buletin ekonomi moneter dan perbankan - bi.go.id · indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh...

128

Upload: donhi

Post on 07-Mar-2019

251 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,
Page 2: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

1ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007

SUSUNAN PENGURUSBULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN

Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan MoneterBank Indonesia

PelindungPelindungPelindungPelindungPelindungDewan Gubernur Bank Indonesia

Dewan EditorDewan EditorDewan EditorDewan EditorDewan EditorProf. Dr. Anwar Nasution

Prof. Dr. Miranda S. GoeltomProf. Dr. Insukindro

Prof. Dr. Iwan Jaya AzisProf. Iftekhar HasanDr. M. Syamsuddin

Dr. Perry WarjiyoDr. Halim Alamsyah

Dr. Iskandar SimorangkirDr. Solikin M. JuhroDr. Haris Munandar

Dr. Andi M. Alfian Parewangi

Pimpinan EditorialPimpinan EditorialPimpinan EditorialPimpinan EditorialPimpinan EditorialDr. Perry Warjiyo

Dr. Iskandar Simorangkir

Direktur EksekutifDirektur EksekutifDirektur EksekutifDirektur EksekutifDirektur EksekutifDr. Andi M. Alfian Parewangi

SekretariatSekretariatSekretariatSekretariatSekretariatToto Zurianto, MBA

MS. Artiningsih, MBA

Buletin ini diterbitkan oleh Bank Indonesia, Direktorat Riset Ekonomidan Kebijakan Moneter. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisandibuletin ini sepenuhnya tanggung jawab para penulis dan bukanmerupakan pandangan resmi Bank Indonesia.

Kami mengundang semua pihak untuk menulis pada buletin inipaper dikirimkan dalam bentuk file ke Direktorat Riset Ekonomi danKebijakan Moneter, Bank Indonesia Gedung Sjafruddin Prawiranegara Lt. 20;Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta Pusat, email : [email protected]

Buletin ini diterbitkan secara triwulan pada bulan April, Juli, Oktober danJanuari, bagi yang ingin memperoleh terbitan ini dapat menghubungiSeksi Publikasi - Bagian Administrasi, Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter,Bank Indonesia Gedung Sjafruddin Prawiranegara Lt. 2; Jl. M.H. Thamrin No. 2,Jakarta Pusat, telp. (021) 381-8206. Untuk permohonan berlangganan:telp. (021) 3818202, fax. (021) 3802283, email: [email protected].

Page 3: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

BULETIN EKONOMI MONETERDAN PERBANKAN

Volume 13, Nomor 3, Januari 2011

Analisis Triwulanan: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

Triwulan IV - 2010

Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia

Perilaku Risiko dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

Doni Satria, Solikin M. Juhro

Inflation Targeting under Imperfect Credibility based on ARIMBI (Aggregate Rational

Inflation - Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

Harmanta, M. Barik Bathaluddin, Jati Waluyo

Hubungan antara Growth Opportunity dengan Debt Maturity dan Kebijakan Leverage

serta Fungsi Covenant dalam Mengontrol Konflik Keagenan antara

Shareholders dengan Debtholders

Rhini Fatmasari

Analisis Perilaku Indikator Debt Market

Peter Jacobs, Arlyana Abubakar, Tora Erita Siallagan

251

319

245

281

339

Page 4: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,
Page 5: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

245ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010

ANALISIS TRIWULANAN:Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,

Triwulan IV - 2010

Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia

Perekonomian Indonesia di tahun 2010 menunjukkan akselerasi pertumbuhan yang cukup

tinggi di tengah ketidakseimbangan pemulihan ekonomi global. Perekonomian domestik

diprakirakan dapat tumbuh 6,1% pada triwulan IV-2010 sehingga untuk keseluruhan tahun

2010 perekonomian nasional dapat tumbuh sekitar 6%. Untuk tahun 2011 dan 2012, Bank

Indonesia optimis bahwa pemulihan ekonomi domestik akan semakin kuat ditopang oleh

peningkatan permintaan domestik dengan kinerja investasi yang semakin baik. Perekonomian

Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun

2012 menjadi 6,1-6,6%.

Bank Indonesia mencatat bahwa proses pemulihan ekonomi global sepanjang tahun

2010 terus berlanjut meskipun cenderung melambat memasuki paruh kedua 2010 dan dengan

kecepatan yang tidak merata di berbagai kawasan. Pemulihan ekonomi negara-negara emerging

markets lebih kuat dibandingkan negara maju, didukung oleh konsumsi domestik yang solid

dan kinerja eksternal yang terus membaik. Sementara itu, perekonomian negara maju yang

membaik pada paruh pertama 2010, tumbuh melambat di paruh kedua tahun ini seiring

memudarnya efek stimulus fiskal yang diluncurkan tahun 2009. Selain itu, pertumbuhan ekonomi

negara maju juga dihadapkan pada krisis fiskal pada sejumlah negara Eropa dan tingginya

angka pengangguran Amerika Serikat (AS).

Ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi ini berdampak pada perbedaan respons

kebijakan moneter yang ditempuh. Bank sentral negara maju terus melanjutkan kebijakan

akomodatif yang berdampak pada meningkatnya likuiditas global. Sementara itu, bank sentral

negara emerging markets melakukan normalisasi kebijakan untuk menahan tekanan inflasi

yang meningkat seiring akselerasi pemulihan ekonominya. Kondisi ini berdampak pada

penguatan nilai tukar sejumlah negara emerging markets, termasuk Indonesia, yang kemudian

direspons dengan menggunakan berbagai kombinasi instrumen kebijakan.

Kinerja pasar keuangan global mengalami rebound setelah keputusan negara-negara

maju untuk mempertahankan kebijakan moneter yang akomodatif. Krisis fiskal yang melanda

Page 6: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

246 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

negara-negara Eropa (PIIGS-Portugal, Ireland, Italy, Greek, Spain) telah menurunkan risk appetite

investor global. Hal ini mendorong investor untuk mengalihkan aset yang dinilai berisiko termasuk

aset negara-negara emerging markets sehingga menimbulkan tekanan pada pasar keuangan

global. Namun demikian, tekanan di pasar keuangan mulai mereda dan berangsur-angsur

pulih pada paruh kedua 2010. Sinyal kebijakan moneter negara maju yang mempertahankan

suku bunga rendah dan disertai paket stimulus moneter telah mendorong rally pada bursa

saham global termasuk di emerging markets.

Dinamika yang terjadi pada perekonomian global sepanjang tahun 2010 telah memberikan

pengaruh pada perkembangan ekonomi Indonesia. Pemulihan ekonomi global yang terus

berlanjut khususnya di negara-negara emerging markets dan terjaganya stabilitas perekonomian

telah memberikan dampak positif bagi akselerasi pertumbuhan ekonomi domestik. Kebijakan

ekonomi makro yang dilakukan telah memberikan kontribusi bagi terpeliharanya keseimbangan

internal dan eksternal dalam perekonomian Indonesia. Hal tersebut menjadi faktor penting

untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi domestik

tahun ini ditopang oleh sumber pertumbuhan yang semakin seimbang tercermin pada kuatnya

konsumsi dan tingginya permintaan ekspor serta investasi yang membaik. Konsumsi yang

meningkat terutama berasal dari konsumsi rumah tangga sementara konsumsi pemerintah

masih relatif terbatas seiring penyerapan anggaran yang masih terbatas. Di sisi ekspor, terjadi

peningkatan kinerja pada tahun 2010 didukung oleh meningkatnya permintaan eksternal seiring

pemulihan ekonomi global khususnya di kawasan Asia. Membaiknya kinerja ekspor juga

didorong oleh peningkatan harga komoditas global. Sementara itu, kinerja investasi juga terus

menunjukkan perbaikan didukung oleh membaiknya persepsi pasar, meningkatnya pembiayaan,

relatif rendahnya harga barang impor, dan penerapan berbagai kebijakan pemerintah yang

mendukung investasi.

Dari sisi penawaran, sektor nontradable dan sektor tradable menunjukkan kinerja yang

membaik di tahun 2010. Pertumbuhan sektor tradable terutama berasal dari pulihnya sektor

industri pengolahan yang mencapai tingkat pertumbuhan sebelum krisis keuangan global yakni

sekitar 4%. Namun, membaiknya kinerja sektor industri ini tidak diikuti oleh kinerja sektor

tradable lainnya. Sektor pertanian tumbuh melambat dipengaruhi produktivitas serta luas lahan

yang menurun dengan adanya anomali cuaca. Sementara, sektor pertambangan juga mengalami

gangguan yang terkait faktor cuaca. Di sisi nontradable, pertumbuhan terutama berasal dari

sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Sementara

itu, sektor nontradable lainnya cenderung melambat.

Di sisi harga, tahun 2010 diwarnai oleh tekanan inflasi yang cenderung meningkat, yang

terutama bersumber dari kelompok volatile food. Tingginya tekanan inflasi dari kelompok bahan

Page 7: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

247ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010

makanan (volatile food) disebabkan anomali cuaca yang mengakibatkan gangguan distribusi

dan produksi. Tekanan inflasi yang bersumber dari kelompok administered prices juga meningkat

meskipun terbatas. Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) di bulan Juli 2010 tidak mendorong

kenaikan harga komoditas secara signifikan. Tekanan inflasi inti mengalami peningkatan

meskipun masih terkendali seiring nilai tukar rupiah yang menguat. Peningkatan inflasi ini

berasal dari tren peningkatan harga komoditas pasar global. Sementara itu, ekspektasi inflasi

juga sempat meningkat dipengaruhi oleh kenaikan pada harga bahan makanan. Dengan

perkembangan tersebut, sampai dengan November 2010 inflasi IHK tercatat sebesar 6,33(yoy)

atau mencapai 5,98% (ytd), sementara inflasi inti mencapai 4,31%(yoy) atau 3,89%(ytd).

Pemulihan ekonomi Indonesia yang terus membaik selama tahun 2010 tersebut juga

terkonfirmasi oleh hasil asesmen perekonomian daerah yang dilakukan Bank Indonesia. Secara

umum, perekonomian daerah selama tahun 2010 masih terus terakselerasi ditopang oleh

kuatnya konsumsi, ekspor dan investasi. Wilayah Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Papua

diprakirakan mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yang bersumber dari membaiknya

kinerja perkebunan yang dipengaruhi oleh harga yang membaik. Sementara itu, kinerja sektor

pertambangan yang banyak beroperasi di wilayah tersebut diprakirakan masih terbatas akibat

anomali cuaca dan gangguan teknis produksi. Di wilayah Jakarta, Jawa, Bali, Nusa Tenggara,

dan Kalimantan diprakirakan masih mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi didukung

oleh kinerja industri pengolahan dan sektor bangunan. Kegiatan investasi bangunan yang

tumbuh cukup tinggi terjadi di Jakarta dan di wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

Di sisi Neraca Pembayaran, pertumbuhan ekspor yang tetap kuat serta aliran modal masuk,

baik dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) maupun portfolio yang masih kuat membawa

dampak pada peningkatan surplus Neraca Pembayaran Indonesia. Pemulihan ekonomi global

yang terus berlangsung terutama di negara-negara emerging markets telah mendorong kuatnya

pertumbuhan ekspor. Peningkatan harga komoditas global juga turut mendorong perbaikan

ekpor Indonesia dengan pangsa komoditas berbasis sumber daya alam (SDA) yang semakin

besar. Di sisi lain, peningkatan ekonomi domestik dan apresiasi nilai tukar telah mendorong

peningkatan impor yang lebih besar. Sementara itu, pemulihan ekonomi global yang tidak

seimbang telah mendorong peningkatan yang besar pada aliran masuk modal asing. Secara

keseluruhan, Neraca Pembayaran Indonesia pada tahun 2010 mencatat surplus yang meningkat

dibandingkan tahun sebelumnya. Sejalan dengan perkembangan NPI tersebut, cadangan devisa

Indonesia sampai dengan akhir November 2010 tercatat sebesar USD 92,759 miliar atau setara

dengan 6,96 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri (ULN) pemerintah.

Nilai tukar rupiah menguat secara signifikan di tahun 2010. Penguatan rupiah didukung

oleh faktor fundamental yang solid tercermin pada kinerja neraca transaksi berjalan yang

Page 8: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

248 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

mencatat surplus signifikan. Di samping itu, penguatan rupiah tersebut juga derasnya arus

modal masuk asing terkait dengan melimpahnya likuiditas global, kuatnya ekspektasi

berlanjutnya kebijakan suku bunga rendah di negara-negara maju dan peluncuran Quantitave

Easing tahap II oleh The Fed. Derasnya aliran masuk modal asing juga didorong oleh terjaganya

persepsi risiko dan sentimen positif sejalan dengan stabilitas makro dan sistem keuangan yang

terkendali, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan sustainabilitas fiskal yang terjaga. Dengan

kondisi tersebut, sepanjang tahun 2010 nilai tukar rupiah telah terapresiasi secara rata-rata

sebesar 3,7% (y-t-d) atau menguat 4,3% (p-t-p) dibandingkan tahun 2009. Penguatan tersebut

diikuti juga oleh tingkat volatilitas tahunan yang turun menjadi 0,4% dari sebelumnya 0,9%.

Pasar keuangan domestik menunjukkan perkembangan yang terus membaik di tahun

2010 seiring dengan perkembangan perekonomian yang terus terakselerasi. Transmisi kebijakan

moneter juga membaik sebagaimana tercermin pada respons suku bunga pasar uang dan

perbankan yang terus menurun, serta ekspansi kredit yang meningkat. Di pasar obligasi, transmisi

kebijakan moneter tercermin pada penurunan yield SUN untuk seluruh tenornya. Di pasar

saham, indeks harga menunjukkan lonjakan yang membawa IHSG ke level tertinggi sebesar

3.756,9.

Ke depan, perkembangan ekonomi domestik diperkirakan akan terus membaik.

Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 diperkirakan terakselerasi dan dapat mencapai kisaran

6,0%-6,5%. Sementara, pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2012 diperkirakan mencapai

kisaran 6,1%-6,6%. Pertumbuhan tersebut didukung oleh konsumsi rumah tangga yang tetap

kuat, investasi yang membaik, serta masih solidnya kinerja ekspor seiring dengan masih kuatnya

pertumbuhan di negara mitra dagang, terutama di kawasan Asia. Di sisi harga, Bank Indonesia

memprakirakan inflasi di 2011 dapat diarahkan pada kisaran sasarannya, yaitu 5%±1% pada

tahun 2011 dan 4,5%±1% pada tahun 2012. Meskipun demikian, perlu tetap diwaspadai

beberapa faktor risiko terhadap pencapaian sasaran inflasi tersebut maupun prospek

makroekonomi ke depan, seperti masih tingginya ketidakpastian pemulihan ekonomi global,

kenaikan harga komoditas internasional, dan derasnya aliran modal asing masuk yang memicu

currency war. Dari sisi domestik, risiko tersebut antara lain terkait dengan meningkatnya ekses

likuiditas di sektor keuangan dan kemungkinan gangguan produksi serta distribusi bahan

kebutuhan pokok. Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia akan menekankan penerapan

bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta memperkuat koordinasi dengan

Pemerintah. Beberapa langkah yang sedang dipersiapkan Bank Indonesia untuk mitigasi dampak

negatif dari arus masuk modal asing dan sekaligus memperkuat ketahanan sistem perbankan

antara lain terkait dengan pengaturan GWM valas dan vostro account (rekening giro Rupiah

yang dimiliki oleh non-residen di bank domestik).

Page 9: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

249ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010

Berdasarkan asesmen dan prospek ekonomi tersebut, Rapat Dewan Gubernur Bank

Indonesia pada 3 Desember 2010 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level

6,5% dengan koridor suku bunga sebesar ±100 bps. Keputusan tersebut juga

mempertimbangkan bahwa tingkat BI Rate 6,5% masih konsisten dengan pencapaian sasaran

inflasi jangka menengah dan dipandang masih kondusif untuk menjaga stabilitas keuangan

dan mendorong intermediasi perbankan. Evaluasi terhadap kinerja dan prospek perekonomian

secara umum mengarah pada kondisi yang lebih baik. Pertumbuhan ekonomi di tahun 2011

dan tahun 2012 diperkirakan meningkat dengan sumber pertumbuhan yang semakin berimbang.

Page 10: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

250 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

halaman ini sengaja dikosongkan

Page 11: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

251Perilaku Risiko dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

PERILAKU RISIKO DALAM MEKANISME TRANSMISIKEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

Doni Satria1

Solikin M. Juhro**

This study explores interconnections between risk behaviour in the financial sector, particularly

banking sector, with monetary policy stance. Referring Bernanke and Blinder (1988) modified model for

analyzing the bank credit behavior, we develop an empirical model to test the role of risk behaviour in

monetary policy transmission mechanism. Vector Error Correction Model are applied to test the significance

of interaction between risk variables and monetary policy stance in the short run dynamics of credit

behavior around its long-run cointegration with real GDP. Some empirical results emerge from this

preliminary study. First, there is early indication that risk taking channel in the monetary policy transmission

mechanism exists in Indonesia during analysis period. Second, risk variables and credit tend to move pro-

cyclicalyl while monetary policy stance tends to a-cyclical. Third, pro-cyclical behavior of credit and risk

variables reverses the effect of loose monetary policy stance, and there is an indication of asymmetric

effect between tight monetary policy and loose monetary policy in Indonesian economy. These empirical

findings bring about policy recommencations for better understanding on the risk behavior in the banking

sector, as well as integration beetween monetary dan financial sector policies.

JEL Code : E52, E58,

Key word: Monetary Policy Transmission Mechanism, Monetary Policy Stance, Banking Risk Behavior,

Risk Perception.

1 Staf Pengajar pada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang.** Peneliti Ekonomi Bank Indonesia dan Staf Pengajar Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Penelitian ini

merupakan pandangan pribadi dan tidak mewakili pandangan institusi dimana penulis bekerja.

Abstract

Page 12: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

252 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

I. PENDAHULUAN

Pengaruh perilaku risiko pada dinamika sektor keuangan merupakan isu penelitian yang

cukup mengemuka dewasa ini, khususnya dikaitkan dengan efektivitas respon kebijakan yang

diambil terhadap krisis keuangan global yang terjadi semenjak pertengahan 2007. Beberapa

argumen dibangun untuk melihat faktor penyebab mendasar di balik krisis keuangan yang

ditengarai sebagai unprecedented crisis, baik dari segi besarnya pengaruh maupun waktu

berlalunya. Taylor (2009) mengemukakan bahwa krisis disebabkan oleh kebijakan bank sentral

yang cenderung mempertahankan tingkat bunga terlalu rendah, sebagai konsekuensi rendahnya

tingkat inflasi dalam jangka waktu yang cukup panjang sebelum terjadi krisis. Taylor memaparkan

bahwa bank sentral di negara maju tidak memperhitungkan risiko di sektor perbankan dan

keuangan dalam fungsi reaksi kebijakan moneternya, sehingga menyebabkan penetapan tingkat

bunga nominal yang salah (terlalu rendah). Implikasi dari analisis ini menunjukan adanya interaksi

antara stance kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral terhadap risiko di sektor

keuangan khususnya perbankan. Sedangkan Mishkin (2009) mengemukakan bahwa kebijakan

moneter cenderung menjadi lebih potensial dimasa krisis tingkat efektifitasnya dibandingkan

dengan kondisi normal, sehingga memberikan landasan untuk melakukan menejemen risiko

makroekonomi untuk menghadapi masalah kontraksi perekonomian selama periode krisis.

Fakta di atas menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara stabilitas moneter dengan

stabilitas sektor keuangan. Bagaimana otoritas moneter harus merespon dan bertindak dalam

menjalankan kebijakan moneternya umumnya dapat dipahami, dan relatif tidak banyak

diperdebatkan di kalangan ahli ekonomi. Namun demikian, dalam hal bagaimana otoritas

moneter harus merespon dan bertindak untuk permasalahan yang muncul dari sisi sektor

keuangan masih menjadi perdebatan di kalangan ahli ekonomi (Goodhart dan Tsomocos, 2007).

Bagi otoritas moneter, target kebijakan moneter yang dijalankan akan menjadi lebih mudah

tercapai jika stabilitas sektor keuangan berkerja dengan baik. Sedangkan jika kondisi fundamental

makroekonomi tidak stabil, akan menyebabkan gejolak pada sektor keuangan dalam

perekonomian.

Keterkaitan antara stabilitas moneter dengan stabilitas sektor keuangan akhirnya menajdi

isu sentral dalam upaya untuk melihat keterkaitan antara kebijakan yang diambil, perilaku

risiko, dan berlangsungnya suatu krisis keuangan. Penelitian oleh Nier dan Zicchino (2008)

mengemukakan bahwa penawaran kredit perbankan dipengaruhi oleh stance kebijakan moneter

yang berinteraksi dengan tekanan pada neraca bank (balance sheet stress) yang ditransmisikan

melalui kerugian bank. Penelitian yang menyimpulkan bahwa dampak interaksi stance kebijakan

moneter dengan kerugian bank menjadi lebih kuat dalam periode krisis, dengan asumsi bahwa

besaran risiko sektor keuangan semakin tinggi pada kondisi ekonomi sedang dalam kondisi

Page 13: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

253Perilaku Risiko dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

krisis, mengimplikasikan bahwa faktor risiko sektor keuangan berinteraksi dengan stance

kebijakan moneter. Untuk kasus Kanada, Li dan St-Amant (2010) menemukan bahwa kebijakan

moneter ketat atau kontraktif memiliki dampak yang lebih kuat terhadap output dibandingkan

dengan kebijakan moneter yang ekspansif, dan kebijakan moneter yang ekspansif memiliki

dampak yang lebih kuat dibandingkan kebijakan moneter yang kontraktif saat perekonomian

dalam kondisi tekanan keuangan (risiko) yang tinggi.

Selanjutnya, Borio (2008) mengemukakan pentingnya analisis jalur pengambilan risiko

(risk taking channel) dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Hal ini berbeda dengan

jalur bank lending yang dikemukakan oleh Bernanke dan Blinder (1988) dan Bernanke dan

Gertler (1995) yang mengemukakan bahwa kebijakan moneter bekerja melalui cadangan bank

(bank reserve) dan selanjutnya mempengaruhi penawaran kredit perbankan dalam

perekonomian. Risk taking channel mempengaruhi penawaran kredit oleh perbankan melalui

keputusan bank untuk menyalurkan kredit berdasarkan perubahan perilaku bank dalam

menghadapi risiko kredit. Adrian dan Shin (2009) mengemukakan bahwa risk taking channel

ini juga berbeda dengan konsep tentang akselerator keuangan (financial accelerator) yang

dikemukakan Bernanke dan Gertler (1999). Terkait dengan itu, hasil penelitian empiris cukup

memberikan bukti tentang keberadaan risk taking channel dalam mekanisme transmisi kebijakan

moneter.2

Dalam konteks perekonomian Indonesia, pengamatan terhadap peran faktor risiko di

sektor keuangan pada bekerjanya mekanisme transmisi belum dilakukan secara mendalam.

Goeltom et al. (2009) secara umum menyimpulkan bahwa berdasarkan analisis empiris, persepsi

risiko cukup berperan dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia. Berdasarkan

kondisi dan kompleksitas Bank Indonesia dalam menjalankan kebijakan moneter, penelitian ini

mengindentifikasi permasalahan dampak asimetris dari kebijakan moneter. Kondisi asimetris

tersebut dipengaruhi oleh perilaku sektor keuangan yang cenderung pro siklis dan keberadaan

risk taking channel sebagaimana yang dikemukakan oleh Borio dan Zhu (2008). Hasil analisis

yang dilakukan tersebut masih merupakan analisis awal dengan menggunakan swap premium

sebagai indikator persepsi risiko secara umum. Hasil kajian tersebut menyarankan analisa lanjutan

dengan menggunakan model analisis dan indikator yang lebih baik dan model empiris yang

lebih mampu menangkap keberadaan peran risiko dan persepsi risiko di sektor keuangan dalam

mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia.

Terkait dengan beberapa pemikiran di atas, sejalan dengan dinamika dan perubahan

struktural dalam perekonomian Indonesia paska krisis ekonomi tahun 1998, pengelolaan

2 Lihat Gambacorta, 2009 dan Referensi dalam paper tersebut.

Page 14: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

254 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

stabilitas sektor keuangan dan moneter masih menghadapi permasalahan rigiditas tingkat bunga

pinjaman yang disalurkan oleh perbankan ke perekonomian, dalam artian perkembangan suku

bunga pasar keuangan belum sepenuhnya merepons perkembangan suku bunga kebijakan (BI

Rate). Pengamatan menunjukan bahwa spread antara tingkat bunga kebijakan dengan cost of

fund semakin menurun, namun pada saat yang bersamaan spread tingkat bunga kebijakan

dengan suku bunga dasar kredit (SBDK) cenderung meningkat. SBDK memiliki berbagai

komponen yang salah satu diantaranya adalah premi risiko perbankan (Bank Indonesia, 2010).

Paparan di atas secara tidak langsung mengindikasikan adanya interaksi antara kebijakan

moneter dan risiko di sektor perbankan yang ditransmisikan ke perekonomian riil melalui

penawaran kredit perbankan3. Indonesia sebagai sebuah negara yang belum memiliki sektor

keuangan yang berkembang pesat seperti halnya di negara maju, tentunya belum memiliki

alternatif pembiayaan investasi yang cukup luas dan peran sektor perbankan dalam sektor

keuangan menjadi sangat dominan. Kajian untuk memahami bagaimana dampak risiko

perbankan terhadap perekonomian Indonesia menjadi sangat penting dalam konteks untuk

menjamin stabilitas sektor keuangan.4

Penelitian ini berusaha melihat keterkaitan antara risiko sektor keuangan, khususnya

perbankan, dengan kebijakan moneter, serta implikasinya terhadap mekanisme transmisi

kebijakan moneter ke sektor riil dalam perekonomian. Sampai saat ini sebagian besar analisis

tentang stabilitas sektor keuangan terfokus pada pengidentifikasian faktor-faktor yang

menentukan risiko sektor keuangan dan faktor kelembagaan yang menentukan profil risiko di

sektor keuangan. Sedangkan bagaimana feedback dari perubahan risiko di sektor keuangan

terhadap perekonomian riil masih belum banyak dimodelkan (Tieman dan Maechler, 2009).

Dengan memahami besaran pengaruh perubahan risiko sektor keuangan, khususnya perbankan

dan interaksinya dengan kebijakan moneter terhadap penawaran kredit perbankan, penelitian

ini akan memberikan gambaran mengenai dampak riil perubahan risiko dan persepsi risiko di

sektor perbankan serta kebijakan moneter (yang merupakan cerminan dari perilaku pengambilan

risiko pelaku ekonomi) terhadap perekonomian.

3 Jalur kredit dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter ini pertama kali dikembangkan oleh Bernanke dan Blinder (1988). Analisismengenai bagaimana penawaran kredit bank dipengaruhi oleh kebijakan moneter dapat melalui berbagai jalur dalam dua dasawarsaterkahir telah banyak dianalisis oleh ekonom, dan merupakan sebuah penelitian aktif dalam ilmu ekonomi. Jalur transmisi kebijakanmoneter melalui kredit perbankan yang telah dikemukakan sepengetahuan penulis antara lain, liquidity channel (Diamond danRajan, 2006), Bank Capital Channel (Van der Hauvel, 2007), Risk taking channel (Borio, 2008 dan Adrian dan Shin, 2009). Ketiganyabekerja mempengaruhi perekonomian riil melalui perubahan penawaran kredit sektor perbankan, yang selanjutnya mempengaruhibelanja riil investasi dan konsumsi.

4 Literatur yang berkembang menunjukan kecenderungan untuk menganalisis faktor apa yang mempengaruhi resiko perbankan,namun kurang memperhatikan bagaimana dampak faktor resiko perbankan terhadap perekonomian riil yang dalam hal iniditransmisikan melalui penawaran kredit perbankan.

Page 15: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

255Perilaku Risiko dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

Dalam penelitian ini dilakukan spesifikasi model empiris dengan melakukan modifikasi

model yang dikembangkan Tieman dan Maechler (2009). Secara umum, model empiris akan

menguji dampak perilaku risiko, tercermin pada indikator persepsi risiko (risk aversion) pelaku

ekonomi dan tingkat risiko dalam industri perbankan, yang berinteraksi dengan stance kebijakan

moneter pada penawaran kredit perbankan. Beberapa kesimpulan utama yang ditarik dari

penelitian ini adalah bahwa persepsi risiko pelaku ekonomi dan tingkat risiko di sektor perbankan

memiliki peran yang signifikan dalam mentransmisikan kebijakan moneter melalui jalur kredit

di Indonesia. Dalam hal ini, peran persepsi risiko pelaku ekonomi dan tingkat risiko di sektor

perbankan saat berinteraksi dengan stance kebijakan moneter menyebabkan pembalikan arah

dampak kebijakan moneter yang longgar. Sebaliknya, stance kebijakan moneter yang ketat

untuk mengkontraksi perekonomian melalui jalur kredit perbankan menjadi tidak efektif pada

saat berinteraksi dengan variabel persepsi risiko pelaku ekonomi dan tingkat risiko di sektor

perbankan.

Tulisan ini terdiri dari lima bagian. Menyambung latar belakang ini bagian kedua akan

menyampaikan sekilas landasan teoritis terkait dengan keseimbangan pasar kredit dan peran

variabel risiko sebagai faktor pendorong dan penarik dari ekspansi kredit perbankan. Bagian

ketiga akan memaparkan metodologi penelitian, khususnya dalam pengembangan model

empiris yang ditaksir dengan metode Vector Error Correction Model (ECM). Bagian berikutnya

akan menyampaikan hasil penaksiran dan analisis dampak variabel risiko dan stance kebijakan

moneter pada dinamika perkembangan kredit perbankan. Bagian penutup akan menyampaikan

beberapa kesimpulan dan implikasi kebijakan.

II. TEORI

Bank atau lembaga perantara keuangan dalam perekonomian diyakini berperan sangat

penting dalam mentransmisikan dampak kebijakan moneter oleh sebagian besar ahli ekonomi,

namun bagaimana cara bank dalam mentransmisikan kebijakan moneter tersebut ke

perekonomian riil masih belum memperoleh konsensus dari ahli ekonomi dan masih menjadi

objek penelitian yang sangat penting dalam ilmu ekonomi moneter. Pendekatan awal dalam

mejelaskan peranan bank dalam mentransmisikan kebijakan moneter diyakini melalui jalur

uang atau kewajiban sektor perbankan terhadap perekonomian (money view), selanjutnya

berkembang pemikiran bahwa bank mempengaruhi perekonomian melalui jalur kredit (Bernanke

dan Blinder, 1988). Melalui jalur kredit diyakini bahwa kebijakan moneter bisa mempengaruhi

perkonomian melalui penawaran kredit dari sektor perbankan atau bank lending channel, dan

melalui neraca perusahaan dimana kebijakan moneter mempengaruhi kemampuan perusahaan

Page 16: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

256 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

dalam memperoleh sumber pembiayaan eksternal dari perbankan atau balance sheet channel

(Bernanke dan Gertler, 1995).

Berdasarkan model teoritis awal yang dikembangkan oleh Bernanke dan Blinder (BB)

tersebut, dapat dilakukan pengembangan model teoritis untuk memasukan peran risiko sektor

keuangan khususnya dari sektor perbankan dalam menganalisis keberadaan jalur risiko dalam

mekanisme transmisi kebijakan moneter. Pengembangan model dinamis sederhana berdasarkan

model BB, seperti yang dikembangkan oleh Escandon dan Diaz-Bautista (2000) dan Walsh

(1998) dapat dijadikan acuan dasar dalam mengembangkan model empiris yang akan digunakan

dalam penelitian ini.

Dalam versi dinamis, kurva pemintaan komoditas dan kredit «CC» dalam model BB

ditransformasikan menjadi proses penyesuaian jangka pendek dan jangka panjang antara

permintaan dan penawaran aggregat di sektor riil. 5 Karena diasumsikan harga tetap, maka

penyesuaian jangka pendek terjadi melalui mekanisme ekses demand yang menyebabkan output

kembali ke kondisi keseimbangan. Kondisi ini dapat dituliskan sebagai berikut:

5 Standar model IS-LM dalam buku teks makroekonomi menggunakan asumsi terdapat subtitusi yang sempurna antara bonds dengankredit perbankan, model Bernanke dan Blinder (BB) melepas asumsi tersebut dan membentuk model keseimbangan IS-LM denganmemasukan pasar kredit bank dalam model. Dalam model BB permintaan kredit bank merupakan fungsi dari tingkat bunga pinjaman,tingkat bunga pasar (dengan demikian berarti tingkat bunga bonds) dan tingkat pendapatan, sehingga model ini menggunakankurva CC sebagai pengganti kurva IS. (lihat Bernanke dan Blinder 1988)

Sebagaimana dalam model BB aggregat demand ( yd ) ditentukan oleh tingkat bunga

kredit perbankan, tingkat bunga pasar, dan kebijakan fiskal. Sebagaimana juga dalam model

BB, tingkat bunga pasar ditentukan oleh kebijakan moneter (cadangan Bank, R) dan permintaan

uang (Md), maka:

y = β(yd - y) β> 0, (II.1)

Dinamika sektor keuangan berasal dari pergerakan tingkat bunga kredit perbankan (ρ)

yang menyeimbangkan pasar kredit perbankan. Dengan asumsi tanpa ada credit rationing,

variabel ini akan menyesuaikan ekses demand dan ekses penawaran di pasar kredit perbankan,

sehingga:

(II.3)i = h (R, M d) h

R < 0, f

Md > 0,

(II.2)yd = f (ρ, G,i) f

ρ < 0, f

G > 0, f

i < 0,

(II.4)ρ =α (Ld - Ls) α > 0

(II.5)Ld = L (ρ, i, y, σ d) L

ρ < 0, L

i > 0, L

y > 0, L

σd < 0

Page 17: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

257Perilaku Risiko dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

Persamaan (II.4) sampai (II.6) menunjukan kondisi keseimbangan dalam pasar kredit

perbankan melalui mekanisme penyesuian harga kredit perbankan (tingkat bunga kredit),

permintaan kredit ditentukan oleh tingkat bunga kredit perbankan, tingkat bunga pasar pada

bonds, tingkat perekonomian riil, dan risiko kredit dari sisi permintaan. Selanjutnya penawaran

kredit perbankan dipengaruhi oleh tingkat bunga kredit perbankan, tingkat bunga pasar bonds

dan tingkat risiko alokasi kredit perbankan.

Selain variabel risiko semua variabel yang dimasukan dalam model analisis yang

dikembangkan berdasarkan model yang dikemukakan oleh Escandon dan Diaz-Bautista (2000)

ini sama dengan model BB (1988). Dalam analisisnya Escandon dan Diaz-Bautista tidak menjelaskan

landasan teoritis untuk memasukan variabel risiko permintaan dan penawaran kredit dalam model

ini. Penjelasan lebih lanjut untuk menjustifikasi dimasukannya variabel risiko sebagai komponen

yang mempengaruhi penawaran kredit perbankan yang kemudian berinteraksi dengan kebijakan

moneter dikembangkan oleh Freixas dan Jorge (2008) dan Disyatat (2010).

Dinamika model yang direpresentasikan oleh persamaan (II.1) sampai (II.6) dapat dijelaskan

sebagai berikut. Dengan melakukan linearisasi pada kondisi keseimbangan jangka panjang

masing-masing variabel menggunakan first order Taylor expansion series akan diperoleh dinamika

dari sektor riil dengan menggunakan persamaan (II.1) sampai (II.4) sebagai berikut:

(II.6)Ls = λ (ρ, i, σ s) λ

ρ > 0, λ

i < 0, λ

σs < 0

(II.7)y = −β (y - y) + βf

ρ (ρ − ρ) + βf

G (G - G) + βf

i (i - i)

Grafik 1.Dinamika Pertumbuhan Sektor Riil

0

y*

y

y”

Karena diasumsikan dalam persamaan (II.1) β > 0, maka y, akan stabil. Sehingga secara

grafis hubungan y dengan pertumbuhan y dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 18: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

258 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

Grafik 1, menunjukan hubungan antara perubahan variabel y (output perekonomian)

dari waktu ke waktu ( ) dengan variabel y. Karena β > 0, maka hubungan antara perubahan

y terhadap t dengan y adalah negatif. Dengan demikian pada saat pertumbuhan nilai output

perekonomian lebih besar dari nol, maka nilai y akan terus meningkat (y bergerak dari kiri ke

kanan), sebaliknya jika pertumbuhan nilai output lebih kecil dari nol, maka nilai y akan menurun

dan bergerak dari kiri ke kanan. Karena hubungan negatif antara pertumbuhan y dengan nilai

y, maka pada saat di titik y* nilai y akan stabil. Dengan melakukan langkah yang sama, maka

dinamika sektor keuangan adalah:

(II.8)

Grafik 2.Dinamika Perubahan Sektor Keuangan

0ρ*

ρ

ρ”

Karena α > 0 ( Lρ, λ

ρ) < 0 dan, maka ρ akan stabil:

Berdasarkan grafik 2. Dengan asumsi ( Lρ - λ

ρ) < 0, maka hubungan antara ρ dengan ρ

akan negatif. Untuk setiap nilai positif ataupun negatif dari ρ akan menyebabkan nilai ρ turun

atau naik (semakin besar atau semakin kecil). Akibatnya dalam jangka panjang nilai ρ akan

konstan pada saat ρ = 0 pada titik ρ*. Grafik 1 dan grafik 2 menunjukan proses menuju

keseimbangan dalam pasar barang dan jasa dan pasar kredit perbankan. Dalam model yang

digunakan oleh BB (1988) perubahan eksogen dalam keseimbangan di pasar kredit (dengan

tidak sempurnanya subtitusi antara pasar kredit dan pasar modal) dapat merubah keseimbangan

pada perekonomian.

Selanjutnya dalam mengembangkan hipotesis untuk mengetahui bagaimana dampak

masing-masing varibel terhadap perubahan eksogen dari variabel risiko dalam penyaluran kredit

+ αLσ d

(σ d − σ d) - αλσ s

(σ s − σ s)

ρ = αLy (y - y) + α (Lρ − λρ)(ρ − ρ) + α(L

i − λ

i) (i - i)

Page 19: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

259Perilaku Risiko dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

perbankan digunakan solusi matriks untuk kedua persamaan dalam sistem persamaan diferensial

tersebut:

Representasi grafis menggunakan phase diagram pergerakan dinamis pada variabel tingkat

bunga kredit perbankan dan pendapatan (PDB) disampaikan pada grafik 3. Grafik 3 adalah

hasil penggabungan grafik 1 dan grafik 2 yang dapat dianalisis dalam dua sumbu yang

menunjukan hubungan antara y dan ρ pada saat ρ dan y sama dengan nol. Berdasarkan

persamaan II.7 dan II.8, pada saat keseimbangan di titik ρ* hubungan antara ρ dan y adalah

positif, dan pada titik y* hubungan antara ρ dan y adalah negatif. Dengan menggunakan

penjelasan yang dilakukan pada grafik 1 dan grafik 2, maka untuk tiap kondisi perekonomian

yang tidak dalam keseimbangan pada pasar kredit dan pasar barang dan jasa, perekonomian

akan menuju keseimbangan dalam jangka panjang pada titik ρ* dan y*. Dalam model ini

menunjukan bahwa perubahan eksogen pada variabel G, i (tingkat bunga di pasar modal),

σ d (risiko sektor keuangan di sisi permintaan) dan σ s (risiko sektor keuangan di sisi supply) akan

menyebabkan pergeseran dari equilibrium dalam jangka panjang melalui perubahan/pergeseran

keseimbangan dalam model (titik e0).

Grafik 3.Dinamika Keseimbangan Umum

Dalam Perekonomian

y*

e0

y

ρ*

ρ

ρ=0

y=0

=− β

αLy

βfρ

α(Lρ − λ

ρ)

y - y

ρ - ρ+

βfG

0

βf1

α(Li − λ

i )

0 0

αLσ d −αλσ s

y

ρ

G − G

i − i

σ d − σ d

σ s − σ s

Page 20: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

260 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

Berdasarkan hasil penjelasan grafis menunjukkan bahwa model yang dikembangkan ini

secara dinamis stabil dan mengindikasikan bahwa perekonomian akan menuju kepada

keseimbangan jangka panjang. Landasan teoritis dalam model ini dapat diperoleh solusinya

sebagai alat untuk membentuk hipotesis dari teori ekonomi yang akan diuji dengan

menggunakan model empiris. Dalam jangka panjang, variabel ekonomi akan menuju

keseimbangan yang baru setelah adanya shock yang terjadi pada variabel eksogen. Dalam

model ini yang merupakan variabel eksogen adalah kebijakan fiskal (G), Kebijakan moneter

(R) dan variabel risiko (σ). Dampak parsial dari masing-masing variabel eksogen adalah sebagai

berikut:

Kenaikan pengeluaran pemerintah (kebijakan fiskal) memiliki dampak positif terhadap

keseimbangan jangka panjang PDB (output) secara langsung melalui peningkatan permintaan

riil dalam perekonomian, karenanya kurva y = 0 harus bergeser kekanan. Sedangkan kurva

ρ = 0 tidak terpengaruh karena belanja pemerintah (G) tidak secara langsung mempengaruhi

sektor keuangan.

(II.9)

Berdasarkan asumsi dalam persamaan (II.3), kebijakan moneter yang dilakukan Bank

Sentral, misalnya dengan melakukan pembelian surat berharga dengan instrumen operasi pasar

terbuka, akan meningkatkan jumlah cadangan bank. Kebijakan tersebut akan meningkatkan

penawaran kredit perbankan, menurunkan biaya pinjaman dana dari bank, sehingga mendorong

peningkatan produksi dalam perekonomian. Agar kondisi tersebut tercapai maka kurva y = 0

dan ρ = 0 harus bergeser kekanan dan pergeseran pada kurva ρ = 0 secara proporsional harus

lebih besar.

(II.11)

= fG

> 0 ;

y = 0 ρ = 0

= 0

(II.10)= f

i < 0 ;

y

i y = 0

y

i ρ = 0

=− (L

i − λ

i )

Ly

< 0

= 0 ; y

σ s y = 0

y

σ s ρ = 0

σ s

Ly

< 0

= 0 ; y

σ d y = 0

y

σ d ρ = 0

=−L

σ d

Ly

> 0

Page 21: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

261Perilaku Risiko dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

Guncangan eksogen yang bersumber pada perubahan risiko dari penawaran dan

permintaan kredit perbankan dalam model ini memiliki implikasi penting terhadap perekonomian

yang ditransmisikan melalui pergeseran kondisi keseimbangan dalam pasar kredit perbankan.

Jika terjadi peningkatan risiko yang dihadapi oleh perbankan, maka risiko di sisi penawaran

kredit perbankan akan meningkat, meningkatkan biaya kredit perbankan, sehingga menurunkan

tingkat produksi (PDB atau output) perekonomian dalam jangka panjang. Secara grafis kondisi

ini dapat digambarkan sebagai pergeseran pada kurva ρ = 0.

Selanjutnya Freixas dan Jorge (2008), mengembangkan model teoritis bekerjanya

mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui risiko dengan menggunakan pendekatan partial

equilibrium dalam pasar uang antar bank. Secara garis besar dalam model ini dijelaskan kebijakan

moneter yang dijalankan oleh Bank Sentral akan mempengaruhi ketersediaan likuiditas di pasar

uang antar bank, selanjutnya memaksa bank yang kekurangan likuiditas merasionalisasi kredit

yang diberikan kepada nasabahnya (terjadi credit rationing), sehingga akan menyebabkan

peningkatan ataupun penurunan produksi di sektor riil. Informasi yang tidak sempurna dalam

pasar uang antar bank merupakan sumber munculnya risiko yang ada dalam pasar uang antar

bank. Sehingga menyebabkan dampak kebijakan moneter yang diberlakukan memiliki besaran

yang lebih besar dibandingkan kondisi jika ada informasi yang sempurna dalam mekanisme

pasar uang antar bank tersebut. Model teoritis ini memberikan justifikasi bekerjanya mekanisme

transmisi kebijakan moneter melalui jalur kredit perbankan tanpa harus menggunakan asumsi

tidak ada perilaku credit rationing dalam pasar kredit perbankan. Sehingga hipotesis yang

dihasilkan berdasarkan solusi dalam versi dinamis model BB sebelumnya tetap bisa digunakan

dalam penelitian ini.

Pengembangan model risiko pada dalam jalur kredit dalam mekanisme kebijakan moneter

yang dikemukakan Disyatat (2010) juga menghasilkan kesimpulan yang relatif sama dengan

model yang dikemukakan oleh Freixas dan Jorge (2008). Dalam model tersebut dikemukakan

bahwa mekanisme risiko berperan sebagai faktor pendorong dan penarik dari ekspansi kredit

perbankan. Kesimpulan yang dihasilkan oleh kedua model ini berbeda dengan kesimpulan

awal yang dikemukakan oleh model Bernanke dan Blinder (1988). Pada model BB, kebijakan

moneter bekerja mempengaruhi jumlah pinjaman yang disalurkan perbankan melalui penurunan

jumlah deposit (dan cadangan bank) yang dapat dikumpulkan oleh bank untuk disalurkan

sebagai kredit ke dunia usaha. Sedangkan dalam kedua model ini, karena fakta empiris dalam

perekonomian yang menunjukan bahwa bank bisa mendapatkan sumber dana lain selain deposit

(misalnya melalui pinjaman antar bank), maka mekanisme kerja dalam kebijakan moneter untuk

mempengaruhi pinjaman bank adalah melalui perubahan risiko yang dihadapi oleh bank dalam

memperoleh sumber pendanaan dari pasar uang antar bank. Sedangkan pembentukan deposit

Page 22: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

262 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

dalam model Disyatat (2010) disebabkan oleh penyaluran kredit oleh perbankan (inside money).

Kesimpulan model ini menunjukan bahwa peran bank lending dalam transmisi kebijakan moneter

menjadi penting dalam perekonomian walaupun peran sektor keuangan non bank sebagai

alternatif sumber dana investasi selain bank sudah maju.

III. METODOLOGI

3.1 Dampak Riil Risiko Perbankan dan Kebijakan Moneter pada Perekonomian

Berdasarkan kajian teoritis menunjukan bahwa kebijakan moneter memiliki dampak riil

terhadap perekonomian melalui peranan kredit perbankan. Selanjutnya literatur mekanisme

transmisi kebijakan moneter menunjukan bahwa peranan sektor keuangan dalam

mempengaruhi perekonomian adalah melalui jalur kredit yang disalurkan perbankan ke sektor

riil. Berdasarkan hasil kajian teoritis menunjukan bahwa terdapat hubungan jangka panjang

antara kredit yang disalurkan perbankan dengan perekonomian, yang dalam tataran permodelan

empiris mengindikasikan adanya kointegrasi antara jumlah kredit riil yang disalurkan sektor

perbankan dengan produksi riil dalam perekonomian.

Implikasi dari model teoritis yang dikembangkan menunjukan terdapat dinamika jangka

pendek dalam perubahan perilaku risiko di penawaran kredit perbankan yang berinteraksi

dengan kebijakan moneter. Kondisi ini mempengaruhi pergerakan kredit perbankan yang

disalurkan oleh bank, sehingga perubahan perilaku risiko dari sisi penawaran kredit setidaknya

dalam jangka pendek akan memiliki pengaruh terhadap perekonomian, melalui perubahan

kredit riil yang disalurkan oleh sektor perbankan.

Dalam analisis empiris yang dilakukan dalam penelitian ini akan digunakan dua indikator

perilaku risiko di sektor perbankan ini. Indikator pertama memberikan ukuran untuk tingkat

risk averse dari pelaku sektor perbankan dalam pengelolaan aset dengan asumsi sudah secara

optimal melakukan pengalokasian asetnya. Indikator kedua menunjukan tingkat risiko dalam

industri perbankan.

Dengan demikian maka dapat digunakan spesifikasi model ekonometri dalam spesifikasi

Error Correction Model (ECM) sebagai berikut:

(II.12)

∆Cred it = α (Cred i

t-1,−β

1GDP

t-1−β

2)+ γ

1∆GDP

t-1 + γ

2∆Cred i

t-1 + γ

3Risk A

t + γ

4Risk

tDD

+ γ5,k

Stancekt + γ

6,k (RiskA * Stancek)

t + γ

7,k (RiskDD * Stancek)

t + ε

t

Page 23: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

263Perilaku Risiko dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

i = 1, 2, 3 (Kredit Investasi, Kredit Modal Kerja dan Kredit Konsumsi)

k = 1,2 (Stance Kebijakan Moneter Ketat dan Stance Kebijakan Moneter Longgar)

j = time lag, dan t = time

Dimana:

Cred = Kredit riil yang disalurkan perbankan pada suku bunga keseimbangan pasar

(Kredit Investasi, Modal Kerja dan Konsumsi)

GDP = Produksi Domestik Bruto riil

RiskAt = Indeks persepsi risiko pelaku di sektor perbankan

RiskDDt = Tingkat Risiko Sektor Perbankan (Distance to Default)

Stancek = Ukuran stance kebijakan moneter (Ketat dan Longgar)

Persamaan (II.12) menunjukan perubahan kredit perbankan dipengaruhi hubungan jangka

panjang antara dua variabel yang stasioner pada first difference, I(1), kredit perbankan riil dengan

perekonomian riil, dimana koefisien kecepatan penyesuaian jangka panjangnya adalah α.

Selanjutnya dalam jangka pendek perubahan kredit dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi

pada tahun sebelumnya, indikator risiko sektor perbankan dan persepsi risiko pelaku di sektor

perbankan, interaksi antara risiko perbankan dan persepsi risiko pelaku perbankan dengan indikator

stance kebijakan moneter. Dengan asumsi teoritis bahwa dalam jangka panjang terdapat

cointegrasi antara kredit dan PDB maka persamaan (II.12) akan diestimasi dengan menggunakan

VECM, sebagaimana dikemukakan oleh Johansen.6 Keuntungan hasil estimasi dengan

menggunakan model VECM adalah dimungkinkannya melihat dampak error correction term

pada dinamika jangka pendek dalam interaksi dua arah antara kredit dan PDB dalam satu sistem

permodelan. Dengan demikian, dapat diketahui apakah variabel kredit merupakan variabel yang

weakly exogenous terhadap PDB. Jika hasil estimasi menunjukan kredit merupakan variabel yang

weakly exogenous bagi dinamika jangka pendek PDB dalam mekanisme VECM yang digunakan,

berarti tidak ada feedback yang terjadi dari perubahan kredit terhadap dinamika PDB.

Untuk melakukan estimasi pada persamaan (II.12), diperlukan indikator variabel risiko

perbankan dan indikator variabel stance kebijakan moneter. Dalam penelitian ini dua indikator

risiko akan dihitung dan digunakan sebagai variabel bebas pada persamaan (II.12). Indikator

risiko yang digunakan adalah indikator risiko perbankan dan indikator persepsi risiko dari pelaku

ekonomi di sektor perbankan. Sedangkan untuk indikator stance kebijakan moneter, digunakan

selisih antara tingkat bunga optimal untuk kebijakan moneter (sesuai hasil perhitungan empiris

untuk Indonesia), dengan tingkat bunga aktual. Jika kebijakan moneter terlalu ketat, maka

tingkat bunga aktual akan lebih tinggi dibanding tingkat bunga optimal hasil estimasi, dan

6 Lihat Enders, 2004, hal 362-366.

Page 24: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

264 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

sebaliknya. Jika tingkat bunga aktual sama dengan tingkat bunga optimal hasil estimasi berarti

kebijakan moneter bersifat netral. Estimasi tingkat bunga kebijakan moneter tersebut adalah

dengan menggunakan Taylor Monetary Policy Rules, dimana model ini dan variasinya juga

digunakan oleh Bank Indonesia untuk menganalisis kebijakan moneter di Indonesia.

Berdasarkan model ekonometri pada persamaan (II.12) dampak parsial variabel persepsi

risiko pelaku di sektor perbankan terhadap dinamika kredit adalah

(II.13)H0 : γ3 + γ

6,k = 0 dan H1 : γ3

+ γ6,k

= 0

Pengujian hipotesis penelitian terhadap dampak variabel persepsi risiko pelaku di sektor

perbankan terhadap dinamika jangka pendek kredit perbankan yang berinteraksi dengan stance

kebijakan moneter dapat menggunakan:

Nilai t-hitung untuk pengujian t-statistik pada hipotesa ini dapat dilakukan dengan cara:

(II.14)

Simpangan baku (standar error) dari persamaan (II.14) tidak dapat diketahui dengan

menggunakan hasil estimasi persamaan (II.12), agar bisa mendapatkan nilai simpangan baku

yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan melakukan modifikasi sebagai berikut.7

Jika : γ3 + γ

6,k = θ, maka γ

3 = θ − γ

6,k , maka, sehingga modifikasi persamaan (II.12) adalah:

Sehingga:

Dengan menggunaan hasil estimasi simpangan baku yang diperoleh dari koefisien q pada

persamaan (II.15a), kita akan dapat melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan nilai

statistik t pada persamaan (II.14). Pengujian hipotesis dengan langkah dan cara yang sama

(II.15)

(II.15a)

7 Lihat Wooldridge, 2005. Hal 148-149.

= γ3 + γ6,k

stancek Cri

RiskA

γ3 + γ6,k

se (γ3 + γ6,k

)t =

∆Cred it = α (Cred i

t-1,−β

1GDP

t-1−β

2)+ γ

1∆GDP

t-1 + γ

2∆Cred i

t-1 + (θ − γ

6,k)Risk

tA

+ γ

4Risk

tDD

+ γ5,k

Stancetk + γ

6,k (RiskA * Stancek)

t + γ

7,k (RiskDD * Stancek)

t + ε

t

∆Cred it = α (Cred i

t-1,−β

1GDP

t-1−β

2)+ γ

1∆GDP

t-1 + γ

2∆Cred i

t-1 + θ Risk

tA

+ γ

4Risk

tDD

+ γ5,k

Stancetk + γ

6,k [ (RiskA * Stancek)

t − Risk

tA ] + γ

7,k (RiskDD * Stancek)

t + ε

t

Page 25: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

265Perilaku Risiko dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

dilakukan juga untuk menguji dampak parsial dari risiko sektor perbankan (DD) yang berinteraksi

dengan stance kebijakan moneter.

Selanjutnya dampak parsial stance kebijakan moneter terhadap dinamika kredit jangka

pendek adalah,

hasil ini tidak bisa dianalisa dengan menggunakan asumsi dampak stance kebijakan moneter

pada saat besarnya variabel risiko sama dengan nol. Dengan menggunakan rata-rata besarnya

nilai variabel risiko dalam sample yang digunakan, maka hasil estimasi untuk dampak stance

kebijakan moneter yang diperoleh adalah dampak stance kebijakan moneter pada saat besarnya

nilai variabel risiko sebesar rata-ratanya. Pengujian hipotesis untuk dampak stance kebijakan

moneter ini juga dapat menggunakan teknik yang sama dengan pengujian untuk dampak

variabel risiko yang telah dijelaskan sebelumnya. Jika hasil pengujian untuk dampak parsial

stance kebijakan moneter yang berinteraksi dengan variabel risiko signifikan, mengindikasikan

adanya bukti mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur risiko dalam perekonomian

Indonesia selama periode analisis.

3.2. Indikator Perilaku Risiko di Sektor Perbankan

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, penelitian ini menggunakan dua indikator

perilaku risiko di sektor perbankan. Indikator pertama memberikan ukuran untuk tingkat risk

averse dari pelaku sektor perbankan dalam pengelolaan aset dengan asumsi sudah secara

optimal melakukan pengalokasian asetnya. Indikator kedua menunjukan tingkat risiko dalam

industri perbankan secara keseluruhan.

3.2.1. Indikator Persepsi Risiko Pelaku Sektor Perbankan

Indikator persepsi risiko adalah indikator yang akan menjelaskan perilaku bank dalam

menilai risiko berdasarkan teori alokasi aset yang meminimalkan risiko dengan asumsi bank

berperilaku risk averse. Dengan mengasumsikan bank mengalokasikan portfolio dalam bentuk

aset tidak berisiko sebesar 1-y, maka return dari total portofolio bank adalah (Bodie. et.al, 2009):

rc = yr

p + (1-y)r

f (II.16)

Dimana: rc

= Return dari total portofolio bank

rp

= Return dari portofolio yang berisiko

rf

= Return dari portofolio yang tidak berisiko

= γ5,k + γ

3 RiskA + γ

4 RiskDD Cri

Stancek

Page 26: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

266 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

Dengan menggunakan operator ekspektasi terhadap persamaan (II.16), ekspektasi terhadap

total return dari alokasi portofolio yang berisiko dan tidak berisiko, adalah:

Dengan menggunakan asumsi fungsi utility dari bank berdasarkan ekspektasi terhadap return

dari portofolio yang dialokasikan oleh bank sebagai berikut (Bodie, et.al, 2009, halaman 157):

Dimana U adalah utility, r adalah return dari portfolio, A adalah indeks dari risk aversion bank,

dan σc2 adalah varian dari return of asset. Selanjutnya menggunakan persamaan (II.17) dapat

diketahui variance dari total aset adalah:

(3.8)

Maka alokasi optimal dari aset yang dilakukan oleh bank adalah dengan memaksimumkan

nilai utility adalah:

Solusi untuk alokasi aset yang optimal bagi bank adalah:

Sehingga koefisien perilaku bank dalam menentukan risk aversion adalah sebagai berikut:

Dimana:

A = Koefisien Risk Aversion Bank

E(rp) − r

f= Risk premium (selisih expected return portfolio yang berisiko dengan return

aset yang tidak berisiko).

y* = Jumlah aset bank yang berisiko (selain SBI dan SUN)

σp2 = Varian dari aset return

3.2.2. Indikator Tingkat Risiko di Sektor Perbankan

Selain menggunakan indikator persepsi risiko yang telah dijelaskan di atas, dalam penelitian

ini juga menggunakan indikator risiko lain, indikator tingkat risiko sektor perbankan. Jika nilai

(II.17)

(II.18)

(II.19)σc2 = y2σ

p2

(II.20)

(II.21)

(II.22)

E(rc) = r

f + y [ E(r

p) − r

f ]

U = E(rc) − 1/

2 Aσ

c2

MaxU = E(r) − 1/2 Aσ

c2 = r

f + y [ E(r

p) − r

f ] − 1/

2 Ay2σ

p2

y* =E(r

p) − r

f

Aσp

2

A =E(r

p) − r

f

y*σp

2

Page 27: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

267Perilaku Risiko dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

pasar sebuah perusahaan lebih rendah dari nilai kewajibannya, maka perusahaan itu dinyatakan

bankrut/default. Dengan menggunakan konsep ini, risiko sebuah perusahan (termasuk bank),

dapat diketahui dengan memanfaatkan informasi seberapa jauh jarak antara kondisi rasio nilai

pasar aset bank terhadap kewajiban bank yang ada dengan kondisi terjadi default. Menggunakan

teori yang dikembangkan oleh Merton (1974) untuk mengetahui Distance to Default, Vassalou

dan Xing (2004) menggunakan rumusan sebagai berikut:

(II.24)

Dimana:

DDt

= Distance to default

VA,t

= Nilai pasar dari aset

Xt

= Total Kewajiban

µ = Rata-rata Pertumbuhan Nilai Aset

σA

= Simpangan baku dari nilai pasar aset.

T = Waktu jatuh tempo dari utang perusahaan

DD menyatakan berapa standar deviasi penyimpangan dari nilai rata-rata yang diperlukan

oleh rasio nilai pasar aset terhadap kewajiban untuk sebuah perusahaan mengalami default

atau dapat dinyatakan default (Vassalou dan Xing, 2004). Bank merupakan jenis perusahaan

yang memiliki aturan yang sangat ketat serta memiliki struktur aset dan kewajiban yang berbeda

dengan perusahaan pada umumnya. Sebuah bank akan memiliki kewajiban yang jauh lebih

besar dari perusahaan lainnya karena mengelola dana dari masyarakat. Sebagai akibatnya

perhitungan yang digunakan untuk mengetahui indikator DD sebuah bank juga harus

disesuaikan. Karena metode yang dikemukakan oleh Vassalou dan Xing (2004) adalah metode

yang digunakan untuk perusahaan secara umum dan bukan yang khusus digunakan untuk

bank, maka rumusan perhitungan nilai DD harus dimodifikasi sebagaimana yang dikemukakan

oleh (Chan-Lau dan Sy, 2007) sebagai berikut:

(II.23)

(II.25)

Dimana:

DDt = Distance to CapitaltDD

PCAR = Minimum CAR (Rasio Modal Minimum) sesuai dengan regulasi perbankan

+ ( µ − σA

2 ) TDD

t =

ln VA,t ( X

t )σ

A T

DDt =

ln VA,t ( λ X

t )σ

A T

+ ( µ − σA

2 ) T

λ = 1

1-PCAR i

Page 28: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

268 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

Berdasarkan persamaan (II.24), secara implisit dalam persamaan (II.23) menunjukan nilai

λ = 1. Implikasinya persamaan (II.24) bukan lagi merupakan nilai distance to default tetapi

merupakan distance to capital yang merupakan ukuran solvency dari sebuah bank.

Grafik 4 menunjukkan hasil penghitungan indikator perilaku risiko. Dapat dilihat bahwa

perilaku resiko pelaku ekonomi (indikator risk aversion) dan tingkat risiko di sektor perbankan

(distance to default √√inverse) cenderung rendah saat risk premium, yang ditaksir dari selisih

suku bunga kredit dan suku bunga kebijakan (SBI 1bulan), tinggi dan sebaliknya. Kondisi ini

mengindikasikan bahwa pelaku ekonomi sektor perbankan akan merespon pengetatan kebijakan

moneter dengan mengalokasikan dana yang dikelola ke portfolio yang relatif kurang beresiko.

Sedangkan pada saat tingkat bunga kebijakan moneter cenderung rendah, risk premium yang

tinggi mampu mengurangi efek tingginya persepsi resiko mereka terhadap perilaku mereka

dalam pengalokasian dana yang dikelola.

Grafik 4.Indikator Perilaku Risiko Sektor Perbankan

(Persen, Normalized)

3.3. Indikator Stance Kebijakan Moneter

Agar persamaan (II.12) dapat diestimasi, diperlukan indikator stance kebijakan moneter.

Stance kebijakan moneter yang digunakan sebagai variabel penjelas untuk dinamika kredit

perbankan jangka pendek dalam penelitian ini adalah selisih antara tingkat bunga kebijakan

aktual (SBI rate) dengan hasil estimasi menggunakan aturan kebijakan moneter (Monetary

Policy Rules). Mengikuti Juhro (2009), dalam penelitian ini menggunakan data stance kebijakan

moneter yang diperoleh berdasarkan hasil estimasi terhadap persamaan empiris Taylor Rules.

Hasil estimasi Taylor Rules tersebut adalah hasil estimasi dari modifikasi persamaan Taylor Rules

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Distance to Default (inverse)Indikator Risk Aversion BankSelisih Sk Bunga Kredit - SBI1

Page 29: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

269Perilaku Risiko dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

klasik yang dikenal sebagai interest smoothing rules sebagai berikut (Clarida, Galli,Gertler, (1997)

dalam Juhro, (2009):

(II.26)

Dimana:

it = Tingkat bunga kebijakan moneter yang optimal

πt = Inflasi aktual

πt* = Target inflasi

yt

= PDB aktual

yt* = PDB potensial yang dihitung menggunakan Hodrick-Prescot Filter

Selanjutnya berdasarkan hasil estimasi yang tersebut, maka dapat diketahui suku bunga

yang disarankan oleh Taylor Rules. Sedangkan stance kebijakan moneter adalah selisih antara

suku bunga aktual dengan tingkat bunga yang diperoleh berdasarkan Taylor Rules. Beberapa

ekonom menggunakan bentuk yang berbeda sebagai ukuran stance kebijakan moneter yang

berbasiskan Taylor Rules ini. Penelitian ini menggunakan dummy variabel sebagai cerminan

stance kebijakan moneter ketat atau longgar. Dalam hal ini, selisih suku bunga aktual dalam

kisaran +/- 25 bps dianggap mencerminkan stance kebijakan normal, sementara selisih lebih

besar/kecil dari kisaran tersebut mencerminkan stance kebijakan yang cenderung ketat/longgar.

IV. HASIL DAN ANALISIS

Sebelum dilakukan estimasi model empiris dan pengujian hipotesis, untuk menguji

keberadaan dan dampak resiko dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur

kredit perbankan di Indonesia, dilakukan pengujian terhadap kelayakan data yang digunakan

untuk diuji dalam model empiris yang dispesifikasi. Pengujian yang dilakukan adalah uji akar

unit, uji keberadaan kointegrasi atau hubungan dalam keseimbangan jangka panjang antara

kredit dan PDB. Pengujian stasioneritas data dan uji kointegrasi memberikan hasil bahwa kredit

dan PDB berkointegrasi, sehingga analisis dengan menggunakan model Error Correction Model

(ECM) dapat digunakan. Berdasarkan hasil uji kointegrasi menunjukan bahwa ketiga jenis kredit

(konsumsi, modal kerja, dan investasi) memiliki hubungan jangka panjang dengan perekonomian.

Dengan demikian, terdapat hubungan jangka panjang antara kredit perbankan dengan

perkembangan perekonomian. Hasil analisis ini juga menjustifikasi keberadaan dampak ekonomi

dari kredit perbankan.

it = 0.8i

t-1 + 0.2[6+1.1(π

t − π

t*) +0.4 (y

t − y

t*)]

Page 30: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

270 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

Tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis hubungan antara risiko dengan dinamika

jangka pendek kredit perbankan. Kemudian, berdasarkan dampak interaksi antara stance

kebijakan moneter dengan variabel risiko, dilakukan analisis keberadaan jalur risiko dalam

mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Hasil estimasi Vector Error Correction

Model (VECM) menyimpulkan bahwa kredit bukan merupakan variabel yang weakly exogenous

terhadap PDB, sehingga terdapat feedback yang terjadi dari perubahan kredit terhadap dinamika

PDB. Terkait dengan fokus penelitian ini, hanya temuan empiris mengenai endogeneity dari

kredit yang akan diulas secara lebih mendalam, sebagaimana disampaikan pada Tabel 1.

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa seluruh koefisien penyesuaian jangka pendek menuju

keseimbangan jangka panjang (ECT/Error Correction Term) dalam ketiga model kredit

menunjukan tanda negatif dan signifikan pada tingkat keyakinan 99%. Hasil ini menunjukan

Tabel 1.Hasil Estimasi Model Pada Tiga Jenis Kredit yang Di Salurkan Perbankan

Independen VariabelIndependen VariabelIndependen VariabelIndependen VariabelIndependen VariabelKredit InvestasiKredit InvestasiKredit InvestasiKredit InvestasiKredit Investasi[Dlog(CR_INV)][Dlog(CR_INV)][Dlog(CR_INV)][Dlog(CR_INV)][Dlog(CR_INV)]

ECT (α)

Stance+

Stance-

DD

A

Stance+ *A

Stance- *A

Stance+ *DD

Stance- *DD

R2

F-test

Kredit Modal KerjaKredit Modal KerjaKredit Modal KerjaKredit Modal KerjaKredit Modal Kerja[Dlog(CR_MK)][Dlog(CR_MK)][Dlog(CR_MK)][Dlog(CR_MK)][Dlog(CR_MK)]

Kredit KonsumsiKredit KonsumsiKredit KonsumsiKredit KonsumsiKredit Konsumsi[Dlog(CR_KON)][Dlog(CR_KON)][Dlog(CR_KON)][Dlog(CR_KON)][Dlog(CR_KON)]

-0.082055[-3.91674]***

-0.002575[-0.21983]

0.028623[ 1.99965]**

-0.001531[-1.16145]

0.002996[ 0.24890]

-0.006795[-0.52006]

-0.032355[-1.91202]*

0.001991[ 1.25322]

-0.003427[-1.86661]*

0.4069063.185347***

-0.293294[-5.08903]***

-0.013970[-1.20977]

0.030163[ 2.43362]***

-0.002443[-1.96550]*

0.024078[ 1.89834]*

-0.023959[-1.76619]*

-0.043594[-2.45359] ***

0.004052[ 2.57037]***

-0.003327[-2.03648]**

0.5233145.097017***

-0.091933[-2.94792]***

0.012844[ 1.02093]

0.023414[ 1.75151]*

-0.000502[-0.38484]

0.025623[ 2.08346]**

-0.030875[-2.39797]***

-0.050885[-3.18399]***

0.000966[ 0.58502]

-0.001984[-1.09173]

0.3399902.391671***

Sumber: Hasil Pengolahan DataKeterangan: Angka dalam kurung hasil t-hitung, *** Signifikan Pada a 1%, **Signifikan Pada a 5%, * Signifikan Pada a 10%, Stance+ = Kebijakan Moneter Ketat,Stance- = Kebijakan Moneter Longgar

Page 31: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

271Perilaku Risiko dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

bahwa model yang digunakan cukup stabil dan sesuai dengan pondasi teoritis. Koefisien ECT

untuk dinamika jangka pendek log PDB juga menunjukan hasil yang positif dan signifikan.

Sementara itu, dalam perspektif goodness of fit permodelan, koefisien determinasi yang

menunjukan nilai antara 0.33 sampai 0.52 cukup baik untuk model yang menggunakan data

first difference. Hasil uji F-statistik juga menunjukan semua persamaan hasil estimasi signifikan

pada tingkat keyakinan 99 persen.

4.1. Dampak Perilaku Risiko pada Dinamika Kredit Jangka Pendek

Hasil perhitungan dampak parsial variabel perilaku risiko pada dinamika kredit dalam

jangka pendek dilihat pada Tabel 2. Hasil perhitungan dan pengujian statistik menunjukan

bahwa pada saat kebijakan moneter longgar terdapat pengaruh yang signifikan dari persepsi

Tabel 2.Dampak Perilaku Risiko pada Dinamika Kredit Jangka Pendek

Stance Kebijakan Moneter KetatStance Kebijakan Moneter KetatStance Kebijakan Moneter KetatStance Kebijakan Moneter KetatStance Kebijakan Moneter Ketat Standar errorStandar errorStandar errorStandar errorStandar error t-hitungt-hitungt-hitungt-hitungt-hitung

-0.003799

0.000119

-0.005252

0.00046

-0.00243

0.000464

0.00526

0.00568

0.00504

0.00098

0.00105

0.0093

-0.72224

0.0205951

-1.04026

0.469388

-2.32667**

0.498925

CRINV

A

CRKMK

A

CRKON

A

CRINV

A

CRKMK

A

aCRKON

A

CRINV

A

CRKMK

A

CRKON

A

CRINV

A

CRKMK

A

CRKON

A

Stance Kebijakan Moneter longgarStance Kebijakan Moneter longgarStance Kebijakan Moneter longgarStance Kebijakan Moneter longgarStance Kebijakan Moneter longgar:::::

-0.029359

-0.019516

-0.025262

-0.00496

-0.005770

-0.00249

0.01212

0.01322

0.0119

0.00118

0.0012

0.00098

-2.42236***

-1.47625

-2.12286**

-4.20169***

-4.80833***

-2.53673***

Sumber: Hasil Pengolahan Data. ***Signifikan Pada a 1%, **Signifikan Pada a 5%, *Signifikan Pada a 10%.

Page 32: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

272 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

risiko pelaku ekonomi sektor perbankan (A) dan tingkat risiko sektor perbankan (DD) terhadap

dinamika kredit jangka pendek yang disalurkan oleh sektor perbankan (kecuali dampak variabel

A untuk Kredit Modal Kerja). Pada saat kebijakan moneter ketat hanya pengaruh variabel

tingkat risiko sektor perbankan dalam model kredit modal kerja yang signifikan. Hasil ini

mengkonfirmasi bahwa dalam jangka pendek terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel

persepsi risiko pelaku ekonomi dan tingkat risiko sektor perbankan pada dinamika kredit

perbankan di Indonesia.

Selanjutnya, berdasarkan arah koefisien dari hasil estimasi yang lolos uji statistik, variabel

persepsi risiko pelaku ekonomi di sektor perbankan memiliki dampak negatif dan signifikan

untuk dua jenis kredit (kredit investasi dan kredit konsumsi). Secara ekonomi, pada saat

berinteraksi dengan stance kebijakan moneter longgar, jika terjadi kenaikan persepsi risiko

pelaku ekonomi di sektor perbankan, hal tersebut akan menurunkan persentase perubahan

kredit yang disalurkan untuk kedua jenis kredit tersebut, ceteris paribus. Implikasi hasil temuan

ini adalah perlunya pemahaman arah pergerakan tingkat persepsi risiko pelaku ekonomi di

sektor perbankan oleh pengambil kebijakan moneter saat menjalankan kebijakan moneter

yang ekspansif, karena jika terjadi peningkatan persepsi risiko pelaku ekonomi saat kebijakan

moneter yang dijalankan ekspansif, maka dampaknya akan mereduksi atau bahkan membalikan

arah dampak kebijakan moneter yang dijalankan terhadap perekonomian melalui penurunan

ekspansi kredit.

Selanjutnya, variabel tingkat risiko sektor perbankan (yang berinteraksi dengan stance

kebijakan moneter longgar) memiliki arah pengaruh yang negatif dan signifikan, yang berarti

bahwa pada saat berlaku kebijakan moneter yang ekspansif, jika semakin rendah risiko sektor

perbankan (DD naik), akan menyebabkan turunnya persentase pertumbuhan kredit perbankan

yang disalurkan pada ketiga jenis kredit, ceteris paribus. Implikasi temuan empiris ini tidak

sesuai dengan hasil analisis teoritis yang dilakukan pada penelitian ini. Fenomena ini

membutuhkan kajian yang lebih dalam untuk penjelasannya. Penjelasan sementara dari kondisi

ini adalah interaksi risiko sektor perbankan yang pro-siklikal (+) dengan kebijakan moneter

yang bersifat kontrasiklikal (-), menyebabkan pembalikan arah dari dampak positif penurunan

risiko sektor perbankan terhadap pertumbuhan kredit.

Argumen awal yang mendukung penyebab terjadinya kondisi tersebut adalah sebagai

berikut. Pertama, adanya anomali dalam industri perbankan Indonesia, dimana walaupun

perbankan Indonesia cenderung tidak efisien dan memiliki tingkat risiko tinggi, namun tetap

memiliki margin keuntungan yang cukup tinggi. Kedua, terkait dengan isu persistensi ekses

likuiditas dan perilaku pro-siklikal kredit yang disalurkan oleh sektor perbankan (Bank Indonesia,

2010). Stance kebijakan moneter longgar (forward looking) merupakan sinyal bagi pelaku

Page 33: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

273Perilaku Risiko dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

perbankan tentang arah pergerakan perekonomian yang cenderung memburuk. Sehingga

pelaku ekonomi di sektor perbankan cenderung tidak melakukan ekspansi kredit, melainkan

mempertahankan jumlah likuiditas dalam bentuk risk free portfolio yang likuid. Ketiga, hasil

temuan empiris terkait perilaku persaingan dalam industri perbankan di Indonesia (Ariefianto,

2010). Penelitian ini menemukan bahwa bank yang memiliki rasio non performing loan (NPL)

tinggi, yang berarti pada saat nilai DD nya rendah (risiko tinggi), cenderung melakukan ekspansi

kredit untuk menurunkan rasio NPL yang dimilikinya.

Kecuali untuk dampak risiko sektor perbankan pada kredit modal kerja, dampak variabel

risiko tidak signifikan terhadap dinamika jangka pendek kredit yang disalurkan perbankan saat

kebijakan moneter ketat. Penjelasan untuk kondisi ini adalah bahwa kebijakan moneter yang

kontra siklikal mengindikasikan perekonomian yang sedang booming saat kebijakan yang

dijalankan ketat, sedangkan persepsi risiko pelaku ekonomi dan tingkat risiko di sektor perbankan

cenderung rendah pada saat perekonomian sedang dalam kondisi booming. Akibatnya, jika

terjadi kenaikan persepsi risiko pelaku ekonomi dan tingkat risiko di sektor perbankan pada

saat kondisi ekonomi dalam keadaan perekonomian baik, hal tersebut cenderung tidak

mempengaruhi dinamika kredit jangka pendek yang disalurkan oleh sektor perbankan. Hasil

ini mengindikasikan bahwa pengaruh perilaku risiko memiliki dampak yang tidak linier pada

saat kebijakan moneter ketat, atau bisa diduga perilaku risiko akan mempengaruhi dinamika

kredit jangka pendek jika melewati nilai threshold tertentu (Li dan St-Amant, 2010). Diperlukan

penelitian lebih lanjut untuk memperoleh penjelasan dari fenomena tersebut.

Terkait dengan dinamika kredit kerja modal, dampak tingkat risiko di sektor perbankan

signifikan, namun dampak persepsi risiko perlaku ekonomi tidak signifikan pada saat kebijakan

moneter ketat ataupun longgar. Hal ini kemungkinan dikarenakan kredit modal kerja merupakan

kredit yang bersifat hubungan jangka panjang antara bank dengan nasabahnya. Dengan

demikian, terjadi relationship banking pada kasus kredit modal kerja, yang menyebabkan persepsi

risiko pelaku perbankan terhadap nasabah yang cukup baik dikenalnya bukan merupakan faktor

penentu peningkatan penyaluran kredit perbankan. Sebaliknya, tingkat risiko di sektor perbankan

merupakan faktor yang mempengaruhi dinamika kredit modal kerja jangka pendek. Hal ini

menunjukan adanya indikasi perilaku penawaran kredit yang cenderung turun saat

perekonomian sedang dalam tekanan (saat kebijakan moneter yang dijalankan longgar),

sedangkan pada saat kebijakan moneter ketat, kenaikan suku bunga kredit perbankan

menurunkan tingkat permintaan dari pelaku usaha terhadap pencairan kredit modal kerja.

Secara keseluruhan, berdasarkan hasil temuan dan analisa empiris yang telah dilakukan,

tingkat risiko di sektor perbankan (yang berinteraksi dengan stance kebijakan moneter) memiliki

dampak yang signifikan dalam dinamika kredit perbankan jangka pendek pada saat kebijakan

Page 34: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

274 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

moneter longgar. Pada saat kebijakan moneter ketat, tingkat risiko sektor perbankan hanya

signifikan untuk model kredit modal kerja. Persepsi risiko pelaku ekonomi di sektor perbankan

tidak signifikan untuk semua jenis kredit pada kondisi stance kebijakan yang ketat, sementara

pada saat kebijakan moneter longgar dampaknya signifikan pada kredit konsumsi dan kredit

investasi.

4.2 Dampak Stance Kebijakan Moneter pada Dinamika Kredit Jangka Pendek

Berdasarkan hasil estimasi yang disampaikan dalam Tabel 1, hasil perhitungan untuk

dampak dari stance kebijakan moneter yang berinteraksi dengan variabel perilaku risiko adalah

sebagai berikut:

Tabel 3.Dampak Stance Kebijakan Moneter pada Dinamika Kredit Jangka Pendek

Sumber: Hasil Pengolahan Data. *** Signifikan Pada α 1%, **Signifikan Pada α 5%, * Signifikan Pada α 10%Catatan: Angka dalam kurung adalah standar error hasil perhitungan dampak stance kebijakan moneter (menggunakan nilai rata-rata sample pada masing-masingvariabel risiko yang digunakan).

Kredit InvestasiKredit InvestasiKredit InvestasiKredit InvestasiKredit Investasi Kredit Modal KerjaKredit Modal KerjaKredit Modal KerjaKredit Modal KerjaKredit Modal Kerja Kredit KonsumsiKredit KonsumsiKredit KonsumsiKredit KonsumsiKredit Konsumsi

0.004322(0.00824)

-0.01786(0.00945)*

-0.00789(0.00879)

-0.02453(0.00993)***

-0.00548(0.00816)

-0.02876(0.00929)***

Cri

Stance-

Cri

Stance+

Hasil perhitungan yang disampaikan pada Tabel 3 menunjukan bahwa hanya stance

kebijakan moneter longgar yang memiliki pengaruh signifikan pada dinamika kredit perbankan

jangka pendek. Berdasarkan arah koefisien yang diperoleh, dampak stance kebijakan moneter

longgar pada pertumbuhan kredit perbankan akan lebih rendah dibandingkan dengan pada

saat stance kebijakan moneter yang dijalankan tidak longgar. Pada kredit investasi, saat kebijakan

moneter longgar, pertumbuhan kredit investasi akan 0.01786 (1.786 persen) lebih rendah dari

rata-rata pertumbuhan kredit investasi saat kebijakan moneter tidak longgar. Artinya, jika rata-

rata pertumbuhan kredit investasi adalah 10 persen pada saat tidak dilakukan kebijakan moneter

yang longgar, maka pada saat kebijakan moneter longgar, rata-rata pertumbuhan kredit investasi

adalah 8.214 persen, ceteris paribus. Hasil analisis yang sama juga dapat diberlakukan untuk

kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Pada kredit modal kerja saat kebijakan moneter longgar,

pertumbuhan kredit modal kerja akan sebesar 2.453 persen lebih rendah dari rata-rata

pertumbuhan kredit modal kerja. Pada kredit konsumsi, saat kebijakan moneter longgar,

Page 35: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

275Perilaku Risiko dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

pertumbuhan kredit konsumsi akan sebesar 2.876 persen lebih rendah dibandingkan

pertumbuhan kredit konsumsi.

Implikasi dari temuan empiris untuk dampak stance kebijakan moneter ketat adalah

kontraksi moneter saat berinteraksi dengan kedua variabel perilaku risiko yang digunakan

tidak mempengaruhi dinamika kredit jangka pendek pada ketiga jenis kredit yang disalurkan

oleh perbankan. Temuan empiris tersebut tidak sesuai dengan teori bahwa kebijakan moneter

yang berinteraksi dengan variabel risiko mempengaruhi dinamika kredit jangka pendek secara

signifikan. Temuan tersebut mengindikasikan adanya dampak variabel risiko yang bersifat

mengeliminir peran kebijakan moneter dalam mengkontraksi perekonomian. Kebijakan

moneter kontraktif dilakukan pada saat perekonomian sedang boom, sedangkan pada saat

yang bersamaan persepsi risiko pelaku ekonomi dan tingkat risiko di sektor perbankan

cenderung rendah. Akibatnya, pengetatan moneter yang seharusnya mengkontraksi

perekonomian melalui jalur kredit menjadi hilang dampaknya. Temuan empiris tersebut

mengindikasikan bahwa walaupun bank sentral memberlakukan kebijakan moneter ketat,

namun tidak cukup ketat untuk mengkontraksi perekonomian melalui penurunan

pertumbuhan kredit perbankan.

Selanjutnya, pada saat kebijakan moneter longgar berinteraksi dengan variabel perilaku

risiko memiliki dampak yang negatif dan signifikan untuk ketiga jenis kredit yang disalurkan

perbankan. Temuan empiris tersebut seuai dengan teori yang menyatakan adanya dampak

signifikan dari kebijakan moneter longgar yang berinteraksi dengan variabel perilaku risiko.

Arah hubungan koefisien hasil estimasi menunjukan hubungan yang negatif. Hasil ini

menunjukan bahwa kebijakan moneter yang ekspansif tidak mampu meningkatkan

pertumbuhan kredit perbankan. Pada saat kebijakan moneter ekspansif (diberlakukan dengan

tujuan menstimulasi perekonomian yang berada dalam tekanan), persepsi risiko dari pelaku

ekonomi dan tingkat risiko di sektor perbankan cenderung tinggi (rata-ratanya tinggi dalam

periode analisis). Akibatnya, pelonggaran kebijakan moneter tidak dapat mendorong

peningkatan perekonomian melalui peningkatan kredit perbankan, malah memiliki dampak

yang terbalik dengan menurunkan pertumbuhan kredit yang selanjutnya dapat mengkontraksi

perekonomian. Temuan ini menunjukkan bahwa pada saat pelonggaran kebijakan moneter

dijalankan oleh bank sentral, sebagai usaha untuk menggerakan perekonomian, pelaku ekonomi

sektor perbankan cenderung memiliki persepsi risiko yang tinggi. Dengan demikian, perbankan

akan menetapkan premi risiko yang tinggi dalam pada tingkat bunga kredit yang ditawarkan

sektor perbankan. Dengan kata lain, terjadi rigiditas suku bunga kredit pada saat diberlakukan

ekspansi moneter. Penjelasan lain yang dapat disampaikan adalah bahwa adanya kecenderungan

pelaku ekonomi di sektor perbankan yang memandang kebijakan moneter longgar sebagai

Page 36: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

276 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

indikasi perekonomian sedang mengalami tekanan. Akibatnya, perbankan menjadi semakin

selektif dalam mengalokasikan asetnya ke sektor kredit.

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

Beberapa kesimpulan pokok yang dihasilkan dari penelitian ini adalah bahwa persepsi

risiko pelaku ekonomi dan tingkat risiko di sektor perbankan memiliki peran yang signifikan

dalam mentransmisikan kebijakan moneter melalui jalur kredit di Indonesia. Variabel persepsi

risiko pelaku ekonomi dan tingkat risiko di sektor perbankan saat berinteraksi dengan stance

kebijakan moneter menyebabkan pembalikan arah dampak kebijakan moneter yang longgar.

Stance kebijakan moneter yang longgar dapat merupakan sinyal bagi pelaku ekonomi di sektor

perbankan sebagai kondisi perekonomian sedang menuju perkembangan yang kurang baik.

Sebaliknya, stance kebijakan moneter yang ketat untuk mengkontraksi perekonomian melalui

jalur kredit perbankan menjadi tidak efektif pada saat berinteraksi dengan variabel persepsi

risiko pelaku dan tingkat risiko di sektor perbankan. Hal ini kemungkinan karena adanya dampak

perilaku risiko yang bersifat mengeliminir peran kebijakan moneter dalam mengkontraksi

perekonomian.

Secara tidak langsung, temuan tersebut juga menyimpulkan bahwa untuk kasus Indonesia,

stance kebijakan moneter yang longgar memiliki efek yang menyebabkan pelaku di sektor

perbankan cenderung semakin risk averse. Temuan ini berbeda dengan hasil temuan yang

dikemukakan oleh Taylor (2009) untuk kasus negara-negara maju, dimana pada negara-negara

maju pelonggaran kebijakan moneter menyebabkan pelaku ekonomi di sektor keuangan menjadi

semakin risk taker. Analisis juga menunjukkan adanya indikasi dampak yang tidak simetris dari

kebijakan moneter ketat dan longgar saat berinteraksi dengan variabel perilaku risiko. Pada

saat kebijakan moneter ketat, perilaku risiko cenderung mengeliminir dampak pengetatan

moneter terhadap dinamika jangka pendek kredit perbankan. Pada saat kebijakan moneter

longgar, penurunan suku bunga kebijakan bank sentral tidak mampu menurunkan suku bunga

kredit perbankan agar bisa mendorong peningkatan kredit, sebagai dampak dari perilaku risiko

yang cenderung tinggi pada saat kondisi ekonomi dalam tekanan.

Terkait dengan hasil temuan empiris di atas, terdapat beberapa implikasi kebijakan

mendasar yang mengarah pada perlunya integrasi kebijakan moneter dan makroprudensial di

sektor keuangan, sebagai berikut. Pertama, perlunya Bank Indonesia, sebagai otoritas moneter

dan perbankan, untuk memperhitungkan peran persepsi risiko pelaku ekonomi dan tingkat

risiko di sektor perbankan dalam perumusan kebijakan moneter dan sistem keuangan di

Indonesia. Penelitian ini pada dasarnya dapat dijadikan sebagai salah satu pijakan awal untuk

Page 37: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

277Perilaku Risiko dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

memperhitungkan perilaku risiko di sektor keuangan dalam fungsi reaksi kebijakan moneter,

yang diharapkan dapat mengatasi isu (pro)siklikalitas perekonomian secara luas. Kedua, dalam

konteks untuk mendorong pendalaman dan perluasan peran pasar keuangan, Bank Indonesia

perlu melakukan telaah lebih mendalam terkait dengan dampak dinamika di sektor keuangan

terhadap efektivitas kebijakan moneter yang dijalankan. Ketiga, sejalan dengan interaksi yang

sangat erat antara dinamika (stabilitas) sektor moneter dan sektor keuangan, penguatan

koordinasi kebijakan sangat dituntut dari para otoritas terkait dalam menjalankan kebijakan

moneter dan kebijakan di sektor keuangan secara terintegrasi.

Pada akhirnya, dapat disampaikan bahwa penelitian ini merupakan penelitian awal. Secara

analitis, penelitian awal ini baru menghasilkan bukti keberadaan jalur risiko dalam mekanisme

transmisi kebijakan moneter di Indonesia, setidaknya pada saat kebijakan moneter longgar

dijalankan. Di luar fakta tersebut masih bersifat black box, mengingat bagaimana proses dan

alur dari mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur risiko itu sendiri belum mampu

dijelaskan oleh hasil temuan ini. Oleh karena itu, ke depan sangat diperlukan penelitian lebih

lanjut untuk melihat lebih dalam fenomena yang terdapat di dalam black box tersebut. Di

samping itu, penyempurnaan metodologi dapat dilakukan, khususnya terkait dengan pemilihan

alternatif indikator perilaku risiko, disagregasi penaksiran indikator perilaku risiko yang mengacu

pada individu maupun kelompok bank, serta kemungkinan terdapatnya feedback mechanism

di antara kedua variabel perilaku risiko yang digunakan. Penyempurnaan tersebut diharapkan

dapat menjawab beberapa pertanyaan empiris yang belum dapat dijelaskan dengan baik dalam

penelitian ini.

Page 38: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

278 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

DAFTAR PUSTAKA

Adrian, Tobias, and Hyun Song Shin. (2009), Prices and Quantities in the Monetary Policy

Transmission Mechanism, International Journal of Central Banking, 5(4).

Ariefianto, Doddy M, (2010), Perilaku Persaingan Industri Perbankan di Indonesia Pasca Krisis

(Analisa Dengan Pendekatan Teori Oligopoli dan Ekonometrika Panel Data Pada Periode

2002 - 2008), Desertasi Doktor Bidang Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Bank Indonesia, (2010), Response Kebijakan Moneter di Tengah Krisis Global, Laporan

Perekonomian Indonesia Tahun 2009, Bank Indonesia.

Bernanke, Ben. S, dan Alan S. Blinder (1988), Credit, Money and Aggregate Demand, The

American Economic Review, Vol 78, no. 2. American Economic Association.

Bernanke, Ben. S dan Mark Gertler (1995), Inside the Black Box: The Credit Channel of Monetary

Transmission Mechanism, Journal of Economic Perspectives, Vol 9 No.4. American Economic

Association.

Bernanke, Ben S, Mark Gertler dan Simon Gilchrist (1996), The Financial Accelerator and Flight

to Quality, The Review of Economics and Statistics, Vol 78.

Bodie, Zvi, Alex Kane dan Alan J. Marcus (2009),

Investment 8th Ed. Mc Graw-Hill International, Singapore.

Borio, Claudio dan Haibin Zhu (2008), Capital Regulation, Risk Taking and Monetary Policy: A

Missing Link in the Transmission Mechanism?, BIS Working Paper no 268. Bank for

International Settlement, Basel √ Switzerland.

Chan-Lau, Jorge A, dan Amadou N.R. Sy (2007), Distance to Default in Banking: A Bridge too

Far?,

Journal of Banking Regulation, Vol 9 No. 1. Palgrave Mc Milan.

Diamond, Douglas W, dan Raghuram G. Rajan, (2006), Money in Theory of Banking, The

American Economic Review, Vol 96 No.1, American Economic Association.

Diamond, Douglas W, dan Raghuram G. Rajan, (2001), Liquidity Creation and Financial Fragility:

A Theory of Banking, The Journal of Political Economy, Vol. 109 No. 2. The University of

Chicago Press.

Diamond, Douglas W, dan Raghuram G. Rajan, (2000), A Theory of Bank Capital, The Journal

of Finance Vol 55 No. 6, American Finance Association.

Page 39: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

279Perilaku Risiko dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

Disyatat, Piti (2010), Bank Lending Channel Revisited, BIS Working Paper No. 297. BIS Monetary

Policy Department, Basel-Switzerland.

Enders, W., (2004), Applied Econometric Time Series, New York: John Wiley & Sons

Escandon, Julio R, Alejandro Diaz-Bautista, (2000), A Simple Dynamic Model of Credit and

Aggregate Demand, El Collegio De La Frontera Norte, Working Paper No.18..

Freixas, Xavier dan Jose Jorge, (2008). The Role of Interbank Market in Monetary Policy: A

Model with Rationing, The Journal of Money Credit and Banking, September.

Gambacorta, Leonardo (2009), Monetary Policy and the Risk Taking Channel, BIS Quarterly

Review, Desember 2009. Bank for International Settlement, Basel.

Goeltom, Miranda. S, Solikin M. Juhro dan Firman Mochtar (2009), Indonesian Monetary Policy

Transmission Mechanisms and the Role of Risk Perception, Research Notes, Bank Indonesia,

March.

Goodhart, C.A.E dan D.P. Tsomocs, (2007), Analisys of Financial Stability, Bank of Canada

Conference ≈Developing a Framework to Asses Financial Stability∆ Ottawa, Canada, 7-8

November.

Juhro, Solikin M. (2009),

Telaah Policy Rules di Indonesia, Research Notes, Bank Indonesia, Maret.

Mishkin, Frederick S. (2009), Is Monetary Policy Effective During Financial Crisis?, NBER Working

Paper No. 14678.

Merton, Robert C. (1974), On the Pricing of Corporate Debt: the Risk Structure of Interest

Rates, Journal of Finance

Vol. 29.

Nier, Erlend dan Lea Zicchino, (2008), Bank Losses, Monetary Policy and Financial Stability-

Evidence From Interplay in Panel Data,

IMF Working Paper WP/08/232.

Li, Fuchun dan Pierre St-Amant (2010),

Financial Stress, Monetary Policy and Economic Activty, Bank of Canada Working Paper 2010-

12, May.

Taylor, John B. (2009), The Financial Crisis and Monetary Response: An Empirical Analysis of

What Went Wrong, NBER Working Paper Series No. 14631.

Tieman, Alexander F, dan Andrea M Maechler, (2009), The Real Effects of Financial Sector Risk,

IMF Working Paper WP/09/198, IMF Washington.

Van Den Heuvel, Skander J, (2007).

The Bank Capital Channel of Monetary Policy, Bank of Canada Conference ≈Developing a

Framework to Asses Financial Stability∆ Ottawa, Canada, 7-8 November.

Page 40: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

280 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

Vassalaou, Maria dan Yuhang Xing (2004), Default Risk in Equity Return, The Journal of Finance,

Vol 59 No, 2. April.

Wooldridge, Jeffery M. (2006), Introductory Ecoometrics: A Modern Approach 3rd Ed. Thompson

South-Western Publishing. USA.

Page 41: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

281Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

INFLATION TARGETING UNDER IMPERFECT CREDIBILITYBASED ON ARIMBI

(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia);LESSONS FROM INDONESIAN EXPERIENCE 1

HarmantaM. Barik Bathaluddin

Jati Waluyo 2

This paper try to assess role of credibility in the implementation of inflation targeting framework

in Indonesia. It illustrates how credibility may play an important role in the evolution of the Indonesian

monetary policy. Knowing the degree of credibility would beneficial for Bank Indonesia (BI) to understand

how to adjust policy instrument to achieve a long-term inflation target.

Scaled from zero (purely not credible) to one (perfect credibility), our quantitative measurements

found that credibility index for Indonesian monetary policy converge to around 0.5. Refer to projection

and simulation results in this paper, the study shows expectation inflation of economic agents is strongly

influenced by monetary policy credibility. The more credible the monetary policy, the faster inflation

expectation would anchor to its target. In addition, high credibility also increase the efficiency of the

monetary policy transmission since the disinflation cost represented by sacrifice ratio is lower. Under

imperfect credibility the central bank prefer to attain its inflation target gradually, and if the credibility

stock is doubled, then achieving its long-term inflation target required a lot shorter time (approximately

0.4 periods than the baseline).

JEL Classification: E31, E52, E58, E61

Keywords: Disinflation, Monetary Policy, Imperfect Credibility, Sacrifice Ratio.

1 Earlier version (draft) of this paper has been presented at Central Bank Macroeconomic Modeling Workshop 19 - 20 October 2010Manila, Philippines and downloadable at:http://www.bsp.gov.ph/events/2010/cbmmw/downloads/papers 2010_CBMMW_01_paper.pdf.

2 The research team of Bank Indonesia consist of Harmanta (Associate Senior Economist), M. Barik Bathaluddin (Economist) & JatiWaluyo (Economist); Address:Economic Modelling Team (KPM), Economic Research Bureau (BRE), Directorate of Economic Researchand Monetary Policy (DKM), Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350. The model is developed by Bank Indonesia withtechnical consultancy from Douglas Laxton and Jaromir Benes (IMF). The views in this paper are solely from the authors and do notnecessarily represent views or policies of Bank Indonesia.

Abstract

Page 42: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

282 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

I. PENDAHULUAN

Undang-undang No.23 Tahun 1999 mengamanatkan kepada Bank Indonesia untuk

mencapai dan menjaga kestabilan nilai Rupiah (single objective).3 Untuk mencapai mandat

tersebut Bank Indonesia menggunakan Inflation Targeting Framework (ITF) sebagai kerangka

kebijakan moneter. Kerangka ITF ini dicirikan dengan penetapan target inflasi yang diumumkan

kepada publik dan inflasi merupakan tujuan utama kebijakan moneter. Implementasi ITF di

Indonesia menekankan pentingnyanpengendalian ekspektasi inflasi agar terjangkar ke target

inflasi jangka panjang yang rendah dan stabil (low and stable inflation) sekitar 3% agar kompetitif

dengan Negara lain.

Kerangka ITF dapat mencerminkan strategi kebijakan moneter yang bersifat forward-

looking, yang difokuskan pada inflasi dan ekspektasi inflasi pelaku ekonomi. Fitur penting ITF

adalah komitmen terhadap inflasi sebagai tujuan utama kebijakan moneter, pengumuman target

inflasi, komunikasi yang intensif termasuk penjelasan tujuan dan langkah-langkah kebijakan

moneter, serta akuntabilitas untuk memenuhi target inflasi (Mishkin, 2000). Keuntungan ITF

adalah target inflasi menjadi jelas, mudah diobservasi dan langkah-langkah kebijakan moneter

mudah dipahami. Kerangka ITF tersebut menyediakan pelaku ekonomi suatunnominal anchor

dalam membentuk ekspektasi inflasi dan memprediksi tindakan kebijakan moneter.

Jalur terpenting di mana kebijakan moneter dapat mempengaruhi inflasi adalah dengan

menggiring ekspektasi inflasi agen ekonomi agar terjangkar ke target inflasi bank sentral. Jika

ekspektasi agen ekonomi tetap tinggi, maka proses disinflasi akan berlangsung lama dan

memerlukan biaya dalam bentuk output loss yang besar (Clarida, Gali dan Gertler, 1999).

Bank sentral yang dapat mengelola ekspektasi inflasi agen ekonomi akan dapat menjalankan

kebijakan moneter secara lebih efektif, dan kebijakan moneter yang demikian dapat dikatakan

kredibel (Blinder, 1999).

Dalam beberapa studi ditunjukkan bahwa permasalahan kredibilitas kebijakan moneter

dapat muncul karena adanya ketidakpastian pelaku ekonomi mengenai preferensi otoritas

moneter. Meskipun otoritas moneter mengumumkan target inflasi, namun bisa saja tidak

sepenuhnya kredibel jika preferensi bank sentral terhadap penurunan inflasi tidak terlalu kuat

(Geraats, 2001; Kozicki dan Tinsley, 2003). Pelaku ekonomi mencoba menginterprestasikan

preferensi otoritas moneter berdasarkan langkah-langkah kebijakan moneter dan kinerja inflasi

dan selanjutnya akan memperbaharui ekspektasi mereka. King (1996) menekankan bahwa

transparansi akan mendorong learning process sehingga ekspektasi inflasi pelaku ekonomi

akan menjangkar ke target inflasi secara lebih cepat.

3 Hal ini juga dipertegas dalam amandemen UU tentang Bank Indonesia No.3 tahun 2004.

Page 43: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

283Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

Terdapat beberapa fokus perhatian yang sangat penting terkait dengan strategi disinflasi

dalam mencapai inflasi yang rendah dan stabil yaitu: (i) cost of disinflation, terkait adanya trade

off output √ inflasi (output loss) dan (ii) lamanya disinflasi. Sejumlah penelitian menunjukkan

bahwa strategi disinflasi tersebut sangat dipengaruhi oleh kredibilitas kebijakan moneter. Apabila

kebijakan moneter belum sepenuhnya kredibel (imperfect credibility) maka agen ekonomi belum

sepenuhnya percaya apakah kebijakan moneter dapat mencapai target inflasi sehingga learning

process agen ekonomi terhadap target inflasi otoritas moneter berjalan lambat. Kondisi ini

pada gilirannya akan mempengaruhi ekspektasi inflasi dan pembentukan inflasi aktual yang

juga lambat konvergen ke target inflasi. Selanjutnya hal ini akan mempengaruhi policy rate

dan dinamika variabel makro lainnya (PDB, nilai tukar, dan lainnya).

Guna menjawab sejumlah pertanyaan yang terkait dengan dampak kredibilitas kebijakan

moneter terhadap dinamika variable makroekonomi utama khususnya dalam mencapai target

inflasi, penelitian ditujukan untuk mengembangkan model ARIMBI (Aggregate Rational Inflation

√ Targeting Model For Bank Indonesia) yang dilengkapi dengan fitur kredibilitas kebijakan

moneter. Secara khusus, tujuan penelitian adalah: (i) mengukur derajad kredibilitas kebijakan

moneter di Indonesia; (ii) mengkaji dinamika kredibilitas kebijakan moneter di Indonesia dan

dampaknya terhadap dinamika variabel makro ekonomi utama (inflasi, PDB, nilai tukar, suku

bunga); dan melakukan simulasi untuk memperoleh gambaran seberapa besar cost of disinflaion

dan seberapa cepat proses disinflasi menuju target inflasi jangka menengah √ panjang di

Indonesia dengan pengetahuan mengenai derajad kredibilitas kebijakan moneter.

Pada bab selanjutnya akan dibahas mengenai tinjauan teoritis yang menjelaskan mengenai

review jenis model makroekonomi, dan kredibilitas kebijakan moneter. Pada Bab 3 (Metodologi

Penelitian dan Model) menjelaskan struktur dan mekanisme transmisi model dan persamaanyang

dipergunakan di model secara detail. Selanjutnya bab 4 (Hasil dan Analisis) memaparkan hasil

simulasi dan proyeksi menggunakan model ini. Paper akan diakhiri dengan kesimpulan dan

implikasi kebijakan.

II. TEORI

2.1. Kredibilitas Kebijakan Moneter

Blinder (1999) merumuskan kredibilitas (credibility) sebagai ≈words matching deedsΔ.

Kesesuaian antara perkataan dan laku inilah yang sebenarnya menjadi inti dari kredibilitas di

atas. Bank sentral dinilai kredibel apabila benar-benar menjalankan kebijakan moneternya untuk

mencapai apa yang telah ditargetkannya. Definisi tersebut serupa dengan Svensson (1999)

yang menunjukkan bahwa kebijakan moneter yang kredibel tercermin dari hubungan yang

Page 44: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

284 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

dekat antara target inflasi dengan ekspektasi inflasi pelaku ekonomi, dan demikian sebaliknya

untuk kebijakanƒyang tidak kredibel. Mengingat sifatnya yang unobserved, tingkat kredibilitas

umumnya didefinisikan dalam bentuk nilai dalam rentang 0 (tidak kredibel) sampai 1 (kredibel

sempurna).

Valentin dan Rozalia (2008) menawarkan metode pengukuran besarnya kredibilitas

kebijakan moneter dengan formulasi sebagai berikut:

(II.1)

Dengan π e adalah ekspektasi inflasi pelaku ekonomi (swasta) dan π target adalah target inflasi

bank sentral. Untuk ilustrasi, dalam hal ekspektasi inflasi berhasil terjangkar sempurna pada

target inflasi ( π e = π target ), maka dari persamaan di atas akan diperoleh credibility index

bernilai 1 atau kredibel sempurna (perfect credibility). Sebaliknya, apabila ekspektasi inflasi

lebih tinggi dua kali lipat dari target inflasi, maka credibility index akan bernilai 0 atau tidak

kredibel (no credibility). Perlu dicatat pula, pengukuran ini memberlakukan punishment simetrik.

Sebagai alternatif pengukuran kredibilitas kebijakan moneter, Cecchetti and Krause (2002)

memformulasikannya sebagai berikut:

(II.2)

Dengan π e adalah ekspektasi inflasi pelaku ekonomi (swasta) dan π target adalah target inflasi

daribank sentral. Mengacu formula di atas, apabila ekspektasi inflasi melewat batas atasnya

sebesar 20%, maka credibility index otomatis akan bernilai 0 (tidak kredibel). Berbeda dengan

pengukuran sebelumnya, Cecchetti and Krause (2002) tidak memberlakukan simetrik

punishment sehingga ekspektasi inflasi yang bergerak di bawah target inflasi merupakan suatu

keberhasilan bagi bank sentral dan credibility index bernilai 1 (sempurna).

Dalam kerangka ITF ini, kredibilitas menjadi hal yang penting, terutama bagi bank sentral

di negara berkembang yang biasanya tidak independen dari kepentingan pemerintah/politik

targettarget target

target

target target

1 , if

0, if

ee

adjusted

e

ICI

π ππ π π

π

π π π

− − − = −

p

f

%20%20)(

2.01

011

≥<<

−−

−=e

etar

tare

taretar

ififif

ICπ

ππππ

πππ

Page 45: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

285Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

yang ada. Kredibilitas ini dapat dibangun juga melalui komunikasi dan transparansi ke

masyarakat. «Melalui upaya ini, kepercayaan masyarakat kepada bank sentral akan meningkat

dan pada gilirannya ekspektasi inflasi di masyarakat dapat menjangkar pada target inflasi.

Pencapaian inflasi inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat untuk perkembangan

makroekonomi yang baik. Bank sentral memiliki fleksibilitas yang substansial dalam

melaksanakan kebijakan moneter (al. mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, stabilitas

nilai tukar, business cycle yang ada, booming asset price), tetapi tanggung jawab utama tetap

untuk pencapaian target inflasi jangka menengah-panjang. Dengan demikian, kerangka ITF

seringkali digambarkan sebagai ≈constrained discretion∆ (Bernanke dan Mishkin, 1997).

Konstrain tersebut diwujudkan melalui transparansi dan akuntabilitas bank sentral yang tinggi,

dalam rangka membangun kredibilitas kebijakan moneter yang ditujukan untuk proses disinflasi

dan mengurangi masalah time-inconsistency.

Dalam paper ini penulis akan menginternalisasi kredibilitas kebijakan moneter dalam

model makro ekonomi. Secara umum, struktur model makroekonomi dibangun dengan tujuan

untuk menangkap realita bekerjanya suatu perekonomian yang tercermin dari interaksi

hubungan berbagai variabel ekonomi. Pada dasarnya terdapat dua tujuan utama dari pemodelan

ekonomi makro yaitu: (i) menyusun proyeksi ekonomi (economic projection); dan (ii) menyusun

analisis dampak kebijakan (policy simulation).

Mengacu pada praktek permodelan yang dilakukan oleh berbagai bank sentral yang

menganut ITF, model makroekonomi yang andal harus memenuhi berbagai karakteristik: (i)

mampu mencerminkan karakteristik struktur perekonomian dan mampu menghasilkan analisis

komprehensif determinan utama inflasi; (ii) merepresentasikan bekerjanya mekanisme transmisi

kebijakan moneter; (iii) dilengkapi dengan policy rule, misalkan interest rate Taylor rule, dan

memasukkan sasaran inflasi dan mekanisme pembentukan ekspektasi yang eksplisit di dalamnya;

(iv) konsisten dengan teori yang mendasarinya (theoretically consistent); dan (v) mempunyai

kondisi steady state yang ≈well defined∆ dan dapat menghasilkan proyeksi/analisis jangka

panjang yang konsisten.

2.2. Model

Dalam praktek, biasanya terdapat trade off antara projection accuracy yang dihasilkan

dari model ekonometrik dan medium-long term policy simulation yang diperoleh dari model

DSGE (Dynamic Stochastic General Equilibrium). Proyeksi yang dihasilkan dari econometric model

belum tentu sepadan dan searah dengan hasil yang dikeluarkan oleh simulasi DSGE model.

Proyeksi jangka pendek berdasarkan goodness of fit yang baik dari model ekonometrik, belum

Page 46: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

286 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

tentu selaras dengan hasil simulasi DSGE model. Berdasarkan trade-off tersebut, Bank Indonesia

mulai tahun 2008 berusaha mengembangkan model yang mengkombinasikan kelebihan dari

model ekonometrika (mengadopsi metode estimasi bayesian econometric) dan DSGE (model

makroekonomi New Keynesian) tersebut sehingga dapat digunakan untuk proyeksi dan simulasi

kebijakan.

Dalam tataran jenis model, ARIMBI imperfect credibility termasuk model semi-structural,

yang merupakan model DSGE sederhana. Persamaan yang dipergunakan pada model dapat

bersifat ad-hoc, dalam artian tidak murni diturunkan dari persamaan-persamaan baku

sebagaimana model DSGE murni. Hal ini memberikan keleluasaan dalam pengembangan model,

namun dengan tetap memperhatikan sejumlah batasan kelayakan pengembangan.

Secara teknis, model ARIMBI merupakan model small scale macroeconomic kuartalan

yang diadopsi dari model QPM (Quarterly Projection Model) IMF dengan menambahkan fitur

kredibilitas kebijakan moneter. Namun, karena Indonesia tidak memiliki data unemployment

rate yang baik, maka persamaan unemployment rate tidak diimplementasikan. Model ini

merupakan bentuk interaksi dari variabel makroekonomi utama, yaitu output,ninflasi, suku

bunga, nilai tukar dan kredibilitas kebijakan moneter. Selain itu juga terdapat beberapa variabel

lain dan persamaan identitas yang melengkapi model.

Hubungan antar variabel di dalam model ARIMBI Imperfect Credibility dijelaskan pada

bagan berikut ini.

UIP NominalExchange

Rate

Output GapInterest Rate(Taylor Rule)

Inflation(NKPC)

InflationGap

InflationTarget

ExternalDemand

ForeignInterest

Rate

RiskPremium

RealExchange

Rate

ForeignInflation

Oil Price

Expectedand Lag

Output Gap

Credibility

LagInflation

LagInterest

Rate

ExpectedInflation

Diagram 1.Struktur ARIMBI Imperfect Credibility

Page 47: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

287Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

Diagram di atas menunjukan bahwa terdapat empat persamaan behavior yang utama

dalam model, yaitu persamaan inflasi New Keynesian Phillip Curve (NKPC), output gap, uncovered

interest rate parity (UIP) dan Taylor rule. Persamaan inflasi, selain dipengaruhi oleh forward dan

backward looking dari inflasi itu sendiri, juga dipengaruhi oleh output gap, inflasi dari perubahan

harga minyak dan nilai tukar riil. Persamaan output gap dipengaruhi oleh backward dan forward

looking dari variabel itu sendiri, suku bunga riil, nilai tukar riil dan demand eksternal (yang ditangkap

oleh PDB negara USA). Persamaan Taylor Rule untuk menentukan besarnya suku bunga nominal

dipengaruhi oleh suku bunga riil, deviasi inflasi dari targetnya dan output gap. Sedangkan UIP,

yang merupakan deviasi antara ekspektasi nilai tukar dengan nilai tukar, dipengaruhi oleh

perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri (rest of the world ).

Salah satu asumsi penting yang diimplementasikan pada model adalah, bahwa pencapaian

target inflasi dengan biaya seminimal mungkin sangat dipengaruhi oleh kredibilitas kebijakan

moneter. Terdapat dua cara untuk menangkap dinamika kredibilitas kebijakan moneter dalam

model yaitu melalui pemodelan kredibilitas kebijakan moneter secara eksogen dan endogen.

Pemodelan kredibilitas kebijakan moneter secara eksogen mengasumsikan bahwa kredibilitas

kebijakan moneter bergerak mengikuti auto regressive AR(1). Sedangkan pemodelan kredibilitas

kebijakan moneter secara endogen mengasumsikan bahwa kredibilitas kebijakan moneter adalah

bersifat stok dan akan bertambah atau berkurang sesuai dengan past performance inflasi

sebelumnya terhadap target. Dalam hal ini semakin meningkatƒkredibilitas kebijakan moneter

maka akan menyebabkan ekspektasi inflasi akan semakin mendekati target inflasinya, sehingga

inflasi ke depan akan terjangkar ke target.

Model ini merupakan Model Persamaan Simultan. Secara teknis, variabel tren dinotasikan

dengan menggunakan huruf alphabet dengan simbol garis / bar di atasnya, sedangkan gap

dinotasikan dengan menggunakan huruf alphabet dengan simbol topi / cap di atasnya. Variabel

rate tahunan year on year (yoy) dilambangkan dengan angka 4 setelah nama variabelnya,

sedangkan rate tahunan dari kuartalan (quarterly annualized) dilambangkan tanpa angka 4

setelah nama variabelnya, contoh CPI inflasi yoy dilambangkan dengan π 4tCPI. Untuk variabel

growth umumnya dilambangkan dengan huruf d di depan nama variabelnya, contoh

pertumbuhan PDB yoy dilambangkan dengan dy4t.

Gap merupakan perbedaan antara variabel dan nilai keseimbangannya. Variabel y

didefinisikan sebagai 100 dikalikan log dari real GDP, y sebagai 100 dikalikan log dari output

potensial dan y sebagai output gap dalam satuan persentase, dimana y = y - y. Rate tahunan

dari kuartalan inflasi ( π tCPI ) didefinisikan sebagai 400 dikalikan first difference dari log CPI.

Sedangkan yoy inflasi ( π 4tCPI ) didefinisikan sebagai 100 dikalikan selisih antara inflasi pada

suatu kuartal dengan empat kuartal sebelumnya. Beberapa variabel penting lainnya, i merupakan

Page 48: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

288 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

suku bunga nominal, r merupakan suku bunga riil, s merupakan nominal nilai tukar mata

uang suatu negara per US dollar dan z merupakan log nilai tukar riil dibandingkan dengan

US dollar.

2.2.1. Persamaan Utama

Persamaan II.3 sampai dengan II.13 merupakan persamaan perilaku (behavioral

equation) yang juga merupakan persamaan utama yang merangkap mekanisme transmisi di

dalam model.

Persamaan II.5 di atas merupakan persamaan Taylor Rule yang digunakan untuk

menentukan nilai nominal suku bunga jangka pendek, dalam hal ini dapat diintepretasikan

sebagai policy rate untuk Indonesia (BI rate). Nilai suku bunga didefinisikan sebagai fungsi dari

nilai lag-nya (merupakan suatu smoothing device untuk menangkap perubahan rate jangka

pendek) dan respon Bank Sentral terhadap perubahan output gap pada deviasi antara ekspektasi

inflasi dengan target inflasinya. Dengan kata lain, Bank Sentral berusaha untuk mencapai

keseimbangan suku bunga jangka panjang (yang merupakan penjumlahan dari keseimbangan

(II.4)

(II.5)

Persamaan perilaku untuk output gap ( yt ) terhadap nilai lag dan lead-nya (merupakan ukuran

backward dan forward √ looking), gap suku bunga riil ( rt ), gap nilai tukar riil, output gap

negara lain, inflasi harga minyak dunia riil dan distrubance term ( et

y ).

Persamaan (II.3) merupakan persamaan New Keynesian Phillip Curve untuk menentukan

besarnya inflasi, dimana persamaan itu menghubungkan inflasi di masa lalu dengan inflasi di

masa depan, output gap, nilai tukar riil, inflasi harga minyak dunia riil dan disturbance term

untuk inflasi. Output gap merupakan variabel yang menghubungkan sisi riil dari perekonomian

dengan rate inflasi. Selain itu rate inflasi juga dipengaruhi oleh perubahan pada rate nilai tukar

riil Indonesia terhadap US secara bilateral.

(II.3)yt = β

1 y

t - 1 + β

2 y

t + 1 - β

3 r

t + β

4 y

t * + β

5 z

t - β

6 (π

t RPOIL - dz

t ) + e

t y

πtCPI

= λ

1 π

t - 1 + ( 1

-

λ

1 )Ε

t + 1

+ λ

2 y

t + λ

3 z

t + λ

4 (π

t RPOIL - dz

t ) + e

t πCPI CPI CPI

CPI CPI

it = γ

1 it - 1

+ ( 1 -

γ

1 ) ( r

t +

π

t + 1

+ γ

2 ( π4

t + 4 − π

t + 4 ) + γ

3 y

t ) + e

tiTAR CPI TAR

Page 49: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

289Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

suku bunga riil dan ekspesktasi target inflasi 1 kuartal kedepan), dimana suku bunga tersebut

juga dapat disesuaikan sebagai respon terhadap deviasi dari ekspekatasi year-on-year rate inflasi

empat kuartal yang akan datang dari target inflasinya, , dan terhadap output

gap saat ini yt. Persamaan ini juga memiliki disturbace term, e

ti , untuk mengakomodasi

penyesuaian nominal suku bunga jika hasil yang dihasilkan oleh persamaan di atas tidak sesuai.

(II.6)

Persamaan III.6 di atas merupakan persamaan uncovered interest parity (UIP), dimana

ekspektasi depresiasi (Εt S

t + 1 − S

t) sama dengan perbedaan suku bunga nominal Indonesia

dengan US. Perhitungan ini juga memasukkan keseimbangan risk premium, premt dimana jika

rate suku bunga Indonesia lebih besar daripada Amerika, terdapat satu dari dua kemungkinan

yang dapat terjadi, atau kombinasi diantara dua kemungkinan itu, yaitu apakah nilai tukar

nominal Indonesia terhadap US akan mengalami depresiasi pada periode berikutnya (Εt S

t + 1

lebih tinggi dari St ), atau keseimbangan suku bunga nominal antara Indonesia dan US berbeda

karena adanya risk premium. Selain itu juga terdapat disturbance term ets.

Untuk perhitungan ekspektasi nilai tukar nominal, dilakukan dengan membobot antara

nilai tukar nominal ke depan yang akan terjadi dengan asumsi ekspektasi bersifat perfect

foresight, St + 1

, dengan variabel lagnya, St - 1

, yang telah ditambahkan dengan dua kali tren dari

nilai tukar nominal tiap kuartal, 2 (dz t + π

t TAR _ π

CPI_US_SS) / 4 karena variabel nilai tukar nominal

ini memiliki tren.

(II.7)

2.2.2. Persamaan Harga Minyak Dunia

Data harga minyak dunia yang digunakan adalah harga minyak yang berasal dari Minas

(USD/barel). Untuk memasukkan harga minyak dunia ke dalam model ARIMBI perlu dilakukan

beberapa langkah. Dengan asumsi bahwa inflasi US mewakili inflasi dari dunia maka harga

minyak dunia riil secara level dapat dihitung dengan persamaan:

(II.8)

Kemudian dilakukan proses filtering dengan memisahkan antara variabel tren dan gap

untuk harga minyak dunia riil secara level

π4t + 4

− πt + 4

CPI TAR

it - i

t US

= 4 (Ε

t S

t + 1 − S

t) + prem

t +

e

ts

P

t RPOIL_US

= P

t OIL_US _ π

tCPI_US

Εt S

t + 1 = σ S

t + 1 + ( 1 - σ ) ( S

t - 1 + 2 (dz

t + π

t TAR _ π

CPI_US_SS) / 4)

Page 50: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

290 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

Diasumsikan bahwa pertumbuhan tren harga minyak dunia riil adalah nol sehingga

Sedangkan secara gap harga minyak dunia riil dimodelkan secara AR(1)

Perhitungan inflasi harga minyak dunia riil adalah

Maka apabila inflasi harga minyak dunia riil yang masih dalam satuan (USD/barel) dalam mata

uang lokal

2.3.3. Persamaan Variabel Tren / Potensial

Untuk variabel output potensial, diasumsikan shock hanya terjadi pada growth rate dari

output potensial. Shock ini menyebabkan deviasi yang persisten antara growth output potensial

terhadap nilai growth pada long-run steady-state-nya.

Persamaan II.....14 menyatakan bahwa pertumbuhan output potensial dyt , pada jangka panjang

sama dengan nilai pertumbuhan steady-state-nya dyss, namun dapat menyimpang dari

pertumbuhan steady-statenya tergantung nilai errornya, apakah negatif/ positif, dan selanjutnya

akan kembali menuju ke pertumbuhan steady-state secara gradual, dengan kecepatan sesuai

dengan nilai paramternya, dimana semakin besar nilainya maka akan semakin cepat menggiring

output potensial kepada steady-state.

Untuk variabel target inflasi, risk premium dan tren suku bunga riil US, diasumsikan

bahwa dinamikanya menggunakan hubungan yang sama dengan variabel output potensial

pada persamaan di atas

(II.9)

(II.10)

(II.11)

(II.12)

(II.13)

(II.14)

P

t RPOIL_US

= P

t RPOIL_US + P

t RPOIL_US

P

t RPOIL_US

= P

t-1RPOIL_US + e

t RPOIL_USP

P

t = (1 - rho

RPOIL_US ) P

t-1 + e

tPRPOIL_USRPOIL_US RPOIL_USP

π

t RPOIL_US

= 4 ( P

tRPOIL_US - P

t-1 RPOIL_US )

π

t RPOIL

= π

t RPOIL_US + dz

t

dyt = ρ

dy dy

t - 1 + (1 − ρ

dy )

dy ss + e

tdy

Page 51: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

291Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

dzt = r

t −

r

t −

prem

tUS

Sedangkan untuk variabel tren dari suku bunga riil dan tren depresiasi nilai tukar riil,

diasumsikan mengikuti hubungan UIP atau

(II.15)

(II.16)

(II.17)

(II.18)

(II.19)

2.3.4. Persamaan Identitas

Persamaan identitas terbagi menjadi tiga bagian yaitu persamaan untuk menghitung

pertumbuhan secara quarterly annualized dan year on year, seperti pada persamaan berikut:

(II.20)

(II.21)

(II.22)

(II.23)

(II.24)

(II.25)

(II.26)

(II.27)

(II.28)

(II.29)

Atau persamaan identitas yang merupakan proses filtering untuk memisahkan antara

variabel tren dan gap, seperti pada persamaan berikut:

πt = ρπ TAR π

t - 1 + ( 1

ρπ TAR

) π + e

tTAR TAR TAR_SS TARπ

premt = ρ

prem prem

t - 1 + (1 − ρ

prem )

premss +

e

tprem

rt = ρ

r US t - 1

+ (1 − ρr US ) r + e

tUS USr US_SS USr

rt = r

+ dz + premUS_SS SSSS

πt = 4 ( P

t − P

t - 1 )CPI CPI CPI

πt = 4 ( P

t − P

t - 1 )CPIUS CPIUS CPIUS

π 4t = ( P

t − P

t - 4 )CPI CPI CPI

dyt = 4 ( y

t − y

t − 1 )

dzt = 4 ( z

t − z

t − 1 )

dyt = 4 ( y

t − y

t − 1 )

dy4t = ( y

t − y

t − 4 )

dzt = 4 ( z

t − z

t − 1 )

dz4t = ( z

t − z

t − 4 )

dst = 4 ( s

t − s

t − 1 )

Page 52: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

292 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

Persamaan identitas yang mencerminkan hubungan yang berasal dari teori ekonomi sederhana

diantaranya: persamaan II.33 dan II.34 yang mendefiniskan suku bunga riil, r , sebagai selisih

antara suku bunga nominal dan ekspektasi inflasi CPI pada satu kuartal selanjutnya.

(II.30)

(II.31)

(II.32)

(II.33)

(II.34)

Persamaan II.35 mendefinisikan hubungan nilai tukar riil, zt dengan nilai tukar nominal, s

t

(yang didefinisikan sebagai mata uang Indonesia yang dibandingkan dengan Dollar Amerika

Serikat), ditambahkan dengan CPI ( ) di Amerika Serikat, dikurangi dengan CPI

Indonesia ( ). Jika terjadi kenaikan pada nilai zt , artinya telah terjadi depresiasi riil

Indonesia terhadap dolar Amerika.

(II.35)

2.3.5. Persamaan Rest of World

Dengan asumsi bahwa perekonomian Indonesia tergolong small open economy maka

persamaan Rest of the World dimodelkan secara AR(1)

(II.36)

(II.37)

(II.38)

2.3.6. Persamaan Kredibilitas Kebijakan Moneter

Fitur baru dalam model ARIMBI ini adalah adanya penambahan variabel kredibilitas.

Variabel kredibilitas yang digunakan dalam model ini adalah 1 − INCREDt , jadi variabel yang

secara eksplisit digunakan adalah variabel INCREDt atau variabel yang melambangkan seberapa

tidak kredibelnya bank sentral. Variabel INCREDt bernilai 1 berarti bank sentral tidak memiliki

kredibilitas sama sekali, sebaliknya apabila INCREDt bernilai 0 maka bank sentral memiliki

kredibilitas penuh (full credible).

yt = y

t + y

t

zt = z

t + z

t

rt = r

t + r

t

rt = i

t − π

t + 1CPI

PtCPI _US

PtCPI

rt = i

t − π

t + 1CPI _USUS US

yt * = ρ y

* yt -1

+ e ty*

it US = ρ

i USi

t − 1 + ( 1 − ρ

i US )( r

t + π ) + e

t )US US CPI US SSUS i

πt CPI_US = ρπ CPI_USπ

t − 1 + ( 1 − ρπ CPI_US )π + e

tπCPI_US CPI US SS CPI US

z t = ( s

t + P

t ) −

P

tCPI _US CPI

Page 53: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

293Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

Pada prinsipnya penambahan kredibilitas dilakukan dengan cara mengubah variabel

ekspektasi inflasi yang sebelumnya diasumsikan perfect foresight menjadi variabel

ekspektasi inflasi yang mengandung unsur penalti yang tergantung dari kredibilitas bank sentral,

atau dalam persamaan ditulis sebagai

(II.39)

Dimana seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, parameter cpiplus menggambarkan

seberapa besar maksimum tambahan inflasi yang ditambahkan pada variabel ekspektasi inflasi

apabila bank sentral tidak memiliki kredibilitas. Misal apabila bank sentral tidak memiliki

kredibilitas sama sekali berarti variabel bernilai 1 dan nilai 0.5, maka ekspektasi inflasi bernilai

0.5% lebih tinggi dari ekspektasi inflasi yang bersifat perfect foresight.

Dalam paper ini dimodelkan dua macam model, yaitu model dengan kredibilitas eksogen

dan endogen. Model ARIMBI dengan kredibilitas eksogen dimodelkan dengan cara sederhana

yaitu dengan memodelkan variabel INCREDt ke dalam AR(1) menuju ke nilai steady state nol,

atau dengan kata lain diasumsikan kredibilitas akan meningkat dari waktu ke waktu menuju

kredibilitas penuh (full credible).

Sedangkan untuk model ARIMBI dengan kredibilitas endogen dimodelkan dengan cara

menambahkan past performance dari pencapaian inflasi terhadap targetnya ke dalam persamaan

di atas

Sehingga di model yang endogen, kredibilitas tidak selalu meningkat dari waktu ke waktu,

namun tergantung dari past performace-nya.

III. METODOLOGY

Terdapat delapan variabel observasi yang dipergunakan, yaitu PDB riil, CPI inflation, short-

term interest rate, nilai tukar, inflasi US, Fedfund rate, PDB US, dan harga minyak dunia (Minas).

Sebelum dilakukan proses filtering untuk memisahkan antara variabel tren dan variabel

gapnya,terlebih dahulu variabel observasi tersebut dihilangkan efek musimannya dengan

(II.40)

(II.41)

π t + 1CPI

π t + 1CPIE

t =

+ cpiplus INCRED

t + 1CPI

INCREDt = ρ

INCRED INCRED

t - 1 + e

t INCRED

INCREDt = ρ

INCRED INCRED

t - 1 + ( 1 − ρ

INCRED ) α ( − ) + e

tINCREDπ 4

t − 1CPI π

t − 1TAR

Page 54: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

294 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

menggunakan metode X12 dari US Census Bureau. Proses filtering umumnya menggunakan

metode HP filter dengan beberapa adjustment terhadap level dan growth pada variabel trennya.

Data yang digunakan adalah data sejak tahun 2000Q1 sampai dengan 2009Q4. Indonesia

tidak menggunakan data yang terlalu panjang seperti negara lainnya karena beberapa alasan,

diantaranya adalah sebelum tahun 1997 Indonesia masih menganut rezim nilai tukar tetap dan

terdapat lonjakan data yang cukup signifikan akibat krisis ekonomi di akhir periode 90-an.

Parameter perilaku merupakan suatu parameter yang akan menentukan dinamika model

dalam menuju keseimbangan jangka panjang atau steady state. Parameter perilaku pada model

ARIMBI menggunakan pendekatan kalibrasi parameter dengan mengacu pada parameter dalam

model BISMA yang dimiliki Bank Indonesia serta beberapa riset lain baik dari domestik maupun

luar negeri yang memiliki karakteristik yang mirip dengan karakter perekonomian Indonesia.

Berikut parameter baseline yang digunakan dalam ARIMBI:

Tabel 1.Parameter Perilaku Model ARIMBI

NoNoNoNoNo ParameterParameterParameterParameterParameter DescriptionDescriptionDescriptionDescriptionDescription ValueValueValueValueValue

1 beta1 Backward Looking Param on Output Gap Eq. 0.8

2 beta2 Forward Looking Param on Output Gap Eq. 0.1

3 beta3 Real Interest Rate Param on Output Gap Eq. 0.15

4 beta4 External Demand Param on Output Gap Eq. 0.15

5 beta5 Real Exch. Rate Param on Output Gap Eq. 0.01

6 beta6 World Oil Price Param on Output Gap Eq. 0.01

7 lambda1 Backward Looking Param on Inflation Eq. 0.5

8 lambda2 Output Gap Param on Inflation Eq. 0.05

9 lambda3 Real Exch. Rate Param on Inflation Eq. 0.02

10 lambda4 World Oil Price Param on Inflation Eq. 0.01

11 gamma1 Smoothing Param on Taylor Rule 0.8

12 gamma2 Inflation Gap Param on Taylor Rule 1.575

13 gamma3 Output Gap Param on Taylor Rule. 0.5

14 sigma Forward Looking Param on Output Gap Eq. 0.95

15 rho_pietar AR(1) param on Inflation Target Eq. 0.8

16 rho_incred Smoothing param on Incredibility Eq. 0.9

17 alpha* Past Performace Param on Incredibility Eq. 0.1

18 rho_ygap_star AR(1) param on Foreign Output Gap Eq. 0.8

19 rho_i_us AR(1) param on Foreign Interest Rate Eq. 0.8

20 rho_dcpi_us AR(1) param on Foreign Inflation Eq. 0.8

21 rho_dybar AR(1) param on Output Trend Eq. 0.8

22 rho_prem AR(1) param on Risk Premium Eq. 0.8

23 rho_rbar_us AR(1) param on Foreign Real Int Rate Trend Eq. 0.8

24 rho_rpoilgap_us AR(1) param on Foreign Inflation Eq. 0.8

* Endogenous Credibility Model only

Page 55: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

295Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

Selain parameter perilaku, terdapat pula parameter steady state yang harus dimasukkan.

Parameter ini mencerminkan suatu keadaan dalam jangka panjang yang akan dituju. Besarnya

parameter ini didapat berdasarkan pertimbangan rata-rata historis yang telah ada serta

digabungkan dengan visi pemerintah Indonesia yang akan dituju untuk jangka panjangnya.

Berikut beberapa parameter steady state yang dimasukkan dalam model:

Dengan asumsi nilai steady state seperti tersebut di atas maka berimplikasi bahwa steady

state real interest rate adalah 1.5%, nominal interest rate adalah 4.5%, US nominal interest

rate adalah 2.5% dan nominal exchange rate depreciation adalah -0.5% atau dengan kata lain

dalam steady state akan terapresiasi sebesar 0.5%. Parameter cpiplus merupakan fitur baru

dalam model ini yang menggambarkan seberapa besar maksimum tambahan inflasi yang

ditambahkan pada variabel ekspektasi inflasi apabila bank sentral tidak memiliki kredibilitas.

Pembahasan lebih lanjut akan dijelaskan pada subbab selanjutnya.

Dalam pengembangan dan penggunaan Model ARIMBI with Imperfect Credibilty ini,

diperlukan initial value berupa nilai kredibilitas bank sentral pada kondisi saat ini. Dari perspektif

forecasting, nilai kredibilitas ini dimasukkan sebagai initial value yakni pada waktu dimana

data aktual terkini telah tersedia. Sebagai contoh, saat akan melakukan forecasting mulai

2010.Q2, maka indeks kredibilitas yang telah diukur akan menjadi initial value pada 2010.Q1.

Pengukuran indeks kredibilitas Bank Indonesia akan dilakukan dengan dua cara yakni ala

Valentin and Rozalia (VR, 2008) dan Cecchetti and Krause (CK, 2002). Data target inflasi yang

dipergunakan adalah data tahunan 2002-2009 baik pada masa penetapan target oleh BI maupun

oleh Pemerintah dengan masukan dari BI. Adapun untuk data ekspektasi inflasi dipergunakan

tiga data yang tersedia yakni : Survey SKDU BI, Consensus Forecast (CF) dan Aktual Inflasi. Oleh

karena itu akan diperoleh enam hasil pengukuran indek kredibilitas BI. Riset sebelumnya

(Harmanta, 2009) dengan menggunakan estimasi bayesian pada model small open DSGE dengan

Tabel 2.Parameter Steady State Model ARIMBI

NoNoNoNoNo ParameterParameterParameterParameterParameter DescriptionDescriptionDescriptionDescriptionDescription Value (%)Value (%)Value (%)Value (%)Value (%)

1 growth_ss Pertumbuhan PDB 7

2 r_us_ss US Real Interest Rate 0.5

3 dz_ss Real Exchange Rate Dep -1.5

4 prem_ss Risk Premium 2.5

5 pietar_ss Inflation 3

6 dcpi_us_ss US Inflation 2

7 cpiplus Maximum Punishment on Inflation 0.5

Page 56: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

296 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

periode data 2000 √ 2008 menghasilkan indeks angka sebesar 0.41. Secara umum diyakini

bahwa saat ini kredibilitas kebijakan moneter Bank Indonesia memang belum sepenuhnya

sempurna (imperfect credibility). Namun dalam jangka panjang, disertai dengan komunikasi/

transparansi/konsistensi dari Bank Indonesia, maka kredibilitas kebijakan moneter diyakini akan

meningkat secara perlahan dan pasti.

Beberapa asumsi dan kondisi penting dalam melakukan simulasi dan proyeksi variabel

makro ekonomi agregat dalam penelitian adalah sebagai berikut.

- Target inflasi jangka panjang yang ingin dicapai dengan implementasi ITF di Indonesia adalah

sebesar 3% + 1% agar kompetitif dengan negara lain (lihat misalnya Laporan Kebijakan

Moneter Bank Indonesia).

- Target inflasi jangka pendek - menengah di Indonesia dari tahun 2010 sampai dengan

2014 masing-masing adalah 5.0%, 5.0%, 4.5%, 4.5% dan 4.0% dengan deviasi + 1%,

sejalan dengan proses pemulihan ekonomi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sekitar

7.0% √ 7.5% di tahun 2014 .

- Sejalan dengan pengukuran kredibilitas kebijakan moneter sebagaimana disebutkan

sebelumnya (berdasarkan metode pengukuran ala Cecchetti and Krause (2002, dan ), hasil

survey SKDU dan beberapa hasil studi sebelumnya (Harmanta, 2009), initial value kredibilitas

kebijakan moneter adalah sekitar 0.5.

- Untuk melihat dampak kredibilitas kebijakan moneter terhadap dinamika variabel makro

ekonomi khususnya dalam mencapai target inflasi jangka menengah panjang dengan biaya

seminimal mungkin, terdapat tiga Skenario kredibilitas kebijakan moneter yaitu: (i) baseline

dengan initial value kredibilitas sebesar 0.5; (ii) kurang kredibel dengan initial value 0.1; dan

(iii) lebih kredibel dengan initial value 0.9.

- Strategi disinflasi untuk mencapai inflasi yang rendah dan stabil adalah dengan mangkaji:

(i) lama disinflasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mencapai target inflasi jangka

menengah dan panjang; dan (ii) cost disinflation: besarnya sacrifice ratio yaitu besarnya

output loss yang terjadi untuk setiap penurunan inflasi sebesar 1%

IV. HASIL DAN ANALISIS

4.1. Perilaku Inflasi dan Ekspektasi Inflasi di Indonesia

Dalam dua dekade terakhir perilaku inflasi Indonesia berada di level single digit yang

tinggi. Dengan menghilangkan periode krisis, rata-rata inflasi adalah sekitar 8,5%. Setelah

mengeliminir adanya pengaruh kejutan structural (shocks), inflasi Indonesia masih mencapai

7,9%. inflasi inti cenderung menurun hingga secara rata-rata mencapai 7,4% pasca

Page 57: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

297Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

implementasi ITF (Tabel 4.3), namun inflasi Indonesia tersebut relatif cukup tinggi dibandingkan

dengan Thailand, Malaysia Singapura, atau Filipina, lihat Grafik 1.

Fenomena laju inflasi yang bertahan tinggi meski sudah menghilangkan shocks

memunculkan hipotesis adanya persistensi. Beberapa penelitian, seperti Alamsyah (2008)

mengkonfirmasi tingginya persistensi inflasi di Indonesia, di mana disagregasi berdasarkan

kelompok barang dan jasa berada di sekitar 0,8 √ 0,9. Namun, derajat persistensi inflasi tersebut

cenderung menurun seperti ditunjukkan oleh Yanuarti (2007).

Lebih lanjut, cukup tingginya persistensi inflasi di Indonesia dipengaruhi oleh ekspektasi

inflasi yang cenderung backward looking.4 Berbagai studi di Indonesia dalam beberapa tahun

terakhir juga menunjukkan pentingnya ekspektasi inflasi tersebut sebagai penyumbang terbesar

Tabel 3.Disagregasi Inflasi di Indonesia

PeriodePeriodePeriodePeriodePeriode IHKIHKIHKIHKIHK IntiIntiIntiIntiInti VFVFVFVFVF AdmAdmAdmAdmAdm Std. Deviasi IHKStd. Deviasi IHKStd. Deviasi IHKStd. Deviasi IHKStd. Deviasi IHK

Pra Krisis (1992.01 - 1997.12) 8,08 8,50 9,13 6,91 1,92

Pra ITF (2000.01 - 2005.06) 7,94 7,69 4,47 14,96 4,34

Pasca ITF (2005.07 - 2009.08) 9,75 7,41 14,18 13,33 4,35

Total (excl. krisis) 8,47 7,93 8,84 11,44 3,40

Grafik 1.Perbandingan Inflasi Kawasan ASEAN

%

-5

0

5

10

15

20

25Indonesia Malaysia

Philipina Thailand

1993 1994 1995 1996 19971998 1999 2000 20012002 2003 2004 2005 2006 20072008 2009

Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan

4 Hutabarat (2005) juga menemukan bahwa ekspektasi inflasi agen ekonomi pada periode 1999-2004 sangat mendominasipembentukan inflasi dibandingkan output gap, administered price, supply shocks, dan nilai tukar.

Page 58: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

298 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

pembentuk inflasi.5 Oleh karena itu, ekspektasi inflasi harus dipertimbangkan dalam

memformulasikan kebijakan moneter untuk mencapai target.

Sementara itu dikaitkan dengan periode transisi dan penerapan ITF sejak 2000-2009,

realisasi inflasi lebih sering berada di luar kisaran targetnya. Hal ini dikarenakan besarnya

kejutan-kejutan (shocks) dalam perekonomian domestik, baik dari sisi pasokan maupun distribusi

pangan (volatile food) dan kebijakan-kebijakan harga yang ditetapkan pemerintah (administered

prices). Selain itu, inflasi inti juga sering lebih tinggi dibanding sasaran inflasi IHK yang ditetapkan.

Grafik 2.Perincian Komponen Inflasi

2006IHK = 6,60% (yoy)

Ekspektasi Out. Gap Ex. Rate Administered Volatile Food

2,75%share:52,73%

0,37share 5,61%

-0,66%share -9,94% -0,11,

share -1,67%

4,25share 64,34%

2008IHK = 11,06% (yoy)

Ekspektasi Out. Gap Mitra DagangEx. Rate Administered Volatile Food

4,35share 39,2%

2,99,share 27,03%

0,94,share 8,49%

0,11,share 0,99%

0,09,share 0,77%

4,35,share 39,3%

Grafik 3.Dekomposisi Inflasi Indonesia

5 Studi yang dilakukan oleh Chatib Basri, Damayanti dan Sutisna (2002) dari LPEM - FEUI menunjukkan bahwa sumber inflasi Indonesiayang paling utama adalah ekspektasi inflasi, diikuti oleh depresiasi nilai tukar, dan setelah itu uang beredar.

%, yoy

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Pra Krisis Krisis Pra ITF Implementasi ITF

Volatile Food

Administered Prices

Inti

IHK

1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 20012002 2003 2004 20052006 2007 2008 2009

Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan

Page 59: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

299Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

Selain permasalahan seperti tersebut di atas, tingginya inflasi di Indonesia juga bersumber

dari pengaruh eksternal, antara lain melalui jalur nilai tukar Rupiah (pass through effect) dan

harga komoditas dunia. Kendati demikian, fakta yang tidak terelakkan adalah cukup dominannya

fenomena shocks pada inflasi domestik yang dampak lanjutannya bisa meluas melalui jalur

ekspektasi inflasi yang selanjutnya akan mempengaruhi core inflation dan inflasi IHK. Sebagai

contoh, tekanan inflasi di tahun 2005 dan 2008 yang bersumber dari kejutan berasal dari

eksternal karena kenaikan harga-harga komoditas global baik komoditas energi maupun pangan.

Kenaikan harga minyak dunia telah mendorong pemerintah untuk menaikkan harga BBM secara

rata-rata hingga 28,7%. Selain memberikan dampak langsung terhadap inflasi, dampak

lanjutannya juga turut mendorong laju inflasi. Secara umum dalam hampir satu dekade terakhir,

deviasi antara realisasi dengan target inflasi disebabkan baik faktor fundamental maupun faktor

non-fundamental yang terkait erat dengan manajemen sisi penawaran. Mengingat perangkat

kebijakan moneter lebih cocok digunakan untuk mengatasi problem di sisi permintaan, maka

problem sisi penawaran memerlukan koordinasi antara lembaga termasuk di dalamnya Bank

Indonesia dan Pemerintah beserta instansi-instansi terkait.

Dengan fakta di atas, pekerjaan membawa inflasi ke arah penurunan (disinflasi) bukan

merupakan sesuatu hal yang mudah. Karakteristik inflasi yang cenderung persisten berimplikasi

pada lambatnya proses disinflasi. Salah satu penelitian tentang hal tersebut (Alamsyah, 2008)

menunjukkan bahwa persistensi disebabkan oleh perilaku pembentukan ekspektasi inflasi

Indonesia yang masih cenderung menengok ke belakang (backward looking), meskipun sebagian

sudah melihat ke depan (forward looking). Hal ini terjadi karena masih cukup besarnya proporsi

produsen yang tidak melakukan perubahan harga, yaitu mempertahankan harga dengan

melakukan indeksasi ke harga sebelumnya.6 Survei Mekanisme Pembentukan Harga BI (2000

dan 2003) mengkonfirmasi relatif enggannya perubahan harga oleh produsen. Situasi tersebut

kemungkinan disebabkan oleh harga yang kurang fleksibel dan perusahaan jarang melakukan

perubahan harga yaitu hanya 1 √ 2 kali dalam setahun.

Masih cukup besarnya perilaku backward looking dalam pembentukan ekspektasi inflasi

juga terindikasi di berbagai survei baik bersifat metrik (menyatakan level ekspektasi inflasi)

maupun non-metrik (hanya mengindikasikan arah ekspektasi inflasi). Survei ekspektasi inflasi

mencakup berbagai responden baik di level konsumen (Survei Konsumen-BI), pedagang (Survei

Penjualan Eceran-BI), perusahaan (Survei Kegiatan Dunia Usaha-BI) maupun para pakar atau

6 Dalam pembentukan persamaan inflasi dalam kerangka NKPC (New Keynesian Phillips Curve), diasumsikan bahwa perusahaanmenghadapi struktur pasar yang monopolistic competion sehingga ada perusahaan yang dapat menentukan harga (price setting)karena memiliki sedikit monopoly power. Namun demikian sebagian perusahaan masih mempertahankan harganya dengan melakukanindeksasi ke harga sebelumnya (backward looking). Dengan asumsi ini maka akan diperoleh hybrid NKPC, di mana inflasi akandipengaruhi oleh ekspektasi backward looking dan forward looking serta output gap (sebagai proksi dari marginal cost).

Page 60: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

300 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

ekonom (Survei Persepsi Pasar-BI dan Consensus Forecast (CF)). Secara umum, ekspektasi inflasi

hasil survei memiliki korelasi dengan inflasi aktual yang terjadi beserta lag-nya (CF dan SK).

Adanya unsur perilaku adaptif ekspektasi inflasi tersebut juga terlihat pada evolusi ekspektasi

inflasi CF, dimana ekspektasi inflasi bergerak searah dengan realisasi inflasi, Selain itu, sifat

backward-looking juga ditunjukkan melalui pengamatan empiris yang menyimpulkan bahwa

rata-rata inflasi aktual 6 bulan terakhir memiliki daya penjelas terhadap ekspektasi inflasi dari

CF (Bank Indonesia, 2008).

Kendati demikian, unsur forward-looking juga terindikasi muncul meskipun berjangka

waktu sangat pendek. Hal ini antara lain terlihat dari ekspektasi inflasi hasil SPE dan SK untuk

jangka waktu 3 bulan ke depan yang memiliki korelasi cukup tinggi dengan inflasi pada t+1

dan t+2. Pengujian regresi dengan melibatkan variabel makroekonomi lain juga memperlihatkan

adanya daya penjelas dari ekspektasi inflasi 3 bulan ke depan terhadap proyeksi inflasi inti

jangka sangat pendek yaitu 2-3 bulan. Hal ini menandakan bahwa ekspektasi inflasi dari survei

telah dapat dijadikan sebagai indikator tekanan inflasi meskipun berjangka sangat pendek.

Secara umum, walaupun perilaku backward looking masih cukup dominan dalam

pembentukan ekspektasi inflasi namun cenderung menurun setelah periode krisis Asia 1997.

Sebaliknya, perilaku forward looking cenderung meningkat pada periode setelah krisis

dibandingkan sebelum krisis (Alamsyah, 2008). Sebagai implikasi dari menurunnya perilaku

backward looking tersebut, derajat persistensi inflasi juga menurun. Berdasarkan kelompok

komoditas, penurunan derajat peristensi terutama terjadi pada kelompok sandang dan barang-

barang impor sejalan dengan struktur pasar yang semakin kompetitif. Secara keseluruhan,

kecenderungan penurunan derajat persistensi inflasi tersebut berdampak pada meningkatnya

peran kebijakan moneter dalam upaya mengendalikan inflasi.

4.2. Persistensi, Permasalahan Kredibilitas Kebijakan, dan Proses Disinflasi

4.2.1. Persistensi dan kredibilitas kebijakan

Masih tingginya persistensi inflasi di tengah-tengah kondisi ekonomi saat ini yang

menghadapi tekanan baik dari eksternal dan domestik menyebabkan upaya disinflasi menuju

inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka menengah-panjang mendapat tantangan yang

sangat berat. Perlu pula dicatat bahwa kemampuan bank sentral dalam mengendalikan inflasi

bukanlah inflasi IHK secara keseluruhan, namun hanya terbatas pada inflasi inti (core inflation)

yang dipengaruhi oleh faktor fundamental, yaitu output gap, nilai tukar khususnya terhadap

harga barang impor (imported inflation), dan ekspektasi inflasi. Sedangkan komponen lain

seperti volatile food dan administered price sebagai bagian dari tingkat inflasi IHK bukan

Page 61: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

301Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

merupakan domain Bank Sentral. Dengan demikian, laju inflasi yang rendah dan stabil tidak

dapat dicapai hanya melalui kebijakan moneter Bank Indonesia tetapi juga ditentukan oleh

kebijakan fiskal dan kebijakan ekonomi lainnya yang ditempuh Pemerintah. Selain itu untuk

mengurangi pass through effect nilai tukar ke inflasi, maka perlu juga dukungan kebijakan

untuk menjaga agar volatilitas nilai tukar tidak terlalu besar.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, inflasi inti (core inflation) merupakan komponen

pembentuk inflasi IHK yang lebih dominan dibandingkan volatile food dan administered food.

Dalam hal ini inflasi inti lebih dominan dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi yang terjadi di

masyarakat dibandingkan output gap dan nilai tukar. Untuk itu, sasaran inflasi dan langkah-

langkah kebijakan moneter serta instrumen moneter yang digunakan untuk mencapainya

harusnya dikomunikasikan secara efektif kepada agen ekonomi.

Dengan demikian, selain dukungan berbagai kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh

pemerintah maka kredibilitas kebijakan moneter merupakan hal penting untuk mencapai tujuan

bank sentral yaitu inflasi yang rendah dan stabil. Dalam kerangka kerja ITF, apabila pelaku

ekonomi percaya bahwa kebijakan moneter akan mampu atau kredibel dalam mencapai target

inflasi maka ekspektasi inflasi pelaku ekonomi akan secepatnya menjangkar ke target inflasi

sehingga inflasi aktual juga akan terjangkar pada target inflasi. Hal ini selanjutnya akan

menurunkan persistensi inflasi. Semakin kredibel kebijakan moneter maka proses penyesuaian

ekspektasi inflasi pelaku ekonomi terhadap target inflasi akan berlangsung cepat, begitu pula

sebaliknya. Sebagai indikatornya, umumnya deviasi antara ekspektasi inflasi dan inflasi aktual

terhadap target inflasi dianggap mencerminkan besarnya kredibilitas kebijakan moneter.7

Karena masih menghadapi persistensi inflasi yang masih cukup tinggi, maka disinflasi

secara cepat akan sangat mahal karena diperlukan suku bunga yang terlalu ketat sehingga

dapat menyebabkan output loss yang sangat besar. Konsekuensinya, untuk mencapai tujuan

kebijakan moneter yang meminimumkan social welfare loss maka otoritas moneter cenderung

melakukan disinflasi secara gradual. Apabila penurunan inflasi aktual yang terjadi tidak siginifikan

maka menyediakan informasi baru yang sedikit dan sehingga ekspektasi inflasi agen ekonomi

hanya akan menyesuaikan secara marginal terhadap target inflasi. Lebih lanjut, agen ekonomi

akan menggantungkan pada perilaku backward looking sehingga meningkatkan persistensi

inflasi.

7 Erceg dan Levin (2003) menunjukkan bahwa rendahnya kredibilitas kebijakan moneter USA periode 1980 - 1985 menyebabkanpersistensi inflasi yang tinggi dan biaya pengorbanan berupa sacrifice ratio yang besar. Implikasi penting dari temuan tersebut adalahbahwa persistensi inflasi bukan merupakan karakteristik inherent dari suatu perekonomian namun lebih merupakan keragamanterkait dengan kredibilitas kebijakan moneter. ditunjukkan bahwa persistensi inflasi akan rendah jika kebijakan moneter kredibel,dan sebaliknya menciptakan persistensi inflasi yang tinggi ketika kebijakan moneter belum sepenuhnya kredibel (imperfect credibility)karena pelaku ekonomi belum sepenuhnya percaya pada target inflasi di masa datang (forward looking).

Page 62: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

302 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

Pengamatan untuk kasus Indonesia menunjukkan bahwa kredibilitas kebijakan moneter di

Indonesia relatif rendah, dan ini menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya persistensi

inflasi (Harmanta, 2009). Namun, sejalan dengan penerapan ITF, kredibilitas kebijakan moneter

mengalami perbaikan. Hal ini direfleksikan oleh peningkatan parameter Kalman gain,8 dari sekitar

0.2 pada periode sebelum penerapan ITF (Juli 2005) menjadi sekitar 0.4 pada periode setelah

penerapan ITF. Dapat dikemukakan bahwa dengan peningkatan kredibilitas kebijakan moneter

paska ITF, maka inflasi cenderung dipengaruhi oleh perilaku forward looking pelaku ekonomi

sehingga persistensi inflasi menurun dan ekspektasi inflasi akan mengarah ke target inflasi.9

Hal ini sesuai dengan pengamatan Orphanides dan Williams (2007) yang menunjukkan

bahwa pembentukan ekspektasi inflasi alami dengan mengarahkan pada target inflasi sebagai

sasaran utama kebijakan moneter pada era ITF akan mempermudah proses pembelajaran agen

ekonomi, jika dibandingkan dengan era non-ITF yang mempunyai tujuan akhir jamak. Proses

tersebut akan menyebabkan ekspektasi inflasi agen ekonomi menjadi lebih bersifat forward

looking dan menjangkar ke target inflasi. Hasil penelitian tersebut juga sejalan dengan Siregar

dan Goo (2008) yang menunjukkan bahwa inflation inertia di Indonesia mengalami penurunan

baik untuk tradable goods dan non tradable goods pada periode penerapan ITF dibandingkan

dengan periode sebelum penerapan ITF.

8 Secara teknis, parameter Kalman gain tersebut menangkap forecast agen ekonomi dalam memproyeksi target inflasi otoritas moneterpada persamaan Taylor rule melalui derivasi Kalman filter. Parameter Kalman gain tersebut akan mencerminkan proses pembelajaranagen ekonomi mengenai target inflasi otoritas moneter sehingga dapat digunakan sebagai ukuran derajad kredibilitas kebijakanmoneter, dimana semakin cepat proses pembelajaran agen ekonomi mengenai target inflasi otoritas moneter maka semakin tinggiderajad kredibilitas kebijakan moneter. Parameter Kalman gain bernilai antara 0 dan 1, dimana semakin dekat dengan 1 makakebijakan moneter akan semakin kredibel.

9 Perilaku agen ekonomi yang lebih bersifat forward looking dalam pembentukan inflasi pada periode penerapan ITF tersebut sejalandengan temuan Solikin (20 04), Yanuarti (2007), dan Alamsyah (2008).

Tabel 4. Inflasi Aktual, Ekspektasi Inflasi, Target Inflasi dan Kredibilitas Kebijakan Moneterperiode 2000 √ 2009

TahunTahunTahunTahunTahun IHK AktualIHK AktualIHK AktualIHK AktualIHK Aktual Ekspektasi InflasiEkspektasi InflasiEkspektasi InflasiEkspektasi InflasiEkspektasi Inflasi Target IHKTarget IHKTarget IHKTarget IHKTarget IHK MistakeMistakeMistakeMistakeMistake SurpriseSurpriseSurpriseSurpriseSurprise AnchoringAnchoringAnchoringAnchoringAnchoring CredibilityCredibilityCredibilityCredibilityCredibility(1)(1)(1)(1)(1) (2)(2)(2)(2)(2) (3)(3)(3)(3)(3) (1) - (3)(1) - (3)(1) - (3)(1) - (3)(1) - (3) (2) - (1)(2) - (1)(2) - (1)(2) - (1)(2) - (1) (2) - (3)(2) - (3)(2) - (3)(2) - (3)(2) - (3)

2000 9,35 10,61 6,00 3,35 1,26 4,61 24242424242001 12,55 14,29 7,25 5,30 1,74 7,04 21212121212002 10,03 12,12 9,50 0,53 2,09 2,62 26262626262003 5,06 8,04 9,00 -3,94 2,98 -0,96 46464646462004 6,40 7,38 5,50 0,90 0,98 1,88 42424242422005 17,10 9,75 6,00 11,10 -7,35 3,75 323232323220062006200620062006 6,606,606,606,606,60 9,209,209,209,209,20 8,008,008,008,008,00 -1,40 2,60 1,20 23232323232007 6,60 7,47 6,00 0,60 0,87 1,47 474747474720082008200820082008 11,0611,0611,0611,0611,06 7,757,757,757,757,75 5,005,005,005,005,00 6,06 -3,31 2,75 373737373720092009200920092009 2,782,782,782,782,78 4,904,904,904,904,90 4,504,504,504,504,50 -1,72 2,12 0,40 5151515151

*) Credibility : banyaknya responden yang mempunyai ekspektasi inflasi dalam range target inflasi otoritas moneter Data Survey Kegiatan Dunia Usaha, BankIndonesia (data diolah).

Page 63: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

303Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

Sementara itu, hasil survey SKDU terhadap 2.000 perusahaan menunjukkan bahwa

banyaknya perusahaan yang ekspektasi inflasi terjangkar pada target inflasi otoritas moneter

pada akhir tahun 2009 adalah sebesar 51%. Jumlah ini mengalami peningkatan yang cukup

signifikan dibandingkan sebanyak 24% pada awal implementasi ITF. Jika hasil survey tersebut

dapat digunakan sebagai proksi derajad kredibilitas kebijakan moneter, maka derajad kredibilitas

kebijakan moneter mengalami peningkatan dari sekitar 0.24 menjadi 0.51 sejalan dengan

implementasi ITF secara konsisten.

4.2.2. Kredibilitas Kebijakan Moneter dan Proses Disinflasi

Secara teoritis, ITF bertujuan untuk mencapai tingkat inflasi yang rendah dan stabil.10

Dalam kaitan ini, walaupun belum ada kesepakatan mengenai berapa besarnya sasaran inflasi,

diyakini bahwa dalam jangka panjang level sasaran inflasi kerangka kerja ITF di negara

berkembang dan negara maju adalah sebesar 2% - 3% (Roger dan Stone, 2005). Namun,

tidak seperti negara industri maju, negara berkembang, termasuk Indonesia, menerapakan ITF

ketika level inflasinya masih jauh dari level inflasi jangka panjang yang diinginkan. Rata-rata

inflasi untuk negara berkembang pada saat menerapkan ITF adalah di atas 13% (double digit),

jauh lebih tinggi dari negara maju sebesar 4% (Fraga et al., 2004). Perbedaan tersebut membawa

implikasi berupa perbedaan dalam strategi disinflasi yang digunakan dalam ITF. Dalam hal ini

kebanyakan negara berkembang menetapkan target inflasi dalam horizon waktu jangka pendek,

umumnya target tahunan pada awal penerapan ITF dengan tujuan untuk membangun dan

meningkatkan kredibilitas kebijakan moneter.

Secara empiris berdasarkan pengalaman banyak negara yang menerapkan ITF terdapat

beberapa strategi dalam menurunkan inflasi menuju level yang rendah dan stabil. Secara

umum, negara maju yang pada awal ITF biasanya sudah mempunyai level inflasi yang rendah

yaitu single digit melakukan strategi disinflasi secara agresif langsung ke level inflasi jangka

panjang sekitar 2,0% √ 3,0%. Sedangkan Negara berkembang yang pada awal ITF biasanya

mempunyai level inflasi yang cukup tinggi yaitu double digit biasanya melakukan strategi disinflasi

secara gradual dengan target inflasi jangka pendek √ menengah dengan kecepatan penurunan

sekitar 0.8% per tahun sebelum konvergen ke level inflasi jangka panjang sekitar 2,0% √

3,0% (Roger dan Stone, 2005).11

10 Pengalaman di sejumlah negara ITF menunjukkan bahwa target inflasi yang ditetapkan memiliki ciri: (i) cukup rendah, (ii) memiliki gejolakinflasi yang rendah, (iii) cukup menantang untuk dicapai oleh bank sentral, dan (iv) dapat dicapai dengan output loss yang minimum.

11 Beberapa peneliti menunjukkan bahwa strategi disinflasi sangat dipengaruhi oleh kredibilitas kebijakan moneter bank sentral. Negaramaju yang kebijakan moneternya dinilai lebih kredibel cenderung menerapkan strategi disinflasi yang agresif karena kebijakan moneternyamampu mengarahlan ekspektasi inflasi pelaku ekonomi dan inflasi aktual secara cepat ke target inflasi sehingga respon suku bunga akan

Page 64: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

304 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

Grafik 4.Lintasan Disinflasi di Indonesia

Pengamatan untuk kasus Indonesia menunjukkan bahwa proses disinflasi yang dilakukan

otoritas moneter akan membawa implikasi adanya biaya pengorbanan berupa penurunan

pertumbuhan ekonomi, mengingat kebijakan moneter yang belum kredibel (Harmanta,

2009).12 Dalam hal ini, sejalan dengan kebijakan moneter di Indonesia yang masih belum

sepenuhnya kredibel, proses pembelajaran agen ekonomi terhadap program penurunan target

inflasi menuju inflasi yang rendah dan stabil berjalan lambat. Hal ini menyebabkan proses

konvergensi persepsi/ekspektasi inflasi agen ekonomi ke target inflasi otoritas moneter berjalan

secara lambat dan gradual.13 Selama periode transisi dan implementasi ITF 2000 √ 2008,

kecepatan disinflasi adalah kurang lebih sebesar -0,5% per tahun, sedikit lebih rendah

dibandingkan rata-rata disinflation rate negara berkembang yang sebesar -0,7% per tahun

(Roger dan Stone, 2005).

optimal dan tidak menimbulkan output loss yang besar. Sedangkan Negara berkembang yang kebijakan moneternya dinilai belum kredibelcenderung menerapkan strategi disinflasi secara gradual karena kebijakan moneternya belum mampu mengarahlan ekspektasi inflasipelaku ekonomi dan inflasi aktual secara cepat ke target inflasi sehingga respon suku bunga belum optimal yang dapat menimbulkanoutput loss yang besar.

12 Sebagaimana ditunjukkan oleh Ball (1994, 1995) dan Roberts (1997), disinflasi dapat dilakukan tanpa pengorbanan biaya (costless)yang signifikan sepanjang ekspektasi inflasi inflasi bersifat rasional murni (purely rational expectation) dan kebijakan moneter sudahsepenuhnya kredibel (perfect credibility).

13 Dalam situasi kebijakan moneter belum sepenuhnya kredibel sehingga ekspektasi inflasi pelaku ekonomi dan inflasi aktual lambatkonvergen ke target inflasi, otoritas moneter menganggap bahwa disinflasi secara cepat akan memerlukan respon suku bunga yangsangat besar sehingga bisa menimbulkan disinflation cost yang sangat mahal berupa output loss yang sangat tinggi. Konsekuensinya,untuk menjalankan kebijakan moneter yang meminimumkan social welfare loss maka bank sentral melakukan strategi disinflasisecara gradual. Pelaku ekonomi mengobservasi dinamika kebijakan moneter yang ditempuh tersebut dengan melihat inflasi aktualdibandingkan target inflasi. Dengan melihat penurunan inflasi yang tidak terlalu besar menyediakan informasi baru yang sedikitsehingga ekspektasi inflasi pelaku ekonomi hanya akan menyesuaikan secara marginal terhadap target inflasi bank sentral.

11,90

(%, yoy)

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

2 4 6 81012 2 4 6 81012 2 4 6 81012 2 4 6 81012 2 4 6 81012 2 4 6 81012 2 4 6 81012 2 4 6 81012 2 4 6 81012

Sasaran Inflasi saat ini

5 +/-1%4,5 +/-1%

4,0 +/ 1%

6 +/-1% 6 +/-1%

8 +/-1%

Page 65: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

305Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

Gradualisme dalam proses disinflasi di Indonesia tersebut sangat mendasar. Jika dalam

kondisi imperfect credibility kebijakan moneter terlalu agresif untuk melakukan disinflasi dalam

waktu singkat akan menyebabkan tingginya output loss dan sacrifice ratio. Dalam konteks

small open economy, dampak penurunan laju inflasi secara cepat dalam kondisi imperfect

credibility dengan kenaikan suku bunga yang sangat tinggi akan memberikan tekanan berupa

apresiasi nilai tukar yang terlalu tinggi sehingga memperparah trade off inflasi √ output.14

Selain itu, strategi proses disinflasi secarangradual di Indonesia tersebut juga karena pengalaman

level inflasi Indonesia yang terkadang mencapai double digit dan derajad persistensi yang masih

moderat dan perilaku backward looking dari agen ekonomi.

Cukierman (2005) menunjukkan bahwa salah satu karakteristik stabilisasi inflasi dari double

digit menuju inflasi jangka menengah-panjang adalah disinflasi harus dilakukan secara gradual.

Pengalaman sejumlah Negara seperti Chile juga menunjukkan bahwa proses disinflasi menuju

level inflasi yang rendah dan stabil dalam kerangka ITF memerlukan waktu yang cukup lama

yaitu kurang lebih 36 kuartal atau hampir 9 tahun (Schmidt-Hebbel and Werner, 2002). Bahkan,

selain Indonesia, saat ini masih terdapat beberapa negara yang masih melakukan proses disinflasi

seperti Phillipina - sejak 2002, Colombia - sejak 1999, Rumania - sejak 2005, dan Turki - sejak

2006 (Roger, 2009).

4.3. Indeks Kredibilitas Kebijakan Moneter di Indonesia

Sebagaimana telah disebutkan di atas, pengukuran indeks kredibilitas kebijakan moneter

BI ini dilakukan dengan menggunakan metoda VR2008 dan CK 2002. Khusus untuk pengukuran

CK 2002 dilakukan penyesuaian batas atas yang sebelumnya sangat longgar 20% menjadi

15%. Hal ini dengan pertimbangan Indonesia yang masih negara berkembang sehingga

environment business relatif lebih penuh ketidakpastian dibandingkan negara maju. Selain itu,

berdasarkan data historis Indonesia, maka IHK (yoy) di Indonesia selama 2000 - 2009 paling

tinggi adalah 17.11% di tahun 2005 dan belum pernah mencapai 20%.

Dengan menggunakan data ekspektasi (Survey SKDU BI, Consensus Forecast dan Inflasi

Aktual), maka diperoleh hasil pengukuran Indek Kredibilitas BI sebagai berikut.

14 Ketika kebijakan moneter belum sepenuhnya kredidel maka lambatnya penurunan suku bunga ketika terjadi shock penurunantarget inflasi dan aktual inflasi, yang akan menceminkan stance kebijakan moneter yang tight bias, akan bisa menghasilkan outputloss yang lebih besar. Kebijakan moneter yang seolah-olah cenderung ketat tersebut akan mempengaruhi perilaku agen ekonomidalam melakukan konsumsi sehingga akan memperlambat aggregate demand, yang selanjutnya akan mempengaruhi sisi produksisehingga output juga tidak akan meningkat. Selanjutnya kondisi ini akan membawa konsekuensi berupa output loss yang besar,yang tercermin pada sacrifice ratio

Page 66: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

306 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

Dari tabel di atas terlihat bahwa penggunaan data ekspektasi inflasi dan cara pengukuran

yang berbeda akan menghasilkan indeks kredibilitas kebijakan moneter yang berbeda pula,

berkisar antara 0.581 s.d. 0.841. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa kredibilitas

kebijakan moneter di Indonesia periode 2000 √ 2009 belum sepenuhnya sempurna (imperfect

credibility). Berdasarkan hasil pengukuran tersebut dan dengan memperhatikan hasil penelitian

Harmanta (2009) yang menemukan 0.41 dan mempertimbangkan jumlah perusahaan yang

ekspektasi inflasinya terjangkar ke target inflasi sebesar 51%, serta dengan pertimbangan

konservatif, maka selanjutnya digunakan indeks kredibilitas kebijakan moneter sebesar 0.50

sebagai inital value.

4.4. Hasil Simulasi Kredibilitas Kebijakan Moneter Eksogen

Hasil simulasi dan proyeksi variabel makro dengan beberapa derajad kredibilitas kebijakan

moneter secara eksogen disajikan dalam grafik 5.

Berdasarkan grafik 5 terlihat bahwa pada skenario baseline dengan asumsi initial value

kredibilitas kebijakan moneter sebesar 0.5 dan mempertimbangkan adanya tekanan inflasi

mulai kuartal 10 (Q - 10) yang mendekati batas atas target inflasi sejalan dengan proses

pemulihan ekonomi global dan domestik, suku bunga (optimum berdasarkan Taylor rule

endogenous di ARIMBI) perlu dinaikkan pada Q √ 8 dan kemudian dapat diturunkan secara

gradual mulai Q - 12. Di satu sisi, dengan path suku bunga tersebut lintasan target inflasi

tahun 2010 √ 2014 kemungkinan besar dapat dicapai yaitu menuju 4.0% + 1% di Q-24. Di

sisi lain, dengan path suku bunga tersebut akan memberikan pertumbuhan ekonomi sekitar

5.5% - 6.4% di beberapa kuartal sebelum akan mencapai pertumbuhan ekonomi sekitar 7.0

√ 7.5% di Q-24 . Sejalan dengan path suku bunga dan lintasan inflasi serta PDB tersebut, nilai

tukar akan bergerak pada kisaran Rp. 9.300 √ 9.750 per USD.

Pada skenario kurang kredibel dengan asumsi initial value credibility lebih rendah menjad

0.1, lintasan inflasi lebih tinggi dibandingkan baseline di Q-9 s.d. Q-12 mendekati batas atas

target dan di Q-13 akan melewati batas atas target inflasi. Mempertimbangkan adanya tekanan

Tabel 4.Indeks Kredibilitas Kebijakan Moneter di Indonesia

Jenis DataJenis DataJenis DataJenis DataJenis Data Indeks Kredibilitas BIIndeks Kredibilitas BIIndeks Kredibilitas BIIndeks Kredibilitas BIIndeks Kredibilitas BI Indeks Kredibilitas BIIndeks Kredibilitas BIIndeks Kredibilitas BIIndeks Kredibilitas BIIndeks Kredibilitas BIEkspektasiEkspektasiEkspektasiEkspektasiEkspektasi (ala VR2008)(ala VR2008)(ala VR2008)(ala VR2008)(ala VR2008) (ala CK2002)(ala CK2002)(ala CK2002)(ala CK2002)(ala CK2002)

1 Survey SKDU BI 0,604 0,6642 Consensus Forecast 0,789 0,8413 Aktual Inflasi 0,581 0,740

NoNoNoNoNo

Page 67: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

307Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

inflasi yang lebih tinggi dibandingkan baseline, perlu kenaikan suku bunga yang lebih tinggi

dibandingkan baseline guna mencapai target inflasi jangka menengah sebesar 4% + 1% di

Q-24. Path suku bunga yang lebih tinggi tersebut akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi

yang lebih rendah dibandingkan baseline menjadi sekitar 5.5% - 6.2% sampai Q-24. Dilihat

dari cost of disinflation, skenario kebijakan moneter yang kurang kredibel akan menyebabkan

Inflasi

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00Baseline

Less Cred

Tim 6

More Cred

4Ø0,5%

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

Policy Rate

2,00

4,00

6,00

8,00

Baseline

Less Cred

Tim 6

More Cred

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

Pertumbuhan PDB

3,50

4,00

4,50

5,00

5,50

6,00

6,50

7,00

7,50

8,00

Baseline

Less Cred

Tim 6

More Cred

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

Nilai Tukar Nominal

8900

9400

9900

10400

10900 Baseline

Less Cred

More Cred

Tim 6

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3

Sacrifice Ratio

-

0,50

1,00

1,50Baseline

Less Cred

More Cred

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3

Credibility

-

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

Baseline

Less Cred

More Cred

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

Grafik 5.Hasil Simulasi Kredibilitas Kebijakan Moneter Secara Eksogen

Page 68: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

308 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

sacrifice ratio (output loss yang terjadi untuk penurunan inflasi sebesar 1%) yang lebih tinggi

dibandingkan baseline. Dalam jangka menengah √ panjang skenario kurang kredibel juga

menyebabkan lintasan nilai tukar yang lebih melemah dibandingkan baseline.

Pada skenario lebih kredibel dengan asumsi initial value credibility lebih tinggi menjadi

0.9, lintasan inflasi lebih rendah dibandingkan baseline di mana inflasi bergerak mendekati

titik tengah dan atau batas bawah target inflasi. Mempertimbangkan lintasan inflasi yang

lebih rendah dibandingkan baseline dan relatif telah terjangkar ke target inflasi, suku bunga

dapat dipertahankan sampai Q-7, sebelum dapat diturunkan secara gradual. Path suku bunga

yang lebih rendah tersebut akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi

dibandingkan baseline menjadi sekitar 5.6% - 6.6% dalam beberapa kuartal. Dilihat dari cost

of disinflation, skenario kebijakan moneter yang lebih kredibel akan menyebabkan sacrifice

ratio yang lebih rendah dibandingkan baseline. Dalam jangka menengah √ panjang skenario

lebih kredibel akan menyebabkan lintasan nilai tukar yang lebih menguat dibandingkan baseline.

4.5. Hasil Simulasi Kredibilitas Kebijakan Moneter Secara Endogen

Grafik 6 Hasil Simulasi Kredibilitas Kebijakan Moneter Secara Endogen: Perbandingan

Lintasan Inflasi, BI Rate, PDB & Sacrifice Ratio.

Pada skenario baseline dengan asumsi initial credibility 0.5 dan mempertimbangkan

tekanan inflasi mulai Q-10 yang mendekati batas atas target inflasi, suku bunga (optimum

berdasarkan Taylor rule endogenous di ARIMBI) perlu dinaikkan secara gradual sejak Q-6 dan

kemudian dapat diturunkan secara gradual mulai Q-11. Dengan path suku bunga tersebut,

lintasan target inflasi kemungkinan besar dapat dicapai yaitu menuju 4.0% di jangka menengah.

Path suku bunga ini akan memberikan pertumbuhan ekonomi sekitar 5.5% - 6.2% dalam

beberapa kuartal sebelum mencapai pertumbuhan ekonomi sekitar 7.0 √ 7.5%. Sejalan dengan

path suku bunga dan lintasan inflasi serta PDB tersebut, nilai tukar akan bergerak menguat

dengan kisaran Rp. 9.150 √ 9.550 per USD.

Pada skenario kurang kredibel dengan asumsi initial credibility menjadi 0.1. Lintasan

inflasi lebih tinggi dibandingkan baseline di mana inflasi akan mendekati batas atas target

inflasi. Mempertimbangkan adanya tekanan inflasi yang lebih tinggi dibandingkan baseline,

bank sentral perlu menaikkan suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan baseline guna

mencapai target inflasi jangka menengah sebesar 4% + 1%. Path suku bunga yang lebih

tinggi tersebut akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan

baseline. Dilihat dari cost of disinflation, skenario kebijakan moneter yang kurang kredibel

akan menyebabkan sacrifice ratio yang lebih tinggi dibandingkan baseline. Dalam jangka

Page 69: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

309Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

menengah √ panjang skenario kurang kredibel juga menyebabkan lintasan nilai tukar yang

lebih melemah dibandingkan baseline.

Pada skenario lebih kredibel dengan asumsi initial credibility menjadi 0.9. lintasan inflasi

lebih rendah dibandingkan baseline di mana inflasi bergerak mendekati titik tengah dan atau

Grafik 6.Hasil Simulasi Kredibilitas Kebijakan Moneter Secara Endogen:

Perbandingan Lintasan Inflasi, BI Rate, PDB & Sacrifice Ratio

Inflasi

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00Baseline

Less Cred

Tim 6

More Cred

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

4Ø0,5%

Policy Rate

2,00

4,00

6,00

8,00

Baseline

Less Cred

Tim 6

More Cred

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

Pertumbuhan PDB

3,50

4,00

4,50

5,00

5,50

6,00

6,50

7,00

7,50

8,00

Baseline

Less Cred

Tim 6

More Cred

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

Nilai Tukar Nominal

8900

9400

9900

10400

10900 Baseline

Less Cred

More Cred

Tim 6

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3

Sacrifice Ratio

-

0,50

1,00

1,50Baseline

Less Cred

More Cred

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3

Credibility

-

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

Baseline

Less Cred

More Cred

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

Page 70: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

310 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

batas bawah target inflasi. Mempertimbangkan lintasan inflasi yang lebih rendah dibandingkan

baseline dan relatif telah terjangkar ke target inflasi, suku bunga dapat dipertahankan sampai

Q-7, sebelum dapat diturunkan secara gradual. Dengan path suku bunga yang lebih rendah

tersebut akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan baseline.

Dilihat dari cost of disinflation, skenario kebijakan moneter yang lebih kredibel akan

menyebabkan sacrifice ratio yang lebih rendah dibandingkan baseline. dalam jangka menengah

√ panjang skenario lebih kredibel akan menyebabkan lintasan nilai tukar yang lebih menguat

dibandingkan baseline.

4.6. Hasil Simulasi Kredibilitas Kebijakan Moneter Endogen: PerbandinganBaseline dan Skenario Late

Untuk melihat apakah timing respon kebijakan suku bunga berpengaruh terhadap

dinamika variabel makro ekonomi utama, maka dilakukan simulasi respon suku bunga yang

terlambat (Skenario late) dibandingkan baseline (optimum respon suku bunga), sebagaimana

terlihat pada grafik 7.

Pada skenario late, dengan asumsi initial value kredibilitas kebijakan moneter sama dengan

baseline sebesar 0.5, keterlambatan respon kenaikan suku bunga akan menyebabkan lintasan

inflasi yang lebih tinggi dibandingkan baseline di mana inflasi mendekati batas atas target

inflasi di Q-8 dan melewati batas atas target inflasi mulai Q-9. Untuk tetap dapat mencapai

target inflas jangka menengah sebesar 4% + 1% di 2014 serta mempertimbangkan lintasan

inflasi yang lebih tinggi dibandingkan baseline, suku bunga perlu dinaikkan lebih tinggi

dibandingkan baseline, sebelum dapat diturunkan secara gradual sejak Q-16. Dengan path

suku bunga yang lebih tinggi tersebut akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi jangka

menengah yang lebih rendah dibandingkan baseline. Dilihat dari cost of disinflation, skenario

kebijakan moneter yang terlambat akan menyebabkan«sacrifice yang lebih tinggi dibandingkan

baseline terutama di jangka menengah. Dalam jangka menengah √ panjang skenario respon

kebijakan moneter yang lambat tersebut akan menyebabkan lintasan nilai tukar yang lebih

melemah dibandingkan baseline.

Berdasarkan hasil simulasi di atas, penelitian ini menunjukkan bahwa keterlambatan respon

suku bunga akan menyebabkan lintasan inflasi yang lebih tinggi dan bahkan bisa melebihi

target inflasi. Konsekuensinya adalah untuk membawa inflasi ke depan agar kembali terjangkar

ke target inflasi diperlukan kenaikan suku bunga yang lebih tinggi. Hal ini pada gilirannya

akan berdampak terhadap melambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini akan menimbulkan

trade off inflasi dan output yang lebih tinggi sehingga akan membawa dampak terhadap

Page 71: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

311Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

meningkatnya sacrifice ratio sehingga untuk setiap upaya penurunan inflasi memerlukan output

loss yang lebih tinggi. Implikasi dari temuan penelitian ini adalah pentingnya Bank Indonesia

untuk menjaga konsistensinya dalam merespon tekanan inflasi secara tepat waktu dengan

Grafik 7.Hasil Simulasi Kredibilitas Kebijakan Moneter Secara Endogen:

Perbandingan Baseline dan Skenario Late

Inflasi

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

Endogen

Late

4Ø0.5%

Policy Rate

2,00

4,00

6,00

8,00

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

Endogen

Late

Nilai Tukar Nominal

8900

9400

9900

10400

10900

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3

Endogen

Late

Pertumbuhan PDB

3,50

4,00

4,50

5,00

5,50

6,00

6,50

7,00

7,50

8,00

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

Endogen

Late

Credibility

-

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

Endogen

Late

Credibility

-

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

Endogen

Late

Page 72: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

312 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

besaran suku bunga yang optimum. Keterlambatan respon kebijakan moneter akan berdampak

pada cost of disinflation yang lebih tinggi dan upaya disinflasi yang lebih lama.

4.7. Hasil Simulasi Lamanya Disinflasi

Terkait dengan fokus strategi disinflasi mengenai lamanya disinflasi, dilakukan simulasi

dan proyeksi lamanya disinflasi menuju target inflasi jangka menengah sebesar 4% + 1% dan

target inflasi jangka panjang sebesar 3% + 1%, sebagaimana tabel di bawah ini.

Tabel 5.Hasil Simulasi Lamanya Disinflasi

Menuju Target InflasiMenuju Target InflasiMenuju Target InflasiMenuju Target InflasiMenuju Target Inflasi Menuju Target InflasiMenuju Target InflasiMenuju Target InflasiMenuju Target InflasiMenuju Target InflasiJangka Menengah ( Jangka Menengah ( Jangka Menengah ( Jangka Menengah ( Jangka Menengah ( +++++1% )1% )1% )1% )1% ) Jangka Panjang ( 3 Jangka Panjang ( 3 Jangka Panjang ( 3 Jangka Panjang ( 3 Jangka Panjang ( 3 + + + + + 1%) 1%) 1%) 1%) 1%)

EksogenEksogenEksogenEksogenEksogen KuartaKuartaKuartaKuartaKuarta KuartaKuartaKuartaKuartaKuartaK = 0,1 25 (Q1-2016) 48 (Q4-2021)K = 0,5 19 (Q3-2014) 40 (Q4-2019)K = 0,9 11 (Q3-2012) 24 (Q4-2015)

EndogeEndogeEndogeEndogeEndogeK = 0,1 31 (Q1-2017) 64 (Q1-2025)K = 0,5 19 (Q3-2014) 56 (Q3-2022)K = 0,9 11 (Q3-2012) 22 (Q2-2015)

KredibilitasKredibilitasKredibilitasKredibilitasKredibilitas

Lamanya DisinflasiLamanya DisinflasiLamanya DisinflasiLamanya DisinflasiLamanya Disinflasi

Dari tabel di atas terlihat bahwa lamanya disinflasi untuk menjangkar ke target inflasi

jangka menengah √ panjang sangat dipengaruhi oleh derajad kredibilitas kebijakan moneter.

Pada scenario baseline dengan initial value kredibilitas kebijakan moneter sebesar 0.5, baik

secara eksogen maupun endogen, maka dibutuhkan waktu kurang lebih 19 kuartal untuk

mencapai inflasi sebesar 4% di jangka menengah. Jika initial value menurun menjadi 0.1,

maka proses disinflasi ke target 4% di 2014 memerlukan waktu yang lebih lama yaitu menjadi

25 kuartal (eksogen) atau 31 kuartal (endogen). Sebaliknya, jika initial value meningkat menjadi

0.9, maka proses disinflasi ke target 4% memerlukan waktu yang lebih singkat yaitu menjadi

11 kuartal (eksogen) atau 25 kuartal (endogen). Demikian pula, untuk menuju disinflasi ke 3%

diperlukan waktu yang lebih singkat yaitu 22 √ 24 kuartal jika initial value kredibilitas sebesar

0.9, dibandingkan scenario kurang kredibel (0.1) yang butuh waktu lebih lama menjadi 48

kuartal (eksogen) atau 64 kuartal (endogen) dan dibandingkan scenario baseline (0.5) yang

butuh waktu lebih lama menjadi 40 kuartal (eksogen) atau 56 kuartal (endogen).

Jika dibandingkan dinamika kredibilitas kebijakan moneter secara eksogen dan secara

endogen terlihat bahwa pemodelan kredibilitas kebijakan moneter secara eksogen di satu sisi

Page 73: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

313Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

akan memberi kemudahan, namun di sisi lain hasilnya kurang realistis. Hal ini karena model

kredibilitas secara eksogen tidak dapat menangkap reward √ punishment terhadap pencapaian

target inflasi secara baik. Sebaliknya, pemodelan kredibilitas kebijakan moneter secara endogen

di satu sisi akan lebih kompleks, namun di sisi lain hasilnya lebih realistis. Hal ini karena model

kredibilitas secara endogen dapat menangkap reward √ punishment terhadap pencapaian target

inflasi secara baik karena kredibilitas kebijakan moneter secara eksplisit tertangkap melalui

deviasi inflasi terhadap target inflasi. Sebagai contoh, semakin besar kredibilitas kebijakan

moneter secara endogen maka deviasi inflasi dan target inflasi semakin kecil sehingga terdapat

reward yang menyebabkan lamanya disinflasi ke 3% akan lebih cepat dibandingkan eksogen.

Sebaliknya, semakin kecil kredibilitas kebijakan moneter secara endogen maka deviasi inflasi

dan target inflasi semakin besar sehingga terdapat punishment yang menyebabkan lamanya

disinflasi ke 3% akan lebih lambat dibandingkan secara eksogen.

Berdasarkan hasil proyeksi dan simulasi kredibilitas kebijakan moneter sebagaimana

tersebut di atas, hasil penelitian ini secara khusus menunjukkan bahwa :

• Ekspektasi inflasi agen ekonomi sangat dipengaruhi oleh kredibilitas kebijakan moneter

bank sentral. Semakin kredibel kebijakan moneter, semakin cepat ekspektasi inflasi terjangkar

ke target inflasi sehingga semakin besar peluang inflasi aktual akan lebih cepat terjangkar

ke target inflasi. Hal ini pada gilirannya akan mempercepat proses disinflasi menuju target

inflasi yang rendah dan stabil di jangka menengah √ panjang.

• Disinflation cost sangat dipengaruhi oleh kredibilitas kebijakan moneter bank sentral.

Semakin kredibel kebijakan moneter, semakin rendah biaya disinflasi (tercermin dari sacrifice

ratio) untuk mencapai tingkat inflasi yang rendah dan stabil di jangka menengah √ panjang.

Hal ini pada gilirannya akan memperkecil trade off output √ inflasi.

• Lebih terkendalinya inflasi pada level yang rendah dan stabil akan menyediakan kondisi

yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan terkendalinya nilai

tukar.

• Respon kebijakan moneter yang lambat dibandingkan kondisi optimum (baseline) akan

menyebabkan lintasan inflasi yang lebih tinggi, sehingga akan menyebabkan pencapaian

target inflasi yang lebih lama dengan lintasan suku bunga yang lebih tinggi serta biaya

disinflasi yang lebih tinggi.

5. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Paper ini menyimpulkan beberapa hal penting berikut:

- Model ARIMBI imperfect credibility yang dikembangkan secara teori koheren, dan

reasonable fit dengan data sehingga cocok dengan perekonomian Indonesia paska

Page 74: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

314 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

implementasi ITF, dan memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai forecasting and policy

simulation (FPAS).

- Hasil perhitungan derajad kredibilitas kebijakan moneter menunjukkan bahwa kebijakan

moneter di Indonesia belum sepenuhnya kredibel (imperfect credibility) dengan nilai sekitar

0.5 (dari skala 0 untuk no credibility dan skala 1 untuk perfect credibility).

- Hasil estimasi dan simulasi menunjukkan bahwa disinflasi menuju target inflasi yang rendah

dan stabil di Indonesia dipengaruhi oleh kredibilitas kebijakan moneter. Semakin kredibel

kebijakan moneter, proses disinflasi menuju target inflasi yang rendah dan stabil akan semakin

cepat tercapai. Selain itu, pemodelan persamaan kredibilitas kebijakan moneter secara

endogen lebih realistis dibandingkan secara eksogen.

- Hasil estimasi dan simulasi menunjukkan bahwa biaya disinflasi menuju target inflasi yang

rendah dan stabil di Indonesia (cost of disinflation), yang diukur berdasarkan sacrifice ratio,

sangat dipengaruhi oleh kredibilitas kebijakan moneter. Semakin kredibel kebijakan moneter,

sacrifice ratio semakin kecil yang berarti setiap upaya penurunan inflasi akan menyebabkan

output loss yang tidak terlalu besar. Implikasinya adalah bank sentral menghadapi trade-

off yang semakin kecil antara stabilisasi inflasi dan stabilisasi output.

- Respon kebijakan moneter yang lambat dibandingkan kondisi optimum (baseline) akan

menyebabkan lintasan inflasi yang lebih tinggi, sehingga akan menyebabkan pencapaian

target inflasi yang lebih lama dengan lintasan suku bunga yang lebih tinggi serta biaya

disinflasi yang lebih tinggi.

- Dari sisi strategi pencapaian target inflasi yang rendah dan stabil di Indonesia hasil penelitian

menunjukkan bahwa dalam kondisi kebijakan moneter yang belum sepenuhnya kredibel

(imperfect credibility) maka bank sentral cenderung melakukan proses disinflasi secara

gradual. Hal ini mengingat jika kebijakan moneter belum sepenuhnya kredibel maka upaya

bank sentral untuk segera mencapai inflasi yang rendah dalam waktu yang singkat akan

berimplikasi pada peningkatan suku bunga yang sangat tinggi (too tight) sehingga akan

menciptakan fluktuasi output dan nilai tukar yang sangat besar.

- Penelitian menunjukkan bahwa ekspektasi inflasi sangat dipengaruhi oleh kredibilitas

kebijakan moneter. Implikasinya adalah pengelolaan ekspektasi inflasi menjadi sangat penting

walaupun tidak mudah, karena memerlukan kebijakan moneter yang kredibel. Kondisi ini

dapat dibangun dengan terus menunjukkan komitmen terhadap inflasi secara konsisten.

- Hasil simulasi mendukung amanat UU Bank Indonesia No.23 Tahun 1999 dan No.3 Tahun

2004 yang mewajibkan Bank Indonesia untuk mengumumkan target inflasi kepada publik

dan inflasi merupakan the overriding objective dari kebijakan moneter melalui implementasi

inflation targeting framework (ITF) yang forward looking. Penerapan ITF merupakan salah

satu upaya untuk meningkatkan kredibilitas kebijakan moneter melalui komitmen pencapaian

Page 75: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

315Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

target inflasi sehingga agen ekonomi akan mengkalkulasi kegiatannya berdasarkan tingkat

inflasi dan program disinflasi.

- Terkait dengan keterbatasan dan peluang penelitian lanjutan, dinamika kredibilitas kebijakan

moneter yang dimodelkan dalam ARIMBI saat ini masih secara linear. Ke depan, pemodelan

kredibilitas kebijakan moneter secara non linear akan menantang untuk dapat menangkap

efek punishment √ reward atas tercapainya target inflasi yang semakin baik dan realistis.

Page 76: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

316 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, H. 2008. ≈Persistensi Inflasi dan Dampaknya terhadap Pilihan dan Respons Kebijakan

Moneter di Indonesia∆. Disertasi FEUI.

Ball, L. 1994. ≈Credible Disinflation with Staggered Price Setting∆, The American Economic

Review 84(1): 282 - 289.

Bernanke, B. and F.S. Mishkin. 1997. ≈Inflation Targeting: A New Framework for Monetary

Policy?∆, Journal of Economic Perspectives Vol.11, No.2, pp. 97-116.

Blinder A. S. 1999. ≈Central Bank Credibility: Why Do We Care? How Do We Build It?∆ NBER

Working Paper, No. 7161

Carabenciov, I., I. Ermolaev, C. Freedman, M. Juillard, O. Kamenik, D. Korshunov, and D. Laxton,

2008a, ≈A Small Quarterly Projection Model of the U.S. Economy,∆ IMF Working Paper No.

08/278 (Washington, DC.: International Monetary Fund).

Cecchetti, S., and Krause S. 2002. ≈Central Bank Structure, Policy Efficiency, and Macroeconomic

Performance: Exploring Empirical Relationships∆. Federal Reserve Bank of St. Louis Review,

No. 84(4), pp 47-59. 51

Clarida, R., J. Gali, and M. Gertler. 1999. ≈The Science of Monetary Policy : A New Keynesian

Perspective∆. Journal of Economic Literature. Vol. 37, No. 4, December 1999, p.1661-1707

Cukierman A., and Meltzer A. 1986. ≈The Theory of Ambiguity, Credibility, and Inflation under

Discretion and Asymmetric Information∆. Econometrica, Vol. 54, No. 5, pp. 1099-1128

Ercerg, C.J., and Andrew T. Levin. 2003. ≈Imperfect Credibility and Inflation Persistence∆. Journal

of Monetary Economics 50 (2003) 915-944.

Fraga, E., I. Goldfajn and A. Minella. 2004. ≈Inflation Targeting in Emerging Market Economies∆.

Mark Gertler and Kenneth Rogoff (eds), NBER Macroeconomics Annual 2003, Cambridge,

MA: MIT Press

Gali, J. 2008.

≈Monetary Policy, Inflation, and the Business Cycle: An Introduction to the New Keynesian

Framework∆. Princeton University Press.

Geraats P. (2001),

≈Why Adopt Transparency? The Publication of Central Bank Forecasts∆. ECB Working Paper,

No. 41.

Page 77: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

317Inflation Targeting Under Imperfect Credibility Based on ARIMBI(Aggregate Rational Inflation √ Targeting Model for Bank Indonesia); Lessons from Indonesian Experience

Goeltom, Miranda S. 2005. ≈Perspectives on Implementing Time Consistency and Credibility in

Monetary Policy : The Case of Indonesia∆. International Seminar ≈Marrying Time Consistency

in Monetary Policy with Financial Stability∆ sponsored by Bank Indonesia and IMF, Denpasar,

December 2005.

Harmanta. 2009. ≈Kredibilitas Kebijakan Moneter dan Dampaknya Terhadap Persistensi Inflasi

dan Strategi Disinflasi di Indonesia: Dengan Model Dynamic Stochastic General Equilibrium

(DSGE)∆. Disertasi FEUI.

Harmanta, D. Hermawan, M. B. Bathaluddin. J. Waluyo, J. Adamanti. 2009. ≈Global ARIMBI:

Suatu Model Multi-Country Kebijakan Moneter Bank Indonesia∆. Directorate of Economic

Research and Monetary Policy, Working Paper WP/02/2009, Bank Indonesia.

Hutabarat, A. R. 2005. ≈Determinan Inflasi Indonesia∆. Occasional Paper No OP/06/2005. Bank

Indonesia.

King, Mervyn A. 1996.

≈How Should Central Banks Reduce Inflation: Conceptual Issues∆. Economic Review, No. 83,

pp. 5-32, Federal Reserve Bank of Kansas City

Kozicki, S., and Tinsley P. (2003), ≈Permanent and Transitory Policy Shocks in an Empirical

Macro Model with Asymmetric Information∆, Research Working Paper, No. 03-09, Federal

Reserve Bank of Kansas City.

Orphanides, A. dan J. C. Williams. 2007. ≈Inflation Targeting under Imperfect Knowledge∆.

Federal Reserve Bank of San Francisco.∆http://www.frbsf.org/ publications/economics/review/

2007/er1-23.pdf

Roger, S. (2009). ≈Inflation Targeting at 20: Achievements and Challenges∆. FMI Working

Paper 09/236. 53

Roger, S. and M. Stone. 2005. ≈On Target? The International Experience with Achieving Inflation

Targets∆. IMF Working Paper, WP/05/163.

Schmidt-Hebbel, K., and A. Werner. 2002.∆≈Inflation Targeting in Brazil, Chile, and Mexico:

Performance, Credibility, and the Exchange Rate∆. Working Paper 171, Central Bank of

Chile, Santiago.

Siregar, R. and S. Goo. 2008.

≈Inflation Targeting Policy; The Experience of Indonesia and Thailand. Centre for Applied

Macroeconomic Analysis∆, The Australian National University, Working Paper 23/2008.∆http:/

/cama.anu.edu.au

Solikin dan I. Sugema. 2004. ≈Rigiditas Harga-Upah dan Implikasinya pada Kebijakan Moneter

di Indonesia∆. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 7 Nomor 2, halaman 237

√ 272.

Page 78: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

318 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

Svensson, Lars E.O. 1999. ≈Inflation Targeting as a Monetary Policy Rule∆. Journal of Monetary

Economics, June 1999, 43(3), pp. 607-54.

Tanuwidjaja, E. and Keen Meng Choy. 2006. ≈Central Bank Credibility and Monetary Policy in

Indonesia∆. Journal of Policy Modeling 28 (2006), pp.1011-1022.

Tjahjono E. D., Harmanta, J. Waluyo. (2009). ≈Bank Indonesia Structural MAcromodel (BISMA)∆.

Directorate of Economic Research and Monetary Policy, Working Paper WP/05/2009, Bank

Indonesia.

Valentin, T and Rozalia, R.V. 2008. ≈Evaluation Of National Bank Of Romania Monetary Policy

Credibility∆.

Warjiyo, P. and J. Agung. 2002. ≈Transmission Mechanisms of Monetary Policy in Indonesia∆.

Directorate of Economic Research and Monetary Policy, Bank Indonesia.

Yanuarti, T. 2007. ≈Persistensi Inflasi di Indonesia∆. Working Paper Bank Indonesia.

Page 79: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

319Hubungan antara Growth Opportunity dengan Debt Maturity dan Kebijakan Leverage sertaFungsi Covenant dalam Mengontrol Konflik Keagenan antara Shareholders dengan Debtholders

HUBUNGAN ANTARA GROWTH OPPORTUNITY DENGANDEBT MATURITY DAN KEBIJAKAN LEVERAGE SERTA

FUNGSI COVENANT DALAM MENGONTROL KONFLIK KEAGENANANTARA SHAREHOLDERS DENGAN DEBTHOLDERS

Rhini Fatmasari 1

Agency conflict is a phenomenon that occurs when a firm is doing its financing policies, especially

of those related to the leverage strategies. Some of the former researches revealed some empirical evidence

of the existence of a negative effect between growth opportunity, leverage, and debt maturity as one of

the efforts in controlling the agency conflict between stockholders and bondholders.

By using panel data regression model and data observation for over six years, this studies found

that firms with high growth opportunity tend to use low leverage policies with short maturity to control

the agency conflict between stockholders and bondholders. On the other hand, firms with low growth

opportunity tend to use higher leverage policies with a longer period of debt maturity. Moreover, covenant

as a moderating variable, could lower the negative relation between growth opportunity and leverage,

but it could not diminish the negative relation between growth opportunity and debt maturity. Debt

maturity and covenant also could not be use as substitution variable to lessen the agency conflict.

1 Penulis adalah dosen Pendidikan Ekonomi PIPS FKIP Universitas Terbuka, [email protected]

Abstract

Keywords: growth opportunity, leverage, debt maturity, covenant, stockholders and bondholders

conflicts.

JEL Classification::::: D92, G31

Page 80: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

320 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

I. PENDAHULUAN

Korporasi modern akan tetap eksis dan mendominasi kehidupan ekonomi jika memiliki

dua kombinasi yaitu asset in place (tangible asset) dan investment opportunities (intangible

asset). Kedua kombinasi tersebut dapat mempengaruhi struktur modal dan nilai perusahaan.

Selain itu, intrumen tersebut juga akan memunculkan dan mengeksploitasi kesempatan investasi

(Arifin: 209). Jika kesempatan investasi ini tidak dieksekusi, maka aktivitas ekonomi hanya

terbatas pada jual beli bahan, modal dan tenaga kerja. Padahal aktivitas ini sudah jenuh, penuh

kompetisi, dan hanya menghasilkan keuntungan yang minimal. Sedangkan pendorong utama

ekonomi modern adalah eksploitasi teknologi baru dan transfer proses produksi menjadi lebih

capital intensive. Pemanfaatan dan eksekusi kesempatan investasi hanya dapat dilakukan jika

perusahaan memiliki sumber daya keuangan, teknik dan sumber daya manusia yang memadai.

Berkaitan dengan masalah pendanaan, perusahaan dapat memperoleh dari dua sumber,

pertama dari perusahaan itu sendiri, seperti penerbitan saham, dan laba ditahan; kedua dari

luar perusahaan, berupa hutang kepada pihak ketiga yang sangat ditentukan oleh kebijakan

pendanaan oleh satu perusahaan. Sebesar apapun sebuah perusahaan agaknya kebijakan

pendanaan dari luar perusahaan berupa hutang akan menjadi pilihan strategis. Namun, bukan

berarti kebijakan ini tidak mengandung risiko. Ada kondisi yang dapat muncul dari kebijakan

tersebut yaitu munculnya apa yang disebut dengan konflik keagenan. Dalam perspektif teori

keagenan terjadinya konflik antara agen dan principal dilatarbelakangi adanya asismetri

informasi. Agen yang mempunyai informasi yang lebih banyak melakukan tindakan oportunistik

yang menguntungkan dirinya sendiri. Dilain pihak principal yang merasa memiliki informasi

yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan pihak agen menuntut adanya kontribusi yang

tinggi. Konflik utama terjadi ketika principal menerima pembayaran kas dengan jumlah yang

lebih kecil. Menurut Jensen (1986), konflik keagenan muncul ketika kepentingan tersebut

bertemu dalam suatu aktivitas bersama. Konflik menciptakan masalah (agency cost) maka

masing-masing pihak akan berusaha mengurangi agency cost ini.

Pada kasus penentuan kebijakan leverage perusahaan, masalah yang muncul adalah

konflik antara shareholders dan bondholders. Konflik ini terjadi karena adanya struktur

penerimaan (pay off) dan tingkat risiko yang berbeda. Struktur penerimaan (pay off) bondholders

memperoleh pendapatan yang tetap dari bunga dan pengembalian atas pinjamannya, sedangkan

shareholders memperoleh pendapatan atas kelebihan kewajiban yang perlu dibayarkan kepada

bondholders. Sedangkan dilihat dari tingkat risiko yang dihadapi, ketika shareholders melalui

manajemen menjalankan aktivitas dengan risiko yang tinggi, maka tingkat risiko yang dihadapi

bondholders jauh lebih tinggi daripada shareholders, (Hanafi, 2005). Tinggi rendahnya konflik

keagenan dipengaruhi oleh tingkat growth opportunities. Perusahaan dengan growth

Page 81: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

321Hubungan antara Growth Opportunity dengan Debt Maturity dan Kebijakan Leverage sertaFungsi Covenant dalam Mengontrol Konflik Keagenan antara Shareholders dengan Debtholders

opportunities tinggi cenderung mengalami konflik yang tinggi. Konflik ini muncul ketika

perusahaan berhadapan dengan kesempatan investasi pada proyek dengan NPV positif yang

mensyaratkan penggunaan dana yang besar. Dalam kondisi free cash flow yang rendah dan

asset in place yang kecil, untuk memenuhi dana guna meneruskan proyek yang ada, maka

perusahaan cenderung mengambil hutang. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya konflik

antara shareholders dan bondholders.

Konflik keagenan yang terjadi antara bondholders dan shareholders ini bukan berarti

tidak dapat dicegah. Ada tiga mekanisme yang dapat ditawarkan, yaitu dengan pengurangan

jumlah hutang, maturity yang pendek dan covenant. Covenant di Indonesia dikenal dengan

nama perjanjian perwaliamanatan yang harus dibuat oleh perusahaan pada saat mendaftarkan

perusahaan di Bursa Efek indonesia. Perjanjian perwaliamanatan dibuat antara emiten

(perusahaan yang menerbitkan obligasi) dan Wali Amanat (UU No. 8 Th. 1995 tentang Pasar

Modal). Wali Amanat berperan sebagai pihak yang mewakili kepentingan pemegang obligasi

sekaligus memberikan perlindungan kepada para pemegang obligasi tersebut.

Dari paparan di atas terlihat bahwa konflik keagenan merupakan satu realitas yang tidak

dapat dihindari ketika sebuah perusahaan melakukan kebijakan hutang. Fenomena yang terjadi

di Indonesia berdasarkan sejumlah penelitian, diantaranya dilakukan oleh Nurdin (2001)

mengemukakan bahwa tingkat pertumbuhan perusahan di masa lalu memiliki hubungan yang

positif dan signifikan dengan tingkat leverage di masa kini. Artinya, perusahaan yang memiliki

tingkat pertumbuhan tinggi di masa lampau akan memiliki tingkat leverage yang tinggi di

masa kini. Pada penelitian lain Widyastuti (2007) menyatakan adanya konflik kepentingan

antara manejer dan pemegang saham dan antara pemegang saham atau manejer dengan

kreditur pada perusahaan di Indonesia.

Penelitian di Indonesia berkenaan dengan konflik keagenan baru mengungkapkan ada

atau tidaknya konflik keagenan dan melihat hubungan antara investmen opportunities dan

kebijakan leverage yang memicu timbulnya konflik keagenan. Tetapi belum melihat koflik

keagenan itu sendiri. Penelitian ini mengacu pada penelitian Nurdin (2001) dan Widyastuti

(2007) tentang adanya konflik keagenan di Indonesia dengan melihat adanya variabel growth

opportunity sebagai salah satu variabel yang mempengaruhinya dan kebijakan leverage sebagai

variabel dependen. Namun kedua penelitian ini belum melihat bagaimana mengontrol konflik

keagenan tersebut. Penelitian ini akan masuk ke wilayah itu dengan variabel growth opportunity,

leverage, debt maturity dan covenant. Covenant akan digunakan sebagai variabel moderasi

yang mempengaruhi hubungan antara growth opportunity dan leverage juga sebagai variabel

moderasi yang mempengaruhi hubungan antara growth opportunity dan debt maturity.

Sekaligus diprediksi sebagai salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengontrol konflik

Page 82: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

322 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

antara shareholders dan bondholders. Variabel yang akan dikembangkan dalam penelitian ini

sebelumnya telah digunakan oleh Blillet et al. (2007) pada penelitian yang sama di AS. Penelitian

ini menggunakan growth opportunity sebagai proksi adanya konflik keagenan di Indonesia.

Proksi ini diharapkan akan menghasilkan varian baru dalam penelitian konflik keagenan di

Indonesia.

Penelitian ini mengangkat isu apakah growth opportunity mempengaruhi perubahan

leverage dan pilihan debt maturity? dan apakah pengaruh growth opportunity terhadap

perubahan leverage dan pilihan debt maturity akan berbeda jika terdapat covenants sebagai

mekanisme penjaminan terhadap hutang? Secara eksplisit, penelitian ini bertujuan untuk menguji

peran covenant terhadap perubahan leverage dan kebijakan debt maturity pada kondisi

pertumbuhan perusahaan yang berbeda-beda untuk mengontrol konflik antara stockholders

dan bondholders.

Bagian selanjutnya dari paper ini menguraikan teori dan bagian ketiga menjelaskan data

dan metodologi yang digunakan. Hasil estimasi model dan analisisnya diberikan pada bagian

keempat, sementara kesimpulan dan saran diberikan diberikan pada bagian penutup.

II. TEORI

Dasar keputusan pendanaan berkaitan dengan pemilihan sumber dana, baik sumber

dana internal maupun sumber dana eksternal. Pilihan-pilihan perusahaan ini dipengaruhi oleh

banyak hal, salah satunya adalah investment opportunity. Jensen (1986) menyatakan bahwa

perusahaan dengan investment opportunity yang tinggi biasanya memiliki tingkat pertumbuhan

yang tinggi (high growth), aktif melakukan investasi, memiliki free cash flow yang rendah dan

asset in place yang kecil. Dalam kondisi tersebut perusahaan cenderung menggunakan dana

eksternal berupa hutang.

Pada sisi lain, kebijakan hutang sebagai sumber pendanaan perusahaan berpeluang

memicu timbulnya konflik keagenan antara shareholders dan bondholders yang juga akan

menimbulkan pula biaya keagenan (Jensen dan Mecling,1976). Kondisi ini memperlihatkan

penggunaan hutang pada perusahaan yang memiliki investment opportunity tinggi menjadi

mahal dan cost of debt tinggi. Akibatnya perusahaan akan meninggalkan proyek dengan NPV

yang positif dan kehilangan kesempatan untuk bertumbuh. Agar terhindar dari permasalahan

cost of debt ini, maka perusahaan dengan investment opportunity yang tinggi memilih

menggunakan hutang dalam jumlah yang kecil atau menggunakan dana internal perusahaan

sebagai alternatif pendanaan. Akhirnya hubungan antara leverage dan investment opportunity

bersifat negatif.

Page 83: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

323Hubungan antara Growth Opportunity dengan Debt Maturity dan Kebijakan Leverage sertaFungsi Covenant dalam Mengontrol Konflik Keagenan antara Shareholders dengan Debtholders

Kesimpulan di atas juga di dukung oleh penelitian Rajan dan Zingales (1995) Johnson

(2003) dan Billett et al. (2007) Fitriyanti dan Hartono (2002) Subekti dan Kusuma (2001) yang

menyatakan adanya hubungan negatif antara leverage dan growth opportunities. Berdasarkan

bukti-bukti empiris tersebut, maka hipotesis pertama yang akan diajukan dalam penelitian ini

adalah: growth opportunity berpengaruh negatif terhadap perubahan leverage.

Dalam kerangka mengurangi konflik keagenan, perusahaan dengan investment

opportunity tinggi cenderung menggunakan kebijakan hutang dalam jumlah kecil dan maturity

yang pendek sebagai salah satu cara mengurangi biaya investasi dan menaikkan nilai perusahaan.

Penelitian-penelitian empiris seperti Johnson (2003), Billett et al., (2007), Barclay dan Smith

(1995), mengemukakan adanya hubungan negatif antara growth opportunities dan kebijakan

leverage. Perusahaan dengan growth opportunities tinggi cenderung menggunakan kebijakan

leverage rendah dan maturity yang pendek untuk mengurangi konflik keagenan dan cost of

debt. Bertolak dari bukti-bukti empiris tersebut di atas, maka hipotesis berikutnya yang diajukan

adalah growth opportunity berpengaruh negatif terhadap debt maturity.

Hubungan negatif antara growth opportunities dan leverage dapat dikurangi dengan

disertakannya covenant dalam penerbitan hutang karena dapat mengurangi adanya konflik

antara stockholder dan bondholders. Covenant dapat dijadikan sebagai jaminan kepada

bondholders bahwa perusahaan akan menggunakan dana yang ada pada investasi yang

mendatangkan NPV positif dan jaminan bahwa perusahaan akan mendahulukan pembayaran

hutang kepada bondholders sebelum melakukan kebijakan keuangan lainnya sesuai dengan

perjanjian yang terdapat pada covenant. Penggunaan covenant dalam mengurangi konflik

keagenan antara perusahaan dan pemilik modal, terutama pada perusahan dengan growth

opportunities yang tinggi disampaikan oleh Smith dan Warner (1979). Sehingga hipotesis kedua

adalah tinggi rendahnya covenant berpengaruh dalam mengurangi dampak negatif antara

growth opportunities dan perubahan leverage.

Pemilihan debt maturity yang berbeda pada tingkat growh opportunity yang berbeda

juga akan berdampak pada penggunaan covenant. Hutang yang tinggi dengan maturitas yang

panjang cenderung akan menggunakan covenant sebagai jaminan perusahaan terhadap

hutangnya. Sedangkan hutang yang rendah dengan maturitas yang pendek tidak perlu

mensyaratkan adanya covenant dalam perjanjian hutangnya. Maka hipotesis selanjutnya yang

diajukan dalam penelitian ini adalah tinggi rendahnya covenant berpengaruh dalam mengurangi

dampak negatif antara kebijakan growth opportunities dan debt maturity.

Page 84: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

324 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

III. METODOLOGI

III.1. Data dan Variabel

Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan terhadap peristiwa penerbitan

covenant. Data yang diperlukan adalah (1) data leverage perusahaan, (2) informasi covenant

(perjanjian perwaliamanatan) perusahaan, (3) struktur maturitas hutang, dan (4) growth

opportunities serta data karakteristik perusahaan lainnya seperti firm size, profitability, financially

constrained, dan fix asset.

Penelitian ini menggunakan data analisis perusahaan yang menerbitkan obligasi yang

disertai dengan penerbitan covenant (perjanjian perwaliamanatan) sejak tahun 2003 sampai

tahun 2008. Pemilihan sampel berdasarkan metode purposive sampling dengan tujuan

mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan kriteria: perusahaan non keuangan

yang menerbitkan obligasi pada saat mendaftar di Bursa Efek Indonesia.

1. Variabel pertama yakni leverage dihitung dengan rumus sebagai berikut.

total debt (long-term debt + debt in current liabilities)

Total assetLeverage =

2. Variabel kedua adalah debt maturity yang dproksi dengan maturitas obligasi yang diterbitkan

perusahaan yang dicantumkan dalam perjanjian perwaliamanatan dan di publikasikan pada

situs www.idx.co.id

3. Variabel ketiga adalah indeks covenant yang mengukur covenant yang terdapat pada

perjanjian perjanjian perwaliamanatan. Penyusunan indeks covenant mengacu pada Billet,

et al. (2007). Namun dengan melihat sampel covenant yang ada di Indonesia beserta isi

perjanjiannya, penelitian ini menyesuaikan beberapa kelompok indeks covenant berdasarkan

perjanjian perwaliamanatan yang digunakan sehingga indeks covenant disusun menjadi

24 kelompok berdasarkan kategorinya. Pengelompokkan indikator penyusun covenant dapat

dilihat pada tabel berikut.

Page 85: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

325Hubungan antara Growth Opportunity dengan Debt Maturity dan Kebijakan Leverage sertaFungsi Covenant dalam Mengontrol Konflik Keagenan antara Shareholders dengan Debtholders

Tabel 1.Indikator Penyusun Indeks Covenant

No Tipe Covenant Keterangan

Divident paymentrestrictionShare repurchaseRestrictive

Funded Debt Restrictive

Subord Debt restrictiveSenior debt RestrictiveSecured Debt RestrictiveTotal Leverage Test

Sale and Lease Back

Stock Issue Restrictive

Asset Sale Clause

Invest Policy Restrictive

Merger Restrictive

Penjaminan

Perubahan bidangusahaPermodalan

Agunan

AfiliasiPinjaman

Pinjaman kepadaperusahaan asosiasiKegiatan usahatambahanKepailitanStruktur PemegangSahamPengendalian Usahaoleh Pihak LainPengambil AlihanSaham

Membatasi pembayaran pada equity holder dan yang lainnya

1

2

3

4567

8

9

10

11

12

13

14

15

16

1718

19

20

2122

23

24

Sebuah issue dikatakan sebagai divident restriction jika ada covenant yangmembatasi pembayaran divident issuer atau subsidiary issuerIssue dikatakan repurchase restriction, jika ada covenant yang membatasikebebasan untuk melakukan pembayaran terhadap shareholders dan lainnya.

Membatasi issuer untuk menerbitkan hutang yang baru dengan maturity 1 tahunatau lebihMembatasi issuer untuk menerbitkan subordinate, senior dan secured debt

Yang termasuk dalam kategori ini adalah batasan variasi dasar akuntansi darileverage, termasuk persyaratan minimum net worth sampai pada persyaratanminimum earning ratioCovenant ini membatasi issuer atau anak perusahaannya untuk menjual,menjaminkan dan melakukan leasing terhadap asset yang telah dijadikan sebagaijaminan pada debtholder tanpa persetujuan Wali AmanatMembatasi issuer untuk menerbitkan common stock atau preferred stock

Jika issue atau mengharuskan penggunaan net proceeds dari penjualan sebagianassetnya untuk mendapatkan kembali issue pada nilai pari atau pada nilai paripremiumMembatasi issuer atau anak perusahaan untuk melakukan beberapa investasiatau penyertaan saham kepada pihak lainMembatasi issuer ataupun anak perusahaan untuk melakukan merger,konsolidasi atau akuisisi dengan perusahaan lain

Melarang issuer atau anak perusahaannya untuk memberikan jaminankepada pihak lain atas kewajiban pihak lain tersebutMembatasi issuer atau anak perusahaan untuk melakukan perubahan yangpokok dari bidang usahanyaMembatasi perusahaan untuk mengurangi modal dasar dan modal disetorperusahaanMembatasi issuer atau anak perusahaannya untuk mengagunkan/menjaminkan pendapatan dan harta kekayaan emiten yang dijadikan jaminanMembatasi issuer atau anak perusahaannya untuk memberikan pinjamankepada pihak lain, kecuali yang telah diatur di dalam akta perjanjianperwaliamanatanMemberi pijaman atau kredit kepada perusahaan asosiasi

Melakukan kegiatan usaha selainyang disebutkan dalam AD

Mengajukan permohonan pailitMengubah struktur pemegang saham

Mengadakan perjanjian manajemen dengan pihak lain yang mengakibatkanusaha perseroan dikendalikan oleh pihak lainMelakukan pengambil alihan saham atau aktiva fihak lain

Pembatasan terhadap aktivitas Pembatasan terhadap aktivitas Pembatasan terhadap aktivitas Pembatasan terhadap aktivitas Pembatasan terhadap aktivitas financialfinancialfinancialfinancialfinancial

Kebijakan InvestasiKebijakan InvestasiKebijakan InvestasiKebijakan InvestasiKebijakan Investasi

Kebijakan UsahaKebijakan UsahaKebijakan UsahaKebijakan UsahaKebijakan Usaha

Page 86: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

326 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

Selanjutnya 24 kategori covenants digunakan untuk membuat covenant index untuk setiap

perusahaan setiap tahunnya. Variabel ini diberi nilai=1 jika perjanjian perwaliamanatan

setidaknya memiliki satu debt instrument, dan berilai=0, jika tidak ada debt instrument.

Selanjutnya nilai tersebut dijumlahkan dan dibagi dengan 24 untuk membuat covenant

index yang berkisar dari 0 (sama sekali tidak ada covenant protection) sampai 1 (untuk

covenant yang lengkap). (Billet et al., 2007).

4. Untuk menghitung growth opportunities, digunakan investment based proxies dengan

proksi CAPXBVA, yaitu perbandingan antara capital ekspenditure dan total asset pada

awal tahun t.

Capital Expenditure

Total assetCAPXBVA =

Rasio CAPXBVA ini menunjukkan adanya kebebasan perusahaan untuk mengadakan

peluang investasi baru. Perusahaan akan memperoleh peluang investasi yang lebih besar jika

berinvestasi pada aktiva-aktiva mereka dibandingkan perusahaan yang hanya melakukan

investasi yang lebih sedikit (Adam dan Goyal, 2008).

Dalam penelitian ini, juga digunakan variabel kontrol yang dimaksudkan untuk melihat

apakah dengan dimasukkannya variabel ini dalam suatu model maka variabel independen

utama secara signifikan menjadi semakin tinggi sehingga dapat memperkecil error term.

Mengacu pada Billet et.al (2007), terdapat 3 variabel control yang dapat digunakan, yakni:

1. Fixed asset (Fix),Fixed asset (Fix),Fixed asset (Fix),Fixed asset (Fix),Fixed asset (Fix), merupakan rasio dari nilai fix asset yang tercantum pada laporan keuangan

perusahaan pada tahun terhadap book value of total asset,

2. ProfitabilityProfitabilityProfitabilityProfitabilityProfitability ( ( ( ( (profitprofitprofitprofitprofit))))) merupakan rasio EBITDA terhadap book value of total asset,

3. Firm Size (Size)Firm Size (Size)Firm Size (Size)Firm Size (Size)Firm Size (Size) merupakan logaritma natural (Ln) penjualan bersih dalam jutaan rupiah.

4. Financially ConstrainedFinancially ConstrainedFinancially ConstrainedFinancially ConstrainedFinancially Constrained

Untuk menentukan perusahaan dikategorikan sebagai financially constrained dan non

financially constrained digunakan metode yang dikembangkan Moyen (2004), Lang dan

Ofek (1996), Hovakimian dan Titman (2006) dan Hidayat (2010).

Total Fixed Asset

Book Value of Total AssetFixed Asset =

EBITDA

Book Value of Total AssetProfitability =

Page 87: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

327Hubungan antara Growth Opportunity dengan Debt Maturity dan Kebijakan Leverage sertaFungsi Covenant dalam Mengontrol Konflik Keagenan antara Shareholders dengan Debtholders

Klasifikasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan matrik (Tabel 2). Klasifikasi

pertama, perusahaan dikategorikan sebagai financially constrained dan non financially dengan

melihat tingkat leverage dan aliran kas dan. Perusahaan yang memiliki leverage lebih kecil dari

rata-rata rasio hutang seluruh sampel, dikategorikan sebagai perusahaan non financially

constrained, sedangkan perusahaan yang memiliki rasio hutang lebih tinggi dari rata-rata rasio

hutang seluruh sampel maka dikategorikan sebagai perusahaan financially constrained.

Perusahaan yang memiliki aliran kas lebih besar dari rata-rata aliran kas seluruh sampel

dikategorikan sebagai non financially constrained, sedangkan perusahaan yang memiliki aliran

kas lebih kecil dari rata-rata aliran kas seluruh sampel dikategorikan sebagai financially

constrained.

Selanjutnya perusahaan dengan cash flow tinggi dan leverage tinggi serta cash flow

rendah dan leverage rendah diklasifikasikan dengan melihat pembayaran dividen. Perusahaan

yang membayar dividen dikategorikan sebagai perusahaan non financially constrained sedangkan

perusahaan yang tidak membayar dividen dikategorikan sebagai perusahaan financially

constrained.

Tabel 2. Klasifikasi Perusahaan financially constraineddan non financially constrained

LeverageCF Tinggi Rendah

Tinggi FinancialConstrained

Rendah Non FinancialConstrained

Tabel 3.Statistik Deskriptif Variabel yang Digunakan

Variable Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance

Prbh_Leverage .462871 -.294715 .168156 .00678731 .099270977 .010Profitability .56779 -.27553 .29226 .0795834 .09116627 .008LN_size 7.84 10.11 17.95 14.2847 1.59090 2.531Debt_mat 7 3 10 5.30 1.854 3.439Fix_asset .980264 .019736 1.000000 .48414134 .265841728 .071CAPXBVA .824561 -.085593 .738967 .13599926 .196181581 .038Covenant_20 .40 .15 .55 .3920 .10220 .010interaksi_20cov .36 -.03 .33 .0488 .07004 .005Covenant_24 .38 .12 .50 .3442 .08698 .008interaksi_24cov .30 -.02 .28 .0437 .06161 .004

Keterangan:Jumlah sampel = 50 perusahaan. Data mentah dan pembentukan variabel tersedia pada penulis dan redaksi BEMP.

Page 88: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

328 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

III.2. Model Empiris

Metode pengolahan data yang diaplikasikan adalah regresi berganda atas tiga model

yang dikembangkan. Model pertamaModel pertamaModel pertamaModel pertamaModel pertama, menguji pengaruh growth opportunities terhadap

perubahan leverage dari tahun sebelumnya dan debt maturity.

Model 1a.Model 1a.Model 1a.Model 1a.Model 1a. 6Lev = 6Lev = 6Lev = 6Lev = 6Lev = ααααα1 1 1 1 1 + + + + + βββββ1 1 1 1 1 CAPXBVACAPXBVACAPXBVACAPXBVACAPXBVAttttt + + + + + β β β β β2 2 2 2 2 fixfixfixfixfix

ttttt+ + + + + βββββ33333profit-profit-profit-profit-profit-ttttt + + + + + βββββ44444 Ln size Ln size Ln size Ln size Ln size

ttttt + + + + + βββββ55555 D+ D+ D+ D+ D+ errorerrorerrorerrorerror

Model 1b. Mat = Model 1b. Mat = Model 1b. Mat = Model 1b. Mat = Model 1b. Mat = ααααα2 2 2 2 2 + + + + + βββββ66666CAPXBVACAPXBVACAPXBVACAPXBVACAPXBVAttttt + + + + + βββββ77777fix fix fix fix fix

ttttt + + + + + βββββ88888profit-profit-profit-profit-profit-ttttt + + + + + βββββ9 9 9 9 9 Ln sizeLn sizeLn sizeLn sizeLn size

ttttt + + + + + βββββ1010101010D+D+D+D+D+errorerrorerrorerrorerror

Model keduaModel keduaModel keduaModel keduaModel kedua, menguji pengaruh covenant sebagai variabel moderasi hubungan antara

growth opportunities dan perubahan leverage serta pengaruh covenant sebagai variabel

moderasi hubungan antara growth opportunities dan debt maturity.

Model 2a.Model 2a.Model 2a.Model 2a.Model 2a. 6Lev = 6Lev = 6Lev = 6Lev = 6Lev = ααααα3 3 3 3 3 + + + + + βββββ11 11 11 11 11 CAPXBVACAPXBVACAPXBVACAPXBVACAPXBVAttttt + + + + + β β β β β1212121212 ( ( ( ( (CAPXBVACAPXBVACAPXBVACAPXBVACAPXBVA

ttttt x indeks x indeks x indeks x indeks x indeks covenant)covenant)covenant)covenant)covenant)+ + + + + βββββ1313131313 indeks indeks indeks indeks indeks

covenant covenant covenant covenant covenant + + + + + βββββ1414141414profit-profit-profit-profit-profit-t t t t t + + + + + βββββ1515151515Ln sizeLn sizeLn sizeLn sizeLn size

ttttt +++++ βββββ1616161616D +D +D +D +D +error.error.error.error.error.

Model 2b. Mat = Model 2b. Mat = Model 2b. Mat = Model 2b. Mat = Model 2b. Mat = ααααα44444+ + + + + βββββ1717171717CAPXBVACAPXBVACAPXBVACAPXBVACAPXBVAttttt + + + + + β β β β β1818181818 ( ( ( ( (CAPXBVACAPXBVACAPXBVACAPXBVACAPXBVA

ttttt x indeks covenant)+ x indeks covenant)+ x indeks covenant)+ x indeks covenant)+ x indeks covenant)+ βββββ1919191919fix fix fix fix fix ttttt

+ + + + + β β β β β2020202020indeks indeks indeks indeks indeks covenant covenant covenant covenant covenant + + + + + βββββ2121212121profit-profit-profit-profit-profit-ttttt + + + + + βββββ22 22 22 22 22 Ln SizeLn SizeLn SizeLn SizeLn Size

ttttt +++++ βββββ2323232323D D D D D +error.+error.+error.+error.+error.

IV. HASIL DAN ANALISIS

Salah satu variabel kontrol pada penelitian ini adalah Financially Constrained, yang

diterjemahkan kedalam model dalam bentuk variabel dummy (1 untuk perusahaan berstatus

financially constrained dan 0 untuk perusahaan non financially constrained). Perusahaan

dikategorikan sebagai financially constrained dan non financially constrained dilihat dari leverage,

cash flow dan dividen. Hasil pengklasifikasian perusahaan yang dikategorikan sebagai financially

constrained dan non financially constraiend dapat dilihat pada Tabel 4, yang mana total

Tabel 4. Klasifikasi Perusahaan Financially Constraineddan Non Financially Constrained

LeverageCF Tinggi Rendah

Tinggi 10 22 (FC)Rendah 7 (NFC) 11

Kategori Bayar Dividen Tidak Bayar Dividen( NFC ) ( ( ( ( (FC FC FC FC FC )))))

L (T) CF (T) 6 4L (R) CF (R) 9 2

Jumlah 22 28

Page 89: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

329Hubungan antara Growth Opportunity dengan Debt Maturity dan Kebijakan Leverage sertaFungsi Covenant dalam Mengontrol Konflik Keagenan antara Shareholders dengan Debtholders

keseluruhan perusahaan non financially constrained berjumlah 22 dan financially constrained

berjumlah 28.

Pada penjelasan hipotesis 1a dinyatakan bahwa perusahaan dengan growth opportunity

tinggi memiliki perubahan leverage yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan dengan

growth opportunity rendah. Artinya, leverage perusahaan dengan growth opportunity tinggi

akan lebih rendah pada t0 dibandingkan dengan t-1. Sebaliknya perusahaan dengan growth

opportunity rendah memiliki perubahan leverage yang lebih besar, yang berarti leverage pada

t0 lebih tinggi dibandingkan dengan leverage pada t-1. Hasil pengujian statistik hipotesis 1a

dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.Hasil Pengujian Hipotesis 1a

Variabel Independen Koefisien Nilai t

(Constant) -0,328 -2,852**CAPXBVA -0,152 2,006*Fix Asset 0,023 0,412Profitability 0,196 1,404Ln Size 0,023 2,943**Constraint -0,005 -0,183

** Signifikan pada level 5%* Signifikan pada level 10%

Tabel 5.Hasil Pengujian Hipotesis 1b

Variabel Independen Koefisien Nilai t

(Constant) -1,759 -0,786CAPXBVA -3,355 2,272**Fix Asset 1,886 1,773*Profitability -3,404 -1,253Ln Size 0,472 3,078**Constraint 0,226 0,444

Hasil pengujian menunjukkan β1 koefisien kesempatan investasi yang diproksi dengan

CAPXVBA bernilai negatif dan signifikan pada ± 10%. Sehingga hipotesis 1a terdukung, dimana

growth opportunity berpengaruh negatif terhadap perubahan leverage. Hal ini berimplikasi

growth opportunity yang tinggi akan menyebabkan perusahaan mengurangi jumlah leverage-

nya dan lebih banyak menggunakan sumber pendanaan internal sebagai alternatif pendanaan.

Sumber pendanaan tersebut akan diguankan untuk mengeksekusi kesempatan-kesempatan

investasi yang ada. Sedangkan pada perusahaan dengan growth opportunity rendah, kebijakan

Page 90: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

330 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

leverage akan terjadi sebaliknya. Dimana penggunaan dana eksternal lebih besar. Kebijakan ini

diambil untuk mengontrol terjadinya konflik keagenan antara shareholders dan bondholders.

Selanjutnya pengujian hipotesis 1b bahwa growth opportunity berpengaruh negatif

terhadap debt maturity, dapat dilihat pada Tabel 5.

Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap

debt maturity yang dilihat pada koefisien CAPXVBA (yang merupakan proksi growth opportunity)

bernilai negatif dan signifikan pada level 10%. Hal ini menujukkan bahwa untuk mengurangi

terjadinya konflik antara shareholders dengan bondholders perusahaan yang mempunyai growth

opportunity tinggi menggunakan kebijakan debt maturity yang pendek. Sedangkan perusahaan

dengan growth opportunity yang rendah cenderung melakukan kebijakan penggunaan laverage

dengan debt maturity yang lebih panjang.

Hipotesa ketiga yang diuji (Hipotesis 2a) menyatakan bahwa tinggi rendahnya covenant

berpengaruh dalam mengurangi dampak negatif antara growth opportunity dan perubahan

leverage. Artinya, interaksi antara indeks covenant dengan CAPXBVA merupakan variabel yang

dapat memoderasi pengaruh negatif antara growth opportunity dan perubahan leverage. Hasil

pengujian hipotesis 2a dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6.Hasil Pengujian Hipotesis 2a

Variabel 20 indikator covenant 24 indikator covenant

(Constant) -0,037 2,369** -0,037 2,369**CAPXBVA -0,221 3,370** -0,221 3,370**(Constant) 0,391 3,461** -0,384 3,130**Covindeks*CAPXBVA 0,306 1,694* 0,321 1,490Covenant indeks 0,111 0,950 0,025 0,180Profitability 0,181 1,366 0,202 1,498Ln Size 0,023 2,934** 0,024 3,113**Constraint -0,006 -0,241 -0,005 -0,186

Independen Koefisien Nilai t Koefisien Nilai t

Dari Tabel 6 terlihat bahwa pada 20 indikator covenant koefisien β15 CAPXBVA bernilai

positif dan signifikan pada level α10%. Sedangkan pada 24 indikator covenant koefisien

β15CAPXBVA bernilai negatif dan tidak signifikan. Berdasarkan uji statistik di atas hipotesis

terdukung pada 20 indikator covenant. Terbukti bahwa ada 20 indikator penyusun indeks

covenant yang terdapat pada Perjanjian Perwaliamanatan yang sekaligus berfungsi sebagai

variabel moderasi dalam mengurangi dampak negatif antara growth opportunities dan

perubahan leverage.

Page 91: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

331Hubungan antara Growth Opportunity dengan Debt Maturity dan Kebijakan Leverage sertaFungsi Covenant dalam Mengontrol Konflik Keagenan antara Shareholders dengan Debtholders

Selanjutnya hipotesis 2b menguji pengaruh covenants dalam mengurangi dampak negatif

antara growth opportunities dengan debt maturity. Pengujian statistik melihat apakah covenant

merupakan variabel moderasi. Hasil pengujian statistik untuk membuktikan hipotesis 2b dapat

dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7.Hasil Pengujian Hipotesis 2b

Variabel 20 indikator covenant 24 indikator covenant

(Constant) 5,662 18,241** 5,662 18,241**CAPXBVA -2,661 -2,033* -2,661 -2,033*(Constant) -7,167 3,090** -6,641 -2,700**Covindeks*CAPXBVA 1,753 0,473 1,752 0,405Covenant indeks -1,117 -0,463 -2,563 0,936Profitability -2,242 -0,822 -2,136 -0,789Ln Size 0,519 3,299** 0,513 3,273**Constraint 0,496 0,991 0,505 1,009

Independen Koefisien Nilai t Koefisien Nilai t

Hasil uji seperti apa yang tergambar pada Tabel 7 menunjukkan β21CAPXBVA bernilai

negatif dan tidak signifikan, baik pada pengujian 20 indikator covenant maupun 24 indikator

covenant. Artinya, hipotesis tidak terdukung, covenant bukan merupakan variabel moderasi

antara growth opportunities dengan debt maturity. Tinggi rendahnya covenant tidak

berpengaruh dalam mengurangi dampak negatif antara kebijakan growth opportunities dengan

debt maturity.

Hasil penelitian yang menguji covenant sebagai variabel moderasi antara growth

opportunity dengan debt maturity tidak terbukti secara statistik. Pengujian ini menunjukkan

bahwa adanya covenant tidak memberikan keleluasaan pada perusahaan-perusahaan dengan

growth tinggi untuk melakukan pinjaman dalam jangka waktu yang lebih panjang. Implikasi

lain dari pengujian tersebut juga menunjukkan bahwa panjang-pendeknya debt maturity atau

maturitas obligasi yang diterbitkan tidak berkaitan dengan secara langsung dengan butir-butir

perjanjian yang terdapat pada perjanjian perwaliamanatan. Pengamatan terhadap debt maturity

menunjukkan bahwa di Indonesia pola kebijakan maturitas obligasi tidak terlalu beragam,

berkisar antara 3 sampai 10 tahun. Sebagian besar diantaranya (54%) jatuh tempo dalam

jangka waktu 5 tahun.

Covenant yang dianalisis dalam penelitian ini adalah Perjanjian Perwaliamanatan yang

dibuat antara issuer dengan Wali Amanat. Item-item dalam Perjanjian Perwaliamanatan dianalisis

untuk melihat indikator yang dapat dijadikan sebagai dasar penyusunan indeks covenant. Analisis

Page 92: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

332 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

awal menghasilkan 24 item perjanjian yang dijadikan sebagai indikator penyusunan indeks

covenant. Tapi tidak semua indeks covenant yang telah disusun berfungsi sebagai variabel

moderasi mengurangi hubungan negatif antara growth opportunity dengan leverage dan antara

growth opportunity dengan debt maturity. Indeks covenant yang telah ada selanjutnya dianalisis

untuk mendapatkan indikator yang paling tepat. Pada analisis akhir diperoleh 20 indikator

dalam perjanjian perwaliamanatan untuk menghitung indeks covenant yang secara signifikan

berfungsi variabel moderasi. Indikator tersebut adalah sebagai berikut.

a. Covenant yang membatasi pembayaran pada equity holder dan yang lainnya, terdiri dari:

Divident payment restriction, Share repurchase restrictive

b. Covenant yang memberikan pembatasan terhadap aktivitas financial, yang terdiri dari: Funded

debt restrictive, Senior debt restrictive, Total leverage test, Sale and lease back

c. Covenant yang berhubungan dengan kebijakan investasi, terdiri dari: Invest policy restrictive,

Merger restrictive,

d. Covenant yang berhubungan dengan kebijakan usaha, terdiri dari Penjaminan, Perubahan

bidang usaha, Permodalan, Agunan, Afiliasi, Pinjaman, Pembatasan memberi pijaman atau

kredit kepada perusahaan asosiasi, Pembatasan melakukan kegiatan usaha selainyang

disebutkan dalam AD, Pembatasan untuk mengajukan permohonan pailit, Pembatasan untuk

mengubah struktur pemegang saham, Pembatasan mengadakan perjanjian manajemen

dengan pihak lain yang mengakibatkan usaha perseroan dikendalikan oleh pihak lain,

Pembatasan untuk melakukan pengambil alihan saham atau aktiva fihak lain.

Konflik keagenan merupakan salah satu fenomena yang muncul ketika perusahaan

menerapkan kebijakan pendanan terutama berkaitan dengan kebijakan leverage. Konflik disini

disebabkan terjadinya benturan kepentingan antara shareholder dengan debtholders. Banyak

penelitian menjelaskan upaya yang ditempuh perusahaan untuk mengontrol konflik keagenan

ini, salah satunya adalah kebijakan leverage yang rendah dan debt maturity yang pendek pada

perusahaan dengan growth opportunity yang tinggi. Sebaliknya perusahaan dengan growth

opportunity yang rendah menerapkan kebijakan leverage yang tinggi dengan debt maturity

yang pendek. Sejalan dengan penelitian di atas, penelitian ini juga menunjukkan suatu hal

yang sama. Tetapi dalam dari sisi operasionalnya penelitian ini menekankan pada perubahan

leverage. Sedangkan dari sisi konseptual sama-sama membahas tentang leverage.

Dari banyak penelitian serupa yang dilakukan perusahaan dengan growth opportunity

tinggi memiliki size kecil, free cash flow yang rendah dan asset in place yang kecil. Perusahaan

ini berhadapan dengan kesempatan investasi yang besar namun terkendala dengan keterbatasan

pendanaan. Ketika kebijakan hutang diambil oleh perusahaan untuk mengatasi keterbatasan

pendanaan tersebut, maka akan rentan munculnya konflik keagenan antara shareholders dengan

Page 93: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

333Hubungan antara Growth Opportunity dengan Debt Maturity dan Kebijakan Leverage sertaFungsi Covenant dalam Mengontrol Konflik Keagenan antara Shareholders dengan Debtholders

debtholder. Akhirnya, untuk mengontrol konflik keagenan ini, perusahaan dengan growth

opportunity tinggi mengambil kebijakan leverage yang rendah dan debt maturity yang singkat.

Bahkan cenderung menggunakan sumber dana internal untuk mengeksekusi kesempatan

investasi yang ada. Kebijakan ini tentu saja akan berakibat pada keterbatasan pendanaan ketika

kesempatan investasi yang akan dieksekusi membutuhkan dana yang besar. Hal ini akan

menyebabkan perusahaan dengan growth opportunity tinggi kehilangan kesempatan investasi

dan pada akhirnya akan kehilangan kesempatan untuk bertumbuh. Sebaliknya perusahaan

dengan growth opportunity rendah merupakan perusahaan yang sudah berskala besar dengan

free cash flow yang tinggi. Tingginya free cash flow menyebabkan terjadinya konflik antara

shareholders dan manejer, karena shareholders beranggapan free cash flow harus dibagikan

sebagai dividen sedangkan manejer beranggapan bahwa ia memiliki kepentingan untuk

menggunakannya dalam investasi yang berkaitan dengan kesempatan untuk tumbuh. Untuk

mengatasi konflik tersebut maka perusahaan dengan growth opportunity rendah cenderung

menggunakan hutang sebagai sumber pendanaan investasi pada proyek-proyek yang baru.

Dengan kata lain kebijakan leverage pada perusahaan dengan growth opportunity rendah

merupakan salah satu cara untuk mengontrol konflik keagenan yang terjadi di dalam perusahaan

Agar perusahaan dengan growth opportunity yang tinggi dapat memenuhi kebutuhan

pendanaan secara maksimal dan dalam jangka panjang tidak kehilangan kesempatan untuk

bertumbuh, maka kebijakan lain yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengontrol konflik

keagenan adalah dengan menyertakan covenant dalam penerbitan hutang. Hasil penelitian

menunjukkan Perjanjian Perwaliamanatan berpengaruh secara signifikan sebagai variabel yang

dapat mengontrol konflik keagenan.Terdapat 20 item dalam Perjanjian Perwaliamanatan yang

secara signifikan berfungsi sebagai variabel yang dapat mengurangi terjadinya konflik keagenan.

Sehingga pada saat penyusunan Perjanjian Perwaliamanatan ke-20 item ini dapat dicantumkan.

V. KESIMPULAN

Dari hasil pengujian hipotesis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Adanya pengaruh negatif antara growth opportunity dengan perubahan leverage.

Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung mengunakan leverage

yang lebih rendah dan lebih banyak menggunakan dana intern untuk membiayai

pertumbuhannya. Kebijakan ini diambil sebagai salah satu cara untuk mengontrol konflik

keagenan antara shareholders dengan debtholer dan mengurangi biaya hutang yang

akhirnya akan beresiko terhadap struktur modalnya.

Page 94: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

334 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

2. Pengujian berikutnya menunjukkan pengaruh negatif antara growth opportunity dengan

debt maturity. Artinya perusahaan dengan growth opportunity tinggi memiliki debt maturity

yang lebih pendek dibandingkan dengan perusahaan dengan growth opportunity yang

rendah. Kebijakan debt maturity yang pendek juga merupakan salah satu alternatif yang

pemecahan konflik keagenan antara shareholders dengan bondholders.

3. Covenant terbukti secara signifikan sebagai variabel moderasi yang dapat mengurangi efek

negatif antara growth opportunity dengan leverage. Hal ini berarti covenant yang dibuat

antara issuer dengan Wali Amanat menjadikan perusahaan dengan growth opportunity

tinggi dapat melakukan kebijakan leverage yang tinggi agar dapat mengeksekusi peluang

pertumbuhan.

Perjanjian Perwaliamanatan yang dibuat pada waktu perusahaan menerbitkan obligasi secara

signifikan mempengaruhi keputusan perusahaan untuk menerbitkan obligasi dengan nominal

yang besar.

4. Covenant yang diprediksi dapat mengurangi efek negatif pengaruh growth opportunity

terhadap debt maturity tidak terbukti secara signifikan. Perjanjian Perwaliamanatan yang

disusun tidak menyebabkan perusahaan dengan growth opportunity tinggi dapat mengambil

kebijakan debt maturity yang lebih panjang. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian

Billet et al.(2007) yang menyatakan adanya peningkatan covenants protection pada

peningkatan debt maturity.

5. Indeks covenant yang secara signifikan berfungsi sebagai variabel moderasi berjumlah 20

indikator. Indikator tersebut tidak bersifat mutlak, jumlahnya bisa terus bertambah tergantung

pada aspek yang dapat dijadikan sebagai dasar penyusunan. Pada penelitian ini, dari 24

indikator yang disusun pada awal penelitian, ternyata hanya signifikan di 20 indikator.

Indikator yang secara siknifikan mengurangi pengaruh negatif antara growth opportunity

dengan leverage pada Perjanjian Perwaliamanatan.

Perlu digarisbawahi bahwa penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan dan dapat

menjadi ruang pengembangan penelitian lebih lanjut. Keterbasatan yang pertama adalah bahwa

penelitian ini memiliki keterbatasan dalam menentukan jumlah sampel. Keterbatasan ini

disebabkan sulitnya mengakses data Perjanjian Perwaliamanatan, karena belum lengkapnya

data tersebut di pusat data dan jumlah perusahaan non keuangan yang menerbitkan obligasi

yang disertai dengan perjanjian perwaliamanatan relatif lebih sedikit dibandingkan dengan

perusahaan keuangan. Kedua, jumlah sampel penelitian ini hanya 35 perusahaan non keuangan

dengan periode tahun 2003 √ 2008. Penelitian selanjutnya disarankan menambah sampel

perusahaan keuangan dengan pendekatan proksi yang lebih bervariasi agar jumlah data lebih

besar. Ketiga, proksi yang digunakan dalam penelitian ini hanya menggunakan data laporan

Page 95: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

335Hubungan antara Growth Opportunity dengan Debt Maturity dan Kebijakan Leverage sertaFungsi Covenant dalam Mengontrol Konflik Keagenan antara Shareholders dengan Debtholders

keuangan tanpa memasukkan harga pasar. Hal ini disebabkan beberapa sampel hanya

menerbitkan obligasi tanpa penerbitan saham, sehingga tidak dapat diperoleh nilai pasarnya.

Keempat, penelitian ini mengabaikan aspek fungsi dan peran dari Lembaga Wali Amanat dan

aspek yuridis formal. Penelitian selanjutnya dapat memasukan kedua aspek tersebut dalam

variabel yang dapat mengurangi terjadinya konflik keagenan di Indonesia.

Page 96: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

336 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

Adam, Tim and Goyal, K Vidhan (2008), ≈The Investment Opportunity Set and Its Proxy Variable≈,

The Journal of Financial Research. Vol. XXXI, (1), pp 41-63

Arifin, Zaenal, (2005), ≈Teori Keuangan dan Pasar Modal≈, Yogyakarta: Ekonosia. Barclay,

Michael J., and Clifford W. Smith Jr. (1995), ≈The Maturity Structure of Corporate Debt∆,

Journal of Finance 50, 609√631.

Billett, et al (2007) ≈Growth Opportunities and The Choice Of Leverage, Debt Maturity, and

Covenants≈ The Journal Of Finance Vol. Lxii, No. 2 April 2007

Fitrijanti, Tettet dan Hartono, Jogiyanto (2002), ≈ Set Kesempatan Investasi: Konstruksi Proxy

dan Analisis Hubungannya dengan Kebijakan Pendanaan dan Dividen. Jurnal Riset Akuntansi

Indonesia Vol. 5, Januari 2002.

Hanafi, Mamduh (2005), Manajemen Keuangan, Jogjakarta: BPFE UGM.

Hidayat, Riskin (2010), Keputusan Investasi dan Financial Constrains: Studi Empiris pada Bursa

Efek Indonesia, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 12 No. 4, April 2010,

hal. 445-468.

Hovakimian, Gayané and Titman, Sheridan (2006) ≈Corporate Investment with Financial

Constraints: Sensitivity of Investment to Funds from Voluntary Asset Sales≈, Journal of Money,

Credit & Banking, Mar 2006, Vol. 38 Issue 2, p357-374.

Jensen, Michael C., and William H. Meckling (1976), ≈Theory of the Firm: Managerial Behavior,

Agency Costs, and Capital Structure≈, Journal of Financial Economics 3, 305√360.

Johnson, Shane A., (2003) ≈Debt Maturity and The Effects of Growth Opportunities and Liquidity

Risk on Leverage≈, Review of Financial Studies 16, 209√236.

Lang, Larry and Ofek, Eli (1996) ≈Leverage, Investment, and Firm Growth≈, Journal of Financial

Economics, Jan1996, Vol. 40 Issue 1, p3-29, 27.

Moyen, Nathalie (2004) ≈Investment√Cash Flow Sensitivities: Constrained Versus Unconstrained

Firms≈, Journal Of Finance, Oct 2004, Vol. 59 Issue 5, P2061-2092.

Nurdin (2001) Pengaruh Risiko Bisnis , Profitabilitas, Tingkat Pertumbuhan dan Securable Asset

Terhadap tingkat Leverage Perusahaan, Tesis Program Pasca Sarjana UGM.

Rajan, Raghuram G., and Luigi Zingales (1995), ≈What Do We Really Know about Capital

Structure? Some Evidence from International Data∆, Journal of Finance 50, 1421√1460.

Smith Jr. Clifford W.,dan Ross L.Watss (1992), ∆The Investment Opportunity Set and Corporate

Financing, Dividend,and Compensation Policies,∆Journal of Fianancial Economics, 2:263-

292

DAFTAR PUSTAKA

Page 97: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

337Hubungan antara Growth Opportunity dengan Debt Maturity dan Kebijakan Leverage sertaFungsi Covenant dalam Mengontrol Konflik Keagenan antara Shareholders dengan Debtholders

Subekti, Iman dan Kusuma, Wijaya (2001), ≈ Asosiasi antara Kebijakan Pendanaan dan Dividen

Perusahaan, serta Implikasinya peda Perubahan Harga Saham≈ Jurnal Riset Akuntansi

Indonesia Vol. 4, Januari 2001.

Widiyastuti, Listiani (2007) ≈Free Cash Flow Agency Cost, Earning Management dan Mekanisme

Kontrol Konflik Keagenan≈ Tesis Program Pasca Sarjana UGM.

Tim Studi Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia (2005), ≈Studi tentang Perwaliamanatan

di Pasar Modal Indonesia≈, Departemen Keuangan RI BAPEPAM: Proyek Peningkatan Efisiensi

Pasar Modal.

Page 98: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

338 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

halaman ini sengaja dikosongkan

Page 99: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

339Analisis Perilaku Indikator Debt Market

ANALISIS PERILAKU INDIKATORDEBT MARKET

PPPPPeter Jacobs, Arlyana Abubakar, Tora Erita Siallagan 1

This paper analyze the debt market, focusing on the behavior of soverign yield and Credit Default

Swap (CDS). We build several empirical models to test the factors determine these two indicators and

apply them using the Indonesian and peers data. The result confirm the significance impact of foreign

reserves and VIX index on the bond yield in Indonesia and its peers country. On the composite sovereign

bond, the result shows that the real effective exchange rate (REER) and the debt service ratio (DSR)

significantly affect the yield, while on the corporate bond yield, the significant explanatory variables are

return on equity (ROE), inflation, the current ratio (CR) and net profit margin (NPM). However, there is an

anomaly where the impact of the last two variables (CR and NPM) are contrary to the theory.

Keyword: Sovereign, bond, yield, debt market, risk, corporate fundamentals.

JEL Classification: H63, G31

1 Peter Jacobs adalah kepala bagian Analisis Pinjaman Luar Negeri dan Hubungan Investor √ Direktorat Internasional Bank Indonesia([email protected]), Arlyana Abubakar adalah Analis Ekonomi Madya ([email protected]) dan Tora Erita Siallagan adalah Analis EkonomiMuda Senior ([email protected]), pada bagian yang sama.

Abstract

Page 100: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

340 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

I. PENDAHULUAN

Perkembangan pasar keuangan global yang sangat cepat dan semakin terintegrasi tidak

mungkin dapat dibendung. Perubahan yang terjadipun direspon cepat oleh indikator pasar

keuangan. Perkembangan pasar keuangan yang semakin pesat dan semakin terintegrasi

memberikan dampak positif dan negatif bagi perkembangan pasar keuangan dalam negeri.

Mudahnya efek penularan krisis merupakan salah satu dampak negatifnya. Berbagai isu

dibelahan dunia, bahkan yang tidak terkait langsung dengan kondisi suatu negara atau korporasi,

direspon secara cepat oleh pergerakan indikator pasar keuangan, khususnya debt market. Lalu

bagi Bank Indonesia, seberapa penting untuk selalu mencermati perkembangan indikator pasar

keuangan, khususnya debt market?

Indikator debt market merefleksikan apresiasi pasar terhadap risiko memberikan pinjaman

luar negeri, khususnya dalam bentuk penerbitan global bond baik di primary maupun secondary

market. Hal ini secara langsung mempengaruhi bagaimana pergerakan supply demand valas

yang berasal dari pinjaman luar negeri dan portfolio investment.

Dengan menganut rejim nilai tukar bebas mengambang (dan inflasi sebagai sasaran akhir)

dapat dicapai independensi kebijakan moneter dan integrasi pasar keuangan, maka Bank

Indonesia diyakini tidak dapat secara simultan mencapai sasaran stabilitas nilai tukar (exchange

Bagan 1. Struktur Supply-Demand Valas

Kurs

Supply

Demand

Import

Pinjaman Luar Negeri

Portfolio Outflow

FDI Outflow

Export

Pinjaman Luar Negeri

Portfolio Inflow

FDI Inflow

Page 101: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

341Analisis Perilaku Indikator Debt Market

rate stability) yang dikenal dengan Impossible Trinity Theory. Nilai tukar akan berfluktuasi

ditentukan oleh kekuatan supply demand valas dipasar. Namun demikian, supply demand devisa

tetap perlu dikelola agar nilai tukar rupiah bergerak sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi

dan tidak berfluktuasi berlebihan. Fluktuasi nilai tukar yang berlebihan menggangu kestabilan

makro dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Sementara itu,

struktur supply demand valas sendiri pada dasarnya terdiri dari 4 aliran, yaitu: (1) Export-

Import; (2) Pinjaman Luar Negeri; (3) Portfolio Investment; dan (4) Foreign Direct Investment

(FDI). Oleh karena itu, sangatlah penting bagi Bank Indonesia untuk mencermati dan meneliti

pergerakan (behaviour) dari berbagai indikator debt market, khususnya faktor-faktor yang secara

fundamental mempengaruhi pergerakan indikator debt market.

Indikator debt market yang banyak dipakai adalah yield global bond dan belakangan

yang banyak digunakan adalah CDS. Sebagai contoh, pada 26 Februari 2009, pemerintah

Indonesia melakukan penawaran Global Medium Term Notes (GMTN) senilai total USD 3 miliar

dengan rating Ba3 (Moody»s)/BB- (S&P) dan BB (Fitch) yang terdiri dari 2 bagian (tranches).

Tranche 1 sebesar USD 1 miliar, bertenor 5 tahun, diterbitkan dengan kupon 10.375%, yield

10.5% (8,474% diatas UST dengan tenor sama) dan pada posisi harga diskon 99.455%;

sedangkan Tranche 2 sebesar USD 2 miliar, tenor 10 tahun, kupon 11.625%, yield 11.75%

(8,759% diatas UST dengan tenor sama) dan price 99.276%. Notes tersebut merupakan surat

utang terbesar di Asia dan surat utang terbesar yang pernah ditawarkan oleh pemerintah

Indonesia.

Jika dibandingkan dengan penerbitan surat utang negara peers (memiliki rating hampir

sama dengan Indonesia), yaitu pemerintah Philipine pada Januari 2009, Turkey pada September

Grafik 1. Obligasi Pemerintah 10 tahun dan CDS Indonesia dan Peers

Sumber : Bloomberg 2009

50

70

90

110

130

150

170

190

210

230

250

1000

1100

1200

1300

1400

1500

1600

1700

1800

1900

4thweek

5thweek

1stweek

2ndweek

3rdweek

24 25 26 27 28

Juli Aug last week

Credit Default Swap Indonesia dan Peers

CDS Argentina (lhs)

CDS Venezuela (lhs)

CDS Philippines (rhs) CDS Turkey (rhs)CDS Peru (rhs) CDS Indonesia (rhs)

5,00

5,50

6,00

6,50

7,00

7,50

%

Indo '14 Indo '16Indo '15 Indo '17Indo '19 Indo '18 Indo'14 (5 tahun)

4th 5th 1stweek

2ndweek

3rdweek

24 25 26 27 28

Juli Aug last week

Yield Global Bond Indonesia 10 & 5 Tahun

Page 102: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

342 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

2008 dan Brazil pada awal 2009, kupon dan yield penerbitan GMTN pemerintah Indonesia

tersebut termasuk mahal. Namun harga yang mahal ini tidak dapat dihindari karena pada saat

penerbitan GMTN, yield global bond Indo»18 (10 tahun) berada pada kisaran 10% sd 11% dan

CDS Indonesia berada pada kisaran 640 sd. 661 bps. Peningkatan yield global bond Indo»18

(10 tahun) dan CDS terjadi secara signifikan pada awal bulan menjelang penerbitan GMTN dan

mencapai puncaknya pada saat pricing dilakukan. Peningkatan indikator yield global bond dan

CDS dari waktu ke waktu, secara sigifikan mempengaruhi cost of fund penerbitan global

Indonesia, diharapkan demikian pula sebaliknya.

Tabel 1.Yield Global Bond Pemerintah Indonesia

2003 2004 2005 2006 2007 2008

INDO»17 (coupon = 7.5%) 3-Feb-06 7.00% - - - 6.78 6.22 7.92INDO»14 (coupon = 6.75%) MarchΩ3, 2004 6.85% - 7.50 6.85 6.62 6.08 7.46INDO»15 (coupon = 7.25%) AprilΩ13, 2005 7.38% - - 7.27 6.69 6.15 7.70INDO»16 (coupon = 7.5%) OctoberΩ5, 2005 7.63% - - 7.33 6.76 6.21 7.80INDO»35 (coupon = 8.5%) OctoberΩ5, 2005 8.63% - - 8.23 7.36 6.89 8.58INDO»37 (coupon = 6.75%) 7-Feb-07 6.75% - - - - 6.89 8.44INDO»38 (coupon = 6.75%) JanuaryΩ17, 2008 7.75% - - - - - 8.63INDO»18 (coupon = 6.875%) JanuaryΩ17, 2008 6.95% - - - - - 7.96INDO»140504 (coupon = 10.3750%) 4-Mar-09 10.50% - - - - - -INDO»190304 (coupon=11.625%) 4-Mar-09 11.75% - - - - - -

Sumber: Bloomberg 2009

Tahun Issuance date Yieldat Issuance

Lebih lanjut, pada 16 April 2009, pemerintah Indonesia telah menetapkan harga

penawaran SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) atau Sukuk Negara sebesar USD 650 juta.

Sukuk tersebut dijual dengan harga nominal 100% dengan tingkat imbalan tetap sebesar 8,8%

per tahun, tenor 5 tahun dengan tanggal penerbitan 23 April 2009. Penerbitan Sukuk Negara

valas tersebut merupakan penerbitan perdana bagi Pemerintah di pasar internasional sekaligus

penerbitan straight sukuk terbesar dalam denominasi USD di luar negara-negara GCC dan

merupakan benchmark pertama sukuk dalam denominasi USD di Asia sejak tahun 2007. Harga

Sukuk Negara yang relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan penerbitan sebelumnya,

selain disinyalir karena struktur transaksi yang lebih secure, tidak terlepas dari kondisi reference

yield global bond dan CDS Indonesia yang cenderung menurun.

Beberapa penelitian indikator debt market telah dilakukan, diantaranya meneliti hubungan

antara CDS korporasi dan yield obligasi (Houweling et al 2001)2 dan Hull et al (2003), perbedaan

CDS korporasi dan yield spread hanya timbul pada jangka pendek namun akan mencapai harga

2 Howeling, P. and T. Vorst (2001) «»An Empirical Comparison of Default Swap Pricing Models»», mimeo, Rabobank, December 2001

Page 103: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

343Analisis Perilaku Indikator Debt Market

ekuilibrium dalam jangka panjang (Zhu 2006). Penelitian lain dengan menerapkan Vector Error

Correction Model (VECM) ditemukan bahwa sovereign CDS dan sovereign bond market

mempunyai perbedaan harga yang signifikan. Namun sangat jarang kajian yang meneliti CDS

sebagai indikator sovereign risk (Cossin and Jung 2005).

Disamping individual yield spread, terdapat juga yield composite yang merupakan indikator

yang dibaca pasar sebagai indikasi performa debt market negara atau kawasan tertentu. Yield

spread composite seperti EMBI, EMBI Global, EMBI+ dan CEMBIC menggambarkan yield

beberapa negara emerging market (sovereign bond untuk tiga pertama dan corporate bond

untuk yang terakhir). Spread composite yang diterbitkan oleh J.P Morgan tersebut

menggambarkan perbedaan antara yield obligasi sovereign bonds emerging market dengan

yield obligasi yang dianggap «risk free» (T-bill atau T-bond yang diterbitkan oleh pemerintah AS

atau negara maju lainnya).

Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya karena penelitian ini secara

khusus meneliti behaviour dari beberapa indikator debt market yang umum dijadikan acuan

oleh pelaku dan analis debt market internasional pada pasar obligasi pemerintah dan swasta

Indonesia. Namun untuk indikator tertentu, dalam rangka mempertajam analisis, juga

dibandingkan dengan negara-negara peers antara lain dikawasan Asia (Philippine dan Turkey),

Latam (Brazil) dan Afrika Selatan. Oleh karena itu, memperhitungkan kemungkinan keunikan

kondisi negara maka setidaknya hasil penelitian ini dapat menggambarkan kondisi Indonesia

walaupun tidak menutup kemungkinan dapat diterapkan untuk negara lainnya, terutama untuk

negara dengan karakteristik yang hampir sama dengan Indonesia.

Secara umum, penelitian difokuskan pada indikator debt market yang sering digunakan

sebagai cerminan apresiasi pasar dalam memberikan pinjaman luar negeri pemerintah dan swasta,

khususnya dalam bentuk penerbitan global bond baik di primary maupun secondary market,

yaitu: yield sovereign global bond, yield corporate global bond, composite yields dan CDS.

Secara khusus, paper ini bertujuan untuk menganalisis dan memformulasikan langkah-

langkah strategis untuk menjaga agar pergerakan indikator debt market Indonesia tidak terlalu

berfluktuasi dan tetap mencerminkan faktor-faktor fundamentalnya. Dasar penentuan langkah-

langkah ini mengacu antara lain pada hasil identifikasi dan pengukuran faktor-faktor dominan

yang mempengaruhi pergerakan indikator debt market. Menjaga agar indikator debt market

tidak terlalu fluktuatif dan mencerminkan faktor-faktor fundamentalnya sangatlah penting agar

dapat diperoleh cost of fund pinjaman luar negeri yang wajar dan berada dalam kapasitas

risiko yang terukur. Peningkatan risiko yang tidak dalam kapasitas yang terukur akan mendorong

short capital flow secara cepat yang dapat mengganggu stabilitas pasar keuangan Indonesia.

Page 104: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

344 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

Bagian kedua dari paper ini menguraikan teori dan studi literatur. Bagian ketiga mengulas

metodologi sementara hasil dan analisis diuraikan pada bagian keempat. Kesimpulan dan

rekomendasi menjadi bagian penutup.

II. TEORI

Terdapat berbagai indikator debt market yang sering digunakan dari sudut pandang

analis debt market atau investor dalam menilai risiko pinjaman luar negeri suatu negara dan

perusahaan, khususnya dalam bentuk penerbit global bond baik di pasar primer maupun

sekunder. Beberapa indikator yang sering digunakan antara lain yield sovereign global bond,

yield corporate global bond, composite yields, spread Credit Default Swap (CDS), credit rating,

credit worthiness, dan rasio keuangan.

Dalam penelitian ini difokuskan pada indikator debt market yang banyak dipakai sebagai

benchmark dalam pricing penerbitan obligasi dan pemberian pinjaman bagi pemerintah dan

swasta Indonesia dalam bentuk yield (imbal) yaitu yield sovereign global bond, yield corporate

global bond, composite yields dan CDS.

Indikator debt market tersebut secara umum memberikan gambaran atas risiko pinjaman

luar negeri, khususnya dalam bentuk penerbitan global bond baik di pasar primer maupun

sekunder (portfolio investment). Indikator-indikator tersebut dapat menggambarkan dengan

baik tinggi rendahnya risiko gagal bayar dengan sudut pandang yang mungkin berbeda. Yield

obligasi menggambarkan risiko gagal bayar (default) dari pemerintah / negara / perusahaan

penerbit utang dalam melakukan pembayaran bunga serta hutang pokok pada waktu yang

telah ditetapkan berdasarkan performa dari obligasi penerbit. Dapat juga menunjukkan risiko

kegagalan emiten untuk memenuhi ketentuan lain yang ditetapkan dalam kontrak obligasi.

Sedangkan credit default swaps adalah bentuk paling murni dari kredit derivatif, yang

menunjukkan risiko penerbit surat berharga khususnya negara berdasarkan besarnya jumlah

kompensasi yang diharapkan pembeli surat berharga atas risiko yang mungkin dialami oleh

penerbit. Jika terjadi suatu credit event, protection buyer akan menerima sejumlah pembayaran

dari protection seller. Premi yang dibayarkan protection buyer kepada protection seller bisa

dilakukan sekaligus (lumpsum) atau secara periodik.

Sekilas bila dilihat perkembangan pergerakan beberapa indikator global bond Indonesia

yang direpresentasikan oleh yield obligasi global Pemerintah dan swasta Indonesia sejak tahun

2004 hingga Agustus 2009 (Grafik 2), terlihat bahwa telah terjadi lonjakan pada periode

September dan Oktober 2008 hampir sekitar dua kali lipat. Lonjakan serupa namun lebih tinggi

juga ditunjukkan oleh indikator CDS yang sebelumnya hanya berkisar 500-an basis points

Page 105: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

345Analisis Perilaku Indikator Debt Market

Grafik 2.Perkembangan Pergerakan Beberapa Indikator PLN

Indo»14Indo»15Indo»16Indo»17

Indo»18Indo»19New Indo»15(5tahun)

15

13

11

9

7

5

2004 2005 2006 2007 2008 2009Apr Jun Ags Okt Des Apr Jun Ags Okt DesFeb Apr Jun Ags Okt DesFeb Apr Jun Ags Okt DesFeb Apr Jun Ags Okt DesFeb Apr Jun AgsFeb

2004 2005 2006 2007 2008 2009Apr Jun Ags Okt Des Apr Jun Ags Okt DesFeb Apr Jun Ags Okt DesFeb Apr Jun Ags Okt DesFeb Apr Jun Ags Okt DesFeb Apr Jun AgsFeb

Indo»35Indo»37Indo»38

15

16

14

13

12

11

10

9

8

7

6

2004 2005 2006 2007 2008 2009Apr Jun Ags Okt Des Apr Jun Ags Okt DesFeb Apr Jun Ags Okt DesFeb Apr Jun Ags Okt DesFeb Apr Jun Ags Okt DesFeb Apr Jun AgsFeb

100

900

800

700

600

500

400

300

200

100

0

2004 2005 2006 2007 2008 2009Apr Jun Ags Okt Des Apr Jun Ags Okt DesFeb Apr Jun Ags Okt DesFeb Apr Jun Ags Okt DesFeb Apr Jun Ags Okt DesFeb Apr Jun AgsFeb

35

30

25

20

15

10

5

0

100

80

60

40

20

0

INDOSATNED

PGNMATPUTBANLIP

BANDAN

BANNI

2004 2005 2006 2007 2008 2009Apr JunAgs Okt Des Apr JunAgs Okt DesFeb Apr JunAgs Okt DesFeb Apr JunAgs Okt DesFeb Apr JunAgs Okt DesFeb Apr JunAgsFeb

5000

4500

4000

3500

2000

2500

2000

1500

1000

500

0

700

600

500

400

300

200

100

0

IndonesiaArgentina

VenezuelaTurkeyPhilippines

PeruBrazil

ColombiaPanamaAfrika Selatan

2004 2005 2006 2007 2008 2009

6

5

4

3

2

1

0Mei Jul Sep Nov Jul Sep NovJan Mar Mei Jul Sep NovJan Mar Mei Jul Sep NovJan Mar Mei Jul Sep NovJan Mar Mei JulJan Mar Mei

UST Note (lhs) German Bund (lhs) Japan Bond (rhs)

Page 106: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

346 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

berubah menjadi diatas 1000an basis points. Kondisi yang lebih parah ditunjukkan oleh negara

peers seperti Argentina dan Venezuela serta Turkey (mencapai diatas 4000-an basis points).

Kondisi yield emerging market pada saat itu juga mengalami peningkatan sekitar dua kali lipat

dari sebelumnya. Namun kondisi tersebut berangsur-angsur membaik yang ditunjukkan oleh

tren penurunan angka-angka indikator tersebut. Bahkan kelihatannya pada Agustus 2009

mencapai level serupa seperti sebelum terjadinya lonjakan tersebut. Kondisi ini menunjukkan

adanya perbaikan performa indikator debt market Indonesia dan peers.

Bila dibandingkan dengan pergerakan yield dari obligasi negara maju seperti G3 (US,

Jepang dan Jerman) tampaknya tidak terdapat pengamatan yang khusus untuk periode sekitar

September dan Oktober 2008 tersebut. Tampaknya guncangan yang terjadi di debt market

global khususnya pada emerging market telah menyebabkan flight to quality sehingga yield

obligasi global G3 tersebut justru menurun pada periode tersebut.

Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa indikator-indikator tersebut sangat

baik dalam menjelaskan performa pinjaman luar negeri suatu negara atau perusahaan

diantaranya adalah Min (1998). Selanjutnya, dalam penelitiannya, Min (1998) menyatakan

bahwa beberapa tahun terakhir banyak negara yang mempromosikan perkembangan pasar

bond masing-masing dan hasilnya pasar obligasi korporasi melambung sebesar fixed-income

securities pada pasar domestik dan internasional yang secara terus-menerus menurunkan

ketergantungan pada pembiayaan perbankan. Tetapi sedikit sekali yang mengetahui determinan

apa saja yang mempengaruhi yield spreads dari bond yang diterbitkan oleh negara berkembang.

Perubahan pada pola pembiayaan korporasi ini disebabkan oleh keperluan investasi yang

substansial dalam infrastruktur dan proyek peningkatan kapital yang memerlukan pinjaman

jangka panjang dengan tingkat suku bunga tetap. Hal ini yang mendorong Min melakukan

penelitian mengenai determinan dari bond yield spread beberapa negara berkembang.

Lain halnya dengan Alexander & Kaeck (2007) yang menyebutkan bahwa seiring dengan

perkembangan pasar CDS yang sangat pesat menyebabkan pentingnya bagi financial analyst,

traders, dan pembuat kebijakan ekonomi untuk memahami determinan dari CDS. Selain itu,

CDS lebih likuid dan memiliki waktu jatuh tempo yang berbeda-beda jika dibandingkan dengan

corporate bond.

Selain itu, Karlson & Willebrand (2009) juga menyatakan bahwa semenjak terjadinya

krisis kredit, banyak bank-bank besar yang mengalami gagal bayar (default). Oleh karena itu

menjadi menarik untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi resiko kredit

dari institusi keuangan. CDS spreads merupakan indikator resiko kredit yang lebih baik. CDS

spreads juga mengacu pada indeks CDS karena menunjukkan resiko kredit dari perusahaan

individual dibandingkan group dari beberapa perusahaan. Karena CDS spreads bank-bank besar

Page 107: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

347Analisis Perilaku Indikator Debt Market

telah meningkat maka akan sangat penting untuk mengidentifikasikan determinan dari CDS

spreads.

2.1. Sovereign Global Bond

Budina & Mantchev (2000) menguji determinan dari harga Brady bond Bulgaria

menggunakan data bulanan dari bulan Juli 1994 sampai dengan bulan Juli 1998. Dalam

penelitian ini disimpulkan bahwa dalam jangka panjang, gross foreign reserves dan ekspor

memiliki efek positif terhadap harga bond. Sedangkan real exchange rate dan depresiasi nominal

exchange rate Mexico memiliki efek negatif.

Sementara itu, Nogues & Grandes (2001) menguji determinan dari spread Argentina»s

floating rate bond (FRB) menggunakan data bulanan sejak bulan Januari 1994 sampai dengan

Desember 1998. Mereka menyimpulkan bahwa krisis Mexico, debt service to export,

pertumbuhan GDP, fiscal balance dan 30 year US Treasury yield memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap spread.

Min (1998) menganalisa determinan dari yield spreads obligasi dalam valuta US Dollar

dari 11 negara berkembang dalam kurun waktu 1991 sampai dengan 1995. Hasilnya adalah

bahwa perbedaan bond spreads antar negara tersebut ditentukan oleh debt to GDP, reserves

to GDP, debt service to export, export dan import growth rate, inflation rate, net foreign asset,

term of trade index, dan real exchange rate. Min (1998) menyimpulkan bahwa kemampuan

mengakses pasar luar negeri sangat ditentukan faktor fundamental dalam negeri. Oleh karena

itu disarankan agar negara-negara berkembang yang ingin mencari akses yang lebih besar

terhadap pasar obligasi internasional, harus meningkatkan fundamental makroekonominya.

Namun Eichengreen & Mody (1998) menegaskan arti penting faktor eksternal selain

faktor fundamental dalam analisa sentiment pasar. Dengan menganalisa hampir 1000 data

obligasi negara maju yang diterbitkan antara tahun 1991 sampai dengan 1996 ditemukan

bahwa spreads yield obligasi bergantung pada issue size, credit rating issuer, debt to GDP, dan

debt service to export ratio. Kesimpulan utama dari penelitian ini adalah bahwa perubahan

dalam sentiment pasar, tidak hanya bergantung pada fundamental, tetapi juga faktor pasar

atau faktor eksternal.

Goldman Sachs (Ades et. al. (2000)) bahkan memodelkan spreads sovereign negara

berkembang dengan menambahkan faktor default history disamping beberapa faktor

fundamental. Dengan menganalisa data bulanan 15 negara berkembang sejak Januari 1996

sampai dengan Mei 2000, diperoleh beberapa variabel yang memiliki efek signifikan terhadap

Page 108: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

348 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

spreads yaitu GDP growth rate, total external amortizations as a ratio of foreign reserves,

external debt to GDP ratio, fiscal balance, export to GDP ratio, real exchange rate misalignment,

international interest rate, dan default history dari negara tersebut.

Selanjutnya Rowland & Torres (2004) dengan menggunakan teknik data panel memeriksa

determinan spread dari 16 negara berkembang yang menerbitkan sovereign bond. Dengan

menggunakan data tahunan dari tahun 1998 sampai dengan 2002, diperoleh bahwa GDP

growth rate, external debt to GDP ratio, external debt service to GDP ratio, debt to export ratio,

reserve to GDP ratio, dan export to GDP ratio memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

spread.

Kemudian Rowland (2004) melanjutkan penelitian sebelumnya dengan melakukan analisa

pada 29 negara berkembang dari tahun 1998 sampai dengan akhir Juli 2003. Hasilnya adalah

hanya GDP growth rate dan inflation rate yang berpengaruh signifikan terhadap spread.

Berbecaru Claudia-Floriana (2008), salah satu referensi utama dalam penelitian ini, selain

mengevaluasi determinan dari sovereign bond yang diterbitkan negara-negara berkembang di

Eropa, juga melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa pentingnya kontribusi dari faktor

eksternal dalam perkembangan spread dari sovereign bond Romania. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa bukan hanya faktor fundamental yang mempengaruhi perkembangan

dari spread obligasi Romania tetapi juga faktor eksternal seperti risk appetite dari investor

internasional. Hasil penelitian Berbecaru Claudia-Floriana tersebut mempertegas hasil penelitian

sebelumnya oleh Eichengreen & Mody (1998).

Berdasarkan data historis, pada tahun 2007 telah terjadi penurunan spread EMBIG

Romania dan EMBIG composite yang diiringi dengan meningkatnya real domestik fundamental

(seperti menurunnya inflasi, meningkatnya pertumbuhan GDP, menurunnya ketidakseimbangan

eksternal) pada banyak negara berkembang. Menurut Berbecaru Claudia-Floriana, penurunan

tersebut tidak hanya disebabkan oleh faktor domestik fundamental tetapi juga faktor eksternal.

Ditunjukkan bahwa pada tahun 2002 risk appetite dari investor pada pasar internasional juga

meningkat dengan cepat. Hal inilah yang mendasari Berbecaru Claudia-Floriana melakukan uji

empiris menggunakan faktor fundamental dan eksternal.

Sebagai salah satu determinan spread EMBIG yang paling penting, menurut penelitian

tersebut, faktor fundamental dinilai dari rezim nilai tukar, inflasi, GDP, current account, external

debt, national savings, foreign exchange reserves, kebijakan fiskal dll. Dalam konteks tersebut,

yang bersangkutan menggunakan peringkat sovereign untuk setiap negara dalam jangka

panjang yang diterbitkan oleh lembaga rating internasional (S&P) sebagai indikator aggregat

yang menunjukkan perkembangan fundamental dari setiap negera.

Page 109: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

349Analisis Perilaku Indikator Debt Market

2.2. Corporate Global Bond

Penelitian mengenai determinan dari corporate global bond tidak sebanyak sovereign

global bond. Salah satu di antaranya adalah Douglas, Huang & Vetzal (2009). Dalam

penelitiannya, ditemukan bahwa cash flow volatility secara ekonomi berpengaruh signifikan

terhadap yield spread. Yasmine Meitasari & Amelia (2007) melakukan penelitian mengenai

faktor makroekonomi dan rasio-rasio keuangan terhadap return obligasi korporasi dalam negeri

pada tahun 2003-2005. Hasilnya adalah suku bunga deposito, asset turnover, quick ratio, debt

to equity ratio, dan return on asset tidak berpengaruh terhadap return obligasi korporasi dalam

negeri.

Salah satu tujuan dan keunggulan dari rasio adalah dapat digunakan untuk

membandingkan hubungan return dan resiko dari perusahaan dengan ukuran yang berbeda.

Rasio juga dapat menunjukkan profil suatu perusahaan, karakteristik ekonomi, strategi bersaing

dan keunikan karakteristik, keuangan dan investasi (IG. K. A. Ulupui, 2006). Menurut James C.

Van Home (Sawir, 2001), analisis dan interpretasi dari macam-macam rasio dapat memberikan

pandangan yang lebih baik tentang kondisi keuangan dan prestasi perusahaan dibandingkan

analisis yang hanya didasarkan atas data keuangan sendiri-sendiri yang tidak berbentuk rasio.

Selain itu menurut White et.al. (2002), rasio keuangan digunakan untuk membandingkan resiko

dan tingkat imbal hasil dari berbagai perusahaan untuk membantu investor dan kreditor

membuat keputusan investasi dan kredit yang baik.

Sementara itu, White et.al. (2002) mengelompokkan rasio keuangan menjadi 4 bagian,

yaitu analisis likuiditas perusahaan, analisis Solvency dan Long Term Debt (Leverage), analisis

Profitabilitas Perusahaan dan analisis Aktivitas.

1) Analisis likuiditas perusahaan

Pada umumnya perhatian pertama analis keuangan adalah likuiditas. Analisis ini mengukur

kecukupan sumber kas perusahaan untuk memenuhi kewajiban yang berkaitan dengan

kas dalam jangka pendek. Rasio likuiditas yang umum digunakan adalah current ratio (rasio

Lancar). Current ratio merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui

kesanggupan memenuhi kewajiban jangka pendek karena rasio ini menunjukan seberapa

jauh tuntutan dari kreditor jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang dipekirakan menjadi

uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo utang.

Current Ratio = Current Assets/Current Liabilities

Page 110: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

350 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

2) Analisis Solvency dan Long Term Debt (Leverage)

Analisis ini menelaah struktur keuangan dan modal perusahaan. Struktur keuangan adalah

bagaimana cara perusahaan mendanai aktivanya. Aktiva perusahaan didanai dengan utang

jangka pendek, utang jangka panjang, dan modal pemegang saham, sehingga seluruh sisi

kanan dari neraca memperlihatkan struktur keuangan.

Struktur modal adalah pendanaan permanen yang terdiri utang jangka panjang, saham

preferen, dan modal pemegang saham. Nilai buku dari modal pemegang saham terdiri dari

saham biasa, modal disetor atau surplus, modal dan akumulasi laba ditahan. Dengan

persamaan :

Struktur Keuangan - Hutang Lancar = Struktur Modal

Pemilihan struktur keuangan merupakan masalah yang menyangkut komposisi pendanaan

yang akan digunakan oleh perusahaan, yang pada akhirnya berarti penentuan berapa banyak

hutang (leverage keuangan) yang akan digunakan oleh perusahaan untuk mendanai

aktivanya.

Bila semua dana untuk membiayai aktiva perusahaan berasal dari pemilik dalam bentuk

saham biasa, perusahaan tidak terikat pada kewajiban tetap untuk membayar bunga atas

hutang yang diambil dalam rangka pendanaan perusahaan. Bunga adalah biaya tetap

keuangan yang harus dibayar dan ditambahkan pada biaya tetap operasi tanpa

mempedulikan tingkat laba perusahaan. Jadi, suatu perusahaan yang menggunakan utang

akan lebih berisiko daripada perusahaan tanpa utang, karena selain mempunyai resiko bisnis,

perusahaan yang menggunakan hutang mempunyai resiko keuangan. Resiko keuangan

timbul karena penggunaan utang, yang menyebabkan lebih besarnya variabilitas laba bersih

(net income).

Leverage keuangan adalah penggunaan hutang. Apabila hasil pengembalian atas aktiva,

yang ditunjukkan oleh besarnya rentabilitas ekonomis, lebih besar daripada biaya hutang,

maka leverage tersebut menguntungkan dan hasil pengembalian atas modal (rentabilitas

modal sendiri) dengan penggunaan leverage ini juga akan meningkat.

Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara resiko dan pengembalian.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan sehubungan dengan struktur modal.

Yang pertama adalah resiko bisnis perusahaan, atau tingkat resiko yang terkandung pada

aktiva perusahaan apabila ia tidak menggunakan hutang. Makin besar resiko perusahaan,

makin rendah resiko utang yang optimal. Faktor kunci yang kedua adalah posisi pajak

perusahaan. Alasan utama untuk menggunakan hutang adalah karena biaya bunga dapat

dikurangkan dalam perhitungan pajak, sehingga meminimalkan biaya hutang yang

sesungguhnya. Faktor ketiga adalah fleksibilitas keuangan, atau kemampuan untuk

Page 111: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

351Analisis Perilaku Indikator Debt Market

menambah modal dengan persyaratan yang masuk akal dalam kedaan yang kurang

menguntungkan.

Rasio-rasio leverage yang umum digunakan antara lain, adalah rasio utang terhadap ekuitas

atau DER (Debt to Equity Ratio). Rasio ini menggambarkan perbandingan hutang dan ekuitas

dalam pendanaan perusahaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri perusahaan

tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya.

DER = Total Debt / Total Equity

3) Analisis Profitabilitas Perusahaan

Rasio profitabilitas akan memberikan jawaban akhir tentang efektivitas manajemen

perusahaan. Rasio ini memberi gambaran tentang tingkat efektivitas pengelolaan perusahaan.

Salah satu rasio profitabilitas yang umum digunakan adalah margin laba bersih (Net Profit

Margin atau Profit Margin on Sales). Rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap

penjualan.

Net Profit Margin = Earning After Taxes ( Net Income) / Sales

4) Analisis Aktivitas

Mengevaluasi revenue dan output yang dihasilkan oleh aset perusahaan.

Eduardo Cavallo & Patricio Valenzuela (2007) Eduardo Cavallo & Patricio Valenzuela (2007) Eduardo Cavallo & Patricio Valenzuela (2007) Eduardo Cavallo & Patricio Valenzuela (2007) Eduardo Cavallo & Patricio Valenzuela (2007) menguji determinan spread corporate bond

dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia pada tahun 1999 sampai dengan tahun

2006. Hasilnya menunjukkan spread corporate bond ditentukan oleh variabel khusus

perusahaan, karakteristik bond, kondisi makroekonomi, resiko sovereign, dan faktor global.

Adapun variabel khusus perusahaan yang digunakan meliputi EBIT/Asset, Equity/Capital,

Debt/Asset, Size, dan volatility equity. Sedangkan kondisi makroekonomi diwakilkan oleh

pertumbuhan GDP dan GDP per kapita.

2.3. Credit Default Swap (CDS)

Credit derivative, salah satu produk kredit terstruktur dan sekuritisasi, dituduh telah secara

khusus berkontribusi kepada terjadinya krisis global (Longstaff dan Myers 2009)3. Diantara

produk derivatif, yang paling populer dan banyak diminati oleh para investor adalah credit

default swap (CDS). Oleh karena itu, adalah umum bagi pasar untuk membaca pergerakan

CDS sebagai salah satu indikator yang menggambarkan risiko default negara.

3 Longstaff F.A and Myers B., 2009. Valuing toxic Assets: An Analysis of CDO equity, National Bureau of Economic Research.

Page 112: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

352 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

Alexander & Kaeck (2007) melakukan penelitian mengenai determinan dari CDS spreads

sejak Juni 2004 sampai dengan Juni 2007. Hasilnya adalah interest rate, stock returns dan

implied volatility berpengaruh signifikan terhadap CDS spreads.

Keng-Yu Ho & Yu-Jen Hsio (2004) menggunakan model Merton dan mengujinya secara

empiris menggunakan data dari tahun 2001 sampai dengan 2004 untuk menganalisa

determinan dari CDS spread. Hasilnya menunjukkan bahwa leverage dan implied volatility

berpengaruh positif dan risk free rate berpengaruh negatif terhadap CDS spread.

Selanjutnya Karlson & Willebrand (2009), melakukan penelitian mengenai determinan

dari CDS spreads dari European financial institution. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menguji seberapa baik determinan teoritis mampu menjelaskan CDS spread dan apakah ada

faktor lain yang mempengaruhinya. Determinan teoritis berdasarkan model Merton adalah

leverage, volatility, dan risk free rate. Data yang digunakan adalah data mingguan CDS spread

30 lembaga keuangan dari Desember 2005 sampai dengan November 2008. Dengan melakukan

estimasi linier data panel menggunakan variabel determinan teoritis dan variabel tambahan

lainnya, diperoleh bahwa perubahan dalam historical volatility, risk free rate, equity return,

implied volatility, square of risk free rate, slope of the yield, bid-ask spread, dan lagged CDS

spread secara statistik signifikan dalam menjelaskan hubungannya dengan perubahan CDS

spread.

Sama seperti bond spreads, CDS telah menjadi salah satu key indicator dari kualitas

kredit dari korporasi, bank dan pemerintah. Biasanya Credit default swap market yang

menentukan bond market sehingga kebanyakan price discovery terjadi di pasar CDS4. Studi

empiris dari Deutsche Bundesbank5 menginformasikan bahwa CDS spread dan bond spread

berkontribusi bagi price discovery di pasar kredit Eropa6. Pasar CDS lebih mendominasi pada

saat normal namun pada saat krisis price discovery lebih ditentukan oleh bond spread. Kedua

nya mengalami fluktuasi pada masa krisis.

2.4. Credit Rating

Credit rating merupakan indikator ketepatwaktuan pembayaran pokok dan bunga utang

bond atau obligasi. Selain itu, credit rating mencerminkan skala resiko bond yang

diperdagangkan. Dengan demikan credit rating menunjukkan skala keamanan bond dalam

4 Blanco, R., S. Brennan, and I.W. Marsh, 2003 ≈An Empirical Analysis of the Dynamic Relationship between Investment Grade Bondsand Credit Default Swaps∆ Working Paper, Bank of England.

5 Niko Dötz, 2007. Time-varying Contributions by the Corporate Bond and CDS Markets to Credit Risk Price Discovery, DeutscheBundesbank, Discussion Paper, Series 2: Banking and Financial Studies

6 The study is based on companies listed in the iTraxx CDS index.

Page 113: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

353Analisis Perilaku Indikator Debt Market

membayar kewajiban pokok dan bunga secara tepat waktu. Semakin tinggi ratingnya, semakin

menunjukkan bahwa bond tersebut terhindar dari resiko default. Sebagaimana dijelaskan diatas,

credit rating untuk sebagaian peneliti seperti Berbecaru Claudia-Floriana (2008) menganggap

Credit rating yang diterbitkan oleh lembaga rating yang independen, sebagai interpretasi dari

kondisi fundamental suatu negara.

Dalam penelitian Berbecaru Claudia-Floriana (2008), dilakukan penelitian yang bertujuan

untuk mengetahui hubungan antara spread EMBIG Romania dan beberapa negara berkembang

lainnya dengan faktor fundamental yang diwakilkan oleh credit rating serta faktor risk appetite

investor internasional yang diwakilkan oleh volatilitas indeks VIX. Hasilnya adalah terdapat

hubungan jangka panjang antara spread EMBIG, credit rating dan indeks VIX.

Di Indonesia terdapat dua lembaga rating, yaitu PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia)

dan Kasnic Credit Rating Indonesia. Sedangkan dalam lingkup internasional terdapat cukup

banyak lembaga rating, di antaranya adalah Moody»s, S&P, dan Fitch. Lembaga rating tersebut

membantu investor dalam memberikan informasi investasi mengenai kemampuan ekonomi

dan finansial penerbit (issuer) bond. Rating bond yang dilakukan oleh lembaga rating

memberikan gambaran tentang kredibilitas (credit worthiness) dan mempengaruhi penjualan

bond tersebut (Fabozzi, 2000). Posisi credit rating biasanya berubah apabila terjadi perubahan

yang cukup signifikan pada faktor-faktor determinannya, misalnya perbaikan kondisi ekonomi,

sosial dan politik yang didukung oleh berbagai paket kebijakan pemerintah yang lebih baik,

atau sebaliknya, memburuknya perekonomian suatu negara. Namun kondisi rating dapat pula

dipengaruhi oleh faktor-faktor global. Perubahan credit rating tidaklah secepat perubahan yield

obligasi ataupun CDS.

III. METODOLOGI

3.1. Spesifikasi Model Empiris

Mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya, berikut spesifikasi model yang digunakan

pada penelitian ini dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi masing-masing

indikator :

1)1)1)1)1) Indikator Indikator Indikator Indikator Indikator Yield Sovereign Global BondYield Sovereign Global BondYield Sovereign Global BondYield Sovereign Global BondYield Sovereign Global Bond

Yield sovereign global bond dikelompokkan menjadi dua, yaitu yield individual sovereign

global bond dan yield composite sovereign global bond. Individual sovereign global bond

merupakan obligasi global atau luar negeri yang diterbitkan oleh pemerintah suatu negara.

Obligasi Pemerintah INDO14 dipilih sebagai wakil dari obligasi-obligasi yang diterbitkan

Page 114: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

354 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

pemerintah Indonesia karena ketersediaan data yang cukup panjang. Sedangkan composite

sovereign global bond adalah komposit dari obligasi global atau foreign emerging market

bond index (EMBI) yang diproduksi oleh JP. Morgan.

Pemilihan model dibawah ini, sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang

memasukkan beberapa variable makroekonomi yang menentukan pergerakan dari spread yield

obligasi seperti penelitian dari Budina & Mantchev (2000), Nogues & Grandes (2001), Min

(1998), Goldman Sachs (Ades et. al. (2000), Rowland & Torres (2004) dan Rowland (2004).

Namun demikian, pengembangan model dilakukan sesuai dengan penelitian dari Eichengreen

& Mody (1998) yang menyimpulkan bahwa bukan hanya fundamental yang menentukan

pandangan pasar tetapi juga faktor eksternal. Oleh karena itu, ditambahkan variabel news

dalam bentuk dummy sebagai faktor yang mempengruhi pergerakan yield sovereign global

bond Indonesia dan Peers dan composite yield.

Secara umum, model empiris yang digunakan terbagi menjadi dua, yakni model penentu

yield obligasi global dengan vektor variabel penentu yang berasal dari domestik dan eksternal.

Berpedoman pada model yang dikembangkan oleh Berbecaru Claudia-Floriana (2008), untuk

menguji apakah faktor-faktor eksternal juga mempengaruhi individual sovereign global bond

Indonesia dengan model empiris berikut:

Indo 14 = f( GDP, FB/GDP, INF, FR, VIX, Fut. RATE, Volat. rate) (III.1)

Dengan menggunakan data yang lebih luas, varian model ini juga dipergunakan untuk

menganalisis determinan yield sovereign global bond beberapa negara yakni Indonesia dan

negara-negara peers-nya. Spesifikasi varian model ini adalah:

Yield = f(GDP, FB/GDP , INF, FR, TEXTD/FR, D1, VIX) (III.2)

Untuk yield komposit, model empiris diaplikasikan pada data Indonesia dan negara-negara

peers-nya sebagai berikut:

EMBI = f (GDP, FB/GDP, REER, DSR, D1) (III.3)

2)2)2)2)2) Indikator Indikator Indikator Indikator Indikator YieldYieldYieldYieldYield Corporate Global Corporate Global Corporate Global Corporate Global Corporate Global BondBondBondBondBond

Sebagaimana yield global sovereign bond, yield corporate global bond dikelompokkan

menjadi dua, yaitu yield individual corporate global bond dan yield composite corporate global

bond. Individual corporate global bond merupakan obligasi global atau luar negeri yang

diterbitkan oleh suatu perusahaan. Sedangkan composite corporate global bond (CEMBI)

merupakan komposit dari obligasi global atau luar negeri yang diterbitkan oleh beberapa

perusahaan di beberapa negara berkembang.

Page 115: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

355Analisis Perilaku Indikator Debt Market

Model yang dibentuk dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian Eduardo Cavallo &

Patricio Valenzuela (2007) dengan mengkombinasikan faktor-faktor mikro dan makro sebagai

determinan dari pergerakan spread corporate bond. Penelitian lain yang merupakan pendukung

kajian ini adalah Douglas, Huang & Vetzal (2009), Yasmine M Eduardo Cavallo & Patricio

Valenzuela (2007), Itasari & Amelia (2007) yang selain faktor makro juga memasukkan rasio

keungan perusahaan (unsur mikro). Menurut IG. K. A. Ulupui, 2006 dan James C. Van Home

(Sawir, 2001), rasio juga dapat menunjukkan profil suatu perusahaan, karakteristik ekonomi,

strategi bersaing dan keunikan karakteristik, keuangan dan investasi analisis . White et.al. (2002)

juga melakukan penekanan pada faktor penting rasio keuangan untuk membandingkan resiko

dan tingkat imbal hasil dari berbagai perusahaan untuk membantu investor dan kreditor

membuat keputusan investasi dan kredit yang baik. Spesifikasi persamaannya adalah:

Yield corporate global bond= f (CR, DER, NPM, ROE, INF)

3)3)3)3)3) Indikator Indikator Indikator Indikator Indikator Yield Credit Default SwapYield Credit Default SwapYield Credit Default SwapYield Credit Default SwapYield Credit Default Swap (CDS) (CDS) (CDS) (CDS) (CDS)

Penelitian ini mengembangkan model Karlson & Willebrand (2009) yang merupakan

pengembangan dari model Merton. Merton menggunakan variable leverage, volatility, dan

risk free rate untuk menjelaskan pergerakan spread CDS sedangkan Karlson & Willebrand

menambahkan variable historical volatility, risk free rate, equity return, implied volatility, square

of risk free rate, slope of the yield, bid-ask spread, dan lagged CDS spread yang secara statistik

signifikan dalam menjelaskan hubungannya dengan perubahan CDS spreads.

Penelitian lain yang mengemukakan variabel CDS yang juga sebagai referensi dalam

penelitian ini adalah Alexander & Kaeck (2007) dan Keng-Yu Ho & Yu-Jen Hsio (2004) yang

menggunakan model Merton dan menghasilkan bahwa leverage dan implied volatility

berpengaruh positif dan risk free rate berpengaruh negatif terhadap CDS spread. Model

emprisinya adalah:

Yield CDS = f( UST, VSTOXX, CDS Bid ask, CDS-1 , GDP)

3.2. Teknik Estimasi dan Data

Teknis estimasi regresi data panel digunakan untuk model yield sovereign peers, yield

composite dan yield CDS peers. Untuk mengestimasi model regresi dengan data panel dapat

digunakan 3 pendekatan yaitu OLS (common effect), variabel dummy (fixed effect), dan random

effect.

Page 116: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

356 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

Data yang digunakan pada penelitian ini terutama data Indonesia (INDO). Namun untuk

mempertajam analisa, dilakukan perbandingan dengan dengan beberapa negara peers (dalam

hal ini memiliki credit rating dalam range yang sama) yaitu Brazil (BRA), Colombia (COL), Panama

(PAN), Peru (PERU), Phillipina (PHIL), Turkey (TURK), dan South Africa (SA). Untuk indikator

corporate global bond, sampel yang digunakan adalah 10 korporasi yang terdiri dari 6

perusahaan dan 4 bank, dimana korporasi tersebut adalah korporasi yang menerbitkan foreign

bond atau global bond yaitu PT. Indosat Tbk (INDOSAT), Medco Energy International (MEDCO),

PT. Excelcomindo Tbk (EXCEL), PT. Matahari putra Prima (MATPUT), Sanyo Elektronik Indonesia

(SANYO), Perusahaan Gas Negara (PGN), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Danamon

(BANDAN), Bank Niaga (BANNI), Bank Lippo (BANLIP). Untuk model data panel, digunakan

data tahunan. Sedangkan untuk model data time series, digunakan data bulanan. Sumber

data yang digunakan adalah Bloomberg, Moody»s, IFS, dan Bank Indonesia.

IV. HASIL DAN ANALISIS

4.1. Yield Individual Sovereign Global Bond

Dengan menggunakan data Indonesia, hasil estimasi atas pengaruh faktor fundamental

dan faktor eksternal terhadap yield obligasi sovereign pemerintah Indonesia (INDO14) diberikan

di bawah ini. Model empiris ini mengacu pada Berbecaru Claudia & Floriana (2008):

Hasil estimasi ini menunjukkan bawah faktor fundamental yang paling signifikan mempengaruhi

yield sovereign global bond Indonesia adalah foreign reserves (FR) sementara faktor eksternalnya

adalah indeks VIX.

Peran foreign reserve sangat signifikan dalam menentukan besarnya asuransi yang

diperlukan oleh investor ketika membeli surat berharga suatu negara. Pengujian empiris ini

menunjukkan bahwa untuk peningkatan foreign reserves sebesar 1% akan menyebabkan

penurunan yield sovereign global bond Indonesia sebesar 0.737%. Sementara itu, indeks VIX

sebagai salah satu pengukuran utama dari ekspektasi pasar volatilitas jangka pendek (30 hari),

yang biasanya menjadi bahan pertimbangan banyak orang untuk menjadi barometer dari

sentimen investor dan volatilitas pasar global, juga sangat signifikan mempengaruhi besarnya

kompensasi yang diperlukan oleh investor ketika memegang surat utang Indonesia. Sebagaimana

Page 117: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

357Analisis Perilaku Indikator Debt Market

dikemukakan sebelumnya, VIX cenderung turun saat sentimen pasar meningkat. Oleh karena

itu, VIX dapat dipertimbangkan sebagai suatu proksi bagi investor untuk menghindari resiko

dan dapat menjelaskan pergerakan spread dari emerging market bond (K.Hartelius, K. Kashiwase,

L.E. Kodres 2008). Namun, berdasarkan penelitian ini, pengaruh foreign reserves lebih besar

dibandingkan dengan pengaruh indeks VIX.

Untuk data kawasan meliputi Indonesia dan peer-nya, estimasi model empiris dilakukan

dengan menggunakan teknik estimasi data panel common effect, dan hasilnya diberikah sebagai

berikut :

Model ini menunjukkan bahwa yield sovereign global bond secara signifikan dipengaruhi

oleh foreign reserves (FR) dan indeks VIX, dan dummy issue (D1). Berdasarkan hasil uji empiris

di atas, persentase perubahan foreign reserves mempengaruhi secara negatif terhadap yield

sovereign global bond yang berarti peningkatan cadangan devisa akan menurunkan yield

sovereign global bond negara-negara tersebut. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang

dilakukan Budina & Mantchev (2000), bahwa foreign reserves dipertimbangkan menjadi faktor

penting pertama saat membahas peluang terjadinya krisis. Karenanya semakin rendah foreign

reserves suatu negara maka semakin rendah peringkat resiko negara tersebut, artinya semakin

besar peluang terjadinya default.

Indeks VIX, berpengaruh positif terhadapyield obligasi soverign global, dimana setiap

peningkatan 1% indkes VIX akan mendorong peningkatan yield sebesar 0,75%. Siginifikansi

indeks VIX ini sejalan dengan pernyataan K.Hartelius, K. Kashiwase, L.E. Kodres (2008) bahwa

indeks VIX dapat dipertimbangkan sebagai suatu proksi bagi investor untuk menghindari resiko.

Yield sovereign gobal bond mencerminkan default risk dari suatu negara dan tingkat

unwillingness investor untuk membeli obligasi negara tersebut. Jadi risk appetite dari investor

yang ditentukan oleh kondisi keuangan investor, resiko likuiditas dalam debt market, sangat

mempengaruhi pergerakan yield sovereign global bond.

Hal yang menarik dari hasil ini adalah variabel dummy issue signifikan mempengaruhi

yield, artinya issue khususnya berita negatif secara signifikan meningkatkan yield. Oleh karena

itu, tampaknya tidaklah tepat apabila pengambil kebijakan meremehkan berbagai isu yang

beredar di pasar terutama apabila isu yang berkembang tersebut bersifat negatif. Untuk

Page 118: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

358 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

merespon hal ini, pemangku kebijakan perlu mengolah berbagai isu yang berkembang di pasar

serta mengupayakan berbagai usaha untuk meminimalisir isu negatif mengenai Indonesia di

pasar internasional. Beberapa cara yang dapat ditempuh antara lain memberi penjelasan,

mengarahkan dan secara konsisten menjaga kredibilitas informasi yang disampaikan.

4.2. Yield Composite Sovereign Global Bond

Dan untuk melihat hubungan antara yield composite sovereign global bond dengan faktor

fundamental beberapa negara termasuk Indonesia, dengan menggunakan estimasi data panel,

maka berdasarkan uji pemilihan model, model yang akan dianalisa adalah model dengan

menggunakan metode common effect. Hasil estimasinya sebagai berikut:

Hasil estimasi ini menunjukkan bahwa untuk data Indonesia dan negara peers-nya, variabel

yang mempengaruhi yield komposit región ini hanya nilai tukar riile efektif (REER) dan resiko

default (DSR), sementara variabel fundamental yakni GDP dan issu pasar, justru tidak memberikan

berpengaruh secara signifikan.

REER atau nilai tukar riil efektif yang merupakan nilai tukar tertimbang suatu mata uang

terhadap sekaranjang mata uang (basket currency) yang telah disesuaikan dengan inflasi pada

tahun tertentu. Umumnya, bobot timbangan nilai tukar masing-masing mata uang ini

menggunakan nilai perdagangan negara-negara tersebut. Karenanya REER lebih tepat digunakan

sebagai indeks untuk mengukur tingkat daya saing ekspor suatu negara. Berdasarkan hasil

estimasi model, apresiasi REER sebesar 1% akan menyebabkan penurunan indeks yield komposit

sebesar 0.2%.

Selain REER, variabel DSR juga signifikan mempengaruhi yield composite sovereign global

bond secara positif. Rasio ini menunjukkan berapa banyak jumlah pendapatan yang dibutuhkan

dalam setahun untuk membayar total hutang tahunan, sehingga semakin besar DSR maka

resiko default akan semakin besar. Hasil estimasi ini menunjukkan bahwa peningkatan resiko

default akibat peningkatan DSR sebesar 1% akan mendorong peningkatan yield komposit

EMBI sebesar 0.289%.

Page 119: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

359Analisis Perilaku Indikator Debt Market

4.3. Yield corporate global bond

Dalam menganalisa kasus yield corporate global bond, berdasarkan jurnal Eduardo Cavallo

& Patricio Valenzuela (2007) dan dengan menggunakan estimasi data panel dan uji pemilihan

model, diperoleh hasil estimasi menggunakan metode common effect sebagai berikut:

Dari hasil estimasi dapat dilihat bahwa hampir seluruh variabel kecuali debt equity ratio (DER)

secara signifikan mempengaruhi yield individual corporate global bond untuk korporasi di

Indonesia.

Return on Equity (ROE) signifikan mempengaruhi yield korporasi Indonesia. Rasio ini

menunjukkan kemampuan modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan. Jadi ketika ROE

suatu perusahaan meningkat maka yield korporasi Indonesia akan menurun. Secara empiris

untuk pasar obligasi perusahaan di Indonesia, peningkatan ROE 1% akan menekan yield obligasi

perusahaan sebesar 0.03%.

Spesifikasi model empiris di atas hanya memasukkan satu variabel makro yaitu inflasi.

Hal ini dikarenakan inflasi merupakan indikator harga yang akan mempengaruhi produksi dan

profit dari korporasi. Berdasarkan hasil estimasi di atas, ternyata inflasi sangat mempengaruhi

yield korporasi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari besarnya koefisien inflasi. Jika inflasi

meningkat sebesar 1% maka yield korporasi Indonesia akan meningkat sebesar 0.702982%.

Pada sisi lain, hasil estimasi empiris di atas menunjukkan adanya anomali dimana pengaruh

current ratio (CR) dan net profit margin (NPM), memberikan pengaruh positif terhadap yield obligasi

korporasi, dan ini berkebalikan dengan teori. Current ratio menunjukkan perbandingan aset lancar

perusahaan terhadap utang lancar, sehingga magnitude CR yang lebih besar menunjukkan

fundamental perusahaan yang semakin baik. Konsekuensinya adalah, yield obligasi yang diterbitkan

perusahaan yang sehat tersebut, tidak perlu besar atau cenderung lebih rendah dibandingkan

perusahaan yang fundamentalnya lebih lemah. Ini berarti CR seharusnya berpengaruh negatif

terhadap yield. Logika yang sama juga berlaku untuk keuntungan perusahaan (NPM).

Berdasarkan penelitian Ulupui (2006), dugaan mengenai anomali ini adalah karena pasca

krisis ekonomi, investor mulai memperhatikan manajemen kas, piutang, dan persediaan

perusahaan sebelum mengambil keputusan untuk berinvestasi. Dengan demikian, meskipun

Page 120: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

360 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

aset lancar jauh melebihi kewajiban lancar atau meskipun tingkat keuntungan semakin besar

namun kondisi-kondisi tersebut masih tetap memberikan kekhawatiran bagi investor akan

kemampuan perusahaan dalam mengelola kas dan piutang.

Pada dasarnya, current ratio menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) atau

kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tersebut. Tetapi suatu perusahaan

dengan current ratio yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat dibayarnya hutang

perusahaan yang sudah jatuh tempo karena terdapat kemungkinan bahwa besarnya persediaan

yang menjadi faktor penyebab menggunungnya aset. Proporsi atau distribusi dari aktiva lancar

yang tidak menguntungkan, karena jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran

tingkat penjualan yang akan datang tersebut menyebabkan tingkat perputaran persediaan

rendah dan menunjukkan adanya over investment dalam persediaan tersebut. Ditambah lagi

kondisi saldo piutang yang besar namun sulit untuk ditagih. Oleh karena itu, rendahnya

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan bagi perusahaan akan meningkatkan

risiko perusahaan tersebut mengalami default. Oleh karena itu, yield masih tetap meningkat.

Disamping itu, meskipun pada umumnya suatu current ratio yang rendah lebih banyak

mengandung risiko dari pada suatu current ratio yang tinggi, tetapi kadang-kadang suatu current

ratio yang rendah malahan menunjukkan pimpinan perusahaan menggunakan aktiva lancar dengan

sangat efektif. Yaitu bila saldo disesuaikan dengan kebutuhan minimum saja dan perputaran

piutang dari persediaan ditingkatkan sampai pada tingkat maksimum. Jumlah kas yang diperlukan

tergantung dari besarnya perusahaan dan terutama dari jumlah uang yang diperlukan untuk

membayar utang lancar, berbagai biaya rutin dan pengeluaran darurat (Tunggal, 1995: 157).

Dalam hal NPM, secara umum NPM merupakan salah satu rasio profitabilitas yang akan

memberikan jawaban akhir tentang efektivitas manajemen perusahaan. Rasio ini memberi

gambaran tentang tingkat efektivitas pengelolaan perusahaan. Semakin besar rasio NPM maka

net profit-nya juga akan semakin besar sehingga dapat dikatakan tingkat efektivitas pengelolaan

perusahaan semakin baik. Hal ini akan berdampak pada resiko default akan semakin kecil.

Tetapi jika net profit yang besar tersebut lebih banyak digunakan untuk membayar pajak atau

biaya-biaya lainnya yang jumlahnya lebih besar dari pembayaran utang maka dampaknya

terhadap resiko default akan cenderung membesar.

4.4. Yield CDS

Berdasarkan model yang digunakan dalam penelitian Alexander & Kaeck (2007) untuk

menganalisa hubungan antara yield CDS Indonesia dengan faktor determinansinya, hasil estimasi

menggunakan metode OLS adalah sebagai berikut:

Page 121: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

361Analisis Perilaku Indikator Debt Market

Berdasarkan hasil estimasi di atas, terdapat tiga variabel yang signifikan mempengaruhi

yield CDS Indonesia. Pertama adalah implied volatility yang mencerminkan pandangan pasar

terhadap Indonesia yang dicerminkan oleh perubahan VStoxx index. Jika terjadi peningkatan

index sebesar 1%, akan meningkatkan probabilitas terjadinya default (yield) sebesar 0.138352%.

Selain itu yield CDS juga dipengaruhi secara positif oleh nilai yield CDS sebelumnya sebesar

0.891946%.

Selain faktor eksternal, terdapat faktor fundamental makroekonomi yang mempengaruhi

yield CDS Indonesia secara negatif, yaitu pertumbuhan GDP riil. Hal ini menunjukkan bahwa

tingkat risiko negara khususnya Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan

ekonomi Indonesia, yang dicerminkan oleh GDP riil Indonesia. Hal ini sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa semakin baik kondisi ekonomi suatu negara semakin kecil risiko default

negara tersebut dipandang oleh investor. Namun dari ketiga variabel yang signifikan

mempengaruhi pergerakan yield CDS Indonesia tersebut, yang memiliki pengaruh paling besar

adalah yield CDS sebelumnya. Oleh karenanya, upaya yang terus-menerus untuk menjaga

pergerakan CDS pada level yang dianggap aman sangat penting dilakukan.

Untuk menganalisa hubungan antara yield CDS Indonesia dan peers dengan faktor

determinansinya digunakan model yang sama dengan sebelumnya, hanya saja metode yang

digunakan berbeda yaitu estimasi data panel. Maka berdasarkan uji pemilihan model, model

yang akan dianalisa adalah model menggunakan metode fixed effect :

Page 122: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

362 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

_PHILƒC -0.644844_INDOƒC 0.138755_BRAƒC -1.266955_COLƒC 2.481957_PERUƒC -0.680520_TURKƒC 0.225518_PANƒC -0.553362_SAƒC 0.299449

dengan fixed effect (cross) masing-masing negara sebagai berikut :

Sama halnya dengan yield CDS Indonesia, perubahan VStoxx index yang mencerminkan

tingkat risiko negara berlaku juga untuk peers. Meningkatnya volatilitas akan meningkatkan

probabilitas terjadinya default. Dan ketika probabilitas default meningkat maka biaya asuransi

untuk default tersebut yang digambarkan oleh yield CDS, akan meningkat juga. Oleh karena

itu, yield CDS akan meningkat ketika volatilitas meningkat. Jadi dapat disimpulkan bahwa yield

CDS sangat ditentukan oleh volatilitas yang diproksikan oleh indeks VStoxx.

V. KESIMPULAN

Penelitian ini menganalisis pasar hutang di Indonesia dengan fokus pada 2 indikator

yakni yield obligasi (individual maupun komposit) dan yield CDS (Credit Default Swap). Penelitian

ini memberikan beberapa kesimpulan, pertama, secara empiris penelitian ini menunjukkan

bahwa dalam pasar hutang di Indonesia, tingkat inflasi, cadangan luar negeri (yang

mencerminkan kondisi likuiditas) dan indeks VIX (yang mencerminkan tingkat sentimen pasar),

berpengaruh terhadap pergerakan yield obligasi global pemerintah Indonesia. Kesimpulan ini

sejalan dengan kondisi pasar hutang individual sejumlah negara peers Indonesia. Untuk yield

komposit obligasi pemerintah (composite sovereign global bond), faktor yang berpengaruh

adalah nilai tukar efektif riil atau REER dan debt service ratio (DSR). Kedua, pergerakan yield

untuk obligasi korporasi, dipengaruhi oleh kondisi fundamental perusahaan yakni current ratio,

net profit margin, return on equity dan juga oleh inflasi. Untuk indikator yield CDS, yield CDS

Indonesia secara signifikan dipengaruhi oleh indeks VSTOXX, yield CDS sebelumnya dan

pertumbuhan GDP

Hasil penelitian ini memberikan beberapa implikasi. Bagi otoritas moneter, paling tidak

terdapat 2 hal, pertama mengingat bahwa inflasi secara signifikan mempengaruhi pergerakan

yield global government bond Indonesia. Oleh karena itu, Bank Indonesia sebagai otoritas

yang bertanggungjawab dalam menjaga tingkat inflasi perlu memiliki komitmen yang kuat

Page 123: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

363Analisis Perilaku Indikator Debt Market

untuk secara kontinyu meningkatkan transparansi dan kecepatan informasi atas kebijakan

moneter yang diambil sesuai dengan international best practices dalam inflation targeting

framework. Disamping itu juga perlu melakukan optimasi penggunakan media dan perluasan

akses bagi pasar dalam penyampaian infomasi dan data terkait kebijakan moneter. Kedua,

Bank Indonesia perlu terus melakukan upaya dalam mengamankan jalur supply likuiditas valas

agar tidak menimbulkan tekanan pada nilai tukar dan agar nilai tukar benar-benar mencerminkan

faktor fundamentalnya, baik dalam bentuk supply demand valas untuk kegiatan ekspor-impor,

FDI, pinjaman luar negeri maupun portfolio investment.

Page 124: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

364 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

Ades, Alberto, Frederico Kaune, Paulo Leme, Rumi Masih, and Daniel Tenengauzer, 2000,

≈Introducing GS-ESS: A New Framework for Assessing Fair Value in Emerging Markets Hard-

Currency Debt∆, Global Economic Paper No. 45, Goldman Sachs, New York.

Alexander, Carol., and Kaeck, Andreas., 2007, ≈Regime Dependent Determinants of Credit

Default Swap Spreads∆, ICMA Centre, University of Reading, UK.

Blanco, R., S. Brennan, and I.W. Marsh, 2003, ≈An Empirical Analysis of the Dynamic Relationship

between Investment Grade Bonds and Credit Default Swaps∆, Working Paper, Bank of

England.

Budina, Nina, and Tzvetan Mantchev, 2000, ≈Determinants of Bulgarian Brady Bond Prices: An

Empirical Assessment∆, Policy Research Working Paper No. WPS 2277, The World Bank,

Washington D.C.

Cavallo, E., and Valenzuela, P., 2007, ≈The Determinants of Corporate Risk in Emerging Markets

: An Option-Adjusted Spread Analysis∆, IMF Working Paper No. WP/07/228.

Claudia-Floriana, Berbecaru, 2008, ≈Determinants of Spreads of Romanian Sovereign Bonds :

An Application on The EMBIG Spreads∆, dissertation paper of The Academy of Economic

Studies Bucharest.

Douglas, Alan.V.S., Huang, Alan.G, and Vetzal. Kenneth.R., 2009, ≈Cash Flow Volatility and

Corporate Bond Yield Spreads∆, School of Accounting and Finance, University of Waterloo,

Kanada.

Edwards, Sebastian, 1983, ≈LDC»s Foreign Borrowing and Default Risk: An Empirical Investigation

1976-1980∆, Working Paper No. 298, Department of Economics, University of California,

Los Angeles.

Eichengreen, Barry, and Ashoka Mody, 1998, ≈What Explains Changing Spreads on Emerging-

Market Debt? Fundamentals or Market Sentiment?∆, NBER Working Paper No 6408

(Cambridge, MA : National Bureau of Economic Research).

Howeling, P. and T. Vorst, 2001, «»An Empirical Comparison of Default Swap Pricing Models»»,

mimeo, Rabobank.

IMF and World Bank, 2003, ≈Guideline for Public Debt Management,∆∆IMF Publication on

Public Debt.

Karlson, E. and Willebrand, N., 2009, ≈Examining The Determinants of Credit Default Swap

Spreads∆, A Study of European Financial Institutions, Stockholm University.

DAFTAR PUSTAKA

Page 125: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

365Analisis Perilaku Indikator Debt Market

Longstaff F.A and Myers B., 2009, ≈Valuing toxic Assets : An Analysis of CDO equity∆, National

Bureau of Economic Research.

Meitasari, Yasmine, dan Emelia, 2007, ≈Analisa Pengaruh Suku Bunga dan Rasio-Rasio Keuangan

terhadap Return Obligasi Korporasi (Studi Kasus pada Obligasi yang Memiliki Peringkat

Investment Grade yang Terdaftar di Bursa Efek Surabaya Periode 2003-2005)∆, Skripsi

Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra, Surabaya.

Merton, R., 1974, ≈On the Pricing of Corporate Debt: The Risk Structure of Interest

Rates,∆∆Journal of Finance No. 29 Vol. 2, pp. 449-70.

Niko Dötz, 2007, ≈Time-varying Contributions by the Corporate Bond and CDS Markets to

Credit Risk Price Discovery∆, Deutsche Bundesbank, Discussion Paper, Series 2 : Banking

and Financial Studies.

Nogués, Julio, and Martín Grandes, 2001, ≈Country Risk: Economic Policy, Contagion Effect or

Political Noise?∆, Journal of Applied Economics, Vol. 4, No. 1, May, pp.125-162.

Rojas, Alvaro, and Felipe Jaque, 2003, ≈Determinants of the Chilean Sovereign Spread : Is It

Purely Fundamentals?∆, Documentos de Trabajo, Banco Central de Chile.

Rowland, Peter, 2004, ≈The Colombian Sovereign Spread and its Determinants∆, Borradores

de Economía, Banco de la República, Bogotá.

, 2004, ≈Determinants of Spread, Credit Ratings and Creditworthiness for Emerging

Market Sovereign Debt : A Follow-Up Study Using Pooled Data Analysis∆,∆Borradores de

Economía, Banco de la República, Bogotá.

, and Torres, Jose.L., 2004, ≈Determinant of Spread and Creditworthiness for Emerging

Market Sovereign Debt : A Panel Data Study∆, Borradores de Economía, Banco de la República,

Bogotá.

Sawir, A., 2001, Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. PT. Gramedia

Putaka Utama, Jakarta.

Tunggal, AW., 1995, Dasar-dasar Analisa Laporan Keuangan. Rineka Utama, Jakarta.

Ulupui, I. G. K. A, 2006, ∆Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, dan Profitabilitas

terhadap Return saham (Studi pada Perusahaan Makanan dan Minuman dengan Kategori

Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Jakarta)∆,∆Jurnal Akuntansi dan Bisnis. Vol. 2. No.

1, Januari: 88 √ 102.

White G.I., Ashwinpaul C. Sondhi dan Dov Fried, 2003, ≈The Analysis and Use of Financial

Statements∆. USA : John Wiley. pg. 119ƒ135.

Page 126: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

366 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2011

halaman ini sengaja dikosongkan

Page 127: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

PETUNJUK PENULISAN

1. Naskah harus merupakan karya asli penulis (perorangan, kelompok atau institusi) yang tidak

melanggar hak cipta. Naskah yang dikirimkan, belum pernah diterbitkan dan tidak sedang

dikirimkan ke penerbit lain pada waktu yang bersamaan. Hak cipta atas naskah yang diterima,

TETAP menjadi hak penulis.

2. Setiap naskah yang disetujui untuk diterbitkan, akan mendapatkan kompensasi finansial

sebesar Rp 2.500.000,-.

3. Naskah dapat dikirimkan dalam bentuk softcopy (file). Sangat disarankan untuk mengirimkan

softcopy anda ke:

[email protected] (Cc. to: [email protected].)

Jika tidak memungkinkan, file tersebut dapat disimpan dalam disket atau CD dan dikirimkan

melalui pos ke alamat redaksi berikut:

BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN

Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank Indonesia

Gedung B, Lt. 20, JI. M. H. Thamrin No.2

Jakarta Pusat, INDONESIA Telpon: 62-21-3818202, Fax: 62-21-3800394

4. Naskah dibatasi.+ 25 halaman berukuran A4, spasi satu (1), font Times New Roman dengan

ukuran font 12.

5. Persamaan matematis dan simbol harap ditulis dengan mempergunakan Microsoft Equation.

6. Setiap naskah harus disertai abstraksi, maksimal satu (1) halaman ukuran A4. Untuk naskah

yang ditulis dalam bahasa Indonesia, abstraksi-nya ditulis dalam Bahasa Inggris, dan

sebaliknya.

7. Naskah harus disertai dengan kata kunci (Keyword) dan dua digit nomor Klasifikasi Journal

of Economic Literature (JEL). Lihat klasifikasi JEL pada, http:// www.aeaweb.org/journal/

jel_class_system.html.

8. Naskah ditulis dengan penyusunan BAB secara konsisten sebagai berikut,

Page 128: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Indonesia di tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai kisaran 6,0-6,5% dan pada tahun ... (SDA) yang semakin besar. Di sisi lain,

368 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Januari 2011

I. JUDUL BAB

I.1. Sub Bab

I.1.1. Sub Sub Bab

9. Rujukan dibuat dalam footnote (catatan kaki) dan bukan endnote.

10.Sistem referensi dibuat mengikuti aturan berikut,

a. Publikasi buku:

John E. HankeJohn E. HankeJohn E. HankeJohn E. HankeJohn E. Hanke dan Arthur G. ReitschArthur G. ReitschArthur G. ReitschArthur G. ReitschArthur G. Reitsch, (1940), Business Forecasting, PrenticeHall, New

Jersey.

b. Artikel dalam jurnal:

Rangazas, Peter.Rangazas, Peter.Rangazas, Peter.Rangazas, Peter.Rangazas, Peter. ≈Schooling and Economic Growth: A King-Rebelo Experiment with

Human Capital∆, Journal of Monetary Economics, Oktober 2000,46(2), hal. 397-416.

c. Artikel dalam buku yang diedit orang lain: Frankel, Jeffrey A.Frankel, Jeffrey A.Frankel, Jeffrey A.Frankel, Jeffrey A.Frankel, Jeffrey A. dan Rose, Andrew K.Rose, Andrew K.Rose, Andrew K.Rose, Andrew K.Rose, Andrew K.

≈Empirical Research on Nominal Exchange Rates∆, dalam Gene Grossman dan Kenneth

Rogoff, eds., Handbook of International Economics. Amsterdam: North-Holland, 1995,

hal. 397-416.

d. Kertas kerja (working papers):

Kremer, MichaelKremer, MichaelKremer, MichaelKremer, MichaelKremer, Michael dan Chen, DanielChen, DanielChen, DanielChen, DanielChen, Daniel. ≈Income Distribution Dynamics with Endogenous

Fertility∆. National Bureau of Economic Research (Cambridge, MA) Working Paper

No.7530, 2000.

e. Mimeo dan karya tak dipublikasikan: Knowles, JohnKnowles, JohnKnowles, JohnKnowles, JohnKnowles, John. ≈Can Parental Decision Explain

U.S. Income Inequality?∆, Mimeo, University of Pennsylvania, 1999.

f. Artikel dari situs WEB dan bentuk elektronik lainnya: Summers, RobertSummers, RobertSummers, RobertSummers, RobertSummers, Robert dan HestonHestonHestonHestonHeston, Alan

W. ≈Penn World Table, Version 5.6∆ http:// pwtecon.unpenn.edu/, 1997.

g. Artikel di koran, majalah dan periodicals sejenis: Begley, Sharon.Begley, Sharon.Begley, Sharon.Begley, Sharon.Begley, Sharon. ≈Killed by Kindness∆,

Newsweek, April 12, 1993, hal. 50-56.

11.Naskah harus disertai dengan biodata penulis, lengkap dengan alamat, telepon, rekening

Bank dan e-mail yang dapat dihubungi. Disarankan untuk menulis biodata dalam bentuk

CV (curriculum vitae) lengkap.