bpk_penyimpangan-dana hasil tambang

Upload: rudiandries

Post on 10-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 BPK_Penyimpangan-Dana Hasil Tambang

    1/3

    PENYIMPANGAN TAMBANG BATUBARA RP488,52 MILIAR

    Kendarinews.com

    Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyimpangan atas Penerimaan

    Negara Bukan Pajak (PNBP)i dan Dana Bagi Hasil (DBH) ii di sektor pertambangan

    batubara pada semester II 2011 sebesar Rp488,52 miliar. Angka tersebut menambah

    total potensi kerugian penerimaan negara dari sektor pertambangan hingga 31

    Desember 2011 mencapai Rp1,1 triliun. Demikian diungkapkan anggota BPK Ali Masykur

    Musa dalam jumpa pers di Jakarta. Ia menyatakan pihaknya telah melaporkan

    penyimpangan tersebut kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk

    ditindaklanjuti.

    Temuan penyimpangan tersebut diperoleh dari pemeriksaan atas Kementerian

    ESDM dan tujuh pemerintah kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar,

    Kabupaten Barito Timur, dan Kabupaten Barito Selatan. BPK juga memeriksa 77

    Pemegang Kuasa Pertambangan (KP) iii atau izin usaha pertambangan, 10 kontraktorPerjanjian Karya Penguasaan Pertambangan Batubara (PKP2B), serta instansi terkait

    lainnya di Jakarta, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. Hasil

    Pemeriksaan mengungkapkan kekurangan penerimaan negara dari iuran tetap dan

    royalty serta denda administratif di semester II 2011 sebesar Rp95,58 miliar dan

    US$43,33 juta, atau secara keseluruhan mencapai Rp488,52 miliar.

    Sementara itu, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai temuan BPK yang

    menyebutkan potensi kerugian sebesar Rp488,52 miliar tersebut merupakan angka yang

    sangat kecil dan patut dipertanyakan. Menurut Jatam, potensi kerugian negara baik dari

    iuran tetap, royalti, maupun pajak jauh lebih besar dari itu. Hal itu terjadi karena

    pengusaha yang nakal menerapkan sejumlah modus untuk mencurangi negara lewat

    upaya-upaya mereka menghindari kewajiban perusahaan sebagaimana mestinya.

    Koordinator Jatam, Andri S Wijaya mengatakan bahwa modus pertama, masalah

    perizinan ini merupakan masalah terbesar, pasalnya, di Kalimantan saja ada 2.000 izin

    yang total merugikan negara mencapai Rp410 triliun. Modus yang kedua adalah non

    procedural. Para pengusaha tambang ini selalu menghindari membayar pajak dan non

    pajak, royalty dan sewa tanah.

    Untuk mencegah ulah pengusaha nakal, Pemerintah akan memberlakukan pajak

    ekspor tambang mentah sekitar 50persen. Hal itu untuk mencegah pengusaha yang

    mengeruk hasil tambang seenaknya. Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat

    mengatakan, penerapan pajak ekspor tambang itu mencegah ekspolitasi hasil tambang

    Seksi Informasi Hukum Ditama Binbangkum

  • 7/22/2019 BPK_Penyimpangan-Dana Hasil Tambang

    2/3

    mentah berlebihan. Menurut Hidayat, pajak ekspor diberlakukan agar pengusaha tidak

    serakah dan menjualnya begitu saja. Hidayat juga meminta tambang-tambang tersebut

    diolah sehingga menciptakan nilai tambah baru. Peningkatan nilai tambah akan

    berdampak positif bagi perekonomian nasional.

    Dalam kesempatan terpisah, Direktur Jenderal Dirjen Pajak Fuad Rahmany

    membantah kurang optimalnya penerimaan pajak di sektor migas dan pertambangan

    disebabkan banyaknya tunggakan pajak dari berbagai perusahaan. Menurutnya,

    setengah dari 5800 perusahaan yang terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak (DJP), belum

    memulai kegiatan produksi sehingga belum membayar pajak.

    Fuad mengklaim sejauh ini pembayaran pajak sektor migas masih berjalan tertib

    dengan bantuan BPH Migas. Namun, ia mengaku kesulitan ketika harus mengawasi

    perusahaan-perusahaan tambang. Pasalnya, izin mengenai tambang dibagi-bagi, seperti

    izin pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

    Oleh sebab itu, DJP mencoba melakukan optimalisasi penerimaan pajak di sektor

    migas dan pertambangan dengan membentuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) khusus bagi

    kedua sektor itu. Hal ini untuk mengkonsolidasi dan memonitor data informasi

    perusahaan tambang dan migas.

    Fuad menjamin terbentuknya KPP khusus migas dan pertambangan ini akan

    memuaskan pelayanan wajib pajak. Melalui pembentukan KPP ini, ia yakin pelayanan

    dan pengawasan terhadap wajib pajak bisa lebih optimal.

    Namun demikian, Kordinator Investigasi dan Advokasi Forum Independen untuk

    Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi mengaku pesimis terbentuknya KPP

    khusus migas dan pertambangan mampu meningkatkan penerimaan negara dari sektor

    itu. Menurutnya, KPP tersebut percuma dibentuk jika tidak ada pengawasan langsungdari masyarakat. Uchok menambahkan, dibentuknya KPP khusus migas dan

    pertambangan bukanlah sesuatu yang positif. Sebaliknya, keberadaan KPP khusus akan

    menjadi awal di mana terjadinya negosiasi antara penagih dengan wajib pajak.

    Sumber Berita:

    Indo Pos, 13 April 2012, halaman J7

    Harian Ekonomi, 13 April 2012, halaman 1.

    Rakyat Merdeka, 13 April 2012, halaman 16.

    Hukumonline.com, 2 April 2012

    Catatan:

    PNBP pada Kementerian ESDM diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45

    Tahun 2003 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada

    Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan

    Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003, besaran bagian Pemerintah atas penerimaan Dana

    Hasil Produksi Batubara dihitung berdasarkan PKP2B.

    Peraturan Pemerintah tersebut saat ini sudah tidak berlaku lagi setelah

    pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan

    Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Kementerian Energi danSumber Daya Mineral (ESDM). Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 9

    Seksi Informasi Hukum Ditama Binbangkum

  • 7/22/2019 BPK_Penyimpangan-Dana Hasil Tambang

    3/3

    Seksi Informasi Hukum Ditama Binbangkum

    Tahun 2012, jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Direktorat Jenderal Mineral dan

    Batubara meliputi kompensasi data informasi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP)

    eksplorasi atau Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) eksplorasi untuk

    mineral logam dan batubara; biaya pengganti investasi Wilayah Izin Usaha

    Pertambangan (WIUP) operasi produksi atau WIUPK operasi produksi mineral logam dan

    batubara yang telah berakhir; dan bagian Pemerintah dari keuntungan bersih dari

    pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) operasi produksi untuk mineral

    logam dan batubara. Besaran bagian Pemerintah tersebut adalah sebesar 4% (empat

    persen) dari keuntungan bersih pemegang IUPK operasi produksi untuk mineral logam

    dan batubara.

    Terkait Dana Bagi Hasil, Pertambangan Batubara termasuk Dana Bagi Hasil

    Pertambangan Umum. Berdasarkan Pasal 14 huruf c Undang-Undang Nomor 33 Tahun

    2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan

    Daerah, Penerimaan Pertambangan Umum yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang

    bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan

    80% (delapan puluh persen) untuk Daerah.

    Selanjutnya, dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak di sektor migas dan

    pertambangan, Kementerian Keuangan membentuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk

    kedua sektor tersebut. KPP khusus migas dan pertambangan dibentuk berdasarkan

    Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 29/PMK.01/2012 tentang Perubahan Atas

    Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata

    Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak. Sesuai dengan Pasal 80 PMK No

    29/PMK.01/2012, sektor pertambangan diadministrasikan di KPP Wajib Pajak Besar

    Satu.

    i Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Jenis dan Penyetoran PenerimaanNegara Bukan Pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasaldari penerimaan perpajakan, yang jenisnya sebagaimana dimaksud dalam lampiran I dan II PeraturanPemerintah tersebut.ii Berdasarkan Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan KeuanganAntara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber daripendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhanDaerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.iiiKuasa Pertambangan (KP) berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan adalah wewenang yang diberikan kepada badan/perseorangan untukmelaksanakan usaha pertambangan. Saat ini, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 sudah tidak berlaku dan

    diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. IstilahKuasa Pertambangan berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 diganti menjadi Izin UsahaPertambangan (IUP).