budaya dalam revitalisasi perkotaan

6
1 BUDAYA DALAM REVITALISASI PERKOTAAN Antariksa Revitalisasi Sebuah Pengantar Revitalisasi adalah upaya untuk mendaur-ulang (recycle) dengan tujuan untuk memberikan vitalitas baru, meningkatkan vitalitas yang ada atau bahkan menghidupkan kembali vitalitas (re-vita-lisasi) yang pernah ada, namun telah memudar. Menurut Departemen Kimpraswil (2002) revitalisasi dapat dijelaskan, adalah rangkaian upaya menghidupkan kembali kawasan yang cenderung mati, meningkatkan nilai-nilai vitalitas yang strategis dan signifikan dari kawasan yang masih mempunyai potensi dan atau mengendalikan kawasan yang cenderung kacau atau semrawut. Dalam lingkup kawasan, vitalitas dapat diartikan kemampuan, kekuatan kawasan untuk tetap bertahan hidup. Hidupnya suatu kawasan dapat tercermin dari kegiatan yang berlangsung di dalam kawasan sepanjang waktu di mana orang datang, menikmati, dan melakukan aktivitas-nya di sini. Namun dalam konteks perkotaan sebuah vitalitas atau revitalisasi tidak hanya menekankan pada aspek ekonomi saja, tetapi perbaikan fisik dalam kawasannya yang akan dijadikan objek juga harus mendapat perhatian khusus. Vitalitas terlihat dari kualitas kehidupan di sepanjang jalan (Abramson 1981:82). Kualitas kehidupan ini dinikmati oleh suluruh lapisan masyarakat, baik pengunjung maupun pekerja, yang ditandai dengan peningkatan penjualan dan menjadi daya tarik pengunjung (Wiedenhoeft 1981:5). Adaptasi revitalisasi merupakan upaya untuk mengubah suatu lingkungan binaan agar dapat digunakan untuk fungsi baru yang sesuai, tanpa menuntut perubahan drastis atau hanya memberikan dampak yang minimal. Pendekatan dalam Revitalisasi Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Untuk itu, revitalisasi dapat dikatakan sebagai salah satu pendekatan dalam meningkatkan vitalitas suatu kawasan kota yang bisa berupa: 1. penataan kembali pemanfaatan lahan dan bangunan; 2. renovasi kawasan maupun bangunan- bangunan yang ada, sehingga dapat ditingkatkan dan dikembangkan nilai ekonomis dan sosialnya; 3. rehabilitasi kualitas lingkungan hidup; dan 4. peningkatan intensitas pemanfaatan lahan dan bangunannya. Keberhasilan pendekatan revitalisasi dalam suatu kawasan dipengaruhi oleh aspek sosial dan karakteristik kawasan yang merupakan image atau citra suatu kawasan, bukan pada ide atau konsep yang diterapkan tanpa penyesuaian dengan lingkungan kawasan tersebut. Pendekatan revitalisasi berdasarkan tingkat, sifat dan skala perubahan yang terjadi di dalam kawasan dapat dilakukan dengan preservasi/konservasi, rehabilitasi dan pembangunan kembali (redevelopment). Revitalisasi kawasan diarahkan untuk memberdayakan daerah dalam usaha menghidupkan kembali aktivitas perkotaan/perdesaan dan vitalitas kawasan untuk mewujudkan kawasan layak huni (livable), mempunyai daya saing pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal, berkeadilan sosial, berwawasan budaya serta terintegrasi dalam kesatuan sistem kota/desa.

Upload: moh-ali-mahsun

Post on 05-Jan-2016

239 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

BUDAYA

TRANSCRIPT

Page 1: Budaya Dalam Revitalisasi Perkotaan

1

BUDAYA DALAM REVITALISASI PERKOTAAN

Antariksa

Revitalisasi Sebuah PengantarRevitalisasi adalah upaya untuk mendaur-ulang (recycle) dengan tujuan untuk

memberikan vitalitas baru, meningkatkan vitalitas yang ada atau bahkan menghidupkankembali vitalitas (re-vita-lisasi) yang pernah ada, namun telah memudar. MenurutDepartemen Kimpraswil (2002) revitalisasi dapat dijelaskan, adalah rangkaian upayamenghidupkan kembali kawasan yang cenderung mati, meningkatkan nilai-nilai vitalitasyang strategis dan signifikan dari kawasan yang masih mempunyai potensi dan ataumengendalikan kawasan yang cenderung kacau atau semrawut. Dalam lingkup kawasan,vitalitas dapat diartikan kemampuan, kekuatan kawasan untuk tetap bertahan hidup.Hidupnya suatu kawasan dapat tercermin dari kegiatan yang berlangsung di dalam kawasansepanjang waktu di mana orang datang, menikmati, dan melakukan aktivitas-nya di sini.Namun dalam konteks perkotaan sebuah vitalitas atau revitalisasi tidak hanya menekankanpada aspek ekonomi saja, tetapi perbaikan fisik dalam kawasannya yang akan dijadikan objekjuga harus mendapat perhatian khusus. Vitalitas terlihat dari kualitas kehidupan di sepanjangjalan (Abramson 1981:82). Kualitas kehidupan ini dinikmati oleh suluruh lapisan masyarakat,baik pengunjung maupun pekerja, yang ditandai dengan peningkatan penjualan dan menjadidaya tarik pengunjung (Wiedenhoeft 1981:5). Adaptasi revitalisasi merupakan upaya untukmengubah suatu lingkungan binaan agar dapat digunakan untuk fungsi baru yang sesuai,tanpa menuntut perubahan drastis atau hanya memberikan dampak yang minimal.

Pendekatan dalam RevitalisasiPada dasarnya dapat dikatakan bahwa revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan

kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapikemudian mengalami kemunduran/degradasi. Untuk itu, revitalisasi dapat dikatakan sebagaisalah satu pendekatan dalam meningkatkan vitalitas suatu kawasan kota yang bisa berupa: 1.penataan kembali pemanfaatan lahan dan bangunan; 2. renovasi kawasan maupun bangunan-bangunan yang ada, sehingga dapat ditingkatkan dan dikembangkan nilai ekonomis dansosialnya; 3. rehabilitasi kualitas lingkungan hidup; dan 4. peningkatan intensitaspemanfaatan lahan dan bangunannya. Keberhasilan pendekatan revitalisasi dalam suatukawasan dipengaruhi oleh aspek sosial dan karakteristik kawasan yang merupakan imageatau citra suatu kawasan, bukan pada ide atau konsep yang diterapkan tanpa penyesuaiandengan lingkungan kawasan tersebut. Pendekatan revitalisasi berdasarkan tingkat, sifat danskala perubahan yang terjadi di dalam kawasan dapat dilakukan denganpreservasi/konservasi, rehabilitasi dan pembangunan kembali (redevelopment).

Revitalisasi kawasan diarahkan untuk memberdayakan daerah dalam usaha menghidupkankembali aktivitas perkotaan/perdesaan dan vitalitas kawasan untuk mewujudkan kawasanlayak huni (livable), mempunyai daya saing pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal,berkeadilan sosial, berwawasan budaya serta terintegrasi dalam kesatuan sistem kota/desa.

Page 2: Budaya Dalam Revitalisasi Perkotaan

2

Revitalisasi pada prinsipnya tidak hanya menyangkut masalah konservasi bangunan danruang kawasan bersejarah saja, tetapi lebih kepada upaya untuk mengembalikan ataumenghidupkan kembali kawasan dalam konteks kota yang tidak berfungsi atau menurunfungsinya agar berfungsi kembali, atau menata dan mengembangkan lebih lanjut kawasanyang berkembang sangat pesat namun kondisinya cenderung tidak terkendali.

Beberapa Tahapan RevitalisasiPelaksanaan revitalisasi harus melalui beberapa tahapan, di mana masing-masing

tahapan harus memberikan upaya untuk mengembalikan atau menghidupkan kawasan dalamkonteks perkotaan. Dengan demikian konservasi bangunan dan kawasan bersejarahmerupakan tempat yang dapat difungsikan kembali menjadi kawasan yang mempunyai nilaisosial-ekonomi tinggi. Tahapan-tahapan yang dapat kita cermati di antaranya adalah: 1.Intervensi fisik, intervensi fisik mengawali kegiatan fisik revitalisasi dan dilakukan secarabertahap, meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas dan kondisi fisik bangunan, tata hijau,sistem penghubung, sistem tanda/reklame dan ruang terbuka kawasan; 2. Rehabilitasiekonomi, revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan artefak urban harusmendukung proses rehabilitasi kegiatan ekonomi; dan 3. Revitalisasi sosial/institusional,keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu menciptakan lingkunganyang menarik (interesting), jadi bukan beautiful place.

Pertanyan yang mendasar adalah, apakah ketiga hal di atas dapat memperbaikipenurunan kualitas kawasan perkotaan dan dapat memberikan pemaknaan kembali padadaerah yang menjadi fokus kegiatan revitalisasi. Dengan menghidupkan kembali kawasan initentunya harus mempertahankan historis budaya masyarakat dan kawasannya. Pengendaliankawasan menjadi sangat penting di sini agar perkembangan dan pembangunan di masamendatang tidak merusak lingkungannya. Seperti dikatakan Danisworo (2000), hilangnyavitalitas awal dalam suatu kawasan historis budaya umumnya ditandai dengan kurangterkendalinya perkembangan dan pembangunan kawasan, sehingga mengakibatkan terjadinyakehancuran kawasan, baik secara self destruction maupun creative destruction.

Kawasan RevitalisasiKawasan merupakan suatu wilayah yang di dalamnya terdapat kawasan bersejarah yangdahulu hidup dan vital dan mampu mempertahankan eksistensinya. Ironisnya dalam prosesperkembangan sebuah kota, berbagai indikasi penurunan kualitas fisik justru dapat denganmudah diamati pada kawasan bersejarah tersebut. Kawasan yang mempunyai nilai sejarahtinggi perlu adanya mekanisme untuk pemeliharaan dan kontrol terus menerus agar kualitasyang terdapat di dalam lingkungan tersebut dapat secara produktif dikembangkan ke masadepan. Ada beberapa tingkatan dalam revitalisasi kawasan, yaitu berdasar fungsi, letak sertake-kuno-an dan ke-sejarahan kawasannya. Kawasan-kawasan revitalisasi dapatdiklasifikasikan sebagai berikut: 1. Ditinjau dari fungsi kawasan: - Revitalisasi kawasanperniagaan; - Revitalisasi kawasan perumahan; - Revitalisasi kawasan perindustrian; -Revitalisasi perkantoran pemerintah; - Revitalisasi kawasan olah raga, dan fasilitas sosiallainnya; dan - Revitalisasi kawasan khusus. 2. Ditinjau dari letak kawasan: - Revitalisasikawasan pegunungan/per-bukitan; - Revitalisasi kawasan tepian air (sungai, laut, danau); -Revitalisasi kawasan perairan/rawa; dan - Revitalisasi kawasan khusus lainnya. 3. Ditinjaudari ke-kuno-an dan ke-sejarahan: - Revitalisasi kawasan bersejarah; dan - Revitalisasikawasan baru.

Page 3: Budaya Dalam Revitalisasi Perkotaan

3

Keterlibatan Masyarakat Dalam RevitalisaiPeran masyarakat akan sangat berpengaruh dalam proses revitalisasi, hal ini menjadi

bagian penting dalam pendekatan dan pelaksanaannya. Faktor sosial-ekonomi mempunyaiperan penting, tetapi aspek budaya akan lebih berperan dalam pendekatan sejarah lokalnya.Kearifan lokal sebaiknya lebih dominan di dalam proses revitalisasi dalam konteks arsitekturperkotaan. Revitalisasi dengan mengajak masyarakat ikut berpartisipasi baik dalamperencanaannya maupun pelaksanaannya merupakan langkah interaktif demi mencapaikeberhasilan program revitalisasi kawasan tersebut. Dengan adanya peran serta masyarakatdapat menjadikan kawasan tersebut kawasan yang hidup dan tertata dengan baik karenamasyarakat memiliki dan mampu memeliharanya. Sebagai konsekuensinya pastimembutuhkan waktu yang panjang, karena revitalisasi harus ditumbuhkan dengan akar yangkuat agar mampu berkembang secara berkelanjutan, sepanjang masa. Menurut Widayati(2000:88), kenapa tidak memualai dengan sesuatu yang telah dipunyai oleh masing-masingkota yang nantinya kalau sudah tertata dengan baik akan menjadi ciri dari kota tersebut?Sebagai contoh, permasalahan revitalisasi kawasan kota tua Jakarta dibahas dari berbagaisudut pandang, mulai dari potensi kesejarahannya, studi perbandingan dengan kasus sejenisdari mancanegara, pendekatan komersial dalam merevitalisasi kawasan hingga kepadaperanan museum pada kawasan tersebut. Menarik untuk dicermati adalah adanya semangatdan nuansa ‘baru’ dalam menentukan commongoal-nya (Martokusumo 2000).

Revitalisasi dalam pelaksanaannya sering menghadapi persoalan yang terdapat dimasyarakat, seperti ketidakserasian pendapat antara pihak pemerintah dan pihak pemilikbangunan. Hal ini lebih disebabkan karena pihak pemilik bangunan sering tidak mempunyaidana untuk pemeliharaan bangunan, sementara pihak pemerintah belum mampu untukmemberikan subsidi kepada para pemilik bangunan. Di lapangan seringkali didapatiketidaksesuaian antara harapan dan keinginan masyarakat. Pengaruh pendidikan, latarbelakang budaya, dan kesadaran akan pemahaman akan kearifan lokal yang dapat dijadikanaset pemerintah setempat menjadikan sebuah hambatan. Mempertahankan budaya dalamsebuah kawasan dengan segala kearifannya yang akan direvetalisasi belum tentu dapatditerima dengan baik oleh masyarakat. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu ditegaskanyang menurut Martokusumo (2000) adalah: pertama, hanya sebagian kelompok masyarakatyang bisa memahami gagasan konservasi yang sementara ini memang masih elitis, terutamasekali mereka yang pernah mengenyam pendidikan barat; kedua, adanya kecenderungan daripihak institusi terkait untuk melihat tapak dan bangunan (topos) sebagai suatu barangkomoditas; dan ketiga, kondisi bangunan dan lingkungan yang relatif mudah rusak mengingatfaktor iklim dan kondisi geografis lingkungan.

Untuk itu perlu diperhatikan ada beberapa hal di antaranya bahwa: 1. Pelaksanaanrevitalisasi memerlukan adanya keterlibatan masyarakat yang bukan hanya sekedar ikut sertauntuk mendukung aspek formalitas perlunya partisipasi masyarakat; 2. Keterlibatanmasyarakat ini terkait erat karena revitalisasi berarti adanya kegiatan baru dalam suatukawasan, sehingga keterlibatan tersebut didukung oleh pemahaman yang mendalam tentangrevitalisasi dan konservasi; 3. Sosialisasi tentang pentingnya revitalisasi perlu diupayakanuntuk mengubah dan menumbuhkan kemauan publik dan swasta untuk melakukan investasipada pelestarian pusaka alam dan budaya dengan tujuan menjadikan kawasan yangterpelihara dan bahkan berkembang sepanjang masa.

Sebagai contoh, Historic Massachusetts USA, yang bermitra dengan penduduk lokaldan berbagai organisasi untuk revitalisasi, menyeleksi sumber daya budaya untuk revitalisasidan menetapkan tiga buah kriteria dasar: a. sumber daya tersebut harus menunjukkan

Page 4: Budaya Dalam Revitalisasi Perkotaan

4

hubungan yang penting antara pelestarian dan kebangaan masyarakat setempat; b. sumberdaya tersebut harus potensial menjadi katalisator usaha revitalisasi dan pembangunan; dan c.sumber daya tersebut harus memiliki dukungan masyarakat dan politik.

Pada hal kalau ditelusuri, kawasan lama biasanya mempunyai banyak potensi antaralain (Widayati 2000:92): 1. Kehidupan masyarakatnya masih tradisionil baik dari segispiritualnya maupun kulturalnya; 2. Masyarakat setempat biasanya mempunyai matapencaharian berupa kerajinan tangan sesuai dengan daerahnya masing-masing; 3. Mempunyaikesenian rakyat; 4. Mempunyai lahan atau bangunan yang spesifik yang dapat dijadikanobjek wisata; dan 5. Mempunyai situs peninggalan masa lalu yang berkaitan dengan sejarah.

Apa yang telah dijelaskan di atas masih perlu ada satu pendekatan lagi, yaitu bagaimanabudaya lokal yang melekat pada lingkungan atau kawasan bersejarah tersebut dapatdiungkapkan dengan baik dan jelas. Aspek perilaku masyarakat memang sangat menentukan,demikian juga aspek kondisi geografisnya bila kawasan perkotaan ataupun perdesaan akandijadikan objek pelestarian yang terkait dengan revitalisasi.

Semuanya ini dapat dilakukan tanpa merubah ciri khas dari tempat di sekitar kawasanatau lingkungan bersejarah itu sendiri. Kalau hal ini berhasil dilakukan, maka revitalisasikawasan bersejarah akan berhasil dalam pelaksanaannya. Bagaimanapun juga warisan budayamasa lalu telah dihadirkan pada kawasan dalam bentuk fisik, maka identitas fisik itu perludipertahankan dan dijaga sebagai bagian dari pelestarian budaya bangsa.

Penggunaan Teknologi InformasiSebenarnya penggunaan informasi ini sebagai salah satu cara untuk dapat

menginformasikan hal-hal yang dapat didokumentasikan dalam melihat budaya apa yangterdapat di kawasan atau lingkungan tersebut. Tinggalan fisik arsitektural apa yang dapatmemberikan jaminan untuk melindungi bangunan tersebut yang dapat diperlihatkan secarafisik bagi masyarakat yang ingin mendapatkan informasi tentang sejarah fisik kawasan itu.Untuk itu perlu ada: 1. identifikasi dan dokumentasi berbagai sumber daya alam dan budayadalam dokumentasi digital dan dapat diwujudkan dalam website, sehingga mudah diakses; 2.berbagai gagasan revitalisasi disosialisasikan melalui website dan pemasangan hasil cetaknyadi tempat-tempat strategik; 3. membuat forum dalam bentuk mailing list agar masyarakat dansemua pihak dapat menyampaikan pendapatnya secara langsung dan berdiskusi tentangrevitalisasi secara terbuka; 4. pameran secara regular tentang pengembangan upayarevitalisasi melalui produk-produk teknologi informasi di lokasi atau di luar lokasi dapatdilakukan untuk menjaring gagasan dan kemitraan; dan 5. melalui upaya ini dapatdirumuskan pula beragam insentif yang akan diberikan kepada pihak-pihak yangmelaksanakan program pelestarian dan revitalisasi.

Keuntungan Pemaduan Kegiatan Pelestarian dan RevitalisasiKedua kegiatan ini perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaannya, konsep yang ditata

dalam sebuah pemikiran dalam hal ini pelestarian dan revitalisasi, ternyata membutuhkankecermatan dalam implementasi di lapangan. Ada beberapa hal yang dapat dipakai sebagaidasar dalam memadukan kedua kegiatan tersebut, di antaranya: 1. Keuntungan budaya,diperoleh karena semakin memperkaya sumber sejarah, sehingga akan menambah rasakedekatan (sense of attachment) pada sejarah atau kejadian penting di masa lalu. 2.Keuntungan ekonomi, yaitu dapat meningkatkan taraf hidup, mengurangi pengangguran

Page 5: Budaya Dalam Revitalisasi Perkotaan

5

lokal, omset penjualan, naiknya harga sewa, pajak pendapatan oleh pemerintah daerah. 3.Keuntungan sosial, timbul karena meningkatnya nilai ekonomi dan menumbuhkan rasapercaya diri pada masyarakat. Ketiga keuntungan tersebut harus dapat memeberikankontribusi pemahaman bagi masyarakat yang kawasan atau lingkungannya akan direvitalisasi. Pendekatan ini membutuhkan waktu yang lama selain penataan fisik kawasannya,sehingga keuntungan sosial juga harus dapat mempertahankan budaya masyarakat setempatyang akan ditata untuk masa mendatang. Budaya masyarakat harus berjalan dandipertahankan agar masyarakat merasa ikut memiliki warisan budayanya. Meningkatnya dayadukung sosial masyarakat sekitar dalam tataran ekonomi harus dapat memberikan jaminan.Perjalanan masa depan kawasan secara fisik harus terjaga sedemikian rupa dalammenghadapi perkembangan, sehingga sejarah fisik masa lalu lingkungan dan kawasantersebut dapat langgeng dan terjaga dengan baik.

Pendekatan Budaya Dalam RevitalisasiBudaya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat perlu mendapat tempat dalam

pelaksanaan revitalisasi. Sentuhan budaya akan dapat memberikan arah dan tujuan baikpelestarian fisik maupun non fisik. Baik secara tata ruang kotanya maupun arsitekturbangunannya harus benar-benar mendapat prioritas utama untuk dipertahankan dari segalamacam penghancuran maupun perusakan. Perlu diingat bahwa permasalahan pada kawasanatau lingkungan bersejarah itu bukan saja hanya persoalan arsitektur. Kebudayaan padadasarnya merupakan segala macam bentuk gejala kemanusiaan, baik yang mengacu padasikap, konsepsi, ideologi, perilaku, kebiasaan, karya kreatif, dan sebagainya. Hal ini yangperlu dipahami di dalam melakukan revitalisasi, kecenderungan dan karakteristik wilayah dankawasan kota besejarah harus dipahami sebagai bekal awal untuk melangkah. Budaya yangmelekat pada wilayah kota terbuka luas dan tidak dapat diselesaikan dengan waktu singkat,karena budaya menyangkut semua aspek kehidupan manusia. Faktanya sangat kompleksselain memiliki kekhasan dan terkadang memiliki ciri yang sangat universal baik fisik danperilaku budayanya. Memang, dalam pengertian kebudayaan juga termasuk tradisi, dan“tradisi”dapat diterjemahkan dengan pewarisan atau penerusan norma-norma, adapt istiadat,kaidah-kaidah, harta-harta. Itulah sebabnya mengapa kebudayaan merupakan ceritera tentangperubahan-perubahan: riwayat manusia yang selalu memberi yang selalu memberi wujudbaru kepada pola-pola kebudayan yang sudah ada (van Peursen 1976:11).

Demikian juga revitalisasi bukan hanya sekadar bagaimana menciptakan sebuah tempatdengan beautiful place belaka, tetapi lebih kepada interesting place. Untuk itu perludikembangkan pemikiran-pemikiran yang kontekstual maupun holistik, yang berangkat daribudaya masyarakat setempat beserta seluruh kearifan lokalnya yang masih melekat, dandikombinasikan dengan permasalahan lingkungan yang berkembang saat ini. Keunikantersebut, selain aspek sosial budaya, mengandung kearifan lokal yang dapat menjadi dayatarik wisata, dan berpotensi meningkatkan peertumbuhan ekonomi kreatif masyarakat.Potensi aset budaya tersebut memiliki nilai kesejarahan, dan menjadi suatu rangkaian pusaka(heritage) yang perlu dilestarikan bahkan potensial untuk dikembangkan secara positif,berkesinambungan serta dapat dijadikan pijakan (Ernawi 2009:1). Revitalisasi harusdipandang sebagai sebuah objek budaya dengan segala aspek yang melingkupinya, dan perludipadukan dengan permasalahan sosial, ekologi dan arsitektural yang sudah tertata dikawasan atau lingkungan bersejarah tersebut. Hanya saja, langkah yang tidak kalahpentingnya adalah bagaimana mengakomodasikan permasalahan sosial, ekologi serta aspekterkait lainnya melalui sebuah kegiatan pelestarian. Ernawi (2009:2) menjelaskan, bahwadunia dipenuhi oleh banyak entitas kebudayaan yang saling berasimilasi, berakulturasi, atau

Page 6: Budaya Dalam Revitalisasi Perkotaan

6

bahkan saling berkompetisi satu sama lain. Dengan adanya arus globalisasi, duniadihadapkan pada arus budaya tunggal yang evolusinya bergulir begitu kuat, hingga bahkandapat menggeser tatanan budaya lokal hampir di seluruh belahan dunia.

Budaya harus dilihat sebagai fenomena pilihan hidup yang terdapat dalam sebuahkawasan bersejarah yang tentu saja selalu eksis dan berkembang. Cara melihatnya pun harusdalam konteks ruang dan waktu. Kawasan bersejarah telah menjadi milik kolektif masyarakatyang mendiami kawasan tersebut, baik dalam perilaku dan konfigurasi unik dalam cita rasayang khas serta gaya yang dipunyainya. Penentuan atau pemilihan setting kawasan yang akandirevitalisasi harus benar-benar siap respek dijadikan objek pelestarian. Tempat atau lokasiyang akan dijadikan objek revitalisasi harus mempunyai peninggalan fisik arsitektural baikbangunan, lingkungan maupun budaya masyarakatnya. Fenomena budaya lingkungan danmasyarakat setempat harus menjadi nilai penting dalam proses pelaksanaan revitalisasi.

Sumber PustakaErnawi, I. S., 2009. Kearifan Lokal Dalam Perspektif Penataan Ruang. Makalah dalam

Seminar Nasional Kearifan Lokal Dalam Perencanaan dan Perancangan LingkunganBinaan. Malang, 7 Agustus 2009.

Hartono, S. & Handinoto. 2000. Alun-alun dan Revitalisasi Identifikasi Kota Tuban. DimensiTeknik Arsitektur : 1-11.

Kautsary, J. 2008. Sudaryono & Subanu, L.P. 2008. Makna Ruang Dalam PermukimanPecinan (Aspek yang Terlupakan Dalam Upaya Revitalisasi Kawasan). SeminarNasional Eco Urban Design. Semarang: Universitas Diponegoro. 1-12.

Martokusumo, W. 2000. Revitalisasi Kota Tua Jakarta. www.arsitekturindis.com/. (6September 2009)

Van Peursen, C.A. 1976. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.Widayati, N. 2000. Penyertaan Peran Serta Masyarakat dalam Program Revitalisasi Kawasan

Laweyan di Surakarta. Dimensi Teknik Arsitektur. 28 (2): 88-97Wongso, J., Alvares, E. & Zulherman. Strategi Revitalisasi Kawasan Pusat Kota Bukittinggi

Sumatera Barat.

Antariksa © 2009