bph - patofisiologi, gk, diagnosis, dd

29

Click here to load reader

Upload: megurinefelice

Post on 27-Oct-2015

155 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

BPH

TRANSCRIPT

Page 1: BPH - Patofisiologi, GK, Diagnosis, DD

1. Patofisiologi BPH1

Patofisiologi dari BPH sangat kompleks. Hiperplasia dari prostat

meningkatkan resistensi uretra, menimbulkan perubahan sebagai

kompensasi untuk fungsi saluran kemih. Akan tetapi, peningkatan tekanan

detrusor yang diperlukan untuk mempertahankan aliran urin dengan

adanya peningkatan resistensi outflow mengganggu fungsi penyimpanan

kandung kemih yang normal. Perubahan yang ditimbulkan obstruksi pada

perubahan fungsi detrusor, ditambah perubahan yang berkaitan dengan

usia pada fungsi kandung kemih dan fungsi saraf, menimbulkan

peningkatan frekuensi berkemih, urgensi, dan nokturia yang merupakan

keluhan utama dari BPH. Dengan demikian, patofisiologi BPH berkaitan

erat dengan disfungsi kandung kemih yang diinduksi oleh obstruksi.

BPH pertama kali berkembang di zona transisi periuretra dari

prostat. Zona transisi terdiri dari dua kelenjar yang terpisah di luar spinkter

preprostatik. Saluran utama dari zona transisi muncul pada aspek lateral

dari dinding uretra pada angulasi uretra dekat verumontanum. Proksimal

dari asal saluran zona transisi adalah kelenjar dari zona periutretral yang

terbatas di dalam spinkter preprostatik dan paralel terhadap aksis dari

uretra. Semua nodul BPH berkembang dari zona transisi atau regio

periuretral. Walaupun awal nodul zona transisi dapat muncul mulai dari

dalam atau langsung berdampingan dengan spinkter preprostatik, setelah

penyakit berlanjut dan jumlah nodul kecil bertambah, nodul ini dapat

ditemui pada setiap bagian dari zona transisi maupun periuretra. Akan

tetapi, zona transisi juga membesar seiring usia, tidak berhubungan dengan

perkembangan nodul.

Salah satu sifat unik dari prostat manusia adalah adanya kapsul

prostat, di mana berperan penting pada munculnya LUTS. Kapsul ini

mengirimkan tekanan dari pelebaran jaringan ke uretra dan menimbulkan

resistensi uretra. Dengan demikian, gejala klinis dari BPH tidak hanya

berhubungan pada pembesaran ukuran prostat bergantung usia, namun

juga pada struktur anatomis dari kelenjar. Bukti kolinis dari pentingnya

Page 2: BPH - Patofisiologi, GK, Diagnosis, DD

kapsul dapat dijumpai pada beberapa kasus insisi kapsul prostat yang

menghasilkan perbaikan yang signifikan pada bstruksi outflow, meskipun

volume prostat tetap sama.

Ukuran dari prostat tidak berhubungan dengan derajat obstruksi.

Dengan demikian, faktor lain seperti resistensi uretra, kapsul prostat dan

pleomorfisme anatomis lebih berperan pada timbulnya gejala klinis

daripada ukuran dari prostat itu sendiri. Pada beberapa kasus,

pertumbuhan utama dari nodul periuretra pada leher saluran kemih

menimbulkan peninggian lobus tengah. Lobus tengah pasti berasal dari

periutretra karena tidak ada jaringan zona transisi pada daerah ini. Tidak

jelas apakah pertumbuhan lobus tengah timbul pada pasien BPH secara

acak atau ada pengaruh genetik pada pola pembesaran ini.

Page 3: BPH - Patofisiologi, GK, Diagnosis, DD

BPH merupakan proses hiperplasia, bukan hipertrofi, di mana

terjadi peningkatan jumlah sel, bukan ukuran sel. Menurut penelitian Mc.

Neal (1990), mayoritas nodul periuretra awal ada stroma. Nodul stroma ini

menyerupai mesenkim embrionik dengan berlimpahnya substansi pucat

dan kolagen yang minimal. Masih belum jelas apakah nodul stroma awal

hanya mengandung sel mirip fibroblas atau diferensiasi menuju tipe sel

otot polos juga terjadi. Kebalikannya, nodul zona transisi paling awal

menggambarkan proliferasi jaringan glandular yang mungkin berkaitan

dengan reduksi nyata dari sejumlah stroma. Stroma minimal awalnya

terlihat terutama mengandung otot polos matur, tidak seperti pada jaringan

zona transisi yang tidak terlibat. Nodul glandular ini ternyata berasal dari

cabang saluran kecil yang baru terbentuk dari saluran yang sudah ada,

menghasilkan sistem saluran baru di dalam nodul sehingga menimbulkan

hipertrofi pada sel-sel epitelial. Peningkatan volume zona transisi tidak

hanya berkaitan dengan jumlah nodul, tetapi juga ukuran keseluruhannya.

Page 4: BPH - Patofisiologi, GK, Diagnosis, DD

Tanpa memperhatikan proporsi tepat antara sel stroma dan sel

epitel pada prostat yang mengalami hiperplasia, otot polos prostat

menggambarkan volume signifikan dari kelenjar. Walaupun sel otot polos

prostat belum dikarakteristikkan secara luas, mungkin properti

kontraktilitasnya sama dengan organ otot polos lainnya. Pengaturan ruang

dari otot polos prostat tidak optimal untuk menghasilkan perkembangan,

namun sudah jelas bahwa gaya pasif dan aktif dari jaringan prostat

berperan penting dalam patofisiologi BPH. Stimulasi sistem saraf

adrenergik jelas menghasilkan peningkatan dinamis dari resistensi uretra

prostatika. Hambatan dari stimulasi ini oleh α- receptor blocker jelas

menghilangkan respon ini. Akan tetapi, hambatan dari α- receptor blocker

tidak mengurangi tekanan pasif pada prostat.

Page 5: BPH - Patofisiologi, GK, Diagnosis, DD

Bukti terakhir menunjukkan respon kandung kemih terhadap

obstruksi merupakan proses adaptasi. Akan tetapi, sudah jelas juga bahwa

sebagian besar LUTS pada pasien BPH atau pembesaran prostat

berhubungan dengan perubahan yang ditimbulkan obstruksi pada fungsi

kandung kemih daripada obstruksi outflow secara langsung. Kira-kira 1/3

pasien tetap mengalami disfungsi berkemih yang signifikan, dan gejala

penyimpanan setelah operasi pembebasan dari obstruksi. Perubahan pada

kandung kemih akibat obstruksi terdiri dari 2 tipe dasar. Pertama,

perubahan yang diakibatkan ketidakstabilan detrusor atau penurunan

compliance secara klinis berhubungan dengan frekuensi dan urgensi.

Kedua, perubahan yang berhubungan dengan penurunan daya

kontraktilitas detrusor berhubungan dengan perburukan lebih jauh

terhadap pancaran kemih, mengedan saat berkemih, intermiten,

peningkatan residu urin, dan sebagian kecil kegagalan detrusor. Retensi

urin akut merupakan akibat yang tidak dapat dihindari. Banyak pasien

dengan retensi urin akut datang dengan fungsi detrusor normal, dengan

pengendapan yang mengarah pada obstruksi.

2. Manifestasi Klinis

Gejala hiperplasia prostat menurut Boyarsky dkk pada tahun 1977

dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif

disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena

didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk

berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama saehingga kontraksi

terputus-putus. Gejalanya ialah :

1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)

2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)

3. Miksi terputus (Intermittency)

4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete

bladder emptying).2,3

Page 6: BPH - Patofisiologi, GK, Diagnosis, DD

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia

prostat masih tergantung tiga faktor yaitu :

1. Volume kelenjar periuretral

2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Kekuatan kontraksi otot detrusor

Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala

obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar periuretal sudah membesar

dan elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun,

tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot

detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan. Pemeriksaan derajat

beratnya obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur :4

a. Residual urine yaitu jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan.

Sisa urin ini dapat dihitung dengan pengukuran langsung yaitu dengan

cara melakukan kateterisasi setelah miksi spontan atau ditentukan

dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan

dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada

orang normal sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total

sisa urin dapat melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari

100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan

intervensi pada penderita prostat hipertrofi.

b. Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu

dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi

berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflowmetri yang menyajikan

gambaran grafik pancaran urin. Untuk dapat melakukan pemeriksaan

uroflow dengan baik diperlukan jumlah urin minimal di dalam vesika

125 sampai 150 ml. Angka normal untuk flow rata-rata (average flow

rate) 10 sampai 12 ml/detik dan flow maksimal sampai sekitar 20

ml/detik. Pada obstruksi ringan flow rate dapat menurun sampai

average flow antara 6-8 ml/detik, sedang maksimal flow menjadi 15

Page 7: BPH - Patofisiologi, GK, Diagnosis, DD

mm/detik atau kurang. Dengan pengukuran flow rate tidak dapat

dibedakan antara kelemahan detrusor dengan obstruksi infravesikal.

Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga

mengganggu faal ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan

urolithiasis. Tindakan untuk menentukan diagnosis penyebab obstruksi

maupun menentukan kemungkinan penyulit harus dilakukan secara

teratur.3,5,6

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris

yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena

hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan

rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun

belum penuh., gejalanya ialah :

1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

2. Nokturia

3. Miksi sulit ditahan (Urgency)

4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)

Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus.

Secara klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :

Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml

Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml

Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih

bagian atas + sisa urin > 150 ml4

Derajat berat gejala klinik prostat hiperplasia ini dipakai untuk

menentukan derajat berat keluhan subyektif, yang ternyata tidak selalu

sesuai dengan besarnya volume prostat. Gejala iritatif yang sering

dijumpai ialah bertambahnya frekuensi miksi yang biasanya lebih

dirasakan pada malam hari. Sering miksi pada malam hari disebut

nocturia, hal ini disebabkan oleh menurunnya hambatan kortikal selama

Page 8: BPH - Patofisiologi, GK, Diagnosis, DD

tidur dan juga menurunnya tonus spingter dan uretra. Simptom obstruksi

biasanya lebih disebabkan oleh karena prostat dengan volume besar.

Apabila vesica menjadi dekompensasi maka akan terjadi retensi urin

sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam vesica, hal

ini menyebabkan rasa tidak bebas pada akhir miksi. Jika keadaan ini

berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita

tidak mampu lagi miksi. Oleh karena produksi urin akan terus terjadi maka

pada suatu saat vesica tidak mampu lagi menampung urin sehingga

tekanan intravesica akan naik terus dan apabila tekanan vesica menjadi

lebih tinggi daripada tekanan spingter akan terjadi inkontinensia paradoks

(over flow incontinence). Retensi kronik dapat menyebabkan terjadinya

refluk vesico uretra dan meyebabkan dilatasi ureter dan sistem

pelviokalises ginjal dan akibat tekanan intravesical yang diteruskam ke

ureter dari ginjal maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Proses

kerusakan ginjal dapat dipercepat bila ada infeksi. Disamping kerusakan

tractus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik penderita harus

selalu mengedan pada waktu miksi, maka tekanan intra abdomen dapat

menjadi meningkat dan lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya

hernia, hemoroid. Oleh karena selalu terdapat sisa urin dalam vesica maka

dapat terbentuk batu endapan didalam vesica dan batu ini dapat menambah

keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Disamping pembentukan batu,

retensi kronik dapat pula menyebabkan terjadinya infeksi sehingga terjadi

systitis dan apabila terjadi refluk dapat terjadi juga pielonefritis.3

3. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan atas berbagai

pemeriksaan awal dan pemeriksaan tambahan. Jika fasilitas tersedia,

pemeriksaan awal harus dilakukan oleh setiap dokter yang menangani

pasien BPH, sedangkan pemeriksaan tambahan yang bersifat penunjang

dikerjakan jika ada indikasi untuk melakukan pemeriksaan itu. Pada 5 th

International Consultation on BPH (IC-BPH)7 membagi kategori

Page 9: BPH - Patofisiologi, GK, Diagnosis, DD

pemeriksaan untuk mendiagnosis BPH menjadi: pemeriksaan awal

(recommended) dan pemeriksaan spesialistik urologi (optional),

sedangkan guidelines yang disusun oleh EAU7 membagi pemeriksaan itu

dalam: mandatory, recommended, optional, dan not recommended.

Anamnesis

Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau

wawancara yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit

yang dideritanya. Anamnesis itu meliputi8,9

Keluhan yang dirasakan dan seberapa

lama keluhan itu telah mengganggu

Riwayat penyakit lain dan penyakit pada

saluran urogenitalia (pernah mengalami cedera, infeksi, atau pem-

bedahan)

Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual

Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan

keluhan miksi

Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk

tindakan pembedahan.

Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan

menentukan adanya gejala obstruksi akibat pembesaran prostat adalah

International Prostate Symptom Score (IPSS). WHO dan AUA telah

mengembangkan dan mensahkan prostate symptom score yang telah

distandarisasi.8,9,10 Skor ini berguna untuk menilai dan memantau keadaan

pasien BPH. Analisis gejala ini terdiri atas 7 pertanyaan yang masing-

masing memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35 (lihat

lampiran kuesioner IPSS yang telah diterjemahkan dalam bahasa

Indonesia). Kuesioner IPSS dibagikan kepada pasien dan diharapkan

pasien mengisi sendiri tiap-tiap pertanyaan. Keadaan pasien BPH dapat

digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh adalah sebagai berikut10,11

Skor 0-7: bergejala ringan

Page 10: BPH - Patofisiologi, GK, Diagnosis, DD

Skor 8-19: bergejala sedang

Skor 20-35: bergejala berat.

Selain 7 pertanyaan di atas, di dalam daftar pertanyaan IPSS

terdapat satu pertanyaan tunggal mengenai kualitas hidup (quality of life

atau QoL) yang juga terdiri atas 7 kemungkinan jawaban.

Pemeriksaan fisik

Colok dubur atau digital rectal examination (DRE) merupakan

pemeriksaan yang penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik

pada regio suprapubik untuk mencari kemungkinan adanya distensi buli-

buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan adanya

pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang

merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat.8 Mengukur volume

prostat dengan DRE cenderung underestimate daripada pengukuran

dengan metode lain, sehingga jika prostat teraba besar, hampir pasti bahwa

ukuran sebenarnya memang besar. Kecurigaan suatu keganasan pada

pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya 26-34% yang positif kanker

prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas pemeriksaan ini dalam

menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%.12 Perlu dinilai

keadaan neurologis, status mental pasien secara umum dan fungsi

neuromusluler ekstremitas bawah. Disamping itu pada DRE diperhatikan

pula tonus sfingter ani dan refleks bulbokavernosus yang dapat

menunjukkan adanya kelainan pada busur refleks di daerah sakral.8

Urinalisis

Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan

hematuria. BPH yang sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran

kemih, batu buli-buli atau penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi,

di antara-nya: karsinoma buli-buli in situ atau striktura uretra, pada

pemeriksaan urinalisis menunjuk-kan adanya kelainan. Untuk itu pada

kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan

Page 11: BPH - Patofisiologi, GK, Diagnosis, DD

kultur urine, dan kalau terdapat kecurigaan adanya karsinoma buli-buli

perlu dilakukan pemeriksaan sitologi urine.8,11 Pada pasien BPH yang

sudah mengalami retensi urine dan telah memakai kateter, peme-riksaan

urinalisis tidak banyak manfaatnya karena seringkali telah ada leukosituria

maupun eritostiruria akibat pemasangan kateter.

Pemeriksaan fungsi ginjal

Obstruksi infravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada traktus

urinarius bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat

BPH terjadi sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal

menyebabkan resiko terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering

dibandingkan dengan tanpa disertai gagal ginjal (17%), dan mortalitas

menjadi enam kali lebih banyak9. Pasien LUTS yang diperiksa

ultrasonografi didapatkan dilatasi sistem pelvikalises 0,8% jika kadar

kreatinin serum normal dan sebanyak 18,9% jika terdapat kelainan kadar

kreatinin serum.13 Oleh karena itu pemeriksaan faal ginjal ini berguna

sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada

saluran kemih bagian atas.

Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen)

PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi

bukan cancer specific.14 Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan

perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti:

a. pertumbuhan volume prostat lebih cepat,

b. keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek, dan

c. lebih mudah terjadinya retensi urine akut15,16

Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan

kadar PSA. Dikatakan oleh Roehrborn et al (2000) bahwa makin tinggi

kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan prostat. Laju pertumbuhan

volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA 0,2- 1,3 ng/dl laju

Page 12: BPH - Patofisiologi, GK, Diagnosis, DD

adalah 0,7 mL/tahun, sedangkan pada kadar PSA 1,4-3,2 ng/dl sebesar 2,1

mL/tahun, dan kadar PSA 3,3-9,9 ng/dl adalah 3,3 mL/tahun19. Kadar

PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada keradangan,

setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi

urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua17

Sesuai yang dikemukakan oleh Wijanarko et al (2003) bahwa

serum PSA meningkat pada saat terjadi retensi urine akut dan kadarnya

perlahan-lahan menurun terutama setelah 72 jam dilakukan kateterisasi.18

Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah:17

40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml

50-59 tahun:0-3,5 ng/ml

60-69 tahun:0-4,5 ng/ml

70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml

Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma

prostat, tetapi kelompok usia BPH mempunyai resiko terjangkit karsinoma

prostat. Pemeriksaan PSA bersamaan dengan colok dubur lebih superior

daripada pemeriksaan colok dubur saja dalam mendeteksi adanya

karsinoma prostat. Oleh karena itu pada usia ini pemeriksaan PSA menjadi

sangat penting guna mendeteksi kemungkinan adanya karsinoma prostat.19

Sebagian besar guidelines yang disusun di berbagai negara

merekomendasikan pemeriksaan PSA sebagai salah satu pemeriksaan awal

pada BPH, meskipun dengan sarat yang berhubungan dengan usia pasien

atau usia harapan hidup pasien. Usia sebaiknya tidak melebihi 70-75 tahun

atau usia harapan hidup lebih dari 10 tahun, sehingga jika memang

terdiagnosis karsinoma prostat tindakan radikal masih ada manfaatnya9,11,19

Catatan harian miksi (voiding diaries)

Voiding diaries saat ini dipakai secara luas untuk menilai fungsi

traktus urinarius bagian bawah dengan reliabilitas dan validitas yang

cukup baik. Pencatatan miksi ini sangat berguna pada pasien yang

Page 13: BPH - Patofisiologi, GK, Diagnosis, DD

mengeluh nokturia sebagai keluhan yang menonjol.9,13. Dengan mencatat

kapan dan berapa jumlah asupan cairan yang dikonsumsi serta kapan dan

berapa jumlah urine yang dikemihkan dapat diketahui seorang pasien

menderita nokturia idiopatik, instabilitas detrusor akibat obstruksi infra-

vesika, atau karena poliuria akibat asupan air yang berlebih. Sebaiknya

pencatatan dikerjakan 7 hari berturut-turut untuk mendapatkan hasil yang

baik13, namun Brown et al (2002) mendapatkan bahwa pencatatan selama

3-4 hari sudah cukup untuk menilai overaktivitas detrusor.20

Uroflometri

Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama

proses miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk

mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak

invasif. Dari uroflometri dapat diperoleh informasi mengenai volume

miksi, pancaran maksimum (Qmax), pancaran rata-rata (Qave), waktu

yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, dan lama

pancaran.9,19 Pemeriksaan ini sangat mudah, non invasif, dan sering dipakai

untuk mengevaluasi gejalaobstruksi infravesika baik sebelum maupun

setelah mendapatkan terapi. Hasil uroflometri tidak spesifik menunjukkan

penyebab terjadinya kelainan pancaran urine, sebab pancaran urine yang

lemah dapat disebabkan karena BOO atau kelemahan otot detrusor.

Demikian pula Qmax (pancaran) yang normal belum tentu tidak ada BOO.

Namun demikian sebagai patokan, pada IC-BPH 2000, terdapat korelasi

antara nilai Qmax dengan derajat BOO sebagai berikut:

Qmax < 10 ml/detik 90% BOO

Qmax 10-14 ml/detik 67% BOO

Qmax >15 ml/detik 30% BOO

Harga Qmax dapat dipakai untuk meramalkan hasil pembedahan.

Pasien tua yang mengeluh LUTS dengan Qmax normal biasanya bukan

disebabkan karena BPH dan keluhan tersebut tidak berubah setelah

pembedahan. Sedangkan pasien dengan Qmax <10 mL/detik biasanya

Page 14: BPH - Patofisiologi, GK, Diagnosis, DD

disebabkan karena obstruksi dan akan memberikan respons yang baik

setelah.8

Penilaian ada tidaknya BOO sebaiknya tidak hanya dari hasil

Qmax saja, tetapi juga digabungkan dengan pemeriksaan lain. Menurut

Steele et al (2000) kombinasi pemeriksaan skor IPSS, volume prostat, dan

Qmax cukup akurat dalam menentukan adanya BOO24. Nilai Qmax

dipengaruhi oleh: usia, jumlah urine yang dikemihkan, serta terdapat

variasi induvidual yang cukup besar. Oleh karena itu hasil uroflometri

menjadi bermakna jika volume urine >150 mL dan diperiksa berulangkali

pada kesempatan yang berbeda. Spesifisitas dan nilai prediksi positif

Qmax untuk menentukan BOO harus diukur beberapa kali. Reynard et al

(1996) dan Jepsen et al (1998) menyebutkan bahwa untuk menilai ada

tidak-nya BOO sebaiknya dilakukan pengukuran pancaran urine 4 kali.21,22

Pemeriksaan residual urine

Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa

urine yang tertinggal di dalam buli-buli setelah miksi. Jumlah residual

urine ini pada orang normal adalah 0,09-2,24 mL dengan rata-rata 0,53

mL. Tujuh puluh delapan persen pria normal mempunyai residual urine

kurang dari 5 mL dan semua pria normal mempunyai residu urine tidak

lebih dari 12 mL.19 Pemeriksaan residual urine dapat dilakukan secara

invasif, yaitu dengan melakukan pengukuran langsung sisa urine melalui

kateterisasi uretra setelah pasien berkemih, maupun non invasif, yaitu

dengan mengukur sisa urine melalui USG atau bladder scan. Pengukuran

melalui kateterisasi ini lebih akurat dibandingkan dengan USG, tetapi

tidak meng-enakkan bagi pasien, dapat menimbulkan cedera uretra,

menimbulkan infeksi saluran kemih, hingga terjadi bakteriemia.8,19

Pengukuran dengan cara apapun, volume residual urine mempunyai

variasi individual yang cukup tinggi, yaitu seorang pasien yang diukur

residual urinenya pada waktu yang berlainan pada hari yang sama maupun

pada hari yang berbeda, menunjukkan perbedaan volume residual urine

yang cukup bermakna.19 Variasi perbedaan volume residual urine ini

Page 15: BPH - Patofisiologi, GK, Diagnosis, DD

tampak nyata pada residual urine yang cukup banyak (>150 ml),

sedangkan volume residual urine yang tidak terlalu banyak (<120 ml) hasil

pengukuran dari waktu ke waktu hampir sama.21

Dahulu para ahli urologi beranggapan bahwa volume residual urine

yang meningkat menandakan adanya obstruksi, sehingga perlu dilakukan

pembedahan; namun ternyata peningkatan volume residual urine tidak

selalu menunjukkan beratnya gangguan pancaran urine atau beratnya

obstruksi.19 Hal ini diperkuat oleh pernyataan Prasetyawan dan Sumardi

(2003), bahwa volume residual urine tidak dapat menerangkan adanya

obstruksi saluran kemih.23 Namun, bagaimanapun adanya residu uirne

menunjukkan telah terjadi gangguan miksi.8 Watchful waiting biasanya

akan gagal jika terdapat residual urine yang cukup banyak24, demikian pula

pada volume residual urine lebih 350 ml seringkali telah terjadi disfungsi

pada buli-buli sehingga terapi medikamentosa biasanya tidak akan

memberikan hasil yang memuaskan. Beberapa negara terutama di Eropa

merekomendasikan pemeriksaan PVR sebagai bagian dari pemeriksaan

awal pada BPH dan untuk memonitor setelah watchful waiting. Karena

variasi intraindividual yang cukup tinggi, pemeriksaan PVR dikerjakan

lebih dari satu kali dan sebaiknya dikerjakan melalui melalui USG

transabdominal.7,8,9,13

Pencitraan traktus urinarius

Pencitraan traktus urinarius pada BPH meliputi pemeriksaan

terhadap traktus urinarius bagian atas maupun bawah dan pemeriksaan

prostat. Dahulu pemeriksaan IVP pada BPH dikerjakan oleh sebagian

besar ahli urologi untuk mengungkapkan adanya:

a. kelainan pada saluran kemih bagian atas,

b. divertikel atau selule pada buli-buli,

c. batu pada buli-buli,

d. perkiraan volume residual urine, dan

e. perkiraan besarnya prostat.

Page 16: BPH - Patofisiologi, GK, Diagnosis, DD

Pemeriksaan pencitraan terhadap pasien BPH dengan memakai

IVP atau USG, ternyata bahwa 70-75% tidak menunjukkan adanya

kelainan pada saluran kemih bagian atas; sedangkan yang menunjukkan

kelainan, hanya sebagian kecil saja (10%) yang membutuhkan penanganan

berbeda dari yang lain.19 Oleh karena itu pencitraan saluran kemih bagian

atas tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan pada BPH, kecuali jika

pada pemeriksaan awal diketemukan adanya:

a. hematuria,

b. infeksi saluran kemih,

c. insufisiensi renal (dengan melakukan pemeriksaan USG),

d. riwayat urolitiasis, dan

e. riwayat pernah menjalani pembedahan pada saluran urogenitalia7,8,9,13,19

Pemeriksaan sistografi maupun uretrografi retrograd guna

memperkirakan besarnya prostat atau mencari kelainan pada buli-buli saat

ini tidak direkomendasikan.13 Namun pemeriksaan itu masih berguna jika

dicurigai adanya striktura uretra. Pemeriksaan USG prostat bertujuan

untuk menilai bentuk, besar prostat, dan mencari kemungkinan adanya

karsinoma prostat. Pemeriksaan ultrasonografi prostat tidak

direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin, kecuali hendak menjalani

terapi:

a. inhibitor 5-α reduktase,

b. termoterapi,

c. pemasangan stent,

d. TUIP atau

e. prostatektomi terbuka.

Menilai bentuk dan ukuran kelenjar prostat dapat dilakukan

melalui pemeriksaan transabdominal (TAUS) ataupun transrektal

(TRUS)5,10,13. Jika terdapat peningkatan kadar PSA, pemeriksaan USG

melalui transrektal (TRUS) sangat dibutuhkan guna menilai kemungkinan

adanya karsinoma prostat.

Page 17: BPH - Patofisiologi, GK, Diagnosis, DD

Uretrosistoskopi

Pemeriksaan ini secara visual dapat mengetahui keadaan uretra

prostatika dan bulibuli. Terlihat adanya pembesaran prostat, obstruksi

uretra dan leher buli-buli, batu buli-buli, trabekulasi buli-buli, selule, dan

divertikel bulibuli. Selain itu sesaat sebelum dilakukan sistoskopi diukur

volume residual urine pasca miksi. Sayangnya pemeriksaan ini tidak

mengenakkan bagi pasien, bisa menimbulkan komplikasi perdarahan,

infeksi, cedera uretra, dan retensi urine sehingga tidak dianjurkan sebagai

pemeriksaan rutin pada BPH5,7,8,9,19

Uretrosistoskopi dikerjakan pada saat akan dilakukan tindakan

pembedahan untuk menentukan perlunya dilakukan TUIP, TURP, atau

prostatektomi terbuka. Disamping itu pada kasus yang disertai dengan

hematuria atau dugaan adanya karsinoma buli-buli sistoskopi sangat

membantu dalam mencari lesi pada bulibuli8,13,25

Pemeriksaan urodinamika

Kalau pemeriksaan uroflometri hanya dapat menilai bahwa pasien

mempunyai pancaran urine yang lemah tanpa dapat menerangkan

penyebabnya, pemeriksaan urodinamika (pressure flow study) dapat

membedakan pancaran urine yang lemah itu disebabkan karena obstruksi

leher buli-buli dan uretra (BOO) atau kelemahan kontraksi otot

detrusor.8,9,19 Pemeriksaan ini cocok untuk pasien yang hendak menjalani

pembedahan. Mungkin saja LUTS yang dikeluhkan oleh pasien bukan

disebabkan oleh BPO melainkan disebabkan oleh kelemahan kontraksi

otot detrusor sehingga pada keadaan ini tindakan desobstruksi tidak akan

bermanfaat. Pemeriksaan urodinamika merupakan pemeriksaan optional

pada evaluasi pasien BPH bergejala8,9,13 Meskipun merupakan pemeriksaan

invasif, urodinamika saat ini merupakan pemeriksaan yang paling baik

dalam menentukan derajat obstruksi prostat (BPO), dan mampu

meramalkan keberhasilan suatu tindakan pem-bedahan. Menurut Javle et

al (1998),26 pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas 87%, spesifisitas 93%,

Page 18: BPH - Patofisiologi, GK, Diagnosis, DD

dan nilai prediksi positif sebesar 95%. Indikasi pemeriksaan urodinamika

pada BPH adalah: berusia kurang dari 50 tahun atau lebih dari 80 tahun

dengan volume residual urine>300 mL, Qmax>10 ml/detik, setelah

menjalani pembedahan radikal pada daerah pelvis, setelah gagal dengan

terapi invasif, atau kecurigaan adanya buli-buli neurogenik.13

4. Diagnosis Banding2,5

1. Kelemahan detrusor kandung kemih

a. Kelainan medula spinalis

b. Neuropatia diabetes mellitus

c. Pasca bedah radikal di pelvis

d. Farmakologik

2. Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh :

a. Kelainan neurologik

b. Neuropati perifer

c. Diabetes mellitus

d. Alkoholisme

e. Farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan

parasimpatolitik)

3. Obstruksi fungsional :

a. Disinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara

kontraksi detrusor dengan relaksasi sfingter

b. ketidakstabilan detrusor

4. Kekakuan leher kandung kemih : fibrosis

5. Resistensi uretra yang meningkat disebabkan oleh :

a. Hiperplasia prostat jinak atau ganas

b. Kelainan yang menyumbatkan uretra

c. Uretralitiasis

d. Uretritis akut atau kronik

e. Striktur uretra

f. Prostatitis akut atau kronis