bronkitis

30
BRONKITIS A. DEFINISI Bronkitis merupakan proses keradangan pada bronkus dengan manifestasi utama berupa batuk, yang dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Proses ini dapat disebabkan karena perluasan dari proses penyakit yang terjadi dari saluran napas maupun bawah. Berdasarkan waktu berlangsungnya penyakit, bronkitis akut berlangsung kurang dari 6 minggu dengan rata-rata 10-14 hari, sedangkan bronkitis kronis berlangsung lebih dari 6 minggu. Secara umum keluhan pada bronkitis kronis dan bronkitis akut hampir sama, hanya saja keluhan pada bronkitis kronis cenderung lebih berat dan lebih lama. Hal ini dikarenakan pada bronkitis kronis terjadi hipertrofi otot-otot polos dan kelenjar serta berbagai perubahan pada saluran pernapasan. Secara klinis, bronkitis kronis merupakan penyakit saluran pernapasan yang ditandai dengan batuk berdahak sedikitnya 3 bulan dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut (Knutson and Braun, 2002). B. EPIDEMIOLOGI Di Indonesia, belum ada angka morbiditas bronkitis kronis, kecuali di rumah sakit sentra pendidikan. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat (National Center for Health Statistics) diperkirakan sekitar 4% dari populasinya didiagnosa bronkitis kronis. Angka inipun diduga masih di bawah angka morbiditas yang sebenarnya karena bronkitis kronis yang tidak terdiagnosis. Bronkitis akut merupakan kejadian yang 1

Upload: ama-purba

Post on 30-Jul-2015

1.488 views

Category:

Documents


63 download

TRANSCRIPT

Page 1: BRONKITIS

BRONKITIS

A. DEFINISI

Bronkitis merupakan proses keradangan pada bronkus dengan manifestasi utama

berupa batuk, yang dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Proses ini dapat

disebabkan karena perluasan dari proses penyakit yang terjadi dari saluran napas maupun

bawah.

Berdasarkan waktu berlangsungnya penyakit, bronkitis akut berlangsung kurang

dari 6 minggu dengan rata-rata 10-14 hari, sedangkan bronkitis kronis berlangsung lebih

dari 6 minggu. Secara umum keluhan pada bronkitis kronis dan bronkitis akut hampir

sama, hanya saja keluhan pada bronkitis kronis cenderung lebih berat dan lebih lama. Hal

ini dikarenakan pada bronkitis kronis terjadi hipertrofi otot-otot polos dan kelenjar serta

berbagai perubahan pada saluran pernapasan. Secara klinis, bronkitis kronis merupakan

penyakit saluran pernapasan yang ditandai dengan batuk berdahak sedikitnya 3 bulan

dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut (Knutson and Braun, 2002).

B. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia, belum ada angka morbiditas bronkitis kronis, kecuali di rumah sakit

sentra pendidikan. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat (National Center for Health

Statistics) diperkirakan sekitar 4% dari populasinya didiagnosa bronkitis kronis. Angka

inipun diduga masih di bawah angka morbiditas yang sebenarnya karena bronkitis kronis

yang tidak terdiagnosis. Bronkitis akut merupakan kejadian yang paling umum dalam

pengobatan rawat jalan, berkontribusi terhadap sekitar 2,5 juta kunjungan ke dokter di AS

pada 1998. Di Amerika Serikat, biaya pengobatan untuk bronkitis akut sangat besar;

untuk setiap episode, pasien menerima rata-rata dua resep untuk digunakan 2-3 hari.

Bronkitis kronis dapat dialami oleh semua ras tanpa ada perbedaan. Frekuensi

angka morbiditas bronkitis kronis lebih kerap terjadi pada pria dibanding wanita. Hanya

saja hingga kini belum ada angka perbandingan yang pasti. Usia penderita bronkitis

kronis lebih sering dijumpai di atas 50 tahun.

1

Page 2: BRONKITIS

C. ETIOLOGI

Secara umum penyebab bronkitis dapat dibagi berdasarkan faktor lingkungan dan

faktor host/penderita. Penyebab bronkitis berdasarkan faktor lingkungan meliputi polusi

udara, merokok dan infeksi. Infeksi sendiri terbagi menjadi infeksi bakteri

(Staphylococcus, Pertusis, Tuberculosis, mikoplasma), infeksi virus (RSV, Parainfluenza,

Influenza, Adeno) dan infeksi fungi (monilia). Faktor polusi udara meliputi polusi asap

rokok atau uap/gas yang memicu terjadinya bronkitis. Sedangkan faktor penderita

meliputi usia, jenis kelamin, kondisi alergi dan riwayat penyakit paru yang sudah ada

(Setiawati, Makmuri dan Asih, 2006).

Berdasarkan penyebabnya bronkitis dibagi menjadi dua yaitu bronkitis infeksiosa

dan bronkitis iritatif.

1. Bronkitis infeksiosa

Bronkitis infeksiosa disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus, terutama Mycoplasma

pneumoniae dan Chlamydia. Serangan bronkitis berulang bisa terjadi pada perokok

dan penderita penyakit paru dan saluran pernapasan menahun. Infeksi berulang bisa

merupakan akibat dari:

Sinusitis kronis

Bronkiektasis

Alergi

Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak

2. Bronkitis iritatif 

Bronkitis iritatif adalah bronkitis yang disebabkan alergi terhadap sesuatu yang dapat

menyebabkan iritasi pada daerah bronkus. Bronkitis iritatif bisa disebabkan oleh

berbagai jenis debu, asap dari asam kuat, amonia, beberapa pelarut organik klorin,

hidrogen sulfida, sulfur dioksida dan bromine, polusi udara yang menyebabkan iritasi

ozon dan nitrogen dioksida, tembakau dan rokok lainnya. Faktor etiologi utama

adalah zat polutan (Rahmadani dan Marlina, 2011).

D. PATOFISIOLOGI

Mekanisme patofisiologik yang bertanggung jawab terhadap bronkitis kronis

sangat kompleks, berawal dari stimulasi toksik pada saluran pernapasan menimbulkan 4

hal yang meliputi inflamasi saluran pernapasan, hipersekresi mukus, disfungsi silia dan

stimulasi refleks vagal saling mempengaruhi dan berinteraksi menimbulkan suatu proses

yang sangat kompleks.

2

Page 3: BRONKITIS

Gambar 1. Skema Patofisiologi Bronkitis

Perubahan struktur pada paru menimbulkan perubahan fisiologik yang merupakan

karakteristik bronkitis kronis seperti batuk kronik, produksi sputum, obstruksi saluran

napas, gangguan pertukaran gas, hipertensi pulmonal dan kor-pulmonale.

Akibat perubahan bronkiolus dan alveoli terjadi gangguan pertukaran gas yang

menimbulkan dua masalah serius, yaitu:

1. Aliran darah dan udara ke dinding alveoli yang tidak sesuai (mismatched).

Sebagian tempat pada alveoli terdapat aliran darah yang adekuat tetapi sangat

sedikit aliran udara pada sebagian tempat lain di arah sebaliknya.

2. Performa yang menurun dari pompa respirasi terutama otot-otot respirasi

sehingga terjadi overinflasi dan penyempitan jalan napas, menimbulkan

hipoventilasi dan tidak cukupnya udara ke alveoli menyebabkan CO2 darah

meningkat dan O2 dalam darah berkurang.

Temuan utama pada bronkitis adalah hipertropi kelenjar mukosa bronkus dan

peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltrasi sel-sel radang dan edema pada mukosa sel

bronkus. Pembentukan mukosa yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk

produktif. Produksi mukus yang terus menerus mengakibatkan melemahnya aktifitas silia

dan faktor fagositosis dan melemahkan mekanisme pertahanannya sendiri.

Pada penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi akibat perubahan fibrotik yang terjadi

dalam saluran napas (Rahmadani dan Marlina, 2011).

3

Page 4: BRONKITIS

E. GEJALA

Gejala umum bronkitis akut maupun bronkitis kronis adalah:

Batuk, kadang menjadi batuk mengi

Terdapat sputum yang bening, putih atau hijau-kekuningan

Merasa lelah dan lesu

Demam ringan

Merasa tidak nyaman pada bagian dada (Cunha, 2012; Harms, 2011).

Pada bronkitis akut, batuk terjadi selama beberapa minggu. Seseorang didiagnosis

bronkitis kronis ketika mengalami batuk berdahak selama paling sedikit tiga bulan selama

dua tahun berturut-turut. Pada bronkitis kronis mungkin saja seorang penderita

mengalami bronkitis akut di antara episode kronisnya, dan batuk mungkin saja hilang

namun akan muncul kembali (Harms, 2011).

4

Page 5: BRONKITIS

F. PENATALAKSANAAN

Gambar 2. Algoritma Terapi Bronkitis

5

Page 6: BRONKITIS

1. TERAPI FARMAKOLOGI

A.Antibiotika

a. Penicilin

Mekanisme kerja antibiotik golongan penisilin adalah dengan perlekatan pada protein

pengikat penisilin yang spesifik (PBPs) yang berlaku sebagai reseptor pada bakteri,

penghambatan sintesis dinding sel dengan menghambat transpeptidasi dari peptidoglikan,

dan pengaktifan enzim autolitik di dalam dinding sel, yang menghasilkan kerusakan

sehingga akibatnya bakteri mati. Antibiotik golongan penisilin yang biasa digunakan

adalah amoksisilin.

Amoksisilin

Indikasi: pengobatan otitis media, sinusitis, dan infeksi yang disebabkan oleh

mikroorganisme mencakup infeksi saluran pernafasan atas dan bawah, infeksi kulit, ISK,

profilaksis pada infeksi endokarditis, eradikasi H.pylori

Kontraindikasi: hipersensitif terhadap amoksisilin, penisilin, beta-laktam yang lainnya.

Dosis: bayi<3 bulan:oral: 20-30mg/kg/hari setiap 12 jam. Anak>bulan dan BB<40kg:

oral:20-50kg/kg/hari setiap 8-12 jam. Anak-anak >12 tahun, oral: extended release tablet

775 mg setiap hari. Dewasa:oral;250-500mg setiap 8 jam.

ROTD: sistem syaraf pusat: agitasi, anxietas, sakit kepala, isomnia. Gastointestinal:

diare, kolitis hemorhagic, dan nausea. Darah: agranulosit, anemia, leukopenia,

trombositopenia. Hati: peningkatan ALT, peningkatan AST. Renal: kristaluria.

Interaksi obat: amoksilin dapat meningkatkan level/efek dari metroreksat. Dapat

menurunkan level/efek dari dari vaksin tiphoid.

Farmakokinetik/farmakodinamik: absorbsi, oral: hampir sempurna, distribusi: secara

luas melalui cairan tubuh dan tulang., ikatan protein: 17%-20%, Eksresi: melalui urin.

Nama Obat Amoksisilin / Koamoksiklav

Dosis Dewasa 3x250-500mg / 2x1000mg

Dosis Anak 25-50mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi

Kontraindikasi Alergi terhadap penicillin, amoksisilin.

Efek Samping Obat mual, muntah, diare, anemia hemolitik, thrombocytopenia

Interaksi tetrasiklin dan Kloramfenikol mengurangi aktifitas amoksisilin

Kehamilan -

Monitoring tanda-tanda infeksi, tanda anafilaksis pada dosis pertama. Pada

6

Page 7: BRONKITIS

pemakaian jangka panjang monitoring fungsi liver

Perhatian penggunaan jangka panjang dapat memicu superinfeksi

Informasi untuk pasien Obat diminum sampai seluruh obat habis, meskipun kondisi

klinik membaik sebelum obat habis

b. Quinolon

Golongan quinolon merupakan antimikrobial oral memberikan pengaruh yang

dramatis dalam terapi infeksi. Dari prototipe awal yaitu asam nalidiksat berkembang

menjadi asam pipemidat, asam oksolinat, cinoksacin, norfloksacin. Generasi awal

mempunyai peran dalam terapi gram-negatif infeksi saluran kencing. Generasi berikutnya

yaitu generasi kedua terdiri dari pefloksasin, enoksasin, ciprofloksasin, sparfloksasin,

lomefloksasin, fleroksasin dengan spektrum aktifitas yang lebih luas untuk terapi infeksi

community-acquired maupun infeksi nosokomial. Lebih jauh lagi ciprofloksasin,

ofloksasin, peflokasin tersedia sebagai preparat parenteral yang memungkinkan

penggunaannya secara luas baik tunggal maupun kombinasi dengan agen lain.

Mekanisme kerja golongan quinolon secara umum adalah dengan menghambat DNA-

gyrase. Aktifitas antimikroba secara umum meliputi, Enterobacteriaceae, P. aeruginosa,

srtaphylococci, enterococci, streptococci. Aktifitas terhadap bakteri anaerob pada

generasi kedua tidak dimiliki. Demikian pula dengan generasi ketiga quinolon seperti

levofloksasin,gatifloksasin, moksifloksasin. Aktifitas terhadap anaerob seperti B. fragilis,

anaerob lain dan Gram-positif baru muncul pada generasi keempat yaitu trovafloksacin.

Modifikasi struktur quinolon menghasilkan aktifitas terhadap mycobacteria sehingga

digunakan untuk terapi TB yang resisten, lepra, prostatitis kronik, infeksi kutaneus kronik

pada pasien diabetes.

Profil farmakokinetik quinolon sangat mengesankan terutama bioavailabilitas yang

tinggi, waktu paruh eliminasi yang panjang. Sebagai contoh ciprofloksasin memiliki

bioavailabilitas berkisar 50-70%, waktu paruh 3-4 jam, serta konsentrasi puncak sebesar

1,51-2,91 mg/L setelah pemberian dosis 500mg. Sedangkan Ofloksasin memiliki

bioavailabilitas 95-100%, dengan waktu paruh 5-8 jam, serta konsentrasi puncak 2-3mg/L

paska pemberian dosis 400mg. Perbedaan di antara quinolon di samping pada spektrum

aktifitasnya, juga pada profil tolerabilitas, interaksinya dengan teofilin, antasida, H2-

Bloker,antikolinergik, serta profil keamanan secara umum. Resistensi merupakan masalah

yang menghadang golongan quinolon di seluruh dunia karena penggunaan yang luas.

7

Page 8: BRONKITIS

Spesies yang dilaporkan banyak yang resisten adalah P. aeruginosa, beberapa

streptococci, Acinetobacter spp, Proteus vulgaris, Serratia spp.

Nama Obat Ciprofloksasin

Dosis Dewasa ISPA bawah: 2 x500-750 mg selama 7-14 hariSinusitis akut: 2x500 mg selama 10 hari

Dosis Anak

Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap ciprofloksasin atau terhadapquinolon lain

Efek Samping Obat Alergi: rashNefrotoksisitas: Acute Interstitial Nephritis, insiden < 1%

Interaksi Meningkatkan kadar ciklosporin, teofilin, warfarin.Mengurangi kadar ciprofloksasin bila diberikan bersamadengan antasida, sukralfat,antineoplastik

Kehamilan C

Monitoring Kadar teofilin, cyclosporine dalam plasma bilaciprofloksasin dikombinasi kan dengan obat tersebut.

Perhatian Tidak direkomendasikan pada anak<18th karena dapatmenyebabkan atropati pada anak , stimulasi SSPberupa tremor, konfusi; penggunaan lama dapatmenyebabkan superinfeksi, inflamasi dan atau rupturetendon. Bila muncul tanda alergi termasuk anafilaksissegera stop terapi.

c. Makrolida

Eritromisin merupakan prototipe golongan ini sejak ditemukan pertama kali th 1952.

Komponen lain golongan makrolida merupakan derivat sintetik dari eritromisin yang

struktur tambahannya bervariasi antara 14-16 cincin lakton. Derivat makrolida tersebut

terdiri dari spiramysin, midekamisin, roksitromisin, azitromisin dan klaritromisin.

Aktifitas antimikroba golongan makrolida secara umum meliputi Gram positif coccus

seperti Staphylococcus aureus, coagulase-negatif staphylococci, streptococci β-hemolitik

8

Page 9: BRONKITIS

dan Streptococcus spp. lain,enterococci, H. Influenzae, Neisseria spp, Bordetella spp,

Corynebacterium spp, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia dan Legionella spp.

Azitromisin memiliki aktifitas yang lebih poten terhadap Gram negatif, volume

distribusi yang lebih luas serta waktu paruh yang lebih panjang. Klaritromisin memiliki

fitur farmakokinetika yang meningkat (waktu paruh plasma lebih panjang, penetrasi ke

jaringan lebih besar) serta peningkatan aktifitas terhadap H. Influenzae, Legionella

pneumophila. Sedangkan roksitromisin memiliki aktifitas setara dengan eritromisin,

namun profil farmakokinetiknya mengalami peningkatan sehingga lebih dipilih untuk

infeksi saluran pernapasan. Hampir semua komponen baru golongan makrolida memiliki

tolerabilitas, profil keamanan lebih baik dibandingkan dengan eritromisin. Lebih jauh lagi

derivat baru tersebut bisa diberikan satu atau dua kali sehari, sehingga dapat

meningkatkan kepatuhan pasien.

Nama Obat Eritromisin

Dosis Dewasa 2-4 x 250-500mg/kg

Dosis Anak bayi dan anak: 30-50 mg/kg terbagi 3-4 dosis. Dosis dapat dilipat gandakan pada infeksi berat

Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap eritromisin, pasien denganriwayat penyakit hati (khusus bagi eritromisin estolat),gagal hati, penggunaan bersama preparat ergotamine,cisapride, astemizol

Efek Samping Obat 10-15%: mual, muntah, rasa terbakar pada lambung:bersifat reversibel, biasanya terjadi setelah 5-7 hariterapi, insidenOtotoksisitas: terjadi pada dosis tinggi disertai gagal hatiataupun ginjalCholestatic Jaundice: Umum terjadi pada garam estolatdari eritromisin.

Interaksi Meningkatkan aritmia bila diberikan dg astemizole,cisapride, gatifloksasin, moksifloksasin,sparfloksasin,thioridazine.Meningkatkan kadar plasma benzodiazepine, alfentanil,carbamazepin, CCB, clozapin, cilostazol, digoksin,bromokriptin, statin, teofilin,warfarin,neuromuskulerblokingFlukonazol meningkatkan kadar plasma klaritromisin

9

Page 10: BRONKITIS

Kehamilan B

Monitoring -

Perhatian -

Informasi untuk pasien Diberikan 2 jam sebelum makan atau sesudah makan,untuk sirup kering simpan di refrigerator setelahdicampur, buang sisa sirup bila lebih dari 10 hari.

Nama Obat Azitromisin

Dosis Dewasa ISPA: 1x500mg hari pertama, diikuti 1x250mg pada hari kedua

sampai kelima

Dosis Anak Anak> 6 bln:CAP: 10mg/kg pada hari I diikuti 5mg/kg/hari sekalisehari sampai hari kelimaOtitis media: 1x30mg/kg;10mg/kg sekali sehari selama 3 hariAnak>2th :Faringitis,Tonsilitis: 12mg/kg/hari selama 5 hari

Kontraindikasi

Efek Samping Obat 1-10%: sakit kepala, rash, diare, mual,muntah

Interaksi Meningkatkan aritmia bila diberikan dg astemizole,cisapride, gatifloksasin, moksifloksasin,sparfloksasin,thioridazine.Meningkatkan kadar plasma benzodiazepine, alfentanil,carbamazepin, CCB, clozapin, cilostazol, digoksin,bromokriptin, statin, teofilin,warfarin,neuromuskulerblokingFlukonazol meningkatkan kadar plasma klaritromisin

Kehamilan B

Monitoring Tanda infeksi, fungsi liver

Perhatian Gunakan secara hati-hati pada pasien dengan riwayathepatitis,disfungsi hepar, disfungsi ginjal. Uji efektivitasdan keamanan belum pernah dilakukan pada bayi < 6bulan dengan otitis media, CAP atau pada anak < 2tahun dengan faringitis/tonsillitis.

Informasi untuk pasien Obat diminum bersama makanan untuk mengatasi efek

10

Page 11: BRONKITIS

samping terhadap saluran cerna. Jangan minumantasida bersama obat ini.

Nama Obat Klaritromisin

Dosis Dewasa 2x250-500mg selama 10 -14 hari (ISPA atas)2x250-500mg selama 7-14 hari (ISPA bawah)

Dosis Anak Anak>6 bln: 15mg/kg/hari dlm 2 dosis terbagi selama 10hari

Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap eritromisin maupun makrolidayang lain

Efek Samping Obat 1-10%: sakit kepala, rash, diare,mual,muntah,meningkatkan BUN, meningkatkanprothrombin time diare,

Interaksi Meningkatkan aritmia bila diberikan dg astemizole,cisapride, gatifloksasin, moksifloksasin,sparfloksasin,thioridazine.Meningkatkan kadar plasma benzodiazepine, alfentanil,carbamazepin, CCB, clozapin, cilostazol, digoksin,bromokriptin, statin, teofilin,warfarin,neuromuskulerblokingFlukonazol meningkatkan kadar plasma klaritromisin

Kehamilan Ekskresi ke ASI tidak diketahui, gunakan dg hati-hati

Monitoring Tanda infeksi, diare, gangguan sluran cerna.

Perhatian Perlu dilakukan penyesuaian dosis pada pasien gagalginjal. Uji efektivitas dan keamanan belum pernahdilakukan pada bayi< 6 bulan.

Informasi untuk pasien Diminum bersama makanan

Nama Obat Levofloksasin

Dosis Dewasa Eksaserbasi Bronkhitis kronik: 1x500mg selama 5 hariSinusitis akut: 1 x500mg selama 10 hariCAP: 1x500mg selama 7-14 hari

11

Page 12: BRONKITIS

Dosis Anak -

Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap levofloksasin maupunquinolon lain

Efek Samping Obat 3-10%: sakit kepala, pusing,mual, diare, reaksi alergi,reaksi anafilaktik,angioneurotik oedema,bronkhospasme, nyeri dada

Interaksi Hindari pemberian bersamaan dg eritromisin,cisapride,antipsikotik,antidepressant karena akanmemperpanjang kurva QT pada rekamanEKG.Demikian pula hindari pemberian bersama betabloker,amiodarone karena menyebabkanbradikardi.Hindari pemberian bersama insulin, karenaakan merubah kadar glukosa.Meningkatkan perdarahanbila diberikan bersama warfarin.Meningkatkan kadardigoksin.

Kehamilan C

Monitoring Evaluasi lekosist & tanda infeksi lainnya, kemungkinankristaluria, fungsi organ (ginjal, liver, mata) secaraperiodik.

Perhatian Gunakan secara hati-hati pada pasien dengan epilepsi,karena dapat memperparah kejang; gunakan hati-hatipada pasien dengan gagal ginjal.

Informasi untuk pasien Obat diminum 1-2 jam sebelum makan. Jangandiminum bersamaan dengan antasida. Anda dapatmengalami fotosensitifitas oleh karena itu gunakansunscreen, pakaian protektif untuk menghindarinya.Laporkan bila ada diare, palpitasi, nyeri dada, gangguansaluran cerna, mata atau kulit menjadi kuning, tremor.

d. Cefalosporin

Merupakan derivat β-laktam yang memiliki spektrum aktifitas bervariasi tergantung

generasinya. Saat ini ada empat generasi cefalosporin, seperti tertera pada tabel berikut:

12

Page 13: BRONKITIS

Mekanisme kerja golongan cefalosporin sama seperti β-laktam lain yaitu berikatan

dengan penicilin protein binding (PBP) yang terletak di dalam maupun permukaan

membran sel sehingga dinding sel bakteri tidak terbentuk yang berdampak pada kematian

bakteri.

Cefotaksim pada generasi tiga memiliki aktifitas yang paling luas di antara

generasinya yaitu mencakup pula Pseudominas aeruginosa, B. Fragilis meskipun lemah.

Cefalosporin yang memiliki aktifitas yang kuat terhadap Pseudominas aeruginosa adalah

ceftazidime setara dengan cephalosporin generasi keempat, namun aksinya terhadap

bakteri Gram positif lemah, sehingga sebaiknya agen ini disimpan untuk mengatasi

infeksi nosokomial yang melibatkan pseudomonas. Spektrum aktifitas generasi keempat

sangat kuat terhadap bakteri Gram positif maupun negatif, bahkan terhadap Pseudominas

aeruginosa sekalipun, namun tidak terhadap B. fragilis.

13

Page 14: BRONKITIS

B. Bronkodilator

Bronkodilator mempunyai aksi merelaksasi otot-otot polos pada saluran pernafasan.

Ada tiga jenis bronkodilator yaitu : Simpatomimetika, metilsantin, antikolinergik.

a. Beta 2 agonis (Simpatomimetika)

Obat-obat simpatomimetik merupakan obat yang mempunyai aksi serupa dengan

aktivitas simpatis. Sistem saraf simpatis memegang peranan penting dalam menentukan

ukuran diameter bronkus. Ujung saraf simpatis yang menghasilkan norephinepherin,

epinefrin dan isoproterenol disebut adrenergik (Dipiro, et al., 2008).

Adrenergik memiliki dua reseptor yaitu alfa dan beta. Reseptor beta terdiri beta 1

dan beta 2. Beta 1 adrenergik terdapaat pada jantung, beta 2 adrenergik terdapat pada

kelenjar dan otot halus bronkus. Adrenergic menstimulasi reseptor beta 2 sehingga terjadi

bronkodilatasi (Dipiro, et al., 2008).

Mekanisme obat simpatomimetika adalah melalui stimulus reseptor beta 2 pada

bronkus menyebabkan aktivasi adenil siklase. Enzim ini mengubah ATP menjadi cAMP

dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya

kadar cAMP dalam sel menghasilkan efek bronkodilatasi Obat-obat simpatomimetika

antara lain salbutamol, salmeterol, epinefrin, terbutalin, isoproterenol, dan metaproterenol

(Dipiro, et al., 2008).

1) Short-Acting β2-Agonists (SABA)

2 agonis merupakan bronkodilator yang efektif. Short-Acting β2-Agonists

merupakan bronkodilator selektif yang diindikasikan untuk penanganan episode

bronkospasmus irregular. Obat ini hanya digunakan jika diperlukan untuk mengatasi

gejala, contoh: albuterol (Dipiro, et al., 2008).

2) Long-Acting β2-Agonists (LABA)

Long-acting inhaled ß2-agonists diindikasikan sebagai terapi untuk tahap 3

sebagai terapi tambahan pada dosis rendah sampai medium dari ICSs dan untuk

tahap 4 dalam kombinasi dengan dosis medium hingga tinggi dari ICSs. (Dipiro, et

al., 2008).

Salbutamol (albuterol)

Dosis dewasa Sehari 3-4 kali 2-4 mg.Dosis anak Anak > 6 tahun sehari 3-4 kali 2 mg.

Anak 2-6 tahun sehari 3-4 kali 1 mg-2 mg.

14

Page 15: BRONKITIS

Kontra indikasi Tirotoksikosis, hipertiroid, hipersensitif terhadap salbutamol atau simpatomimetik lainnya, dan pengguna beta bloker

Efek samping obat Gemetar, takhikardia, gangguan gastrointestinalInteraksi Digoxin (salbutamol menurunkan level serum digoxin); diuretic

(salbutamol akan memperburuk penderita hipokalemia); mao inhibitor (peningkatan efek kardiovaskular); batasi penggunaan kafein (dapat menyebabkan cns)

Kehamilan Termasuk dalam kategori cMonitoringPerhatian Hipertiroidisme, penyakit jantung dan pembuluh darah,

aneurisma, diabetes melitus, glaukoma sudut tertutup. Pasien yang menggunakan antihipertensi atau anestesi halogen.

Informasi untuk pasien Dikonsumsi pada perut kosong (1 atau 2 jam sebelum/sesudah makan)

Salmeterol

dosis dewasa 2 kali sehari 2 semprotan.dosis anak 2 kali sehari 1 semprotan.kontra indikasi Hipertiroidisme, insufisiensi miokard, aritmia, hipertensiefek samping obat Serak atau disfonia (gangguan bunyi suara, misal sengau,

parau), iritasi tenggorokan, sakit kepala, kandidiasis mulut dan tenggorokan, palpitasi (jantung berdebar kencang), gemetar, bronkhospasme paradoksikal, nyeri sendi.

interaksi penyekat β-bloker selektif dan non selektif. Penghambat CYP450

kehamilan kategori Cmonitoringperhatian Bukan untuk pengobatan gejala-gejala asma akut. Tuberkulosa

paru, gangguan jantung dan pembuluh darah berat, diabetes melitus, hipokalemia tak diobati, tirotoksikosis. Hamil, menyusui. Monitor secara teratur kecepatan pertumbuhan anak-anak pada pengobatan jangka panjang.

Terbutalin

Dosis dewasa Dewasa : 2-3 kali sehari 1-2 tablet. Dosis anak Anak berusia 7-15 tahun : 2 kali sehari 1 tablet.

Anak berusia 3-7 tahun : 2 kali sehari ½ tablet.Kontra indikasi Hipertiroidisme, insufisiensi miokard, aritmia, hipertensi.Efek samping obat Tremor halus terutama tangan, ketegangan saraf, sakit kepala,

vasodilatasi perifer, takikardi (jarang pada pemberian aerosol), hipokalemia sesudah dosis tinggi, reaksi hipersensitif termasuk bronkospasma paradoks, urtkaria, dan angio edema. Sedikit rasa sakit pada tempat injeksi intramuskular

Interaksi Dengan beta blocker (menghambat efek bronkodilatasi)Kehamilan Termasuk kategori bMonitoring

15

Page 16: BRONKITIS

Perhatian Hipertiroidisme, diabetes.

b. Metilxantin

Teofilin merupakan golongan metil santin yang banyak digunakan, disamping

kafein dan dyphylline. Kafein dan dyphylline kurang poten dibandingkan dengan teofilin.

(Dipiro, et al., 2008).

Obat golongan ini menghambat produksi fosfodiesterase. Dengan penghambatan

ini penguraian cAMP menjadi AMP tidak terjadi sehingga kadat cAMP seluler

meningkat. Peningkatan ini menyebabkan bronkodilatasi. Obat-obat metilsantin antara

lain aminofilin dan teofilin (Dipiro, et al., 2008).

Teofilin

Dosis dewasa 1-2 tablet, 3-4 kali sehariDosis anak 1/2-1 tablet, 2 kali sehariKontra indikasi infark miokardialEfek samping obat Kadang-kadang terjadi gangguan saluran pencernaan,

rangsangan berlebihan pada sistem saraf pusat, vertigo, dan kejang pada dosis tinggi. Hipersensitifitas.

Interaksi Kadar serum ditingkatkan oleh eritromisin, oleandomisin, linkomisin, simetidin, dan allopurinol.

Kehamilan Termasuk kategori cMonitoringPerhatian Trimester pertama masa hamil.

Aminofilin

Dosis dewasa 1 tablet 2 kali sehariDosis anakKontra indikasi hipersensitifitas terhadap derivate xantinEfek samping obat Gangguan saluran pencernaan, takhikardia, berdebar, &

gemetar.Interaksi klirens Teofilin dikurangi oleh Eritromisin dan makrolida

lainnya, dan Simetidin.Kehamilan Termasuk kategori cMonitoringPerhatian Pasien dengan penyakit jantung berat, hipoksemia (keadaan

kadar oksigen darah yang menurun) parah, gagal jantung kongestif, penyakit hati, usia lanjut, hipertensi, atau

16

Page 17: BRONKITIS

hipertiroidisme

c. Antikolinergik

Pada sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergik dan

kolinergik. Jika reseptor β2 dari sistem adrenergik terhambat maka sistem kolinergik akan

mendominasi dan menyebabkan bronkokonstriksi. Stimulasi saraf parasimpatis

menyebabkan pelepasan asetilkolin. Asetilkolin pada reseptor muskarinik dari saraf-saraf

kolinergik di otot polos bronkus akan mengaktivasi enzim guanilsiklase untuk mengubah

GTP (Guanosin triphosphate) menjadi cGMP. Fosfodiesterasi kemudian memecah cGMP

menjadi GMP. Peningkatan kadar cGMP akan meningkatan bronkokonstriksi (Dipiro, et

al., 2008).

Mekanisme kerja obat antikolinergik adalah menghambat aksi asetilkolin pada

reseptor muskarinik dengan memblok reseptor muskarinik di otot polos bronki. Aktivitas

saraf adrenergik kemudian menjadi dominan sehingga menimbulkan efek bronkodilatasi.

Obat-obat antikoninergik yang dapat digunakan antara lain ipratropium bromide dan

tiotropium bromida (Dipiro, et al., 2008).

Ipratropium bromida dan tiotropium bromida merupakan inhibitor kompetitif

reseptor muskarinik; zat ini menghasilkan bronkodilatasi hanya pada bronkokonstriksi

yang dimediasi kolinergik. Antikolinergik merupakan bronkodilator efektif tetapi tidak

sekuat agonis β2 (Dipiro, et al., 2008).

Ipratropium bromide

Dosis dewasa 2 semprot 4 kali sehariDosis anakKontra indikasi Hipersensitifitas terhadap atropine atau derivatnyaEfek samping obat Gemetar pada otot skelet, berdebar, sakit kepala, pusing, gugup,

mulut kering, iritasi tenggorokan, retensi urin.Interaksi Efek ditingkatkan oleh β-adrenergik lainnya, derivat xantin,

antikolinergik, dan kortikosteroid.Aksi dikurangi oleh β-bloker

KehamilanMonitoringPerhatian Kardiomiopati obstruktif hipertrofik, takhiaritmia, infark

miokardial yang baru terjadi, diabetes melitus yang secara insufisiensi terkontrol, hipertiroidisme, kehamilan & menyusui.

17

Page 18: BRONKITIS

Tiotropium bromide

Dosis dewasa 2 semprotan 1x sehari Dosis anakKontra indikasi Hipersensitifitas pada atropine atau derivatnya, seperti

ipratrorium atau oksitropiumEfek samping obat Mulut kering, konstipasi, iritasi lokal dan batuk, takikardi,

kesulitan berkemih dan retensi urin, reaksi hipersensitivitas.Interaksi Obat antikolinergikKehamilan Termasuk kategori cMonitoringPerhatian Tidak untuk terapi awal episode akut bronkospasme.

Dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas mendadak.Glaukoma sudut sempit, hiperplasia prostat atau obstruksi leher kandung kemih.Gangguan ginjal sedang sampai dengan berat, hamil dan laktasi.

.

C. MUKOLITIK DAN EKSPEKTORAN

Bronkitis dapat menyebabkan produksi mukus berlebih. Kondisi ini menyebabkan

peningkatan penebalan mukus. Perubahan dan banyaknya mukus sukar dikeluarkan secara

alamiah, sehingga diperluan obat yang dapat memudahkan pengeluaran mukus.

Mukus mengandung glikoprotein, polisakarida, debris sel, dan cairan / eksudat

infeksi. Mukolitik bekerja dengan dengan cara memecah glikoprotein menjadi molekul-

molekul yang lebih kecil sehingga menjadi lebih encer. Mukus yang encer akan medak

dikeluarkan pada saat batuk, contoh mukolitik adalah asetilsistein.

Asetilsistein (Carbosistein)

Indikasi: bronkitis akut, batuk kronis atau akut, antidotum parasetamol.

Kontraindikasi: hipersensitif terhadap asetilsistein.

Dosis: dosis awal 2,25 g per hari dalam dosis terbagi, kemudian 1,5 g per hari dalam

dosis terbagi. Anak-anak (2-5 tahun): 62,5-125 mg 4x/hari, (5-12 tahun) : 250 mg 3x/hari.

Efek samping: pendarahan gastro-intestinal (jarang terjadi), reaksi hipersensitivitas

(ruam dan anafilakskis).

EKSPEKTORAN

Ekspektoran bekerja dengan cara mengencerkan mukus dalam bronkus sehingga mudah

dikeluarkan, salah satu contoh ekspektoran adalah guaifenesin. Guaifenesin bekerja dengan

18

Page 19: BRONKITIS

cara mengurangi viskositas dan adhesivitas sputum sehingga meningkatkan efektivitas

mukociliar dalam mengeluarkan sputum dari saluran pernapasan.

Guaifenesin

Indikasi: membantu mengencerkan lendir

Kontraindikasi: hipersensitif terhadap guaifenesin

Dosis: anak-anak (6 bulan-2 tahun) : 25-50 mg tiap 4 jam, maksimal dosis 300 mg/hari;

anak-anak (2-5 tahun) : 50-100 mg tiap 4 jam, maksimal dosis 600 mg/hari; anak-anak (6-

11 tahun) : 100-200 mg tiap 4 jam, dosis maksimal 2,4 g/hari; anak-anak ≥12 tahun dan

dewasa : 200-400 mg tiap 4 jam, maksimal dosis 2,4 g/hari.

Efek samping: sistem saraf pusat : pusing, kantuk, sakit kepala; dermatologi : ruam;

metabolisme dan sistem endokrin : penurunan level uric acid; gastrointestinal : mual,

muntah,nyeri perut

2. TERAPI NON-FARMAKOLOGI

1. Jika terjadi demam, baringkanlah pasien itu di atas tempat tidur di dalam ruangan yang

agak hangat, dan menjaga suhu dalam kamar itu tetap setabil.

2. Pasien harus berhenti merokok.

3. Kalau timbul kesulitan dalam pernapasan atau dadanya bagian tengah sangat sesak, biarlah

dia menghirup uap air tiga kali sehari.

4. Taruhlah kompres uap di atas dada pasien dua kali sehari, dan taruhlah kompres lembab di

atas dada sepanjang malam sambil menjaga tubuhnya jangan sampai kedinginan.

5. Sekali sehari selama dua hari, rendamlah kakinya di dalam air panas sewaktu mengadakan

pendemahan, Teruslah melakukan pengobatan ini sampai sipasien mengeluarkan kringat

jangan sampai kedinginan.

6. Kalau tidak ada perubahan tertentu selama dua hari, mintalah nasehat dokter. Mungkin dia

akan memberikan resep obat batuk atau obat antibiotika atau sulfa untuk mengatasi

infeksi.

7. Kalau bronchitis itu timbul karena komplikasi penyakit lainmaka sangat pentinglah

memangil dokter.

8. Istirahat yang cukup

9. Minum cukup banyak cairan dan perbaiki nutrisi

10. Rehabilitasi paru-paru secara komprehensif dengan olahraga dan latihan pernafasan

sesuai yang diajarkan tenaga medis.

19

Page 20: BRONKITIS

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/copd.pdf, diakses tanggal 18 Maret 2012

Anonim, 2010, Penyakit Paru Obstruktif Kronik, http://staff.ui.ac.id/internal/140370729/material/Faal-PPOK.pdf, diakses tanggal 18 Maret 2012

American Pharmacist Assosiaciation, 2009, Drug Information Handbook  18th. Ed, Lexi-

Comp Inc., North American, USA.

British National Formulary Organization, 2009, British National Formulary 58, BMJ Group

Tavistock Square, London WC1H 9JP, UK.

Cunha, J.P., 2012, Bronchitis, www.emedicinehealth.com, diakses tanggal 17 Maret 2012

Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., and Posey, L. M., 2008,

Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, 7th edition, McGrawHill, New

York, pp. 139-167.

Harms, R.W., 2011, Bronchitis, www.mayoclinic.com, diakses tanggal 17 Maret 2012

Knutson and Braun, 2002, http://Www.Aafp.Org/Afp/2002/0515/P2039.Html

Ohio State University School Of Medicine And Public Health, Columbus, Ohio

Am Fam Physician. 2002 May 15;65(10):2039-2045, diakses tanggal 17 Maret 2012

Rahmadani, R.Q., dan Marlina, R., 2011, Bronkitis Pada Anak, Akademi Kebidanan Sentral

Padangsidimpuan, Sumatra

Setiawati,L., Makmuri M. S., dan Asih, 2006, Bronkitis, http://www.pediatrik.com/isi03.php?

page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-

tlwx284.htm, diakses tanggal 17 Maret 2012

Sutoyo, K.D., 2008, Bronkitis Kronis dan Lingkaran yang tak Berujung Pangkal (Vicious Circle), http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Jan09/File%20dr.%20Titi%20JRI.pdf, diakses tanggal 18 Maret 2012

20