakibatkan oleh kurangnya pemasukan zat besi, berkurangnya zat besi dalam

makanan, meningkatnya kebutuhan akan zat besi. Bila hal tersebut berlangsung

lama maka defisiensi zat besi akan menimbulkan anemia.2-8

Selain dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin yang berperan dalam

penyimpanan dan penangkutan oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa

1

Page 2: case ADB

enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA,

neurotransmitter dan proses katabolisme yang dalam bekerjanya membutuhkan

ion besi. Dengan demikian, kekurangan besi mempunyai dampak yang

merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunkan daya tahan

tubuh, menurunkan konsentrasi belajar dan mengurangi aktivitas kerja serta

meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas bagi janin dan ibu.2,5

Anemia defisiensi besi hampir selalu terjadi sekunder terhadap penyakit

yang mendasarinya, sehingga koreksi terhadap penyakit dasarnya menjadi

bagian penting dari pengobatan.1.

Prinsip pengobatan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor

penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan

preparat besi. Sekitar 80-85 % penyebab anemia defisiensi besi dapat diketahui

sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat.2

2

Page 3: case ADB

BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identifikasi Pasien

Nama : Tn. MZ

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 50 tahun

Pekerjaan : Swasta

Status : Menikah

Alamat : Talang Aman Kemuning, Palembang

Agama : Islam

No. Reg/Med : RI 15026924/916479

Tanggal MRS : 15-10-2015

II. Anamnesis (Autoanamnesis pada tanggal 19-10-2015)

a. Keluhan Utama :

Badan terasa lemas sejak 1 hari SMRS.

b. Keluhan Tambahan :

Pandangan terasa gelap bila beranjak dari tempat duduk.

c. Riwayat Perjalanan Penyakit :

Sejak ± 6 bulan SMRS os mengeluh badan terasa lemas,

lemas dirasakan bertambah terutama setelah beraktivitas berat dan

berolahraga, kepala pusing (-), lesu (+), cepat lelah (+),

sempoyongan (+), pingsan (-), sesak (-), nyeri dada (-), batuk (-),

demam (-), mual (+), muntah (-), nyeri menelan (-), nyeri ulu hati

(+), gusi berdarah (-), mimisan (-), penurunan nafsu makan (-)

BAK tidak ada keluhan, BAB hitam (+), frekuensi jarang. Os

berobat ke RS Pusri, dikatakan kurang darah, dan dirawat selama

satu minggu, os mendapatkan tranfusi darah sebanyak 4 kantong,

os pulang dengan perbaikan.

3

Page 4: case ADB

Sejak ± 1 hari SMRS, os kembali mengeluhkan badan

lemas (+), lemas dirasakan bertambah setelah beraktivitas berat

dan berolahraga, lesu (+), cepat lelah (+), os sering merasa

pandangan gelap saat beranjak dari tempat duduk, sempoyongan

(+), demam (-), mual (+), nyeri menelan (-), muntah (-), mimisan

(-), gusi berdarah (-), sesak (-), nyeri dada (-), batuk (-), nyeri ulu

hati (+), penurunan nafsu makan (-), BAK tidak ada keluhan,

BAB darah (-), os kemudian berobat ke RSMH dan dirawat.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat transfusi darah sebelumnya : ada

Riwayat penyakit maag : ada, ± 10 tahun

Riwayat sakit kuning : disangkal

e. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Riwayat penyakit maag : ada, adik laki-laki Os

f. Riwayat Kebiasaan dan Tempat Tinggal

Riwayat sering mengkonsumsi obat-obatan penghilang nyeri (-)

Riwayat sering mengkonsumsi jamu (-)

g. Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita merupakan pegawai di sebuah pabrik obat, penderita

tinggal bersama istri dan ketiga anak penderita. Status sosial ekonomi

keluarga penderita cukup.

III. Pemeriksaan Fisik (pada tanggal 10-02-2015)

A. Status Generalis

· Keadaan umum : tampak sakit sedang

· Kesadaran : kompos mentis

· Tekanan darah : 110/70 mmHg

4

Page 5: case ADB

· Nadi : 82 kali/menit, reguler, isi dan tegangan

cukup

· Frekuensi Pernapasan : 20 kali/menit

· Temperatur : 36,50C

· Tinggi Badan : 172 cm

· Berat Badan : 60 kg

· Indeks Massa Tubuh : 20,3 kg/m2 (Normoweight)

B. Status Lokalis

· Kepala : facies coley (-)

o Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),

refleks cahaya (+/+), pupil bulat, isokor, diameter

3mm

o Hidung : deformitas (-), nafas cuping hidung (-)

o Mulut : atrofi papil lidah (+), stomatitis angularis (-), tonsil

T1-T1 hiperemis (-), faring hiperemis (-)

· Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), struma (-)

· Thoraks

o Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi :

- Batas atas jantung ICS II

- Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis dextra

- Batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : HR 82 x/m, reguler, bunyi jantung I-II normal,

murmur (-), gallop (-)

o Paru-paru

Inspeksi : statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-)

Palpasi : stemfremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor di kedua lapangan paru

5

Page 6: case ADB

Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

· Abdomen

o Inspeksi : datar

o Palpasi : lemas, nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien

tidak teraba

o Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

o Auskultasi : bising usus (+) normal

· Ekstremitas

o Superior : palmar pucat (+), koilonychia (+)

o Inferior : akral dingin (-), edema pretibia (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium ( 9 Oktober 2015)

Hematologi Hasil

09-10-2015

Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 6,2 13,2-17,3 g/dl

Eritrosit 4,54 4,2-4,87 106/mm3

Leukosit 8,7 4,5-11,0 103/mm3

Hematokrit 25 43-49 %

Trombosit 537 150-450 103/µl

MCV 55,5 85-95 Fl

MCH 14 28-32 Pg

MCHC 25 33-35 g/dL

LED 34 < 15 mm/jam

Hitung jenis leukosit

Basofil 0 0-1 %

Eosinofil 2 1-6 %

Neutrofil 64 50-70 %

Limfosit 27 25-40 %

Monosit 7 2-8 %

Kimia Klinik (Elektrolit)

6

Page 7: case ADB

Besi (Fe/iron) 13 61-157 µg/L

TIBC 459 112-346 µg/L

Ginjal

Asam Urat 4,40 < 8,4 mg/dL

Imunoserologi

Ferritin 3,04 13-400 ng/mL

Urinalisis

Urine Lengkap

Warna Kuning Kuning

Kejernihan Agak keruh Jernih

Berat Jenis 1,025 1,003-1,030

pH 5,0 5-9

Protein Negatif Negatif

Glukosa Negatif Negatif

Tinja

Makroskopik

Warna Coklat

Konsistensi Lembek

Mikroskopik

Amoeba Negatif Negatif

Eritrosit 0-1 Negatif

Leukosit 2-3 Negatif

Bakteri ++ Negatif

Jamur Negatif Negatif

Telur cacing Negatif Negatif

Sisa makanan Negatif Negatif

Protein Negatif Negatif

Lemak Negatif Negatif

Karbohidrat Negatif Negatif

Kesan : anemia, MCV < 80 fl, MCHC < 31%, Fe < 50 mg/dl,

Transferin < 15%, TIBC 459 µg/l

7

Page 8: case ADB

Pemeriksaan Laboratorium (21 Oktober 2015)

Hematologi Hasil

21-10-2015

Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 8,3 13,2-17,3 g/dl

Eritrosit 5,02 4,2-4,87 106/mm3

Leukosit 14,4 4,5-11,0 103/mm3

Hematokrit 31 43-49 %

Trombosit 554 150-450 103/µl

Hitung jenis leukosit

Basofil 0 0-1 %

Eosinofil 1 1-6 %

Neutrofil 71 50-70 %

Limfosit 21 25-40 %

Monosit 7 2-8 %

Faal Hemostasis

Waktu Perdarahan 2 1-3 Menit

Waktu Pembekuan 8 <200 mg/dL

Kimia Klinik

Glukosa Sewaktu 109 < 8,4 mg/dL

Imunoserologi

HBsAg Non Reaktif Non Reactive

<0,9

Anti HCV Non Reaktif Non Reactive

<0,9

V. Daftar Masalah

- Anemia defisiensi Fe

- Gastritis Erosif

8

Page 9: case ADB

VI. Diagnosis Sementara

Anemia defisiensi Fe + Suspek Gastritif Erosif

VII. Diagnosis Banding

- Anemia Defisiensi Fe + Suspek Ulkus Peptikum

- Anemia karena Perdarahan

VIII. Tatalaksana

Non Farmakologis:

- Istirahat

- Diet Nasi Biasa

- Edukasi

Farmakologis :

- IVFD RL gtt xx/menit

- Omeprazole 1 x 20 mg (oral)

- Sucralfat syr 4 x 2 cth

- Transfusi PRC

- Rencana injeksi iron sucrose 1 x 50 mg

- Rencana pemberian Vitamin C 3 x 100 mg/ hari (oral)

IX. Rencana Pemeriksaan

- Cek darah rutin, HbsAG, Anti HCV, CT, BT

- Endoskopi

X. Prognosis

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

9

Page 10: case ADB

XI. Follow Up

Tanggal 15 Oktober 2015

S Lemas

O

Keadaan umum

Kesadaran

Tekanan darah

Nadi

Pernapasan

Temperatur

Keadaan spesifik

Kepala

Leher

Thorax

Cor

Pulmo

Abdomen

Ekstremitas

Tampak sakit sedang

Kompos mentis

120/70 mmHg

75x/m, reguler, isi dan tegangan cukup

20x/m

36,50C

Edema palpebra (-/-), konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera

ikterik (-/-), atropi papil (+), stomatitis angularis (-)

JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)

I: iktus kordis tidak terlihat

P: iktus kordis tidak teraba

P: Batas jantung dalam batas normal

A: HR 75x/m, regular, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

I: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-), sela iga

melebar (-), barrel chest (-)

P: stemfremitus kanan = kiri, sela iga melebar (-)

P: sonor di kedua lapangan paru

A: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

I: datar

P: lemas, hepar dan lien tidak teraba

P: timpani (+), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak

teraba

A:BU(+) normal

Akral pucat (+), koilonychia (+)

10

Page 11: case ADB

Pemeriksaan

Penunjang

Hasil Laboratorium (9-10-2015 Pk 09.00)

Pemeriksaan Darah

Hb: 6,2 g/dL

RBC: 4,54.106/mm3

WBC: 8,7.106/mm3

Ht: 25%

PLT: 5373/uL

Diff. count: 0/2/64/27/7

Fe : 13 µg/dL

TIBC : 459 µg/dL

Feritin : 3,04 ng/mL

Pemeriksaan Feses

Makroskopik :

- Warna : Coklat

- Konsistensi : Lembek

Mikroskopik :

- Amoeba : Negatif

- Eritrosit : 0 – 1/Lp

- Leukosit : 2 – 3/Lp

- Bakteri : ++

A Anemia Defisiensi Fe

Susp. Gastritis Erosif

P Non Farmakologi:

Istirahat

Edukasi

Diet Lambung III

Farmakologi:

- IVFD RL gtt XX/menit

- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg

11

Page 12: case ADB

R

- Sucralfat syr 4 x 2 c

- Inj. Iron Sucrose 1 x 50 mg

Periksa feses rutin, darah samar, endoskopi, transfusi PRC 300

cc

Tanggal 16 Oktober 2015

S Lemas

O

Keadaan umum

Kesadaran

Tekanan darah

Nadi

Pernapasan

Temperatur

Keadaan spesifik

Kepala

Leher

Thorax

Cor

Pulmo

Abdomen

Tampak sakit sedang

Kompos mentis

120/70 mmHg

75x/m, reguler, isi dan tegangan cukup

20x/m

36,50C

Edema palpebra (-/-), konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera

ikterik (-/-), atropi papil (+), stomatitis angularis (-)

JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)

I: iktus kordis tidak terlihat

P: iktus kordis tidak teraba

P: Batas jantung dalam batas normal

A: HR 75x/m, regular, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

I: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-), sela iga

melebar (-), barrel chest (-)

P: stemfremitus kanan = kiri, sela iga melebar (-)

P: sonor di kedua lapangan paru

A: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

I: datar

P: lemas, hepar dan lien tidak teraba

12

Page 13: case ADB

Ekstremitas

P: timpani (+), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak

teraba

A:BU(+) normal

Akral pucat (+), koilonychia (+)

A Anemia Defisiensi Fe

Gastritis Erosif

P

R

Non Farmakologi:

Istirahat

Edukasi

Diet Lambung III

Farmakologi:

- IVFD RL gtt XX/menit

- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg

- Sucralfat syr 4 x 2 c

- Inj. Iron Sucrose 1 x 50 mg

Periksa feses rutin, darah samar, endoskopi, transfusi PRC 300

cc

Tanggal 17 Oktober 2015

S Lemas

O

Keadaan umum

Kesadaran

Tekanan darah

Nadi

Pernapasan

Temperatur

Keadaan spesifik

Tampak sakit sedang

Kompos mentis

120/80 mmHg

70x/m, reguler, isi dan tegangan cukup

20x/m

36,30C

13

Page 14: case ADB

Kepala

Leher

Thorax

Cor

Pulmo

Abdomen

Ekstremitas

Edema palpebra (-/-), konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera

ikterik (-/-), atropi papil (+), stomatitis angularis (-)

JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)

I: iktus kordis tidak terlihat

P: iktus kordis tidak teraba

P: Batas jantung dalam batas normal

A: HR 70x/m, regular, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

I: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-), sela iga

melebar (-), barrel chest (-)

P: stemfremitus kanan = kiri, sela iga melebar (-)

P: sonor di kedua lapangan paru

A: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

I: datar

P: lemas, hepar dan lien tidak teraba

P: timpani (+), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak

teraba

A:BU(+) normal

Akral pucat (+), koilonychia (+)

A Anemia Defisiensi Fe

Gastritis Erosif

P Non Farmakologi:

Istirahat

Edukasi

Diet Lambung IV

Farmakologi:

- IVFD RL gtt XX/menit

- Omeprazole 1 x 20 mg

- Sucralfat syr 4 x 2 c

14

Page 15: case ADB

R

Endoskopi, Transfusi PRC 450 cc, feses rutin, darah samar

Tanggal 18 Oktober 2015

S Lemas

O

Keadaan umum

Kesadaran

Tekanan darah

Nadi

Pernapasan

Temperatur

Keadaan spesifik

Kepala

Leher

Thorax

Cor

Pulmo

Abdomen

Tampak sakit sedang

Kompos mentis

110/70 mmHg

80x/m, reguler, isi dan tegangan cukup

22x/m

36,30C

Edema palpebra (-/-), konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera

ikterik (-/-), atropi papil (+), stomatitis angularis (-)

JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)

I: iktus kordis tidak terlihat

P: iktus kordis tidak teraba

P: Batas jantung dalam batas normal

A: HR 80x/m, regular, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

I: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-), sela iga

melebar (-), barrel chest (-)

P: stemfremitus kanan = kiri, sela iga melebar (-)

P: sonor di kedua lapangan paru

A: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

I: datar

P: lemas, hepar dan lien tidak teraba

P: timpani (+), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak

teraba

15

Page 16: case ADB

Ekstremitas A:BU(+) normal

Akral pucat (+), koilonychia (+)

A Anemia Defisiensi Fe

Gastritis Erosif

P

R

Non Farmakologi:

Istirahat

Edukasi

Diet Lambung IV

Farmakologi:

- IVFD RL gtt XX/menit

- Omeprazole 1 x 20 mg

- Sucralfat syr 4 x 2 c

- Transfusi PRC 450 cc

- Endoskopi

- cek HbsAg, cek HCV persiapan endoskopi

Tanggal 19 Oktober 2015

S Tidak ada keluhan

O

Keadaan umum

Kesadaran

Tekanan darah

Nadi

Pernapasan

Temperatur

Tampak sakit sedang

Kompos mentis

110/90 mmHg

90x/m, reguler, isi dan tegangan cukup

22x/m

36,30C

16

Page 17: case ADB

Keadaan spesifik

Kepala

Leher

Thorax

Cor

Pulmo

Abdomen

Ekstremitas

Edema palpebra (-/-), konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera

ikterik (-/-), atropi papil (+), stomatitis angularis (-)

JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)

I: iktus kordis tidak terlihat

P: iktus kordis tidak teraba

P: Batas jantung dalam batas normal

A: HR 90x/m, regular, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

I: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-), sela iga

melebar (-), barrel chest (-)

P: stemfremitus kanan = kiri, sela iga melebar (-)

P: sonor di kedua lapangan paru

A: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

I: datar

P: lemas, hepar dan lien tidak teraba

P: timpani (+), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak

teraba

A:BU(+) normal

Akral pucat (+), koilonychia (+)

A Intoleransi Aktifitas

P Non Farmakologi:

Istirahat

Edukasi

Diet Lambung IV

Farmakologi:

- Istirahat adekuat

-

17

Page 18: case ADB

Tanggal 20 Oktober 2015

S Lemas

O

Keadaan umum

Kesadaran

Tekanan darah

Nadi

Pernapasan

Temperatur

Keadaan spesifik

Kepala

Leher

Thorax

Cor

Pulmo

Abdomen

Ekstremitas

Tampak sakit sedang

Kompos mentis

110/80 mmHg

85x/m, reguler, isi dan tegangan cukup

20x/m

370C

Edema palpebra (-/-), konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera

ikterik (-/-), atropi papil (+), stomatitis angularis (-)

JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)

I: iktus kordis tidak terlihat

P: iktus kordis tidak teraba

P: Batas jantung dalam batas normal

A: HR 85x/m, regular, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

I: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-), sela iga

melebar (-), barrel chest (-)

P: stemfremitus kanan = kiri, sela iga melebar (-)

P: sonor di kedua lapangan paru

A: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

I: datar

P: lemas, hepar dan lien tidak teraba

P: timpani (+), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak

teraba

A:BU(+) normal

Akral pucat (+), koilonychia (+)

18

Page 19: case ADB

A Intoleransi aktifitas teratasi

P Non Farmakologi:

Istirahat

Anjurkan Mobilisasi

Farmakologi:

- Transfusi PRC 450 cc kolf II gol B+

Tanggal 21 Oktober 2015

S Tidak ada keluhan, sudah masuk PRC 300cc

O

Keadaan umum

Kesadaran

Tekanan darah

Nadi

Pernapasan

Temperatur

Keadaan spesifik

Kepala

Leher

Thorax

Cor

Pulmo

Tampak sakit sedang

Kompos mentis

120/70 mmHg

86x/m, reguler, isi dan tegangan cukup

21x/m

36,50C

Edema palpebra (-/-), konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera

ikterik (-/-), atropi papil (+), stomatitis angularis (-)

JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)

I: iktus kordis tidak terlihat

P: iktus kordis tidak teraba

P: Batas jantung dalam batas normal

A: HR 85x/m, regular, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

I: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-), sela iga

melebar (-), barrel chest (-)

P: stemfremitus kanan = kiri, sela iga melebar (-)

19

Page 20: case ADB

Abdomen

Ekstremitas

P: sonor di kedua lapangan paru

A: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

I: datar

P: lemas, hepar dan lien tidak teraba

P: timpani (+), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak

teraba

A:BU(+) normal

Akral pucat (+), koilonychia (+)

A Anemia defisiensi Fe

Susp. Gastritis Erosif

P

R

Non Farmakologi:

Istirahat

Edukasi

Diet NB

Farmakologi:

- IVFD RL gtt XX/menit

- Omeprazole 1 x 20 mg (oral)

- Sucralfat 4 x 2 c

Cek DR, HbsAg, Anti HCV, CT, BT, endoskopi.

Tanggal 22 Oktober 2015

S Tidak ada keluhan

O

Keadaan umum

Kesadaran

Tekanan darah

Nadi

Pernapasan

Tampak sakit sedang

Kompos mentis

110/80 mmHg

94x/m, reguler, isi dan tegangan cukup

22x/m

20

Page 21: case ADB

Temperatur

Keadaan spesifik

Kepala

Leher

Thorax

Cor

Pulmo

Abdomen

Ekstremitas

36,30C

Edema palpebra (-/-), konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera

ikterik (-/-), atropi papil (+), stomatitis angularis (-)

JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)

I: iktus kordis tidak terlihat

P: iktus kordis tidak teraba

P: Batas jantung dalam batas normal

A: HR 94x/m, regular, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

I: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-), sela iga

melebar (-), barrel chest (-)

P: stemfremitus kanan = kiri, sela iga melebar (-)

P: sonor di kedua lapangan paru

A: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

I: datar

P: lemas, hepar dan lien tidak teraba

P: timpani (+), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak

teraba

A:BU(+) normal

Akral pucat (+), koilonychia (+)

A Anemia defisiensi Fe

Susp. Gastritis Erosif

P Non Farmakologi:

Istirahat

Edukasi

Diet NB

Farmakologi:

- IVFD RL gtt XX/menit

21

Page 22: case ADB

- Omeprazole 1 x 20 mg (oral)

- Sucralfat 4 x 2 c

Tanggal 23 Oktober 2015

S Lemas

O

Keadaan umum

Kesadaran

Tekanan darah

Nadi

Pernapasan

Temperatur

Keadaan spesifik

Kepala

Leher

Thorax

Cor

Pulmo

Abdomen

Tampak sakit sedang

Kompos mentis

130/80 mmHg

86x/m, reguler, isi dan tegangan cukup

20x/m

37,10C

Edema palpebra (-/-), konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera

ikterik (-/-), atropi papil (+), stomatitis angularis (-)

JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)

I: iktus kordis tidak terlihat

P: iktus kordis tidak teraba

P: Batas jantung dalam batas normal

A: HR 94x/m, regular, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

I: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-), sela iga

melebar (-), barrel chest (-)

P: stemfremitus kanan = kiri, sela iga melebar (-)

P: sonor di kedua lapangan paru

A: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

I: datar

P: lemas, hepar dan lien tidak teraba

P: timpani (+), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak

teraba

22

Page 23: case ADB

Ekstremitas A:BU(+) normal

Akral pucat (+), koilonychia (+)

A Anemia defisiensi Fe

Susp. Gastritis Erosif

P Non Farmakologi:

Istirahat

Edukasi

Diet NB

Farmakologi:

- IVFD RL gtt XX/menit

- Omeprazole 1 x 20 mg (oral)

- Sucralfat 4 x 2 c

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Defisiensi Besi

Anemia secara funsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa

eritrosit (red cell mas) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk

membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.3

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat

berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong

(depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

hemoglobin berkurang.

Beberapa istilah 3,4,6

Mean corpuscular volume (MCV) = nilai hematokrit × 10

Jumlah eritrosit (juta/mm3)

23

Page 24: case ADB

Normal: 76-96 cμ. MCV <76 cμ disebut mikrositik, sedangkan bila > 96 cμ

disebut makrositik.

Mean corpuscular hemoglobin (MCH)= nilai Hb × 10

Jumlah eritrosit (juta/mm3)

Normal: 27-32 μμg. Bila MCH <27 μμg disebut hipokrom, sedangkan bila > 32

μμg disebut hiperkromik ( istilah hiperkromik ini sekarang sudah tidak

digunakan lagi , karena biasanya normokromik).

Mean corpuscular haemoglobin concentration (MCHC) = Nilai Hb (g%)×100

Nilai hematokrit

Normal : 32-37 % . bila MCHC <32 % disebut hipokromik, sedangkan bila >

37 % disebut hiperkromik

3.2 Epidemiologi

Prevalensi anemia defisiensi besi tinggi pada bayi, hal yang sama juga

dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja.(1,2,4,5) Angka kejadian

anemia defisiensi besi pada anak usia sekolah (5-8 tahun ) di kota sekitar 5,5%

anak praremaja 2,6 % dan gadis remaja yang hamil 26%, pada laki-laki dewasa

20-30%. Di Amerika serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun dikatahui

kekurangan besi, 3% menderita anemia. Lebih kurang 9% gadis remaja di

Amerika serikat kekurangan besi dan 2% menderita anemia, sedangkan pada

anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya berkurang saat pubertas.2,3

Prevalensi Anemia defisiensi besi lebih tinggi pada anak kulit hitam

dibanding kulit putih. Keadan ini mungkin berhubungan dengan status sosial

ekonomi anak kulit hitam lebih rendah.2

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia prevalensi

anemia defisiensi besi pada anak balita sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT tahun

1992 prevalensi anemia defisiensi besi pada anak balita di Indonesia adalah

55,5%. 2

3.3 Metabolisme Zat Besi

24

Page 25: case ADB

Perkembangan metabolisme zat besi dalam hubungannya dengan

homeostatis besi dapat dimengerti dengan baik pada orang dewasa, sedangkan

pada anak diperkirakan mengalami hal yang sama seperti pada orang dewasa.

Zat besi bersama dengan protein (globin) dan protoporfirin mempunyai

peranan yang penting dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu besi juga

terdapat dalam beberapa enzim dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA,

neurotransmitter, dan proses katabolisme. Kekurangan zat besi akan

memberikan dampak yang merugikan terhadap sistem saluran pencernaan,

susunan saraf pusat, kardiovaskuler, imunitas dan perubahan tingkat seluler.

Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi dalam

makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh mukosa

usus. Di dalam tubuh orang dewasa mengandung zat besi sekitar 55 mg/kgBB

atau sekitar 4 gram. Lebih kurang 67% zat besi tersebut dalam bentuk

hemoglobin, 30% sebagai cadangan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dan

3% dalam bentuk mioglobin, hanya sekitar 0,07% sebagai transferin dan 0,2%

sebagai enzim. Bayi baru lahir dalam tubuhnya mengandung zat besi sekitar

0,5 gram. 2,3,6,8

Ada dua cara penyerapan besi zat besi dalam usus, yang pertama adalah

penyerapan dalam bentuk non heme ( sekitar 90% berasal makanan), yaitu

besinya harus diubah dulu menjadi bentuk yang diserap, sedangkan bentuk

yang kedua adalah bentuk heme (sekitar 10% berasal dari makanan) besinya

dapat langsung diserap tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam

lambung atau zat makanan yang dikonsumsi.2

Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar. Di

dalam lambung besi akan dibebaskan menjadi ion feri (Fe 3+) oleh pengaruh

asam lambung (HCL) vitamin C, asam amino. Di dalam usus halus, ion feri

diubah menjadi ion fero oleh pengaruh alkali. Ion fero inilah yang kemudian

diabsorpsi oleh mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai persenyawaan

feritin dan sebagian masuk ke peredaran darah berikatan dengan protein yang

disebut transferin. Selanjutnya transferin ini akan dipergunakan untuk sintesis

hemoglobin. Sebagian transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai

25

Page 26: case ADB

labile iron pool. Ion fero diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri,

terutama bila makanan mengandung vitamin dan fruktosa yang akan

membentuk suatu kompleks besi yang larut, sedangkan fosfat, oksalat dan fitat

menghambat absorpsi besi. 1,3,5

Fe dalam makanan

HCL

Lambung FeX Fe +++

Usus Fe++ Fe+++

Sel mukosa: (mikrovilli) Fe ++ Feritin

Palsma Transferin labile

iron pool

Sumsum tulang Sintesis Hb dalam pembentukan sel

darah merah

Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada

pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke

dalam iron pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesa hemoglobin. Jadi

dalam tubuh normal kebutuhan akan besi sangat sedikit. Kehilangan besi

melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang terkelupas dan karena perdarahan

(menstruasi) sangat sedikit. Oleh karena itu pemberian besi yang berlebihan

dalam makanan dapat mengakibatkan terjadinya hemosiderosis.6

Pengeluaran besi dari tubuh yang normal ialah : bayi 0,3-0,4 mg/hari,

anak 4-12 tahun 0,4-2,5 mg/hari, laki-laki dewasa 1,0-1,5 mg/hari, wanita

dewasa 1,0-2,5 mg/hari, wanita hamil 2,7 mg/hari. Kebutuhan besi dari bayi

dan anak jauh lebih besar dari pengeluarannya , karena dipergunakan untuk

pertumbuhan. Kebutuhan rata-rata seorang anak 5 mg/hari, tetapi bila terdapat

infeksi dapat meningkat sampai 10 mg/hari.6

26

Page 27: case ADB

Didalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama feritin yang

bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati.

Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi

lebih sedikit dibandingkan feritin. Hemosiderin ditemukan terutama dalam sel

kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan

berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh. 2

3.4 Fisiologi Produksi Hemoglobin2

Eritropoitin adalah pengatur hormon primer dan merupakan produksi sel

darah merah (SDM). Pada fetus, eritropoitin dihasilkan dari monosit/makrofag

di hati. Setelah lahir, eritropoitin diproduksi oleh sel-sel peritubular ginjal.

Dalam differensiasi sel darah merah , kondensasi material inti sel merah,

menghasilkan hemoglobin sehingga jumlahnya mencapai 90% dari masa sel

darah merah. Normalnya sel darah merah dapat bertahan sekitar 120 hari,

sementara abnormalnya SDM dapat bertahan hanya selama 15 hari.

Setelah eritrosit berumur ± 120 hari fungsinya kemudian menurun dan

selanjutnya dihancurkan didalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin

mengalami proses degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin

akan direduksi menjadi bilirubin, sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma

dan mengikuti siklus seperti diatas atau tetap disimpan sebagai cadangan

tergantung aktivitas eritropoisis.

3.5 Etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan

besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.

Perdarahan

Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting

terjadinya Anemia Defisiensi Besi. Kehilangan darah akan mempengaruhi

keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan

besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/hari (1,5-2 mg besi ) dapat

mengakibatkan keseimbangan negatif besi.

27

Page 28: case ADB

Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, ulkus peptikum karena

obat-obatan ( asam asetil salisilat, kertikosteroid, indometasin, obat AINS) dan

infestasi cacing (Ancylostoma doudenale dan Necator americanus) yang

menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh

darah submukosa usus.

1. Hemoglobinuria.

Pada keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup

jantung buatan. Pada paroxysmal Nokturnal Hemoglobinuria (PNH)

kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8 mh/hari.

2. Idiopatthic pulmonary hemosiderosis

Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan

paru yang hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang

timbul. Keadaan ini dapat berulang menyebabkan kadar Hb menururn

drastis hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam.

3. Latihan yang berlebihan

Pada atlit yang berolah raga berat seperti olah raga lintas alam, sekitar

40% remaja perempuan dan 17 % remaja laki-laki feritin serumnya < 10

ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia

hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.

3.6 Patofisiologi4

Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan besi yang

berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap

akan menyebabkan cadangan besi yang berkurang. Ada tiga tahap dari anemia

defisiensi besi, yaitu:

1. Tahap petama.

Tahap ini disebut iron depletion atau iron deficiency, ditandai dengan

berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin

dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi

peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan

pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.

28

Page 29: case ADB

2. Tahap kedua

Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient

erytropoietin atau iron limited erytropoiesis didapatkan suplai besi yang

tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan

laboratoium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin

menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free

erytrocyt porphyrin (FEP) meningkat.

3. Tahap ketiga

Tahap inilah yang disebut sebagagi iron deficiency anemia. Keadaan ini

terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga

menyebabkan penurunan kadar Hb.

Tabel tahapan kekurangan besi. 2

Hb Tahap 1

Normal

Tahap 2

sedikit

menurun

Tahap 3 menurun jelas

(mikrositik/hipokrom)

Cadangan besi (mg)

Fe serum (ug/dl

TIBC (ug/dl)

Saturasi

tansferin(%)

Feritin serum

(ug/dl)

Sideroblas (%)

FEP(Ug/dl SDM

MCV

<100

normal

360-390

20-30

<20

40-60

>30

Normal

0

<60

>390

<15

<12

<10

<100

normal

0

<40

>410

<10

<12

<10

>200

Menurun

Dikutip dari Lukens (1995), Hillman (1995)

3.7 MANIFESTASI KLINIS 1-7

Gejala klinis anemia adalah lemah dan mudah capai atau lelah,

berdebar-debar, cepat marah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, bentuk kuku

konkaf (spoon- shape nail), glossitis, atropi papila lidah mengakibatkan lidah

29

Page 30: case ADB

tampak pucat, licin mengkilat, mera daging, dan meradang, sakit kepala pada

bagian frontal, tidak panas, kulit pucat merupakan tanda yang penting pada

defisiensi besi, kulit pucat berlangsung kronis, Sklera berwarna biru juga

sering, meskipun ini juga ditemukan pada bayi normal.

Gambar 3. Kuku sendok (koilonychia) pada jari tangan seorang pasien anemia

defisiensi besi.3

Pada defisiensi ringan sampai sedang (Hb 6-10 g/dl) mekanisme

kompensasi, seperti kenaikan 2, 3-difosfogliserat (2,3-DPG) dan pergeseran

kurva disosiasi oksigen, mungkin demikian efektif sehingga sedikit saja

keluhan anemia timbul, meskipun mungkin ada kenaikan iritabilitas. Bila Hb

menurun sampai di bawah 5 gr/dl, iritabilitas dan anoreksia mencolok.

Takikardia dan dilatasi jantung terjadi, dan bising sistolik sering ada. Limpa

teraba membesar pada 10-15% penderita. Pada kasus menahun, dapat terjadi

pelebaran diploe tulang tengkorak yang mirip dengan yang telihat pada anemia

hemolitik kongenital.

Defisiensi besi dapat mempengaruhi fungsi neurologis dan intelektual.

Monoamin oksidase (MAO), merupakan suatu enzim yang tergantung pada

besi dan hormon dan berperan penting dalam reaksi neurokimia di susunan

saraf pusat. Defisiensi besi menyebabkan penurunan aktivitas enzim seperti

katalase dan sitokrom. Katalase dan peroksidase mengandung besi, tetapi

kepentingan biologiknya belum dikatahui benar.

30

Page 31: case ADB

3.8 Pemeriksaan Laboratorium 1-5,6,7

Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan

laboratorim yang meliputi pemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV, leukosit,

trombosit, ditambah pemeriksaan indeks eritrosit, retikulosit, morfologi darah

tepi dan pemeriksaan status besi (Fe serum, total iron binding capacity (TIBC),

saturasi transferin, FEP, feritin), dan apus sumsum tulang.

Menentukan adanya anemia dengan pemeriksaan kadar Hb dan atau

PCV merupakan hal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan

lebih lanjut dalam menegakkan diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks

eritrosit MCV, MCH dan MCHC menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb.

Jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat karena perdarahan

jumlahnya meningkat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukaan keadaan

hipokromik, mikrositik, anisositosis dan poikolisitiosis (dapat ditemukan sel

pensil, sel target, ovalosit, mikrosit dan sel fragmen).

Gambar 4. Hapusan darah tepi pasien anemia defisiensi besi, menunjukkan anemia

hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis (A). Tampak beberapa sel pencil

(panah), bandingkan dengan hapusan darah tepi normal di sebelahnya (B).3

Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung

lama terjadi granulositopenia. Pada keadaan ini disebabkan infestasi cacing

sering ditemukan eosinofilia.

Jumlah trombosit meningkat 2-4 kali dari nilai normal, trombositosis

hanya dapat terjadi pada penderita dengan perdarahan yang massif. Kejadian

31

Page 32: case ADB

trombositopenia dihubungkan dengan anemia yang sangat berat. Namun

demikian kejadian trombositosis dan trombositopenia pada bayi dan anak

hampir sama, yaitu trombositosis sekitar 35% dan trombositpenia 28%.

Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan

TIBC meningkat, Pemeriksaan Fe serum untuk menentukan jumlah besi yang

terikat pada transferin , sedangkan TIBC untuk mengetahui jumah transferin

yang berada dalam sirkulasi darah. Perbandingan antara Fe serum dan TIBC

(saturasi transferin) yang dapat diperoleh dengan cara menghitung Fe

serum:TIBC x 100% merupakan suatu nilai yang menggambarkan suplai besi

ke eritroid sumsum tulang dan penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran

besi antara plasma dan cadangan besi dalam tubuh. Bila saturasi transferin

(ST) <16 menunjukkan suplai besi yang tidak adekuat untuk mendukung

eritropoisis. ST < 7% diagnosis ADB dapat ditegakkan, sedangkan pada kadar

ST 7-16% dapat dipakai untuk mendiagnosis ADB bila didukung oleh nilai

MCV yang rendah atau pemeriksaan lainnya.

Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid sumsum

tulang dapat diketahui kadar Free Erytrcyte Protopoephyrin (FEP). Pada

pembentukan eritrosit akan dibentuk cincin porfirin sebelum besi terikat untuk

membentuk heme. Bila penyediaan besi tidak adekuat menyebabkan terjadinya

penumpukan porfirin di dalam sel. Nilai FEP >100 ug/dl eritrosit menunjukan

adanya ADB. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya ADB lebih dini.

Meningkatnya FEP disertai ST yang menurun merupakan tanda ADB yang

progresif.

Jumlah cadangan besi tubuh dapat diketahui dengan memeriksa kadar

feritin serum. Bila kadar feritin < 10-12ug/dl menunjukan telah terjadi

penurunan cadangan besi dalam tubuh.

Pada pemeriksaan apusan tulang dapat ditemukan gambaran yang khas

ADB yaitu hiperplasia sistem ertropoitik dan berkurangnya hemosiderin.

Unutuk mengetahui ada atau tidaknya besi dapat diketahui dengan pewarnaan

Prussian blue.

32

Page 33: case ADB

3.9 Diagnosis2

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,

pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan

dengan gejala klinis yang sering tidak khas. Ada beberapa kriteria diagnosis

yang dipakai untuk menentukan ADB:

Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:

1. Kadar HB kurang dari normal sesuai usia

2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (N:32-35%)

3. Kadar Fe serum <50 ug/dl (N:80-180ug/dl)

4. Saturasi Transferin <15% (N:20-50%)

Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen

1. Anemia hipokrom mikrositik

2. Saturasi transferin < 16%

3. Nilai FEP > 100 % Ug/dl eritrosit

4. Kadar feritin serum<12 ug/dl

Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria ( ST, feritin serum dan

FEP ) harus dipenuhi.

Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat diketahui melalui:

1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi

dengan kadar MCV < 80 fl, MCH dan MCHC < 31% yang menurun Red

cell distribution width (RDW) > 17%

2. FEP meningkat

3. Feritin serum menurun

4. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST <16%

5. Respon terhadap pemberian preparat besi

Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian

besi

33

Page 34: case ADB

Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 g/dl/hari atau PCV

mmeningkat 1%/hari

6. Sumsum tulang

Tertundanya maturasi sitoplasma

Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang

Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian

preparat besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB

subklinis dengan melihat respons hemoglobin terhadap pemberian preparat

besi. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari selama 3-

4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 g/dl maka dapat dipastikan

bahwa yang bersangkutan menderita ADB.2

3.10 Diagnosis Banding 2

1. Talassemia minor

2. Anemia penyakit kronis

3. Keracunan timbal

4. Anemia sideroblastik.

3.11 Penatalaksanaan2

Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan

mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi.

Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penanganannya dapat

dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau

parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan

pemberian parenteral, pemberian secara parentertral dilakukan pada pendertita

yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat

terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.

Pemberian preparat besi peroral

Garam ferrous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam

feri, preparat yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinat, yang

34

Page 35: case ADB

sering dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya yang lebih murah, ferrous

glukonat, ferrous fumarat dan ferrous suksiant diabsorpsi sama baiknya tetapi

lebih mahal. Untuk bayi preparat besi berupa tetes (drop).2-4

Untuk dapat mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai

4-6 mg besi elemental/kgBB/hari. Dosis yang diajurkan untuk remaja dan

orang dewasa adalah 60 mg elemen zat besi perhari pada kasus anemia ringan,

dan 120 mg/hari (2 Х 60 mg) pad anemia sedang sampai berat. Dosis yang

dianjurkan untuk bayi dan anak-anak adalah 3 mg/kgBB/hari.2,5

Pada wanita hamil, pemberian folat (500μg) dan zat besi (120 mg) akan

bermanfaat, sebab anemia pada kehamilan biasa diakibatkan pada defisiensi ke

dua zat gizi tersebut. Tablet kombinasi yang cocok, mengandung 250 μg folat

dan 60 mg zat besi, dimakan 2 kali sehari.

Efek samping pemberian zat besi peroral dapat menimbulkan keluhan

gastrointestinal berupa rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah dan

diare.Sebagai tambahan zat besi yang dimakan bersama dengan makanan akan

ditolelir lebih baik dari pada ditelan pada saat peut kosong, meskipun jumlah

zat besi yang diserap berkurang.2

Pemberian preparat besi parenteral2-4

Pemberian besi secara intra muscular menimbulkan rasa sakit dan

harganya mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi.

Oleh karena itu, besi parenteral diberikan hanya bila dianggap perlu, misalnya :

pada kehamilan tua, malabsorpsi berat, radang pada lambung. Kemampuan

untuk menaikan kadar Hb tidak lebih baik dibandingkan peroral.Preparat yang

sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ml.

Dosis dapat dihitung berdasarkan:

Dosis besi (mg) = BB (kg) Х kadar Hb yang diinginkan (g/dl ) Х 2,5.

Transfusi darah2,3,5-7

Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan

pada keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat

35

Page 36: case ADB

mempengaruhi respons terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak

perlu secepatnya, lebih akan membahayakan kerana dapat menyebabkan

hipovolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan

dalam jumlah yang cukup untuk menaikan kadar Hb sampai tingkat aman

sampai menunggu respons terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia

berat dengan kadar Hb <4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB

persatu kali pemberian disertai pemberian diuretik seperti furosemid. Jika

terdapat gagal jantung yang nyata dapat dipertimbangkan pemberian transfusi

tukar mengguanakan PRC yang segar.

3.12 Prognosis2

Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan

besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan

yang adekuat. Gejala anemia dan menifestasi klinis lannya akan membaik

dengan pemberian preparat besi

Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa

kemungkinan sebagai berikut:

Diagnosis salah

Dosis obat tidak adekuat

Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa

Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak

berlangsung menetap.

Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaiam besi

(seperti: infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit

tiroid, penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat)

Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang

berlebihan pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan

terhadap besi.)

36

Page 37: case ADB

BAB IV

ANALISA KASUS

Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang dengan keluhan utama badan

lemas sejak ± 1 hari SMRS dan keluhan tambahan pandangan terasa gelap bila

beranjak dari tempat duduk. Pada keluhan lemas ada beberapa penyakit yang

dapat difikirkan, salah satu penyakit yang menimbulkan gejala lemas adalah

anemia.1,3

Gejala yang ditemukan pada pasien adalah badan lemas, lemas dirasakan

bertambah setelah beraktivitas berat dan berolahraga, lesu (+), cepat lelah (+), os

sering merasa pandangan gelap saat beranjak dari tempat duduk, sempoyongan

(+), mual (+), nyeri ulu hati (+), gejala-gejala tersebut merupakan gejala umum

anemia yang disebut juga sindrom anemia (anemic syndrome) yang dijumpai pada

anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl.3

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, didapatkan konjungtiva palpebra

anemis (+/+), atrofi papil lidah (+), akral pucat (+), koilonychia (+), gejala-gejala

diatas merupakan gejala khas yang dijumpai pada anemia defisiensi Fe. Dari hasil

pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar hemoglobin 6,2 g/dl (anemia), kadar

37

Page 38: case ADB

MCV 55,5 fl, kadar MCHC 25%, kadar Fe 13 µg/L, kadar TIBC 459 µg/L, dan

kadar ferritin 3,04 ng/L. Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia

defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisensi besi sebagai

berikut : Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV < 80

fl dan MCHC < 31% dengan salah satu dari parameter berikut, yaitu besi serum <

50 mg/dl, TIBC > 350 mg/dl, saturasi transferin < 15%, atau feritin serum < 20

mg/l, atau pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Pearl’s stain)

menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau dengan

pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara)

selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.3

Berdasarkan hasil anamnesis ditemukan riwayat pasien mengalami maag

kronik, pasien juga mengatakan bahwa pasien kadang-kadang mengalami BAB

hitam, berdasarkan hasil pemeriksaan feses rutin ditemukan eritrosit (+), gejala-

gejala tersebut dapat dicurigai sebagai gastritis erosif. Etiologi dari anemia

defisiensi besi salah satunya adalah karena kehilangan besi akibat perdarahan

menahun yang dapat berasal dari saluran cerna akibat dari tukak peptik,

pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis,

hemoroid dan infeksi cacing tambang.3

Tatalaksana dari anemia defisisensi besi adalah terapi kausal, yaitu terapi

terhadap penyebab perdarahan, pada kasus ini karena dicurigai gastritis erosif

maka diberikan omeprazole 1 x 20 mg (oral) dan sucralfat syr 4 x 2 cth, lalu

direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk mencari sumber

perdarahan dari sistem saluran cerna. Untuk pemberian preparat besi ditunda

hingga kita berhasil menemukan sumber perdarahan.3,6

38

Page 39: case ADB

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo W.,Setyohadi B.,Alwi I.,Simadibrata M.,Setiati S.,Editor.

Pendekatan terhadap Pasien Anemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid

II Edisi III. Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2006; hal 632-636.

2. Hoffbrand,A.V. Anemia defisiensi besi dan anemia hipokrom lain, Dalam :

kapita selekta hematologi. Ed.2, EGC, Jakarta, 1996; hal 28-44.

3. Sudoyo W.,Setyohadi B.,Alwi I.,Simadibrata M.,Setiati S Editor. Anemia

defisiensi besi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi III. Jakarta :

Balai Penerbit FKUI, 2006; hal 644-650

4. Price A, Wilson L, Anemia defisiensi besi, Patofisiologi, ed.4, EGC, Jakarta,

1995; hal 236-237.

5. Goerge N, Ioannou, Specter J.dkk, “Prospective Evaluationof Clinical

Guideline for the Diagnosis and Management of Iron Deficiency Anemia”,

The American Journal of Medicine by Excerpta Medica. Inc. 2002 ; p.281-

287.

6. Matthew W, Jason E, “Iron Deficiency Anemia: Evaluation and

Management” American Academy of Family Physicians. 2013

39

Page 40: case ADB

7. Harrison’s; Anemia; Principles of Internal Medicine, 16th edition;

International edition; 1998; page 335-339.

40