4 tahun tinggal di rumah hantu

39
4 TAHUN TINGGAL DI RUMAH HANTU SAMBUNGAN 1 Tempat tinggal kami dulu termasuk dalam kawasan yang sepi, terutama pada malam hari. Memang tidak begitu jauh dari keramaian kota Depok, merupakan salah satu propinsi di Jawa barat. Konon orang bilang Depok adalah tempat Jin buang anak, namun nggak ada sedikitpun ane mempercayai perihal Jin buang anak dalam cerita-cerita orang. Untuk mencapai rumah kami tersebut masih harus menggunakan Jasa tukang Ojek atau naik motor sendiri, karena belum ada angkot yang melewati daerah kami. Jarak dari Jalan raya Bogor ke dalam memang masih jauh, ada beberapa kilometer. Bila agan naik motor, maka akan dengan leluasa melihat keindahan di sepanjang jalan, melewati dua buah tanjakan yang terasa curam. Di Tanjakan ke dua inilah tempat ane dan anak istri bernaung beberapa tahun lamanya. Rumah dengan kiri kanan kesunyian. Sebelah kanan hamparan sawah dari lapangan Golf yang belum digunakan oleh perusahaan, sehingga digarap oleh penduduk sekitar. Lengkap dengan jurang terjal dan empang yang bila dilihat seksama lebih menyerupai telaga, apalagi bila malam, tampak hitam pekat.

Upload: afif-muzaki-ahsan

Post on 27-Dec-2015

947 views

Category:

Documents


554 download

DESCRIPTION

zae

TRANSCRIPT

Page 1: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

4 TAHUN TINGGAL DI RUMAH HANTU

SAMBUNGAN 1

Tempat tinggal kami dulu termasuk dalam kawasan yang sepi, terutama pada malam hari.

Memang tidak begitu jauh dari keramaian kota Depok, merupakan salah satu propinsi di Jawa

barat. Konon orang bilang Depok adalah tempat Jin buang anak, namun nggak ada sedikitpun

ane mempercayai perihal Jin buang anak dalam cerita-cerita orang.

Untuk mencapai rumah kami tersebut masih harus menggunakan Jasa tukang Ojek atau naik

motor sendiri, karena belum ada angkot yang melewati daerah kami. Jarak dari Jalan raya Bogor

ke dalam memang masih jauh, ada beberapa kilometer. Bila agan naik motor, maka akan dengan

leluasa melihat keindahan di sepanjang jalan, melewati dua buah tanjakan yang terasa curam. Di

Tanjakan ke dua inilah tempat ane dan anak istri bernaung beberapa tahun lamanya. Rumah

dengan kiri kanan kesunyian. Sebelah kanan hamparan sawah dari lapangan Golf yang belum

digunakan oleh perusahaan, sehingga digarap oleh penduduk sekitar. Lengkap dengan jurang

terjal dan empang yang bila dilihat seksama lebih menyerupai telaga, apalagi bila malam, tampak

hitam pekat.

Username: himbol Password: m1LRRBpM
Page 2: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

Di sisi depan dan kiri tempat kami terdapat sebuah tanah kosong. persis di kiri penuh belukar

yang semula digunakan sebagai lapangan bulu tangkis yang akhirnya dibiarkan mati begitu saja

menjadi rimbunan rumput ilalang. Bila malam hari agan melewati jalanan di depan rumah kami,

pasti akan tergerak untuk melihat kesunyian yang mendirikan bulu roma, yang hanya terdengar

desau angin dan gesekan rumput ilalang.

Tepat di rumah kami ini, jangan harap agan mendapatkan penerangan jalan dari rumah kami.

Meskipun ada beberapa stop kontak dan bekas lampu penerang di depan rumah, tapi tidak pernah

lagi kami nyalakan. Mungkin orang akan berpendapat betapa pelitnya kami sampai lampu jalan

atau minimal lampu depan rumah saja nggak dinyalakan. Itu mungkin pendapat orang yang baru

lewat. Mungkin. Tapi bagi penduduk sekitar kampung kami tentunya tidak asing lagi dengan hal

gelapnya depan rumah kami. Sengaja kami tidak menyalakan lampu depan rumah karena kami

sudah merasa bosan untuk menyalakannya. Kenapa Bosan? Kelak agan akan mengetahui dengan

sendirinya nanti.

Rumah ini kami tinggali sejak beberapa tahun yang lalu. Ane bangga menempati rumah dengan

desain yang artistik dan terletak di tanah yang cukup tinggi dibanding tanah sekitar, sehingga

jika dilihat dari bawah tanjakan, akan nampak seperti Villa di atas bukit.

Rumah ini kami beli dari seorang pensiunan Kolonel Tentara yang pindah karena sesuatu hal.

Hari pertama kami menempati rumah ini, seperti lazimnya orang pindahan kami melakukan

selamatan dengan mengundang beberapa tetangga. Malamnya kami lewatkan dengan tidur yang

pulas karena suasana sekitar rumah memang asri dengan hawa dingin menyejukkan dibawa oleh

angin dari padang golf.

Beberapa hari lamanya tinggal di sini tak ada kejadian yang aneh, sampai pada suatu pagi Ane

mendapati rokok filter yang baru saja ane beli, hilang secara misterius. Sebungkus rokok itu baru

ane hisap satu batang, lainnya masih utuh. Itulah awal mula keanehan yang kami dapatkan.

Kalau hilangnya bukan didepan mata ane sendiri, mungkin ane nggak peduli. Toh hanya

sebungkus rokok, apa artinya sebungkus rokok yang hilang. Tapi yang membuat Ane penasaran

adalah bahwa rokok itu hilang di depan mata ane sendiri, di mana nggak ada seorangpun yang

lewat atau pernah bergabung beberapa waktu sebelumnya di sini. Ane anggap hilang begitu saja,

dan melupakan kejadian itu, dua hari kemudian Ane dikejutkan dengan kemunculan kembali

rokok ane yang hilang tepat di tempat semula. Rokok itu masih utuh, tepat kurang satu batang

karena sudah ane hisap sebelumnya. Ane tanya pembantu ane, apakah dia yang sengaja berbuat

begitu untuk mengerjai atau menakuti ane, nyatanya bukan dan pembantu ini juga merasa takjub

bercampur ketakutan. Lagi-lagi ane anggap bahwa kejadian yang saya alami ini hanyalah

kebetulan atau ane yang salah lihat.

Ane punya anak kecil, laki-laki yang berusia 1,5 tahun waktu kami baru menempati rumah ini.

Nggak ada lain dan bukan, yang dikerjakan anak ane ini nangis tiap hari. Bagi ane mendengar

tangis bayi terus-menerus adalah hal yang biasa. Tapi kalau tangis itu berkepanjangan dan tak

henti-hentinya, tentulah jadi masalah juga bagi kami.

Kami sengaja memberikan pengasuh khusus pada bayi Kami ini, seorang ibu paruh baya yang

cukup rajin dalam mengerjakan sesuatu. Ibu ini sangat tanggap pada apa yang harus dia kerjakan

tanpa kami menyuruhnya. Dia mulai bekerja setelah pembantu yang pertama pulang tanpa sebab

Page 3: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

musabab yang jelas. Kehadiran ibu ini ditengah-tengah kami adalah hal yang istimewa, di mana

kami menganggap dia sebagai ibu kami sendiri. Di saat-saat kami mulai dicekam rasa penasaran

dan ketakutan dengan kejadian demi kejadian aneh, keberadaan seseorang yang lebih tua dari

usia kami adalah anugerah, minimal kami merasa nyaman, terutama dari hal-hal yang aneh.

Sikecil pun mulai berkurang tangisannya. Kami lalui hari-hari dengan tenang dan menyenangkan

sampai pada suatu saat kami kedatangan orang tua kami.

Tanpa kami sangka-sangka, si Ibu pengasuh bayi ini secara tiba-tiba mengajukan berhenti dari

pekerjaannya dengan mendadak. Nggak ada rayuan atau apapun yang dapat mencegah

keinginannya untuk berhenti dari kerja di rumah ini. Kamipun tidak dapat berbuat apa-apa selain

dari mengikhlaskan kepergian pembantu kami yang bijak ini, walaupun dengan kecamuk

pertanyaan yang tidak terpecahkan saat itu. Baru bertahun-tahun kemudian pertanyaan itu

terjawab kenapa si Ibu pembantu ini minta berhenti mendadak. Ternyata kami telah dikelabui

oleh kekuatan jahat yang akan kami ceritakan lagi nanti, pada bagian akhir kisah ini.

Akhirnya kami mendapatkan lagi pembantu, yang masih belia, namanya Ratih. Berusia sekitar

18tahunan. Terlalu muda untuk ukuran pembantu yang diharapkan dapat mengerjakan segala

sesuatunya. Bila pembantu yang lama kami dapat lebih tenang karena faktor usia yang cukup,

tapi dengan pembantu yang baru ini kami tidak begitu mengharapkan perubahan yang berarti.

Yang penting istri ane nggak terlalu repot lagi. Walaupun masih muda, lama-lama Ratih dapat

menyesuaikan juga dengan keadaan di rumah kami. Tapi itu tidak berlangsung lama. Baru

sepuluh hari kerja, Ratih sudah meminta berhenti. ―Saya mau berhenti saja Pak, orang tua Saya

menyuruh Saya pulang‖ Demikian kalimat yang diucapkan Ratih saat meminta ijin berhenti dari

kami, dengan sorot mata yang ketakutan. ―Bukankah mbak Ratih sudah berjanji akan berkerja di

tempat kami minimal 2bulan biar kami dapat mencari penggantinya dulu..?‖ kata Ane

mengingatkan akan janji Ratih pada saat kami terima kerja dulu. Ratihpun tidak bisa mengelak,

dia surut juga. Memang kami dulu membuat kesepakatan dengan Ratih bahwa minimal kerja di

rumah kami selama dua bulan, dan jika mau berhenti harus memberi tahu paling tidak satu bulan

sebelumnya agar kami dapat mencari penggantinya sesegera mungkin. Hal itu kami lakukan

karena belajar dari pengalaman pertama dengan pembantu kami yang dulu. Perihal alasan Ratih

untuk pulang kampung pun ane fikir hanya akal-akalan saja.

Kami lega dan menganggap sudah selesai wacana Ratih untuk pulang kampung. Tapi hari-hari

berkutnya setelah Ratih meminta berhenti itu jadi terasa kaku, dia lebih banyak diam. Istriku

sering ke kamar Ratih untuk sekedar menghibur Ratih agar kerasan. Kamarnyapun kami pasangi

Tivi sendiri agar betah. Kamar Ratih adalah kamar yang dulu ditempati pembantu kami yang

pertama. Letaknya agak jauh dari kamar kami, kamar utama yang ukurannya lebih besar, terletak

paling belakang di bagian rumah. Dari kamar kami ini dapat melihat langsung ke pemandangan

belakang rumah yang banyak ditumbuhi pohon pisang dan petai cina melalui jendela kamar. Dari

slot jendela yang sudah berkarat, pertanda bahwa jendela ini sangat jarang dibuka. Baru setelah

kami tempati, jendela ini difungsikan lagi.

Hari itu hari minggu, hari libur untuk ane setelah seminggu bekerja. Ane bolak-balik dari rumah

ke tempat kerja di Bogor. Kebetulan supersibuk sehingga hari liburpun kadang-kadang tidak lagi

menjadi hari libur. Saya tetap harus mengerjakan tugas-tugas di luar rumah. Karena hari minggu

ini nggak ada tugas yang mengharuskan ane keluar rumah, Saya bersama istri dan anak ane yang

saat ini sudah berusia 2 tahun menyempatkan jalan-jalan ke Mall sambil menikmati

Page 4: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

kebersamaan. Memang kami jarang mendapatkan suasana begini. Petangnya, kami kembali ke

rumah. Sampai di rumah pas magrib. Keadaan rumah sepi, lampu-lampu dalam rumah sudah

menyala terang.

―Ratih..‖ ―Ratih..!‖ Teriak istri ane memanggil Ratih, kalau-kalau ketiduran. nggak ada sahutan

dari dalam rumah. ane pun gedor-gedor rumah, tetap nggak ada reaksi,padahal biasanya nggak

begini. Biasanya Ratih akan langsung membukakan pintu saat kami baru nyampai di rumah.

Lama pintu tidak dibukakan, juga nggak ada tanda-tanda kalau Ratih masih melek. Mungkin

Ratih memang tertidur di kamarnya. Tapi kamarnya kan dekat dari ruang tamu, bahkan terletak

persis garis lurus dari pintu utama, jadi mustahil jika dengan panggilan segitu kerasnya Ratih

tetap tidak bangun-bangun juga. Ane ngecek pintu, ternyata nggak dikunci, hanya ditutup dengan

pengait slot yang sebenarnya bisa dibuka dari luar, dengan cara menariknya dari lubang jendela

samping pintu. Ane menjulurkan lengan dan berusaha meraih slot yang menahan pintu untuk

agar dapat dibuka. Alhamdulillah. Pintu dapat terbuka dengan sendirinya. Kamipun masuk

dengan menahan gondok dan kesal.

SAMBUNGAN 2

Kami memasuki rumah. Kamar Ratih kelihatan gelap, lampunya nggak dinyalakan. Ane melihat

sosok tubuh Ratih yang diam kaku, sama sekali nggak terusik dengan kehadiran kami. ―Sakitkah

dia?‖ fikir ane. Tetap dengan keadaannya yang diam kaku, pintu yang sedikit menganga kami

buka lebar. Istriku bertanya ―Kenapa kamu diam saja? Dari tadi kami panggil-panggil, kamu

kenapa diam saja?‖ Tidak ada respon, Ratih tetap diam dengan sebagian rambut panjangnya

menutupi muka. Muka Ratih nyaris tidak kelihatan, hanya dagunya saja yang kelihatan sangat

pucat. Dia bangkit dan terduduk dengan memeluk sebelah kakinya di atas Ranjang. Anak bayiku

menangis tiba-tiba. Mungkin karena kesal merasa dicueki, istriku berteriak. ―Kamu kenapa diam

saja? Apa yang kamu lakukan?!‖

Ratih diam saja, namun tiba-tiba dia menangis dengan suara lantang, lebih menyerupai jeritan.

Huah……….ckhdggrkhhh….!! Saya nggak mau tahu urusanmu…! Saya mau bebas..!‖ Suara itu

terdengar sangat keras melengking, memecah kesunyian petang.

―Saya tidak peduli…..!‖ ―Hi hi hi hi hi hi hi…. Hi hi hi hi….‖ Suara lantang itu berubah menjadi

suara tawa. Ya, suara tertawa yang sangat mengerikan. Bulu kuduk ane langsung berdiri,

merinding! Istri ane diam saja, mungkin schok dengan jawaban yang baru saja ia terima. Tapi

Page 5: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

ane mengkap hal yang aneh. Dari pertama kedatangan kami, dan apalagi dengan suara tangis

yang tiba-tiba berubah menjadi suara tertawa melengking yang menakutkan. Ane tarik tubuh istri

untuk menjauhi tubuh Ratih. Suara tertawa masih melengking-lengking, berpadu dengan tangis

anak ane yang makin keras. ―Ma, tunggu di sini sebentar. Saya keluar‖ Kata ane, lengsung

berlari menuruni tanjakan.

Ane langsung menuju ke tempat pemancingan, di sana ada satu ruangan yang memang

digunakan sebagai tempat istirahat pegawai pemancingan sekaligus tempat biasa ane nongkrong.

Ada 6 orang bergerombol membentuk lingkaran, mereka sedang main domino. Kaget melihat

kedatangan ane yang mendadak. ―Ada apa ya Pak?‖ Tanya Pak Narto yang lagi main domino.

Pak Narto ini sehari-hari sebagai pegawai pemancingan yang cukup akrab dengan ane, karena

sebelum kami menempati rumah ini pun ane sudah mengenalnya. Setelah ane jelaskan hal

kejadian yang baru saja kami alami, semua orang yang ada di pemancingan langsung berlari

menghambur ke rumah ane, Istri ane masih ketakutan tapi berusaha menenangkan diri, memeluk

sikecil. Orang-orang tercekat melihat pemandangan dihadapannya. Ratih dengan rambut yang

masih riap-riapan menutupi mukanya, berputar-putar di atas ranjang, tidak menempel kasur! Ya,

Ratih melayang-layang dengan suara tangis dan tawa yang bergantian, memekakkan telinga.

Salah satu orang dari kelima rombongan langsung inisiatif memanggil orang pintar, agak jauh

dari rumah.

Sementara kami tercengang dengan kejadian terbangnya Ratih, tanpa fakir panjang ane dengan

Pak Narto dan Mul memegang tubuh Ratih dan menempelkannya ke ranjang. Ane membaca doa-

doa dengan suara keras, dan Ratih kelihatan agak melunak. Dua orang memegangi kaki Ratih.

―Saya tidak mau anak ini tinggal di sinii!!‖ teriakan panjang kembali terucap dari bibir Ratih.

Saya yakin itu bukan suara Ratih yang biasanya. ―Siapa kamu?‖ Saya berteriak tak kalah

kencang. ―Saya Kuntilanak..!!!‖ teriak bibir Ratih yang sudah berubah putih pucat, Ane

tercengang, bergidik. Kaki dan tangan terasa dingin banged. Ane lepasin pegangan pada tubuh

Ratih, sambil membaca ayat Al fatihah! Dengan nanar Ratih memandang kearah Saya dan

berucap. ―Ha ha ha aha ha… baca aja terus..!‖ Ane terdiam. Istri ane sudah mulai tenang,

mungkin sudah menyadari apa yang sudah terjadi dihadapannya. Dia membaca ayat kursi, orang-

orang ikut membaca ayat kursi, tapi Ratih semakin lantang tertawa. ―Jangan baca ayat kursi,

baca surat Yasin!‖ Istrikupun langsung membaca Surat Yasin, namun belum selesai istri ane

membaca surat Yasin, si Ratih sudah berubah kembali menjadi Kuntilanak dan berteriak ―jangan

begitu bacanya.. kamu Salah!! Ambil Alqur an, bacakan Yasin secara benar..!‖

Bersamaan dengan itu Paranormal atau orang pintar yang dipanggil Mul datang. Paranormal

langsung melakukan Sholat di ruang tamu, dan istri ane mengambil alqur an. Membacanya

dengan terburu-buru karena mulut Ratih tetap meracau tidak karuan….

Page 6: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

SAMBUNGAN 3

Paranormal melakukan sholat berulang-ulang hingga akhirnya Ratih bisa kembali sadar. Malam

itu kami nggak berani tidur, sepanjang malam ane jagain pintu kamar karena istri ane ketakutan.

Paginya mbah Gimar/nama paranormal itu datang dan menjelaskan pada kami bahwa si Ratih

harus dipulangkan hari itu juga karena ternyata Ratih termasuk gadis Bau lawean, konon gadis

bau lawean akan selalu dirasuki setan atau arwah penasaran, terutama jika tinggal di tempat

angker.

Sebenarnya ane dan istri sudah nggak kuat berlama-lama tinggal di rumah ini, apalagi kondisi si

kecil yang selalu nangis terus tanpa sebab yang jelas. Tapi apa mau dikata, ane bukan orang kaya

yang bisa pindah-pindah rumah kapanpun dia mau. kami tetap bertahan. kejadian demi kejadian

kecil terus kami alami, termasuk sumur pompa yang selalu mati. sudah berpuluh kali

didatangkan ahli sumur tetap saja begitu. dan bisa mengalir normal setelah kami sediakan sajen

bubur merah bubur putih atas saran sesorang yang kami anggap ―mengerti‖

Page 7: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

Hari berganti hari, kami seolah melupakan kengerian yang sering kami alami. karena saking

terbiasanya kami menjadi kebal akan gangguan ―mereka‖ dan sadar bahwa memang ada hantu di

rumah kami. kami nggak heran bila agan main ke rumah kami, meskipun siang hari, tiba-tiba lari

terbirit-birit karena melihat ―sesuatu‖. kebanyakan sih bentuk kuntilanak dan pocongkkkkkkkkk

yang selalu berdiri di atas tangga untuk ke lantai atas.

Pernah suatu ketika ane menonton siaran TV di malam hari, padahal kondisi sedang mengantuk

tapi ane nggak mau tidur karena takut mimpi buruk. Memang posisi TV di ruang tengah,

sedangkan anak istri tidur di kamar. jadi ane seorang diri menonton tivi. mungkin saking

lelahnya ane tertidur dan nggak ingat apa-apa, tahu-tahu terbangun dan di hadapan ane sudah

berdiri pucat, sosok pocongkkkkkkkkk yang tergantung di bawah tangga, persis di depan ane

nonton TV.

Pada bulan ke sebelas kami menempati rumah ini, tepatnya seminggu pada bulan ramadhan, ane

browsing di depan monitor sambil menunggu waktu sahur tiba. seperti ada kekuatan yang

menarik leher ane untuk membalikkan tubuh menengok ke belakang. Ane terperanjat, hampir

tidak percaya dengan yang ane lihat. keramik di depan kamar ane bergerak-gerak membentuk

gelombang. Seolah ada sesuatu yang hendak keluar dari bawah lantai keramik. dengan

memberanikan diri, ane datangi keramik yang masih bergerak-gerak itu lalu ane tepuk dengan

telapak tangan dan terhenti.

Siangnya ane cerita ke tetangga dan atas saran tetangga didatangkanlah seorang juru kematian

yang biasa dipanggil pak modin/lebai. Pak modin sholat di dekat lantai keramik yang semalam

bergerak-gerak sendiri. Dengan khusuk pak Modin duduk bersila seolah menerawang sesuatu.

Terkuaklah suatu rahasia yang mungkin selama ini ditutup rapat oleh penjual tanah tempat

rumah ini berdiri, bahwa dibawah rumah ini adalah kuburan. ada tiga mayat yang dikubur di sini,

tepatnya di depan kamar utama(kamar ane dan istri). Akhirnya hari itu juga keramik digali dan

ternyata memang masih ada jenasah2 hancur yang sudah menjadi tanah dan kami pindahkan ke

pemakaman umum kampung, persis selayaknya menguburkan jenasah. diakhir kisah ini nanti,

terkuak lagi kebenaran cerita bahwa ternyata nggak hanya 3 jenasah yang dikubur di tanah

sebelum dibangunnya rumah ini, melainkan ada 13 (tigabelas) jenasah.

Mungkin agan dan aganwati bertanya-tanya, kenapa dulunya sudah tahu ada kuburannya kok

dibikin rumah. yup. Ternyata orang yang membangun rumah ini, yaitu pemilik pertama, nggak

dikasih tahu penjual tanah bahwa tanah tersebut bekas kuburan. akibatnya kuburan-kuburan itu

jadi terpendam tepat di bawah pondasi rumah, dalam kamar dan di depan kamar.

Jika agan mendengar cerita ada tukang ojek yang membawa penumpang lalu penumpang itu

turun di depan rumah kami, jangan heran karena karena seringkali itu adalah arwah penasaran

yang berulangkali mengerjai para pengojek. Bahkan ada yang sampai pingsan di pinggir jalan.

Sebenarnya jauh sebelum banyak kejadian aneh, banyak tukang ojek yang memberitahu bahwa

rumah yang ane tempati berhantu, tapi waktu itu ane nggak percaya.

Hanya di rumah ini pula ane bisa ditemui menjadi dua orang gan, padahal ane nggak punya

saudara kembar. nanti ya, ane ceritakan lagi disambungan kisah ini. ane udah ngantuk dan

persiapan tidur dulu karena sudah lumayan ngantuk.

Page 8: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

SAMBUNGAN 4

Proses pemindahan jasad-jasad yang sudah menjadi tanah itu dilakukan oleh beberapa orang,

hadir pula pak RT yang akhirnya mengiyakan dan tak bisa lagi menutupi misteri sebenarnya

akan rumah berhantu ini. Selesai pemindahan kuburan malamnya kami melakukan tahlil dengan

mengundang hampir seluruh warga di lingkungan RT. Tahlil dilakukan selama tiga malam. lega

sudah hati ane, seolah lepas dari batubesar yang menghimpit dada. Ane berharap bahwa teror-

teror hantu yang melingkari kami selama ini akan berhenti setelah kami perlakukan mereka

seperti saudara kami sendiri dengan prosesi selayaknya pemindahan kuburan. Selama beberapa

waktu lamanya tak lagi terjadi hal-hal di luar nalar. Mertua ane sengaja datang dari Jawa timur

untuk menemani kami. Ane berfikir bahwa keadaan sudah kondusif dan terlepas dari pengaruh

setan, Tapi hari kelima Mertua bersama kami, tiba-tiba ibu paruh baya pengasuh bayi kami

memohon untuk berhenti dari kerja. Serasa sesak dada ane saat siIbu paruh baya mengutarakan

niatnya. Ane diam saja, dan melihat wajah si Ibu, nampak pucat dengan mata sembab seperti

habis menangis. ―Ibu habis menangis?‖ tanya ane penasaran. ―Enggak pak, Saya memang sudah

nggak betah‖ Siibu sesenggukan. ―Saya nggak enak sama mertua Bapak‖ kata ibu paruhbaya.

Page 9: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

Akhirnya kami pun merelakan si Ibu paruhbaya itu berhenti kerja. Otomatis si kecil lebih sering

bersama dengan Ibu mertuaku, karena istri ane siangnya harus kuliah di Depok. Memang istri

ane masih usia 21 tahun ketika itu. Ane nggak terlalu mempersoalkan dengan berhentinya ibu

paruh baya, namun yang menjadi masalah adalah ibu mertua ane nggak bisa lama-lama

menemani kami, hanya satu bulan saja beliau pulang. Mau nggak mau ane kelimpungan. Ane

datangi lagi ibu paruhbaya untuk bekerja di rumah kami kembali, tapi menolak secara halus. Ane

desak tetap nggak mau, si Ibu malah cerita bahwa sebenarnya ia berhenti karena pernah

dipelototi oleh Ibu Mertua ane, dan diusir mentah-mentah. kejadiannya di dalam kamar. Ane

telepon mertua ane, beliau bersumpah atas nama Tuhan bahwa tak pernah satu kalipun ke kamar

ibu itu, apalagi sambil memelotot. Ane merasa nggak enak, mulai terasa ada keganjilan.

Merinding. Tapi ane pendam begitu saja karena takut istri ane panik.

Beberapa hari kemudian kami mendapatkan pembantu baru, namun dia nggak bisa nginap di

rumah kami. Pembantu baru kami ini bernama Romlah, asli sunda. dia memiliki seorang anak

usia 5tahun tapi sanggup bersih-bersih rumah seadanya dan tugas utama mengasuh anak kami.

Daripada kosong tanpa pembantu, kami terima saja. Pada hari kedua dia bekerja, si anak ikut

dibawa karena neneknya lagi ada keperluan. Jam 8 pagi Romlah datang bersama anaknya yang

masih kecil itu, Romlah langsung bersih-bersih rumah sedangkan sianak bermain sendiri di

bawah tangga. Belum ada setengah jam Romlah bekerja, anaknya menjerit dan memaksa untuk

pulang, ―Pak, Saya pulang dulu, nanti saya datang lagi‖ Pamit Romlah. Ane hanya mengiyakan,

nggak bisa memaksa mereka untuk tetap tinggal. Lama Romlah pergi mengantar anak, ditunggu-

tunggu nggak datang juga. ketika ane bersama istri menjemput ke rumahnya, Romlah meminta

untuk berhentii bekerja, lebih tepatnya membatalkan kerja pada kami. Agan-agan dan aganwati,

apa yang telah terjadi? Setelah ane desak, Romlah mengaku bahwa anaknya tadi cerita, melihat

pocongkkk yang loncat-loncat di atas tangga rumah ane. Kondisi anak Romlah bahkan masih

panas.

Hari-hari selanjutnya kami lalui hanya bertiga, yaitu Ane, istri dan anak kesayangan kami, Pijar.

kami menjalani hari-hari seperti biasa, berusaha melupakan segala yang terjadi biarpun pada

kenyataannya tetap saja tegang. Hampir tiap malam bulu kuduk kami meremang, ditambah hawa

lembab yang dibawa oleh angin padang Golf semakin membuat kami larut dalam ketakutan. tapi

sekali lagi, ane harus dapat menguatkan diri, apalagi di depan istri ane. karena kalau ane udah

nunjukin rasa takut ane, istri ane tentu lebih takut lagi dan merasa nggak ada yang melindungi.

Apabila petang menjelang, pasti akan terdengar suara orang mengaji dari MP3 yang sengaja ane

setel agak kencang. Lumayan, sedikit menurunkan tensi ketegangan kami. Dari teman-teman di

kantor tempat ane bekerja, sebuah institusi negeri, didatangkan 3orang paranormal. Tapi tetap

tidak ada perubahan yang berarti. Suatu hari, anak kami mengalami panas demam. obat dari

dokter sudah diminumkan tapi suhu badan tetap naik turun nggak stabil. Ane pusing Gan. Hari

itu kami bergantian mengompres sikecil dengan air hangat, menjaga agar tidak sampai terjadi

step. Kami bikin semacam jadual piket. Satu jam ane yang ngompres, satu jam lagi gantian istri

ane. Begitu seterusnya. Sampailah pada saat ane dibangunkan paksa oleh istri, padahal masih

jam ane tidur.

―Pa, suhu badan pijar tinggi lagi.. aku takut..‖ kata istri ane.

―Ya sudah, kita melek berdua saja‖ tukas ane sambil melihat sekeliling.

Kamar utama kami letaknya paling belakang, bersebelahan dengan sumur yang sudah lama

Page 10: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

nggak dipakai. Tepat di samping kamar, terdapat Jendela Nako yang mengarah ke lapangan golf.

dari jendela ini kami dapat melihat pemandangan di belakang rumah. Ane memandang

sekeliling, perasaan ane nggak enak banged.

―Bentar ya ma..‖ kata ane lalu keluar kamar dan menuju jendela, mengecek keadaan sekeliling.

Ane terperanjat. Ada sesuatu, tampak jelas bayangan di depan ane, tepat disamping jendela. Ane

serasa mimpi. Seseorang tampak duduk membelakangi ane, dengan rambut panjang sepunggung

dan pakaian yang juga panjang.

Hawa dingin yang menusuk membuat ane bergidik tapi ane coba menenangkan diri.

―Maaf, ibu Siapa?‖ keluar juga suara dari mulut ane.

―Ibu siapa?‖ nggak ada jawaban. Sosok itu menggerakkan kepala tapi tetap membelakangi ane,

terdengar lirih ―Saya suka dengan anakmu‖.

―Tolong ibu pergi dari sini, jangan ganggu anak Saya.‖ Namun Si Ibu misterius itu tetap diam

tak bereaksi. Menyadari kalau anak ane dalam bahaya, ane mengambil ember berisi air yang

kebetulan ada di dekat ane. dengan menahan keringat dingin dan juga takut, ane siramkan air

dalam ember ke sosok itu, sambil terus berdoa sebisa ane. Secara tiba-tiba si Ibu berambut

panjang itu menghilang. Dengan lunglai ane kembali masuk kamar. Alhamdulillah suhu badan

anak ane sudah normal. Namun sampai pagi kami nggak berani tidur. Ane bersyukur suhu badan

sikecil tetap stabil dan langsung sehat.

SAMBUNGAN 5

Ketakutan yang menyenangkan dalam hidup adalah manakala kita sudah bisa menikmati rasa

takut itu. Menikmati karena keterpaksaan maupun sengaja pasrah pada bahaya sebab memang

tidak ada pilihan lain. Meski rasa takut itu sering menyerang sedikit keberanian dalam diri ane,

tapi kembali lagi kepasrahan akan situasi yang sangat sulitlah yang membuat bahaya tak lagi

terfikirkan. Rumah ini bagaikan penjara yang nyata bagi kami. Adanya 3 kuburan di depan

kamar utama kami saja sudah cukup mengintimidasi nyali istri ane. Tapi toh tetap ane kuatkan

dengan segala cerita indah dan kekuasaan Tuhan yang nggak akan mungkin bisa dikalahkan oleh

setan. Meski sebenarnya menolak, banyak keganjilan yang sengaja ane sembunyikan dari istri.

Semata demi mempertahankan keberanian diri kami. Meski ane juga harus membohongi diri

sendiri.

Ruangan paling aman dalam rumah kami adalah kamar utama. Rasanya begitu jengah bila kami

duduk di ruang tamu ataupun ruang tengah, kecuali ketika ada orang lain atau Tamu yang

kebetulan singgah ke rumah kami. Saat ini, dua kamar dengan ukuran besar-besar praktis

kosong. Kamar depan sedianya kami khususkan buat kamar Tamu, dan kamar tengah untuk

Page 11: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

pembantu, Tapi sejak kami tak memiliki pembantu lagi, kamar itu kami biarkan kosong.

Sedangkan kamar tamu lebih mirip sebagai gudang dengan berbagai macam barang yang ditaruh

di sana. Keduanya sama-sama gelap. Ane malas mencari pembantu lagi, karena malas melihat

intrik yang akan terjadi dengan mereka. Praktis dua kamar kosong ini semakin nggak terjamah

oleh kami. Dua kamar ini sebenarnya bersebelahan, tapi terpisah oleh Kamar mandi. Sebuah

Kamar mandi yang aneh menurut ane. Karena dalam kurun waktu yang nggak begitu lama, satu

tahun semenjak ane rehab keseluruhan rumah, ubinnya sudah ngelotok tanpa sebab apa-apa. dan

lebih aneh lagi, ubin yang terbuat dari keramik pucat itu menyembul terangkat. Lambat laun

keramik ini terkelupas dengan sendirinya.

Keadaan sudah sangat senyap ketika ane mulai berkemas. Pekerjaan memaksa ane untuk

berangkat malam-malam. Ane tengok istri dan anak ane, sudah tertidur hampir dua jam yang

lalu. Ane tak tega membangunkan mereka. Ane kaget ketika terdengar suara byuuurr… byurr….

suara air yang jatuh seperti seseorang sedang mandi, berasal dari arah kamar mandi tamu. Ane ke

kamar mandi depan, tapi nggak ada siapa-siapa. ―Sudah jelas..‖ batin ane bergumam sendiri.

Sebenarnya ane gondok banged dengan kondisi kamar mandi tamu yang selalu gelap, dan ane

Bosan mengganti bohlamnya. tiap minggu maunya diganti terus lampu itu, atau memang nggak

mau terang? kutuk ane dalam hati.

Lagi-lagi ane harus melewati kondisi gelap di teras rumah. seperti halnya kamarmandi, lampu di

teras ini juga tak pernah berumur lama. dia hanya mampu bertahan seminggu atau paling lama

dua minggu sampai ane Bosan menggantinya terus. Hawa dingin berdesir mengusap leher ane

ketika keluarkan motor melewati pagar rumah, Sunyi sekali. Lampu teras rumah sudah lama mati

membuat gelap yang ada semakin pekat. diiringi desau angin, ane berangkat

Ane pacu motor dengan kecepatan yang lumayan tinggi. tapi seolah motor ane terasa berat.

setengah perjalanan menuju Kedunghalang Bogor, melewati Lampu merah Pemda Cibinong.

Jalanan sepi, hanya tampak aspal yang mengkilap bermandi gerimis. hanya satu dua angkot yang

nampak kelelahan menembus malam. Ketika tiba-tiba di depan ane ada seekor kucing besar

menyebrang jalan, ane tak lagi bisa menghindarinya, tak bisa lagi mengendalikan motor ane

untuk tidak menggilasnya. ―Beerrdddh‖ terasa sekali tubuh kucing yang besar itu tergilas ban

motor ane. Ane langsung injak rem dan CCiiiitt. Ane turun dari motor. beberapa tukang ojek

yang mangkal di seberang menghampiri ane, ane terus mencari kucing itu, kucing yang ane

tabrak barusan. aneh. Kucing itu tidak ada! ―Pak, tadi lihat kan kucing besar menyebrang jalan?‖

tanya ane pada salah satu Ojek di dekat ane. ―Ya pak, ada tadi.‖ Jawab tukang Ojek. ―Terasa

banged tadi kena ban motor ane, tapi kok nggak ada bangkainya ya?‖ tukas ane. Gimana ya Pak?

Tanya ane lagi, tapi tukang-tukang ojek itu juga nggak bisa njelasinnya.

Ane melanjutkan perjalanan setelah sebelumnya membuang Uang kertas limaribuan ke tengah

jalan, dengan maksud sebagai tolak balak atas kejadian tadi. Baru beberapa saat motor ane

bergerak, di depan sebuah mobil carry yang berhenti dengan beberapa penumpang menyetop ane

sambil bertanya ―Pak tadi nabrak Kucing juga?‖ Ane berhenti. ―Kok Bapak tahu?‖ tanya ane.

―Iya pak, karena kami juga menabrak kucing besar‖ Jawab orang itu sambil memperhatikan ane

―Tadi sudah Saya cari Pak, tapi nggak ada‖

―Nggak ada?‖

Page 12: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

―Ya, sama sekali nggak ada‖

―Aneh ya Pak..‖

Alhamdulillah sampai di Bogor tidak terjadi apa-apa. tugas dapat ane kerjakan dengan sedikit

perasaan yang nggak enak. Gan, ane merasa seperti diikuti seseorang, atau mungkin sesuatu.

baru setelah ane ingat-ingat lagi, dalam perjalanan setelah dari Lampu merah Pemda, dua kali

atau mungkin tiga kali disalip oleh mobil yang sama. ketika melewati tikungan menuju ke tempat

kerja ane, ada seorang laki-laki yang tiba-tiba muncul, sehingga hampir terkena motor ane. dan

anehnya, wajah laki-laki itu seperti pernah ane kenal.. tapi entah di mana. sekarang ane ingat, ya!

laki-laki itu mirip dengan orang yang serombongan mobil berhenti dan menanyakan perihal

Kucing. Bahkan bukan mirip, ane yakin kalo itu orang yang sama. Udahlah, mungkin hanya

kebetulan saja. Demikian batin ane menenangkan diri.

Paginya, sebelum subuh ane tinggalkan Kedunghalang untuk pulang ke Cimanggis. Rasanya

semalam itu perjalanan yang lama dan melelahkan. Hati-hati ane pacu sepeda motor dengan

kecepatan sedang, bahkan cenderung lambat. terasa berat seolah seribu beban menghimpit di

benak ane. Melewati Pom Bensin Kandangroda, ane mampir sebentar bermaksud mengisi

bensin. semalam ane sampai lupa untuk isi bensin gara-gara kucing sialan itu.

―Berapa liter Pak?‖ Tanya petugas bensin sambil menyorongkan alatnya.

―Penuhin aja deh‖ Jawab ane.

Lalu si petugas Bensin mengucurkan alatnya, mengisi tangki motor ane sampai penuh.

Selesai membayar bensin, motor ane starter dan ―Gruennggg… Gruengggghhh‖ Motor ane gas

tapi roda motor ane tetap diam. Terhenti. Ane Gas lagi lebih kencang, tidak reaksi apa-apa.

Motor ane tetap diam seolah ada yang mencengkram.

Berkali-kali ane geber itu motor, tetap diam. Roda motor seakan terpaku pada lantai Pom Bensin.

Beberapa petugas Pom bensin mencoba mendorong motor ane, hasilnya sama saja.

Satpam yang sedang bertugas mendekat dan ikut mencoba motor ane. Tapi tetap tidak bisa. Ane

bingung, mereka lebih bingung lagi. Akhirnya sepeda motor ane titipkan pada Satpam Pom

Bensin. Ane minta nomor telepon Petugasnya, lalu ane pulang dengan menumpang Metromini

arah Kampung Rambutan.

Sesampainya di rumah, Istri ane cerita bahwa sepanjang malam, di dalam kamar istri dan anak

ane nggak berani keluar kamar. Mereka terbangun ketika lewat tengah malam, anak ane

menangis terus seolah-olah melihat sesuatu, sementara dari luar kamar tidur terdengar suara HP

mainan anak ane yang berbunyi terus, tang teng tong tang teng tong… nggak ada habis-habisnya.

Dan suara HP mainan itu berhenti setelah menjelang pagi.

Beberapa hari kemudian ane ceritakan kejadian itu pada seorang Ustad yang kebetulan mengerti

dan bisa berkomunikasi dengan Gaib, dari ketika ane menabrak kucing besar sampai motor ane

yang ngadat secara tiba-tiba tanpa sebab. ―Itu bukan kucing yang kamu tabrak!‖ Kata Pak Ustad

―Hah?‖ Suara ane

―Semua saling berkaitan, Mereka tinggal di Rumahmu Juga.‖

Page 13: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

SAMBUNGAN 6

Ane nggak ngerti dengan semua yang Ane alami ini. Apa kesalahan ane dan keluarga Ane

sampai-sampai harus terjebak dalam kemelut yang tak ada ujung dan pangkalnya, terjebak di

rumah hantu. Kata-kata dari pak Ustad beberapa waktu yang lalu membuat ane bergidik.

sebegitu parahkah rumah ini, sampai-sampai penghuni gaibnya ikut campur dalam urusan ane di

luar rumah. pantas saja orang-orang sebelum ane nggak bertahan lama tinggal di sini, paling

lama dari mereka hanya satu setengah tahun. Ane harus menyalahkan siapa? penjual rumah yang

telah ane beli? menurut Ane dia tidak bersalah karena dia juga merupakan korban dari

ketidaktahuan. Kondisinya ketika meninggalkan Rumah ini juga sudah cukup menggambarkan

betapa menderitanya selama hidup dan tinggal di Rumah ini, meski ditutup-tutupi. Dan Ane

memang minat dengan rumah ini. Jujur saja, ane sangat suka dengan model Rumah ini. Suka

dengan bentuknya, suka dengan keasrian dan lingkungan pemandangan alamnya.

Memang pertama kali ane datang bersama perantara yang menawarkan rumah ini, Saat melihat

keadaan rumah waktu itu ketika malam, ane sempat merinding. Entah oleh sebab apa. Tapi Ane

Page 14: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

buang jauh-jauh perasaan itu.

Akhirnya Rumah ini ane beli dengan harga yang sangat murah bila dibanding dengan apa yang

ane dapatkan. Harusnya ini jadi lampu merah atau tanda tanya buat ane untuk nggak melanjutkan

pembelian, setidaknya curiga. Karena rasanya nggak wajar. Selain mendapatkan Rumah ini, ane

juga mendapatkan seluruh isinya. Si pemilik pergi hanya dengan membawa pakaiannya saja.

Seandainya ane tidak membawa barang apapun dari tempat tinggal ane yang lama, peninggalan

dari si penjual rumah ini saja sudah sangat cukup untuk memenuhi sekedar keperluan rumah

tangga kecil. Televisi, Kulkas, 3 set tempat tidur lengkap dengan bantal-bantalnya, 2 Lemari, 3

set meja kayu jati antik, dan lain-lain. Ane tidak sempat berfikir bahwa barang-barang ini juga

telah menjadi media bagi para setan dalam melaksanakan pestanya di kegelapan sepanjang

malam, di kelak kemudian hari.

Ada yang ane Suka dari barang-barang itu, terutama satu set meja di ruang tamu. Memiliki

bentuk yang dapat menarik orang yang melihatnya. dia seakan mengandung magnet magnet

untuk seseorang memilikinya. Bentuknya antik, mirip dengan kursi-kursi tua pada bangsawan-

bangsawan kuno. dengan ornamen ukiran pada lengan dan badan kursi itu. Di kursi inilah

kemudian sering terlihat seorang nenek kebaya merah dan sanggul besar di kepalanya, sedang

duduk termangu seolah ada seseorang yang ia tunggu.

Semilir angin dari arah lapangan Golf Emeralda menyejukkan membawa nyanyian alam.

Derunya Terasa dingin lembab menyentuh kulit tubuh Ane. Sangat melenakan, membuat

lamunan terasa nikmat di siang itu. Fragmen-fragmen dari perjalanan ane ke sini, silih berganti

berebut tempat di kepala ane. membuat sulit untuk ane pejamkan mata dan tertidur biarpun

hanya sekejap. Galau ane semakin bertumpuk dengan bertubinya masalah demi masalah yang

ane hadapi. Entah ada hubungnnya dengan rumah ini atau hanya kebetulan saja, yang jelas ane

merasakan kemunduran semenjak ane tinggal di rumah ini. Ane nggak bisa menyalahkan orang

yang menjual rumah pada ane, karena dia memang bertindak demi keselamatannya sendiri, dan

tentunya wajar bila dia menutupi semuanya. Kembali fikiran ane melayang ke mana-mana,

sebelum akhirnya ane mencium bau wangi yang menyergap kesadaran ane. Rasa kantuk yang

muncul secara tiba-tiba, telah membuat lunglai persendian ane.

Ane paksakan menuju kamar, lalu Ane baringkan tubuh di kasur, istirahat. Seketika kelambu

tempat tidur ane berubah menjadi putih dan bergerak-gerak lalu menutup dengan sendirinya.

nampak sebuah wajah cantik putih dengan rambut panjang putih berkilauan Lengannya terbuka

di antara kain berwarna perak ditubuhnya. Dia mendekatkan telapak tangannya dan meraih bahu

ane. terlihat ikat kepala di atas keningnya, lebih mirip mahkota berwarna perak. kuku-kukunya

panjang dan juga berwarna putih perak menyentuh kulit ane. Ane seakan terlena dan terbuai, atau

memang ane sudah dalam pengaruh rasa kantuk yang berlebihan. Perempuan di depan ane

mendekap lalu menindih tubuh ane, tapi kemudian kesadaran ane kembali pulih. Entah dari mana

tiba-tiba muncul kekuatan yang mengarahkan ane untuk mendorong tubuh perempuan itu

menjauh dari ane, wajah perempuan itu berubah marah dan lalu seolah wajah itu tersayat dari

dalam dagingnya dan nampak kulit wajahnya retak-retak oleh semacam luka. Dari luka-lukanya

mengeluarkan darah yang membasahi hampir seluruh wajahnya. Ane pejamkan mata dan

berharap untuk segera sadar bila ini hanya mimpi. Tapi tetap nggak bisa, pemandangan itu tetap

terpampang di depan ane, bahkan leher ini seperti kaku nggak bisa bergerak. Ane teriak-teriak

Page 15: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

dengan melafalkan ayat-ayat suci yang biasa ane bacakan ketika ane dalam rasa takut, suara ane

tak bisa keluar, tertahan.

Ane baca berulang-ulang ayat-ayat itu sampai akhirnya kelambu di tempat tidur ane kembali

berwarna biru muda dengan posisi yang membuka seperti awal ane merebahkan diri. Masih

tercium bau wangi, dan amis. Wangi yang menyengat seperti bau bunga kematian. ane ingat

pernah mencium bau seperti ini dulu di kampung, ketika ada tetangga ane yang meninggal,

biasanya dipakaikan bunga-bunga yang bercampur-campur hingga tidak jelas lagi bau wanginya.

Ane gosok-gosok mata ane, dan berharap kalau yang terjadi tadi hanya mimpi. Ya, hanya mimpi.

Benarkah hanya mimpi? Bau bunga dan amis masih sangat menyengat menusuk hidung ane. Ane

lihat jam di HP, baru 3 sore. Ane sapu pandangan ke sekeliling, nggak ada sesuatu yang

mencurigakan selain dari bau bunga yang tetap menyebar di ruang tidur. Ane keluar kamar, lalu

menyusul istri dan anak ane yang main ke tetangga sejak siang tadi. Kengerian tadi nggak ane

ceritakan pada istri ane, karena ane nggak ingin istri ketakutan. Menjelang magrib Ane putar

MP3 orang mengaji dari komputer, suaranya mengalun dan memupuk kembali keberanian ane.

Pagi buta ane sudah berkemas untuk berangkat kerja ke Bogor, semua sudah rapi kecuali HP ane.

HP yang semula ane taruh di atas meja nggak satupun yang kelihatan. ―Ma, lihat HP Saya

nggak?‖ tanya ane pada istri, ―nggak tahu Pa‖ jawabnya. Ane desak istri ane sampai-sampai dia

sumpah bahwa dia nggak tahu dimana dua HP ane berada. Kami mencarinya keseluruh ruangan

dan HP itu tetap nggak ada. Dengan menggunakan HP istri, Ane coba miscall Nomor HP Ane.

Masih ada nada sambung. Ane berfikir bahwa HP itu mungkin dicuri orang, ane cek lagi ke

seluruh ruangan. Nggak mungkin dicuri orang. Semua engsel nggak ada yang rusak dan semua

pintu dari semalam terkunci rapat. Ane coba lagi telepon, tetap tidak diangkat meski ada nada

sambung. Akhirnya Ane anggap kedua HP itu sudah hilang. HP Nokia ketupat yang waktu itu

masih baru-barunya keluar, dan Sonyericsson K750i (sampai saat tulisan ini diketik, HP-HP itu

tetap tak ditemukan. Ketika besoknya TS Coba telpon lagi, diangkat tapi hanya suara gemuruh

dan perempuan cekikikan .Red.)

Jam 6.30 wib motor ane sudah merayap di pelataran kantor tempat ane kerja. Setelah memarkir

motor, Ane buka kancing Jaket kulit dan bersiap menuju ruangan ane, tiba-tiba dikejutkan

dengan teriakan teman kerja ane. ―Bang, awas Ular!!‖ begitu teman ane dengan suara tinggi.

―Mana?‖ tanya Ane sambil mata ane memandang ke sekeliling berusaha mencari ular yang

dimaksud.

―Tenang.. tenang Bang… tenang. Diam saja di situ.‖ sambungnya.

―Kok?‖ Ane bingung.

―Itu Ularnya di jaket Abang‖

―Masya Allah… Kok bisa sih?‖

Lalu dengan bantuan teman ane, Ane copot jaket kulit ane. Rupanya ada Ular belang yang ada di

dalam jaket ane, dan hanya kepalanya saja yang nongol kelihatan dari luar jaket, sementara

badan ular itu masih berada di dalam Jaket ane. Sungguh aneh Gan. Tapi, ini benar-benar terjadi.

Entah sejak kapan ular itu berada di dalam jaket Ane.

Page 16: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

Ane menghabiskan kerja di hari itu dengan perasaan yang nggak karuan. Teman Ane yang lain

bilang, bahwa dia memiliki teman yang ahli dalam mengusir gangguan di dalam rumah yang

angker atau berhantu. Konon, temannya ini sudah biasa dipanggil oleh para pejabat untuk urusan

suprnatural. Ane pun setuju untuk dinetralisir rumah ane, siapa tahu memang paranormal ini

benar bisa, dan rumah ane bisa dibebaskan dari Hantu.

Sore harinya, rombongan paranormal datang. Mereka meminta disediakan garam kasar untuk

sarana mereka mengusir Hantu. Orangnya masih cukup enerjik dan muda-muda, mungkin sekitar

36 tahunan. Seorang diantara mereka yang paling tinggi tubuhnya menyebar garam ke seluruh

ruangan. ―Bapak, ibu.. Rumah ini merupakan pusat atau tempat bermain dan pertemuan dari

hantu-hantu di sekitar daerah sini. Tadi sudah kami usir dan kami pagari rumah ini, mudah-

mudahan sudah tidak berani ke sini lagi.‖ Kata paranormal itu setelah selesai menjalankan

ritualnya.

―Mereka bisa diusir Pak?‖

―ya, mudah-mudahan Pak.‖ jawab sang Paranormal.

Mereka pun pulang sebelum Magrib.

Malam Harinya, Anak ane menangis terus

SAMBUNGAN 7

Bergantian ane dan istri ane menggendong si kecil, tapi tetap saja anak kami terus menangis

sambil menunjuk-nunjuk ke sudut ruang belakang. Ia terus menangis. Ane memandang ke sudut

ruang belakang, berharap melihat keganjilan ataupun penampakan setan yang telah membuat

anak ane menangis. Tapi hanya gelap, pekat. Tidak ada apa-apa di sana. Kemudian, dengan

mengasumsikan bahwa di depan ane terdapat sesuatu makhluk ataupun hantu yang nggak bisa

Ane lihat, Ane keluarkan kalimat-kalimat seperti seseorang yang sedang berbicara dengan orang

lain, ini sering Ane lakukan dan biasanya anak Ane kembali tenang.

―Tolong jangan ganggu anak Saya ‖

―Tolong pergi dari sini‖

Tetap nggak ada reaksi apa-apa. Anak Ane masih menangis.

Page 17: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

Istri ane yang menggendong si kecil nampak kelelahan. Lalu istri ane secara spontan

membacakan ayat-ayat alqur‘an. Si kecil terdiam, berhenti menangis. Entah berhenti menangis

karena sudah capek atau memang sang pengganggu sudah pergi. Kami pun lega. Ane ajak istri

ane masuk kamar utama untuk ketenangan. Tapi baru saja kami buka pintu, terdengar air

mengalir dari kran kamar mandi tamu di arah depan. Istri ane ketakutan. Beberapa saat setelah

itu lampu ruang tengah dan lruang tamu tiba-tiba padam.

Kami tetap masuk ke dalam kamar. ―Tenang aja Ma, nggak usah Takut.‖ Ane coba

menenangkan istri ane walaupun sebenarnya ane sendiri juga takut. Takut kalau hantu-hantu itu

marah dan sengaja membuat ulah karena kedatangan tiga paranormal tadi sore.

Hingga hampir tengah malam ane nggak tidur. Suara air mengalir dari kran masih terdengar,

suara yang nggak seberapa keras tapi seakan memekakan telinga ane. Jarak antara kamar mandi

tamu dengan kamar utama kami sekitar sepuluh meter tapi suara aliran kran sungguh sangat

mengganggu. Air itu akan terus mengalir sebelum tabung penampungan air di atas habis. ―Ini tak

bisa dibiarkan‖ gerutu Ane dalam hati, kesal. Lalu Ane bangkit dan bermaksud mematikan kran

di depan, melewati gelap ruang tengah. Ane coba tekan stop kontak untuk menyalakan lampu,

tapi lampu tetap padam dan nggak mau nyala. ―Berarti cuma kebetulan lampu ini konslet…‖

bisik ane dalam hati. Lalu Ane menuju Kamar mandi dan mematikan kran itu. Sepanjang ane

melewati ruang depan dan ruang tengah, bulu kuduk ane merinding dan setiap gerakan ane

seolah ada yang memperhatikan ane. Terdengar suara berderap gaduh, seperti suara ramai bocah-

bocah yang sedang kejar-kejaran, berlarian menjauhi ruang tamu. Di luar terdengar anjing

melolong dengan suara yang nyaring, membuat bulu kuduk Ane berdiri. Ane singkap gorden

jendela depan, berusaha melihat ke luar rumah. Sepi senyap. hanya suara lolong anjing yang

semakin lama semakin memilukan, lirih, dan hilang. Ane merasa banyak mata yang

memperhatikan Ane, ane merasa diawasi.

Ane merasa sia-sia dengan memanggil ketiga Paranormal yang datang sore tadi. Antara marah,

sedih dan kalut. Entah berapa paranormal yang pernah kami panggil untuk mengusir hantu-hantu

itu. Pada kenyataannya selalu manjur di depan saja, dan hantu tetap meneror kami kembali. Yang

terjadi malam ini lebih parah, di luar dugaan. Para hantu seperti ngamuk dan tidak terima.

Beberapa hari kemudian Ane mendapat saran bahwa untuk mengusir hantu, harusnya dengan

bantuan orang pintar setempat atau orang pintar yang asli kelahiran daerah dimana terdapat

ancaman hantu tersebut. didapatlah nama-nama orang pintar, orang pintar asli kelahiran daerah

sini.

Suatu sore, Ane bersama anak dan istri, sedang berada di rumah salah satu sesepuh tempat kami

tinggal, namanya Pak Maih. rata-rata orang di sini mengenal nama Pak Maih. Orangnya sudah

cukup berumur tua tapi masih nampak gurat semangatnya. Selesai Shalat, Pak Maih

membacakan doa-doa panjang. Mulutnya komat-kamit dengan mata terpejam.

―Kenapa kamu ganggu keluarga ini?‖ begitu suara yang keluar dari mulut pak Maih yang

kemudian dijawab sendiri dengan suara yang kali ini lebih berat dan serak.‖Itu memang rumah

tempat kami tinggal, apa salah kami?‖ demikian suara serak itu menjawab.

―Ya sudah, kamu dan teman-temanmu pindah dari sana‖ suara asli pak Maih.

―Siapa yang lebih dulu di sana? kami lahir dan besar di sana‖ demikian kira-kira sedikit

percakapan monolog yang terjadi antara Pak Maih dengan ―dirinya‖ sendiri. Intinya, para hantu

Page 18: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

itu nggak mau dipindah Gan. Kamipun hanya bisa pasrah. Lalu pak Maih bicara pada kami agar

tidak lagi memindah atau mengusir makhluk-makhluk halus yang ada di rumah kami.

―Dipindahkan kemanapun, diusir kemanapun, mereka akan tetap kembali, entah untuk beberapa

saat, entah untuk selamanya‖ kami diam. pak Maih melanjutkan bicara

―Ibarat tanah kelahiran kita, kemanapun kita merantau pergi, suatu saat akan rindu dan pulang

lagi sekedar menengok atau kembali pulang ke rumah tempat kelahiran kita.‖

Akhirnya kami pulang dengan perasaan lebih plong. Lega rasanya. biarlah hantu-hantu itu tetap

datang-datang lagi nggak apa-apa, toh Pak Maih sudah berusaha mengungsikan mereka ke

tempat yang jauh. kamipun bertekad untuk nggak peduli jika sewaktu-waktu para setan itu

mendatangi rumah kami lagi. Kami bertekad, biarlah hantu-hantu itu tetap tinggal di rumag

kami, yang penting kami tidak diganggu. Memang selama ini kami sangat ingin mengusir

keberadaan mereka, ternyata malah nggak seperti harapan kami. Pada kenyataannya Omongan

Pak Maih terjadi juga. Belum genap satu bulan sejak komunikasi kami dengan Pak Maih yang

telah mengungsikan para hantu dengan damai, hantu-hantu laknat itu mulai bermunculan

kembali.

Suatu malam, kebetulan Ibu mertua sudah bersama kami lagi, Beliau sengaja datang dari Jawa

timur karena kangen pada cucu dan kasihan setelah mendengar cerita kami. Malam itu seperti

biasa ane mengerjakan tugas-tugas dari kantor. Ohya Gan, ibu mertua ane ini tidur di kamar

tengah yang ada jendela persis bersebelahan dengan ruang tempat ane biasa main komputer. Jadi

dari jendela itu, bila kita berada di dalam kamar ini akan dapat melihat jelas keadaan ruang

tengah. Tentunya bisa juga melihat siapapun yang sedang ngetik atau browsing di depan

komputer di ruang tengah. Ibu mertua ane ini tiba-tiba lemas dan membiru. kami panik, tapi ane

mahfum dengan apa yg mungkin telah terjadi.

Siangnya Ibu mertua cerita kepada ane, pada ane sendiri. Kata ibu, setiap malam setiap ane

duduk di depan komputer, ibu mertua juga melihat ane sedang mondar-mandir di ruang tengah.

Bahkan tadi malam sosok yang menyerupai Ane masuk ke dalam kamar ibu Mertua ane sambil

menatap tajam ibu mertua ane, Lalu membentak ―Kamu pulang atau mati!‖ Ya. itu yang

diucapkan sosok yang menyerupai ane persis, sambil tetap melotot.

Akhirnya, takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan maka Ane setuju saja saat Ibu mertua Ane

pulang sehari setelah adanya teror itu.

Page 19: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

SAMBUNGAN 8

Kepulangan Ibu mertua Ane ke Jawa timur cukup membuat istri ane agak terguncang. Baru saja

sedikit lega bisa menikmati hidup dalam kenyamanan bersama Ibu, kini harus kehilangan lagi,

meski hanya untuk sementara saja. Tapi Ane tahu, hal itu sangat berpengaruh pada ketegaran

istri Ane.

Tak terasa dua tahun lebih lamanya, anak kami tumbuh menjadi anak yang sehat dengan kulit

putih dan sorot mata tajam. Dia memiliki daya penglihatan ‗lebih‘. Ia sering mengerti apa yang

sedang terjadi di hadapannya. Mungkin karena terbiasa melihat kerumunan hantu, si kecil jagoan

kami menjadi peka pada barang-barang yang kasat mata.

Tempo hari istri Ane sempat bercerita, dia bersama anak kami, menyetrika pakaian di Kamar

pembantu. Pada saat istri ane asyik menyetrika, anak ane jalan-jalan sendiri keluar masuk kamar,

Page 20: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

kadang jalan, kadang dia berlari-lari kecil. Mungkin sudah capek, anak ane masuk lagi

menemani ibunya. ―Capek ya Ma..?‖ Tanya sikecil. ―Iya nak..‖ Istri Ane menjawab sambil lalu,

sekenanya saja. Lalu Anak ane nyeletuk dengan berkata ―Ma.. Mama.. kenapa nggak minta bantu

mbak itu saja?‖ begitu celoteh sikecil dengan suara cadelnya, sambil tangannya menggelayut ke

tubuh ibunya.

―Gimana?‖ Tanya istri Ane kurang faham. Anak ane lalu menunjuk ke tembok kamar sambil

berkata ―Itu Ma.. Kenapa nggak minta gosokin mbak itu saja?‖ Istri ane bergidik mendengarnya.

Ia memandang ke arah depan tempat yang ditunjuk oleh anak kami. Bulu kuduknya semakin

merinding, tapi ia tetap tabah.

Meskipun untuk hal-hal yang kasatmata ini istri ane kurang peka dan kadang tidak bisa

merasakan kehadiran makhluk halus, tapi dia termasuk pemberani untuk ukuran keberanian

seorang perempuan. Kadang-kadang kalau Ane sedang dihinggapi rasa takut yang sangat, justru

istri Ane lah yang seakan lebih menjadi berani dari Ane. dia bisa menjadi seorang Hero bila

teman di sampingnya berubah menjadi lemah.

Beberapa anak tetangga teman bermain anak kami, sering datang ke rumah. usia mereka sebaya

dengan usia anak kami. Memang menginjak usia hampir empat tahunan ini si kecil sengaja kami

ajarkan untuk bersosialisasi dengan orang lain, minimal dengan teman sebayanya. Tapi

sayangnya setiap kali teman-temannya bermain ke rumah, salah satu dari mereka pasti ada yang

ketakutan dan cepat-cepat menjauh pergi. Jawaban anak-anak kecil itu selalu dengan menirukan

gerakan loncat-loncat kecil seperti gerakan vampir dalam film china. Ach, tidak. Lebih mirip

gerakan pocongkkkkkkkkkkkk yang meloncat-loncat kecil. Akhirnya istri Ane lah yang lebih

sering mengantar bermain anaknya ke rumah tetangga, daripada mendapati hal kejadian yang

aneh.

Suatu hari, Ane belikan dia mainan Kolam renang dari karet seperti yang banyak dijual di

pinggir jalan. Ane bahagia sekali melihat anak ane gembira. Paling tidak, ibunya tidak lebih

tegang lagi. Pernah di suatu kesempatan anak kami berenang sendiri di dalam kolam renang

plastik itu. Tak lama anak kami bermain air, tiba-tiba anak Ane kelihatan sangat pucat dan suhu

badannnya panas tinggi, bahkan lama-lama seperti membiru. Tiga hari anak kami diopname di

Rumah sakit Simpangan Depok. Hampir setiap waktu anak kami berteriak meminta pulang,

sementara obat-obat dari dokter yang diberikan tak kunjung menurunkan panas tubuhnya

Anak kami selalu meminta di bawa ke luar ruangan sambil memanggil-manggil namanya sendiri.

―Pijar… pijar…‖ begitu selalu yang diucapkan anak kami. Pada hari kedua, seorang bocah

pengunjung Rumah sakit yang kebetulan lewat bersama ibunya didepan kami, ketakutan dan lalu

berlindung pada ibunya. Mukanya langsung disembunyikan ke baju ibunya. Bocah ini ternyata

Indigo yang bisa melihat secara langsung pemandangan kasat mata di hadapannya.

―Takut Bu, Nenek itu.. Bu…‖ begitu kata si bocah. Ibunya lalu menjelaskan pada kami perihal

anaknya itu. Rupanya si bocah melihat ‗seorang‘ nenek-nenek dengan wajah yang sangat buruk

terus memegangi tangan anak ane.

Ane yang sedang berusaha menenangkan anak ane yang rewel itupun langsung membaca doa-

doa. Ibu-ibu yang lain membacakan ayat-ayat suci ke dalam gelas, lalu air itu diminumkan pada

anak Ane. Anak ane sedikit tenang, tapi selang satu jam kemudian anak Ane rewel lagi sambil

Page 21: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

terus memanggil-manggil namanya sendiri. Suaranya bergema, terdengar agak lain dengan suara

anak ane dalam kesehariannya. Secara logika, tidak mungki seseorang akan memanggil-manggil

namanya sendiri bila dalam kondisi yang sadar. Ane seperti tersadar bahwa adanya anak Ane

memanggil-manggil namanya sendiri adalah bukan kemauan anak Ane.

Seorang pengunjung lain memanggilkan tetangganya yang biasa menangani anak yang

ketempelan setan, jurig, atau Hantu, namanya Pak Nano. Dengan bantuan pak Nano inilah,

akhirnya anak kami bisa sehat lagi dan panasnya normal kembali. ―Anak bapak memang ada

yang mengikuti‖ Begitu penjelasan Pak Nano. Selanjutnya Pak Nano membacakan doa-doa

dengan tanpa suara, hanya mulutnya saja yang nampak komat-kamit. Sampai menjelang Isya Pak

Nano bersama kami, menjaga anak kami agar tidak didatangi Nenek-nenek buruk rupa itu lagi.

Dan memang, nenek-nenek itu tak lagi datang ke Rumah sakit lagi ke tempat anak kami dirawat.

Nenek-nenek itu kembali ke ―rumah‖nya, di rumah Kami.

Semenjak kejadian itu, anak kami menjadi hyperaktif, nakal dan suka usil pada temannya.

Karena rewel dan sering mengusili teman-temannya ini, lama-lama kami jengah juga. Berbagai

referensi dari Internet, koran maupun saran teman Ane lahap. Ane mencari referensi tentang

penyembuhan anak hyperaktif. Hingga pada sebuah Rumah sakit di Kelapadua, kami

menemukan seorang Psikolog, namanya Pak Rahmat. Kami sering berkonsultasi dengan beliau.

Beliau jugalah yang banyak memberikan tips-tips dan berbagai cara penanganan untuk anak

yang hyperaktif. Dari seringnya Konsultasi ini, Kami menjadi dekat dengan Pak Rahmat, hingga

ada apa-apa yang menyangkut kenakalan anak, selalu Ane konsultasikan padanya.

Suatu ketika Ane mendapat telpon dari Pak Rahmat yang akan memberikan cara terapy anak

hyperaktif.

―Bisa Bapak datang ke rumah Saya?‖ kata suara di telepon.

―OK. Jam berapa Pak?‖ Jawab ane.

―Nanti Jam 9 malam.‖ kembali suara Pak Rahmat.

―Nggak bisa siang saja Pak?‖ Tanya Ane, tapi jawaban Pak Rahmat tetap seperti semula, kami

disuruh datang Jam 9 malam.

Hujan baru saja berhenti mengguyur langit Cimanggis ketika jam di dinding menunjukkan pukul

delapan malam. Bau harum tanah yang terkena air menyebarkan aroma yang sedap. Mencium

aroma ini Ane teringat dulu waktu di kampung suka memakan makanan Ampoh, makanan

kegemaran nenek Ane dulu. Kami bersiap-siap berangkat menuju ke Alamat Rumah Pak

Rahmat, agak jauh dari rumah ane. Sikecil digendong istri ane, keduanya dengan jaket tebal

untuk menahan dingin udara malam. Sampai di tengah perjalanan motor Ane mogok, tanpa

sebab apa-apa. Sudah ane cek semua normal. Akhirnya kami berhenti di sebuah tempat dan baru

melanjutkan perjalanan 30 menit kemudian. Tanpa bantuan siapapun, motor ane kembali bisa

dihidupkan.

Sampai di mulut Kampung tempat tinggal pak Rahmat, Ane hubungi nomor telponnya. Lama

tidak ada jawaban. Ane panggil lagi, tetap tak ada jawaban, bahkan nomor itu tidak aktif. Kami

telusuri alamat yang pernah diberikan Pak Rahmat. sekitar Jam 10 malam Ane coba telpon lagi,

baru ada jawaban. ―Ya pak, Saya tunggu‖ Kata pak Rahmat di telpon.

Page 22: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

Suasana mendadak terasa dingin, kiri dan kanan jalan hanya tampak rumah-rumah yang sudah

mulai tutup jendela. Suara lolong anjing tiba-tiba menyentak perasaan Ane. Kami mulai merasa

nggak enak. Tapi perasaan itu Ane tepis dan melanjutkan perjalanan. Sepanjang jalan, terlihat

orang-orang berlalu lalang dalam diam. semua diam. Kami berhenti, lalu seorang Ojek

menghampiri kami, ojek ini mengenal Pak Rahmat dan mengantarkan kami. Rumah pak Rahmat

sederhana dengan pelataran parkir yang cukup luas. di depannya berjajar pot-pot dengan

tumbuh-tumbuhan berbagai jenis. Termasuk pohon bunga melati yang harum wanginya langsung

tercium hidung ane, agak menyengat. Setelah memarkir motor, Ane menggendong si kecil

sementara Istri Ane mengikuti di belakang. Nggak lama kami menunggu, Pak Rahmat muncul

dari dalam dengan pakaian putih-putih, bersama istrinya.

Lalu pak Rahmat memperkenalkan istrinya. ―Ini istri saya, Markonah‖ demikian pak Rahmat

memperkenalkan diri. Setelah kami berbasa-basi sebentar, pak Rahmat masuk kembali ke dalam

rumah, dan keluar kembali sambil menenteng sebuah buku besar. Buku yang sangat tebal tapi

nampak sudah kumal. Ane nggak sempat menanyakan kenapa bukunya sudah nampak kumal

begitu. setelah banyak memberi penjelasan mengenai hiperaktif dan terapi penangannya, pak

Rahmat mengelus-elus leher dan kepala anak ane. sambil memijit dengan gerakan seperti orang

sedang mengurut. ―nanti jadi anak yang sehat dan pinter ya nak‖ Ucap pak Rahmat, dan ane

mengaminkannya.

Jam sebelas malam Kami berpamitan, Pak Rahmat dan istrinya mengantar kami sampai ke mulut

gerbang rumahnya. Terdengar suara anjing melolong, panjang. Entah kenapa tiba-tiba bulu

kuduk ane berdiri.

Kurang dari satu jam kemudian kami sudah sampai di rumah.

―Permisi ya,..‖ kata kami ketika masuk ke dalam rumah, seolah kami sedang melewati ‗orang-

orang‘ lain. Ini sudah menjadi kebiasaan kami beberapa waktu lamanya sejak banyak teror oleh

hantu-hantu di rumah kami. Terbukti dengan kami lakukan ucapan permisi ini, gangguan hantu

sedikit mereda. Badan kami letih, capek.

Udara yang dingin membawa kami ke dalam tidur yang lelap. Tidur dengan tanpa beban.

Beberapa bulan kemudian, hari itu kami bermaksud silaturahmi sambil mengkonsultasikan

perkembangan si kecil. Kami berangkat siang hari, selesai dhuhur. Sesampainya di

perkampungan Pak Rahmat, rumah yang pernah kami singgahi dulu itu tak kunjung ditemukan.

Kami pun mencari lagi, muter-muter lagi dan mencari persis seperti yang kami lalui malam itu.

Kami juga menanyakan pada penduduk sekitar, tak ketemu juga. Lebih dari satu jam kami

mencari, namun tetap tidak ketemu. Lalu kami tanyakan pada orang-orang yang tinggal persis di

gang-gang yang pernah kami datangi waktu itu, tidak ada yang tahu.

―Pak Rahmat yang mana ya?‖

―perasaan sini nggak ada yang namanya Pak Rahmat‖

begitu rata-rata jawaban yang kami terima.

Karena sudah kepalang tanggung, kami berusaha mengingat-ingat lagi. kami ikuti jejak yang

masih kami ingat. –Kami berhenti di sini, belok di sana, lalu ke sini, ke sini, ketemu belokan

lagi, dan persis di depan lapangan.– Dengan pengurutan seperti ini seharusnya pasti ketemu.

Tapi, ternyata tetap Tidak!! Rumah itu tetap tidak kami ketemukan. Yang ada di tempat itu,

tempat kami menemui Pak Rahmat dan istrinya itu hanyalah RUMAH TUA dengan bagian atap

Page 23: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

rumah yang sudah tak terawat dan hampir roboh. Bahkan bagian dinding-dinding depan

rumahnya sebagian sudah hancur dimakan usia. rumah itu seperti sudah puluhan tahun tidak

pernah dihuni.

Spoiler for .:

Karena tak percaya dengan pemandangan di depan mata kami, Ane coba mengulangi lagi dari

perjalanan awal, tapi ketemunya tetap Rumah tua itu. Dan, semenjak itu HP Pak Rahmat tidak

pernah lagi bisa dihubungi. Kami tanyakan ke Rumah sakit tempat Pak Rahmat pernah dinas,

tidak ada yang tahu alamatnya. Satu-satunya alamat, tempat yang kami datangi siang itu.

SAMBUNGAN 9

Hilangnya Pak Rahmat secara di luar nalar membuat Ane penasaran. Beberapa hari kemudian

Ane sengaja mendatangi lagi, mengurutkan dari awal sejak perjalanan dari rumah kami ke

tempat Pak Rahmat. Rumah Pak Rahmat tetap tidak dapat ane temukan. Tidak puas dengan

pencarian di rute yang sudah ada, ane menyusuri lagi jalanan di depan mata, tapi tetap nihil.

Kemudian pencarian fakta ini ane lanjutkan dengan mendatangi Rumah sakit tempat dulu

pertama kali kami berkonsultasi dengan Pak Rahmat.

―Alamatnya, ya kami tidak menyimpannya selain alamat itu Pak.‖ Kata Dokter Heny

menjelaskan pada ane.

―Yang kami datangi itu tidak ada rumah lain selain Rumah tua itu Bu.‖ Kata Ane sedikit

menekan suara untuk memberi efek penting pada kalimat yang ane sampaikan.

―Menurut Saya juga nggak jelas itu Pak Rahmat…‖ Kembali Dokter Heny.

―Maksudnya bagaimana Bu?‖ tanya Ane.

Page 24: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

―Pak Rahmat datang sendiri ke sini, melamar sendiri untuk bekerja di Rumahsakit ini‖

menjelaskan, Dokter heny.

―O…‖ Ane membentuk bulatan di mulut.

―Pak Rahmat juga berhenti dari Rumah sakit ini dengan tanpa penjelasan apa-apa.‖ Ane terdiam,

tak mampu mencerna lebih dalam tentang apa yang sedang kami bicarakan.

Ane pulang beberapa waktu kemudian. Penjelasan dari Dokter Heny cukup membuat Ane

merasa tidak perlu mencari dan melacak Pak Rahmat lagi.

-Pak Rahmat berhenti dengan tanpa mengajukan berhenti, tapi menghilang begitu saja Pak, tanpa

pamitan-

Sepanjang perjalanan pulang, terngiang terus kata-kata Dokter Heny.

Sebuah tanya yang masih belum ada penjelasan sampai sekarang. Tapi Dua kemungkinan yang

bisa Ane simpulkan dari kejadian itu mengenai Pak Rahmat. Pak Rahmat itu sebenarnya bukan

manusia, tapi makhluk gaib yang mungkin saja tingkatannya di dunia pergaiban sudah tinggi,

atau mungkin Pak Rahmat adalah makhluk gaib yang memiliki derajat tinggi sehingga bisa

menjelma dan memanifestasikan diri secara langsung, menampakkan dirinya di dunia nyata.

Kemungkinan yang kedua, Pak Rahmat itu memang benar-benar ada dan beliau adalah manusia

biasa, tapi orangnya mungkin sembrono dengan pergi begitu saja saat bosan dengan pekerjaan,

sedangkan yang kami temui di malam itu bukan Pak Rahmat yang sebenarnya.

Lalu siapakah yang kami temuai pada malam itu? Mungkin saja itu adalah jin yang memiliki

misi tersendiri sehingga merasa berkepentingan dengan menampakkan dirinya kepada kami.

Sudahlah, Ane sudah suntuk dengan rutinitas kerja yang sudah memakan separuh waktu ane

setiap harinya, ditambah dengan berbagai intrik. Ane tak mau lagi semakin memberati beban

otak ane. Yang penting, Ane selamat, anak istri juga selamat.

Anak kami sudah semakin bisa dikendalikan emosinya. Jika selama ini dia lebih sering mengusili

teman-temannya, Pijar yang sekarang sudah mudah untuk dikendalikan dan mau mengerti

keinginan dari orang-orang yang menyayanginya.

Bulan berganti, tahun pun ikut berganti. Selamat pagi alam, selamat pagi kehidupan. Pagi yang

jernih, Pagi yang suci. Matahari bersinar menyapu wajah sebuah kampung, Kampung

Sindangkarsa. Udara segar yang dibawa angin padang Golf Emeralda membuat ketegangan Ane

sedikit mengendur

Di sebuah pondokan beratap asbes sederhana, duduk empat orang dengan pakaian seadanya.

Salah satu diantara mereka mengenakan sarung, sambil terus menghisap rokok kretek di

tangannya. Hari ini hari libur, Ane bisa bebaskan sedikit beban dari rutinitas kerja. Setelah

sekian lamanya waktu Ane banyak tersita oleh kekalutan dengan menurunnya penghasilan,

semakin lama semakin drastis. Pak Narto memberitahu Ane, Pak Gimar sedang di pondokan.

Pondokan Pemancingan Rohiman. Itulah yang menyeret langkah Ane ke pondokan sepagi ini.

Laki-laki berkain sarung itu, namanya Gimar. Ane lebih sering memanggilnya dengan panggilan

mBah Gimar. Bukan karena usianya yang sudah tua, tapi karena dia memiliki kelebihan yang

jarang dimiliki orang lain. Melihatnya kehadirannya ini, Ane jadi teringat betapa dulu Pak Gimar

Page 25: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

cukup tangkas dalam ―mengobati‖ Ratih, bekas pembantu ane yang saat itu kesurupan. Kata Pak

Narto, mBah Gimar baru beberapa hari ini kembali ke Cimanggis, setelah lama dia pulang ke

Sumatera.

―Bagaimana kondisi rumah Bapak sekarang?‖ Tanya pak Gimar, sambil matanya menatap Ane.

yang lain terdiam, asyik menikmati hidangan singkong goreng dari pak Narto. Ane tidak

langsung menjawab. Ane tergoda untuk menjajal sejauh mana Pak Gimar menebak suatu

keadaan.

―Kelihatannya bagaimana Pak?‖ tanya ane kemudian.

―Banyak lagi sekarang penghuninya ya?‖ kata Pak Gimar, balik bertanya.

Akhirnya Ane ceritakan kejadian-kejadian penting setelah kepergian Pak Gimar.

Pak Gimar antusias mendengarkan setiap kata demi kata yang ane ucapkan. Kadang kepalanya

menggeleng, kadang manggut-manggut. dari air mukanya kelihatan seolah sedang menerawang

sesuatu.

―Bahkan HP Saya, dua-duanya hilang Pak, sampai sekarang tidak kembali!‖Kata Ane

mengakhiri penjelasan seputar kejadian-kejadian yang pernah muncul di rumah hantu.

―HP-hp itu sudah tidak bakal ketemu, tidak bakal kembali lagi.‖ Kata pak Gimar mendesis

―Tolong diambilkan deh Pak, Pak Gimar kan bisa menembus Gaib…‖ kata Ane berharap.

―Tidak bisa Pak, karena HP itu sudah menjadi Mahar‖ jawab pak Gimar, tegas.

―Mahar bagaimana pak?‖ tanya ane, tak mengerti. Pak Gimar mematikan rokoknya yang tinggal

sejengkal, kemudian menyalakan lagi rokok yang baru. sejurus kemudian dia berkata. ―HP-hp itu

diambil karena dipandang sebagai mahar Bapak‖

Ane semakin tidak mengerti dengan pembicaraan Pak Gimar tentang mahar ini.

―Begini ya Pak, dari berpuluh gaib di rumah itu, ada salah satu yang berwujud perempuan

cantik.‖

―Perempuan cantik?‖

―Iya‖

―Lalu bagaimana Pak?‖

―Dia cinta sama Bapak dan menikah.‖

―Menikah???‖

―Menikah Bagaimana Pak? tolong jangan ngacau dong Pak‖

―Dia sudah menikah dengan Bapak‖

Bulu kuduk ane langsung meremang. Tak pernah terfikirkan ucapan seperti itu akan keluar dari

mulut seorang Gimar.

―Saya tidak pernah pacaran atau ketemu dengan makhluk halus yang Bapak maksud, apalagi

sampai menikah?‖ Tanya Ane lagi, sambil menahan galau di hati.

―Itu oleh makhluk gaib bisa dikatakan menikah secara batin. Maka dari itulah kita

………………………………………………………………………….. maaf, cerita terpotong di

sini. Baca NOVELnya aja yah, sekalian lengkap isinya…. :)

Page 26: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

SAMBUNGAN 10

Apa yang telah dikatakan Pak Gimar sangat membuat Ane schok dan menjadi beban fikiran ane

selama berhari-hari. Selama ini tak ada keganjilan mengenai apapun yang ada hubungannya

dengan apa yang telah dikatakan oleh Pak Gimar. Ketidakpercayaan Ane ini wajar karena Ane

juga tidak pernah mendengar ada pernikahan yang hanya diakui secara sepihak, Makhluk halus

pula yang mengklaimnya, entah benar entah tidak ucapan Pak Gimar ini. Akhirnya Pak Gimar

mengatakan bahwa apa yang telah dialami tidaklah menjadi gangguan apa-apa, karena bukan

keinginan dari manusianya untuk mencintai.

Ane tidak percaya dan tak akan pernah mempercayai hal itu. Ane tak bisa mengatakan hal yang

telah membuat Ane murung itu pada Istri Ane. tak ada gunanya membicarakan omong kosong

Page 27: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

yang telah dikatakan oleh Pak Gimar. Biarlah hal itu Ane hadapi dan selesaikan sendiri omong

kosong ini.

Beberapa minggu kemudian, ketika gerimis menaburi atap dengan suaranya yang berisik, Ane

berada di suatu tempat, seperti sebuah taman besar. Tepat di taman itu terdapat sebuah kubangan

besar yang menyerupai Kolam renang. Ane Hanya sendiri berada di dalam kolam renang itu. Air

di Kolam renang itu hanya sedikit membasahi bagian kaki Ane, tidak sampai melewati batas

mata kaki. Tapi dingin air ini cukup membuat ane menggigil dan tak ingin sedikitpun ane

membasahkan air ini lebih lama, apalagi menyentuhkan bagian lain tubuh Ane. Pada sepanjang

lekukan kolam renang yang luas ini banyak sosok manusia yang tidak menghiraukan gerimis

yang ada, semua dengan kesibukan masing-masing seperti dalam sebuah tempat wisata. Tampak

di sebelah kiri dan kanan orang-orang sibuk berjualan dengan nampan-nampan besar di hadapan

mereka, sementara para pembeli hanya saling tunjuk dengan apa yang diingininya, dengan tanpa

suara. Yang terdengar hanya suara angin, suara rintik hujan, dan suara hati Ane yang tak

mengerti akan apa yang sedang mereka lakukan, akan apa yang sedang terjadi pada Ane.

Nyata sudah bahwa yang sedang berdiri di dalam kubangan basah ini hanya Ane sendiri. Tak ada

siapa-siapa di kolam ini, selain Ane yang masih dengan seribu tanda tanya. Lalu Ane paksakan

mendekat pada salah satu tepi kolam, melangkahkan kaki menuju garis tangga di depan Ane.

Dengan pakaian yang mulai basah dan tubuh kelu oleh gerimis, ane hampir juga mencapai garis

tangga itu, sekitar empat langkah untuk Ane bisa memanjat dan berlari menjauh dari kolam

renang ini. Semakin mendekat garis tangga, semakin ane dapat melihat lebih jelas. Orang-orang

itu, orang-orang itu… berwajah putih. Ya, mereka semua berwajah putih pucat. Pucat pasi, hanya

bentuk oval di setiap lingkar luar pelupuk matanya saja yang mengurangi kepucatan wajah

mereka. Ane tidak merasa takut, entah mengapa rasa takut itu tidak ada. Beberapa dari orang-

orang itu seperti memperhatikan Ane, tapi Ane diam saja. Ane tidak tahu lagi apa yang harus

Ane kerjakan. Ane terpaku di sana, diam. Ane baru merinding ketika tatapan mata Ane tertuju

pada salah satu wajah pucat pasi, wajah laki-laki misterius. Mirip, sangat mirip. terlintas

sebentuk Kucing besar berkelebat di pelupuk mata Ane, Ya. wajah laki-laki itu sangat mirip

dengan orang yang berkali-kali Ane temui di sepanjang perjalanan Ane ke Bogor waktu itu,

perjalanan mengerikan ketika motor Ane juga menabrak seekor kucing. Wajah orang itu telah

membekas di otak Ane saking terlalu sering dia muncul pada malam ketika itu

Orang-orang berwajah pucat itu terus memperhatikan Ane, lalu serentak memalingkan

pandangan dari Ane dan manatap kedepan ketika dari Kejauhan tampak berjalan dua Orang

dengan berpakaian hitam satu orang Perempuan dengan langkah yang gemulai seakan melayang,

posisinya tepat satu langkah di depan sebelah kanan lainnya, laki-laki yang juga berpakaian

hitam. Pakaian mereka memiliki motif seperti ukiran dari bordir keemasan. Perempuan yang

sangat teramat cantik itu terus melangkah, diiringi laki-laki di belakangnya.

Kemudian baru Ane sadari bahwa perempuan ini mengenakan penutup kepala yang tetap dapat

memperlihatkan rambutnya yang indah, lebih menyerupai sebuah Mahkota keemasan. Mereka

berhenti tepat didepan ane yang termangu dibawah kolam renang. Seperti ada kekuatan aneh

yang membuat Ane melangkahkan kaki Ane ke depan. Si perempuan berwajah cantik ini

mengulurkan tangan kanannya meraih tangan kiri Ane, sambil tersenyum. Melihat senyuman itu

Ane merasakan sesuatu yang entah dimana dan merasa sudah tidak asing lagi dengan perempuan

Page 28: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

itu. Lalu dengan tetap meraih tangan kiri Ane, Dia memakainkan sebuah cincin bermatakan batu

besar menyerupai Akik, dengan warna putih kecoklatan, besarnya menyerupai ibu jari dengan

sebuah tulisan arab, seperti tulisan (Allah) Asma Allah yang sering Ane lihat dalam tulisan-

tulisan di kertas maupun kitab.

―Saya seperti mengenal perempuan ini, tapi siapa?‖ kata hati Ane.

Seperti mengerti isi hati Ane, dia berucap

―Iya. Aku yang datang.. Aku…(dia menyebut sebuah nama besar yang sudah sangat terkenal di

mitos kalangan jawa dan Sunda. Red)‖

Setelah cincin dipakaikan dan melingkari jari manis Ane, tiba-tiba Ane seperti tersentak oleh

sebuah kekuatan dan tak mendapati pemandangan itu lagi, tapi Ane seperti terlempar dan

terbaring di kamar utama Ane, sendirian. Tangan Ane meraba kedua kelopak mata Ane, ternyata

Ane hanya bermimpi. Terlihat Jam di dinding menunjukkan pukul 2 dinihari. Ane baru ingat

bahwa Ane benar-benar sendiri di dalam rumah ini, anak dan istri Ane sudah dua hari ini pulang

ke kampung bersama Ibu mertua yang sengaja menjemput mereka beberapa hari yang lalu.

.

Hari-hari yang Kami jalani setelah itu adalah hari yang penuh dengan ketidakpastian, penuh

dengan kesialan. Perlahan namun pasti bisnis-bisnis Ane mulai berjatuhan, bertumbangan dan

banyak sekali masalah yang kami terima, entah sebab apa. Praktis Ane hanya mengandalkan

segala sesuatunya hanya dari hasil kerja Pokok Ane. Ane mengalami pengkhianatan yang begitu

besar. Ratusan juta melayang karena uang Ane dibawa lari orang yang telah Ane percayai,

hingga usaha yang telah Ane rintis pun hancur dengan menyisakan hutang yang harus Ane

tanggung sendiri. Jika saja Rumah dan segala perabotannya dijual semuapun tidak akan cukup

untuk membayar jumlah hutang itu. Sedangkan Ane tak dapat berbuat apapun juga.

Orang yang telah mengkhianatii Ane itu lalu meninggal karena Bunuh diri. Ane hanya bisa

pasrah, tapi pasrah yang bagaimana, Ane tak mengerti. Hari berganti minggu, berganti bulan…

tahun ketiga ane bertahan Ane sudah nggak punya apa-apa lagi dan pintu-pintu rejeki ane seperti

tertutup(diTutup?). Beruntung ane masih dilindungi Allah. Ane tetap bertahan, sampai tahun ke

tiga ane tinggal disana dengan menanggung duka dan kepedihan. kami mempertahankan hidup

seadanya saja. semua gaji langsung habis untuk mencicil hutang, beratus juta, tapi Ane bersyukur

tidak sampai mati bunuh diri.

Ditengah kefrustrasian ane, istri ane mengajak ke seorang ulama yang cukup terkenal dan sering

muncul di TV. dari sanalah akhirnya tepat tahun ke empat ane sekeluarga tinggal di rumah sialan

itu, ane sedekahkan hampir semua barang-barang yang ane miliki dan hanya hanya sisa sedikit

bekal untuk kami sekeluarga menempuh hidup baru setelah keluar dari rumah hantu. Rumah itu

ane jual murah, hanya separuh harga dari saat ane membeli dulu. ane tidak berfikir untuk

menjual lewat kaskus, karena meskipun ane sudah punya ID kaskus sejak tahun 2008 tapi ane

tidak mengikuti. Rumah sengaja ane jual murah karena memang orang-orang sekitar juga

sebagian sudah pada tahu kalau rumah itu berhantu. Ane mulai lagi semuanya dari Nol.

Page 29: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

Alhamdulillah Semua hutang itu akhirnya bisa lunasi setelah ane keluar dari Rumah hantu itu.

Kini Ane menjalani hari-hari Ane bersama anak dan istri Ane, dengan usaha yang kami rintis

dari nol lagi dan Ane lebih tenang dalam menjalani profesi Ane sebagai Anggota Pasukan Elit di

Kepolisian, sementara istri Ane buka Usaha kecil-kecilan di Rumah baru yang terasa nyaman

dan tak lagi ditebar teror.

Beberapa waktu yang lalu, kira-kira belum genap tiga bulan, ane ketemu dengan Pak Yusnadi,

RT tempat tinggal ane dulu. Pak Yusnadi ini bercerita bahwa 3bulan semenjak transaksi jual beli

rumah ane itu, Pak Abdul(Bukan nama sebenarnya) mulai menemui banyak kesialan. padahal dia

orang yang sangat berada dan bahkan memiliki usaha semacam pabrik di luar negeri, Malaysia

Tanah Pak Abdul bahkan berceceran di mana-mana. Rumah yang dibeli dari Ane itu tidak

ditempati, tapi dibiarkan kosong begitu saja, Tapi entah mengapa Pak Abdul Ribut besar dengan

keluarganya sendiri dan belum genap satu tahun Pak Abdul memiliki rumah itu, Pak Abdul

meninggal dunia secara mendadak.

Ada orang yang bilang bahwa Pak Abdul meninggal karena serangan jantung, ada juga yang

bilang bahwa kematiannya misterius. Sepeninggal ane dari Rumah itu, oleh istri Pak Abdul

rumah itu dikontrakkan pada seorang pendatang, seorang ibu-ibu. Entah kebetulan entah karena

faktor apa, si Ibu ini juga mengalami kesialan yang juga luar biasa. Usaha yang dia rintis di

rumah itu selalu mengalami kebangkrutan. Bahkan dia …(terpaksa tidak bisa ane share dulu krn

ane belum minta ijin utk share hal dia ini)

Selain dengan diperlihatkannya makhluk yang sering turun dan naik ditangga, Si Ibu ini juga

mendapat teror dalam bentuk lain, termasuk usahanya. Berkali-kali buka usaha selalu berakhir

dengan kebangkrutan.

Mendengar cerita Pak RT ini, ane merasa bersyukur dengan melepas Rumah hantu itu. Rumah

yang sering hampir membunuh Ane karena keanehan dan pengaruh aura negatifnya.

Dengan wajah yang seperti diliputi rasa takut, pak RT melanjutkan ceritanya. ―Rumah itu nggak

hanya terdapat 3 buah makam di bawahnya, tapi 13″ dari ingatan para sesepuh. Beberapa dari

makam/kuburan itu sudah ada sejak jaman Jepang. Ada nada sesal ketika Pak RT mengucapkan

kalimat itu, seperti ingin menarik kembali ucapannya tapi tidak bisa.

―Lalu bagaimana dengan kesepuluh makam yang masih ada itu Pak?‖ Tanya Ane.

―Makam itu masih tetap ada di sana, tidak bisa dipindahkan.‖ Kalau memindahkan jasad-jasad

itu berarti harus membongkar total rumah itu karena letak makam-makam itu persis di bawah

pondasi rumah‖ Tergambar nada ketakutan dari mimik muka Pak RT yang kelihatan menegang.

seperti ada desiran aliran darah yang membuat ane bergidik, ngeri. Tak pernah terbayangkan

bahwa selama ini kami, tinggal di Rumah yang berhantu, dengan kuburan yang tidak hanya 3,

tapi tigabelas makam di bawahnya.

―Pak RT, ada sosok perempuan dengan wajah dan tubuh berlumuran darah di rumah itu..‖ Ane

kembali memancing pembicaraan dengan Pak RT. ―Iya, benar. di sana pernah ada yang

Page 30: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

kecelakaan, seorang perempuan yang kecelakaan dengan kondisi yang sangat mengenaskan, di

depan rumah itu‖ Menurut teman saya yang mengerti, ibu itu mati penasaran‖ Jlebbh..!! kembali,

bulu kuduk ane meremang.

―Lalu kenapa Lampu-lampu yang kami pasang selalu tidak awet?‖

―Sudah dari sananya… Bahwa Lampu atau lilin yang dinyalakan di atas kuburan itu dilarang,

dan akan selalu cepat mati/tidak awet. Dan lagi pula, para dedemit, hantu blau, setan peri

prahyangan tidak suka dengan keadaan terang‖

Ane pandangi Rumah itu, rumah dengan kiri kanan kesunyian. Dindingnya seperti menyiratkan

senyuman sinis dan kemanangan. di sebelah kanan rumah itu, yang dulunya kosong, tetap

kosong. Di sebelah rumah kosong itu, sekarang sudah ada penghuninya, seorang penghuni baru.

pemilik lama pindah dan dibeli oleh orang baru, seorang Batak. Tapi di seberang rumah itu, yang

dulu terdapat Rumah besar tapi dibiarkan kosong, sampai sekarang tetap kosong. Bayangan

hitam atapnya yang menjulang tinggi akan selalu melemparkan kengerian bagi orang yang

melihatnya di waktu malam.

Ane bergidik, ngeri ketika melewati tanjakan di depan bekas rumah Ane, yang telah membawa

korban kecelakaan berkali-kali dari sejak Ane belum tinggal di sana sampai setelah ane pindah.

Angin padang Golf merayapi pori-pori kulit tubuh Ane, terasa dingin seperti melepaskan

kerinduan pada pertemuan setelah sekian lama terpisah. Ane suka dengan sejuknya anginmu, ane

suka dengan kesunyian dan dingin hawamu di waktu malam. Tapi ane tak ingin hidup tergadai

oleh rasa takut yang berkepanjangan, selamat tinggal Rumah hantu, selamat tinggal kesunyian,

selamat tinggal kesialan. Kuingin kau menjadi doa bagiku, doa untuk ketenangan dan

ketentraman di harihari kedepan yang harus ane lalui, bersama anak-anak Ane, bersama istri Ane

yang setia, sampai hari tua nanti.

Ikuti @pijar88

Sumur Pantek Depan Rumah

Suara Genset meraung-raung membelah kebisingan jalan kampung. Bercampur-berpadu dengan

suara hilir mudik kendaraan di depan rumah Ane. Suaranya kadang menderu kadang mencicit

menyerupai lengkingan seorang perawan yang sedang terancam. Getaran yang ditimbulkannya

menggoyang jalinan pilar-pilar bambu yang menahan beban genset itu sendiri.

Pak Midun nampak cemas mengawasi Pipa besi panjang yang mengaduk-aduk tanah sejengkal,

lokasi tanah yang akan kami bikin sumur. Lokasinya memang kurang menguntungkan, berada

tepat di sebelah kiri depan halaman rumah kami, antara perbatasan teras dengan halaman. Pak

Midun mondar-mandir, kecemasan di wajahnya semakin tampak nyata tergambar.

Page 31: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

―Coba kita ulangi lagi dengan tekanan yang lebih besar Man..‖ kata Pak Midun, suaranya hampir

tak terdengar, tertelan deru genset yang menggeram. Sementara dua orang anak buah Pak Midun

sudah sangat kelelahan, seperti malas oleh situasi yang dihadapi mereka kini. ―Tetap saja Pak‖

Teriak Maman.

―Kena batu lagi Pak, padahal kedalaman sudah 14 meter.‖ Kata Pak Midun seperti menujukan ke

Ane. Ane diam, pura-pura tak menghiraukan dengan apa yang terjadi. Ane tak ingin memburu-

buru Pak Midun atau yang lainnya untuk segera menyelesaikan pembuatan sumur ini, karena

mereka juga sudah bekerja dengan cukup keras dan nyatanya berkali-kali menemui kendala pada

lapisan tanah di bawah yang selalu mentok dengan batu.

Matahari sudah semakin dekat ke cakrawala tapi pekerjaan belum selesai. Mata bor tetap

mengenai batu. Entah seberapa besar dan tebal batu itu sampai tak tembus-tembus juga. Dua

pekerja kelelahan, mesin Genset mati. Pekerjaan dihentikan.

Bertiga mereka menikmati hidangan yang disajikan istri Ane. Pak Midun kelihatan pucat. Laki-

laki paruh baya ini masih nampak gagah meski usianya sudah kepala lima. Pak Midun ini adalah

paman dari kawan Ane, yang sehari-hari banyak menerima pesanan pengerjaan Sumur bor atau

pantek. Keponakannya seorang insinyur yang kebetulan minggu-minggu terakhir ini banyak

berinteraksi dengan Ane untuk urusan bisnis. Daryono, nama keponakan dari Pak Midun ini

banyak koneksi jual beli limbah industri yang sering kami jalankan. Kadang besi tua, kadang

sisa-sisa tembaga dari berbagai proyek yang banyak ia ketahui. Daryono memberikan

rekomendasi untuk pamannya sendiri ketika Ane mengeluh akan air di rumah kami yang selalu

bermasalah. Jalan satu-satunya untuk masalah air di rumah kami adalah membuat sumur baru

karena sumur lama terlalu dekat dengan pembuangan air, itulah masalahnya. Dua hari ini Pak

Midun bersama dua orang anak buahnya mengerjakan Sumur baru di rumah kami.

Hari pertama pengerjaan, mata bor mengenai batu. lalu pindah titik lokasi beberapa meter dari

titik pertama. Pada titik lokasi kedua juga menemui batu besar, pada kedalaman yang baru tiga

meter. Mau tidak mau, dicari lagi titik baru hingga didapat titik terakhir yang posisinya malah

lebih dekat ke teras, persis di depan rumah.

Dan mata bor sudah mencapai kedalaman empat belas meter ketika tiba-tiba mata bor itu

mengenai batu, tak tembus-tembus juga.

―Pak, kelihatannya ini aneh‖ Pak Midun mengeluh, menghela nafas. Dari getar suaranya seperti

ada rasa khawatir.

―Sering seperti ini Pak?‖ tanya Ane.

―Justru itulah, baru kali ini mata bor Saya tak tembus-tembus. Sudah tiga kali matabor Saya

patah, sudah tiga kali ganti mata bor. Sebesar apa batu itu…‖ Pak Midun menggeleng-gelengkan

kepala, mencoba menghilangkan kegalauannya.

―Aneh ya Pak…‖ Ane menimpali. Di luar mulai gelap. langit menghitam. Beberapa teguk kopi

hitam membuat Ane tenang. Dari Mushola kampung terdengar adzan, suaranya cempreng tanpa

ekho. Menggelegar memecah udara petang. Gerimis menitik pelan.. Kampung Sindangkarsa

menggigil.

Mereka berpamitan, pak Midun berjanji untuk datang lagi seusai Magrib. Pancang-pancang

bambu dan tanah-tanah sisa pantek yang menggunduk di sekeliling titik sumur yang belum jadi

itu terlihat mengerikan dalam kondisi gelap. Ane mundur beberapa langkah ketika terdengar

Page 32: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

suara gemuruh mengitari titik sumur itu. Suaranya begitu jelas. Bergegas Ane masuk ke dalam,

kemudian Sholat Magrib bersama istri Ane. dari luar rumah, terdengar suara anjing menyalak

melolong.

Selepas Isya, Pak Midun datang sendirian. Dia membawa sebuah bungkusan kresek hitam. Agak

gugup dibukanya kresek besar itu, dikeluarkannya serbuk kopi berikut rokok klobot dan

sebungkus gula pasir. ―Saya baru saja dapat petunjuk Pak, mudah-mudahan besok sumur itu

sudah bisa diteruskan dan langsung selesai‖ Berbicara Pak Midun, menjelaskan pada Ane.

―Maksud Pak Midun?‖ tanya Ane.

Untuk tempat-tempat ‗khusus‘ seperti tempat Bapak ini tak bisa disepelakan. Tak bisa digali atau

dibor begitu saja.‖

―Begitu ya Pak?‖

―Ini saya bikinkan sendiri, Saya minta disediakan wadah saja Pak, Baki kosong‖

Lalu Ane mengambil Baki di dapur. Istri Ane yang sedang ngeloni si kecil menanyakan untuk

apa Baki itu, Ane bilang bahwa Pak Midun memerlukannya.

Pak Midun meletakan Baki dengan gelas-gelas berisi kopi pahit kopi hitam, dan rokok klobot di

dekat titik sumur baru kami. Dinyalakannya gulungan kertas dalam asbak, lalu tangannya

menaburkan kemenyan. Mulutnya mendesis-desis membacakan sesuatu yang nggak Ane tahu,

pelan dan hanya bunyi desisan yang terdengar. Bau harum kemenyan yang kemerutuk di atas api

menambah seram, Suasana terasa mencekam. tak ada satupun mobil atau motor yang lewat di

jalanan depan rumah, hening menghentak seakan mengiringi doa-doa yang dibacakan Pak

Midun. Selesai melakukan ritualnya, Pak Midun terpekur. dia bangkit sambil matanya nyalang

menyapu segenap penjuru halaman rumah Ane, kemudian matanya tertuju ke dalam rumah.

―Saya pulang Pak‖ Pamit pak Midun kemudian.

Keesokan harinya Pak Midun dan anak buahnya kembali melanjutkan pemantekan sumur yang

tertunda karena mata bor yang terhenti oleh lapisan batu. Beberapa menit saja bor berputar,

lapisan batu sudah tertembus dan mengenai lapisan empuk bumi, airpun mengucur deras, bening.

*****

Beberapa bulan kemudian.

―Ma, kenapa Payung itu dibuka di dalam rumah? Mama yang buka?‖ Tanya Ane Siang itu Ane

baru pulang dari kegiatan ringan kantor, tapi cukup membuat Ane kelelahan karena perjalanan

yang cukup jauh.

―Bukan Saya Pa, bener. sumpah‖ Istri Ane menjelaskan. Memang Ane paling tidak suka bila ada

payung dalam kondisi mengembang (tidak tertutup) di dalam rumah. Dari sejak kecil jika Ane

membuka payung ketika masih di dalam rumah, ibu Ane pasti langsung melarang, beliau

mengatakan ―Ora ilok‖ Dalam bahasa tempat kelahiran Ane, Ora ilok berarti sangat tidak boleh

untuk dilanggar. Mungkin berbau tahayul, tapi itulah.. kadang sesuatu yang memang sudah

terlanjur diperingatkan akhirnya bisa berakibat kurang baik bila dilanggar. Jika diperhatikan dari

segi kata-katanya, Ora ilok berarti Tidak Indah atau tidak Elok. Mungkin karena tidak indah

Page 33: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

dalam pandangan mata, sehingga orang-orang tua jaman dahulu sengaja mendramatisir kalimat-

kalimat atau kata-kata itu dengan ancaman-ancaman terselubung.

Dan memang, pada kanyataannya apa-apa yang didahului dengan Ora ilok untuk melarang

sesuatu itu menjadi ampuh untuk ditaati. Siang ini, ternyata ada payung yang terbuka di dalam

rumah Ane. Payung yang terbuka di dalam rumah Ane. Ane langsung tutup payung itu dan Ane

masukkan ke dalam karung di kamar depan. Entah siapa yang membuka payung ini di dalam

rumah kami? ‗Hah‘ Persetan! Ane tak peduli. Hanya bisa mengira-ngira saja, kalau memang

bukan Ane, mungkin saja anak-anak tetangga sebelah. mungkin pagi tadi mereka pada main ke

rumah. Kalau bukan mereka juga, mungkinkah Ane ya? Kalau Ane sih kayaknya tidak mungkin.

Berartiiiiii……..??? Agan tebak sendiri ya…

Tiga hari setelah itu, di tengah panas sore yang tak begitu terik Ane menaiki motor Ane bersama

dengan anak dan istri Ane. Kami dalam perjalanan pulang setelah seharian kami keluar.

Kebetulan kami ada kegiatan arisan bersama teman-teman satu kerjaan Ane. Motor Ane bawa

pelan, hingga lebih dari 30 menit kami baru sampai Pasar Cibinong. Mampir sebentar di Pasar

Cibinong sekedar belanja-belanja baju, makan, dan lanjut lagi perjalanan. Cuaca berubah, Langit

mendung. Awan bergumpal-gumpal berarak seperti serombongan prajurit yang siap meluncurkan

anak panahnya ke bumi dengan rintisan tetes tetes air. Ane pacu sepeda motor agak kencang,

sesampai di pertigaan Mandala, kemudian di Simpang Joran Motor ane mengarah ke kanan.

berbelok untuk ke kampung Ane ketika kemudian tiba-tiba muncul iring-iringan orang dengan

membawa keranda mayat. Seketika Ane hentikan motor Ane. Ane tak mau menyalip iring-

iringan, apalagi saat sedang membawa anak kecil seperti saat ini.

―Siapa yang meninggal Mas?‖ Tanya Ane pada salah satu orang yang kebetulan lewat persis di

depan Ane. Kelihatannya dia habis melayat.

―Pak Midun Mas..‖. Jawabnya singkat

―Duggg!!!‖ Ane kaget. ANE KAGET !!! Segera Ane balik kanan, putar haluan. Kembali ke

Jalan Raya Besar. Melewati Simpangan Joran, dan pada Pertigaan gang Durian, Ane belokkan

motor. Sengaja melewati jalan Gang Durian. baru sekitar tujuh menit motor merayap pada

pertigaan utama untuk ke jalan bakti Mulya, kembali kami tersentak!!!. Tampak Iring-iringan

dengan keranda mayat sedang menuju pemakaman umum… Mau tak mau Ane putar haluan lagi.

Tancap lagi dan melewati gang lain, masuk jalan utama dan masuk gang Baring untuk ke Jalan

Raya Besar kembali. Hahhhh??? Kembali ane sport Jantung. Iring-iringan laki-laki dengan

empat orang paling depan, dengan keranda mayat di atas pundak mereka.

Akhirnya kami kembali ke Jalan Raya Besar dan masuk Gapura Simpangan Joran. Kami

dikejutkan sebuah suara. ―Mas, anaknya pucat tuh..‖

Ane menoleh, sebelah motor Ane. Supri dengan motor bebeknya.

―Iya Pa… anak kita pucat!‖

Sesampai di rumah, kami pijit-pijit kecil anak kami, alhamdulillah tak terjadi apa-apa. Gerimis

turun, langit menumpahkan butir-butir airnya.

Page 34: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

OTHER GHOST STORY FROM KASKUS

ini beneran Kisah nyata ane gan, kamar hantu (terinspirasi

ama agan pijar88)

08-03-2012 18:09

Setelah baca critanya agan pijar88 dari episode 1 sampai 5, ane jadi pengen share tentang suatu

kamar dari rumah ane yang dari ane lahir ampe sekarang masih ditempatin ame keluarga ane,

Page 35: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

Rumah ane ada di Kab. Magelang Jawa Tengah, yang ane tempatin sejak ane lahir, ane anak ke 2

dari 3 bersaudara, ane juga punya adik angkat bernama Leo yang sekarang masuk RSJ (nanti ane

critain kenapa bisa masuk RSJ), sekarang ane dan 2 saudara ane lainya tinggal di luar kota,

sampai saat ini rumah itu masih ditinggali sama kedua orang tua ane.. kalau ane libur, ane

pulang, atau orang tua ane yang berkunjung ke tempat ane,

singkat crita, ada satu ruangan (kamar) di rumah itu yang ane tempatin dari kecil, dan terakhir

ditempatin sama adek angkat ane, karena ane dan adek kandung ane nglanjutin kuliah diluar

kota, sekarang kamar itu sudah dibongkar, nah kenapa dibongkar?? ini masalahnya,,

dulu waktu ane kecil (masih SD kelas 1) ane lagi asik mengerjakan PR ditemani Ibu tercinta,

waktu itu Ibu ane lagi ngoreksi hasil ujian, maklum Ibu ane guru SD (agak miris karena ane

muridnya juga, jadi ga bisa bolos, dan ga bisa nyontek PR temen ) malam itu ane dah disuruh

tidur, tapi karna PR blom selesai, ane kaga mau, akhirnya jam dinding bunyi, tandanya udah jam

12 malem, nah saat itu juga ane melihat tangan seukuran orang dewasa tepat di depan ane (pas di

tembok kamar ane bagian luar), ane kaget sambil nangis, Ibu ane sontak kaget dan langsung

mengambil sapu di dekatnya dan langsung memukul tangan itu sambil baca doa, tapi tangan itu

bertambah banyak hingga puluhan, setelah beberapa saat tangan2 itu mulai menghilang satu-

persatu, trus ane langsung tidur meski sampai saat ini ane masih trauma gan ... subhanallah..

setelah kejadian itu,, bapak ane sering banget ngamuk tanpa sebab, ane sama adik ane sering

sakit2an gan, sial berkali2, kepala ane dah 3 kali bocor dirumah itu, suka kejang2, ane dan adik

angkat ane juga pernah lari keluar rumah sambil merem alias ga sadar, kesurupan dan yang

paling parah kesiram air panas bareng sama adek ane pas pembantu ane ngambil air dari teko

yang sedianya mau disimpan di tremos.. tidak ada alasan jelas kenapa pembantu ane melempar

itu teko ke tubuh kami, 2 bulan kaga bisa apa2..

akhirnya tahun demi tahun berlalu, kejadian2 kecil sering terjadi, seperti yang diceritakan sama

tetangga ane yang katanya melihat maling yang mau nyolong dirumah ane, tiba2 lari terbirit-birit

setelah mencongkel jendela, padahal rumah ane dalam keadaan kosong dan sepi karna semua

keluarga keluar kota, maling itu ketakutan setelah berhasil membuka jendela, entah apa yang

dilihatnya, saat laripun si maling tiba2 terjatuh berkali2 seperti ada yang menendang..

lama-lama kluarga ane mulai cemas dengan keadaan rumah gan, suatu hari kluarga ane

kedatangan tamu dari Malang, beliau simbah ane yang tergolong orang pinter, saat itu ane duduk

di bangku SMA, setelah berkonsultasi sama simbah, katanya disitu ada beberapa jimat/pusaka

yang tertanam di bawah pondasi rumah, entah dari mana datangnya, namun diperkirakan sudah

ada sebelum rumah dibangun, dan kabarnya yang tinggal disitu banyak banget gan, termasuk

salah satunya sosok orang tua bersorban putih yang konon penghuni rumah ane yang paling kuat,

akhirnya simbah ane menyarankan agar setiap malam jum'at dibuatkan kopi hitam yang nantinya

ditaroh di kamar ane, (ane tetep nekat nempatin kamar itu, meski keadaanya ga beres) dan kopi

tersebut paginya harus disiramkan di depan kamar ane. hari demi hari kami lalui seperti itu, bikin

kopi, dibuang, bikin kopi lalu dibuang lagi. akhirnya saat ane kelas 3 SMA, ane mulai

menyarankan ke keluarga, kebiasaan buang kopi itu dihilangkan saja,karena bisa saja kita

Page 36: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

tergolong musrik/memposisikan kita dibawah mereka.*sok pinter ane

nah... setelah rundingan lama, ane sok ceramah, akhirnya keluarga ane setuju untuk

menghilangkan kebiasaan itu, TAPI... ini ternyata jadi masalah besar.. masih inget diawal ane

sebutin adik angkat ane yang bernama leo masuk RSJ..??

begini critanya, setelah ane melarang ritual kopi, ane jadi sering ngalamin kejadian2 aneh,

rambut dijambak waktu tidur, trus denger tangisan cewek, muncul sosok puluhan wajah dari

tembok kamar yang seakan mereka lagi berbincang-bincang, penampakan tengkorak, puluhan

kelelawar masuk kamar dll, tapi ane tetep nekat nempati itu kamar, karena itu kamar paling gede

dirumah ane.

pada suatu hari, tibalah saat ane lulus SMA, ane kuliah disemarang, kamar itu ditempatin Leo

adik angkat ane yang baru pulang dari flores, Leo tergolong siswa SMK yang rajin dan pintar,

bahkan dia masuk rangking 3 besar di kelasnya, suatu ketika, entah kenapa tanpa sebab Leo

jarang bicara, dan sesekali ketawa ga jelas, bahkan suatu malam sempat dia ngamuk, semua

barang dikamar dibanting, waktu kejadian itu dirumah hanya ada adik kandung ane sendirian,

adik kandung ane Cuma bisa mumpet dikamarnya karena takut, maklum Leo orang Flores yang

badanya Gede, bahkan kamar ane nyaris dibakar sama dia, semua pakaian dalam lemari

dikeluarkanya lalu dibakar tepat didalam kamar yang dia kunci dari dalam.

melihat asap keluar dari kamar, adik kandung ane langsung teriak "kebakaran-kebakaran",

beberapa tetangga datang, langsung mencongkel pintu dan langsung memadamkan itu api. yang

bikin kaget lagi, setelah kejadian itu, Leo malah jadi anak yang rajin ke masjid, shalat, puasa,

dan suka ceramah sendiri, namun, suara yang keluar dari Leo sudah beda, menyerupai orang tua

dan wajahnya mirip orang sakit stroke, bibirnya susah buat ngomong.

akhirnya setelah beberapa hari, tiba2 Leo sudah berubah karakter, jadi suka ngamuk, sebelumnya

memang pernah mengamuk, tapi ini beda, lebih parah lagi, lalu kluarga ane mendatangkan

kyai/orang pinter, katanya Leo kesurupan, dan mohon jangan sampai kabur, karena bisa

membahayakan orang yang dibencinya.

benar saja, suatu hari saat keluarga ane lengah, Leo tiba2 lari, dan sudah tak terkejar, karena

larinya kenceng banget gan, CR7 lewat deh , setelah seharian mencarinya, kluarga ane dapat

kabar kalau Leo masuk penjara, setelah ane liat TV One, diberitakan juga di media cetak dan

internet nih britanya "Leo Tega Bacok Kepala Ibu Tiri" serching aja di mbah google, seperti

judulnya, Leo tiba2 pulang kerumah bapak kandungnya, dan tega membacok Ibu tirinya yang

sebenernya memang ia benci, akhirnya setelah dilakukan pemeriksaan kejiwaan, Leo

dimasukkan ke RSJ, kasihan Leo..

sekarang kami sekeluarga kehilangan contact dengan Leo, terakhir denger kabar Leo sudah di

Flores..

nah singkat saja gan.. sampai saat ini Rumah Berhantu ane masih ditempatin ame kedua ortu ane,

kmaren baru aja tuh kamar dijebol salah satu temboknya biar gabung ke ruang tamu, eh.. malah

jadi masalah besar, bapak ane berubah jadi anak-anak, yang nangis karena kamarnya digusur..

jam 12 malem bapak ane kabur dari rumah, tidur di bekas reruntuhan tembok yang sudah

Page 37: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu

difungsikan sebagai penutup lubang sampah di samping rumah, bahkan sebelumnya Ibu ane mau

digerayangi ame setan.. anjir.. parah banget.. setelah kejadian itu, rencana tembok pemisah

antara kamar dan ruang tamu mau dibangun kembali, sampai sekarang tiap malem dirumah ane

diadain yasinan/pengajian, hadeh..

sebenernya ane ngeri buat pulang kerumah, tapi Ortu ane ngotot kaga mau pindah dari itu rumah,

terpaksa lah.. ane harus tetep siapin mental.. biasanya kalau ada tamu nginep ditempat ane, pasti

ngeliat penampakan.. itu dah berkali2 terjadi gan...

mungkin itu aja gan curhat ane.. sebenernya banyak banget kejadian2 yang kaga berani ane share

disini.. ane takut critanya..

moga2 agan2 kaga kriting bacanya.. ane bukan pijar88 yang pinter nulis gan..

ane minta doanya aj ya gan... moga2 kluarga ane tetep dilindungi Allah SWT.. amin... bagi agan

yang mau berkunjung kerumah ane.. PM aja..

Page 38: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu
Page 39: 4 Tahun Tinggal Di Rumah Hantu