identifikasi metbol, umbi bawang hantu

23
IDENTIFIKASI KANDUNGAN SENYAWA METABOLIT SEKUNDER EKSTRAK KLOROFORM UMBI BAWANG HANTU (Eleutherine palmifolia (L.) Merr ) Makalah Seminar Kimia Oleh : RAHMA WARDANI ACC 105 017 UNIVERSITAS PALANGKA RAYA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PWNDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

Upload: rahma-wardani

Post on 12-Jun-2015

2.555 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

IDENTIFIKASI KANDUNGAN SENYAWA METABOLIT

SEKUNDER EKSTRAK KLOROFORM UMBI BAWANG HANTU

(Eleutherine palmifolia (L.) Merr )

Makalah Seminar Kimia

Oleh :

RAHMA WARDANI

ACC 105 017

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PWNDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

2009

BAB. I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan ber khasiat obat

merupakan pengobatan yang dimanfaatkan dan diakui masyarakat dunia, hal ini

menandai kesadaran untuk kembali ke alam (back to nature) guna mencapai

kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami

(Wijayakusuma, 2000).

Merupakan fakta yang tak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar masyarakat

Indonesia dalam mencari pemecahan masalah kesehatan, memanfaatkan

pengobatan tradisional sebagai salah satu pilihannya. Untuk ini pelayanan

kesehatan tradisional merupakan potensi yang besar karena dekat dengan

masyarakat, mudah diperoleh dan relatif lebih murah dari pada obat modern

(Anonim, 1996). Pengobatan dengan menggunakan ramuan tumbuhan secara

tradisional memiliki kelebihan yaitu efek samping yang ditimbulkan minimal

dibandingkan pengobatan secara kimiawi/modern.

Tumbuhan obat merupakan sumber bahan yang sangat penting artinya, bagi

pembuatan obat tradisional di Indonesia bahkan juga untuk obat tradisional di

dunia. Di Indonesia dijumpai kurang lebih 940 jenis tumbuhan yang dapat

dimanfaatkan sebagai obat, sebagian sudah dikenal dan diketahui tumbuhan

asalnya, dipelajari kandungan serta khasiatnya, namun masih banyak pula

diantaranya yang belum diteliti sama sekali(Anonim, 1996).

Jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk obat jumlahnya sangat

banyak dan berbagai macam jenisnya. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai

bahan obat tradisional berbeda-beda misalnya akar, batang, daun, bunga, dan

buah, fungsi pengobatan nya pun juga berbeda-beda. Penggunaan obat tradisional

masih dilakukan dengan sangat sederhana, perlakuan dalam menyiapkan bahan

obat tradisional diantaranya hanya diremas, ditumbuk, direbus, atau dibakar (Jafar

Sidik dan Sutomo 1986 : 2-3).

Salah satu tumbuhan yang digunakan masyarakat khususnya masyarakat

Kalimantan Tengah sebagai obat adalah bawang hantu (Eleutherine palmifolia

(L.) Merr ) Bagian yang dipergunakan adalah umbinya, dibuat dalam bentuk

infusa dan dipergunakan untuk mengobati penyakit diare/disentri.

Penggunaan umbi bawang hantu sebagai obat hanya berdasarkan pengalaman

terdahulu dan kebiasaan masyarakat saja (pengalaman empiris), karena itu oleh

para ahli dilakukan penelitian mengenai aktifitas anti bakteri umbi bawang hantu

serta skrining fitokimianya.

Diharapkan analisa golongan senyawa kimia umbi bawang hantu dapat

dijadikan awal bagi penelitian lebih lanjut guna mengembangkan pengobatan

tradisional di masyarakat Indonesia.

1.2 Batasan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada “ Identifikasi Kandungan Senyawa

Metabolit Sekunder Ekstrak Kloroform Umbi Bawang Hantu”.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang muncul adalah sebagai

berikut :

1. Golongan senyawa kimia apa sajakah yang yang terdapat dalam umbi

bawang hantu.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah skrining fitokimia untuk mengetahui

golongan senyawa kimia yang terkandung di dalam umbi bawang hantu

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang diperoleh melalui penelitian ini diharapkan :

a. Dapat menjadi dasar suatu metode, teknik pemisahan dan

identifikasi komponen metabolit sekunder buah mengkudu.

b. Sebagai bahan pertimbangan dalam pelestarian dan pengembangan

tumbuhan obat tradisional di Indonesia khususnya di Kalimantan Tengah.

.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tentang Tumbuhan Bawang Hantu (Eleutherine palmifolia

(L.) Merr )

Bawang hantu (Eleutherine palmifolia (L.) Merr ) merupakan tumbuhan

yang berasal dari pulau Kalimantan, oleh karena itu orang dari pulau seberang

Kalimantan menyebutnya Bawang Sabrang, karena kalau mengambil ke

Kalimantan harus ”nyabrang” atau menyeberangi (Aulia Nuniek, 2003) .

Menurut buku Tumbuhan Berguna Indonesia karangan K.Heyne

mengungkapkan bahwa bawang sabrang banyak manfaat baik sebagai obat

peluruh kemih, obat muntah, pencahar, obat penyakit kuning dan kelamin.

Menurut pengalaman Bu Titiek Sri Rahayu (Trubus no. 396 hal 55

november 2002) yang terkena penyakit kanker payudara, dapat disembuhkan

dengan bawang "hantu/kambe" (kata orang Dayak). Tanaman ini mulai dilirik dan

dibudidayakan oleh masyarakat, BPTP Kalteng juga mengoleksinya sebagai

tanaman obat khas Kalimantan Tengah lainnya. (maman)

Bawang sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr). Bawang ini hanya

tumbuh di daerah belerang. Banyak juga bawang-bawangan yang ada di pulau

jawa mirip seperti bawang ini akan tetapi khasiatnya tidak sama (tidak ada

khasiatnya) dan tumbuhnya pun di tanah biasa. Bawang dayak ini juga

mengandung senyawa-senyawa yang meliputi alkaloid, saponin, terpenoid, stroid,

glikosida, tanin, fenolik, dan flavonoid. Bawang dayak ini juga dapat mengatasi

beberapa keluhan seperti kanker kista, prostat, diabetes, asam urat, hipertensi,

gangguan pencernaan lambung, kolesterol, gondok, bronkhitis, stamina dan

gangguan seksual. Menurut pengalaman beberapa masyarakat dengan

mengkonsumsi bawang hantu ini dapat dibuktikan dalam 2 jam maka khasiat nya

akan dapat langsung dirasakan, misalnya bagi penderita seperti diabetes, asam

urat, sakit pinggang, pegal-pegal, darah tinggi

2.2 Klasifikasi Tumbuhan Bawang Hantu

Kedudukan tumbuhan bawang hantu dalam sistematika (taksonomi)

tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Sistematika tumbuhan

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Bangsa : Liliales

Suku : Iridaceae

Marga : Eleutherine

Jenis : Eleutherine Palmifolia

Sinonim : Eleutherine Americana

(Backer dan Vanden Brink, 1962. Syamsuhidayat, 1991)

2. Nama Daerah

Kalimantan : Bawang hantu, bawang makkah

Sumatra : Bawang kapal

Jawa : Brambang sabrang, bawang siyem, aluluwansapi, teki

sabrang, bebawangan beureum

(Sastroamidjojo, 1962).

3. Pertelaan

Tanaman bawang hantu tingginya hanya mencapai 30-50 cm.

batangnya tumbuh tegak atau merunduk, basah, dan berumbi. Umbinya

panjang, bulat telur merah seperti bawang merah, tidak berbau sama sekali.

Daunnya ada dua macam yaitu yang sempurna berbentuk pita dengan

ujungnya yang runcing, sedangkan daun-daun lainnya berbentuk menyerupai

batang, berwarna hijau, beriga, lebarnya beberapa jari. Bunganya berupa

bunga tunggal, warnanya putih, terdapat pada ketiak-ketiak daun atas, dalam

rumpun-rumpun bunga yang terdiri dari 4 sampai 10 bunga, bunganya mekar

pada waktu sore tetapi hanya beberapa jam saja, biasanya mekar pada jam

17:00 dan kuncup lagi pada jam 19:00 (Anonim, 1986).

Tumbuhan ini menyukai tempat-tempat yang terbuka yang tanahnya

kaya dengan humus dan cukup lembab. Untuk menanam nya biasa digunakan

umbinya (Anonim, 1978). Di Jawa dipelihara sebagai tanaman hias ; kadang-

kadang didapati dalam jumlah besar dipinggir-pinggir jalan yang berumput

dan di dalam kebun-kebun teh, kina dan karet ( Heyne, 1987).

4. Khasiat dan kegunaan

Air rebusan atau air perasan umbinya dapat digunakan sebagai obat

penyakit kuning, disentri dan radang usus. Selain itu bawang hantu juga

diketahui mempunyai macam-macam khasiat lainnya seperti sebagai peluruh

seni, pencahar dan peluruh muntah, mengurangi rasa nyeri, obat luka dan

pencahar (Anonim, 1978) umbi mentahnya dapat juga digunakan untuk obat

disentri dan proktitis (radang porus usus), sedangkan daunnya untuk wanita

yang nifas, obat demam dan mual (sastroamidjojo, 1962; Anonim, 1978).

5. Kandungan kimia

Umbi bawang hantu mengandung senyawa-senyawa turunan

antrakinon yang mempunyai daya pencahar yaitu senyawa-senyawa eleuthrin,

isoeleutherin dan senyawa-senyawa sejenis ; senyawa-senyawa lakton yang

disebut eleutherinol (Anonim, 1978). Daun dan akarnya mengandung

flavonoid dan polifenol (Syamsuhidayat, 1991).

2.3 Uraian Kandungan Senyawa Dalam Umbi Bawang Hantu

2.3.1 Antrakinon

Golongan kuinon alam terbesar terdiri atas antrakinon. Beberapa

antrakinon merupakan zat warna yang penting dan yang lainnya sebagai

pencahar. Keluarga tumbuhan yang kaya akan senyawa jenis ini ialah

Rubiaceae, Rhanaceae, dan poligonaceae (Robinson, 1995). Turunan

antrakinon umumnya berupa senyawa berwarna kuning kemerahan dan

kadang-kadang dapat diamati di tempat. Antrakinon mudah larut dalam air

panas atau alkohol cair . Antrakinon terhidroksilasi jarang terdapat dalam

tumbuhan secara bebas tetapi sebagai glikosida antrakinon berupa senyawa

kristal bertitik leleh tinggi, senyawa ini biasanya berwarna merah tetapi yang

lainnya berwarna kuning sampai coklat (Robinson, 1995).

Gambar 1. Struktur dasar antrakinon

2.3.2 Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang tersebar.

Dalam tumbuhan aglikon flavonoid (Flavonoid tanpa gula terikat) terdapat

dalam berbagai bentuk struktur, semuanya mengandung 15 atom C dan inti

dasarnya yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu cincin aromatik

yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang membentuk cincin ke tiga.

Agar mudah dikenal cincin diberi tanda A, B, C (Markham, 1987). Struktur

umum flavonoid terdapat dalam gambar 2.

Gambar 2. Struktur umum flavonoid

(robinson, 1995)

6’ 5’

4’

3’2’

7

6

5 4

3

2 1’

8 1

A

B

1

2

3

4O

O

5

6

7

8

9

10

Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air, Flavonoid

dapat diekstraksi dengan etanol 70 % dan tetap ada dalam lapisan air setelah

ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi (Harbor, 1987). Flavonoid

berupa senyawa fenol karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau

amonia dan terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran. Jarang sekali

dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Selain itu,

sering juga terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang berbeda

kelas (Harborne, 1987). Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan ini

dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus

hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan (Robinson, 1995).

Efek flavonoid terhadap macam-macam organisme sangat banyak

macamnya dan dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung

flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional. Aktivitas antioksidan

flavonoid tertentu merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan

secara tradisional untuk mengatasi gangguan fungsi hati. Flavonoid tertentu

dalam makanan tampaknya menurunkan agregasi platelet dan dengan

demikian mengurangi pembekuan darah, tetapi jika dipakai pada kulit,

flavonoid lain menghambat pendarahan (Robinson, 1995).

2.3.3 Terpenoid

Senyawa terpenoid berasal dari molekul isoprene CH2 = C(CH3) – CH

= CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau

lebih satuan C5 ini. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai

dari komponen minyak atsiri , yaitu monoterpena (C10) dan (C15) yang

mudah menguap, diterpena (C20) yang lebih sukar menguap, sampai

senyawa yang tidak menguap yaitu triterpenoid dan sterol (C30) serta pigmen

karetiroid (C40) (Harborne, 1987). Banyak terpenoid terdapat secara alami

dalam tumbuhan tidak dalam keadaan bebas tetapi sebagai ester atau

glikosida (Robinson, 1995).

Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat

didalam sitoplasma tumbuhan. Kadang-kadang minyak atsiri terdapat

didalam sel kelenjar khusus pada permukaan daun. Sedangkan karotenoid

terutama berhubungan dengan kloroplast didalam daun dan dengan

kromoplast didalam daun bunga (petal). Biasanya terpenoid diekstraksi dari

jaringan tumbuhan dengan memakai eter minyak bumi, eter atau kloroform

(Harborne, 1987).

Sudah banyak dan bermacam-macam peran terpenoid tumbuhan yang

diketahui. Sifatnya yang dapat mengatur pertumbuhan sudah terbukti, dua

dari golongan utama pengatur tumbuhan yaitu seskiterpenoid absisin dan

giberelin yang mempunyai kerangka dasar terpenoid. Karotenoid berperan

penting untuk warna tumbuhan dan sudah pasti terpenoid (C40) ini terlibat

pula sebagai pigmen pembantu pada proses fotosintesis mono dan

seskuiterpena penting bagi tumbuhan untuk memberi bau wangi yang khas

(Harborne, 1987).

3 Kemarin

Kemarin adalah lakton asam 0-hidroksisinamat. Inti dasar dengan

penomoran cincinnya terlihat pada gambar 3

Gambar 3. Struktur umum kemarin

Hampir semua kemarin alam mempunyai oksigen (hidroksil atau alkoksil)

pada C7. Posisi lain dapat pula teroksigenisasi, dan sering pula terdapat

rantai samping alkil. Kumarin sering dijumpai sebagai glikosida (Robinson,

1995).

Kemarin mempunyai berbagai efek fisiologis terhadap tumbuhan dan

hewan. Pada tumbuhan efeknya menghambat atau menstimulasi asam indol

5 4

3

28

7

6

3-asetat oksidasi menstimulasi produksi etilena, menghambat sintesis

selulosa, atau meningkatkan ketebalan membran. Kemarin dapat

mempunyai efek toksik terhadap organisme misalnya membunuh atau

menolak serangga (Robinson, 1995).

2.4 Skrining Fitokimia

Untuk mencari tumbuhan dan senyawa yang dikandungnya yang

memiliki aktivitas biologi dilakukan dua macam pendekatan, yaitu

pendekatan farmakologi dan skrining fitokimia (Gunawan dkk, 1993).

Pendekatan fitofarmakologi meliputi uji berbagai efek farmakologi

terhadap hewan percobaan dengan ekstrak tumbuhan atau bagian tumbuhan.

Misalnya, efek farmakologi terhadap susunan syaraf pusat, terhadap organ

tertentu, dan sebagainya. Percobaan farmakologi dapat dilakukan secara in

vivo dan atau in vitro. Aktivitas yang diajukan antara lain antineoplastik

(antikanker), antiviral, antimicrobial, antimalaria, insektisida, hipoglikemik,

kardiotonik, estrogenik, androgenic dan sebagainya (Gunawan dkk, 1993).

Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualitas kandungan

kimia dalam tumbuhan/bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah,

biji), terutama kandungan metabolit sekunder yang bioaktif, yaitu alkaloid,

antrakinon, flavonoid, glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid dan

triterpenoid), nanin (polifenilat), minyak atsiri (terpenoid), iridoid dan

sebagainya (Gunawan dkk, 1993). Idealnya, untuk analisis fitokimia

digunakan jaringan tumbuhan segar. Beberapa menit setelah dikumpulkan,

bahan tumbuhan tersebut dimasukkan kedalam alkohol mendidih. Cara lain

tumbuhan dapat dikeringkan sebelum diekstraksi. Jika ini dilakukan,

pengeringan tersebut harus dilakukan dalam keadaan terawasi untuk

mencegah terjadinya perubahan kimia yang terlalu banyak. Bahan harus

dikeringkan secepat-cepatnya, tanpa menggunakan suhu tinggi, lebih baik

dengan aliran udara yang baik. Setelah betul-betul kering, tumbuhan dapat

disimpan dalam jangka waktu yang lama sebelum digunakan untuk analisis

( Haborne, 1987)

Skrining fitokimia merupakan suatu penelitian pendahuluan untuk

mengetahui jenis kandungan dari suatu tumbuhan tertentu. Biasanya

digunakan untuk mengetahui nama zat kandungan suatu tumbuhan tertentu

atau skrining macam-macam jenis tumbuhan untuk mencari zat kandungan

tertentu, misalnya alkaloid, glikosida, terpen, dan lain-lain (Anonim, 1996).

Cara skrining fitokimia yang baik harus memenuhi beberapa

persyaratan, yaitu :

1. Sederhana

2. Cepat

3. Seyogyanya menggunakan alat-alat yang mudah didapat

4. Spesifik terhadap zat yang diselidiki

5. Jika mungkin dapat memberi gambaran tentang ada atau tidaknya gugus

atau golongan zat yang diselidiki.

Pada umumnya cara-cara skrining yang dipublikasikan memenuhi kriteria 1-

4, hanya sedikit yang memenuhi kriteria sampai 5 (Anonim, 1996).

Dari hasil skrining fitokimia dapat diketahui adanya kandungan bahan

tumbuhan obat tradisional dan usaha-usaha isolasi lebih lanjut bertujuan

untuk memisahkan dan memurnikan zat-zat yang terkandung di dalam

tumbuhan tersebut (Anonim, 1996).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dan eksperimen dengan

pendekatan Laboratorium yang dilakukan melalui serangkaian percobaan sesuai dengan

prosedur yang telah ada.

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Kimia, Program Studi Pendidikan

Kimia, Jurusan Pendidikan MIPA, FKIP, Universitas Palangka Raya. Adapun waktu

pelaksanaannya pada bulan juli 2009.

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tabung reaksi, rak tabung

reaksi, pipit tetes, gelas ukur, gelas kimia, corong kaca, corong pisah, kaca arloji, pipet

ukur + karet, neraca analitik, spatula, keranjang, plat tetes, kertas saring, gunting,

aluminium foil, karet gelang, belender, tisu.

3.3.2 Bahan tumbuhan

Bahan utama : umbi bawang hantu (Eleutherine palmifolia (L.) Merr )

yang berasal dari kecamatan Kumai, Kabupaten. Kotawaringin Barat, Kalimantan

Tengah. Umbi bawang hantu yang baik, dikumpulkan, dibersihkan dari kotoran

dan tanah, dicuci dan diiris tipis. Irisan tersebut dikeringkan dibawah sinar

matahari dengan ditutup kain hitam agar senyawa yang terdapat dalam simplisia

tidak rusak akibat matahari selama 3 hari setelah itu simplisia dikeringkan dengan

menggunakan oven pada suhu 40-50oC selama 15-30 menit. Setelah kering

kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender.

3.3.3 Bahan kimia

Bahan kimia yang digunakan adalah kloroform ( CHCl3 ), asam klorida

( HCl ), besi ( III ) klorida ( FeCl3 ), serbuk magnesium ( Mg ), asam sulfat

( H2SO4 ), serta aquades ( H2O ).

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Pembuatan Ekstrak Kloroform Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L)

a. Menimbang sebanyak 2 gram serbuk umbi bawang hantu, lalu

memasukkannya ke dalam tabung reaksi.

b. Mengukur kloroform dengan menggunakan gelas ukur sebanyak 10

mL, lalu menuangkannya ke dalam tabung reaksi yang berisi 2 gram

serbuk umbi tumbuhan bawang sebrang.

c. Menutup tabung reaksi tersebut menggunakan alumunium foil serapat

mungkin.

d. Setelah 3 x 24 jam rendaman serbuk buah tumbuhan mengkudu tersebut

didiamkan kemudian, disaring untuk mendapatkan filtratnya.

e. Ekstrak yang didapatkan sebanyak X ml

3.5 Identifikasi Ekstrak Kloroform Pada Buah Tumbuhan Mengkudu.

Ekstrak kloroform yang didapatkan dari hasil maserasi tersebut

kemudian dilarutkan dalam kloroform dan aquades dengan perbandingan 1

: 1. Kemudian larutan yang diperoleh dikocok dengan baik dan dibiarkan ±

15 menit, sehingga terbentuk dua lapisan kloroform dan air. Lapisan

kloroform yang berada dibagian bawah digunakan untuk mengidentifikasi

senyawa steroid, terpenoid dan alkaloid. Sedangkan lapisan air digunakan

untuk memeriksa identifikasi senyawa flavonoid, fenolik, dan saponin.

3.5.1 Identifikasi Alkaloid

Identifikasi alkaloid dilakukan dengan menambahkan ekstrak

kloroform dengan 10 mL campuran kloroform dan amoniak 0,05 N serta

disaring. Filtrat ditambah dengan beberapa tetes asam sulfat 2 N dan

dikocok sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan bagian atas dipipet ke

dalam tabung reaksi lain kemudian ditambahkan dengan pereaksi Meyer.

Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih.

3.5.2 Identifikasi Steroid dan Terpenoid

Lapisan kloroform ( pemisahan ekstrak kloroform dengan kloroform

dan air), dimasukkan ke dalam 2 lubang pelat tetes masing – masing 3

tetes dan dibiarkan sampai kering. Kemudian menambahkan setetes asam

sulfat pekat dan setetes asam asetat anhidrida kedalam salah satu lubang.

Terbentuknya warna hijau pada pelat yang ditambahkan setetes asam

sulfat dan setetes asam sulfat anhidrida menandakan adanya steroid,

sedangkan bila terbentuk warna merah atau merah ungu menandakan

adanya terpenoid.

3.5.3 Identifikasi Saponin

Lapisan air ( pemisahan ekstrak kloroform dengan kloroform dan air )

dimasukkan kedalam tabung reaksi kecil kemudian dikocok kuat – kuat.

Bila terbentuknya busa yang permanen selama ± 15 menit, menandakan uji

positif adanya saponin.

3.5.4 Identifikasi Flavonoid

Lapisan air dimasukkan kedalam tabung reaksi kecil, selanjutnya

ditambahkan dengan serbuk logam Mg dan beberapa tetes HCl pekat.

Terbentuknya warna orange sampai merah menandakan adanya flavonoid.

3.5.5 Identifikasi Fenolik

Lapisan air dimasukkan ke dalam tabung reaksi, selanjutnya

ditambahkan dengan FeCl3, jika terbentuk warna biru menandakan uji

positif adanya senyawa fenolik.