ca nasopharynx

36
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kasinoma nasofaring merupakan suatu karsinoma yang unik di daerah kepala dan leher karena karakteristik geografi dan epidemiologinya. Karsinoma nasofaring merupakan suatu jenis keganasan epitel skuamosa yang berasal dari epitel yang melapisi nasofaring. Karsinoma ini dapat timbul dari berbagai bagian nasofaring dan bagian yang tersering tempat timbulnya karsinoma nasofaring ini adalah daerah fosa Rossenmuller. 2,3 2.2 Epidemiologi Karsinoma nasofaring merupakan suatu jenis keganasan yang langka pada sebagian besar negara, pada daerah Asia Tenggara, insidensinya mencapai 27,3 dari 100.000 penduduk. Insidensi tertinggi terdapat di Taiwan, sekitar 98% dari populasinya adalah orang Cina, 90% penduduk berasar dari provinsi Guangdong. Terdapat 4

Upload: nadiya-janata

Post on 14-Apr-2016

237 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

CA Nasopharynx Kasinoma nasofaring merupakan suatu karsinoma yang unik di daerah kepala dan leher karena karakteristik geografi dan epidemiologinya. Karsinoma nasofaring merupakan suatu jenis keganasan epitel skuamosa yang berasal dari epitel yang melapisi nasofaring. Karsinoma ini dapat timbul dari berbagai bagian nasofaring dan bagian yang tersering tempat timbulnya karsinoma nasofaring ini adalah daerah fosa Rossenmuller.

TRANSCRIPT

Page 1: CA Nasopharynx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kasinoma nasofaring merupakan suatu karsinoma yang unik di daerah

kepala dan leher karena karakteristik geografi dan epidemiologinya. Karsinoma

nasofaring merupakan suatu jenis keganasan epitel skuamosa yang berasal dari

epitel yang melapisi nasofaring. Karsinoma ini dapat timbul dari berbagai bagian

nasofaring dan bagian yang tersering tempat timbulnya karsinoma nasofaring ini

adalah daerah fosa Rossenmuller.2,3

2.2 Epidemiologi

Karsinoma nasofaring merupakan suatu jenis keganasan yang langka pada

sebagian besar negara, pada daerah Asia Tenggara, insidensinya mencapai 27,3

dari 100.000 penduduk. Insidensi tertinggi terdapat di Taiwan, sekitar 98% dari

populasinya adalah orang Cina, 90% penduduk berasar dari provinsi Guangdong.

Terdapat penurunan dari insidensi di Cina Utara, sekitar 3 dari 100.000 penduduk

pada provinsi di daerah utara. Orang-orang Jepang, yang berasal dari ras

Mongoloid, mempunyai insidensi hanya 1 dari 100.000 penduduk, baik pada laki-

laki maupun pada perempuan. Di Eropa dan Amerika Utara, insidensi sekitar 1

dari 100.000. Di negara Cina, risiko penyakit keganasan ini akan meningkat

setelah berumur >20 tahun dan menurun setelah berumur >60 tahun; usia rata-rata

berkisar antara 40-50 tahun. Rasio perbandingan jenis kelamin adalah 3:1.3

4

Page 2: CA Nasopharynx

5

2.3 Histopatologi

Keganasan sel epitel dari karsinoma nasofaring merupakan suatu sel

poligonal dengan adanya karakter sinsitial. Inti sel dari karsinoma ini berbentuk

oval atau bulat dengan adanya kromatin dan nukleus yang berbeda-beda. Sel-sel

karsinoma tersebut sering bercampur dengan sel limfoid di daerah nasofaring,

yang menyebabkan adanya penggunaan istilah limfoepitelioma. Penelitian

menggunakan mikroskop elektron telah memastikan asal dari sel-sel skuamosa

tersebut, termasuk pada karsinoma yang tidak terdifirensiasi yang merupakan

bentuk dari karsinoma sel skuamosa dengan diferensiasi minimal.2

Klasifikasi histologi dari karsinoma nasofaring yang diajukan oleh World

Health Organization (WHO) pada tahun 1978 membagi tumor ini ke dalam 3

kategori :2

a. Tipe I

Suatu karsinoma sel skuamosa dengan gambaran histologi berupa adanya

jembatan antar sel. Gambaran ini hampir sama dengan gambaran yang

ditemukan pada daerah traktus aerodigestivus bagian atas.

b. Tipe II

Suatu karsinoma epidermoid non-keratinisasi. Jenis karsinoma ini menunjukan

adanya suatu kematangan tetapi tidak diikuti dengan adanya diferensiasi yang

baik dari sel skuamosa tersebut.

Page 3: CA Nasopharynx

6

c. Tipe III

Suatu karsinoma yang tidak terdiferensiasi atau terdiferensiasi buruk. Jenis sel

pada karsinoma ini mempunyai suatu batas sel yang tidak khas dengan inti sel

yang hiperkromatik.

Pada daerah Amerika Utara, sekitar 25% dari seluruh pasien dengan

adanya tumor, seara histologi merupakan tipe I, 12% tipe II, dan 63% tipe III.

Penemuan histologi pada pasien di daerah Cina selatan 3% tipe I, 2% tipe II dan

95% tipe III.2

Gambar 2.1 Karsinoma sel skuamosa nasofaring.2

Klasifikasi lainnya membagi karsinoma nasofaring menjadi dua jenis tipe

histologi, karsinoma sel skuamosa dan karsinoma yang tidak terdiferensiasi.

Klasifikasi jenis ini mengambil suatu pertimbangan dengan mengaitkan

karsinoma nasofaring dengan serologi Eipstein-Barr Virus (EBV). Pasien-pasien

dengan karsinoma sel skuamosa mempunyai titer EBV yang rendah, sedangkan

pasien dengan karsinoma yang tidak terdiferensiasi mempunyai titer EBV yang

lebih tinggi.2

Page 4: CA Nasopharynx

7

Gambar 2.2 Karsinoma terdiferensiasi non keratinisasi nasofaring.2

Pada penggunaan biopsi yang didapatkan dari pasien dengan karsinoma

nasofaring terkadang menunjukan suatu gambaran histologi yang bercampur.

Klasifikasi WHO yang terbaru telah menggabungkan gambaran tersebut dengan

kaitannya terhadap EBV tipe II dan tipe III. Tipe histologi dari karsinoma

nasofaring saat ini terbagi menjadi 2 kategori: karsinoma sel skuamosa atau

karsinoma non-keratinisasi, dan karsinoma yang terdiferensiasi dan yang tidak

terdiferensiasi. Klasifikasi terbaru ini juga menunjukan adanya perubahan dalam

prognosis pasien, pada karsinoma yang tidak terdiferensiasi mempunyai tingkat

sensitivitas lebih baik dengan radioterapi, dan peningkatan insidensi metastasis

jauh.2

2.4 Presentasi Klinis

Pasien-pasien dengan karsinoma nasofaring dapat mempunyai satu atau

lebih dari empat kategori gejala klinis. Kategori-kategori gejala klinis tersebut

Page 5: CA Nasopharynx

8

berkaitan dengan lokasi primer dari tumor, infiltrasi terhadap struktur-struktur di

nasofaring atau metastasis pada nodus limfatikus servikal.2

Massa tumor di nasofaring dapat mengakibatkan gejala berupa obstruksi

nasal dan sekret hidung. Pada massa tumor yang kecil, gejala obstruksi dapat

unilateral dan seiring pertumbuhan dari tumor tersebut, gejala dapat berkembang

menjadi bilateral. Pada massa tumor yang telah mengalami ulserasi, pasien dapat

mengalami gejala perdarahan dari hidung atau epistaksis.2

Massa tumor di nasofaring, dengan atau tanpa perluasan posterolateral ke

arah rongga paranasofaringeal, sering dikaitkan dengan adanya gangguan terhadap

fungsi tuba eustachius. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pengumpulan

cairan di dalam telinga tengah, dan pasien dapat mengalami suatu ketulian

konduktif unilateral dan berbagai macam gejala lainnya, seperti otalgia dan

tinnitus. Otitis media serosa ditemukan pada 41% dari 237 pasien yang baru

didiagnosis dengan karsinoma nasofaring dan pada orang Cina dewasa yang

mengalami gejala tersebut, seorang otoloaringologis harus memikirkan

kemungkinan adanya suatu karsinoma nasofaring.2

Perkembangan tumor primer yang tumbuh ke arah superior akan

menginfiltrasi basis cranii sehingga pasien akan mengalami gejala nyeri kepala.

Ketika perkembangan tumor mengalami ekstensi ke arah atas dan mempengaruhi

sinus kavernosus dan dinding lateral sinus tersebut, saraf kranial ketiga, keempat,

dan keenam akan terganggu dan pasien akan mengalami gejala diplopia. Ketika

tumor berkembang ke arah foramen ovale, saraf kranial kelima dapat terganggu

dan pasien akan mengalami gejala nyeri dan baal pada wajah. Gangguan pada

Page 6: CA Nasopharynx

9

saraf kranial pada pasien karsinoma nasofaring mempunyai persentase 13%-30%,

tergantung dari derajat penyakit.2

Kecenderungan karsinoma nasofaring untuk bermetastasis ke arah nodus

limfatikus servikal, gejala yang paling sering timbul berupa adanya massa pada

leher yang tidak terasa sakit. Tanda tersebut biasanya timbul pada leher bagian

atas. Pada gambaran karsinoma nasofaring, dikarenakan struktur tersebut

merupakan suatu garis lurus, hal tersebut menyebabkan jarang ditemukannya

pasien dengan gambaran nodus limfatikus servikal secara bilateral.2

Pasien-pasien yang mempunyai gambaran gejala yang berkaitan dengan

metastasis jauh biasanya tidak mempunyai gambaran gejala yang sama dengan

karsinoma nasofaring. Metastasis tulang ke vertebra, hati, dan paru-paru

merupakan daerah metastasis yang paling banyak terjadi.2

Gejala-gejala non spesifik dari gangguan yang terjadi di daerah hidung dan

telinga serta adanya keterlibatan nodus limfatikus servikal yang tidak terasa nyeri

menyebabkan pasien dengan karsinoma nasofaring terdiagnosis dengan karsinoma

nasofaring ketika penyakit tersebut telah mencapai stadium akhir. Analisis

retrospektif dari 4.768 pasien menunjukan bahwa gejala yang terlihat berupa

adanya massa pada leher pada 76% pasien, gejala gangguan hidung pada 73%

pasien, gangguan pendengaran 62%, dan paralisis saraf kranial pada 20% pasien.

Pada laporan terbaru, rasio laki-laki terhadap perempuan disebutkan mencapai 3:1

dan angka media usia adalah 50 tahun. Gejala yang timbul pada pasien muda

sama pada pasien yang lebih tua.2

Page 7: CA Nasopharynx

10

2.5 Diagnosis

Diagnosis dari karsinoma nasofaring dimulai dengan data anamnesis yang

akurat dan pemeriksaan fisik menyeluruh, termasuk dengan pemeriksaan

endoskopi nasofaring. Pemeriksaan endoskopi dilakukan untuk menilai derajat

atau stadium dari tumor. Pasien dengan gambaran gejala dari karsinoma

nasofaring harus dievaluasi secara klinis dengan pemeriksaan fisik dan tanda

gejala dari karsinoma faring (contoh: adanya pembesaran nodus limfatikus

servikal, cairan pada telinga tengah, dan gangguan saraf kranial). Pemeriksaan

secara tidak langsung pada rongga postnasal harus dilakukan dengan

menggunakan cermin, meskipun variasi anatomis dari nasofaring pada beberapa

pasien tidak sama.2,3

Pada pasien dengan adanya metastasis ke leher dengan lokasi tumor

primer tidak diketahui harus dilakukan prosedur biopsi untuk menyingkirkan

karsinoma nasofaring. Pemeriksaan dengan menggunakan metode pencitraan

seperti magnetic resonance imaging (MRI) dilakukan untuk evaluasi otot, saraf

dan adanya invasi ke dalam intrakranial. Pemeriksaan dengan computed

tomography (CT) scann digunakan untuk menilai adakah keterlibatan tulang pada

karsinoma nasofaring.3

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk dapat menegakan diagnosis

adalah dengan pemeriksaan foto polos toraks, scan tulang, pemeriksaan darah

lengkap, kimia serum, tes fungsi hati, jumlah antibodi terhadap EBV dan

pemeriksaan endoskopi dari nasofaring serta bopsi. Pemberian nutrisi tambahan

bisa dilakukan untuk pasien dengan karsinoma nasofaring.2,3

Page 8: CA Nasopharynx

11

2.5.1 Serologis

Epstein-Barr Virus (EBV) dapat menginfeksi manusia dalam berbagai

bentuk. Virus ini dapat menyebabkan suatu infeksius mononukleosis dan hal ini

juga berkaitan dengan limfoma burkitt dan karsinoma nasofaring. Epstein-Barr

Virus (EBV) termasuk ke dalam keluarga virus herpes dan antigen spesifik

terhadap EBV dapat dikategorikan ke dalam antigen replikasi cepat, antigen fase

laten, dan antigen lambat. Pada pasien dengan karsinoma nasofaring, antibodi

pasien tersebut, imunoglobulin A (IgA) merespon terhadap antigen replikasi cepat

dari jenis yang pertama, dan kapsid antigen virus dari jenis yang ketiga

menunjukan peran yang penting sebagai faktor penentu diagnosis.2

Imunoglobulin A (IgA) anti kapsien antigen virus lebih sensitif tetapi tidak

spesifik dibandingan dengan IgA anti antigen replikasi cepat. Pada penelitan

terhadap suatu populasi individu yang sehat, individu yang mempunyai

peningkatan titer dari antibodi mempunyai insidensi karsinoma subklinis berkisar

antara 3%-5% dan penemuan tahunan dari karsinoma nasofaring sekitar 30x lebih

tinggi dibandingkan dengan populasi keseluruhan. Penemuan tersebut dipastikan

oleh laporan terbaru dari Taiwan pada sekitar 9.699 laki-laki yang menjalani tes

serologis EBV, mempunyai kaitan dengan pertumbuhan karsinoma dan kematian

pada jangka waktu 15 tahun mendatang. Pada populasi dengan peningkatan titer

anti-EBV mempunyai kemungkinan 30x lebih tinggi untuk menderita suatu

karsinoma nasofaring. Penggunaan spektrum antibodi terhadap satu dari antigen

fase laten dari EBV yang berkaitan dengan antigen nuklear mempunyai

spesifisitas dan sensitivitas sekitar 92%.2

Page 9: CA Nasopharynx

12

Imunoglubulin anti kapsid antigen virus juga menunjukan adanya kaitan

terhadap derajat suatu penyakit, dan kadar tersebut akan menurun seiring dengan

pemberian terapi. Nilai ini belum digunakan sebagai suatu penanda tumor dalam

evaluasi pembersihan tumor dan deteksi rekurensi dari tumor. Beberapa tahun

belakangan ini, sel yang tidak mengandung DNA dari EBV telah terdeteksi

sebagai suatu penanda tumor. Jenis pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas yang

sedang, terutama ketika tumor primer berukuran kecil dan radioterapi telah

diberikan pada pasien.2

2.5.2 Pencitraan

Pemeriksaan klinis bersamaan dengan penggunaan endoskopi dapat

meghasilkan suatu infomasi penting terhadap ekstensi tumor pada permukaan

mukosa, tetapi hal ini tidak dapat menentukan derajat ekstensi, termasuk erosi dari

basis cranii dan penyebaran intrakranial. Informasi ini disediakan oleh penelitian

pencitraan secara cross-sectional. Penelitian menggunakan pencitraan saat ini

merupakan hal yang vital untuk mendokumentasikan perluasan dari penyakit di

nasofaring dan rencana pemberian radioterapi.2

Computed Tomography (CT) Scan dapat menggambarkan penyebaran

pada jaringan lunak di nasofaring dan secara lateral ke dalam rongga

paranasofaringeal. Jenis pencitraan ini sensitif dalam mendeteksi erosi tulang,

terutama pada daerah basis cranii. Perluasan tumor ke intrakranial melalui

foramen ovale dengan keterlibatan perineural dapat juga terdeteksi. Hal ini

memberikan suatu bukti bahwa keterlibatan sinus kavernosus dapat terjadi tanpa

Page 10: CA Nasopharynx

13

adanya erosi pada basis cranii. CT-Scan juga dapat menujukan regenerasi tulang

setelah pemberian readioterapi, yang mengindikasikan eradikasi total dari tumor.2

Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukan kemampuan

menghasilkan gambar secara multiplanar dan pencitraan jenis ini mempunyai

kemampuan yang lenih baik dibandingkan dengan CT-Scan dalam membedakan

tumor dari inflamasi jaringan lunak.

MRI juga lebih sensitif dalam mengevaluasi daerah retrofaringeal dan metastasis

dalam pada nodus servikalis. MRI juga dapat mendeteksi adanya infiltrasi tumor

ke tulang. Hal ini merupakan suatu keunggulan dibandingkan dengan CT-Scan

karena jenis pencitraan CT-Scan hanya dapat mendeteksi infiltrasi ke sumsum

tulang jika terdapat erosi tulang. Hal ini sangat penting untuk mendeteksi adanya

infiltrasi ke dalam sumsum tulang karena hal ini berkaitan dengan peningkatan

risiko terjadinya metastasis jauh. MRI tidak dapat mengevaluasi secara rinci dari

terjadinya erosi tulang, dan CT harus dilakukan ketika gambaran kondisi dari

basis cranii perlu dievaluasi.2

Kontribusi lainnya dalam penelitian menggunakan pencitraan cross-

sectional pada karsinoma nasofaring yaitu dalam aspek terapetik. CT-Scan atau

MRI menentukan perluasan dari tumor primer secara presisi, hal ini

memungkinkan untuk memberikan rencana radioterapi secara lebih akurat dan

efektif, sehingga dapat menghasilkan hasil yang lebih baik. Hal ini khususnya

dapat diaplikasikan menggunakan Intensity Modulated Radiotherapy (IMRT),

yaitu penggabungan dari CT-Scan dan MRI. Hal ini memungkinkan radioterapi

Page 11: CA Nasopharynx

14

untuk diberikan secara lebih akurat ke tumor tanpa mempengaruhi jaringan

normal sekitar.2

Gambar 2.3 CT Scan pada gambaran axial memperlihatkan adanya tumor di nasofaring (T).

Pencitraan menggunakan CT-Scan dan MRI mempunyai sensitivitas yang

rendah dalam mendeteksi rekurensi dari tumor. Hal ini terjadi karena pada

karsinoma tumor setelah pemberian radioterapi dapat membatasi intensitas dan

kontur sinyal, sehingga hal ini sulit untuk diinterpretasikan. Positron Emission

Tomography (PET) Scan dilaporkan dapat lebih sensitif dibandingan dengan

pencitraan menggunakan metode cross-sectional dalam mendeteksi karsinoma

nasofaring rekuren dan persisten, baik pada lokasi primer tumor dan pada leher.

Deteksi akurat dari metastasis jauh dalam hal diagnosis sulit untuk ditegakan.

Penelitan telah menyimpulkan bahwa pencitraan tulang, liver scintigraphy, dan

biopsi sumsum tulang mempunyai nilai yang kecil untuk mendeteksi adanya

Page 12: CA Nasopharynx

15

metastasis jauh. Jenis pemeriksaan tersebut biasanya hanya dilakukan pada pasien

dengan risiko tinggi mengalami suatu metastasis jauh.2

2.5.3 Pemeriksaan Endoskopi

Diagnosis pasti dari karsinoma nasofaring memerlukan pemeriksaan

biopsi yang didapatkan dari tumor di nasofaring. Nasofaring dapat diperiksa

secara adekuat dengan menggunakan anestesi topikal menggunakan endoskopi.

Teleskop Hopkin dapat memberikan gambaran yang sangat baik dari nasofaring

pada saat pemeriksaan. Pada kasus dengan suatu deviasi septum, suatu endoskopi

dimasukan ke dalam rongga hidung kontralateral dapat juga menghasilkan

gambaran yang adekuat dari tumor. Jenis endoskopi ini dimasukan melalui

belakang palatum mole menghasilkan gambaran dari atap nasofaring dan

pembukaan dari tuba eustachius. Endoskopi tersebut tidak mempunyai suction

atau jalur biopsi. Darah dan mukus yang melapisi tumor harus disingkirkan

menggunakan alat suction terpisah untuk menghasilkan gambaran yang baik.

Biopsi forcep dapat juga dimasukan bersamaan dengan endsokop untuk

mengambil sampel biopsi melalui penglihatan langsung dari endoskopi.2

Page 13: CA Nasopharynx

16

Gambar 2.4 Pencitraan aksial dari PET Scan. Peningkatan aktivitas tumor (tanda

panah).

Endoskopi fleksbiel memungkinkan pemeriksaan secara menyeluruh dari

nasofaring, meskipun jenis endoskopi ini dimasukan melalui salah satu rongga

hidung. Ujung dari endoskopi jenis ini dapat diarahkan ke belakang septum

hidung di arah yang berlawanan. Jenis endoskopi ini mempunyai suction dan

forceps biopsi yang dapat dimasukan ke dalam rongga hidung untuk mendapatkan

sampel biopsi secara langsung. Kekurangan dari jenis endoskopi ini yaitu

kurangnya lapang pandangan yang dihasilkan dibandingkan dengan endoskopi

yang kaku dan ukuran dari sampel biopsi yang kecil. Biasanya forceps biopsi

yang lebih besar dapat digunakan untuk mendapatkan jumlah sampel jaringan

yang lebih banyak untuk pemeriksaan histologi.2

Page 14: CA Nasopharynx

17

Gambar 2.5 Endoskopi rigid yang dimasukan melalui rongga hidung kiri.

2.6 Stadium

Sistem klasifikasi pada karsinoma nasofaring mempunyai jenis yang

berbeda. The American Joint Committe on Cancer/Union Internationale Contre le

Cancer (AJCC/UICC) System, lebih sering digunakan di Amerika dan Eropa.

Jenis klasifikasi ini menggunakan gambaran klasifikasi atau stadium keganasan

pada kepala dan leher. Sistem Ho, yang lebih sering digunakan di Asia

mempunyai klasifikasi nodal tersendiri, hal ini mempunyai signifikansi lebih baik

dalam penentuan prognosis pasien.2

Pengalaman yang didapatkan dari berbagai pusat di seluruh dunia dan

penentuan faktor-faktor prognostik, termasuk erosi basis cranii, keterlibatan saraf

kranial, ekstensi tumor ke rongga paranasofaringeal dan lokasi serta ukuran dari

nodus servikalis, menghasilkan suatu sistem klasifikasi yang telah direvisi oleh

AJCC/UICC pada tahun 1997. Stadium T1 tumor pada sitem klasifikasi terbaru

memasukan dua jenis yaitu T1 dan T2 ke dalam satu kategori sistem. Stadium T2

tumor yang terbaru termasuk pada keganasan yang telah meluas ke arah fossa

Page 15: CA Nasopharynx

18

nasal, orofaring, atau rongga paranasofaringeal. Stadium T3 tumor terbaru

termasuk pada keganasan yang telah meluas ke daerah basis cranii atau sinus

paranasal lainnya. Stadium T4 tumor terbaru termasuk jenis keganasan yang telah

meluas ke fosa infratemporal, orbita, hipofaring, dan cranium atau ke saraf

kranial. Untuk nodus limfatikus servikalis, stadium N1 dalam sistem terbaru

mengacu kepada keterlibatan nodus unilateral; stadium N2 nodus bilateral yang

belum mencapai stadium N3, berupa ukuran, jumlah, dan lokasi anatomi dari

nodus tersebut. Stadium N3 mengacu kepada nodus limfatikus >6 cm (N3a) atau

nodus linfatikus yang meluas ke arah fossa supraclavicula (N3b). Sistem

klasifikasi terbaru ini memungkinkan penyakit untuk dapat lebih terklasifikasi

secara akurat mengacu kepada perluasan dari karsinoma nasofaring dan penentuan

prognosis.2

2.7 Penatalaksanaan

2.7.1 Radioterapi

Pada pemeriksaan, nasofaring terletak dekat bagian-bagian yang penting,

dan sifat infiltratif dari karsinoma nasofaring, reseksi bedah ke arah keganasan

merupakan pekerjaan yang sulit. Karsinoma nasofaring sensitif terhadap

radioterapi, hal ini menyebabkan radioterapi dijadikan sebagai penatalaksanaan

utama dalam pengobatan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan menggunakan

radioterapi meskipun sensitif dapat pula mengakibatkan komplikasi yang tidak

diinginkan dikarenakan karsinoma nasofaring berada pada dasar tulang tengkorak

yang dikelilingi oleh batang otak, saraf spinalis, hipotalamik-pituitari aksis, lobus

Page 16: CA Nasopharynx

19

temporalis, mata, telinga tengah dan dalam, dan kelenjar parotid. Semua organ-

organ tersebut membatasi jumlah radiasi yang dapat diberikan pada keganasan

tersebut. Karsinoma nasofaring cenderung bersifat infiltratif dan menyebar

melalui organ-organ tersebut, hal ini menyebabkan adanya kesulitan untuk

melindungi organ-organ tersebut tanpa mengganggu dosis yang diberikan.

Tingginya angka insidensi dari keterlibatan nodus limfatikus leher menyebabkan

area radiasi masuk ke dalam pemberian radiasi secara elektif. Kontrol

lokoregional dapat dicapai dan ketika terdapat bangkitan lokoregional, risiko

timbulnya metastasis yang berkembang akan meningkat.2

Tabel 2.1 American Joint Committe On Cancer Staging For Nasopharyngeal Cancer2,3

Tumor in nasopharynx (T)T1 Tumor confided to the nasopharnyxT2 Tumor extends to soft tissues of oro-pharynx and /or nasal fossaT2 a without parapharyngeal extensionT2 b with parapharyngeal extensionT3 Tumor invades bony structures and/or paranasal sinusesT4 Tumor with intracranial extension and/or involvement of cranial nerves,

infratemporal fossa, hypopharynx, or orbit

NX Regional lymph nodes cannot be assessedN0 No regional lymph node metastasisN1 Unilateral metastasis in lymph node(s), 6 cm or less in greatest

dimension, above the supraclavicular fossaN2 Bilateral metastasis in lymph node(s), 6 cm or less in greatest dimension,

above the supraclavicular fossaN3 Metastasis in a lymph node(s)

N3a greater than 6 cm in dimensionN3b extension to the supraclavicular fossa

Distant Metastasis (M)MX Distant metastasis cannot be assessedM0 No distant metastasisM1 Distant metastasis

Page 17: CA Nasopharynx

20

Stage groupingStage 0 T1s N0 M0Stage 1 T1 N0 M0

Stage IIA T2a N0 M0Stage IIB T1 N1 M0

T2 N1 M0T2a N1 M0T2b N0 M0T2b N1 M0

Stage III T1 N2 M0T2a N2 M0T2b N2 M0T3 N0 M0T3 N1 M0T3 N2 M0

Stage IVA T4 N0 M0T4 N1 M0T4 N2 M0

Stage IVB Any T N3 M0Stage IVC Any T Any N M1

Pemberian radioterapi pada karsinoma nasofaring dimulai dengan daerah

lateral yang berlawanan dengan daerah fasioservikal yang melapisi tumor primer

dan sistem limfatikus pada leher bagian atas yang mempunyai kesamaan dengan

daerah servikal anterior bawah. Pemberian terapi radiasi dapat disesuaikan dari

lokasi tumor primer ke arah lokasi yang berlawanan dengan lokasi bagian wajah

anterior ke arah tumor primer, bersamaan dengan lokasi servikal anterior pada

daerah limfatikus leher. Cara lainnya, pemberian terapi radiasi dapat dilanjutkan

menggunakan daerah lateral yang berlawanan dengan fasioservikal, tetapi

pemberian terapi di lokasi ini akan menurunkan ukuran untuk menghindari saraf

spinalis, bersamaan ketika sistem limfatikus daerah supero-posterior diterapi

dengan terapi elektron.2

Page 18: CA Nasopharynx

21

Tabel 2.2 HO Staging For Nasopharyngeal Cancer2

T Primary tumorT1 Tumor confined to nasopharynx (space behind choanal orifices and nasal

septum and above posterior margin of soft palate in resting position)T2 Tumor extended to nasal fossa, oropharynx, or adjacent muscles or nerves

below base of skullT3 Tumor extended beyond T2 limits and subclassfied as follows:T3a Bone involvement below base of skull (floor of sphenoid sinus is included

in this category)T3b Involvement of base of skullT3c Involvement of cranial nerve(s)T3d Involvement of orbits, laryngopharynx (hypopharynx), or infratemporal

fossaN Regional lymph nodes

N0: No node palpable or nodes thought to be benignN1: Node(s) wholly in upper cervical level, bounded below by the skin crease extending laterally and backward from or just below thyroid notch (laryngeal eminence)

N2 Node(s) palpable between crease and supraclavicular fossa, the upper limit being a line joining the upper margin of the sternal end of the clavicle and the angle formed by the lateral surface of the neck and the superior margin of the trapezius

N3 Node(s) palpable in the supraclavicular fossa and/or skin involvement in the form of carcinoma en cuirasse or satellite nodules above the clavicles

M MetastasesM0: No hematogenous metastasesM1: Hematogenous metastases present, and/or lymph nodal metastases below the clavicle

I T1, N0II T2 and/or N1III T3 and/or N2IV N3 (any T)V M1

Secara umum, dosis radioterapi yang diberikan pada tumor primer berada

pada rentang 65-75 Gy dan pada tumor yang melibatkan nodus limfatikus daerah

leher dosis yang diberikan berkisar 65-70 Gy. Untuk pemberian radiasi pada

tumor yang tidak melibatkan nodus limfatikus pada daerah leher, dosis yang

Page 19: CA Nasopharynx

22

diberikan berkisar antara 50-60 Gy. Penatalaksanaan ini mempunyai persentase

kesuksesan yang terkontrol pada tumor stadium T1 dan T2 pada 75-90% kasus,

tumor T3 dan T4 sekitar 50-75% kasus. Kontrol nodus dapat dicapai pada 90%

pasien dengan tumor stadium N0 dan N1, tetapi kontrol regional menurun hingga

70% pada kasus tumor stadium N2 dan N3.2

Pada tumor dengan stadium T1 dan T2, penggnaan dosis yang dikuatkan

menggunakan terapi intrakaviter meningkatkan kontrol tumor sebesar 16%,

meskipun pembedahan menggunakan bedah radioterapi stereostatik telah

digunakan untuk pemberian dosis yang dikuatkan. Penatalaksanaan hipofraksi

sering dikaitkan dengan efek samping yang tidak diinginkan dan biasanya jenis

penatalaksanaan ini digunakan untuk pengobatan jenis tumor yang persisten dan

berulang.2

Keterbatasan utama dari pemberian radioterapi dua dimensi dari

karsinoma nasofaring saat ini dapat disingkirkan dengan adanya pemberian

radioterapi tiga dimensi konformal dan IMRT. Pada saat ekstensi tumor sudah

mendekati organ-organ yang rentan akan dosis radiasi, IMRT secara distinktif

membantu karena IMRT dapat meningkatkan dosis diferensial antara tumor dan

organ-organ yang rentan radiasi. IMRT juga menghilangkan dosis yang menjadi

masalah pada hubungan antara tumor primer dan limfatikus daerah leher, hal ini

menyebabkan tumor dan nodus limfatikus leher akan diobati secara bersamaan

dengan satu kali radiasi.2

Kontrol lokoregional yang sangat baik dapat dilakukan dengan IMRT

dalam managemen karsinoma nasofaring. Penelitian prospektif mengenai IMRT

Page 20: CA Nasopharynx

23

telah dilakukan untuk melihat perkembangan dan pemulihan dari fungsi kelenjar

liur selama dua tahun. Hasil yang baik juga didapat dengan IMRT pada

penatalaksanaan karsinoma nasofaring berulang, dan derajat kontrol jangka

pendek mempunyai hasil yang juga cukup baik. Pembatasan mengenai IMRT

tetap berada pada penentuan presisi dari hubungan tumor dengan jaringan normal

disekitarnya. Batasan normal optimal antara tumor dan jaringan disekitar harus

dilakukan, perencanaan taget volume klinis untuk penatalaksanaan IMRT harus

dilakukan secara hati-hati.2

Percobaan lain yang digunakan untuk meningkatkan radioterapi termasuk

peningkatan fraksinasi, peningkatan hiperfraksinasi, dan kombinasi dari satu atau

kedua pengobatan tersebut dengan kemoterapi.2

2.7.2 Kemoterapi

Penatalaksanaan kasus karsinoma nasofaring, terutama pada kasus dengan

keterlibatan daerah lokoregional, kemoterapi telah digunakan secara kombinasi

dengan radioterapi. Kemoterapi, yang berisi sisplatin, dapat diberikan sebelum,

selama, atau sesudah radiasi.2

Penelitian yang dilakukan pada tahun 1997 menunjukan bawha

penggunaan kemoterapi dengan radioterapi dapat meningkatkan angkat

kemungkinan hidup dibandingan dengan penggunaan radioterapi tanpa

kemoterapi. Penelitian ini memasukan beberapa pasien dengan karsinoma yang

berdiferensiasi baik dan dugaan awal muncul apakah pemberian kemoterapi dan

radioterapi pada pasien karsinoma nasofaring dapat digunakan pada daerah

Page 21: CA Nasopharynx

24

endemik. Penelitian dari Taiwan telah mengkonfirmasi keuntungan dari jenis

pengobatan ini.2

Penelitian neoadjuvan melaporkan adanya peningkatan angka

kemungkinan hidup tanpa adanya bangkitan tumor; penelitian lain menyebutkan

tidak adanya peningkatan kemungkinan hidup. Pada penelitian prospektif acak

pada pemberian kemoterapi dilaporkan juga tidak mengalami adanya peningkatan,

baik pada angka ketahanan dan kemungkinan hidup.2

2.7.3 Stereotactic Radiotherapy

Angka rata-rata kontrol tumor dapat dicapai dengan penggunaan

radioterapi stereotaktik untuk penatalaksanaan dari tumor persisten dan rekuren

sekitar 72% selama 2 tahun dan 86% selama 3 tahun. Secara umum, pasien yang

telah diobati dengan jenis ini dan dengan adanya informasi mengenai hasil follow

up, angka kemungkinan hidup dan insidensi terjadi komplikasi telah

didokumentasikan sebelum metode ini digunakan secara luas untuk penanganan

karsinoma nasofaring.2

2.7.4 Brachytherapy

Penggunaan brachytherapy dalam penatalaksanaan dari karsinoma

nasofaring persisten dan rekurensi, sumber radiasi dimasukan langsung ke dalam

tumor. Dosis radiasi diberikan paling tinggi pada sumber tumor dan akan menurun

secara gradual ketika menjauh dari lokasi tumor primer. Metode ini akan

memungkinkan pemberian dosis radiasi terapeutik pada tumor persisten dan

rekuren di nasofaring, sedangkan jaringan normal sekitarnya mendapat dosis yang

jauh lebih rendah. Radiasi Brachytherapy juga memberikan radiasi pada jumlah

Page 22: CA Nasopharynx

25

yang berkelanjutan, hal ini menyebabkan adanya keuntungan radiobiologik

melalui radiasi eksternal terfraksi.2

2.7.5 Nasofaringektomi

Pada karsinoma nasofaring yang persisten dan rekuren yang telah meluas

ke arah rongga paranasofaringeal atau pada tumor yang terlalu besar untuk

dilakukan brachytherapy, terapi lainnya adalah pembedahan.2

Nasofaring terletak pada daerah tengah kepala. Lokasi nasofaring sulit

terlihat secara adekuat untuk mendapatkan reseksi onkologi mengenai kondisi

tumor yang berada di nasofaring serta penyebarannya. Berbagai macam

pendekatan telah digunakan untuk mendapatkan penglihatan nasofaring untuk

prosedur nasofaringektomi.2

Nasofaring dapat dicapai dari daerah inferior menggunakan pendekatan

secara transpalatal, transmaxilla, dan transservikal. Pendekatan ini berguna untuk

tumor yang terletak di daerah sentral dan posterior dinding nasofaring. Pada

beberapa tumor yang meluas, terutama pada tumor yang terletak di dinding lateral,

diseksi dari rongga paranasofaringeal sulit dilakukan dari aspek inferior dan arteri

karotid interal harus dilindungi dari prosedur ini. Pendekatan melalui anterolateral

ke nasofaring atau penggunaan pendekatan maxila juga telah digunakan untuk

prosedur nasofaringektomi. Secara umum, selama tumor persisten atau rekuren

dapat direseksi dengan batas yang jelas, hasil jangka panjang cukup memuaskan.

Kontrol aktuarial lima tahundari karsinoma nasofaring yang telah dilakukan

nasofaringektomi sekitar 65%, dan angka kemungkinan hidup selama 5 tahun

tanpa adanya kemungkinan rekuren sekitar 54%.2

Page 23: CA Nasopharynx

26

2.8 Komplikasi dan Prognosis

Penatalaksanaan yang paling efektif pada pasien dengan karsinoma

nasofaring dengan komplikasi metastasis jauh adalah penggunaan sisplatin yang

berdasarkan kombinasi kemoterapi. Penggunaan sisplatin merupakan

penatalaksanaan standar dan menghasilkan angka response 66-76%. Tujuan dari

pemberian terapi jenis ini biasanya paliatif, meskipun secara jangka panjang,

pasien yang bertahan hidup dari rekurensi telah dilaporkan. Sejumlah penelitian

fase II menggunakan agen yang lebih baru telah dilaporkan. Kombinasi intensif

memberikan respons yang lebih baik tetapi biasanya diakitkan dengan

peningkatan toksisitas.2

Tabel 2.3 Predictors of Local Failure in Nasopharyngeal Carcinoma3

Tumor categoryTumor volumeCranial nerve palsyBase-of-skull invasionParapharyngeal invasion

Pada pasien terseleksi dengan adanya metastasis terlokalisasi ke paru-paru,

reseksi dari metastasis paru dapat menyebabkan perpanjangan kontrol tumor. Pada

pasien dengan metastasis yang terlokalisasi ke arah nodus mediastinum,

penggunaan radioterapi dan kemoterapi dapat juga menghasilkan perpanjangan

kontrol tumor.2

Page 24: CA Nasopharynx

27

Tabel 2.4 Long-Term Complications of Radiotherapy3

Skin/subcutaneous fibrosisOsteoradionecrosisRadioation myelitisBrain necrosisTemporomandibular joint ankylosisHipopituitarismBone atrophy

Pemberian terapi berupa radiasi pada karsinoma nasofaring mempunyai

angka kontrol regional yang baik, angka kemungkinan hidup regional yang

dilaporkan untuk tumor stadium N0, N1 dan N2 serta N3 sekitar 90-100%, 80-

90% dan 60-80%.3

Gambar 2.6 Angka kemungkinan hidup selama 5 tahun pada ras non-hispanik/non-asia pada seluruh jenis histologi.3