blok 17 tutorial skenario 4

17
1 LEARNING OBJEKTIF 1. Angka kematian ibu di Indonesia 2011 Angka kematian ibu di indonesia masih amat tinggi, bahkan tergolong tinggi di dunia. Angka Kematian ibu melahirkan di Indonesia masih tergolong tinggi. Berdasarkan penelitian Woman Research Institute, angka kematian ibu melahirkan pada tahun 2011 mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, infeksi, eklamsi, partus lama, dan komplikasi abortus. Menurut survey kesehatan rumah tangga (SKRT) selama 10 tahun angka kematian ibu terutama disebabkan post partum sekitar 67% dan 70% kematian karena perdarahan dan infeksi. Faktor- faktor yang mempengaruhi yaitu faktor penolong persalinan, faktor tempat tinggal ibu yang kotor dan luka post episiotomi yang tidak dirawat sehingga menyebabkan infeksi. 2.Penanganan kasus perdarahan post-partum Atonia uteri Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar. Atonia merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum, sekurang- kurangnya 2/3 dari semua perdarahan postpartum disebabkan oleh atonia uteri. Upaya penanganan perdarahan postpartum disebabkan atonia uteri harus dimulai dengan mengenal

Upload: arini-indrayani

Post on 23-Oct-2015

91 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Blok 17 Tutorial Skenario 4

1

LEARNING OBJEKTIF

1. Angka kematian ibu di Indonesia 2011

Angka kematian ibu di indonesia masih amat tinggi, bahkan tergolong

tinggi di dunia. Angka Kematian ibu melahirkan di Indonesia masih

tergolong tinggi. Berdasarkan penelitian Woman Research Institute,

angka kematian ibu melahirkan pada tahun 2011 mencapai 307 per

100.000 kelahiran hidup.

Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, infeksi,

eklamsi, partus lama, dan komplikasi abortus. Menurut survey kesehatan

rumah tangga (SKRT) selama 10 tahun angka kematian ibu terutama

disebabkan post partum sekitar 67% dan 70% kematian karena

perdarahan dan infeksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu faktor

penolong persalinan, faktor tempat tinggal ibu yang kotor dan luka post

episiotomi yang tidak dirawat sehingga menyebabkan infeksi.

2. Penanganan kasus perdarahan post-partum

Atonia uteri

Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi

lunak dan

pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar.

Atonia

merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum, sekurang-

kurangnya 2/3

dari semua perdarahan postpartum disebabkan oleh atonia uteri. Upaya

penanganan

perdarahan postpartum disebabkan atonia uteri harus dimulai dengan

mengenal

ibu yang memiliki kondisi yang berisiko terjadinya atonia uteri.

Kondisi ini mencakup:

a. Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi

normal seperti

pada:

Polihidramnion

Kehamilan kembar

Page 2: Blok 17 Tutorial Skenario 4

2

Makrosomi

b. Persalinan lama

c. Persalinan terlalu cepat

d. Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin

e. Infeksi intrapartum

f. Paritas tinggi

Jika seorang wanita memiliki salah satu dari kondisi-kondisi yang berisiko

ini,

maka penting bagi penolong persalinan untuk mengantisipasi

kemungkinan

terjadinya atoni uteri postpartum. Meskipun demikian, 20% atoni uteri

postpartum

dapat terjadi pada ibu tanpa faktor-faktor risiko ini. Adalah penting bagi

semua

penolong persalinan untuk mempersiapkan diri dalam melakukan

penatalaksanaan

awal terhadap masalah yang mungkin terjadi selama proses persalinan.

Jika tidak mempunyai kemampuan dan fasilitas, semua keadaan di atas

sebaiknya

segera dirujuk ke dokter spesialis obgyn / Rumah Sakit.

Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan

penanganan kala tiga secara aktif, yaitu:

a. Menyuntikan Oksitosin

Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.

Menyuntikkan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian

luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih

dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak mengenai

pembuluh darah.

b. Peregangan Tali Pusat Terkendali

Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm

dari vulva atau menggulung tali pusat

Meletakkan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah

uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat

Page 3: Blok 17 Tutorial Skenario 4

3

menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5 – 10 cm dari

vulva

Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan

kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke

arah dorsokranial

c. Mengeluarkan plasenta

Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat

bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta

ibu untuk meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali

pusat ke arah bahwa kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan

lahir hingga plasenta tampak pada vulva.

Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir,

pindahkan kembali klem hingga berjarak ± 5 – 10 dari vulva.

Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut

selama 15 menit

Suntikkan ulang 10 IU Oksitosin i.m

Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh

Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta

manual

d. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta

dengan

hati-hati.

Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput

secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput

ketuban.

e. Masase Uterus

Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus

uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan

bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik

(fundus teraba keras)

f. Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan

Kelengkapan plasenta dan ketuban

Kontraksi uterus

Perlukaan jalan lahir

Perlukaan jalan lahir

Page 4: Blok 17 Tutorial Skenario 4

4

Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan

kontraksi

rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari

perlukaan

jalan lahir. Perlukaan jalan terdiri dari:

a. Robekan perineum

Dibagi atas 4 tingkat :

Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau

tanpa

mengenai kulit perineum

Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot

perinei

transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani

Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter

ani

Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum

b. Hematoma vulva

c. Robekan dinding vagina

Kolporeksis adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan di

vagina bagian atas, sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian

uterus terlepas dari vagina. Robekan ini memanjang atau

melingkar.

d. Robekan serviks

Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada

kasus partus

presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi

persalinan operatif pervaginam harus dilakukan pemeriksaan

dengan spekulum keadaan jalan lahir termasuk serviks.

e. Ruptura uteri

Retensio plasenta

Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah

jam setelah janin lahir. Plasenta yang belum lahir dan masih melekat

di dinding rahim oleh karena kontraksi rahim kurang kuat untuk

melepaskan plasenta disebut plasenta adhesiva. Plasenta yang

belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena villi

Page 5: Blok 17 Tutorial Skenario 4

5

korialisnya menembus desidua sampai miometrium disebut plasenta

akreta. Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi belum

lahir karena terhalang oleh lingkaran konstriksi di bagian bawah

rahim disebut plasenta inkarserata.

Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau

seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya

perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan

dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada

tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum

dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta

manual.

Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap,

segera dilakukan kompresi bimanual uterus dan disuntikkan

Ergometrin 0.2 mg i.m atau i.v sampai kontraksi uterus baik. Pada

kasus retensio plasenta, risiko atonia uteri tinggi oleh karena itu

harus segera dilakukan tindakan pencegahan perdarahan

postpartum. Apabila kontraksi rahim tetap buruk, dilanjutkan dengan

tindakan sesuai prosedur tindakan pada atonia uteri. Plasenta akreta

ditangani dengan histerektomi oleh karena itu harus dirujuk ke

rumah sakit.

Sisa plasenta

Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim

dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan

pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari pasca

persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta

ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir

dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat

gejalanya sama dengan subinvolusi rahim yaitu perdarahan. Untuk

memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi

dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi.

Pengelolaan

Page 6: Blok 17 Tutorial Skenario 4

6

Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan

kuretase.

Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat

dikeluarkan secara manual. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit

dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan

dengan kuretase pada abortus.

Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan

dengan

pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.

Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

3. Hubungan jumlah anak dengan peningkatan resiko kematian maternal

Grandemultipara, yaitu ibu dengan jumlah kehamilan dan persalinan

lebih dari 6 kali masih banyak terdapat. Resiko kematian maternal dari

golongan ini adalah 8 kali lebih tinggi dari lainnya.

Penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, eklamsi,

partus lama, dan komplikasi abortus. Menurut survey kesehatan rumah

tangga (SKRT) selama 10 tahun angka kematian ibu terutama

disebabkan post partum sekitar 67% dan 70% kematian karena

perdarahan dan infeksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu faktor

penolong persalinan, faktor tempat tinggal ibu yang kotor dan luka post

episiotomi yang tidak dirawat sehingga menyebabkan infeksi.

4. Derajat-derajat kesadaran

Compos mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,

dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan

sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),

memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon

psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih

bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu

memberi jawaban verbal.

Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada

respon terhadap nyeri.

Page 7: Blok 17 Tutorial Skenario 4

7

Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon

terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek

muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

5. Sistem rujukan pada skenario

Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan,

disingkat “BAKSOKU” yang dijabarkan sebagai berikut :

a. B (bidan): pastikan ibu/bayi/klien didampingi oleh tenaga kesehatan

yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan

kegawatdaruratan

b. A (alat) : bawa perlengkapan dan bahan – bahan yang diperlukan,

seperti spuit, infus set, tensimeter, dan stetoskop

c. K (keluarga): beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan

alasan mengapa dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain

diusahakan untuk dapat menyetujui Ibu (klien) ke tempat rujukan.

d. S (surat): beri surat ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu

(klien), alasan rujukan, uraian hasil rujukan, asuhan, atau obat – obat

yang telah diterima ibu (klien)

e. O (obat): bawa obat – obat esensial diperlukan selama perjalanan

merujuk

f. K (kendaraan) : siapkan kendaraan yang cukup baik untuk

memungkinkan ibu (klien) dalam kondisi yang nyaman dan dapat

mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat

g. U (uang) : ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang

cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang di perlukan di

tempat rujukan.

Indikasi perujukan ibu yaitu :

Riwayat seksio sesaria

Perdarahan per vaginam

Persalinan kurang bulan (usia

kehamilan < 37 minggu)

Ketuban pecah dengan mekonium

yang kental

Ketuban pecah lama (lebih kurang 24

jam)

Anemia berat

Tanda/gejala infeksi

Preeklamsia/hipertensi dalam

kehamilan

TInggi fundus uteri 40 cm atau

lebih

Primipara dalam fase aktif

persalinan dengan palpasi kepala

Page 8: Blok 17 Tutorial Skenario 4

8

Ketuban pecah pada persalinan

kurang bulan

Ikterus

janin masuk 5/5

Presentasi bukan belakang kepala

Presentasi majemuk

Tali pusat menumbung

Syok

6. Jelaskan kasus emergency pada obstetrik

Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat

cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan

(abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik)

dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan

(plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per

vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet),

perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.

a. Abortus

Pada abortus septik, perdarahan per vagina yang banyak atau

sedang, demam (menggigil), kemungkinan gejala iritasi peritoneum,

dan kemungkinan syok. Terapi untuk perdarahan yang tidak

mengancam nyawa adalah dengan Macrodex, Haemaccel, Periston,

Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti darah)

dan perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang

mengancam nyawa (syok hemoragik) dan memerlukan anestesi,

harus dilakukan dengan sangat hati-hati jika kehilangan darah

banyak. Pada syok berat, lebih dipilih keretase tanpa anestesi

kemudian Methergin. Pada abortus pada demam menggigil, tindakan

utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan

pemberian infus.

b. Mola hidatidosa (Kista Vesikular)

Penyebab gangguan ini adalah pembengkakan/ edematosa pada vili

(degenerasi hidrofik) dan proliferasi trofoblast. Diagnosis ditegakkan

melalui anamnesis yang ditemukan amenore, keluhan kehamilan

yang berlebihan, perdarahan tidak teratur, sekret per vagina

berlebihan. Pada hasil pemeriksaan, biasanya uterus lebih besar dari

pada usia kehamilannya Karen ada pengeluaran kista. Kista ovarium

tidak selalu dapat dideteksi. Pada mola kistik, hanya perdarahan

Page 9: Blok 17 Tutorial Skenario 4

9

mengancam yang boleh dianggap kedaruratan akut, akibatnya

tindakan berikut tidak dapat dilakukan pada kejadian gawat-darurat.

Terapi untuk gangguan ini adalah segera merawat pasien di rumah

sakit, dan pasien diberi terapi oksitosin dosis tinggi, pembersihan

uterus dengan hati-hati, atau histerektomi untuk wanita tua atau

yang tidak menginginkan menambah anak lagi, transfuse darah, dan

antibiotika.

c. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)

Penyebab gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena

obstruksi mekanis pada jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan

tuba terutama di ampula, jarang terjadi kehamilan di ovarium.

Diagnosis ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang

lebih lama, perdarahan per vagina tidak teratur (tidak selalu).

Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral

(abortus tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan

abdomen yang jelas dan menyebar. Kavum douglas menonjol dan

sensitive terhadap tekanan. Jika ada perdarahan intra-abdominal,

gejalanya sebagai berikut:

Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang

pada abdomen bagian atas.

Abdomen tegang.

Mual.

Nyeri bahu.

Membran mukosa anemis.

Jika terjdi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan

darah di bawah 100 mmHg, wajah tampak kurus dan bentuknya

menonjol-terutama hidung, keringat dingin, ekstremitas pucat, kuku

kebiruan, dan mungkin terjadi gangguan kesadaran.

Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma

(Haemaccel, Macrodex) 1000 ml atau merujuk ke rumah sakit

secepatnya.

d. Plasenta previa

Page 10: Blok 17 Tutorial Skenario 4

10

Plasenta previa adalah tertanamnya bagian plasenta ke dalam

segmen bawah uterus. Penyebab gangguan ini adalah terjadi fase

pergeseran/ tumpang tindihnya plasenta di atas ostium uteri

internum yang menyebabkan pelepasan plasenta.

Tindakan pada plasenta previa

Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan

hemoglobin, memberi oksigen, memasang infuse, member

ekspander plasma atau serum yang diawetkan. Usahakan pemberian

darah lengkap yang telah diawetkan dalam jumlah mencukupi.

Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera

dilakukan setelah pengobatan syok dimulai.

Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta

previa totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena

plasenta letak rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks

sekitar 4-5 cm), pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse

oksitosin; jika perdarahan tidak berhenti, lakukan persalinan

pervagina dengan forsep atau ekstraksi vakum; jika perdarahan tidak

berhenti lakukan seksio sesaria.

Tindakan setelah melahirkan.

Cegah syok (syok hemoragik)

Pantau urin dengan kateter menetap

Pantau sistem koagulasi (koagulopati).

Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.

Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat

praktik. Pada kasus perdarahn yang banyak, pengobatan syok adalah

dengan infuse Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel,

Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10 mg valium

(diazepam) IM atau IV secara perlahan.

e. Solusio (Abrupsio) Plasenta

Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta yang tertanam normal

pada dinding uterus baik lengkap mauppun parsial, pada usia kehamilan

20 minggu atau lebih. Penyebabnya adalah hematoma retroplasenta

akibat perdarahan dari uteri (perubahan dinding pembuluh darah),

peningkatan tekanan di dalam ruangan intervillus ditingkatkan oleh

hipertensi atau toksemia. Diagnosis ditegakkan melalui temuan nyeri

Page 11: Blok 17 Tutorial Skenario 4

11

(akibat kontraksi peralinan sering ada sebagai nyeri kontinu, uterus

tetanik), perdarahan per vagina (jarang ada dan dalam kasus berat,

perdarahan eksternal bervariasi), bunyi jantung jani berfluktuasi (hampir

selalu melebihi batas-batas norma, umumnya tidak ada pada kasus

berat), syok (nadi lemah, cepat, tekanan darah rendah, pucat,

berkeringat dingin, ekstremitas dingin, kuku biru).

Penderita yang disangka menderita solusio plasenta dengan pendarahan

genetalia selama kehamilan lanjut, persalinan harus di rumah sakit.

Selama solusio plasenta, dapat terjadi hal-hal berikut:

Perdarahan yang mengancam nyawa dan syok.

Tromboplasti yang diikuti oleh apopleksi uteroplasenta.

Gagal ginjal akut, pada kasus anuria atau oligouria yang lebih ringan,

pada kasus ginjal syok yang berat dan nekrosis korteks ginjal.

Infuse amnion (sangat jarang).

f. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)

Penyebab gangguan ini adalah retensio (nyeri lahir yang kurang kuat

atau perlengkapan patologi) dan inkarserasi (spasme pada daerah

isthmus serviks, sering disebabkan oleh kelebihan dosis analgesik).

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir

spontan dan tidak yakin apakah plasenta lengkap.

Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon

(oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati

dengan tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir, usahakan

pengeluaran secara manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan

tentang lengkapnya plasenta,lakukan palpasi sekunder.

g. Ruptur Uteri

Penyebab rupture uteri meliputi tindakan obstetric (versi),

ketidakseimbangan fetopelvik, letak lintang yang diabaikan, kelebihan

dosis obat untuk nyeri persalinan atau induksi persalinan, jaringan parut

pada uterus (keadaan setelah seksio sesaria, meomenukleasi, operasi

Strassman, eksisi baji suatu tuba), kecelakaan (kecelakaan lalu lintas),

sangat jarang.

Terapi untuk gangguan ini meliputi hal-hal berikut.

Histerektomi total, umumnya rupture meluas ke segmen bawah uteri,

sering ke dalam serviks.

Page 12: Blok 17 Tutorial Skenario 4

12

Hesterektomi supra vagina hanya dalam kasus gawat darurat.

Membersihkan uterus dan menjahit rupture, bahaya rupture baru

pada kehamilan berikutnya sangat tinggi.

Pada hematoma parametrium dan angioreksis (ruptur pembuluh

darah). Buang hematoma hingga bersih, jika perlu ikat arteri iliaka

hipogastrikum.

Pengobatan antisyok harus dimulai bahkan sebelum dilakukan

operasi.

h. Perdarahan Pascapersalinan

Penyebab gangguan ini adalah kelainan pelepasan dan kontraksi,

rupture serviks dan vagina (lebih jarang laserasi perineum), retensio sisa

plasenta, dan koagulopati. Perdarahan pascapersalinan tidak lebih dari

500 ml selama 24 jam pertama, kehilangan darah 500 ml atau lebih

berarti bahaya syok.

i. Preeklamsia Berat

Jika salah satu diantara gejala atau tanda berikut ditemukan pada

ibu hamil, dapat diduga ibu tersebut mengalami preeklamsia berat.

Tekanan darah 160/110 mmHg.

Oligouria, urin kurang dari 400 cc/ 24 jam.

Proteinuria, lebih dari 3g/ liter.

Keluhan subyektif (nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri

kepala, edema paru, sianosis, gangguan kesadaran).

Pada pemeriksaan, ditemukan kadar enzim hati meningkat disertai

ikterus, perdarahan pada retina, dan trombosit kurang dari 100.000/

mm.

Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang dapat diberikan:

Larutan magnesium sulfat 40% sebanyak 10 ml (4 gram) disuntikkan

intra muskulus pada bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan,

dan dapat diulang 4 gram tiap jam menurut keadaan. Obat tersebut

selain menenangkan juga menurunkan tekanan darah dan

meningkatkan dieresis.

Klorpomazin 50 mg intramuskulus.

Diazepam 20 mg intramuskulus.

Page 13: Blok 17 Tutorial Skenario 4

13

Penanganan kejang dengan memberi obat anti-konvulsan, menyediakan

perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan napas, masker,dan balon

oksigen), memberi oksigen 6 liter/menit, melindungi pasien dari

kemungkinan trauma tetapi jangan diikat terlalu keras, membaringkan

pasien posisi miring kiri untuk mengurangi resiko respirasi. Setelah

kejang, aspirasi mulut dan tenggorok jika perlu.

Penanganan umum meliputi :

a. Jika setelah penanganan diastolik tetap lebih dari 110 mmHg, beri

obat anti hipertensi sampai tekanan diastolik di antara 90-100mmHg.

b. Pasang infus dengan jarum besar (16G atau lebih besar).

c. Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload cairan.

d. Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria.

e. Jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam, hentikan magnesium sulfat

dan berikan cairan IV NaCl 0,9% atau Ringer laktat 1 L/ 8 jam dan

pantau kemungkinan edema paru.

f. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah

dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.

g. Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung tiap jam.

h. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru.

i. Hentikan pemberian cairan IV dan beri diuretic (mis: furosemid 40 mg

IV sekali saja jika ada edema paru).

j. Nilai pembekuan darah jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit

(kemungkinan terdapat koagulopati).

Referensi:

1. Mansjoer, et al., 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1, Media

Aesculapius, Jakarta.

2. Norwitz, Errol, R., et al, 2007, Oxford American Handbook of Obstetrics and

Gynecology, Oxford University Press, United States of America.

3. Schorge, dkk, 2008, William’s Gynecology, Mcgraw-Hills Companies, USA.

4. Wiknjosastro, H., Saifuddin, B., Rachimhadi, T., 2009, Ilmu Kebidanan,

Yayasan Bina Pustaka, Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta.

Page 14: Blok 17 Tutorial Skenario 4

14