tinjauan kebijakan moneter - november 2011 · oleh terjaganya daya beli dan optimisme konsumen....
TRANSCRIPT
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
1
Tinjauan Kebijakan MoneterNovember 2011
Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan
oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG)
pada setiap bulan Januari, Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus,
September, dan November. Laporan ini dimaksudkan sebagai
media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan
penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi
moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian
Indonesia serta respon kebijakan moneter Bank Indonesia yang
dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara
triwulanan pada setiap bulan April, Juli, Oktober dan Desember.
Secara rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan
terkini mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter selama
bulan laporan, serta keputusan respon kebijakan moneter yang
ditempuh Bank Indonesia.
Dewan Gubernur
Darmin Nasution Gubernur
Hartadi A. Sarwono Deputi Gubernur
Muliaman D. Hadad Deputi Gubernur
Ardhayadi Mitroatmodjo Deputi Gubernur
Budi Mulya Deputi Gubernur
Halim Alamsyah Deputi Gubernur
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
2
Daftar Isi
I. Statement Kebijakan Moneter .....................................................3
II. Perkembangan dan Kebijakan Moneter ......................................5
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ......................................................5
Neraca Pembayaran Indonesia ..........................................................9
Inflasi ................................................................................................9
Nilai Tukar Rupiah ...........................................................................11
Transmisi Kebijakan Moneter .........................................................12
Suku Bunga .................................................................................12
Dana, Kredit, dan Uang Beredar ..................................................14
Pasar Saham ................................................................................15
Pasar Surat Berharga Negara (SBN) ..............................................17
Pasar Reksadana ..........................................................................18
Kondisi Perbankan .......................................................................19
III. Respons Kebijakan Moneter .......................................................20
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
3
I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER
Dewan Gubernur menilai bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat meskipun kekhawatiran terhadap prospek ekonomi dunia masih tinggi. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III
2011 mencapai 6,5% yang didukung oleh tingginya ekspor dan kuatnya
konsumsi. Pencapaian tersebut mengindikasikan masih terbatasnya
dampak gejolak ekonomi global terhadap perekonomian domestik. Pada
triwulan IV 2011, pertumbuhan ekonomi berpotensi lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya, ditopang oleh masih kuatnya konsumsi rumah
tangga dan ekspor serta prakiraan peningkatan belanja Pemerintah pada
bulan terakhir. Prakiraan kuatnya konsumsi rumah tangga didukung
oleh terjaganya daya beli dan optimisme konsumen. Sementara itu,
pertumbuhan ekspor diprakirakan masih tinggi. Secara keseluruhan tahun
2011, pertumbuhan ekonomi diprakirakan mencapai 6,5%. Sektor-sektor
yang diprakirakan menjadi pendorong utama adalah sektor industri, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor transportasi dan komunikasi.
Dewan Gubernur berpandangan hingga saat ini pasar keuangan domestik terus membaik. Kondisi yang membaik tersebut seiring
dengan berbagai langkah kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan
Pemerintah dalam memitigasi dampak gejolak ekonomi global. Hal itu
tercermin pada kinerja bursa saham yang meningkat dan imbal hasil
SBN yang menurun. Di sisi lain, suku bunga pasar uang antar bank juga
cenderung menurun seiring dengan tersedianya likuiditas yang memadai.
Dalam kaitan ini penyesuaian BI Rate ke level 6,0% diharapkan dapat
memperbaiki struktur suku bunga menurut berbagai tenor jatuh tempo.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV 2011 diprakirakan akan mengalami surplus yang cukup besar setelah mengalami defisit pada triwulan sebelumnya. Defisit NPI pada
triwulan III 2011 lebih banyak disebabkan oleh imbas negatif dari krisis
utang di Eropa yang memicu sebagian investor asing keluar dari pasar
saham dan surat utang negara. Sementara itu, sentimen positif pada
prospek perekonomian Indonesia dan masih menariknya imbal hasil
investasi di Indonesia diprakirakan menjadi daya dorong masuknya kembali
modal asing ke Indonesia pada triwulan IV 2011 sehingga memperbaiki
kinerja transaksi modal dan finansial (TMF). Selain itu, penarikan utang
luar negeri juga diperkirakan tetap tinggi sejalan dengan realisasi investasi
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
4
swasta dan pengeluaran Pemerintah yang meningkat pada triwulan
IV 2011. Untuk keseluruhan tahun 2011, NPI diprakirakan masih akan
mencatat surplus yang cukup besar. Sementara itu, cadangan devisa
pada akhir Oktober 2011 tercatat sebesar 114 miliar dolar AS atau setara
dengan 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
Nilai tukar rupiah masih mengalami tekanan dengan intensitas dan pergerakan yang lebih rendah. Pada Oktober 2011, nilai tukar rupiah
secara rata-rata melemah 1,36% (mtm) menjadi Rp8.865 per dolar AS.
Risiko terkait prospek ekonomi Eropa dan AS telah mendorong investor
melakukan penyesuaian instrumen investasinya sehingga menimbulkan
tekanan pada nilai tukar. Selain itu, permintaan valas untuk memenuhi
pembayaran impor yang meningkat juga turut menekan nilai tukar rupiah.
Namun, berbagai langkah kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah dapat
membatasi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Bank Indonesia terus
memonitor perkembangan nilai tukar rupiah dan memastikan kecukupan
likuiditas rupiah dan valas yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan
pasar domestik.
Tekanan inflasi terus menurun seiring dengan penurunan harga komoditas global, pasokan yang memadai serta ekspektasi inflasi yang membaik. IHK pada Oktober 2011 mengalami deflasi sebesar
0,12% (mtm) atau 4,42% (yoy), didorong oleh deflasi kelompok inti
dan volatile food. Deflasi kelompok inti antara lain diakibatkan oleh
menurunnya harga komoditas global, khususnya emas. Sementara itu,
deflasi harga bahan pangan sejalan dengan memadainya pasokan yang
didukung oleh membaiknya produksi dan impor serta lancarnya distribusi.
Inflasi tahun 2011 diprakirakan akan menuju batas bawah target inflasi
pada kisaran 4%.
Perkembangan sistem perbankan menunjukkan stabilitas yang tetap terjaga dengan fungsi intermediasi yang membaik, meskipun sempat terjadi gejolak di pasar keuangan akibat pengaruh global. Terjaganya stabilitas industri perbankan dicerminkan oleh tingginya
rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh
di atas minimum 8% dan rendahnya rasio kredit bermasalah (NPL/Non
Performing Loan) gross di bawah 5%. Sementara itu, penyaluran kredit
untuk pembiayaan kegiatan perekonomian terus meningkat, sebagaimana
tercermin pada pertumbuhan kredit yang mencapai 25,3% (yoy) hingga
akhir September 2011 dengan kredit investasi sebesar 31,1% (yoy) dan
kredit modal kerja sebesar 24% (yoy) serta kredit konsumsi sebesar 23,8%
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
5
(yoy). Bank Indonesia tetap fokus menjaga stabilitas sistem perbankan dan
memperkuat fungsi intermediasi dengan tetap memperhatikan prinsip
kehati-hatian, sehingga perekonomian nasional tetap dapat mencapai
pertumbuhan yang optimal di tengah kekhawatiran terhadap prospek
perekonomian global.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada tanggal 10 November 2011 memutuskan untuk menurunkan kembali BI Rate sebesar 50 bps menjadi 6,00%. Penurunan BI Rate tersebut sejalan
dengan tekanan inflasi ke depan yang semakin rendah sekaligus sebagai
langkah perbaikan terhadap struktur suku bunga (term structure) jangka
pendek, menengah dan panjang. Penurunan tersebut juga dimaksudkan
untuk mengurangi dampak memburuknya prospek ekonomi global
terhadap perekonomian Indonesia. Indikator produksi dan konsumsi
negara-negara maju masih terus melambat, sementara pasar keuangan
global masih cenderung volatile meskipun sempat rebound. Sementara
itu, kondisi pasar keuangan domestik semakin stabil disertai sentimen
pasar yang positif seiring dengan berbagai kebijakan yang ditempuh Bank
Indonesia bersama dengan Pemerintah. Ke depan, Dewan Gubernur
terus mewaspadai perkembangan ekonomi global yang masih diliputi
ketidakpastian, seiring belum solidnya penyelesaian masalah utang dan
fiskal di Eropa dan AS. Dewan Gubernur akan menempuh respons suku
bunga serta bauran kebijakan moneter dan makroprudensial lainnya untuk
menjaga stabilitas makroekonomi dan memitigasi potensi penurunan
kinerja perekonomian Indonesia dengan tetap mengutamakan pencapaian
sasaran inflasi, yaitu 5%±1% pada tahun 2011 dan 4,5%±1% pada tahun
2012.
II. PERKEMBANGAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER
Pertumbuhan Ekonomi IndonesiaKinerja perekonomian pada triwulan IV 2011 diprakirakan tumbuh menguat seiring dengan peningkatan aktivitas domestik. Di sisi
permintaan, konsumsi rumah tangga dan investasi diprakirakan tumbuh
meningkat sejalan dengan meningkatnya keyakinan konsumen dan
optimisme pelaku usaha. Belanja pemerintah juga diperkirakan meningkat
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
6
sesuai dengan pola historisnya. Di sisi eksternal, kinerja ekspor menghadapi
tantangan akibat penurunan akselerasi perekonomian global. Sementara
itu, walaupun melambat pertumbuhan impor tetap pada level yang tinggi
sejalan dengan masih kuatnya permintaan domestik. Dari sisi penawaran,
kinerja sektor tradables diperkirakan tumbuh tinggi terutama ditopang
oleh sektor industri pengolahan. Sementara itu, kinerja sektor nontradables
diprakirakan tumbuh tinggi yang ditopang oleh sektor perdagangan, hotel,
dan restoran (PHR), sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor
bangunan.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2011 diprakirakan tumbuh meningkat. Keyakinan konsumen yang tetap tinggi mendukung
pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Hal tersebut tercermin dari Indeks
Keyakinan Konsumen BI yang naik menjadi 116,1 pada Oktober 2011
(Grafik 2.1), didukung oleh meningkatnya persepsi konsumen atas kondisi
ekonomi saat ini dan ekspektasi ekonomi enam bulan mendatang. Nilai
tukar rupiah yang relatif terjaga, meski mengalami sedikit pelemahan, juga
mendukung konsumsi rumah tangga melalui jalur impor barang konsumsi.
Sementara itu, berdasarkan Consensus Forecast Oktober 2011 ekspektasi
inflasi semakin membaik, turun dari 5,6% (yoy) menjadi 5,5% (yoy) untuk
tahun 2011 dan turun dari 5,9% (yoy) ke 5,7% (yoy) untuk tahun 2012
(Grafik 2.2). Beberapa indikator dini juga mendukung akselerasi konsumsi
rumah tangga. Pertumbuhan penjualan sepeda motor pada September
2011 mengalami peningkatan yang signifikan (51%, yoy), didukung oleh
pulihnya rantai pasokan setelah libur hari raya keagamaan. Sementara itu,
penjualan mobil walaupun tumbuh melambat, namun penjualan pada
Oktober 2011 tumbuh 24,83%, lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan
penjualan sepanjang tahun 2011 yang sebesar 20,22% (Grafik 2.3). Daya
beli konsumen kelompok pelaku usaha diprakirakan meningkat seiring
masih tingginya profit margin1 terutama pada sektor pertambangan.
Membaiknya suku bunga riil simpanan deposito satu dan tiga bulan
mulai triwulan II 2011 berpotensi meningkatkan penghasilan konsumen,
khususnya deposan. Namun, suku bunga riil simpanan tabungan masih
tercatat negatif (Grafik 2.4). Sedangkan kredit konsumsi riil sebagai salah
satu sumber pembiayaan konsumsi terus tumbuh diatas 20%, tidak
terpengaruh oleh suku bunga kredit konsumsi riil yang tetap tinggi.
Grafik 2.1 Indeks Keyakinan Konsumen - SK BI
Grafik 2.2 Ekspektasi Inflasi - Consensus Forecast
Grafik 2.3 Pertumbuhan Penjualan Mobil dan Sepeda Motor
1 Profit Margin = Net Income / Sales
�������
����
����
����
����
�����
�����
�����
�����
�����
���� ���� ���� ����� � � � �� �� � � � � �� �� � � � � �� �� � � � � ���
����������
����������
������������������������
�������������������������
�������������������������������������������
���������������������������������
�����������������������������������
��������������
������
���
���
���
���
���� � � � � � � � � �� �� ��
��������������������������������������������������
���� ����
���� ��������
����
����
���� �������� ����
�������� ����
������
����
����
���
���
�������������
����
����
�
��
��
��
��
���
����������������������������������������
����������������
���� ���� ���� ����� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � �
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
7
Konsumsi Pemerintah diperkirakan akan tumbuh tinggi pada triwulan IV 2011. Setelah penyerapan yang rendah pada triwulan III
2011, peningkatan belanja anggaran berpotensi terjadi secara maksimal
pada triwulan IV 2011 sesuai dengan pola historisnya. Hingga triwulan III
2011 penyerapan belanja pemerintah hanya mencapai 58,6% dari budget,
sedikit membaik dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun,
pengeluaran untuk belanja barang dan modal yang diperlukan untuk
mendorong investasi justru menurun.
Kinerja investasi diprakirakan masih akan terakselerasi pada triwulan IV 2011. Pertumbuhan investasi didukung oleh optimisme
pelaku usaha yang tercermin dari hasil Survei Keyakinan Dunia Usaha
(SKDU) yang memprakirakan nilai investasi terus meningkat pada
semester II 2011 dengan investasi dominan berupa investasi baru
(Grafik 2.5). Iklim investasi yang kondusif sebagai pendorong investasi
sejalan dengan indeks tendensi bisnis BPS yang membaik pada triwulan
III 2011 (Grafik 2.6). Akselerasi pertumbuhan investasi ditopang baik
oleh investasi bangunan maupun nonbangunan. Investasi bangunan
diprakirakan tumbuh meningkat, terindikasi dari sedikit meningkatnya
penjualan semen pada triwulan III 2011 yaitu sebesar 22,79% (yoy) dari
20,90% pada triwulan sebelumnya. Impor barang-barang konstruksi
tumbuh meningkat pada September 2011 (51,28% yoy), ditopang oleh
membaiknya impor keramik, kaca dan material batu/semen (Grafik 2.7).
Sementara itu, investasi nonbangunan tumbuh meningkat, didorong oleh
membaiknya investasi baik sektor manufaktur maupun alat transportasi.
Volume impor barang modal dan perlengkapan meningkat signifikan
pada September 2011. Sejalan dengan kenaikan tersebut, impor alat
angkut baik mobil penumpang, suku cadang maupun alat angkut untuk
industri juga tercatat meningkat. Indeks produksi khususnya mesin dan
peralatan juga tumbuh meningkat pada triwulan III 2011. Namun, tingkat
penggunaan kapasitas produksi industri pengolahan menurut SKDU pada
triwulan III 2011 mencapai 73,14%, sedikit turun dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang sebesar 74,29%. Penurunan kapasitas utilisasi
juga dikonfirmasi oleh hasil survei produksi bulan September 2011 yang
menunjukkan kapasitas utilisasi industri pengolahan nonmigas sebesar
77,80%, sedikit melambat dari bulan sebelumnya 77,94%.
Kinerja permintaan eksternal pada triwulan IV 2011 berpotensi melambat sejalan dengan penurunan akselerasi perekonomian global. Hal tersebut didukung oleh realisasi volume perdagangan
dunia hingga pertengahan triwulan III 2011 yang terkoreksi turun.
Grafik 2.4 Suku Bunga Riil : Tabungan & Deposito
Grafik 2.5 Sifat Investasi - SKDU
Grafik 2.6 PMTB Bangunan & Indikator
�
�����
����
����
����
����
���
���
���
���
���
���� ���� ���� ����� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ����
��������������������������
���������������������������������������������������������������������������������
�����������������������������������������
�
�������������������
�������������
�������������������
���
�������������� ����������� ����������������������������
���� ���� ���� ������� ���� ��� ���� ��� ���� ��� �����
����� ����� ����� ����� ����� ����� ����� �����
����� ���������� ����� ����� ����� ����� �����
����� ����� ����� ����� ����� ����� ����� �����
����� �����
���������������������������������������
������������
���������
���������
���� ���� ���� ����� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���
������������������������
�����������������������������������
����������������������������������������������������������
�������������������������
�������������������������
���
���
���
�
��
��
��
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
8
Memasuki akhir tahun, dampak spillover ekonomi Amerika dan Eropa
pada pertumbuhan ekspor diprakirakan masih terbatas. Namun potensi
meluasnya dampak moderasi perekonomian tersebut, terutama ke negara
emerging markets, dapat menekan pertumbuhan ekspor pada triwulan
IV 2011. Dilihat dari komponennya, pertumbuhan ekspor non-migas
diprakirakan melambat sejalan dengan perlambatan ekspor pertanian dan
industri pada triwulan III 2011 terutama pada komoditas CPO, tekstil, kopi
dan kakao. Sementara itu, ekspor pertambangan meningkat ditopang
oleh masih tingginya permintaan ekspor batubara. Di sisi lain, kontraksi
ekspor migas akibat lifting minyak yang masih belum mencapai target
karena faktor penyusutan produksi tambang lama dan gangguan produksi
diperkirakan masih berlanjut pada akhir tahun.
Pertumbuhan impor pada triwulan IV 2011 diprakirakan sedikit melambat seiring dengan perlambatan ekspor. Meskipun melambat,
kinerja impor masih tumbuh pada level tinggi sejalan dengan masih
kuatnya permintaan domestik. Berdasarkan kelompok penggunaannya
hingga triwulan III 2011, impor barang konsumsi mencatat kenaikan
tertinggi diikuti oleh barang modal dan bahan baku. Kenaikan tersebut
terutama pada makanan dan minuman untuk rumah tangga, bahan baku
untuk industri serta kendaraan penumpang. Peningkatan pertumbuhan
komoditas tersebut terkait dengan peningkatan arus mobilitas menjelang
Lebaran serta berangsur membaiknya kemampuan Jepang dalam
memproduksi komoditas alat angkut. Sementara itu, impor migas
sepanjang triwulan III 2011 tumbuh tinggi sejalan dengan pertumbuhan
konsumsi migas yang cenderung naik.
Dari sisi sektoral, sektor tradables (khususnya industri pengolahan) tumbuh tinggi. Hal tersebut didorong oleh permintaan domestik yang
masih baik. Secara rinci, kinerja sektor tradables diprakirakan tumbuh
sesuai perkiraan terutama ditopang oleh sektor industri pengolahan.
Namun, terdapat beberapa risiko yang dapat menghambat kinerja sektor
tradables diantaranya: (1) terlambatnya musim hujan yang berpengaruh
terhadap kinerja sektor pertanian; (2) planned shutdown beberapa
lapangan gas dan menurunnya produksi emas dan tembaga karena
pemogokan di Freeport pada sektor pertambangan; dan (3) gangguan
pasokan komponen mobil akibat banjir Thailand yang berpengaruh
terhadap kinerja sektor industri pengolahan. Kinerja sektor nontradables
juga diperkirakan tumbuh sesuai perkiraan, ditopang oleh kinerja sektor
perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), sektor pengangkutan dan
Grafik 2.7 Ekspor Riil Migas & Non Migas
Grafik 2.8 Impor Riil Migas & Non Migas
�����
���
���
���
�
��
��
��
��
���� ���� ���� ����
���
���
�
��
��
��
��
���
�����
� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � �
�������������������������������
����� �����
���
���
���
�
��
��
��
��
����������������������������������
���� ���� ���� ����� � � � � �� ��� � � � �� � � � � � �� � � � � �
����
���
�
��
���
���
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
9
komunikasi, dan sektor bangunan. Penyelenggaraan SEA Games pada
November 2011 di Jakarta dan Palembang berkontribusi positif pada
sektor ini. Di sisi lain, terdapat risiko pada subsektor angkutan rel terkait
kebijakan pembatasan penumpang kereta api dan penghentian sementara
29 rangkaian KRL Jabodetabek dan pada subsektor komunikasi terkait
dihentikannya layanan content provider.
Neraca Pembayaran IndonesiaNeraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV 2011 diprakirakan akan mengalami surplus yang cukup besar setelah mengalami defisit pada triwulan sebelumnya. Namun, defisit pada
triwulan III 2011 lebih banyak disebabkan oleh imbas negatif dari krisis
utang di Eropa yang memicu sebagian investor asing keluar dari pasar
saham dan surat utang negara. Sementara itu, persepsi investor asing
terhadap prospek perekonomian Indonesia masih positif sebagaimana
tercermin pada tetap tingginya arus masuk investasi langsung dan
penarikan ulang luar negeri sektor swasta. Transaksi berjalan juga masih
surplus, ditunjang oleh kuatnya kinerja ekspor. Pada triwulan IV 2011,
didukung oleh kestabilan makroekonomi yang terjaga, Neraca Pembayaran
Indonesia diperkirakan akan kembali ke kondisi surplus. Indikasi ke arah
sana terlihat pada perilaku investor asing yang sejak Oktober hingga
minggu pertama November sudah masuk kembali ke pasar saham dan
surat utang negara. Arus masuk investasi langsung dan penarikan utang
luar negeri juga diperkirakan tetap tinggi sejalan dengan realisasi investasi
swasta dan pengeluaran pemerintah yang biasanya meningkat pada
triwulan ini. Untuk keseluruhan tahun 2011, NPI diprakirakan masih akan
mencatat surplus yang cukup besar. Sementara itu, cadangan devisa
pada akhir Oktober 2011 tercatat sebesar 114 miliar dolar AS, atau setara
dengan 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
I n f l a s iPerlambatan inflasi IHK masih terus berlanjut pada Oktober 2011 yang didorong oleh deflasi pada kelompok inti dan volatile food prices. Laju inflasi IHK Oktober 2011 tercatat deflasi sebesar 0,12%
(mtm) atau 4,42% (yoy) (Grafik 2.9). Inflasi pada bulan laporan tersebut
lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 0,27% (mtm) Grafik 2.9 Perkembangan Inflasi
������
���� ���� ���� ���� ����� � � � ���� � � � � ���� � � � � ���� � � � � �� �� � � � �
���������������������������������������
���
��
�
�
��
��
��
����������������
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
10
atau 4,61% (yoy). Berbagai faktor, baik dari eksternal maupun domestik,
mendukung penurunan laju inflasi, yang terutama adalah tren penurunan
harga komoditas global, pasokan yang memadai, serta ekspektasi inflasi
yang membaik. Deflasi pada kelompok inti di bulan Oktober diyakini
bersifat temporer mengingat penyebab koreksi harga adalah komoditas
emas dan tarif angkutan yang masih tersisa pasca hari raya. Koreksi
harga bahan makanan terutama terjadi di Kawasan Timur Indonesia dan
Jakarta sehingga mendorong deflasi yang cukup tajam pada kelompok
volatile food. Sementara itu, kebijakan pemerintah di bidang harga berupa
kenaikan tarif tol berdampak sangat minimal pada inflasi bulan laporan
(Grafik 2.10).
Kelompok volatile food prices pada Oktober 2011 masih mengalami deflasi yang didorong oleh masih berlangsungnya koreksi harga yang cukup besar pada sebagian besar komoditas pangan (kecuali beras dan cabai merah). Berbeda dengan pola historisnya, kelompok
volatile food prices kembali mencatat deflasi sebesar 0,37% (mtm) atau
secara tahunan sebesar 5,78% (yoy). Setelah sempat mencapai inflasi
18,25% (yoy) pada awal tahun 2011, inflasi volatile food prices sepanjang
tahun ini berada dalam tren yang terus menurun. Deflasi pada kelompok
ini disebabkan oleh memadainya sisi pasokan serta distribusi yang relatif
lancar. Secara umum, produksi beberapa bahan pangan utama seperti
beras, cabe, bawang merah, daging ayam, dan telur mampu memenuhi
kebutuhan domestik. Melimpahnya pasokan bahan pangan tersebut
juga tidak terlepas dari impor bahan pangan yang cenderung mengalami
peningkatan. Di sisi lain, tekanan kenaikan harga beras dan cabai merah
masih berlanjut dan memberikan sumbangan inflasi masing-masing
sebesar 0,08% (mtm) dan 0,06% (mtm) (Grafik 2.11). Meskipun secara
tahunan sejumlah komoditas pangan diperkirakan mencatat surplus,
namun sebaran produksi bulanannya diperkirakan tidak merata.
Kebijakan Pemerintah di bidang harga berupa kenaikan tarif tol berdampak minimal terhadap inflasi administered prices. Inflasi
administered prices pada Oktober 2011 tercatat cukup rendah yaitu
0,16% (mtm) atau 2,91% (yoy), tidak jauh berbeda dengan bulan
sebelumnya yang sebesar 0,32% (mtm) dan 2,83% (yoy). Sumbangan
inflasi utamanya berasal dari komoditas rokok kretek (0,03%) dan bensin
(0,01%). Sementara itu, kenaikan tarif tol memberikan dampak yang tidak
signifikan ke inflasi, yaitu kurang dari 0,01%. Sebaliknya, koreksi tarif
kereta api menyumbang deflasi sebesar 0,01%.
Grafik 2.10 Perkembangan Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, mtm)
Grafik 2.11 Pasokan & Harga Beras
����
���
���
���
���
���
�����
����
�����
����
���� ����
��������������
�����������������������������
��������������
�����������������������������
��������������
�����������������������������
���� ��������� �����������
�������
�����
�����
�����
�����
�����
�����
������
������
������
������
�����
�����
�����
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� � � � � � �� � �� � � � � � � ��� � � � � � � � � � � ��� � � � � � � � � � � � � � �
���� ����
�����������������������������������������������������������
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
11
Tekanan inflasi inti pada bulan laporan tercatat mengalami deflasi, terutama didorong oleh dampak eksternal berupa pelemahan harga komoditas global, membaiknya ekspektasi inflasi, dan pada saat bersamaan masih ada koreksi harga pasca hari raya (tarif angkutan). Inflasi inti tercatat sebesar 0,12% (mtm) atau 4,43% (yoy)
(Grafik 2.12), menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar
0,39% (mtm) atau 4,93% (yoy). Beberapa faktor yang mendorong deflasi
kelompok inti antara lain penurunan harga komoditas global yaitu emas.
Emas perhiasan tercatat menyumbang deflasi hingga 0,11% (mtm).
Lebih lanjut, sejalan dengan penurunan harga pangan global, inflasi yang
mencakup mayoritas makanan olahan yang diawetkan juga mengalami
perlambatan. Dari sisi domestik, kondisi permintaan dan penawaran
yang kondusif serta ekspektasi inflasi yang menurun juga mendukung
penurunan inflasi inti lebih lanjut. Penurunan inflasi inti yang cukup dalam
bulan ini juga bersumber dari kelompok non makanan terkait koreksi
harga pasca Hari Raya, khususnya pada tarif angkutan yang memberikan
sumbangan deflasi mencapai 0,07% (mtm). Sementara itu, kelompok
komoditas yang dalam beberapa periode terakhir menunjukkan tren
peningkatan seperti inflasi di sektor properti masih relatif stabil dalam
perkembangan terakhir.
Nilai Tukar Rupiah Selama Oktober 2011, depresiasi nilai tukar rupiah masih berlanjut seiring dengan masih tingginya ketidakpastian global meski dengan tekanan yang lebih rendah. Secara rata-rata, rupiah terdepresiasi
sebesar 1,36% ke level Rp8.865 per dolar AS, sementara secara point-
to-point rupiah terkoreksi sebesar 0,71% dari bulan sebelumnya dan
ditutup pada level Rp8.853 per dolar AS. Pelemahan rupiah tersebut relatif
sejalan dengan pergerakan nilai tukar kawasan yang secara rata-rata juga
mengalami koreksi. Dengan perkembangan tersebut, sejak awal tahun
2011 rupiah membukukan penguatan sebesar 1,77% (ytd). Tekanan
yang terjadi pada rupiah diikuti oleh volatilitas yang menurun. Kebijakan
stabilisasi yang dilakukan BI di tengah masih tingginya ketidakpastian
global mampu meredam volatilitas pergerakan rupiah. Tingkat volatilitas
rupiah pada bulan laporan menjadi 0,34% dari 0,91% pada bulan
sebelumnya.
Grafik 2.12 Inflasi Inti & Inflasi Inti kecuali Emas
������
��
�
�
�
�
���� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ���� ����
���������������������
����
����
Grafik 2.13 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah
�������
����������������������������������������
�������
��� ��� ��� ��� ��� �������
��� ��� ��� �������
����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�������������������������������
����
����
����
����
����
����
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
12
Ketidakpastian penanganan krisis utang di kawasan Eropa serta melemahnya perekonomian negara maju memberikan dampak tidak langsung pada pasar keuangan domestik yang pada gilirannya memengaruhi pergerakan rupiah. Selama bulan laporan,
rambatan sentimen negatif akibat penurunan kredit rating Spanyol dan
Italia memberikan tekanan pada rupiah. Namun di penghujung bulan,
harapan dicapainya kesepakatan langkah penanganan pada pertemuan
otoritas Uni Eropa di akhir bulan serta rilis data makroekonomi AS yang
positif memberikan angin segar bagi pasar keuangan global. Selain itu,
melimpahnya likuiditas global berpotensi mendorong penguatan rupiah ke
depan. Ekses likuiditas global pasca pelonggaran kuantitatif di masa krisis
tahun 2008 dan terus berlanjutnya program pembelian aset oleh beberapa
bank sentral tetap menjadi sumber aliran dana ke negara berkembang.
Kebijakan suku bunga rendah di negara maju menyebabkan investor
mencari lokasi penempatan dana yang memberikan imbal hasil lebih
tinggi. Emerging markets Asia yang tumbuh lebih tinggi menjadi tujuan
utama penempatan dana global ini. Indikator imbal hasil investasi di aset
rupiah yang tercermin dari selisih suku bunga dalam negeri dan luar negeri
(UIP - Uncovered Interest Parity) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
beberapa negara di kawasan regional Asia. Bahkan jika memperhitungkan
premi risiko, daya tarik investasi dalam rupiah pun tetap tinggi. Di akhir
Oktober, faktor risiko di mayoritas negara kawasan sedikit mereda seiring
dengan tercapainya kesepakatan penanganan krisis oleh Uni Eropa
sebagaimana tercermin pada penurunan yield yang akhirnya mendorong
peningkatan CIP kawasan. Sementara itu, indikator risiko yang terlihat dari
Credit Default Swap (CDS) meski menurun pada Oktober, namun masih
berada pada level yang tinggi dan akan sangat tergantung pada efektivitas
upaya penyelesaian krisis utang di Eropa serta laju pemulihan ekonomi AS.
Transmisi Kebijakan Moneter
Suku BungaKondisi likuiditas di pasar uang pada Oktober 2011 yang masih berlimpah mendorong suku bunga PUAB terus bergerak turun. Rata-
rata suku bunga PUAB O/N turun 27 bps menjadi 5,13% dibandingkan
dengan September 2011. Searah dengan suku bunga PUAB O/N, rata-rata
suku bunga PUAB dengan tenor lebih panjang dari O/N juga bergerak Grafik 2.16 CIP (Covered Interest Parity)
Grafik 2.14 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
Grafik 2.15 UIP (Uncovered Interest Parity)
� �������
�������������������������������
�����������������������������������������������������
��������������������������������������������
���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
�
����
����
���
���
���
���
���
����
��������
�����
��������
���������
���� ���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
�
����
����
����
���
���
���
���
���
���������
������������
��������
�����
���� ���� ���� ����������� ��� ��������� ��� ��� ��� ��������� ��� ��� ��� ��������� ��� ��� ��� ��������� ��� ��� ��� ������ ���
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
13
ke level yang lebih rendah, namun cenderung lebih fluktuatif di jangka
panjang terkait dengan volume transaksi yang tipis. Rata-rata suku bunga
PUAB dengan tenor lebih panjang berada pada kisaran 5,14% - 6,0%,
lebih rendah dibandingkan dengan September yang berada di kisaran
5,42% - 5,85%2. Di sisi risiko, persepsi risiko likuiditas di PUAB selama
Oktober 2011 relatif rendah sejalan dengan kondisi pasar uang yang
likuid. Hal tersebut tercermin pada rata-rata selisih suku bunga PUAB O/N
tertinggi dan terendah yang turun menjadi 6 bps dibandingkan dengan
September yang tercatat sebesar 12 bps.
Besarnya ekses likuiditas tercermin dari posisi instrumen operasi moneter yang meningkat. Posisi deposit facility (DF) O/N, sebagai
penempatan likuiditas bank berjangka pendek di Bank Indonesia,
meningkat dari Rp78,8 triliun pada September 2011 menjadi Rp
108,3 triliun pada Oktober 2011. Peningkatan deposit facility juga
menggambarkan perilaku berjaga-jaga bank untuk ketersediaan likuiditas
jangka pendek, terkait dengan ketidakpastian pasar keuangan domestik
akibat perkembangan pasar global dalam penanganan krisis. Besarnya
likuiditas jangka pendek (DF O/N) tersebut menyebabkan suku bunga
PUAB O/N sangat rendah sehingga hampir menyentuh batas bawah
koridor.
Di sisi perbankan, suku bunga kredit masih terus menurun, sementara suku bunga deposito bergerak relatif stabil. Dibandingkan
dengan Agustus, sampai dengan September 2011 suku bunga kredit
modal kerja (KMK), kredit investasi (KI) dan kredit konsumsi (KK) masing-
masing turun sebesar 11, 4 dan 5 bps menjadi 12,39%, 12,06% dan
Grafik 2.17 Indikator Persepsi Risiko Indonesia
�
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
����������� �����������
������������������
������������������������������������������������������
���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���
���
2 Sampai dengan tenor 1 bulan
Tabel 2.1Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Suku Bunga (%)
6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,75 6,75 6,75 6,75 6,75 6,75 6,75 6,75 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 7,25 7,25 7,25 7,25 7,25 7,25 7,25 7,25 6,72 6,81 6,78 6,83 6,72 6,72 6,83 6,80 6,85 6,82 6,86 6,80 6,83 12,21 12,07 11,98 11,98 12,03 11,84 12,21 12,06 12,22 12,15 12,08 12,17 12,07 13,00 13,01 12,96 12,83 12,75 12,72 12,69 12,68 12,61 12,60 12,55 12,50 12,39 12,41 12,38 12,35 12,28 12,25 12,20 12,18 12,16 12,15 12,13 12,11 12,10 12,06 14,75 14,65 14,53 14,53 14,48 14,50 14,39 14,38 14,37 14,37 14,32 14,30 14,25
BI RatePenjaminan DepositoDep 1 bulan (Weighted Average)Base Lending RateKredit Modal Kerja (KMK)Kredit Investasi (KI)Kredit Konsumsi (KK)
2010 2011
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
14
14,25%. Sementara itu, suku bunga deposito 1 bulan relatif stabil pada
level 6,83%, hanya naik 3 bps dari Agustus 2011. Dengan perkembangan
tersebut, spread suku bunga kredit terhadap deposito menjadi 6,07%,
turun dari 6,17% pada Agustus. Suku bunga giro dan tabungan rupiah
juga relatif stabil masing-masing sebesar 2,23% dan 2,62% dibandingkan
Agustus sebesar 2,22% dan 2,67%. Berdasarkan perkembangan tersebut,
spread antara suku bunga kredit terhadap rata-rata tertimbang suku
bunga giro dan tabungan menjadi sebesar 10,42%, menyempit 2 bps
dibandingkan dengan Agustus 2011.
Dana, Kredit, dan Uang BeredarDana pihak ketiga (DPK) mencatat pertumbuhan yang meningkat. Pada September 2011 DPK tumbuh 18,7% (yoy) menjadi Rp2.545 triliun,
lebih tinggi dibandingkan dengan Agustus yang tumbuh sebesar 17,5%
(yoy). Kontribusi deposito dan tabungan terhadap pertumbuhan DPK
masih besar meskipun pertumbuhannya relatif melambat. Pertumbuhan
giro tercatat sebesar 15,1% (yoy), lebih tinggi dari Agustus yang hanya
tumbuh sebesar 5,6% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan deposito
dan tabungan sedikit menurun menjadi 18,4% (yoy) dan 21,9% (yoy)
dibandingkan dengan Agustus yang tumbuh masing-masing 19,4% dan
24,1%, (yoy). Pertumbuhan DPK diperkirakan terus meningkat mencapai
18,9% (yoy) berdasarkan data LHBU per Oktober 2011.
Penyaluran kredit terus meningkat, dan diperkirakan akan berlangsung hingga akhir tahun 2011. Pada September 2011, kredit
total (termasuk channeling) tumbuh 24,8% (yoy) menjadi Rp2.109
triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan Agustus (23,4%, yoy). Ekspansi
kredit diperkirakan akan terus berlanjut. Hal tersebut dikonfirmasi
oleh perkembangan data LHBU sampai dengan Oktober 2011 yang
menunjukkan kredit masih meningkat sebesar 26,0% (yoy). Tren ekspansi
kredit terutama ditopang oleh KMK. Pada September 2011, kredit
konsumsi masih tumbuh tinggi, meski dalam perkembangan terakhir
sedikit melambat menjadi sebesar 23,8% (yoy) dibandingkan dengan
Agustus (24,8%, yoy). Sementara itu, Kredit Investasi dan Kredit Modal
Kerja mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi menjadi 31,1% dan 24,0%
(yoy) dibandingkan dengan posisi Agustus yang mencatat pertumbuhan
masing-masing 30,1% dan 20,8%, (yoy).
Secara sektoral, penyaluran kepada sektor-sektor produktif terus meningkat. Pada September 2011 sumbangan kredit sektor produktif
Grafik 2.18 Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Grafik 2.19 Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan
Grafik 2.20 Pertumbuhan Kredit Sektoral
�
�
�
��
��
��
��
��
��
���� ���� ���� ���� ���� ����� � � � � � � � � � � � � � � � � �
������� �������������� ������������������
���������������� ���������������
������������������������
��
�
�
��
��
��
���� ���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
�������
������
����
����
�
��
��
��
��
��
������� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
������� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ���
��������
����
����
����
�������������������
�����������
����������������
�������
���������
����������
��������
��� ���� ���� ���� ���� ����
������������������
�����������
��������������� ������� �����
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
15
antara lain ke sektor industri pengolahan, sektor pertanian, sektor
konstruksi dan sektor perdagangan terhadap total kredit meningkat.
Pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan, sektor pertanian, sektor
konstruksi dan sektor perdagangan masing-masing menjadi 24,3%,
16,0%, 16,6% dan 19,1% (yoy) meningkat dibandingkan dengan Agustus
2011 yang tumbuh sebesar 19,5%, 12,9%, 12,5% dan 16,1% (yoy).
Selain itu, pertumbuhan kredit sektor pertambangan dan jasa sosial juga
meningkat masing-masing menjadi 45,8% dan 17,2% (yoy) dibandingkan
dengan Agustus 2011 sebesar 41,5% dan -0,8% (yoy). Di sisi lain,
pertumbuhan kredit sektor lainnya pada September 2011 relatif stabil yaitu
di level 25,7% (yoy), hanya sedikit lebih rendah dari Agustus 2011 yang
tumbuh 26,0% (yoy).
Sejalan dengan aktivitas ekonomi yang terus meningkat, likuiditas perekonomian juga menunjukkan peningkatan. Uang primer pada
Oktober 2011 tumbuh 35,2% (yoy) menjadi Rp289,5 triliun, lebih tinggi
dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 33,3% (yoy). Sementara
itu, perkembangan data hingga September 2011, M1 dan M2 masih
menunjukkan peningkatan. M1 tumbuh 19,3% (yoy) menjadi Rp656,1
triliun, stabil dibandingkan dengan Agustus dan M2 tumbuh 16,2% (yoy)
menjadi Rp2.643 triliun, sedikit melambat dibandingkan dengan Agustus
(17,2%, yoy). Pertumbuhan M1 terutama ditopang oleh peningkatan giro
rupiah sejalan dengan kredit yang ekspansif dan pertumbuhan M2 yang
sedikit melambat merupakan dampak dari penurunan NFA sejalan dengan
arus keluar modal asing.
Pasar SahamFundamental makroekonomi yang kuat dan penurunan BI rate sebesar 25 bps menjadi 6,50% berdampak positif terhadap perkembangan pasar saham domestik. Perkembangan positif dari
fundamental ekonomi yang kondusif antara lain tercermin dalam inflasi
yang terkendali, prospek pertumbuhan ekonomi yang baik, serta nilai
tukar rupiah yang relatif stabil. Dari sisi mikro emiten, perkiraan kinerja
keuangan emiten domestik akan terus membaik menciptakan optimisme di
pasar saham (Grafik 2.23). Sementara itu, dari eksternal yang mendukung
perbaikan di pasar saham antara lain (i) optimisme investor terhadap
keputusan EU Summit yang akan menambah dana talangan The European
Financial Stability Facility (EFSF) dari 440 miliar euro menjadi 1 triliun euro
(setara dengan 1,4 triliun dolar AS), pemotongan 50% utang Yunani bagi
Grafik 2.21 Pertumbuhan Kartal dan Base Money
Grafik 2.22 Pertumbuhan Likuiditas Perekonomian
������
�����
��������������
������������������
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������� ����
����������������������������
������ ������
�����������������������������������������������������������������������������������
�
�
��
��
��
��
��
���� ���� ���� ���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
�����������������������
�
�
�
��
��
��
����
����
�����
�����
Grafik 2.23 IHSG dan EBITDA Index
�
���
����
����
����
����
����
����
����
��������������������������������
���� ���� ���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
�
���
���
���
���
���
���
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
16
pemegang obligasi dan program rekapitalisasi perbankan; (ii) rilis data
perekonomian Asia dan AS serta laporan pendapatan beberapa emiten AS
yang menunjukkan peningkatan; (iii) peningkatan harga minyak mentah
dunia hingga 93 dolar AS per barel. Dengan perkembangan tersebut, IHSG
tercatat meningkat sebesar 6,8% ke level 3.790 pada 31 Oktober 2011
(Grafik 2.24).
Pertumbuhan IHSG juga ditopang oleh pertumbuhan sektoral yang cukup merata. Pertumbuhan tertinggi dialami oleh sektor pertambangan yang mengalami penguatan sebesar 9,6%. Penguatan
juga dialami oleh sektor keuangan dan industri dasar (Grafik 2.25). Secara
umum, penguatan indeks sektoral tersebut ditopang oleh membaiknya
fundamental mikro emiten. Hal ini tercermin dari pertumbuhan rata-
rata laba bersih emiten LQ 45. Sampai dengan kuartal III 2011, laba
bersih emiten kelompok LQ 45 secara rata-rata tumbuh sebesar 26,3%
dibandingkan kuartal III 2010. Pertumbuhan tersebut sebagian besar
disumbang oleh sektor perbankan3, pertambangan, perkebunan dan
properti. Tren suku bunga dan inflasi yang rendah menjadi penopang
utama pertumbuhan emiten sektor keuangan dan properti. Sementara
itu, tren kenaikan harga komoditas tambang berdampak positif terhadap
harga saham sektor pertambangan terutama yang berbasis batubara.
Perkembangan kondisi eksternal dan domestik yang lebih kondusif meningkatkan minat investor asing di pasar saham domestik meski dengan jumlah yang relatif terbatas. Transaksi asing pada Oktober
2011 mencatat beli neto sebesar Rp0,14 triliun, naik tipis dibandingkan
dengan bulan sebelumnya sebesar Rp0,08 triliun (Grafik 2.26). Relatif
terbatasnya peran asing selama dua bulan terakhir terkait dengan masih
tingginya ketidakpastian perekonomian global yang antara lain dipicu oleh
(i) meningkatnya ketidakpastian penyelesaian krisis utang Eropa terutama
setelah pemerintah Jerman menyatakan bahwa krisis utang Eropa belum
mendapatkan solusi dalam pertemuan negara-negara Eropa (ii) Penurunan
peringkat sovereign dan obligasi Spanyol oleh Moody’s dari A1 ke AA, dan
(iii) Kekhawatiran perlambatan ekonomi China.
Grafik 2.24 IHSG dan BI Rate
Grafik 2.25 Pertumbuhan Sektoral
Grafik 2.26 IHSG dan Beli/Jual Asing Neto
�
���
����
����
����
����
����
����
����
����
���� ���� ���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
�
�
�
�
�
�
��
��
����
�������
�������������
������������
��������
��������������
������������������
��������
�����������
���������
��������
��� ��� �� �� ��� ���
����
����
����
����
����
����
����
����
���� �����������������
3 Sektor perbankan mencatat laba bersih emiten perbankan rata-rata naik 35,74% pada triwulan III 2011 (yoy). Peningkatan laba tersebut diperkirakan akan berlanjut hingga akhir tahun seiring ekspansifnya penyaluran kredit perbankan, salah satunya untuk pembiayaan proyek-proyek
pemerintah. Bank-Bank, khususnya Bank BUMN sumber pendapatan berasal dari dana pembiayaan untuk proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI) dan pendapatan non bunga (fee based income) yang terus meningkat. Faktor lain yang menopang pendapatan bank adalah tingginya net interest margin (NIM).
�������������������������������������
����
��
�������
���������
���������
���������
���������
���������
���������
���������
���������
���� ����� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ��
��������
�������
��
�����
������
������
������
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
17
Pasar Surat Berharga Negara (SBN)Penurunan BI Rate sebesar 25 bps pada saat gejolak eksternal mulai mereda mendorong penurunan imbal hasil SBN. Penurunan
imbal hasil SBN tersebut terjadi secara merata untuk seluruh tenor. Secara
rata-rata bulanan, imbal hasil SBN selama Oktober untuk tenor jangka
pendek, menengah dan panjang masing-masing turun sebesar 60 bps, 60
bps dan 41 bps. Secara keseluruhan, rata-rata imbal hasil SBN terpantau
sebesar 6,13% turun 56 bps dibandingkan dengan imbal hasil pada bulan
sebelumnya sebesar 6,69% (Grafik 2.27 dan Grafik 2.28).
Membaiknya pasar keuangan, seiring dengan meredanya sentimen global, mendorong pelaku asing menambah eksposurnya di pasar SBN. Selama Oktober 2011, investor nonresiden mencatat beli neto
sebesar Rp73,9 triliun setelah pada bulan sebelumnya mencatat jual neto
sebesar Rp23,9 triliun (Grafik 2.29). Aksi beli asing terutama terjadi pada
instrumen SBN jangka pendek dan menengah. Selain didukung oleh
faktor makro dan risiko fiskal yang terkendali, minat beli asing juga terkait
dengan imbal hasil yang menarik, baik secara nominal maupun riil dan
ekspektasi pencapaian investment grade serta meredanya sentimen negatif
global.
Grafik 2.27 Imbal Hasil SBN dan BI Rate
Grafik 2.28 Perubahan Imbal Hasil SBN Bulanan
�
�
��
��
��
������������������������������������
���� ���� ���� ���� ������������� ��� ������ ��������� ��� ������ ��������� ��� ������ ��������� ��� ������ ��������� ��� ���
����������
��
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ���� ��������
�����������������������������������������������������������������������
�����
�����
�����
�����
����
����
����
����
Grafik 2.29 Perubahan Posisi Asing Saham dan SBN
�����������
���
���
���
���
�
��
��
��
��
���� ����� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � ��
�����
���
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
18
Pasar ReksadanaPada September 2011, kinerja reksadana menunjukkan penurunan.
Secara umum, kinerja reksadana turun sebesar 14,6% dibandingkan
dengan Agustus 2011. Penurunan nilai aktiva bersih (NAB) terjadi
pada seluruh jenis rekasadana dengan penurunan terbesar terjadi pada
reksadana campuran sebesar -40,5%, diikuti oleh penurunan reksadana
pendapatan tetap sebesar -26,1%. Portofolio aset untuk produk reksadana
mencatat kinerja di bawah kinerja IHSG. Namun, secara keseluruhan
triwulan III 2011, kinerja reksadana mengalami peningkatan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,7%. Peningkatan terbesar terjadi
pada reksadana campuran dan pendapatan tetap (lihat Tabel).
Tabel 2.2Kinerja Reksadana (Pertumbuhan NAB per produk)
1 2 3 4 5 2010 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 2011 5 6 7 8 9
Saham MTMPasar Uang Campuran Pendapatan
Tetap Terproteksi IndeksETF-
Saham
ETF-Pendapatan
Tetap Syariah Total
Tw III - Tw II2011
-2,8% 16,7% -11,4% -9,7% -0,7% -0,8% -20,4% 2,4% 0,7% -3,5% 1,7% 3,7% 1,0% -0,1% 0,1% -34,1% -2,9% -39,6% 0,8% 0,6% 0,8% 10,4% 5,9% 2,1% -3,9% 4,3% 8,8% 3,6% -2,9% 0,6% 5,2% 10,1% 4,1% 11,1% 6,7% 5,1% 6,3% 2,9% 4,8% 6,7% -1,6% -2,5% 0,9% -0,1% 1,5% -5,8% -5,2% -1,2% -6,4% -0,3% -4,4% -1,2% -1,6% 10,8% 2,8% -5,1% 4,8% 3,2% 3,6% 1,1% -1,8% 2,1% -1,8% -0,6% 0,3% -3,6% 4,7% 2,4% 0,9% -0,6% -1,1% 0,7% 0,7% 7,5% 6,0% 10,8% -1,5% 0,6% -2,8% 2,9% 9,4% 0,8% 7,8% 6,4% 4,4% 14,2% 10,3% 2,3% 2,8% 6,3% 5,5% -2,2% 3,4% 10,5% 1,1% 9,2% -11,4% 3,2% -1,8% 4,2% 2,1% -2,0% 5,1% -4,5% 2,8% 3,1% -21,1% -15,4% -1,0% 0,9% 8,6% 0,6% -0,1% -3,3% -0,8% -30,6% 0,0% 0,0% 17,1% 2,1% 1,8% 5,9% 3,9% -3,1% -1,9% 42,8% -24,1% -6,5% -13,8% -0,1% 3,7% -1,0% 2,7% -0,9% 1,1% 0,5% 1,4% -0,4% 0,9% 1,7% 8,0% -2,5% 6,0% 0,9% 0,5% 9,0% 7,2% 5,8% 3,6% 3,7% 3,6% 2,5% 0,6% 0,8% 1,2% 3,9% 3,3% 4,2% 1,0% 1,9% 3,9% 1,1% 0,3% -2,1% 1,3% -3,3% 0,4% 1,5% 0,1% 1,5% 1,8% -4,6% 5,3% -1,3% -0,6% 5,3% 1,8% 0,5% 0,0% 0,7% 0,1% 9,9% -5,5% 4,9% -0,3% -26,9% 5,9% 4,1% -0,4% 0,4% 4,0% -2,1% 63,7% 33,8% -1,0% 6,8% -7,3% 2,8% -3,4% 14,7% -4,8% -0,4% -40,5% -26,1% -2,1% -3,9% -7,9% 2,6% -4,1% -14,6%
3,6% 5,3% 17,8% 14,5% -1,6% -22,8% -0,5% 7,9% -3,9% 5,7%
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
19
Kondisi PerbankanKondisi stabilitas sistem keuangan tetap terkendali. Indikator
rasio kecukupan modal (CAR) dan rasio kredit bermasalah (NPL)
tetap terjaga masing-masing di atas 8% dan 5%. Fungsi intermediasi
membaik sebagaimana terlihat dari angka pertumbuhan kredit yang
mencapai 24,8% (yoy) pada akhir September 2011 sejalan dengan revisi
Rencana Bisnis Bank 2011 sebesar 24,4% (yoy). Sementara itu, dari sisi
profitabilitas, Return on Asset (ROA) bank mengalami sedikit peningkatan
dari 3,0% menjadi 3,1% pada bulan laporan.
Tabel 2.2Kondisi Umum Perbankan
Indikator Utama
Total Aset (T Rp) 2.758,1 2.769,4 2.856,3 3.008,9 2.990,7 2.993,1 3.065,8 3.069,1 3.136,4 3.195,1 3.216,8 3.252,6 3.371,5DPK (T Rp) 2.144,1 2.173,9 2.212,2 2.338,8 2.302,1 2.287,8 2.351,4 2.340,2 2.397,2 2.438,0 2.464,1 2.459,9 2.544,9Kredit * (T Rp) 1.689,1 1.705,8 1.736,1 1.796,0 1.776,1 1.803,9 1.844,2 1.872,6 1.918,6 1.979,6 2.002,3 2.060,8 2.108,6LDR* (%) 78,8 78,5 78,5 76,8 77,2 78,8 78,4 80,0 80,0 81,2 81,3 83,8 82,9NPLs Gross* (%) 3,3 3,6 3,4 2,9 3,1 3,1 3,2 3,2 3,2 3,0 3,1 3,1 3,0NPLs Net * (%) 0,7 0,9 1,0 0,7 0,9 0,9 0,9 0,9 1,1 0,9 0,9 1,0 0,9CAR (%) 16,4 16,4 16,3 17,0 17,0 18,0 17,6 17,8 17,4 17,0 17,2 17,3 16,7NIM (%) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,6 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5ROA (%) 2,8 2,9 2,8 2,7 3,0 2,8 3,1 3,0 3,0 3,1 3,0 3,0 3,1
20112010
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep
* dengan channeling
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
20
III. RESPONS KEBIJAKAN MONETER
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada tanggal 10 November 2011 memutuskan untuk menurunkan kembali BI Rate sebesar 50 bps menjadi 6,00%. Penurunan BI Rate tersebut sejalan
dengan tekanan inflasi ke depan yang semakin rendah sekaligus sebagai
langkah perbaikan terhadap struktur suku bunga (term structure) jangka
pendek, menengah dan panjang. Penurunan tersebut juga dimaksudkan
untuk mengurangi dampak memburuknya prospek ekonomi global
terhadap perekonomian Indonesia. Indikator produksi dan konsumsi
negara-negara maju masih terus melambat, sementara pasar keuangan
global masih cenderung volatile meskipun sempat rebound. Sementara
itu, kondisi pasar keuangan domestik semakin stabil disertai sentimen
pasar yang positif seiring dengan berbagai kebijakan yang ditempuh Bank
Indonesia bersama dengan Pemerintah. Ke depan, Dewan Gubernur
terus mewaspadai perkembangan ekonomi global yang masih diliputi
ketidakpastian, seiring belum solidnya penyelesaian masalah utang dan
fiskal di Eropa dan AS. Dewan Gubernur akan menempuh respons suku
bunga serta bauran kebijakan moneter dan makroprudensial lainnya untuk
menjaga stabilitas makroekonomi dan memitigasi potensi penurunan
kinerja perekonomian Indonesia dengan tetap mengutamakan pencapaian
sasaran inflasi, yaitu 5%±1% pada tahun 2011 dan 4,5%±1% pada tahun
2012.
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2011
21
Indikator Terkini
* angka sementara** angka BPS berdasarkan tahun dasar 2000*** angka prakiraan Bank Indonesia1) minggu terakhir2) rata-rata tertimbang3) penutupan pada akhir periode 4) closed fileSumber : Bank Indonesia, kecuali data pasar modal (BAPEPAM), IHK, ekspor/impor dan PDB dari BPS
SEKTOR KEUANGAN
H A R G A
SEKTOR EKSTERNAL
INDIKATOR KUARTALAN
SUKU BUNGA & SAHAMSuku bunga SBI 9 bln 1)
Suku bunga deposito 1 bln 2) Suku bunga deposito 3 bln 2) JIBOR satu minggu 2)
IHSG Indeks 3)
BESARAN MONETER (miliar RpBase Money M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D)Broad Money (M2 = C+D+T) Uang kuasi (T) Uang kuasi (Rupiah) Deposit Tabungan Deposito (Valas) M2 - Rupiah Tagihan pada Dunia UsahaKredit-Bank Umum
Inflasi bulanan (%. mtm)Inflasi tahunan (%. yoy)
Rp/USD (akhir periode. nilai tengah)Ekspor Barang Non migas (f.o.b. juta USD) 4) Impor Barang Non migas (c & f. juta USD) 4) Net International Reserve (juta USD)
Pertumbuhan PDB (%. yoy)** Konsumsi Investasi Perubahan Stok Ekspor Impor
6,84 6,70 6,60 6,50 6,71 6,72 7,18 7,36 7,36 7,28 6,78 6,28 - 6,81 6,78 6,83 6,72 6,72 6,83 6,80 6,85 6,82 6,86 6,80 6,81 - 6,99 7,03 7,06 6,88 6,82 6,91 6,96 6,91 6,95 6,88 6,90 7,05 - 6,16 5,68 5,83 6,21 6,27 6,49 6,48 6,50 6,45 6,37 6,11 5,61 - 3.635 3.531 3.704 3.409 3.470 3.679 3.820 3.837 3.889 4.131 3.842 3.549 3.791
418.884 483.922 518.447 512.192 502.190 506.785 520.673 525.857 541.624 555.008 625.440 565.149 - 555.549 571.337 605.411 604.704 586.448 581.101 585.158 612.324 639.899 638.809 662.789 656.577 - 235.709 238.500 260.227 248.016 245.884 242.118 252.537 254.599 265.196 274.558 324.708 279.705 - 319.840 332.837 345.184 356.688 340.563 338.984 332.621 357.725 374.702 364.251 338.081 376.872 - 2.170.484 2.206.509 2.322.951 2.290.917 2.260.589 2.291.924 2.282.428 2.322.614 2.375.761 2.410.090 2.472.472 2.489.803 - 1.614.935 1.635.172 1.717.541 1.686.212 1.674.141 1.710.822 1.697.270 1.710.291 1.735.863 1.771.281 1.809.682 1.833.226 - 1.480.067 1.500.890 1.587.407 1.562.083 1.550.021 1.582.184 1.575.325 1.590.187 1.618.287 1.646.959 1.683.246 1.702.513 - 834.274 842.690 872.921 864.039 854.852 885.197 869.445 878.771 887.394 909.234 923.986 933.331 - 645.793 658.200 714.487 698.044 695.168 696.987 705.880 711.416 730.893 737.725 759.260 769.181 - 134.868 134.282 130.133 124.129 124.121 128.639 121.945 120.104 117.576 124.321 126.436 130.714 - 2.035.616 2.072.227 2.192.818 2.166.787 2.136.468 2.163.285 2.160.483 2.202.510 2.258.186 2.285.769 2.346.035 2.359.090 - 1.808.229 1.842.798 1.910.022 1.881.004 1.917.047 1.964.490 1.993.307 2.045.007 2.109.138 2.140.515 2.205.555 2.249.648 - 1.598.643 1.626.469 1.684.207 1.662.189 1.690.927 1.727.537 1.762.032 1.809.801 1.864.834 1.888.437 1.946.476 1.989.057 -
0,06 0,60 0,92 0,89 0,13 -0,32 -0,31 0,12 0,55 0,67 0,93 0,27 -0,12 5,67 6,33 6,96 7,02 6,84 6,65 6,16 5,98 5,54 4,67 4,79 4,61 4,42
8.928 9.013 8.991 9.057 8.823 8.709 8.574 8.537 8.597 8.508 - - - 11.924 12.439 13.482 12.051 11.532 13.509 12.532 14.616 14.843 14.219 14.687 n.a n.a 9.315 10.051 10.723 9.457 9.133 11.547 10.761 11.014 11.610 12.542 11.366 n.a n.a 79,69 80,72 83,59 82,18 85,05 88,61 92,87 96,95 96,56 99,32 - - -
Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt
2010 2011
Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III
2010 2011
6,9 6,5 6,5 6,5 4,9 4,3 4,6 4,5 8,7 7,3 9,2 7,1 -28,7 147,8 213,0 30,1 16,1 12,3 17,4 18,5 16,9 15,6 16,0 14,2