web viewyang dititipkan pada pelaku usaha. kedua adalah mengenai promosi niaga. promosi ini...
TRANSCRIPT
IKLAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAMPERSPEKTIF HUKUM BISNIS
Budi Istiyanto
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan perekonomian di bidang perindustrian dan perdagangan nasional
telah menghasilkan berbagai variasi barang dan jasa yang dapat dikonsumsi. Ditambah
dengan globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi
komunikasi kiranya memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan jasa. Akibatnya,
barang yang ditawarkan lebih bervariasi baik produksi luar negeri maupun produk dalam
negeri. Kondisi seperti ini bisa memanjakan konsumen, karena kebutuhan barang dan
jasa yang diperlukan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar, karena adanya
kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang atau jasa dengan keinginan dan
kemampuan konsumen. Akan tetapi di sisi lain, dapat mengakibatkan kedudukan pelaku
usaha dan konsumen tidak seimbang.
Permasalahan-permasalahan tentang konsumen memang menarik untuk diteliti
karena lingkupnya sangatlah komplek. Dalam beberapa kasus-kasus tertentu yang sering
kita jumpai, banyak hal yang dapat merugikan konsumen, antara lain masalah yang
menyangkut kasus parkir, dimana banyak orang tidak mau menyadari bagaimana
pelanggaran hak-hak konsumen dilakukan secara sistematis oleh kalangan pelaku usaha,
dan cenderung mengambil sikap tidak ingin ribut.
Dalam kasus ini, kita bisa membayangkan jawaban apa yang akan diterima apabila
konsumen berani mengajukan komplain atas kehilangan sebagian atau seluruh kendaraan
yang dititipkan pada pelaku usaha. Kedua adalah mengenai promosi niaga. Promosi ini
merupakan suatu proses komunikasi antara pengusaha/produsen dan konsumen tentang
hal ikhwal yang dilempar di pasaran. Bagi produsen, promosi niaga merupakan sarana
yang bertujuan untuk meningkatkan hasil penjualan, yang pada akhirnya meningkatkan
keuntungan. Salah satu contohnya adalah promosi melalui iklan.
Isi iklan yang memuat pernyataan dan janji produk harus dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Oleh karena itu iklan tidak boleh
menyalahgunakan kepercayaan dan merugikan konsumen. Suatu promosi itu harus jujur
sehingga iklan yang tidak jujur dapat kita kategorikan sebagai iklan yang menyesatkan,
yaitu iklan yang memberikan keterangan yang tidak benar, mengelabui, dan memberikan
janji yang berlebihan.
Terlalu banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan para pelaku usaha
kepada konsumen yang banyak kita temui dan alami baik secara sadar maupun tidak
sadar. Dan jika hal tersebut terus-menerus berlanjut, maka lama kelamaan akan mengakar
dan menjadi suatu hal biasa dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga semakin banyak
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang diakibatkan atas
sikap diamnya para konsumen dalam menghadapi permasalahan tersebut. Ini
mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dengan konsumen menjadi tidak seimbang,
dimana konsumen berada pada posisi yang lemah.
Menurut Ahmad M. Ramli, kerugian konsumen secara garis besar dapat dibagi dua:
pertama, kerugian yang diakibatkan oleh perilaku penjual yang memang secara tidak
bertanggung jawab merugikan konsumen dan kedua, kerugian konsumen yang terjadi
karena tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak ketiga, sehingga konsumen
disesatkan dan pada akhirnya dirugikan (Ramli, 2002)
Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran
konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya
pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen
dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan
konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.
B. Tinjauan Tentang Iklan
Perkembangan teknologi telah membawa angin segar dalam perkembangan bisnis
komunikasi, terutama industri periklanan saat ini. Menurut Uyung Sulaksana (2003),
dalam bukunya yang bejudul Integrated Marketing Communication,2003 mengatakan
bahwa iklan adalah semua bentuk presentasi non personal yang mempromosikan
gagasan , barang dan jasa yang dibiayai pihak sponsor tertentu. Periklanan yang
merupakan salah satu kegiatan dalam pemasaran produk dan jasa adalah bagian yang
sangat penting di dunia industri. Maka dari itu, bidang periklanan ini berkembang sejalan
dengan perkembangan industri di Indonesia.
Setiap hari, secara tidak langsung, pikiran konsumen dijejali dengan puluhan
iklan. Hal ini menjadi suatu keharusan dimana iklan merupakan nyawa dari televisi. Dan
tanpa disadari oleh khalayak, bahwa iklan sebetulnya tidak hanya memperkenalkan
produk yang ditawarkan, namun juga membawa nilai-nilai sosial dan budaya tertentu.
Dengan semakin berkembangnya industri iklan di Indonesia, semakin banyak pula
upaya-upaya untuk mengembangkan iklan. Iklan tidak mengklaim bahwa mereka
menggambarkan realitas apa adanya, tapi realitas yang seharusnya dengan berusaha
menyamai atau melebihi nilai kehidupan. Iklan menghadirkan karakter-karakter, hanya
sebagai penjelmaan atau inkarnasi dari kategori sosial yang lebih besar. Adanya bentuk
optimisme dari sebuah iklan yang menjadikan dirinya sebuah solusi dari permasalahan
masyarakat yang ada.
Berikut ini beberapa pengertian Iklan:
1. Menurut Dedi Sudiana, iklan diartikan sebagai salah satu bentuk komunikasi
yang terdiri atas informasi dan gagasan tentang suatu produk yang ditujukan
kepada khalayak secara serempak agar memperoleh sambutan yang baik
(http://www.imlpc.or.id).
2. Periklanan adalah setiap bentuk penyajian dan promosi bukan pribadi
mengenai gagasan, barang, atau jasa yang dibayar oleh sebuah sponsor
tertentu. (Kotler dan Amstrong, 1994: 106)
3. Periklanan adalah keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan. (Rhenald, 1995: 11).
4. Periklanan adalah komunikasi non personal melalui beragam media yang
dibayar oleh perusahaan-perusahaan bisnis, organisasi-organisasi non profit
dan individu-individu, yang dalam beberapa cara memperkenalkan dalam
pesan periklanan dan berharap untuk memberitahu atau membujuk anggota-
anggota dari penerima pesan tertentu (Dunn and Barban, 1996:7)
5. Masyarakat periklanan Indonesia memberikan definisi iklan sebagai segala
bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat media, ditujukan
kepada sebagian atau seluruh masyarakat (Rhenald, 1995: 11)
6. Menurut Semenik (2000: 9) periklanan cenderung bersifat menghabiskan dana
paling banyak dibanding alat komunikasi yang lain. Periklanan didefinisikan
sebagai sebuah usaha yang harus dibayar dan disebarluaskan dengan tujuan
untuk membujuk.
7. Menurut Rhenald Khasali (2005: 9) iklan adalah bagian dari bauran promosi
dan bauran promosi adalah bagian dari bauran Pemasaran. Secara sederhana
iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang
ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa iklan merupakan salah
satu penunjang dalam melakukan kegiatan pomosi. Segala bentuk pesan tentang suatu
produk yang disampaikan melalui media dan ditujukan kepada masyarakat luas bisa
dikatakan sebagai iklan sedangkan sasaran iklan adalah mengubah jalan pikiran
konsumen untuk membeli, sedangkan sasaran promosi adalah merangsang pembelian
setempat.
C. Elemen-elemen Iklan
Iklan yang baik diharapkan dapat mempengaruhi jalan pikiran konsumen
dengan cara positioning yang menimbulkan image pada benak khalayak untuk
mengenalkan produk pada calon konsumen yang lebih luas tetapi dalam batas-batas
target konsumen yang telah ditentukan. Suatu iklan yang baik menggunakan elemen-
elemen yang dikenal seagai AIDCA Agus S. Majadikara (2004: 13):
1. Perhatian (attention)
Attention dapat diartikan menarik perhatian khalayak sasaran, baik pembaca,
pendengar maupun pemirsa
2. Minat (Interest)
Interest merupakan bagaimana membangkitkan rasa keingintahuan yang jauh lagi
terhadap produk yang ditawarkan. Agar rasa ingin tahu lebih jauh dari calon
konsumen dapat dibangkitkan, maka penyampaian pesan harus menggunakan kata-
kata yang memikat dan penuh teka-teki serta diimabngi dengan ilustrasi yang
memukau
3. Kebutuhan (desire)
Merupakan kebuuhan atau keinginan calon konsumen untuk memiliki atau memakai
produk yang ditawarkan
4. Rasa Percaya (conviction)
Yaitu mebangkitkan kepastian rasa percaya ketika memilih sesuatu yang ditawarkan
untuk dieli, dipakai atau dilakukan
5. Tindakan (action)
Membujuk calon konsumen agar secepatnya segera mengambil tindakan pembelian
pemakaian dan sebagainya
Manfaat iklan antara lain (Gito Sudarmo, 1994: 115):
1) Memperluas alternative bagi konsumen dengan adanya iklan, konsumen dapat
mengetahui adanya berbagai produk, yang pada gilirannya menimbulkan adanya
pilihan.
2) Iklan membantu produsen menimbulkan kepercayaan bagi konsumennya. Iklan-
ilan yang secara gagah tampil dihadapan masyarakat dengan ukuran besar dan logo
yag cantik menimbulkan kepercayaan tinggi bahwa perusahaan yang membuatnya
bonafit dan produksinya bermutu.
3) Iklan membuat orang terkenal, ingat dan percaya.
D. Konsumen
Masyarakat kita pada umumnya telah mengerti atau memahami siapa yang di
maksud dengan konsumen. Istilah konsumen sendiri berasal dari alih bahasa
”costumer” (Inggris,Amerika) atau ”consument” (Belanda) yang artinya pihak
pemakai barang dan jasa (Van Pramudya Puspa, 1977). Sedangkan di Spanyol
pengertian konsumen didefiniskan lebih luas, yaitu ”konsumen diartikan tidak hanya
individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai
terakhir, akan tetapi di sini konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual-belli
sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli (Tim FH UI,
1992)
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia istilah ”konsumen” sebagai
definisi formal di temukan pada undang-undang sebagai berikut :
1. Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
Pasal 1 angka 2
”Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan”
2. Undang-Undang No 57 tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional
Pasal 1 angka 2
”Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan”
3. Undang-Undang No 59 tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat
Pasal 1 angka 2
”Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan”
Didalam penjelasan pasal diatas, disebut :
a. Konsumen Akhir / sempit
Konsumen akhir / sempit dapat dibedakan menjadi 2 yaitu (AZ Nasution, 1999) :
1) Konsumen yang menggunakan barang dan jasa untuk kepentingan komersial
(intermediate costumer)
2) Konsumen yang menggunakan barang dan jasa untuk kepentingan diri sendiri
(ultimate costumer)
b. Konsumen Antara / luas
Konsumen antara / luas adalah konsumen yang menggunakan suatu produk
sebagai dari proses produk lainnya untuk diperdagangkan.
Berdasarkan pengertian konsumen yang terdapat dalam pasal diatas tersebut
ditemukan sejumlah catatan yang dapat diberikan terhadap unsur-unsur definisi
konsumen, yaitu:
1). Setiap Orang
Yang dimaksud dengan ”setiap orang” disini adalah subyek yang disebut
sebagai konsumen, yang berarti adalah setiap orang yang berstatus sebagai pemakai
barang dan/atau jasa.
Penggunaan istilah orang tersebut menimbulkan keraguan, apakah hanya
orang individual yang biasanya sering disebut dengan “Natuurlijke Person” yang
dapat disebut sebagai konsumen/termasuk juga badan hukum. Hal ini berbeda dengan
pengertian ”pelaku usaha” dalam pasal 1 angka 3 yang secara eksplisit membedakan
kedua pengertian ”person” diatas dengan menyebutkan kata-kata orang
perseorangan/badan usaha. Dengan demikian tentunya yang paling tepat, pengertian
sestiap orang disitu, tidak hanya terbatas pada orang perseorangan saja, akan tetapi
juga meliputi badan hukum (Sidharta, 1998)
2). Pemakai
Rumusan ini ingin menegaskan bahwa yang dimaksud dengan konsumen baik
di dalam undang-undang perlindungan konsumen, undang-undang Badan
Perlindungan Konsumen Nasional dan undang-undang Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat hanyalah terbatas pada konsumen akhir (ultimate
costumer). Hal ini ditegaskan di dalam penjelasan pasal 1 angka 2 undang-undang
diatas, yang menyebutkan bahwa :
“Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen
antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaatan akhir dari suatu produk,
sedang konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai
bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam
undang-undang ini adalah konsumen akhir.
Bagi konsumen antara barang dan/atau jasa itu adalah barang dan/atau jasa
kapital, berupa bahan baku, bahan penolong atau komponen dari produk lain yang
akan diproduksinya (produsen). Kalau ia distributor atau pedagang, berupa barang
setengah jadi atau barang jadi yang menjadi mata dagangannya. Konsumen antara ini
biasanya mendapatkan barang dan/atau jasa konsumen, itu di pasar industri atau pasar
produsen.
Bagi konsumen akhir barang dan/atau jasa itu adalah barang dan/atau jasa
yang umumnya digunakan di dalam rumah-rumah tangga masyarakat (Marian Darus
Badrulzaman, 1986)
3). Barang dan Jasa
Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa sebagai pengganti terminologi
tersebut digunakan kata produk. Saat ini produk sudah berkonotasi barang dan/atau
jasa. Semula kata produk hanya mengacu pada pengertian barang. Undang-undang
perlindungan konsumen di dalam pasal 1angka 4 mengartikan barang sebagai ”setiap
benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak,
dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan,
dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen.
Sementara itu jasa diartikan sebagai ”layanan yang berbentuk pekerjaan atau
prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
Pengertian disediakan bagi masyarakat, artinya harus lebih dari satu orang.
4). Yang Tersedia Dalam Masyarakat
Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia
dipasaran. Dalam perdagangan yang makin komplek dewasa, syarat ini sudah tidak
mutlak untuk digunakan dalam perjanjian konsumen.
5). Bagi Kepentingan Diri Sendiri, Keluarga, Orang Lain Maupun Mahluk Hidup
Lain
Unsur yang diletakkan dalam definisi ini mencoba untuk memperluas
pengertian konsumen. Kepentingan di sini tidak sekedar di tujukan untuk diri sendiri
dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain,
bahkan juga untuk makhluk hidup lain (jadi pengertian konsumen diperluas tidak
hanya terbatas pada konsumen yang berwujud manusia, melainkan juga meliputi
makhluk hidup lain yang merupakan binatang peliharaan, seperti : ikan, ayam, bebek,
kucing, burung dan sebagainya).
Barang dan/atau jasa tidak untuk diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam undang-undang perlindungan konsumen ini
dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Batasan ini sudah bisa dipakai dalam
peraturan perlindungan konsumen diberbagai negara, tetapi secara teoritis untuk
menetapkan batas-batasnya. Batasan konsumen dalam undang-undang perlindungan
konsumen dan hak-hak konsumen yang diadopsi didalamnya masih memerlukan
pengujian di lapangan, khususnya melalui peristiwa-peristiwa konkret yang diajukan
ke pengadilan.
E. Perlindungan Konsumen
Istilah perlindungan konsumen sudah sangat sering terdengar di dalam
masyarakat Indonesia, sedangkan untuk ruang lingkup hukum perlindungan
konsumen sulit dibatasi hanya dengan menampungnya dalam satu jenis undang-
undang seperti Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. Hukum
perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang
dan cabang hukum lain, karena pada tiap bidang dan cabang hukum itu senantiasa
terdapat pihak yang berpredikat ”konsumen” (Shidarta, 2000).
Diharapkan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen sebagai benteng
untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya
demi untuk kepentingan perlindungan konsumen. Hukum perlindungan konsumen
merupakan bagian dari hukum konsumen yang lebih luas. Az. Nasution secara
definisi mengatakan :
”Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang
memuat asas-asas/ kaidah-kaidah bersifat mengatur dan juga memandang sifat
melindungi kepentingan konsumen (AZ Nasution, 1995)
Sedangkan rumusan pengertian perlindungan konsumen diatur dalam
perundang-undangan sebagai berikut :
a. Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
Pasal 1 angka 1
”Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”
b. Undang-Undang No 57 tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional
Pasal 1 angka 1
”Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.
c. Undang-Undang No 59 tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat
Pasal 1 angka 1
”Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.
Dengan demikian, sebaiknya dikatakan bahwa hukum perlindungan konsumen
berskala luas karena meliputi berbagai aspek hukum yang terdapat kepentingan pihak
konsumen di dalamnya. Kata aspek hukum ini sangat bergantung pada kemauan kita
mengartikan hukum termasuk juga hukum diartikan sebagai asas dan norma.
DAFTAR PUSTAKA
Az. Nasution, 1995. Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada perlindungan konsumen, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan
Az Nasution, 1999. Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Daya Widya
Direktorat Perlindungan Konsumen, http//www.solusi.hukum.com. Diakses tanggal 7 Pebruari 2011
Kartika. Media Konsmen, www.jurnalnajmu.wordpress.com. Diakses tanggal 7 Januari 2011
Ramli, Ahmad M. 2002. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Transaksi ecommerce. Dalam jurnal Hukum Bisnis volume 18/maret 2002.
Rhenald, Kasali, 1995, Manajemen Periklanan Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Graffiti, Jakarta
Shidarta, 2000. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia di ambil dari buku Edmond Chan dengan judul “Law in the Consumer Perpective, University of Pennsylvania Law Review, No 112, 1963, hal 1-27, Jakarta, PT. Grasindo.
Shidharta, 1998. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta, Grasindo.
Tim FH UI dan Depdagri, 1992. Rancangan Akademik Undang - Undang tentang Perlindungan Konsumen”, Jakarta, tidak dipublikasikan
Van Pramudya Puspa. 1977. Kamus Hukum, Edisi Lengkap Bahasa Inggris. Semarang, CV.Aneka,