bwskagchfm

8
TEORI AKUNTANSI RMK Pertemuan 13 MANAJEMEN LABA OLEH: NI MADE KUSUMA AYUNI 1315351050 (32) PROGRAM EKSTENSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

Upload: kusuma-ayuni

Post on 12-Jul-2016

214 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

TEORI AKUNTANSI

RMK Pertemuan 13

MANAJEMEN LABA

OLEH:

NI MADE KUSUMA AYUNI 1315351050 (32)

PROGRAM EKSTENSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2015

Manajemen Laba

Informasi laba sangatlah penting perannya sebagai sinyal kinerja suatu perusahaan guna

pembuatan berbagai keputusan penting oleh pengguna informasi. Oleh karena itu, lembaga

penyusun standar seperti Financial Accounting Standard Board (FASB) di Amerika Serikat dan

Dewan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia berusaha menyusun standar guna dapat

menghasilkan laporan keuangan yang mencerminkan realitas entitas bisnis tertentu. Karena

kompleksnya lingkungan bisnis yang selalu bergerak dinamis, maka akuntansi memberi peluang

bagi manajemen untuk memilih satu dari berbagai alternatif yang tersedia. Namun, karena

adanya kelonggaran yang disediakan dengan adanya fleksibilitas untuk memilih metode

akuntansi guna mengantisipasi dinamika perkembangan lingkungan bisnis itu, manajemen sering

melakukan perekayasaan laba.

Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan

keuangan. Oleh karena itu, manajemen laba dapat menambah bias dalam laporan keuangan dan

dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa

tersebut untuk pembuatan keputusan. Schipper (1989) mendefinisikan manajemen laba sebagai

upaya yang dilakukan manajemen untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi tertentu.

Selanjutnya, Scott (1997) berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang dapat memotivasi

manajer melakukan manajemen laba, yaitu sebagai berikut :

a. Rencana Bonus (Bonus scheme). Para manajer yang bekerja pada perusahaan yang

menerapkan rencana bonus akan berusaha mengatur laba yang dilaporkannya dengan

tujuan dapat memaksimalkan jumlah bonus yang akan diterimanya (Healy, 1985;

Holthhausen dkk., 1995; Gaver dan Austin, 1995).

b. Kontrak utang jangka panjang (Debt covenant). Menyatakan bahwa semakin dekat suatu

perusahaan kepada waktu pelanggaran perjanjian utang, maka para manajer cenderung

akan memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke

periode berjalan, dengan harapan dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami

pelanggaran kontrak utang (Deakin, 1979; Dhalival, 1980; Bowen dkk., 1981; Defond

dan Jiambalwo, 1994).

c. Motivasi politik (Political motivation). Menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan

dengan skala besar dan industri strategis cenderung untuk menurunkan laba guna

mengurangi tingkat visibilitasnya terutama saat periode kemakmuran tinggi. Upaya ini

dilakukan dengan harapan memperoleh kemudahan serta fasilitas dari pemerintah (Moes,

1987; Nam dan Hartono, 1996; Putra, 2000).

d. Motivasi Perpajakan (Taxation motivation). Menyatakan bahwa perpajakan merupakan

salah stu motivasi mengapa perusahaan mengurangi laba yang dilaporkan. Tujuannya

adalah agar dapat meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar (Boyton dkk, 1992).

e. Pergantian CEO (Chief Executive Officer). Biasanya CEO yang akan pension atau masa

kontraknya menjelang berakhir akan melakukan strategi memaksimalkan jumlah

pelaporan laba guna meningkatkan jumlah bonus yan akan mereka terima. Hal yang sama

akan dilakukan oleh manajer dengan kinerja yang buruk. Tujuannya adalah

menghindarkan diri dari pemecatan sehingga mereka cenderung untuk menaikkan jumlah

laba yang dilaporkan (DeAngelo, 1988; Pourciant, 1993).

f. Penawaran saham perdana (Initial public offering/IPO). Menyatakan bahwa pada awal

perusahaan menjual sahamnya kepada publik. Investasi keuangan yang dipublikasikan

dalam prospektus merupakan sumber informasi yang sangat penting. Informasi ini

penting karena dapat dimanfaatkan sebagai sinyal kepada investor potensial terkait

dengan nilai perusahaan. Guna mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh para investor

maka manajer akan berusaha untuk menaikkan jumlah laba yang dilaporkan (Nell dkk,

1995; Richardson, 1998; Sutanto, 2000; Gunanti, 2001).

Selanjutnya Scott (1997) menyatakan bahwa ada empat bentuk manajemen laba yang

dilakukan oleh para manajer, yaitu sebagai berikut :

1. Taking a bath. Akan dilakukan oleh manajer ketika kinerja buruk yang dicapai

perusahaan tidak dapat dihindari selama periode berjalan. Dalam kondisi seperti ini bila

memungkinkan, seluruh biaya yang akan dikeluarkan pada periode yang akan datang

ditambahkan dengan kerugian periode berjalan dengan harapan pada periode mendatang

diperoleh keuangan sesuai dengan harapan bonus.

2. Income minimization. Dilakukan pada saat perusahaan memperoleh keuntungan yang

tinggi, maka dilakukan minimalisasi keuntungan dengan tujuan agar tidak mendapat

sorotan pemerintah secara politis. Kebijakan ini dapat dilakukan dengan mempercepat

pembebanan biaya atau menunda pengakuan revenue.

3. Income maximization. Dengan cara ini memaksimalkan keuntungan agar dapat diperoleh

bonus yang lebih besar. Hal ini juga dilakukan oleh perusahaan yang mendekati

pelanggaran kontrak utang sehingga manajer akan berusaha untuk memaksimalkan

jumlah laba yang dilaporkan.

4. Income smoothing. Merupakan bentuk manajemen laba yang paling sering dilakukan dan

paling populer dibandingkan dengan bentuk manajemen lainnya. Dengan income

smoothing, manajer menaikkan atau menurunkan laba untuk mengurangi turun naikknya

laba yang dilaporkan sehingga perusahaan tampak stabil dan tidak memiliki risiko tinggi.

Penelitian mengenai manajemen laba sebenarnya telah banyak dilakukan terutama di

Amerika Serikat seperti :

1. Healy (1985) menyatakan bahwa penggunaan angka akuntansi dalam kontrak bonus akan

mendorong manajer untuk menyesuaikan tingkat laba agar dapat memaksimalkan jumlah

bonus yang diperoleh. Oleh karena itu, penelitian Healy ini terkait dengan pola

maksimalisasi laba, minimalisasi laba, taking a bath maupun income smoothing.

2. Jones (1991) meneliti mengenai apakah perusahaan-perusahaan yang memperoleh

keringanan impor melakukan praktik manajemen laba dengan menurunkan jumlah laba

yang dilaporkan guna memperoleh insentif perlindungan impor.

3. Frankel dan Trezervant (1994) membuktikan bahwa penurunan tarif pajak akan

memotivasi manajer untuk merekayasa laba akuntansi.

4. Defond dan Jiambalwo (1994) menguji debt equity hypothesis dengan menganalisis

tingkat akrual dari 94 perusahaan yang melanggar perjanjian utang.

5. Sweency (1994) menguji debt covenant hypothesis dengan kesimpulan yang konsisten

dengan penelitian Defond dan Jiambalwo (1994). Sweency mengevaluasi perubahan

metode akuntansi dari 130 perusahaan yang melanggar perjanjian kredit.

6. Sutanto (2000) dalam penelitiannya menguji apakah laba yang dilaporkan sebelum

mempublik menunjukkan peningkatan relatif dibandingkan dengan laba setelah

mempublik dan apakah perusahaan yang telah melakukan IPO (Intial public offering)

intensitas menggunakan discretionary accruals lebih tinggi untuk laporan keuangan yang

prospektusnya pada laporan keuangan tahunan.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa praktik manajemen laba telah

dilakukan di banyak Negara, termasuk Indonesia. Banyaknya motivasi manajer ketika

melakukan manajemen laba menimbulkan kesulitan dalam membedakan apakah motivasi

manajemeb bersifat opportunistis ataukah efisien. Ketika manajer melakukan manajemen laba,

maka kualitas laba yang dihasilkan dari proses tersebut menurun. Hal ini terjadi karena laba yang

dihasilkan diatur sedemikian rupa sesuai dengan motivasi manajer sehingga tidak mencerminkan

kinerja perusahaan yang sebenarnya. Perilaku opportunistis manajemen dapat dilakukan baik

dengan cara menaikkan jumlah laba yang dilaporkan, atau menurunkan jumlah laba yang

dilaporkan, maupun menyajikan laba yang konstan dari tahun ke tahun sesuai dengan

intertemporal choice yang dihadapi oleh para manajer.

DAFTAR PUSTAKA

Sukartha, I Made. 2007. Pengaruh Manajemen Laba Kepemilikan Manajerial dan Ukuran

Perusahaan pada Kesejahteraan Pemegang Saham Perusahaan Target Akusisi. Yogyakarta :

Universitas Gadjah Mada