bronkopneumonia
TRANSCRIPT
5/9/2018 bronkopneumonia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bronkopneumonia-559bf753bbcfb 1/12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses
peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di
alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.
B. Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di
Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada
anak di bawah umur 2 tahun. Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia
pada orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6
dan 9.
Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan
mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu
disebabkan oleh pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar,
sedangkan Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.
C. Etiologi
Faktor Infeksi
1. Bakteri
5/9/2018 bronkopneumonia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bronkopneumonia-559bf753bbcfb 2/12
a. Pneumococcus, penyebab utama penumonia. Pada orang dewasa
disebabkan oleh penumokokus 1 – 8 (pada anak – anak tipe 14, 1, 6, 9).
Insiden meningkat pada usia lebih kecil dari 14 tahun dan menurun dengan
meningkatnya umur.
b. Streptokokus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain
seperti morbili, influenza, cacar air atau komplikasi dari bakteri lain
seperti pertusis, pneumonia oleh pneumokokus.
2. Virus
Virus respiratori sinsial, virus influenza, virus adeno, virus situmegalik.
3. Aspirasi
Makanan, kerosen (bensin dan minyak tanah) dan cairan amnion, benda
asing.
4. Pneumonia Hipostatik
Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang
sakit dengan kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahatn di
tempat tidur yang lama sehingga terjadi kongesti pada paru belakang
bawah. Kuman yang tadinya komensal berkembang biak menjadi patogen
dan menimbulkan radang. Oleh karena itu pada anak yang menderita
penyakit dan memerlukan istirahat panjang seperti tifoid harus diubah –
ubah posisi tidurnya.
5. Jamur
H. Capsulatum. Candida albikans, Blastomycetes dermatitis,
Koksidiomikosis, Aspergilosis dan Aktinimikosis.
6. Sindrom Loeffler
5/9/2018 bronkopneumonia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bronkopneumonia-559bf753bbcfb 3/12
Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes
Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk
pengobatan tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali,
sehingga pembagian etiologis lebih rasional daripada pembagian anatomis.
o Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus
(RSV).
o Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
o Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumoniaBakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
o Pada anak besar – dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.
• Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
1. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde
lambung ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
2. Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
5/9/2018 bronkopneumonia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bronkopneumonia-559bf753bbcfb 4/12
mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan
posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan
pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada
jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung
asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan
minyak ikan .
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk
terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-
penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang
belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi
terjadinya penyakit ini.
D. Klasifikasi
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter ParuIndonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
2. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial
pneumonia).
3. Pneumonia aspirasi.
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised .
2. Berdasarkan bakteri penyebab:
1. Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang
peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik,
staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia
Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
2. Pneumonia virus.
5/9/2018 bronkopneumonia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bronkopneumonia-559bf753bbcfb 5/12
3. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised ).
3. Berdasarkan predileksi infeksi:
1. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus
(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
2. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-
bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun
kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi
atau orang tua.
3. Pneumonia interstisial.
E. Patogenesis
Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara
percikan (droplet). Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan
mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek gravitasi.Agen-agen mikroba yang menyebabkan Pneumonia memiliki 3 bentuk transisi
primer :
1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah
berkolonisasi pada orofaring
2. Inhalasi aerosol yang infeksius
3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal
Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang
menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang
terjadi. Akibatnya, faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi
mekanisme pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah
menjadi subjek penelitian akhir-akhir ini.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien
untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :
5/9/2018 bronkopneumonia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bronkopneumonia-559bf753bbcfb 6/12
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di nasofaring
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan
sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
4. Refleks batuk
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A
8. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang
bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui
jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan
jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan
jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin
untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler
paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
5/9/2018 bronkopneumonia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bronkopneumonia-559bf753bbcfb 7/12
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 – 12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
F. Gambaran Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian
atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39–40°C dan
mungkin disertai kejang karena demam yag tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal penyakit, anak
5/9/2018 bronkopneumonia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bronkopneumonia-559bf753bbcfb 8/12
akan mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk
kering kemudian menjadi produktif.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya
daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.
Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai
sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada
perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi
terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa
pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
G. Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang sesuai dengan gejala
dan tanda yang diuraikan sebelumnya dan pemeriksaan fisik disertai pemeriksaan
penunjang.
• Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut,
retraksi sela iga.
Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
Perkusi : Sonor memendek sampai beda
Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki
basah gelembung halus sampai sedang.
• Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan Laboratorium
1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 –
40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang
tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau
mycoplasma.
5/9/2018 bronkopneumonia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bronkopneumonia-559bf753bbcfb 9/12
2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
3. Peningkatan LED.
4. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak
diobati. Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan
cara hapusan tenggorok (throat swab).
5. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan
hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik
o Pemeriksaan Rontgen Toraks
Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati
pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga
menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses
paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel
polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi,
karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan
kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan
pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman
tersebut pneumonia dibedakan berdasarkan :
• Pneumonia sangat berat :
→ bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
• Pneumonia berat :
→ bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
5/9/2018 bronkopneumonia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bronkopneumonia-559bf753bbcfb 10/12
• Pneumonia :
→ bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
- > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
- > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
- > 40 x/menit pada anak usia 1 – 5 tahun
• Bukan Pneumonia :
→ hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu
dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.
H. Diagnosis Banding
Bronkopneumonia
Bronkiolitis
I. Penatalaksanaan
Tabel pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi :
Mikroorganisme
Streptokokus dan StafilokokusM.
Pneumonia
H. Influenza
Klebsiella dan P. Aeruginosa
Penicilin G 50.000-100.000 unit/hari IV
atauPenicilin Prokain 6.000.000 unit/hari IM
atau
Ampicilin 100-200 mg/kgBB/hari atau
Ceftriakson 75-200 mg/kgBB/hari
5/9/2018 bronkopneumonia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bronkopneumonia-559bf753bbcfb 11/12
Eritromisin 15 mg/kgBB/hari
Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari
Sefalosporin
Pencegahan:
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.Selain itu hal-hal yang dapat
dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai
penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan
teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi antara lain:
Vaksinasi Pneumokokus
Vaksinasi H. influenza
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
J. Komplikasi
Dengan antibiotik komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi
yang dapat dijumpai : Empiema, OMA, lompliasi lain ialah seperti Meningitis,Perikarditis, Osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.
K. Prognosis
Dengan penggunaan antibiotik yang tepat dan cukup, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi
protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
5/9/2018 bronkopneumonia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bronkopneumonia-559bf753bbcfb 12/12
Pada bronkopneumonia yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, angka
kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan penatalaksanaan
sekarang, angka mortalitas berkisar dari 10 – 30% dan bervariasi dengan lamanya
sakit yang dialami sebelum penderita dirawat, umur penderita, pengobatan yang
memadai serta adanya penyakit yang menyertai.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ikatan
Dokter Anak Indonesia: Jakarta. 2004.
2. Hasan R, dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta. 2002.
3. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2000.
4. Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC:Jakarta. 2000.
5. Price SA, Wilson LM, 1995, Pathophysiology: Clinical Concepts of
Disease Processes (Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Prose Penyakit), Edisi 4,
Penerbit EGC, Jakarta, hal: 709-712.
6. Behrman RE, Vaughan VC, 1992, Nelson Ilmu Kesehatan Anak , Bagian II,
Edisi 12, Penerbit EGC, Jakarta, hal: 617-628.