perubahan pada revitalisasi bangunan cagar budaya studi

17
Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Studi Kasus : Gedung Kunstkring Agustinus Leonardo W.,Dipl. Ing. Han Awal Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Indonesia ABSTRAK Bangunan cagar budaya merupakan warisan yang harus diturunkan ke generasi berikutnya, sehingga perlu dijaga kelestariannya. Salah satu cara pelestarian atau yang disebut konservasi adalah dengan melakukan revitalisasi. Dalam proses ini terjadi perubahan-perubahan yang berupa perubahan fisik maupun fungsional. Sebagai bangunan cagar budaya golongan A, Gedung Kunstkring juga telah mengalami beberapa perubahan-perubahan dalam proses revitalisasi. Perubahan-perubahan ini berhubungan dengan periode/zaman yang sedang terjadi saat itu. Meskipun begitu, beberapa diantara perubahan ini tidak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dikarenakan minimnya pengawasan terhadap bangunan cagar budaya dan kurang mendetailnya aturan mengenai konservasi. PENDAHULUAN Jakarta mempunyai beragam kekayaan sejarah, salah satu kekayaan sejarah tersebut adalah bangunan-bangunan tua yang mempunyai nilai sejarah yang tinggi dikarenakan adanya suatu cerita penting dibalik bangunan tua tersebut. Namun, tidak semua bangunan tua dikatakan sebagai bangunan cagar budaya. Aturan- aturan mengenai bangunan cagar budaya diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010. Tolak ukur sebuah bangunan dikatakan sebagai bangunan cagar budaya diatur dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta no 9 tahun 1999 bab IV. Dalam bukunya Fitch (1992) mengungkapkan ada beberapa cara dalam usaha melestarikan, diantaranya preservation, restoration, consolidation, reconstritution, adaptive re-use, reconstruction, dan replication. Salah satu cara yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah adaptive re-use atau melakukan perubahan fungsi.Apabila terjadi perubahan fungsi pada suatu bangunan, maka akan terdapat pula beberapa perubahan fisik dari gedung tersebut guna menyesuaikan fungsi yang sedang berlangsung. Perubahan pada..., Agustinus Leonardo W, FT UI, 2013

Upload: others

Post on 04-Nov-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Studi

Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya

Studi Kasus : Gedung Kunstkring

Agustinus Leonardo W.,Dipl. Ing. Han Awal

Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Indonesia

ABSTRAK

Bangunan cagar budaya merupakan warisan yang harus diturunkan ke generasi

berikutnya, sehingga perlu dijaga kelestariannya. Salah satu cara pelestarian atau yang

disebut konservasi adalah dengan melakukan revitalisasi. Dalam proses ini terjadi

perubahan-perubahan yang berupa perubahan fisik maupun fungsional. Sebagai

bangunan cagar budaya golongan A, Gedung Kunstkring juga telah mengalami

beberapa perubahan-perubahan dalam proses revitalisasi. Perubahan-perubahan ini

berhubungan dengan periode/zaman yang sedang terjadi saat itu. Meskipun begitu,

beberapa diantara perubahan ini tidak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku

dikarenakan minimnya pengawasan terhadap bangunan cagar budaya dan kurang

mendetailnya aturan mengenai konservasi.

PENDAHULUAN

Jakarta mempunyai beragam kekayaan sejarah, salah satu kekayaan sejarah tersebut

adalah bangunan-bangunan tua yang mempunyai nilai sejarah yang tinggi

dikarenakan adanya suatu cerita penting dibalik bangunan tua tersebut. Namun, tidak

semua bangunan tua dikatakan sebagai bangunan cagar budaya. Aturan- aturan

mengenai bangunan cagar budaya diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun

2010. Tolak ukur sebuah bangunan dikatakan sebagai bangunan cagar budaya diatur

dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta no 9 tahun 1999 bab IV.

Dalam bukunya Fitch (1992) mengungkapkan ada beberapa cara dalam usaha

melestarikan, diantaranya preservation, restoration, consolidation, reconstritution,

adaptive re-use, reconstruction, dan replication. Salah satu cara yang akan dibahas

dalam skripsi ini adalah adaptive re-use atau melakukan perubahan fungsi.Apabila

terjadi perubahan fungsi pada suatu bangunan, maka akan terdapat pula beberapa

perubahan fisik dari gedung tersebut guna menyesuaikan fungsi yang sedang

berlangsung.

Perubahan pada..., Agustinus Leonardo W, FT UI, 2013

Page 2: Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Studi

Untuk itu menurut saya fenomena perubahan fungsi pada bangunan cagar budaya

khususnya di Jakarta perlu ditinjau lebih lanjut. Bangunan yang akan saya bahas

adalah gedung Kunstkring. Bangunan yang terletak di Jl. Teuku Umar No.1, Menteng

didirikan pada tahun 1912 ini telah mengalami perubahan fungsi dari awal berdiri

hingga sekarang.Seiring adanya perubahan fungsi yang terjadi pada suatu gedung

maka terdapat pula perubahan perubahan dalam elemen bangunan tersebut yang ikut

menyesuaikan fungsi.

BANGUNAN BERSEJARAH SEBAGAI CAGAR BUDAYA

II.1 Bangunan Bersejarah dan Cagar Budaya

Dalam bukunya Bernard M Fielden (1994) mengatakan bahwa bangunan bersejarah

meupakan simbol identitas budaya dan merupakan bagian dari kekayaan budaya. Dan

mempunyai nilai nilai arsitektural, estetika, sejarah, arkeologi, ekonomi, sosial, politik

dan sebagai simbol. Sejarah di suatu lingkungan atau suatu kota dapat ditelusuri dari

bangunan sejarah yang merupakan tempat terjadinya peristiwa penting di daerah

tersebut. Sehingga suatu bangunan bersejarah sangat berkaitan terhadap

lingkungannya.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 yang mengatur mengenai cagar

budaya, pada bab 1 pasal (1) ayat 1 mengatakan bahwa

“Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda

Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs

Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air

yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting

bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau

kebudayaan melalui proses penetapan.”

Dan pada pasal (1) ayat 3 berbicara mengenai bangunan cagar budaya dalam ayat itu

tertulis bahwa

“Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda

alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang

berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.”

II.2 Kriteria dan Penggolongan Bangunan Cagar Budaya Sebuah bangunan dapat dikatakan sebagai bangunan cagar budaya melalui suatu

proses penetapan pemerintah. Dalam penetapan ini terdapat beberapa kriteria-kriteria

Perubahan pada..., Agustinus Leonardo W, FT UI, 2013

Page 3: Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Studi

bangunan menjadi bangunan cagar budaya, di dalam Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2010 bab III pasal 5, mengatakan bahwa:

“Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar

Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila

memenuhi kriteria:

a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;

b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh)

tahun;

c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan,

pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan

d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian

bangsa.”

Apabila suatu bangunan bersejarah dan mempunyai nilai-nilai namun belum mencapai

usia 50 tahun tidak dapat dikategorikan sebagai bangunan cagar budaya, begitu pula

sebaliknya.

Setelah sebuah bangunan ditetapkan ke dalam bangunan cagar budaya, selanjutnya

adalah menggolongkan bangunan tersebut. Penggolongan bangunan tersebut

berdasarkan tolak ukur yang berlaku pada masing-masing daerah. Di Bandung

peraturan daerah yang berlaku adalah Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009.

Sedangkan untuk di Jakarta sendiri peraturan yang berlaku adalah Peraturan Daerah

DKI Jakarta No.9 Tahun 1999 Bab IV. Isi dari kedua peraturan ini kurang lebih sama,

tolak ukurnya antara lain :

1. Tolak ukur nilai sejarah, apabila suatu bangunan berhubungan dengan

peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi di Jakarta atau skala

nasional.

2. Tolak ukur umur, apabila suatu bangunan telah berusia sekurang-

kurangnya 50 tahun atau lebih.

3. Tolak ukur keaslian, apabila suatu bangunan memiliki keaslian yang

mencangkup sarana dan prasarana lingkungan maupun struktur, material,

tapak bangunan dan bangunan di dalamnya.

4. Tolak ukur tengeran atau landmark, apabila keberadaaan sebuah bangunan

tersebut dapat menjadi simbol dari suatu lingkungan sehingga dijadikan

tanda atau patokan di lingkungan tersebut.

Perubahan pada..., Agustinus Leonardo W, FT UI, 2013

Page 4: Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Studi

5. Tolak ukur arsitektur, apabila suatu bangunan mewakili suatu zaman dan

gaya pada masa tertentu.

Dari tolak ukur tersebut akhirnya suatu bangunan cagar budaya dapat digolongkan

menjadi 3 bagian berdasarkan banyaknya tolak ukur yang dimiliki oleh bangunan

tersebut dari 5 tolak ukur yang telah ditentukan oleh Peraturan Daerah.

Penggolongannya antara lain :Golongan A (utama, contoh Gereja Katedral Jakarta),

Golongan B (madya, contoh Bioskop Metropole), Golongan C (pratama, contoh Cafe

Batavia. Golongan A ini dapat dipertahankan dengan cara preservasi, tidak boleh

dibongkar atau berubah, dan pemeliharaannya harus menggunakan material dan

bahan yang sama. Golongan B dapat dipertahankan dengan cara restorasi/ rehabilitasi

atau rekonstruksi. Tidak boleh membongkar atau merubah kecuali memang tidak

memungkinkan namun harus dikembalikan ke bentuk aslinya. Apabila terpaksa

mengubah tata ruang untuk memasukkan fungsi baru diperbolehkan selama tidak

mengganggu struktur utama. Untuk Golongan C, detail-detail ornamen dan material

bisa disesuaikan dengan lingkungan sekitar. Memasukkan fungsi baru harus

disesuaikan dengan rencana Kota. Contoh bangunan golongan C adalah Cafe Batavia.

REVITALISASI BANGUNAN CAGAR BUDAYA

III.1. Konservasi dan Revitalisasi

III.1.1. Konservasi

Konservasi adalah tindakanyang diambil untukmencegah kerusakan sebuah bangunan

(Feilden, 1995).Pada buku Pengantar Panduan Konservasi Bangunan Bersejarah Masa

Kolonial (Pusat Dokumentasi Arsitektur, 2011), bahwa konservasi berarti tindakan

untuk mencegah kerusakan dan memperpanjang usia suatu bangunan tua. Proses

konservasi itu sendiri tidak boleh menyebabkan kerusakan pada bangunan tadi serta

menghancurkan atau menghilangkan bukti sejarah.kan kegiatan-kegiatan baru di

dalamnya.

Menurut peraturan-peraturan mengenai bangunan cagar budaya (Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2010, Perda DKI Jakarta No.9 Tahun 1999) macam-macam

pelestarian yang bisa dilakukan pada bangunan cagar budaya antara lain:

Preservasi(proses bagaimana bangunan cagar budaya dilestarikan sesuai dengan

bentuk asli dan terjadi penguatan-penguatan struktur dan pemeliharan material-

materialnya), Rehabilitasi/Renovasi (proses membuat bangunan tua dapat berfungsi

Perubahan pada..., Agustinus Leonardo W, FT UI, 2013

Page 5: Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Studi

kembali dengan melakukan perubahan-perubahan sehingga sesuai dengan fungsi saat

ini), Konservasi (proses pemeliharaan dan melindungi bangunan cagar budaya

supaya tidak hancur atau rusak), Rekonstruksi(proses pembangunan kembali

bangunan yang telah hancur atau rusak)

Menurut Fitch (1992) dalam bukunya, konservasi bangunan dan perubahan-perubahan

pada bangunan cagar budaya digolongkan ke dalam 7 tingkatan yaitu:

a. Pengawetan (preservation), yaitu mempertahankan bangunan seperti apa

adanya hal ini dilakukan dengan tidak menambahkan atau menguurangi

fisik bangunan, hanya mempertahankan kondisi saat itu.

b. Pemugaran (restoration), yaitu pengembalian bangunan cagar budaya ke

kondisi awal perkembangan.

c. Penguatan (consolidation), yaitu usaha mempertahankan bentuk dan

keterbangunan bangunan cagar budaya dengan melakukan penguatan

tambahan pada struktur bangunan.

d. Penataan ulang (reconstritution), yaitu pembangunan kembali

bangunan cagar budaya yang telah runtuh.

e. Pemakaian baru (adaptive re-use), yaitu pembangunan kembali

bangunan cagar budaya yang kemudian dimasukkan fungsi bangunan

baru. Biasanya fungsi yang dimasukkan adalah fungsi komersil. Hal ini

merupakan cara yang paling efektif untuk menyelamatkan bangunan,

karena dengan memasukkan fungsi baru bangunan ini akan mempunyai

biaya sendiri untuk menghidupi dirinya sendiri. Kebanyakan terjadi

perubahan-perubahan ruang guna menyesuaikan dengan fungsi baru.

Sering disebut sebagai revitalisasi.

f. Pembangunan ulang (reconstruction), yaitu proses membangun ulang

bangunan cagar budaya yang sudah rusak terlalu parah yang kemudian

dihancurkan. Dibangun diatas struktur aslinya dan berdasarkan data-data,

arsip-arsip, dan dokumentasi bangunan tersebut.

g. Pembuatan kembaran (replication), yaitu proses ini kurang lebih sama

seperti pembangunan ulang namun bedanya proses pembuatan kembaran

menggunakan konstruksi baru. Dengan melakukan pembuatan kembaran

memiliki tampilan fisik yang lebih mirip dengan semula dibandingkan

proses

Perubahan pada..., Agustinus Leonardo W, FT UI, 2013

Page 6: Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Studi

III.1.1.1. Proses Konservasi

Sebuah bangunan cagar budaya perlu mengalami proses konservasi, sehingga

bangunan tersebut dapat hidup hingga saat ini. Dalam proses konsevasi ini ada

beberapa tahapan-tahapan yang perlu dilakukan sebelum akhirnya sebuah bangunan

akan “dibangun” kembali.

Tahap-tahapannya adalah sebagai berikut:

TAHAP I, Inventarisasi & Database: mengumpulkan semua data-data

mengenai bangunan tersebut termasuk dalam proses dokumentasi,

pengumpulan sejarah, penelitian material-material, serta penggambaran ulang

bangunan.

TAHAP II, Registrasi & sertifikasi: proses pendaftaran bangunan ke

pemerintahan untuk dilakukan konservasi sehingga nantinya dikeluarkan surat

keputusan

TAHAP III, Perencanaan & perancangan: disinilah perancangan dimulai dan

mulai ditentukan pelestarian yang bagaimana yang akan diterapkan ke

bangunan ini

TAHAP IV, Implementasi : penerapan perencanaan dan perancangan yang

telah ditentukan

TAHAP V, Evaluasi & pengawasan: mengawasi proses konservasi supaya

berjalan sesuai dengan rencana dan aturan-aturan yang berlaku

III.1.2. Revitalisasi

“A building is not something you finished. A building is something you start” (Brand,1994)

Proses revitalisasi adalah memasukkan fungsi baru kedalam bangunan tersebut maka

fungsi tersebut harus bisa menghidupkan dan membiayai bangunan itu sendiri. Oleh

karena itu fungsi biasanya merupakan komersil. Banyak yang menggunakan

bangunan cagar budaya sebagai tempat komersil karena memang fungsi awalnya

sebagai tempat komersil atau ingin memanfaatkan suasana yang dibentuk oleh

bangunan tersebut.

Revitalisasi sering disamakan dengan adaptive re-use karena memasukkan fungsi baru

yang sesuai ke dalam bangunan cagar budaya. Adaptive sendiri berasal dari kata adapt

yang berarti penyesuaian, sehingga secara sederhana adaptive re-use bisa diartikan

Perubahan pada..., Agustinus Leonardo W, FT UI, 2013

Page 7: Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Studi

penggunaan kembali dengan penyesuaian. Menurut Steven Groak (1992) adaptasi ini

menurutnya adalah kemampuan ruang untuk menyesuaikan fungsi sesuai dengan

penggunanya. Dengan kata lain fungsi ruang dapat berubah-rubah sesuai dengan

penggunanya walaupun pada tahap awal telah ditentukan fungsinya. Sedangkan dalam

proses konservasi yang dimaksud dengan adaptive re-use bukan hanya ruang tersebut

yang mengikuti fungsi tetapi juga sebaliknya yaitu fungsi yang akan dimasukan

disesuaikan dengan ketersediaan ruang yang ada. Sehingga apabila akan dilakukan

penyesuaian ruang mengikuti fungsi tersebut tidak terlalu banyak yang diubah.

Untuk beradaptasi ruang memiliki 6 lapisan yaitu : Site, Structure, Skin, Services,

Space Plan, dan Stuff(Brand,1994). Site adalah lokasi dimana gedung itu berdiri serta

keterkaitan bangunan tersebut pada lingkungan sekitarnya. Structure adalah pondasi

bangunan tersebut yang memberi pengaruh terhadap keterbangunan bangunan. Skin

adalah fasad sebuah bangunan yang terkait dengan bagian eksterior dan interior

sebuah bangunan. Services adalah fasilitas-fasilitas pendukung kegiatan manusia

dalam bangunan tersebut, dapat berupa: kelistrikan, saluran air, dan pengudaraan.

Space plan adalah tata letak atau layout dalam ruang tersebut, berkaitan dengan

interior. Stuff adalah benda-benda di dalam ruangan yang mudah dipindahkan. Site

dan structure adalah layer yang paling sulit diubah karena apabila merubah dua hal itu

akan merubah bangunan secara keseluruhan.

Berdasarkan lapisan bangunan yang dikemukakan oleh Brand (1994), yang

memungkinkan untuk diubah dalam revitalisasi adalah skin (hanya interiornya),

service, space plan, dan stuff. Mengenai apa saja yang boleh untuk dilakukan

perubahan harus disesuaikan dengan pada golongan apa bangunan itu digolongkan.

Namun sayangnya belum ada aturan secara mendetail dan perjanjian secara tertulis

bagian bagian apa saja yang boleh dirubah dan bagaimana merawat suatu bangunan

cagar budaya.

STUDI KASUS:

GEDUNG KUNSTKRING

IV.1 Gedung Kunstkring

Sebagai perumahan, Menteng memiliki pintu gerbang. Gedung Bouwploeg (Boplo)

dan gedung Kunstkring dianggap sebagai pintu gerbang menuju ke perumahan

menteng.1 P.A.J Moojen selaku arsitek yang merancang Menteng, juga merancang

1 Bouploeg dalam bahasa Indonesia artinya tim pembangun

Perubahan pada..., Agustinus Leonardo W, FT UI, 2013

Page 8: Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Studi

kedua gedung ini sebagai pintu gerbang. Gedung Bouwploeg (sekarang Masjid Cut

Mutia) sendiri merupakan sebuah kantor arsitek sekaligus kantor pemasaran Menteng.

Sedangkan Gedung Kunstkring sendiri merupakan sebuah gedung tempat

berkumpulnya lingkar seni Belanda.

Gedung Kunstkring terletak di Jalan Teuku Umar No. 1 Menteng, Jakarta Pusat. Pada

tanggal 27 September 1912 Moojen ditunjuk sebagai ketua Lingkar Seni Hindia

Belanda dan juga sebagai arsitek yang merancang gedung tersebut (Gedenkboek,

1927). Pada periode awal abad 20-1920 yaitu saat pembangunan gedung Kunstkring,

di Indonesia sedang diutamakan pembangunan untuk fasilitas umum (Handinoto,

1996). Untuk gaya bangunannya sendiri menganut gaya post ekletisisme menuju

modern, yaitu percampuran dari beberapa gaya yang telah ada (Diskusi dengan Han

Awal, 2013). Hal ini bisa terlihat dari bangunan yang bergaya neo klasik, yaitu

adanya pilar pada bagian depan bangunan. Bentuk bangunannya mirip dengan

bangunan di Eropa namun menyesuaikan dengan kondisi iklim di Indonesia. Ini bisa

dilihat dengan adanya ruangan kecil yang mengelilingi satu ruangan utama yang besar

dan juga adanya menara pada bagian depan gedung yang keduanya berfungsi untuk

mendinginkan udara. Dan apa bila dilihat dari denah dan tampak depannya akan

terlihat bentuk yang simetris. Selain itu gedung Kunstkring mengandung gaya art

noveau, yaitu beberapa bagian bangunan sebagai unsur dekoratif dari bangunan, dan

juga terlihat bentuk lengkung pada tympanum dan bagian balkon. Selain itu juga

penggunaan material semen sebagai unsur dekoratif karena pada tahun-tahun itu baru

dibuka pabrik semen (Diskusi dengan Arya Abieta, 2013)

Gedung Kunstkring

Sumber : Pusat Data Arsitektur

Perubahan pada..., Agustinus Leonardo W, FT UI, 2013

Page 9: Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Studi

IV.2. Perkembangan Kunstkring

Gedung Kunstkring dari masa ke masa

Sumber: Ilustrasi pribadi

IV.2.1. Perubahan Periode Konservasi-Buddha bar

Pada periode Buddha bar terjadi penambahan dan perubahan di beberapa bagian

gedung Kunstkring. Untuk interiornya yang berubah cukup signifikan adalah

pelapisan dinding dan lantai. Maksud dari pelapisan dinding dan lantai ini agar tidak

merusak bangunan utama. Perubahan-perubahan ini meliputi :

Perubahan pada..., Agustinus Leonardo W, FT UI, 2013

Page 10: Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Studi

Lantai Dasar Gedung Kunstkring konservasi-Buddhabar

Kiri: periode konservasi, Kanan: periode Buddha bar

Sumber: Ilustrasi pribadi

Dimulai dari lobby yang berubah yaitu pada bagian sisi baratnya ada

dinding yang dihilangkan untuk memperluas area lobby. Pada area ini

difungsikan sebagai area lobby dan juga sebagai galeri

Sedangkan di daerah ruang utama bagian yang berubah adalah bagian

barat. Bagian pintu pada tembok dihilangkan sehingga memberi

kesan menjadi satu ruangan. Bagian ini difungsikan sebagai area bar

Pada sisi luar terjadi penambahan ruang yang digunakan untuk area

makan outdoor atau sebagai serambi

Sisi utara gedung dilakukan penambahan bangunan baru yang

difungsikan sebagai dapur dan service. Bangunan baru ini berjumlah

dua lantai

Adanya penambahan dinding baru sebagai partisi untuk membentuk

lorong. Dan dilakukan perubahan letak pintu bagian utara.

Untuk mencapai lantai dua selain menggunakan tangga mulia pihak

Buddha bar juga menambahkan lift pada void tangga.

2004 2004-2011

Perubahan pada..., Agustinus Leonardo W, FT UI, 2013

Page 11: Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Studi

Lantai dua Gedung Kunstkring konservasi-Buddhabar

Kiri : periode konservasi, Kanan : periode Buddhabar

Sumber: Ilustrasi pribadi

Ada penambahan tembok sebagai partisi untuk membentuk lorong

dan untuk memperkecil ruangan. Ruangan-ruangan kecil yang

mengelilingi ruang utama digunakan sebagai VIP Room

Bagian ini terjadi penghilangan dinding dan penambahan dinding

untuk membentuk ruangan kecil yang baru

Bangunan baru yang berfungsi sebagai dapur ini untuk memenuhi

kebutuhan service di lantai dua

Sama seperti lantai satu pada bagian ini dilakukan penambahan partisi

untuk membentuk lorong menuju dapur dan perubahan letak pintu

Penambahan lift pada tangga mulia

Pada periode ini terjadi perubahan yang tidak sesuai dengan aturan dan syarat-syarat

konservasi. Yaitu penambahan gedung baru sebagai dapur yang menempel dengan

bangunan utama, penambahan lift, penambahan teras, dan penghilangan pintu. Namun

ada beberapa juga yang sifatnya reversible dan sesuai aturan yaitu pelapisan bagian

dinding, lantai, plafon.

2004 2004-2011

Perubahan pada..., Agustinus Leonardo W, FT UI, 2013

Page 12: Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Studi

IV.2.2. Perubahan Periode Buddhabar-Tugu Kunstkring

Lantai dua Gedung Kunstkring Buddhabar-Tugu Kunstkring

Kiri : periode Buddhabar, Kanan : periode Tugu Kunstkring

Sumber: Ilustrasi pribadi

Pada perbandingan gambar diatas bisa terlihat bagian-bagian mana saja yang telah

terjadi perubahan pada periode Buddha bar namun tetap dipertahankan, ada yang

dirubah lagi, dan perubahan baru yang terjadi pada periode Tugu Kunstkring. Bagian

perubahan yang tetap dipertahankan antara lain dihilangkannya tembok pada bagian

resepsionis, teras bagian depan, penambahan lift, penambahan bangunan baru sebagai

dapur, perubahan letak pintu bagian utara. Perombakan perubahan terjadi pada bagian

sisi timur dan barat, pada periode Buddha bar ini merupakan serambi dan tempat

makan outdoor namun pada periode Tugu Kunstkring serambi ini ditutup bagian sisi

timur dialih fungsikan menjadi toko souvenir dan sisi barat menjadi bar. Sedangkan

perubahan baru terletak pada tembok sisi barat dan utara ruangan utama. Pada periode

Buddha bar sisi barat pintu dihilangkan sehingga sedangkan pada periode Tugu

Kunstkring tembok ini ditutup kembali. Beberapa perubahan ini sifatnya reversible

tapi ada beberapa perubahan juga yang menempel pada bangunan utama.

IV.2.3. Perubahan Periode Konservasi -Tugu Kunstkring

Apabila membandingkan langsung saat periode konservasi dengan periode Tugu

Kunstkring yang sekarang banyak sekali perubahan yang terjadi. Untuk menghadirkan

kesan megah dan menghadirkan unsur kerajaan maka Pak Anhar menghadirkan unsur

keraton Mangkunegara dan unsur chinese (karena ia berasal dari etnik tionghoa).

2004-2011 2013-

Perubahan pada..., Agustinus Leonardo W, FT UI, 2013

Page 13: Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Studi

Unsur keraton dibalut dengan nuasa emas sedangkan unsur chinese dengan nuasa

merah.

Gedung Kunstkring

Kiri: periode konservasi, Kanan: periode Tugu Kunstkring

Sumber: Dokumentasi Arya Abieta dan Pribadi

Terjadi perubahan terutama pada warna cat dan penambahan ornamen yang bertujuan

untuk dekoratif. Penambahan canopy pada pintu bagian atas dimaksudkan sebagai

dekoratif saja bukan merupakan fungsional. Penambahan warna emas memberi kesan

megah pada gedung guna menyesuaikan sasaran pengguna gedung yaitu golongan

menengah keatas.

Pada lobby terlihat perubahan pada penurunan level langit-langit dan perubahan

lantai. Penambahan langit-langit ditujukan untuk menutupi pemasangan ducting ac

dan electrical. Perubahan ini terjadi pada keseluruhan gedung, dan sudah terjadi

semenjak periode Buddha bar. Sesuai dengan konsep awalnya yaitu kemegahan

interiornya dibalut dengan nuansa emas dan merah untuk memberikan kesan mewah

seperti di kerajaan. Sedangkan perubahan pada lantai dengan menggunakan lantai

kayu agar memberikan kesan mewah dan penyerasian.

Pada ruang utama lantai 1 perubahan sama seperti pada lobby yaitu pada lantai dan

langit-langit. Namun pada bagian timur gedung beberapa pintu yang telah dihilangkan

pada Buddha bar ditutup kembali dengan tembok dan penambahan dekorasi. Dan ada

penambahan dua pintu dikarenakan adanya penambahan ruang pada bagian belakang,

pada saat Buddha bar pintu masih berjumlah satu.

Pada bagian barat gedung difungsikan sebagai bar bernuasa eropa. Awalnya

menggunakan nuansa eropa namun karena Pak Anhar selaku pengelola saat ini

mendapat poster film Suzie Wong yang merupakan favoritnya akhirnya nuansanya

diubah menjadi nuansa chinese agar menyesuaikan poster. Perubahan yang sangat

signifikan terlihat dari jendela besar yang dihilangkan pada periode Tugu Kunstkring

Perubahan pada..., Agustinus Leonardo W, FT UI, 2013

Page 14: Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Studi

sedangkan ruang tambahan pada sisi barat terjadi semenjak periode BuddhaBar. Serta

terjadi penambahan lift yang sudah dilakukan saat periode Buddha bar.

IV.2.4. Perubahan Fungsional Kunstkring

Untuk perubahan fungsional, secara keseluruhan Buddhabar berfungsi sebagai

restoran dengan konsep Buddha sedangkan Tugu Kunstkring Palais dikembalikan

fungsinya sebagai galeri namun ada restoran untuk menghidupi atau membiayai

perawatan gedung ini.

Lantai Dasar Gedung Kunstkring

Kiri: periode Buddha bar, Kanan: periode Tugu Kunstkring

Sumber : Ilustrasi Pibadi

Fungsi macam-macam ruangan kurang lebih sama yang berbeda hanya pada:

1. Resepsionis dan ruang tunggu : pada periode Buddha bar ruangan ini

selain berfungsi sebagai resepsionis dan ruang tunggu juga difungsikan

sebagai galeri. Namun pada periode Tugu Kunstkring ruangan ini

hanya berfungsi sebagai resepsionis adan ruang tunggu saja

2. Bar : pada periode Buddha bar, area bar mencangkup sebagian ruang

utama dan bagian sisi barat. Namun pada periode Tugu Kunstkring

area bar mencangkup bagian sisi barat dan ruangan tambahan.

3. Dinning room : pada periode Buddha bar dinning room seakan

terpisah-pisah. Namun pada periode Tugu Kunstkring karena bar

dipindahkan ke bagian barat maka area ruang utama secara keseluruhan

difungsikan sebagai area dinning room

2004-2011 2013-

Perubahan pada..., Agustinus Leonardo W, FT UI, 2013

Page 15: Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Studi

4. Tempat makan outdoor : pada periode Buddha bar serambi bagian

timur digunakan sebagai tempat makan outdoor. Namun pada periode

Tugu Kunstkring area ini berubah menjadi toko souvenir

Lantai Dua Gedung Kunstkring

Kiri: periode Buddha bar, Kanan: periode Tugu Kunstkring

Sumber : Ilustrasi Pibadi

1. Bar : pada periode Buddha bar, bagian bar ini digunakan sebagai sushi bar.

Namun pada periode Tugu Kunstkring, bar berubaha menjadi bar minuman

2. Dinning room : pada periode Buddha bar, bagian bar ini digunakan sebagai

area dinning room. Namun pada periode Tugu Kunstkring, ruangan utama ini

lebih bersifat multifungsional tergantung kebutuhannya bisa digunakan

sebagai ruang pameran dan sebagai tea room

3. VIP room : pada periode Tugu Kunstkring selain berfungsi sebagai ruang VIP

juga dimanfaatkan sebagai ruang pameran

KESIMPULAN

Bangunan cagar budaya yang masih terjaga hingga saat ini karena telah

mengalami konservasi. Beberapa bangunan setelah selesai dikonservasi kemudian

dimasukkan fungsi baru yang sesuai dengan kondisi saat ini, hal ini guna

“menghidupkan” kembali bangunan cagar budaya tersebut. Proses ini sering

disebut sebagai proses revitalisasi. Biasanya fungsi yang dimasukkan merupakan

fungsi komersial. Sehingga bangunan ini dapat membiayai biaya operasional dan

perawatan gedung.

Dalam studi kasus skripsi ini bangunan cagar budaya yang saya pilih adalah

gedung Kunstkring. Menurut SK Gubernur DKI Jakarta No.475 Tahun 1993,

2004-2011 2013-

Perubahan pada..., Agustinus Leonardo W, FT UI, 2013

Page 16: Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Studi

gedung Kunstkring merupakan bangunan cagar golongan A. Hingga saat ini

gedung Kunstkring telah mengalami beberapa perubahan fungsi. Perubahan

fungsional yang terjadi pada gedung Kunstkring pasti ada keterkaitan dengan

kondisi sekitar pada saat itu, namun dapat dikatakan sebagai proses revitalisasi

adalah perubahan fungsional setelah selesai di konservasi. Antara lain yaitu

menjadi Buddha bar kemudian menjadi Tugu Kunstkring Palais. Dalam beberapa

kali perubahan fungsional ini, gedung Kunstkring juga mengalami perubahan fisik

guna penyesuaian dengan fungsi baru. Perubahan ini meliputi perubahan layout

denah gedung serta perubahan dan penambahan komponen pada gedung.

Hubungan keadaan pada saat itu-perubahan fungsional-perubahan fisik

Sumber : Ilustrasi pribadi

Beberapa perubahan fisik sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk

bangunan cagar budaya golongan A, namun ada beberapa pula perubahan yang

tidak sesuai dengan peraturan. Perubahan yang masih sesuai dengan aturan antara

lain penambahan beberapa ornamen sebagai unsur dekoratif dan fungsional serta

pelapisan lantai dinding dan langit-langit. Perubahan ini masih sesuai karena

bersifat reversible atau bisa dikembalikan tanpa merusak. Sedangkan perubahan

yang tidak sesuai dengan aturan adalah penambahan gedung baru yang menempel

dengan bangunan utama dan perubahan layout denah gedung Kunstkring.

Dapat saya simpulkan hal ini terjadi karena belum adanya aturan yang benar-

benar mendetail. Yang menyebabkan apa bila pengelola baru yang tidak

mengetahui mengenai aturan-aturan konservasi akan melakukan perubahan yang

tidak sesuai dengan konservasi. Selain itu juga kurangnya pengawasan terhadap

bangunan-bangunan cagar budaya.

Keadaan pada saat itu

Perubahan fungsional

disesuaikan dengan kondisi saat itu

Perubahan fisik yang disesuaikan

dengan perubahan fungsional

Perubahan pada..., Agustinus Leonardo W, FT UI, 2013

Page 17: Perubahan pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Studi

DAFTAR PUSTAKA

Budiharjo, E. (1985). Arsitektur dan Pembangunan Kota di Indonesia. Bandung

Brand, S. (1994). How Buildings Learn : What Happens After They’re Built. USA :

Penguin Books.

Burra Charter. 1999.

Australia : ICOMOS

Dinas Kebudayaan dan Permuseuman. 2005. Pedoman tehnis pemugaran bangunan

gedung dan lingkungan kawasan menteng. DKI Jakarta

Feilden, B.M. (1994). Conservation of Historic Building, Great Britain: Butterworth

Architecture

Fitch, J.M. (1992). Historic Preservation: Curatorial Management of The Build

World. New York: Mc Graw Hill Book company

Gedenkboek Nederlansche Indische Kunstkring. 1927. Batavia: G.Kloff & Co.

Handinoto. (1996). Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya

(1870-1940). Yogyakarta: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Kristen Petra Surabaya dan Penerbit ANDI Yogyakarta

Heuken, A. Pamungkas, G. 2001. Menteng: Kota Taman Pertama di Indonesia.

Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. Lynch, Kevin. 1960. The Image of The City.

Cambridge MA :MIT Press

Nix, C.Th. 1953. Stedebouw en de stede bouwkundige vormgeving...., Bandung-

hemstede

Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 1999 Bab IV Pusat Dokumentasi

Arsitektur. 2011. Pengantar Panduan Konservasi Bangunan Bersejarah Masa

Kolonial. Jakarta : Pusat Dokumentasi Arsitektur

Shahab, Y. 2000. Laporan penulisan Sejarah Menteng Daerah Pemukiman elite

Tertua di Jakarta, Jakarta: Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta

Sullivan, Louis. 1896. The Tall Office Building Artistically Considered Urban

Redevelopment Authority. 1993. Objective Principles and Atandards for Preservation

and Conservation,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

Sumber elektronik

Http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/2133/1/100.hari.jokowi-

basuki/read/xml/2011/02/02/03371222/Bangunan.Cagar.Budaya.Telantar . Diakses

pada tanggal 12 Februari 2013 pukul 18.00

BeritaJakarta.Com: 5 Pebruari 2009 Bangunan Cagar Budaya di Menteng Dibongkar

Total. Diakses pada tanggal 12 Februari 2013 pukul 18.00

Oxforddictionaries.com yang diakses pada 13 Februari 2013

Kbbi.web.id/ edisi III yang diakses pada 13 Februari 2013

Perubahan pada..., Agustinus Leonardo W, FT UI, 2013