referat bronkopneumonia

27
BAB I PENDAHULUAN Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut, biasanya disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi sebagian dari salah satu atau kedua paru. Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru. Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara . Menurut survey kesehatan nasional (SKN), 2001, 27,6 %, kematian bayi dan 22,8 % kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system respiratori, terutama pneumonia. Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di Negara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah : pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi,

Upload: fahmi-hidayati

Post on 28-Dec-2015

660 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

stase anak

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut, biasanya disebabkan

oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi sebagian dari salah satu atau kedua paru.

Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan,

merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru.

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di

Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak

berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh

dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar

terjadi di Afrika dan Asia Tenggara . Menurut survey kesehatan nasional (SKN), 2001, 27,6 %,

kematian bayi dan 22,8 % kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system

respiratori, terutama pneumonia.

Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia

pada anak balita di Negara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah : pneumonia yang terjadi

pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat

ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisai bakteri

pathogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap

rokok).

Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan

respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai

penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae dan

Haemophilus influenzae.

Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau

bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor

Page 2: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru,

anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna.1

Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai

kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya organisme

nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya organisme-

organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang

semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya bronkopneumonia ini.

Page 3: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi 2,3

Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas pada alveoli

kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis. Pada pemeriksaan histologis

terdapat reaksi inflamasi dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai

penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Berbagai spesies bakteri,

klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit dapat menjadi penyebab.

Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari

parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-

bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda

asing.

Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus

paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat.

Bronchopneumina adalah frekuensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama,

tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne

G. Bare, 1993).

Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai

parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:

1) Pneumonia lobaris

2) Pneumonia interstisial

3) Bronkopneumonia.

Page 4: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

Gambar 1, jenis-jenis pneumonia

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada

parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus

disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-

macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru

yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur

dan benda asing.

II.2 Epidemiologi

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di

negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak

berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh

dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar

terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6%

Page 5: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem

repiratori, terutama pneumonia.4

Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas

pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah: pneumonia

yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak

mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi

bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau

asap rokok).4

diagram 1, penyebab kematian anak dibawah 5 tahun menurut WHO 7

II.3 Etiologi

Tabel 1. Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju.5

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang

Lahir-20 hari Bakteri Bakteri

E. colli Bakteri anaerob

Streptococcus group B Streptococcus group D

Listeria moonocytogenes Haemophillus influenzae

Streptococcus pneumoniae

Ureaplasma urealyticum

Page 6: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

Virus

Virus Sitomegalo

Virus Herpes Simpleks

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang

3 minggu-3 bulan Bakteri Bakteri

Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis

Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe

B

Virus Moraxella catharalis

Virus Adeno Staphylococcus aureus

Virus Influenza Ureaplasma urealyticum

Virus Parainflueza 1,2,3 Virus

Respiratory Syncytial virus Virus Sitomegalo

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang

4 bulan-5 tahun Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe

B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis

Virus Staphylococcus aureus

Virus Adeno Virus

Virus Influenza Virus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial virus

Page 7: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang

5 tahun-remaja Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus

Virus Adeno

Virus Epstein-Barr

Virus Influenza

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial virus

Virus Varisela-Zoster

Sumber: Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan Penerbit IDAI.

Jakarta:Cetakan Kedua;350-365 5

II.4 Patogenesis 2,3

Proses patogenesis terkait dengan 3 faktor, yaitu imunitas host, mikroorganisme yang

menyerang, dan lingkungan yang berinteraksi. Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis

kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia, melalui

selang infus oleh Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh

Enterobacter dan P. aeruginosa. Pada masa sekarang, terlihat perubahan pola mikrorganisme

adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan, penyakit kronik, polusi

lingkungan, dan penggunaan antibiotic yang tidak tepat menimbulkan perubahan karakteristik

kuman. Dijumpai peningkatan pathogenesis kuman akibat adanya berbagai mekanisme terutama

oleh S. aureus, H. influenza dan Enterobacteriaceae serta berbagai bakteri gram negative.

Patogen mikrobial dapat berasal dari flora orofaringeal termasuk S. pneumonia, S.

pyogens, M. pneumonia, H. influenza, Moraxalla catarrhalis. Kolonisasi bakteri ini meningi

merusak fibronektin, glikoprotein yang melapisi permukaan mukosa. Fibronektin merupakan

reseptor bagi flora normal gram positif orofaring. Hilangnya fibronektin menyebabkan reseptor

Page 8: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

pada permukaan sel terpajan oleh bakteri gram negative. Sumber basil gram negative dapat

berasal dari lambung pasien sendiri atau alat respirasi yang tercemar.

Penyebaran hematogen ke seluruh paru biasanya dengan infeksi S. aureus dapat terjadi

pada pasien seperti pada keadaan penyalahgunaan obat melalui intravena, atau pada pasien

dengan infeksi akibat kateter intravena. Dua jalur penyebaran bakteri ke paru lainya adalah

melalui jalan inokulasi langsung sebagai akibat intubasi trakeaatau luka tusuk dada yang

berdekatan denga tempat infeksi yang berbatasan.

Usia merupakan predictor lain yang penting untuk meramalkan mikroorganisme penyebab

infeksi. Chlamidia trachomatis dan virus sisitial pernafasan sering terdapat pada bayi berusia

dibawah 6 bulan. H. influenza pada anak berusia antara 6 bulan sampai 5 tahun, M. pneumonia

dan C. pneumonia pada orang dewasa muda dan H. influenza serta M. catarrhalis pada pasie

lanjut usia dengan penyakit paru kronis. H. influenza juga lebih sering didapatkan pada pasien

perokok. Bakteri gram negative lebih sering pada pasien lansia. Pseudomonas aeruginosa pada

pasien bronkiektasis, terapi steroid, malnutrisi dan imunisupresi disertai lekopeni.

Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan bersifat

asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus akan memudahkan

Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel pernafasan. Jika Streptococcus

pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi sel pneumatosit tipe II. Selanjutnya

Streptococcus pneumoniae akan mengadakan multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap sel

epitel alveolus. Streptococcus pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus melalui pori

dari Kohn. Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan reaksi radang berupa edema dari

seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.

Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada

daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan

permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-

mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.

Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast

juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan

Page 9: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas

kapiler paru.

Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga

terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara

kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat

dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.

Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan

cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada

stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah

sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

Gambar 1. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (netrofil)

3. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah

paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang

cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai

diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi

pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

Page 10: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

Gambar 2. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil

4. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,

sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan

kembali ke strukturnya semula.

Page 11: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau penyebaran

langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari

bakterimia atau viremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal

mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi

pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme

pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme

dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan menimbulkan

penyakit.

Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :

Filtrasi partikel di hidung

Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis

Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk

Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar

Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar

Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal

Drainase melalui sistem limfatik.

II.5 MANIFESTASI KLINIS 2

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama

beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 390-400C dan mungkin disertai kejang

Page 12: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai

pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak

dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada

awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut,

retraksi sela iga.

Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.

Perkusi : Sonor memendek sampai beda

Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki basah

gelembung halus sampai sedang.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang

terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin

hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Pada stadium resolusi ronki dapat

terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.

II.6 Diagnosis

1. Anamnesis

Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran

nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-menerus, sesak,

kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada.

Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering

menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau

kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.

2. Pemeriksaan Fisik

Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur tertentu.

Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis.

Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat

adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif /

produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada

Page 13: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif /

produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.

Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia, sebagai berikut :

Pemeriksaan Bakteri Virus Mikoplasma

Anamnesis

Umur Berapapun, bayi Berapapun Usia sekolah

Awitan Mendadak Perlahan Tidak nyata

Sakit serumah Tidak Ya, bersamaan Ya, berselang

Batuk Produktif nonproduktif kering

Gejala penyerta Toksik Mialgia, ruam,

organ bermukosa

Nyeri kepala, otot,

tenggorok

Fisik

Keadaan umum Klinis > temuan Klinis ≤ temuan Klinis < temuan

Demam Umumnya ≥ 39ºC Umumnya < 39ºC Umumnya < 39ºC

Auskultasi Ronkhi ±, suara

Napas melemah

Ronkhi bilateral,

Difus, mengi

Ronkhi unilateral,

mengi. 14

Takipneu berdasarkan WHO:

a. Usia < 2 bulan : ≥ 60 x/menit

b. Usia 2-12 bulan : ≥ 50 x/menit

c. Usia 1-5 tahun : ≥ 40 x/menit

d. Usia 6-12 tahun : ≥ 28 x/menit

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis hingga >

15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung jenis. Lekosit >

30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia streptokokus. Trombositosis >

500.000 khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus.

Page 14: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

Biakan darah merupakan cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus terutama

pada anak- anak kecil.

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan radiologis

Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan

diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi anatomik dalam paru.

Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia

bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya

disebabkan oleh Staphylokokus pneumonia.

Gambar 3 : Foto toraks PA pada pneumonia lobaris: tampak bercak-bercak infiltrat pada paru

kanan

Gambar 4 : Foto toraks PA pada bronkopneumonia.

Page 15: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

b. C-Reactive Protein

Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau

inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan

tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai diagnostik untuk

membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi

superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP

kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.

c. Uji serologis

Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri

atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.

d. Pemeriksaan mikrobiologi

Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan mikrobiologi

spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing, sputum, aspirasi trakhea, fungsi pleura.

Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik dari segi teknis maupun biaya.

Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik hanya dapat diidentifikasi pada kurang

dari 50% kasus.

II.6.1 KRITERIA DIAGNOSIS

Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah ditemukannya paling

sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :

a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada

b. panas badan

c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)

d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus

e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan

bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

II.7 DIAGNOSIS BANDING

1. Infeksi perinatal/kongenital (pada neonatus)

Page 16: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

2. Hyalin membrane disease/HMD (pada neonatus)

3. Aspirasi pneumonia

4. Edema paru

5. Atelektasis

6. Perdarahan paru

7. Kelainan kongenital parenkim paru

8. Tuberkulosis

9. Gagal jantung kongestif

10. Neoplasma

11. Reaksi hipersensitivitas (pneumonitis).1

II.8 Penyulit

1. Empiema (paling sering oleh S. Pneumoniae dan S. Aureus

2. Perikarditis

3. Pneumotoraks

4. Pneumatokel

5. Meningitis bakterialis

6. Artritis supuratif

7. Osteomielitis.1

II.9 PENATALAKSANAAN 2,6

II.9.1 Penatalaksaan umum

- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada

analisis gas darah ≥ 60 torr

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

II.9.2 Penatalaksanaan khusus

- mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam

pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.

Page 17: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau

penderita kelainan jantung

- pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis

Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka

resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis

b. Berat ringan penyakit

c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Antibiotik :

Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)

menurut kelompok usia.

a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

- ampicillin + aminoglikosid

- amoksisillin-asam klavulanat

- amoksisillin + aminoglikosid

- sefalosporin generasi ke-3

b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

- beta laktam amoksisillin

- amoksisillin-amoksisillin klavulanat

- golongan sefalosporin

- kotrimoksazol

- makrolid (eritromisin)

c. Anak usia sekolah (> 5 thn)

- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka

harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai

hari ketiga.

Page 18: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata

dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman

penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti

empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif)

II.10 Prognosis 1,3

Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini

pada perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi dan masa kanak-

kanak dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan kenyataan ini morbiditas

yang berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak dalam keadaan malnutrisi energi

protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.

Page 19: REFERAT BRONKOPNEUMONIA

DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff Hood, Mukty H.Abdul.Pneumonia. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru.

Surabaya : Airlangga University Press.th ; 2008. Hal ; 193-7

2. Garna H dan Heda M.2005. Pneumonia Dalam Pedoman Diagnosis Dan Terapi 3rd Ed :

Bagian IKA FK UNPAD Bandung.th ; 2010.Hal; 403 – 8

3. Chandra. Bronkopneumonia. Available at www.scribd.com/doc/46439973/ Lapkas - BP -

chandra.

4. Anonim. Referat Bronkopneumonia. Available at www.scribd.com/doc/7688175/Referat-Bronkopneumonia

5. Rahajoe Nastiti N, Supriyanto Bambang, dkk. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. Th; 2010.hal; 351-363

6. Alihbahasa, Tim Adaptasi Indonesia. Pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit

rujukan tingkat pertama di kabupaten. Jakarta : WHO Indonesia.th;2008. Hal 86-93

7. WHO. 2008. Global Action Plan for Prevention and Control Pneumonia.