cakrawala edisi april 2012
DESCRIPTION
Buletin Kastrat ISMKI Wilayah 1TRANSCRIPT
Edisi April 2012
SUBSIDI BBM DAN SEKTOR KESEHATAN
Pengurangan subsidi BBM sudah
dibahas sejak tiga tahun lalu, dengan
harapan akan segera dapat direalisir
agar dana subsidi bisa dialihkan ke
sektor lain yang tak kalah penting.
Namun tarik-menarik isu politik,
kepentingan usaha dan tekanan
publik, membuat ide ini sangat sulit
diwujudkan.
Salah satu masalah terbesar yang
muncul dari dinaikkannya harga BBM
adalah kekhawatiran akan
terhambatnya pertumbuhan ekonomi
karena dampak kenaikan harga barang
dan jasa yang terjadi akibat komponen
biaya yang naik.
Inflasi tidak mungkin dihindari karena
BBM adalah unsur vital dalam proses
produksi dan distribusi barang, kata
peneliti dan direktur lembaga kajian
migas Reforminer Institute, Pri Agung
Rakhmanto. Tetapi menaikkan harga
BBM juga tak bisa dihindari karena
beban subsidi membuat negara sulit
melakukan investasi bidang lain untuk
mendorong tumbuhnya ekonomi.
"Kenaikan harga BBM sampai dengan
Rp1.500 akan mengakibatkan inflasi
bertumbuh 1,6%, tetapi juga akan
mengakibatkan reduksi subsidi
sebesar Rp57 triliun," kata Pri.
Jika hitungan itu jadi nyata maka
menurut Pri, inflasi tidak akan
bergeser terlalu tinggi dibanding
target yang dipatok pemerintah untuk
tahun ini, 5,3%.
Bisa dibayangkan, tahun lalu inflasi
diklaim pemerintah hanya di kisaran
4%-an, tetapi itu kan hasil dari subsidi
yang sangat besar, inflasi semu. Kalau
sekarang subsidi dikurangi, apa
jadinya???
Inflasi lebih tinggi
Edisi April 2012
Sejumlah pengamat ekonomi lain
berpandangan mirip.
Enny Sri Hartati, Direktur INDEF,
lembaga analisis ekonomi,
berpendapat harga BBM yang
dinaikkan tidak akan mengerek inflasi
terlalu tinggi apalagi menyebabkan
guncangan ekonomi.
"Hitungan kami cuma 2,2%. Yang
jadi faktor pemberat itu adalah proses
pengambilan keputusan yang bertele-
tele sehingga ekspektasi inflasi malah
jauh lebih tinggi dari yang
sesungguhnya,"kata Enny.
Akibatnya, dari simulasi kasar yang
dilakukan INDEF, inflasi tahun ini
bisa meroket hingga 8%.
Ekonom dari berbagai lembaga lain,
termasuk sejumlah bank swasta
hingga Bank Indonesia dan Badan
Pusat Statistik, umumnya meramal
inflasi akan mencapai 6-8%, melebihi
target pemerintah tahun ini 5,3%.
Ongkos naik
Sejumlah komponen penyumbang
utama kenaikan inflasi, di luar
naiknya harga BBM, adalah harga
makanan-minuman serta tarif
transportasi.
Keduanya mengklaim BBM sebagai
salah satu elemen utama, bahkan
terbesar, dalam komponen ongkos
produksi dan distribusi.
"Industri makan-minum
membutuhkan BBM untuk produksi,
distribusi dan bahan baku. Kenaikan
BBM setinggi Rp1.500 akan
menyebabkan kenaikan harga pangan
sedikitnya 5-10%," kata Adhi S
Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha
Makanan dan Minuman Seluruh
Indonesia, GAPPMI.
Beberapa tahun terakhir dunia industri
sudah tak lagi menikmati subsidi
BBM, tetapi menurut Adhi, naiknya
harga minyak dunia juga menjadi
pendongkrak meroketnya ongkos
produksi.
Meski terbilang besar, kenaikan ini
menurutnya jauh lebih ringan dari
Edisi April 2012
pada situasi tahun 2008, saat harga
BBM juga naik hingga Rp6.000.
Momok kenaikan harga lain muncul
dari sektor transportasi, yang selalu
menaikkan tarif saat kenaikan harga
BBM terjadi.
"Kami tidak punya pilihan karena
harga BBM itu merupakan 30%
komponen biaya industri transportasi,
paling besar dibanding komponen
suku cadang atau lainnya," kata Ketua
Organisasai Angkutan Darat, Organda
DKI, Soedirman.
Dengan harga BBM naik 33%,
menurut Soedirman, kenaikan tarif
angkutan yang masuk akal adalah
35%.
Sampai kini, tarif angkutan
menyesuaikan dengan kenaikan harga
BBM baru.
Lalu bagaimana dengan sektor
kesehatan Indonesia??? Teman-
teman bisa bayangkan sendiri..
Gambaran distribusi APBN 2012
untuk sektor kesehatan Indonesia :
(Sumber : Data Pokok APBN 2006-
2012, Kementrian Keuangan RI,
2012)
Subsidi sejati
Apapun pertimbangan menaikkan
harga BBM, bagi kalangan miskin
atau nyaris miskin, implkasinya hanya
satu: kenaikan harga kebutuhan
pokok.
Sebaliknya menurut pemerintah, tak
mungkin kas negara terus-menerus
dipakai untuk menambal subsidi BBM
karena sektor lain menjadi
terbengkalai.
Menurut catatan Badan Kebijakan
Fiskal Kementerian Keuangan, tahun
lalu besaran subsidi kesehatan hanya
Rp43,8 triliun, infrastruktur Rp125,6
triliun, bantuan sosial Rp70,9 triliun,
Edisi April 2012
sementara subsidi BBM menyedot
dana paling besar, Rp165,2 triliun.
Padahal itu belum termasuk subsidi
listrik yang berjumlah Rp90 triliun,
sehingga secara total subsidi energi
APBN 2011 mencapai Rp255 triliun.
Realisasi subsidi BBM juga
cenderung membengkak dari angka
acuan karena konsumsi BBM yang tak
terkendali.
Tahun 2010 misalnya, subsidi BBM
yang mestinya habis pada hitungan
Rp69 triliun kemudian membesar
menjadi Rp82,4 triliun. Hal sama
terulang pada 2011 dimana anggaran
subsidi Rp96 triliun kemudian
bengkak menjadi hampir dua kali,
yakni Rp165,2 triliun.
Akibatnya kesempatan berinvestasi
dalam bentuk infrastruktur dan
pembangunan nonfisik, termasuk
kesehatan, menjadi lebih sedikit.
Pengurangan subsidi BBM, menurut
pemerintah, akan dialihkan sebagian
pada program infratsruktur dan juga
sektoral lainnya termasuk didalamnya
adalah mengenai kesehatan, meski
belum jelas apa saja bentuknya dan
bagaimana realisasinya.
Menilai situasi ini sangat ironi dan
sangat tidak adiluntuk kelompok
miskin.
"Katanya subsidi untuk kaum miskin.
Padahal pengertian miskin menurut
BPS kan mereka yang tak mungkin
punya motor atau mobil, karena
pendapatannya hanya Rp300 ribu (per
bulan),"tegas Enny.
Pengurangan subsidi BBM, menurut
Enny, bisa lebih tepat sasaran kalau
kemudian diarahkan pada
pembangunan infrastruktur atau
program pengentasan kemiskinan lain.
Itu makna subsidi yang sejati,
kembalikan kepada kelompok yang
paling miskin, 30 jutaan lho
jumlahnya.
Penaikan yang sangat drastis yaitu
Rp6000 sangat berimplikasi besar
terhadap perubahan harga kebutuhan
pokok dan biaya transportasi,
Edisi April 2012
terutama mereka yang kalangan
miskin sangat merasakannya. Namun,
kita tidak bisa membiarkan anggaran
negara terus-menerus digunakan
hanya untuk subsidi BBM, toh yang
menikmati selama ini bukanlah
kalangan semestinya dan kita haruslah
berdewasa diri dengan keadaan ini.
Mau tidak mau bila harga minyak
dunia naik dari ekspektasi APBN, kita
harus menyesuaikan anggaran demi
tidak terbobolnya anggaran negara
kita.
Lalu, apa solusi terbaiknya?
Mungkin dengan menaikan secara
perlahan semisal Rp500 merupakan
langkah awal untuk mengadaptasikan
antara kenaikan harga minyak dunia
dengan mengurangi beban anggaran
kita. Toh masyarakat mungkin masih
bisa menerimanya bila harus
dinaikkan sebesar Rp500. Dengan
sebesar Rp500, beban anggaran
negara untuk subsidi negara bisa
direduksi sekitar Rp19 Triliun. Lalu
dana yang sebesar tersebut bisa
didistribusikan ke semua sektor
terutama diprioritaskan untuk
pelayanan publik, termasuk disini
adalah sektor kesehatan.
(Arif Yudho Prabowo – Fakultas Kedokteran Universitas Lampung)