burung hantu

24
1 PEDOMAN PENGEMBANGBIAKAN BURUNG HANTU, Tyto alba SEBAGAI PREDATOR TIKUS DI AREAL TANAMAN PERKEBUNAN Dok A.H.T.2 DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN DIREKTORAT BINA PERLINDUNGAN TANAMAN JAKARTA 1996

Upload: kathleen-valdez

Post on 21-Oct-2015

115 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

burung hantu

TRANSCRIPT

Page 1: Burung Hantu

1

PEDOMAN PENGEMBANGBIAKANBURUNG HANTU, Tyto alba

SEBAGAI PREDATOR TIKUS DI AREALTANAMAN PERKEBUNAN

Dok A.H.T.2

DEPARTEMEN PERTANIAN

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

DIREKTORAT BINA PERLINDUNGAN TANAMAN

JAKARTA

1996

Page 2: Burung Hantu

2

Page 3: Burung Hantu

3

KATA PENGANTAR

Pelaksanaan perlindungan tanaman perkebunan diarahkan untukmenerapkan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengendalian hayatidengan memanfaatkan agensia hayati yang berguna lebih banyakdikembangkan.

Untuk mendukung pelaksanaan pengendalian hayati di sub sektorperkebunan, maka disusunlah buku Pedoman Pengembangbiakan BurungHantu, Tyto alba sebagai Predator Tikus di Areal Tanaman Perkebunan.

Dalam penyusunan ini team penyusun telah memperoleh banyak masukandari Pusat Penelitian Kelapa Sawit yaitu Ir. A. Sipayung dari Pusat PenelitianPerkebunan Gula Indonesia yaitu Ir. H. Suhartawan, untuk ini disampaikanpenghargaan dan terima kasih atas jerih payah yang telah diberikan.

Buku Pedoman ini kami mohonkan sebagai pegangan untuk petugasperangkat perlintan dan petani mandiri dalam menanggulangi organismepengganggu tumbuhan (OPT secara hayati).

Jakarta, Juni 1996

Direktur Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan,

Ir. Basran Madry NIP. 460 009 171

Page 4: Burung Hantu

4

Halaman

KATA PENGANTAR..................................................................................3

DAFTAR ISI.................................................................................................4

I. PENDAHULUAN....................................................................................5

II. BIOLOGI BURUNG HANTU (Tyto alba).......................................7

IIl. PENGEMBANGBIAKAN BURUNG HANTU (Tyto alba).......10

IV. BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMBIAKAN BURUNG HANTU...............................22

DAFTAR ISI

Page 5: Burung Hantu

5

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1: Telur diantara kotoran dan sisa makanan...............................8

Gambar 2: Anakan menurut umur penetasan tua sampai muda,berurut berlawanan dengan putaran jarum jam....................................9

Gambar 3: T. alba sedang menangkap tikus.............................................10

Gambar 4: Sarang buatan di lapangan......................................................12

Gambar 5: Gupon untuk adaptasi lingkungan..........................................14

Gambar 6: Sketsa gupon untuk adaptasi lingkungan...............................15

Gambar 7: Gupon pemeliharaan burung hantu........................................17

Gambar 8: Sketsa konstruksi sarang buatan............................................18

Page 6: Burung Hantu

6

I. PENDAHULUAN

Salah satu hama utama pada tanaman kelapa sawit dan tebu di Indonesiayang dapat menimbulkan kerusakan adalah tikus. Umumnya tikusmengkonsumsi makanan sebanyak ± 10% dari berat badannya dan membawamakanan ke dalam sarang atau tempat persembunyiannya sebanyak 40 kalilipat setiap hari.

Pada perkebunan kelapa sawit, spesies tikus yang dijumpai menyerangtanaman adalah tikus belukar Rattus tiomanicus, tikus ladang R. exulans,tikus sawah R. argentiventer dan tikus rumah R.r. diardi. Kerusakan yangditimbulkan terhadap kelapa sawit adalah pelepah sampai titik tumbuh padatanaman muda, bunga dan buah pada tanaman yang menghasilkan. Hasilpenelitian menunjukkan, seekor tikus R. tiomanicus menghabiskan dagingbuah kelapa sawit sebanyak 5,94 s/d 13,70 g daging buah per hari danmembawa “brondolan” (buah lepas matang) ke dalam tumpukan pelepah 30sampai 40 kali lipat dari konsumsinya. Populasi tikus dalam perkebunankelapa sawit berkisar antara 183 - 537 ekor per ha dan berfluktuasi sangatlambat. Dengan demikian kehilangan minyak sawit mentah. (MSM = CrudePalm Oil) minimal antara 827,96 s/d 962,38 kg/ha/ tahun, tidak termasuk“brondolan” yang tidak terpungut akibat dibawa oleh tikus ke dalam tempatpersembunyiannya. Selain itu, tandan buah yang luka akibat keratan tikusdapat memacu meningkatkan asam lemak bebas minyak sawit. Pada daerahpengembangan baru perkebunan kelapa sawit tertentu, kematian tanamanyang baru ditanam dapat mencapai 20 - 30%.

Serangan tikus terhadap tanaman tebu umumnya terjadi setelah panentanaman padi di sekitarnya. Populasi tikus akan berpindah dari tanamanpangan ke perkebunan tebu. Jenis tikus yang menyerang tanaman tebu antaralain tikus wirog Bandicota indica, tikus sawah R. argentiventer, tikus ladangR. exulans. Tikus mengerat batang tebu diantara buku-buku, dan keratanyang dalam akan mengakibatkan kepatahan. Kerusakan yang demikian akanmengakibatkan penurunan rendemen gula. Eksplosi tikus yang terjadi padatanaman tebu menyebabkan kerusakan tanaman tebu seluas 14.600 Ha.(Bordijono 1965 & 1973).

Page 7: Burung Hantu

7

Strategi pengendalian yang digunakan mengacu pada prinsip pengendalianhama terpadu (PHT). Pengendalian hama tikus dapat dilakukan dengan caramekanis, kimiawi, perburuan atau biologis dengan menggunakan musuhalami. Salah satu musuh alami yang akhir-akhir ini diketahui efektif untukpengendalian tikus adalah burung hantu (Tyto alba).

II. BIOLOGI BURUNG HANTU (Tyto alba)

Diketahui bahwa terdapat banyak jenis burung hantu di indonesia darigenus Tyto alba, Buba, Strix dll. Semua burung yang tergolong burung hantu,aktif pada malam hari dan setiap spesies menghasilkan bunyi yang spesifik.Keaktifan pada malam hari dengan bunyi yang menimbulkan kesanmenakutkan, diduga sebagai alasan menjuluki jenis burung ini sebagai“burung hantu”. Sesungguhnya, banyak diantaranya yang sangat bergunauntuk membantu kehidupan manusia. Salah satu spesies yang diketahuimempunyai makanan yang spesifik tikus adalah burung uhu gereja Tyto alba(Ayes, Tytonidae).

Dari hasil survei yang dilakukan terhadap keberadaan burung ini diSumatera Utara dapat diketahui bahwa burung ini dapat dijumpai disemuaperkebunan kelapa sawit tradisional, akan tetapi populasinya sangat rendah,bervariasi dari satu kawasan dengan kawasan lainnya tergantung kepadajumlah bangunan yang dapat digunakan sebagai tempat bersarang. Merekabersarang pada bangunan yang tidak dihuni oleh manusia sepanjang waktuseperti gudang, kantor, laboratorium, mesjid, gereja, pesanggrahan, gedungsekolahan dll yang umumnya mempunyai plafon.

Tidak seperti burung pada umumnya, T. alba tidak melengkapi sarangdengan serasah atau bahan-bahan lain. Mereka meletakkan telur langsungdiatas plafon. Segera setelah telur pertama dihasilkan, burung betina langsungmengeraminya dan sambil mengeram mereka menghasilkan telur selang satuhari.

Page 8: Burung Hantu

8

Seekor burung betina mulai bertelur pada umur 8 bulan dengan jumlahtelur 12-14 butir, tergantung kepada ketersediaan makanan. Periode bertelurberkisar antara 1-3 kali dalam setahun, umumnya adalah dua kali. Telurberwarna putih kotor dengan berat ± 20 g per butir. Pengamatan dalam sarangbuatan (“gupon”) rata-rata jumlah telur di sekitar perkebunan kelapa sawitadalah 5 (lima) butir dengan rata-rata penetasan 53%. Penetasan terjadi setelahmasa pengeraman ± 28 hari dan secara berurutan sebagaimana telurdihasilkan. Telur yang pertama dihasilkan akan menetas terlebih dahulu danpenetasan telur berikutnya selang satu hari.

Gambar 1 : Telur diantara kotoran dan sisa makanan.

Page 9: Burung Hantu

9

Seekor burung dewasa dalam kurungan berukuran 4 m x 4 m x 5 m mampumengkonsumsi tikus R. tiomanicus hingga 5 (lima) ekor dan membunuh tikushingga 9 (sembilan) ekor per malam, meskipun tidak mengkonsumsi seluruhtubuh tikus. Dengan kata lain, T. alba mempunyai daya predasi yang lebihbesar dibandingkan dengan daya konsumsinya. Tikus-tikus yang matimengering utuh didalam sarang membuktikan hal ini.

Burung dewasa hinggap pada dahan-dahan, tunggul kayu di malam harisambil mengintai mangsanya. Dengan sedikit gerakan, mereka telah dapatmengidentifikasi mangsanya dan segera menyambarnya dengan menggunakankaki. Mereka mencengkeram dengan jari-jari yang kuat yang makin lamamakin sempit sehingga mangsanya akan mati secara perlahan-lahan.

Gambar 2 : Anakan menurut umur penetasan, tua sampai muda,berurut berlawanan dengan putaran jarum jam.

Page 10: Burung Hantu

10

Segera setelah mati, tubuh tikus dipotong-potong dengan paruh yang sangattajam, mula-mula kepala dan biasanya dipotong hingga 3-4 potong danlangsung ditelan. Bahan padatan dari mangsanya akan dikeluarkan melaluimulut berupa pellet, tulang-tulang dan bulu tikus. Sedangkan kotoran yangdikeluarkan melalui anus hanya berupa cairan berwarna putih bercampurkekuningan.

III. PENGEMBANGBIAKAN BURUNG HANTU (Tyto alba)

Tyto alba mungkin merupakan salah satu spesies burung yang mempunyaipenyebaran yang sangat luas dimuka bumi ini. Mereka menyebar luas mulaidari benua Amerika, Afrika, Asia dan Australia di daerah tropis maupun subtropis kecuali daerah gurun dan daerah kutub.

Gambar 3. T. alba sedang mencengkeram tikus

Page 11: Burung Hantu

11

Di Indonesia, burung ini dapat dijumpai keberadaannya di Pulau Jawadan Sumatera. Dalam kurun waktu lima tahun belakangan ini, T. alba telahdisebarkan ke hampir seluruh Nusantara terutama ke Kalimantan, Sulawesidan Irian Jaya oleh pemerintah maupun swasta yang bersumber dari Marihat.

Sebagaimana telah dikemukakan, populasi burung ini tergolong rendahdi Indonesia. Sebab utama adalah ketidaktersediaan tempat bersarang atauberbiak dan mungkin juga karena keterbatasan makanan di kawasan-kawasantertentu. Untuk meningkatkan populasi burung ini perlu dilakukan tindakan-tindakan tertentu berupa penyediaan fasilitas tempat berbiak yang sesuai.Untuk maksud tersebut Pusat Penelitian Marihat, sekarang Pusat PenelitianKelapa Sawit telah melakukan penelitian sejak tahun 1987.

Akan tetapi sebelum usaha pengembangbiakan dilakukan, perlu terlebihdahulu diketahui keberadaan burung ini di dalam kawasan dimana akandikembangbiakkan Untuk mengetahui keberadaannya dapat dilakukandengan:

1. mendengarkan teriakan-teriakan pada malam hari.

2. mencari “pellet” di sekitar bangunan-bangunan atau tempat yang didugasebagai tempat bertengger.

3. mencari tempat bersarang di plafon bangunan yang diperkirakan ditempatioleh burung.

Jika dikawasan tersebut dijumpai kehadiran burung, perlu dibuat sarang-sarang seperti gambar di bawah ini.

Page 12: Burung Hantu

12

Untuk kawasan, dimana tidak dijumpai keberadaan burung ini, perludilakukan introduksi dari daerah-daerah lain.

Gambar 4. Sarang buatan di lapangan.

Page 13: Burung Hantu

13

Upaya yang dilakukan dalam pengembangbiakan burung hantu untukkawasan tidak dijumpai keberadaan burung ini adalah sebagai berikut:

Sarang AdaptasiSepasang burung muda yang baru di peroleh dari daerah lain hendaknya

ditempatkan di lokasi (kebun) yang cocok yaitu:

- Berdekatan dengan areal terserang tikus.- Gupon dipasang dibawah/berdekatan dengan pohon yang cukup besar danrindang.- Gupon tidak berdekatan dengan lampu maupun keramaian penduduk/anak-anak.

Gupon dipasang setinggi 4-5 m dan di depan pintu gupon dipasang sangkarkasa berukuran lebar 1,5 x 1,0 m tinggi 2 m atau lebih (gambar 5) dankonstruksinya pada gambar 6. Ukuran gupon ± panjang 0,75 m, lebar 0,5 m,tinggi 60 cm. Pada tiang gupon dipasang seng pengaman dan pada alas gupondilapisi selasah (daun-daun kering) sekedarnya. Burung dimasukkan kedalamgupon melalui pintu samping, sedang pintu yang menghadap sangkar selaluterbuka. Tempat minum juga disediakan di dalam gupon. Setiap haridisediakan makanan berupa tikus sawah atau mencit. Tergantung besarnyatikus, tiap burung memerlukan 2 - 4 tikus/hari. Di bawah sangkar ditempatkantong yang dipotong 1/4 bagian untuk tempat beberapa ekor tikus hidup. Tikusselalu tersedia dalam tong untuk pengikat agar apabila sangkar telah dilepasburung mau kembali ke dalam gupon (gambar 7). Setelah ± 1 bulan, sangkardilepas dari gupon dan burung dibiarkan hidup bebas di alam. Pada hari-haribiasa burung biasanya tidak tinggal dalam gupon tetapi di pohon-pohon besardi sekitar gupon. Pada saat bertelur, burung akan kembali ke gupon dan akantinggal dalam gupon sampai anaknya cukup besar. Setelah sangkar adaptasidilepas gupon perlu diperiksa setiap bulan untuk memeriksa ada tidaknyatelur. Makanan cukup disediakan dalam tong, dan diganti apabila ada yangdimakan.

Page 14: Burung Hantu

14

Gambar 5 : Gupon untuk adaptasi lingkungan

A : GuponB : Sangkar yang dapat dilepas dari gupon

Page 15: Burung Hantu

15

A. GuponB. Sangkar yang dapat dilepas dari gupon

Gambar 6 : Sketsa Gupon untuk adaptasi lingkungan

Page 16: Burung Hantu

16

Pemeliharaan burung muda

Sampai burung muda cukup besar ± 3 bulan, makanan masih dicukupi(disuapi) oleh induknya. Agar kita dapat memindahkan burung muda ketempatyang kita kehendaki, sebelum dapat terbang (± 1,5 bulan) anak burungdipindahkan ke gupon khusus (gambar 8 Satu sisi gupon berupa jeruji/pilarkayu untuk memudahkan induk menyuapi anaknya. Panjang gupon ± 1 mtinggi 50 cm lebar 60 cm dapat menampung 6 burung. Kedalam sangkarjuga disediakan tempat minum.

Setelah burung berumur ± 3 bulan dapat dipindahkan ke daerah lain yangkita kehendaki. Di alam tampaknya hidup dengan pasangan-pasangan tertentuoleh karena itu seyogyanya dipasangkan dengan burung yang berasal darikelompok telurnya. Burung betina dapat dibedakan dari yang jantan padawarna bulu pada dada. Yang betina warna coklatnya lebih gelap. Tergantungdari tersedianya makanan di alam, seekor betina dapat bertelur antara 6 sampai8 butir/periode Antara telur yang satu dengan yang lain jarak penelurannyacukup panjang, sehingga dari satu kelompok telur, anak yang dihasilkannyaumurnya sangat bervariasi.

Sebelum dipindah kedaerah lain, kakinya diberi tanda, misalnya dengantulisan “Satwa Lindung Perkebunan” agar apabila ditangkap orang dapatdikembalikan.

Page 17: Burung Hantu

17

A. Gupon tempat induk bertelur dan mengeramB. Gupon tempat anak burung umur 1,5 bulanC. Tong untuk tempat tikus

Gambar 7 : Gupon pemeliharaan burung hantu

Page 18: Burung Hantu

18

Gambar 8: Konstruksi sarang buatan

Page 19: Burung Hantu

19

Page 20: Burung Hantu

20

Page 21: Burung Hantu

21

Bagian Samping (kiri dan kanan)

Page 22: Burung Hantu

22

IV. BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMBIAKAN BURUNG HANTU.

Tidaklah mudah, burung mau menempati sarang buatan yang dibuat. Padakawasan, dimana akan dikembangkan populasi bururrg dan dikawasantersebut telah diketahui keberadaannya, dapat dilakukan upaya sebagai berikut

- Cari anakan dari suatu tempat dan tempatkan dalam satu kurungan(40 cm x 40 cm x 50 cm). Tempatkan anakan tersebut dibawah sarangbuatan yang telah didirikan. Bunyi anakan tersebut pada malam hari akanmengundang burung dewasa untuk menghinggapi sarang buatan yangdibuat. Dengan demikian, burung akan mengenali dan menempati sarangyang dibuat.

- Bila diketahui ada bangunan yang telah dihuni oleh burung, pasang sarangbuatan sebanyak 4-5 buah dengan jarak ± 500 m dari bangunan dandemikian juga jarak satu dengan lainnya.

Anakan yang dewasa yang dihasilkan dari bangunan tersebut akan mencaritempat untuk bersarang. Umumnya anakan yang dihasilkan didalam sarangbuatan akan mencari tempat bersarang juga di sarang buatan. Oleh sebab itu,jika kita ketahui suatu sarang telah ditempati dan telah ada anakan, harusdisediakan tambahan sarang 2-3 buah dengan jarak 500 - 600 m dari sarangpertama.

Jika dilakukan introduksi ke kawasan yang belum dijumpai kehadiranburung, dianjurkan untuk membuat lebih banyak sarang buatan. Jarang terjadi,sarang buatan yang kita dirikan langsung ditempati oleh burung yang barudilepaskan, meskipun mereka masih tetap berada dalam kawasan yang kitalepaskan. Mereka akan hinggap di pohon-pohon yang mempunyai tajuk yanglebat. Ketika betina akan bertelur mereka mulai mencari sarang. Dianjurkanuntuk mendirikan sarang buatan sebanyak 4 - 5 buah untuk setiap pasangyang kita lepaskan.

Page 23: Burung Hantu

23

Apabila dari suatu kawasan populasi burung telah banyak dan inginmengintroduksi ke daerah lain, kita harus menyapih anakan yang telah lengkapbulunya akan tetapi belum mampu untuk terbang. Sementara waktu dipeliharadalam kurungan besar dan perlu disuapi dengan potongan-potongan dagingtikus.

Burung hantu memangsa tikus tidak hanya pada tanaman tebu, tetapi jugapada tanaman padi, palawija, tanaman pekarangan dan lain-lain. Keberhasilanpembiakan dan pengembangannya sangat ditentukan oleh kepedulianperhatian serta campur tangan manusia di lingkungannya. Oleh karena itudiperlukan kerja sama yang baik antara instansi terkait dengan kelompoktani serta masyarakat setempat. Penyuluhan secara intensif, integral dan terusmenerus perlu dilakukan sampai petani dan masyarakat setempat menyadarimanfaat keberadaan burung hantu.

Page 24: Burung Hantu

24

Direktorat Jenderal Perkebunan

1. Ir. Siti Nuraini, MSc.

2. Ir. Sri Widyaningsih

3. Ir. Riyatno, MS.

Pusat Penelitian Kelapa Sawit

1. Ir. A. Sipayung

Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia

1. Ir. H. Suhartawan.

TIM PENYUSUN