tutorial skenario b blok 15 2016
DESCRIPTION
gagal jantungTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat- Nya lah, kami dapat
menyelesaikan laporan tutorial skenario B Blok 15 ini dengan baik dan tepat waktu.
Laporan tutorial ini disusun dalam rangka memenuhi tugas blok 15 yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada
1. Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan dalm
penyusunan laporan ini
2. Pembimbing kami, dr. Irfanuddin,Sp.KO,M.Pd.Ked yang telah
membimbing kami dalam proses tutorial
3. Teman-teman yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya
untuk merampungkan tugas tutorial ini dengan baik.
4. Orang tua yang telah menyediakan fasilitas dan materi yang
memudahkan dalam penyusunan laporan ini.
Kami menyadari, tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat kami harapkan agar bermanfaat bagi
revisi tugas ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi proses pembelajaran selanjutnya dan bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Palembang, 02 Februari 2016
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................1
Daftar Isi...........................................................................................................2
Bab I : Pendahuluan..........................................................................................3
I. Data Tutorial .....................................................................................4
II. Paparan..............................................................................................5
a. Skenario.......................................................................................5
b. Klarifikasi Istilah.........................................................................5
c. Identifikasi Masalah.....................................................................6
d. Analisis Masalah..........................................................................7
e. Pembahasan Learning Issue.........................................................56
f. Kerangka Konsep.........................................................................96
g. Sintesis.........................................................................................98
Daftar Pustaka...................................................................................................100
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok mengenai struktur
makro dan mikro sistem tubuh yang berada dalam blok 15 pada semester 4 dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan
pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan
datang. Penulis memaparkan kasus mengenai Tn Manaf yang datang ke rumah sakit
MH karena mengalami sesak nafas sejak 3 jam yang lalu. Tn Manaf memiliki riwayat
mudah lelah saat sedang melakukan aktivitas sejak tiga minggu yang lalu, dan juga
memiliki riwiayat batuk pada malam hari, nausea dan menurunnya nafsu makan. Tn
Manaf pernah dibawa ke rumah sakit karena mengalami nyeri dada. Adapun maksud
dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem KBK di
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari
skenario ini.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Data Tutorial
Tutor : dr. Irfanuddin, Sp.KO, M.Pd.Ked
Moderator : Archita Wicesa Saraswati
Sekretaris papan : Elfandari Taradipa
Sekretaris Meja : Riski Fitri Nopina
Anggota : Eriska Geriana Permata Sari Saing
Elisabeth Stefanny
Murti Ningsih
Calvin Ienawi
Dani Gemilang Kusuma
Emil Intan
Hari tutorial
Tutorial 1 : Senin, 01 Februarui 2016
Tutorial 2 : Rabu, 03 Februari 2016
Waktu Tutorial
Tutorial 1 : 13.00 – 15.00 WIB
Tutorial 2 : 13.00 – 15.00 WIB
Peraturan tutorial :
1. Semua alat komunikasi dinonaktifkan atau di silent
2. Semua peserta tutorial harus aktif dalam bertanya maupun mengajukan pertanyaan
atau pendapat dengan cara mengacungkan tangan terlebih dahulu dan dipersilahkan
oleh moderator
3. Semua peserta diperbolehkan untuk minum tapi tidak untuk makan
4. Semua peserta tidak diperbolehkan keluar ruangan kecuali untuk ke toilet
4
TUTORIAL SKENARIO B BLOK 15 2016
I. SKENARIO
Mr. Manaf, a 57-years old man, an accountant, comes to MH hospital because of
shortness of breath since 3 hours ago. In the last 3 weeks he became easily tired in
daily activities. He also had night cough, nuasea , and lost of appetite. Seven months
ago he was hospitalized due to chest discomfort.
Past medical history : treated hypertension, heavy smoker, rarely exercised
Family history : no history of premature coronary disease
Physical Exam :
Orthopneu, height 167 cm, body weight 79 kg, BP 180/110 mmHg. HR 122x/min
irregular, PR 102x/min, irregular, unequal RR 32 x /min
Pallor, JVP (5+0) cmH2O, rales (+), wheezing (+), liver : palpable 2 fingers below the
costal arch, and minimal ankle edema
Laboratory Results :
Hemoglobin : 12,8 g/dl, WBC :8.500/mm3, Diff count : 0/2/10/60/22/6, ESR 20
mm/jam, Platelet 225.000 mm3, total cholesterol 325 mg/dl, LDL 215 mg/dl, HDL 35
mg/dl, Triglyeride 210 mg/dl, blood glucse 110 mg/dl. Urinalysis : normal findings
SGOT 55 U/L, SGPT 45 U/L, CK NAC 92 U/L, CK MB 14 U/L, Troponin I 0,1
ng/ml
Additional Exam :
ECG : atrial fibrilation, LAD, HR 120x/min, QS pattern V1-V4, LV Strain
Chest X-Ray : CTR > 50%, shoe-shaped cardiac, Kerley’s line (+), signs of
chepalization
II. KLARIFIKASI ISTILAH
NO ISTILAH KLARIFIKASI
1. Atrial fibrilation Aritimia atrial yang ditandai oleh kontraksi acak dan
cepat pada daerah yang kecil dari miokardium atrial,
menimbulkan laju ventrikular yang tidak teratur dan
5
seringkali cepat
2. Night cough Batuk yang terjadi pada malam hari
3. Nausea Sensasi tidak nyaman di epigastrium dan abdomen
4. Premature coronary
disease
Penyakit jantung koroner yang terjadi pada orang
berusia di bawah 60 tahun
5. Orthopneu Dyspnea yang mereda pada posisi tegak
6. Pallor Pucat, seperti pada kulit
7. Rales Bunyi bising yang terrputus-putus saat inhalasi pada
auskultasi paru
8. Wheezing Jenis bunyi kontinu seperti bersiul
9. Ankle edema Pembengkakan pada tungkai bawah yang disebabkan
oleh penumpukan cairan
10. Troponin I Protein dari otot yang bersamaan dengan tropomiosin
membentuk protein regulator kompleks yang mengatur
interaksi aktin dan miosin dan ketika dikombinasikan
dengan ion kalsium memungkinkan kontraksi otot
11. Shoe shaped Cardiac Jantung yang berbentuk seperti sepatu
12. LAD Left Axis Deviation ; axis atau arah proyeksi jantungnya
bergeser ke kiri
13. QS pattern Konfigurasi EKG yang hanya terdiri dari 1 defleksi ke
bawah
14. LV strain Sebuah tanda di EKG yang menandakan hipertrofi
ventrikel kiri
15. Kerley’s Line Edema paru interstisial yang ditimbulkan pada septal
line akibat gagal jantung kiri sehingga menimbulkan
distensi lobus vena di superior yang menyerupai huruf Y
dengan cabang lurus
16. Signs of
cephalization
Adanya distribusi aliran darah pulmonal dari basis paru
ke apeks karena edema pulmonal
III. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mr. Manaf, a 57-years old man, an accountant, comes to MH hospital because of
shortness of breath since 3 hours ago. (VVV)
6
2. In the last 3 weeks he becam easily tired in daily activities. He also had night
cough, nuasea , and lost of appetite. Seven months ago he was hospitalized due to
chest discomfort. (VV)
3. Past medical history : treated hypertension, heavy smoker, rarely exercised.
Family history : no history of premature coronary disease (V)
4. Physical Exam :
Orthopneu, height 167 cm, body weight 79 kg, BP 180/110 mmHg. HR 122x/min
irregular, PR 102x/min, irregular, unequal RR 32 x /min
Pallor, JVP (5+0) cmH2O, rales (+), wheezing (+), liver : palpable 2 fingers below
the costal arch, and minimal ankel edema (V)
5. Laboratory Results :
Hemoglobin : 12,8 g/dl, WBC :8.500/mm3, Diff count : 0/2/10/60/22/6, ESR 20
mm/jam, Platelet 225.000 mm3, total cholesterol 325 mg/dl, LDL 215 mg/dl, HDL
35 mg/dl, Triglyeride 210 mg/dl, blood glucse 110 mg/dl. Urinalysis : normal
findings
SGOT 55 U/L, SGPT 45 U/L, CK NAC 92 U/L, CK MB 14 U/L, Troponin I 0,1
ng/ml (V)
6. Additional Exam :
ECG : atrial fibrilation, LAD, HE 120x/min, QS pattern V1-V4, LV Strain
Chest X-Ray : CTR > 50%, shoe-shaped cardiac, Kerley’s line (+), signs of
chepalization (V)
IV. ANALISIS MASALAH
1. Mr. Manaf, a 57-years old man, an accountant, comes to MH hospital because of
shortness of breath since 3 hours ago.
a. Bagaimana mekanisme pernafasan normal ?
Jawab :
Pernafasan secara harfiah berarti pergerakan oksigen (O2) dari atmosfer
menuju ke sel dan keluarnya karbon dioksida (CO2) dari sel ke udara bebas.
Pemakaian O2 dan pengeluaran CO2 diperlukan untuk menjalankan fungsi
normal sel dalam tubuh; tetapi sebagian besar sel-sel tubuh kita tidka dapat
melakukan pertukaran gas-gas langsung dengan udara, karena sel-sel tersebut
letaknya sangat jauh dari tempat pertukaran gas tersebut. Karena itu, sel-sel
7
tersebut memerlukan struktur tertentu untuk menukar maupun untuk
mengangkut gas-gas tersebut.
Proses pernapasan terdiri dari beberapa langkah dan terdapat peranan
yang sangat penting dari sistem pernapasan, sistem saraf pusat, serta sistem
kardiovaskular. Pada dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu rangkaian
saluran udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan
membran kapiler alveoli, yaitu pemisah antara sistem pernapasan dan sistem
kardiovaskular. Pergerakan udara masuk dan keluar dari saluran udara disebut
ventilasi atau bernapas. Sistem saraf pusat memberikan dorongan ritmik dari
dalam untuk bernapas, dan secara refleks merangsang thoraks dan otot-otot
diafragma, yang akan memberikan tenaga pendorong gerakan udara. Difusi O2
dan CO2 melalui membran kapiler alveoli sering dianggangap pernapasan
eksternal. Sistem kardiovaskular menyediakan pompa, jaringan pembuluh dan
darah yang diperlukan untuk mengangkut gas-gas antara paru dan sel-sel
tubuh. Hb yang berfungsi baik dalam cukup diperlukan untuk mengangkut
gas-gas tersebut. Fase terakhir pengangkutan gas ini adalah proses difusi O2
dan CO2 antara kapiler-kapiler dan sel-sel tubuh. Pernafasan internal adalah
reaksi-reaksi kimia intraselular saat O2 dipakai dan CO2 dihasilkan,
bersamaan dengan sel memetabolisme karbohidrat dan zat-zat lain untuk
membangkitkan adenosin trifosfat (ATP) dan pelepasan energi.
b. Bagaimana hubungan antara usia, jenis kelamin dan pekerjaan dengan gejala
yang dikeluhkan?
Jawab :
Resiko penyakit gagal jantung meningkat seiring denga bertambahnya umur.
Hal ini dapat dihubungkan dengan proses kemunduran fungsional organ tubuh
seiring dengan bertambahnya usia Mr. Manaf (57thn) yang termasuk kedalam
kelompok berisiko mengalami gagal jantung.
Laki-laki lebih banyak terkena gagal jantung dibanding dengan wanita
sebelum menopouse. Hal ini dikarena pengaruh hormon estrogen yang tinggi
pada wanita dan berperan dalam menjaga kondisi pembuluh darah.
8
Pekerjaan Mr. Manaf sebagai akuntan membuatnya sedikit dalam beraktifitas
yang dimana dapat memicu obesitas dan meningkatkan faktor resiko penyakit
jantung koroner.
c. Bagaimana penyebab dan mekanisme dari nafas yang pendek sejak 3 jam yang
lalu yang dialami Mr. Manaf ?
Jawab :
Saat terjadi gagal jantung kiri, dimana terjadi kesalahan dalam pemompaan,
menyebabkan pemompaan darah tidak sempurna dan masih ada darah yang
tertinggal di dalam ventrikel kiri. Tertinggalnya darah diventrikel kiri ini
menyebabkan peningkatan tekanan rata-rata di atrium kiri .Adanya tekanan
pada atrium kiri akan menimbulkan tekanan vena pulmonalis. Jika meningkat (
seperti pada penyakit mitraldan aorta atau disfungsi ventrikel kiri ), vena
pulmonalis akan teregang dan dinding bronkus terjepit dan mengalami edema .
Jika tekanan vena pulmonalis naik lebih lanjut dan melebihi tekanan onkotik
plasma ( sekitar 25mmhg ) , jaringan paru menjadi lebih kaku karena edema
interstitial, transudat akan terkumpul dalam alveoli yang akan mengakibatkan
edema paru, sehingga timbul dyspnea. Kemungkinan yang kedua, disebabkan
oleh oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya,
sehingga terjadi penurunan aliran darah koroner. Penurunan aliran darah
koroner menyebabkan penurunan distribusi oksigen pada jaringan yang
mengakibatkan tubuh mengkompensasi hal ini dengan cara mempercepat
system pernapasan. Kemungkinan yang ketiga disebabkan oleh infark
miokard jantung sehingga merangsang syaraf-syaraf simpatis yang
mengakibatkan bronkospasme.
d. Bagaimana dampak nafas yang pendek sejak 3 jam yang lalu ?
Jawab :
a. Cepat Merasa lelah
Rasa cepat lelah yang timbul bisa diakibatkan karena sesak nafas.
b. Nyeri dada
Sesak nafas dan penyakit jantung sering menyebabkan rasa nyeri dada
ketika mengambil maupun menghela nafas . sehingga menyebabkan
9
orang yang sesak nafas tidak dapat melakukan pekerjaan yang berat
atau memerlukan tenaga lebih.
c. Sering mengalami batuk
Orang yang mengalami sesak nafas sering mengalami batuk untuk
melegakan aliran udara yang tersedak didalam tenggorokan dan
mengeluarkan lendir yang menyumbat penyebab sulitnya aliran udara
dan oksigen masuk ke paru-paru.
d. Gangguan irama jantung
Sesak nafas memiliki kaitan erat dengan penyakit jantung . penderita
sesak nafas dan penyakit jantung sering mengalami ganguan irama
jantung dimana jantung dipacu menjadi lebih cepat.
e. Bagaimana tatalaksana awal terhadap nafas yang pendek sejak 3 jam yang
lalu?
Jawab :
Tatalaksana awal di ruang emergensi (10 menit pertama saat kedatangan)
1. Tirah baring (bed rest total)
2. Oksigen 4 L/menit untuk mempertahankan saturasi oksigen > 90%.
3. Aspirin 160-325 mg tablet dikunyah
4. Nitrat: bisa diberikan nitrat oral sublingual yaitu isosorbid dinitrat 5 mg
dapat diulang setiap 5 menit sampai 3 kali untuk mengatasi nyeri dada
5. Clopidogrel dosis awal 300 mg peroral (jika sebelumnya belum pernah
diberi)
6. Morfin iv bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat
7. Tentukan pilihan revaskularisasi (memperbaiki aliran darah koroner) dan
reperfusi miokard harus dilakukan pada pasien STEMI akut dengan
presentasi ≤ 12 jam
2. In the last 3 weeks he became easily tired in daily activities. He also had night
cough, nausea , and lost of appetite. Seven months ago he was hospitalized due to
chest discomfort.
a. Bagaimana metabolisme energi ?
Jawab :
Proses Glikolisis
10
Tahap awal metabolisme konversi glukosa menjadi energi di dalam tubuh
akan berlangsung secara anaerobik melalui proses yang dinamakan Glikolisis
(Glycolysis). Proses ini berlangsung dengan mengunakan bantuan 10 jenis
enzim yang berfungsi sebagai katalis di dalam sitoplasma (cytoplasm) yang
terdapat pada sel eukaryotik (eukaryotic cells). Inti dari keseluruhan proses
Glikolisis adalah untuk mengkonversi glukosa menjadi produk akhir berupa
piruvat.
Pada proses Glikolisis, 1 molekul glukosa yang memiliki 6 atom karbon pada
rantainya (C6H12O6) akan terpecah menjadi produk akhir berupa 2 molekul
piruvat (pyruvate) yang memiliki 3 atom karbom (C3H3O3). Proses ini
berjalan melalui beberapa tahapan reaksi yang disertai dengan terbentuknya
beberapa senyawa antara seperti Glukosa 6-fosfat dan Fruktosa 6-fosfat.
Selain akan menghasilkan produk akhir berupa molekul piruvat, proses
glikolisis ini juga akan menghasilkan molekul ATP serta molekul NADH (1
NADH3 ATP). Molekul ATP yang terbentuk ini kemudian akan diekstrak oleh
sel-sel tubuh sebagai komponen dasar sumber energi. Melalui proses glikolisis
ini 4 buah molekul ATP & 2 buah molekul NADH (6 ATP) akan dihasilkan
serta pada awal tahapan prosesnya akan mengkonsumsi 2 buah molekul ATP
sehingga total 8 buah ATP akan dapat terbentuk.
Respirasi Selular
Tahap metabolisme energi
berikutnya akan berlangsung
pada kondisi aerobik dengan
mengunakan bantuan oksigen
(O ). Bila oksigen 2 tidak
tersedia maka molekul
piruvat hasil proses glikolisis
akan terkonversi menjadi
asam laktat. Dalam kondisi
aerobik, piruvat hasil proses
glikolisis akan teroksidasi
menjadi produk akhir berupa
H2O dan CO2 di dalam
11
tahapan proses yang dinamakan respirasi selular (Cellular respiration). Proses
respirasi selular ini terbagi menjadi 3 tahap utama yaitu produksi Acetyl-CoA,
proses oksidasi Acetyl-CoA dalam siklus asam sitrat (Citric-Acid Cycle) serta
Rantai Transpor Elektron (Electron Transfer Chain/Oxidative
Phosphorylation).
Tahap kedua dari proses respirasi selular yaitu Siklus Asam Sitrat merupakan
pusat bagi seluruh aktivitas metabolisme tubuh. Siklus ini tidak hanya
digunakan untuk memproses karbohidrat namun juga digunakan untuk
memproses molekul lain seperti protein dan juga lemak. Ada 3 tahap proses
respirasi selular beserta Siklus Asam Sitrat (Citric Acid Cycle) yang berfungsi
sebagai pusat metabolisme tubuh.
Produksi acetyl-CoA / Proses Konversi Pyruvate
Sebelum memasuki Siklus Asam Sitrat (Citric Acid Cycle) molekul piruvat
akan teroksidasi terlebih dahulu di dalam mitokondria menjadi Acetyl-Coa dan
CO . Proses ini berjalan dengan bantuan multi enzim pyruvate dehydrogenase
complex (PDC) melalui 5 urutan reaksi yang melibatkan 3 jenis enzim serta 5
jenis coenzim. 3 jenis enzim yang terlibat dalam reaksi ini adalah enzim
Pyruvate Dehydrogenase (E1), dihydrolipoyl transacetylase (E2) &
dihydrolipoyl dehydrogenase (E3), sedangkan coenzim yang telibat dalam
reaksi ini adalah TPP, NAD+, FAD, CoA & Lipoate. Proses konversi piruvat
tidak hanya akan menhasilkan CO dan Acetyl-CoA namun juga akan
menghasilkan produk samping berupa NADH yang memiliki nilai energi
ekivalen dengan 3xATP.
Proses Konversi Acetyl-CoA (Citris-Acid Cycle)
Molekul Acetyl CoA yang merupakan produk akhir dari proses konversi
Pyruvate kemudian akan masuk kedalam Siklus Asam Sitrat. Secara sederhana
12
Gambar 2. Proses terbentuknya acetyl coA
persamaan reaksi untuk 1 Siklus Asam Sitrat (Citric Acid Cycle) dapat
dituliskan :
Acetyl-CoA + oxaloacetate + 3 NAD + GDP + Pi +FAD --> oxaloacetate + 2
CO2 + FADH2 + 3 NADH + 3 H + GTP
Siklus ini merupakan tahap akhir dari proses metabolisme energi glukosa.
Proses konversi yang terjadi pada siklus asam sitrat berlangsung secara
aerobik di dalam mitokondria dengan bantuan 8 jenis enzim. Inti dari proses
yang terjadi pada siklus ini adalah untuk mengubah 2 atom karbon yang terikat
didalam molekul Acetyl-CoA menjadi 2 molekul karbon dioksida (CO ),
membebaskan koenzim A serta memindahkan energi yang dihasilkan pada
siklus ini ke dalam senyawa NADH, FADH2 dan GTP. Selain menghasilkan
CO2 dan GTP, dari persamaan reaksi dapat terlihat bahwa satu putaran Siklus
Asam Sitrat juga akan menghasilkan molekul NADH & molekul FADH2 .
Untuk melanjutkan proses metabolisme energi, kedua molekul ini kemudian
akan diproses kembali secara aerobik di dalam membran sel mitokondria
melalui proses Rantai Transpor Elektron untuk menghasilkan produk akhir
berupa ATP dan air (H2O).
Proses /Rantai Transpor Elektron
Proses konversi molekul FADH2 dan NADH yang dihasilkan dalam siklus
asam sitrat (citric acid cycle) menjadi energi dikenal sebagai proses fosforilasi
oksidatif (oxidative phosphorylation) atau juga Rantai Transpor Elektron
(electron transport chain). Di dalam proses ini, elektron-elektron yang
terkandung didalam molekul NADH & FADH2 ini akan dipindahkan ke
dalam aseptor utama yaitu oksigen (O2). Pada akhir tahapan proses ini,
elektron yang terdapat di dalam molekul NADH akan mampu untuk
menghasilkan 3 buah molekul ATP sedangkan elektron yang terdapat dalam
molekul FADH2 akan menghasilkan 2 buah molekul ATP.
13
Energi Metabolisme Glukosa
Secara keseluruhan proses metabolisme Glukosa akan menghasilkan produk
samping berupa karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Karbon dioksida
dihasilkan dari siklus Asam Sitrat sedangkan air (H2O) dihasilkan dari proses
rantai transport elektron. Melalui proses metabolisme, energi kemudian akan
dihasilkan dalam bentuk ATP dan kalor panas. Terbentuknya ATP dan kalor
panas inilah yang merupakan inti dari proses metabolisme energi. Melalui
proses Glikolisis, Siklus Asam Sitrat dan proses Rantai Transpor Elektron, sel-
sel yang tedapat di dalam tubuh akan mampu untuk mengunakan dan
menyimpan energi yang dikandung dalam bahan makanan sebagai energi
ATP. Secara umum proses metabolisme secara aerobik akan mampu untuk
menghasilkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan proses secara
anaerobik. Dalam proses metabolisme secara aerobik, ATP akan terbentuk
sebanyak 36 buah sedangkan proses anaerobik hanya akan menghasilkan 2
buah ATP. Ikatan yang terdapat dalam molekul ATP ini akan mampu untuk
menghasilkan energi sebesar 7.3 kilokalor per molnya.
b. Bagaimana jenis lelah ?
Jawab :
Berdasarkan proses dalam otot yang terdiri dari :
1. Kelelahan otot ialah disebabkan munculnya gejala kesakitan yang amat
sangat ketika otot harus melakukan beban.
2. Kelelahan umum ialah suatu perasaan yang menyebar yang disertai
dengan adanya penurunan kesiagaan dan kelambatan pada setiap aktivitas.
14
Gambar 3. Siklus krebs
Kelelahan umum dapat menjadi gejala penyakit juga berhubungan dengan
faktor psikologis (motivasi menurun, kurang tertarik) yang mengakibatkan
menurunnya kapasitas kerja. Penyebab kelelahan umum adalah monotoni,
intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental, keadaan lingkungan, sebab-
sebab mental (tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik) serta penyakit-
penyakit.
Pada kasus Tn Manaf, Tn Manaf mengalami kelelahan umum karena salah
satu penyebab kelelahan umum adalah penyakit pada Tn Manaf yaitu gagal
jantung kongestif
c. Bagaimana penyebab dan mekanisme Tn Manaf yang mudah lelah sejak 3
minggu yang lalu?
Jawab :
Tn. Manaf mengalami infark miokard yang disebabkan aterosklerosis arteri
anterior desendens kiri sehingga kontraktilitas dari miokard berkurang dan
akibatnya akan mengurangi cardiac output yang diejeksikan dari ventrikel kiri
dan meningkatkan volume residu ventrikel mengakibatkan peningkatan
volume akhir diastolic hingga menyebabkan peningkatan tekanan akhir
diastolic ventrikel kiri lalu disusul peningkatan tekanan atrium kiri.
Menurunnya cardiac output akan menurunkan distribusi darah ke jaringan,
tubuh akan merespon hal ini dengan mengirimkan darah yang kaya O2 ke
tempat-tempat vital terlebih dulu seperti jantung dan otak sehingga darah di
jaringan yang kurang penting seperti di otot dan kulit berkurang yang ditandai
dengan mudah lelah saat beraktivitas. Selain itu regangan pada dinding paru
akibat adanya tekanan yang sangat tinggi dari atrium kiri sehingga darah balik
ke paru-paru dan menyebabkan kongesti. Ketika ada cairan di dalam paru,
tubuh akan berkompensasi untuk bernafas dengan cara penarikan nafas yang
dalam agar udara dapat bertukar.
d. Bagaimana penyebab dan mekanisme batuk?
Jawab :
Batuk bisa terjadi secara volunter tetapi selalunya terjadi akibat respons
involunter akibat dari iritasi terhadap infeksi seperti infeksi saluran pernafasan
atas maupun bawah, asap rokok, abu dan bulu hewan terutama kucing. Selain
itu, batuk dapat menyebabkan penyakit respiratori adalah seperti asma,
15
postnasal drip, penyakit pulmonal obstruktif kronis, bronkiektasis, trakeitis,
croup, dan fibrosis interstisial. Batuk juga bisa terjadi akibat dari refluks
gastroesofagus atau terapi inhibitor ACE (angiotensin-converting enzyme).
Selain itu, paralisis pita suara juga bisa mengakibatkan batuk akibat daripada
kompresi nervus laryngeus misalnya akibat tumor.
Pola dasar batuk bisa dibagi kepada empat komponen yaitu inspirasi dalam
yang cepat, ekspirasi terhadap glotis yang tertutup, pembukaan glotis secara
tiba-tiba dan terakhir relaksasi otot ekspiratori.
Batuk bisa diinisiasi sama ada secara volunter atau refleks. Sebagai refleks
pertahanan, ia mempunyai jaras aferen dan eferen. Jaras aferen termasuklah
reseptor yang terdapat di distribusi sensori nervus trigemineus,
glossopharingeus, superior laryngeus, dan vagus. Jaras eferen pula
termasuklah nervus laryngeus dan nervus spinalis. Batuk bermula dengan
inspirasi dalam diikuti dengan penutupan glotis, relaksasi diafragma dan
kontraksi otot terhadap penutupan glotis. Tekanan intratorasik yang positif
menyebabkan penyempitan trakea. Apabila glotis terbuka, perbedaan tekanan
yang besar antar atmosfer dan saluran udara disertai penyempitan trakea
menghasilkan kadar aliran udara yang cepat melalui trakea. Hasilnya, tekanan
yang tinggi dapat membantu dalam mengeliminasi mukus dan benda asing.
e. Bagaimana penyebab dan mekanisme batuk pada malam hari pada kasus?
Jawab :
Menurunnnya cardiac output juga merupakan gagal jantung ke belakang yang
ditandai dengan redistribusi darah ke paru. Tekanan darah balik vena
pulmonalis dan sirkulasi dari arteri pulmonalis mengakibatkan tekanan
hidrostatik pada anyaman kapiler paru lebih tinggi dari tekanan onkotik
sehingga cairan berupa transudat keluar menuju jaringan interstitial paru.
Normalnya tubuh akan merespon hal ini dengan drainase cairan oleh
pembuluh limfatik, namun pada kasus yang cukup berat dimana redistribusi
cairan terjadi secara terus menerus tanpa diimbangi kecepatan drainase
limfatik, dalam hal ini ketika berbaring redistribusi cairan berasal dari
beberapa bagian tubuh abdomen dan ekstremitas bawah (terdapat teori yang
mengatakan bahwa pada gagal jantung umumnya terjadi respon
kompensatorik berupa peningkatan sensitasi adrenergic hingga terjadi
16
venokonstriksi namun pada saat tertidur atau tubuh relaks produksi
katekolamin ini berkurang dan menjadikan venodilatasi makanya terjadi
distribusi cairan di ekstremitas bawah yang sebelumnya edema akibat
pengaruh gravitasi) hingga terjadi penumpukan cairan di parenkim paru
(edema paru). Edema pada parenkim paru ini dimana memenuhi ruang radius
alveolus akan meninggalkan sedikit tempat bagi oksigen untuk masuk ke
dalamnya, hal ini mensensitasi medulla oblongata untuk mengambil
pernafasan yang cepat dan dalam dengan mengkompresi dinding dada sebagai
jalan keluarnya, inilah yang disebut batuk.
f. Bagaimana penyebab dan mekanisme nausea?
Jawab :
Koordinator utama adalah pusat muntah, kumpulan saraf – saraf yang
berlokasi di medulla oblongata. Saraf – saraf ini menerima input dari :
Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema
Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk darat dan mual
karena penyakit telinga tengah)
Nervus vagus (yang membawa sinyal dari traktus gastrointestinal)
Sistem spinoreticular (yang mencetuskan mual yang berhubungan
dengan cedera fisik)
Nukleus traktus solitarius (yang melengkapi refleks dari gag refleks)
Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ. Stimulus
emetik dari usus berasal dari dua tipe serat saraf aferen vagus, yaitu:
Mekanoreseptor : berlokasi pada dinding usus dan diaktifkan oleh
kontraksi dan distensi usus, kerusakan fisik dan manipulasi selama
operasi.
Kemoreseptor : berlokasi pada mukosa usus bagian atas dan sensitif
terhadap stimulus kimia.
Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di medula oblongata,
memperantarai refleks muntah. Bagian ini sangat dekat dengan
nukleus tractus solitarius dan area postrema. Chemoreseptor Trigger
Zone (CTZ) berlokasi di area postrema. Rangsangan perifer dan
sentral dapat merangsang kedua pusat muntah (medula oblongata dan
tractus solitarius) dan CTZ.
17
Aferen dari faring, traktus gastrointestinal, mediastinum, ginjal,
peritoneum dan genital dapat merangsang pusat muntah.
Sentral dirangsang dari korteks serebral, cortical atas dan pusat batang
otak, nucleus tractus solitarius, CTZ, dan sistem vestibular di telinga
dan pusat penglihatan dapat juga merangsang pusat muntah.
Gambar 4. Proses Terjadi Mual-Muntah
Karena area postrema (CTZ) tidak efektif terhadap sawar darah otak
(renggang), obat atau zat-zat kimia di darah atau di cairan otak dapat langsung
merangsang CTZ. CTZ diaktivasi oleh agonis dopamin seperti apomorfin,
selain itu oleh banyak obat dan toksin, misalnya digitalis glikosida, nikotin,
enterotoksin stafilokokus, serta hipoksia, uremia, dan diabetes melitus. CTZ
juga mengandung neurotransmitter (misalnya epinefrine, serotonin, GABA,
substansi P) yang memnungkinkan neuron masuk ke CTZ. Kortikal atas dan
sistem limbik dapat menimbulkan mual muntah yang berhubungan dengan
rasa, penglihatan, aroma, memori dan perasaaan takut yang tidak nyaman.
Nukleus traktus solitarius dapat juga menimbulkan mual muntah dengan
perangsangan simpatis dan parasimpatis melalui perangsangan jantung,
saluran billiaris, saluran cerna dan saluran kemih. Pusat muntah dapat
diaktifkan dari saluran pencernaan melalui aferen vagus pada
Perenggangan lambung berlebih atau kerusakan mukosa lambung
(alkohol)
18
Pengosongan lambung yang terlambat akibat saraf otonom (dari pusat
muntah sendiri), dari makanan yang sukar dicerna, serta akibat
penghabatan pada saluran keluar lambung (steanosis pilorus, tumor),
atau usus (atresia, penyakit Hirschprung, ileus)
Distensi berlebihan atau inflamasi pada peritoneum, saluran empedu,
pankreas, dan usus.
Serabut aferen visera pada jantung juga dapat menyebabkan mual dan muntah,
misalnya pada iskemia koroner. Sistem vestibular dapat dirangsang melalui
pergerakan tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada vestibular telinga
tengah (motion sickness). Rangsangan pusat muntah tidak melalui sistem
CTZ. Reseptor seperti 5-HT3, dopamin tipe 2 (D2), opioid dan neurokinin-1
(NK-1) dapat dijumpai di CTZ. Nukleus tractus solitarius mempunyai
konsentrasi yang tinggi pada enkepalin, histaminergik, dan reseptor
muskarinik kolinergik. Reseptor-reseptor ini mengirim pesan ke pusat muntah
ketika di rangsang. Sebenarnya reseptor NK-1 juga dapat ditemukan di pusat
muntah. Pusat muntah mengkoordinasi impuls ke vagus, frenik, dan saraf
spinal, pernafasan dan otot- otot perut untuk melakukan refleks muntah.
g. Bagaimana penyebab dan mekanisme nausea pada kasus?
Jawab :
Apabila redistribusi cairan transudate di jaringan interstisial par uterus
menerus berlangsung, bendungan selanjutnya bergerak ke ventrikel kanan dan
atrium kanan dan akhirnya terjadi aliran balik ke vena cava. Pada vena cava
superior ditandai dengan peningkatan JVP dan pada vena cava mengakibatkan
hepatomegali yang menekan gaster yang mengakibatkan peningkataan
produksi asam lambung dan mengakibatkan terjadinya nausea.
h. Bagaimana penyebab dan mekanisme kehilangan nafsu makan pada kasus?
Jawab :
Kehilangan nafsu makan diakibatkan oleh adanya pembesaran hati yang
menekan lambung dan juga akibat peningkatan saraf simpatis yang
berpengaruh pada penurunan kemampuan pengosongan lambung. Selain itu,
pada pasien gagal jantung kongestif kontraktilitas otot miokardium menurun
sehingga ventrikel kiri tidak mampu mengosongkan darah di ventrikel itu jadi
19
ada residu atau sisa darah di ventrikel kiri sedangkan darah terus mengalir
hingga memenuhi ventrikel jadi tekanan darah di ventrikel kiri, atrium kiri,
vena pulmonal, hingga paru paru meningkat sehingga terjadilah hipertensi
pulmonal jadi ventrikel kanan harus memiliki tekanan yang lebih tinggi dari
paru biar darah bisa ngalir ke paru. Tekanan atrium kanan jadi meningkat juga
karena ventrikel kiri terus terusan ada residu atau gagal mengosongkan darah
jadi terjadi aliran darah balik, darah kembali ke vena cava superior sehingga
terjadi peningkatan JVP, dan kembali ke vena cava inferior sehingga terjadi
pembengkakan atau peningkatan tekanan di kapiler di organ organ sistemik
salah satu nya hepar jadi hepatomegali yang menekan lambung sehingga
lambung collaps atau menyempit jadi inilah yang membuat pasien kurang
nafsu makan.
i. Bagaimana mekanisme chest pain pada kasus ?
Jawab :
Akibat sumbatan pada pembuluh darah koroner yang diakibatkan oleh adanya
atherosclerosis. Rasa tidak nyaman pada dada yang diderita Mr. Manaf
disebabkan oleh keadaan iskemik pada penyakit arteri koroner.Dimana
pembuluh darah jantung yang iskemik seringkali menimbulkan sensasi nyeri.
Penyebab pastinya masih belum ketahui, tetapi dianggap Penyakit arteri
koroner menyebabkan berkurangnya aliran darah keotot jantung atau terjadi
ketidakseimbangan pasokan oksigen miokard (aliran darah koroner) dengan
kebutuhannya (konsumsi oksigen miokard). Jika arteri menjadi tersumbat,
maka jantung menjadi kelaparan akan oksigen dan zat nutrisi (iskemia).
Oksigen yang tidak memadai inilah yang menyebabkan kram atau kejang yang
akan terasa nyeri atau rasa tidak nyaman pada dada . Selain itu bahwa iskemi
menyebabkan otot membebaskan zat-zat asam, seperti asam laktat, atau
produk-produk yang menimbulkan nyeri lainnya, seperti histamine, kinin, atau
enzim proteolitik seluler, yang tidak cepat dibawa pergi oleh aliran darah
coroner yang bergerak lambat. Konsentrasi yang tinggi dari produk abnormal
ini akan merangsang ujung-ujung saraf nyeri di otot jantung yang
menghantarkan impuls nyeri melalui serabut saraf aferen sensorik ke dalam
system saraf pusat.
20
j. Bagaimana hubungan rasa tidak nyaman pada dada dengan gejala yang
dialami sekarang?
Jawab :
Rasa ketidaknyamanan pada dada serta gejala yang dialami Tn. Manaf
merupakan indikasi dari infark miokard yang apabila tidak ditangani dengan
baik maka akan berlanjut menjadi gagal jantung.
3. Past medical history : treated hypertension, heavy smoker, rarely exercised.
Family history : no history of premature coronary disease.
a. Bagaimana patofisiologi hipertensi?
Jawab :
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian
tekanan darah yang terdapat pada rumus berikut ini:
Oleh karena itu, beberapa mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan
hipertensi, antara lain:
1. Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh
terhadap nilai tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi
esensial (hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya) curah jantung
biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah
juga ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada
arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus semakin lama
akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin
dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan
perifer yang irreversible.
2. Sistem Renin-Angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan
ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan
sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin
disekresi oleh jukstaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon
21
Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer
glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun
respon dari sistem saraf simpatetik.
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme
(ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur
tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II
(oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar
meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor
melalui dua jalur, yaitu:
Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja
pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler
akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga
meningkatkan tekanan darah.
Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya
dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
darah.
22
3. Sistem Saraf Otonom
Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi
dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang
penting dalam mempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi
karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-
angiotensin bersama – sama dengan faktor lain termasuk natrium,
volume sirkulasi, dan beberapa hormon.
4. Disfungsi Endotelium
Sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal
yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi
endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.
5. Substansi vasoaktif
Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam
mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin
merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin.
Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah
serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic
peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam
merespon peningkatan volume darah. Hal ini dapat meningkatkan
ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan
retensi cairan dan memicu terjadinya hipertensi.
6. Disfungsi diastolik
Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat
ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi
23
peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan
tekanan ventrikel.
b. Bagaimana hubungan riwayat hipertensi dengan gejala yang dialami?
Jawab :
Adanya hipertensi meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung koroner
lebih dari dua kali lipat dan meningkatkan resiko gagal jantung kongestif lebih
dari tiga kali lipat. Penderita hipertensi sering memiliki struktur dan fungsi
jantung yang abnormal meliputi hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi sistolik,
disfungsi diastolik, dan akhirnya gagal jantung.Ada dua mekanisme mengenai
hubungan hipertensi dengan peningkatan resiko terjadinya gagal jantung.
Pertama, hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya infark miokard akut
yang dapat menyebabkan gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri dan gagal
jantung. Kedua, hipertensi menyebabkan terjadinya hipertrofi ventrikel kiri
yang dihubungkan dengan terjadinya disfungsi diastolik dan meningkatkan
resiko gagal jantung.Manifestasi klinis penderita hipertensi dengan gagal
jantung diastolik tidak berbeda dengan gagal jantung sistolik. Sesak nafas,
kelelahan, berkurangnya toleransi latihan, dan edema merupakan gejala yang
umumnya muncul. Hospitalisasi dapat dicetuskan oleh edema paru. Pada
pemeriksaan fisik sering didapatkan peningkatan tekanan darah, distensi vena
jugularis, kardiomegali, kongesti paru, irama gallop, hepatomegali dan edema
tungkai.Penderita hipertensi sering memiliki struktur dan fungsi jantung yang
abnormal meliputi hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi sistolik, disfungsi
diastolik, dan akhirnya gagal jantung. Secara keseluruhan, sekitar 20% EKG
penderita gagal jantung menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri, dan 60-70%
menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri dari ekokardiografi. Parameter
disfungsi diastolik pada ekokardiografi penderita hipertensi yang memiliki
tekanan darah tertinggi menunjukkan bahwa 2/3 pasien memiliki abnormal
relaksasi ventrikel kiri, 4 % memiliki pengisian restriktif, 1/8 memiliki
pengisian pseudonormal dan hanya 1/6 pasien memiliki pengisian yang
normal.Terapi hipertensi pada gagal jantung harus memperhitungkan tipe
gagal jantung yang muncul: disfungsi sistolik, dimana kelainan primernya
berupa gangguan kontraktilitas jantung; atau disfungsi diastolik dimana terjadi
keterbatasan pengisian ventrikel akibat gangguan relaksasi dan menurunnya
24
compliance ventrikel kiri. Memastikan tipe dari gagal jantung yang muncul
sangat penting karena akan menentukan pilihan obat hipertensi yang akan
digunakan. Outcome dari penderita hipertensi pada gagal jantung akan
meningkat dengan memberikan terapi hipertensi yang tepat. Terapi hipertensi
pada gagal jantung tidak hanya bertujuan untuk menurunkan tekanan darah
(untuk mencapai target < 130/80 mm Hg), tetapi juga untuk menghambat
sistem neurohormonal yang bertanggungjawab terhadap kerusakan jantung,
memperbaiki remodeling ventrikel, menghambat progresivitas penyakit
sehingga pada akhirnya menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat gagal
jantung.
c. Bagaimana hubungan riwayat perokok berat dengan gejala yang dialami?
Jawab :
Rokok mengandung zat-zat yang dapat menimbulkan terjadinya berbagai
penyakit, karena rokok mengandung banyak zat toksik. rokok akan lebih
difokuskan pada peran nikotin dan karbon monoksid karena Kedua-dua bahan
ini, selain meningkatkan kebutuhan oksigen, juga mengganggu suplai oksigen
ke otot jantung sehingga akhirnya merugikan kerja otot jantung, diantaranya:
• Gas CO
Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin (Hb) yang
terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuatdibanding oksigen,
sehingga setiap ada asap rokok disamping kadar oksigen udara yang
sudah berkurang, ditambahlagi sel darah merah akan semakin
kekurangan oksigen, oleh karena yang diangkut adalah CO dan bukan
O2 (oksigen).Sel tubuh yang menderita kekurangan oksigen akan
berusaha meningkatkan yaitu melalui kompensasi pembuluh
darahdengan jalan menciut atau spasme. Bila proses spasme
berlangsung lama dan terus menerus maka pembuluh darahakan mudah
rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis (penyempitan).
• Nikotin
Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormon
kathekolamin (adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan tekanan
darah. Jantung tidak diberikan kesempatan istirahat dan tekanan darah
akan semakin meninggi, berakibat timbulnya hipertensi. Efek lain
25
merangsang berkelompoknya trombosit (sel pembekuan darah),
trombosit akan menggumpal dan akhirnya akan menyumbat pembuluh
darah yang sudah sempit akibat asap yang mengandung CO yang
berasal dari rokok.
Jadi, Dampak dari riwayat merokok dengan kasus yaitu:
1. Merokok penyebab utama timbulnya penyakit arteriosklerosis, yaitu
menebal dan mengerasnya pembuluh darah (arteriosklerosis).
Arteriosklerosis membuat pembuluh darah kehilangan elastisitas serta
liang pembuluh darahmenyempit.
2. Merokok memicu timbulnya plak aterosklerosis
Plak ini memicu hipertensi dan mudah mencetuskan trombosis yang
membentuk trombus sehingga terjadi iskemik miokard yang
menimbulkan nyeri dada
d. Bagaimana hubungan riwayat jarang berolahraga dengan gejala yang dialami?
Jawab :
Riwayat jarang berolahraga pada kasus sangat mempengaruhi kesehatan,
karena ketika otot dan rangka tubuh bergerak, denyut jantung akan meningkat
sehingga darah beserta oksigen dan nutrisi yang dibawanya akan terdistribusi
dengan baik. Akan tetapi, mekanisme ini tidak terjadi jika tubuh tidak
olahraga. Akibatnya orang yang bersangkutan akan tampak lesu, letih
sepanjang hari.
Penyebab gagal jantung kongestif bisa berupa faktor ekstrinsik, dalam hal ini
berhubungan dengan perubahan pola hidup, terutama pola hidup tidak sehat
yang banyak ditemui di lingkungan masyarakat perkotaan. Beberapa contoh
pola hidup tidak sehat tersebut antara lain adalah kurang olahraga dan stress
pekerjaan maupun psikologis. Kumpulan faktor tersebut yang menyebabkan
insiden penyakit jantung meningkat setiap tahunnya terutama di lingkungan
masyarakat perkotaan.
e. Bagaimana hubungan premature coronary disease dengan gejala yang dialami?
Jawab :
26
Pada kasus dinyatakan bahwa Tn Manaf tidak memiliki riwayat premature
coronary disease. Hal ini menunjukkan bahwa Tn Manaf menderita gagal
jantung kongesti yang disebabkan oleh gaya hidup (merokok dan jarang
berolahraga) dan bukan karena faktor genetik
4. Physical Exam :
Orthopneu, height 167 cm, body weight 79 kg, BP 180/110 mmHg. HR 122x/min
irregular, PR 102x/min, irregular, unequal RR 32 x /menit
Pallor, JVP (5+0) cmH2O, rales (+), wheezing (+), liver : palpable 2 fingers below
the costal arch, and minimal ankle edema.
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik pada kasus?
Jawab :
Hasil pemeriksaan
fisik
Nilai Normal Interpretasi
Orthopneu Tidak ada sesak Abnormal
Tinggi badan: 167 cm
Berat badan: 79 kg
IMT: 28.32 kg/m2
18.5 – 22.9 kg/m2 Abnormal (Obesitas tipe I
menurut WHO)
BP: 180/110 mmHg 120/80 mmHg Abnormal
(Stage 3 hypertension menurut
WHO, Stage 2 menurut
Perhimpunan Hipertensi
.Indonesia )
Heart rate:
122x/menit, ireguler
60 – 100x/menit
reguler
Abnormal (takikardi)
Pulse rate:
102x/menit, ireguler,
unequal
60 – 100x/menit
reguler
Abnormal(takikardi), terjadi
pulse deficit
Respiratory rate:
32x/menit
16 – 24x/menit Abnormal (takipneu)
Pallor: (+) ( - ), tidak pucat Abnormal, Perfusi ke perifer
27
menurun
JVP: (5+0) cmH20 (5-2) cmH2O Abnormal ( peningkatan
tekanan pada ventrikel kanan)
Rales: (+) ( - ) Abnormal (edema paru, efusi
pleura)
Wheezing: (+) ( - ) Abnormal (edema paru, efusi
pleura)
Hati: teraba 2 jari di
bawah arcus costae
Tidak teraba Abnormal (hepatomegali)
Ekstremitas: edema ( - ) edema Abnormal
b. Bagaimana mekanisme dari hasil pemeriksaan fisik yang abnormal pada
kasus?
Jawab :
Orthopneu
Saat berbaring (posisi paru-paru lebih rendah dibandingkan pada saat
posisi tegak) à redistribusi cairan dari sirkulasi viscera dan extermitas
inferior ke sirkulasi utama à menambah aliran balik pembuluh darah
dan meningkatkan tekanan kapiler paru-paru à sesak (orthopnoe)
Obesitas
Peningkatan berat badan diakibatkan adanya penumpukkan lemak
didalam tubuh. Lemak dalam tubuh berbentuk adiposit apabila
bertambah banyak maka akan memicu pengeluaran faktor inflamasi
TNF alpa dan IL-1 yang berakibat pada meningkatnya resiko terjadinya
atherosclerosis.
Hipertensi
Stroke volume yang tidak mencukupi menyebabkan terjadinya
penurunan tekanan dinding arteri. Penurunan ini dideteksi oleh
baroreseptor yang selanjutnya memicu saraf simpatis untuk
meningkatkan tekanan arteri dengan melakukan vasokontriksi.
Vasokontriksi ini kemudian memicu system RAA. Angiotensin II yang
dihasilkan menyebabkan vasokontriksi juga dan sekaligus
28
mengaktifkan aldosteron sehingga terjadi retensi cairan di ginjal.
Peristiwa inilah yang menyebabkan BP yang terukur adalah 180/110
mmHg.
Takikardia dan takipneu
Peningkatan dari aktivitas saraf simpatis
Pallor
Akibat gangguan kontaktivitas ventrikel menurun mengakibatkan
suplai oksigen myocardial berkurang sehingga kardiak output
menurun. Hal ini mengakibatkan aliran darah tidak adekuat ke sirkulasi
sistemik mengakibatkan pucat.
JVP relatif meningkat
Tekanan ventrikel kanan meningkat à tekanan vaskuler paru
meningkat à darah dari ventrikel kanan sulit masuk ke paru à
peningkatan kontraktilitas ventrikel kanan (agar darah bisa masuk ke
dalam paru) à peningkatan tekanan pada vena sistemik
à peningkatan tekanan vena cava superior à peningkatan JVP
Rales (+)
Obese, heavy smoker, sedentaritas à dislipidemiaà atherosklerosis
koroner à suplai O2 untuk miokardium berkurang à iskemia miokard
à disfungsi sistolik à ↑EDV à ↑LVEDP à ↑LAP à ↑ tek vena
pulmonalis à tekanan hidrostatik kapiler paru à tekanan onkotik
vaskuler à transudasi ke dalam intertisial paru à perembesan cairan
ke dalam alveoli à edema paru à mengganggu pertukaran gas à rales
dan wheezing terdengar
Hepatomegali
Sama seperti adanya peningkatan tekanan vena cava superior, vena
cava inferior juga akan mengalami peningkatan tekanan hidrostatik,
yang akan menyebabkan pembesaran hati, di mana seperti yang kita
29
ketahui vena cava inferior strukturnya melewati hati dan perdarahan
hati langsung ke vena cava inferior. Hal tersebut membuat hati sebagai
organ terdekat mengalami pembesaran lebih dulu dari organ yang lain.
Edema tungkai
30
Disfungsi sistolik/diastolik à gangguan fungsi ventrikel kanan à
curah jantung ventrikel kanan menurun à peningkatan tekanan vena
pulmonalis à peningkatan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi
pulmonal) à peningkatan tekanan di ventrikel dan atrium kanan à
peningkatan tekanan vena sistemik à bendungan darah di vena perifer
à penumpukan cairan di jaringan perifer ankle edema
Pada keadaan ini juga Heart dan Pulse rate pada Tn Manaf juga berbeda. Pada
keadaan norma, heart rate dan pulse rate relatif sama. Tn Manaf yang
mengalami atrial fibrilasi. Atrial fibrilasi disebabkan oleh pompa jantung yang
tidak normal lagi sehingga darah yang turun ke ventrikel kemudian menuju ke
katup aorta untuk membukanya pada saat sistol butuh tekanan yang kuat tetapi
katup tidak terbuka optimal sehingga volume darah yang menuju sistemik
sedikit. Itulah sebabnya pada saat nadi diperiksa tidak sama dengan denyut
jantung.
5. Laboratory Results :
Hemoglobin : 12,8 g/dl, WBC :8.500/mm3, Diff count : 0/2/10/60/22/6, ESR 20
mm/jam, Platelet 225.000 mm3, total cholesterol 325 mg/dl, LDL 215 mg/dl, HDL
35 mg/dl, Triglyeride 210 mg/dl, blood glucse 110 mg/dl. Urinalysis : normal
findings
31
Gambar 6. Patofisiologi edema
SGOT 55 U/L, SGPT 45 U/L, CK NAC 92 U/L, CK MB 14 U/L, Troponin I 0,1
ng/ml
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan lab pada kasus?
Jawab :
No. Hasil
Pemeriksaan
Nilai Normal Interpretasi
1. Hemoglobin 12,8 g/dL Pria : 13,5 – 17 g/dL Rendah
2. WBC 8.500/mm3 4.500-10.000 / mm3 Normal
3. Diff Count 0/2/10/60/22/6 Basofil : 0%-2%
Eosinophil : 0%-6%
Neutrophil batang : 0% -12%
Neutrophil segmen : 36% – 73%
Limfosit : 15%-45%
Monosit : 0%-10%
Normal
4. ESR 20 mm/jam Pria usia >50 tahun = 0-20 /
mm3
Normal tinggi
5. Platelet 225.000 mm3 150.000- 400.000 /mm3 Normal
6. Total
cholesterol
325 mg/dl Diharapkan : < 200 mg%
Sedang : 200-240 mg%
Tinggi : > 240 mg%
Tinggi
7. LDL 215 mg/dl Normal : < 130 mg%
Batas : 130-159 mg%
Tinggi : >159 mg%
Tinggi
8. HDL 35 mg/dl 30-70 mg/dL Normal
9. Triglyceride 210 mg/dl 10-150 mg% Tinggi
10. Blood glucose 110 mg/dl <200 mg/dl Normal
11. Urinalysis Normal
findings
Normal Normal
12. SGOT 55 U/L 0 – 35 mg/dL Tinggi
13. SGPT 45 U/L 10 - 41 mg/dL Tinggi
14. CK NAC 92 U/L Pria : 30-180 U/L Normal
15. CK MB 14 U/L < 24 U/L Normal
16. Troponin I 0,1 ng/ml < 0,03 ng/ml Tinggi
32
b. Bagaimana mekanisme dari hasil pemeriksaan lab yang abnormal pada kasus?
Jawab :
Anemia
Anemia dapat memperburuk gagal jantung. Anemia dapat
menyebabkan hipoksia yang ditandai dengan asam laktat, vasodilatasi,
dan keadaan sirkulasi hiperdinamik. Pada individu dengan gagal
jantung, efek vasodilatasi tak terlalu berpengaruh karena adanya refleks
vasokontriksi akibat cadiac output yang rendah. Pada orang gagal
jantung kelas III – IV, hipoksemia terjadi karena cardiac output rendah,
sehingga hipoksia dapat terjadi tanpa adanya anemia.
Hipoksia pada renal dapat menstimulasi eritropoietin (EPO), walaupun
sinyal yang memediasi keadaan hiperdinamik belum diketahui
sepenuhnya. Penurunan tekanan darah arteri mengaktivasi saraf
simpatis yang menyebabkan vasokontriksi sistemik dan renal dan
mengaktivasi RAAS. Sistem tersebut berfungsi sinergis dengan saraf
simpatis pada vasokontriksi perifer dan menghasilkan retensi natrium
dan pelepasan vasopresin yang memiliki efek retensi cairan. Pada kasus
yang parah terjadi penurunan aliran darah di renal dan laju filtrasi
glomerulus.
33
Gambar 7. Patofisiologi Anemia
Pada keadaan anemia, jantung mengalami perubahan dan saraf simpatis
serta RAAS berkaitan denganya. Hasil penelitian juga menunjukkan
adanya peran EPO terhadap menghindarkan apoptosis cardiomyocyte
dan revaskularisasi myocardial. Kekurangan EPO dapat menyebabkan
cacat pada remodeling jantung. Myocardial failure karena sekresi
sitokin seperti pada TNF-alpha dapat memperburuk anemia dan
memperburuk keadaan.
Pada gagal jantung biasanya dilepaskan sitokin inflamasi kronis seperti
TNF-alfa, IL 1, IL 6, IL 10, dan interferon yang berkontribusi dengan
patogenesis anemia dengan mekanime yang berbeda. Pada sisi lain,
protein C reaktif dapat berperan sebagai marker biokimia dan mediator
inflamasi kardiovaskular. Sitokin berperan pada eritropoiesis melalui
jalur berikut : mereka menghambat produksi EPO pada saat transkripsi
dan transduksi, selain itu mereka juga menghambat peran EPO pada
prekursor erythroid.
Total cholesterol dan trigliserid meningkat
Kadar serum kolesterol dan trigliserida yang tinggi dapat menyebabkan
terbentuknya arterosklerosis. Pada arterosklerosis ditemukan
pengendapan lemak (foam cell) pada tunika intima dan meluas ke
tunika media. Kolesterol dan trigliserida dibawa dalam darah oleh
protein pengangkut lemak atau lipoprotein. Lipoprotein yang
34
8. Proses patogenesis Anemia
berdensitias tinggi (HDL) membawa lemak ke seluruh tubuh, termasuk
endotel arteri. Lipoprotein meresap ke dalam sel sehingga kolesterol
dan trigliserida membentuk radikal bebas sehingga merusak endotel
yang mengakibatkan terjadinya kerusakan elastisitas pembuluh arteri
dalam merangsang syaraf simpatis dan parasimpatis. Tumpukan lemak
yang terlepas membentuk emboli yang menyumbat pembuluh darah
kecil, sehingga jaringan sekitar mengalami iskemik yang berkembang
menjadi kematian sel (infark). Makrofag akan "memakan" LDL yang
telah dioksidasi melalui reseptor scavenger membentuk sel busa atau
"foam cell" dan selanjutnya akan menjadi “fatty streaks”. Aktivasi ini
menghasilkan sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan yang akan
merangsang proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos dari tunika media
ke tunika intima dan penumpukan molekul matriks ekstraselular seperti
elastin dan kolagen, yang mengakibatkan pembesaran plak dan
terbentuk fibrous cap. Orang dengan kadar kolesterol melebihi 300
ml/dL memiliki resiko 4 kali lebih tinggi untuk mengalami jantung
korones dibandingkan kadar orang dengan kadar kolesterol 200 mg/dL.
SGOT dan SGPT tinggi
Peningkatan SGOT dan SGPT bisa menunjukkan keadaan:
Kolaps sirkulasi
Kelainan pada hepar (peradangan)
Gagal jantung kongestif
Infark miokard
Beberapa hari setelah kejadian infark miokard terjadi peningkatan
SGOT dan SGPT di otot jantung, juga dapat menyebabkan hati
membebaskan enzim amino transferase. Karena hepatosit terletak
paling dekat dengan vena sentral masing-masing lobus. Hepatosit
sentrilobulus cedera bila meningkatnya tekanan balik akibat gagal
jantung kanan memperlambat keluarnya darah dari vena sentralis,
keadaan ini menyebabkan SGOT dan SGPT meningkat.
Troponin I meningkat
35
Ketika terjadi iskemia miokard, maka membran sel menjadi lebih
permeabel sehingga komponen intraseluler seperti troponin jantung
merembes ke dalam interstitium dan ruang intravaskuler. Protein ini
mempunyai ukuran molekul yang relatif kecil dan terdapat dalam 2
bentuk. Sebagian besar dalam bentuk troponin komplek yang secara
struktural berikatan pada miofibril serta tipe sitosolik sekitar 6-8% pada
cTnT dan 2,8-4,1% pada cTnI.
Ukuran molekul yang relatif kecil dan adanya bentuk troponin komplek
dan bebas ini akan mempengaruhi kinetika pelepasannya. Akan terjadi
pelepasan troponin dini segera setelah jejas iskemia, diikuti oleh
pelepasan troponin miofibriler yang lebih lama, yang menyebabkan
pola pelepasan bifasik yang terutama terjadi pada troponin T (cTnT).
Sedangkan pada troponin I (cTnI) karena jumlah troponin sitosoliknya
lebih kecil kemungkinan pelepasannya monofasik. Kadar cTnT mulai
meningkat 3-5 jam setelah jejas dan tetap meningkat selama 14-21 hari.
Kadar cTnI mulai meningkat 3 jam setelah terjadi jejas dan tetap
meningkat selama 5-7 hari. Kadar kedua troponin mencapai puncak 12-
24 jam setelah jejas.
Troponin jantung dapat diukur sebagai unit bebas (misalnya cTnI atau
cTnT) dan dilepas selama stadium dini IMA atau sebagai bagian dari
komplek (misalnya sebagai komplek tersier cTnT-I-C atau komplek
biner cTnI-C dan cTnT-I), karena secara struktural berikatan satu
dengan lainnya.
Troponin I hanya petanda terhadap jejas miokard, tidak ditemukan
pada otot skeletal selama pertumbuhan janin, setelah trauma atau
regenerasi otot skeletal. Troponin I sangat spesifik terhadap jaringan
miokard, tidak terdeteksi dalam darah orang sehat dan menunjukkan
peningkatan yang tinggi di atas batas atas pada pasien dengan IMA.
Troponin I lebih banyak didapatkan pada otot jantung daripada CK-
MB dan sangat akurat dalam mendeteksi kerusakan jantung. Troponin I
meningkat pada kondisi-kondisi seperti myokarditis, kontusio kardiak
dan setelah pembedahan jantung. Adanya cTnI dalam serum
menunjukkan telah terjadi kerusakan miokard.
36
Troponin I mulai meningkat 3 sampai 5 jam setelah jejas miokard,
mencapai puncak pada 14 sampai 18 jam dan tetap meningkat selama 5
sampai 7 hari. Troponin I mempunyai sensitivitas 100% pada 6 jam
setelah IMA. Troponin I adalah petanda biokimia IMA yang ideal oleh
karena sensitivitas dan spesifisitasnya serta mempunyai nilai
prognostik pada ATS. Petanda biokimia ini tidak dipengaruhi oleh
penyakit otot skeletal, trauma otot skeletal, penyakit ginjal atau
pembedahan.3,13 Spesifisitas cTnI terutama sangat membantu dalam
mendiagnosis pasien dengan problem fisik yang kompleks.13
Kekurangan cTnI adalah lama dalam serum, sehingga dapat
menyulitkan adanya re-infark.3 Tetapi dari sudut lain adanya
peningkatan yang lama ini, berguna untuk mendeteksi infark miokard
jika pasien masuk rumah sakit beberapa hari setelah onset nyeri dada
menggantikan peran isoenzim LDH.
6. Additional Exam :
ECG : atrial fibrilation, LAD, HE 120x/min, QS pattern V1-V4, LV Strain
Chest X-Ray : CTR > 50%, shoe-shaped cardiac, Kerley’s line (+), signs of
chepalization.
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan penunjang pada kasus?
Jawab :
Pemeriksaan Hasil Normal Interpretasi
ECG Atrial fibrilation (+)
Atrial fibrilation (-)
Tidak normal, menandakan adanya gangguan pada sistem konduksi otot jantung (atrium)
LAD (Axis berada pada sudut (-90°) sampai (-30°)
Axis normal berada pada sudut (-30°) sampai +90°
Tidak normal, menandakan adanya LVH, LBBB, infark miokard inferior
QS pattern V1-V4
Normalnya P-QTS-T
Tidak normal, menandakan adanya infark miokard pada bagian anterior
37
HR 120bpm HR 60-100bpm Takikardi
LV Strain (+) LV Strain (-) Tidak normal, menandakan adanya pembesaran ventrikel kiri
Chest X-Ray
CTR >50% CTR <50% Tidak normal, menandakan adanya pembesaran jantung
Shoe-shaped cardiac (+)
Shoe-shaped cardiac (-)
Tidak normal, menandakan terjadi hipertrofi ventrikel kanan
Kerley’s line (+) Kerley’s line (-) Tidak normal, menandakan terjadinya edema paru
Signs of chepalization (+)
Signs of chepalization (-)
Tidak normal, menandakan adanya hipertensi vena pulmonalis
b. Bagaimana mekanisme dari hasil pemeriksaan penunjang yang abnormal pada
kasus?
Jawab :
Atrial fibrilasi
38
Gambar 9. Patofisiologi Atrial Fibrilasi
Gambaran EKG diatas merupakan gambaran khas untuk “Atrial
Fibrilasi” (AF), (terdapat irreguleritas yang absolut- interval yang tidak
sama antara gelombang R & tidak terdapat Gelombang P yg normalnya
mendahului setiap Komplek QRS). Kejadian AF disebabkan oleh
berbagai keadaan, salah satunya adalah pada pasien-pasien dengan
Congestive Heart Failure (CHF), dimana terjadi pembesaran ruang-
ruang jantung, termasuk atrium tempat permulaan terjadi konduksi
aliran listrik jantung (SA node). Pada AF, nodus SA tidak mampu
melakukan fungsinya secara normal, hal ini menyebabkan tidak
teraturnya konduksi sinyal elektrik dari atrium ke ventrikel. Akibat dari
hal tersebut, detak jantung menjadi tidak teratur dan terjadi
peningkatan denyut jantung. Keadaan ini dapat terjadi dan berlangsung
dari menit ke minggu atau dapat terjadi sepanjang waktu selama
bertahun-tahun. Kecenderungan alami dari AF sendiri adalah
kecenderungan untuk menjadi kondisi kronis dan menyebabkan adanya
komplikasi lain.
LAD
LAD merupakan kondisi dimana terjadi pergeseran aksis jantung ke
arah kiri. LAD dapat menjadi salah satu tanda telah terjadinya
gangguan pada jantung, seperti hipertrofi ventrikel kiri, LBBB (Left
Bundle Branch Block), infark miokard inferior, dan sebagainya. Pada
kasus Tn. Manaf, LAD dikarenakan terjadinya hipertrofi dari ventrikel
kiri yang diakibatkan oleh riwayat hipertensinya. Pada kondisi
hipertensi, beban kerja ventrikel kiri meningkat dan dalam waktu lama
otot jantung akan mengalami hipertrofi. Oleh karena itu, dominasi
39
listrik ventrikle kiri terhadap ventrikel kanan menjadi jauh lebih besar.
Vektor listrik rata-rata akan tertarik lebih jauh ke kiri, dan hasilnya
adalah deviasi aksis ke kiri (LAD).
QS Pattern V1-V4
QS pattern pada V1-V4 menandakan telah terjadinya infark pada
bagian anterior dari jantung. Infark dikarenakan terjadinya
sumbatan/oklusi pada left anterior descending coronary artery.
Sumbatan arteri koroner pada kasus Tn. Manaf dapat dikarenakan
kebiasaan merokok, obesitas dan dislipidemia dimana akan memicu
terjadinya timbunan lemak (plak) pada pembuluh darah à
aterosklerosis à oklusi pembuluh darah koroner à otot jantung
kekurangan oksigen untuk kontraksi à nekrosis à infark miokard.
Lokasi Perubahan gambaran EKG
Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6
dan I dan aVLLateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6
dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL
Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF
Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3
True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
RV Infarction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark.
40
Bradikardia
Adanya saraf simpatik karena kebuthan akan oksigen meningkat
memberikan rangsangan ke jantung dengan melepaskan norepinefrin
ke sel-sel dari simpul sinoatrial, dan saraf vagus memberikan
rangsangan parasimpatis ke jantung dengan melepaskan asetilkolin ke
sel-sel simpul sinoatrial . Oleh karena itu, stimulasi saraf simpatik
meningkatkan denyut jantung, sementara stimulasi saraf vagus
menurun.
CTR>50% dan Shoe shaped cardiac
Kardiomegali terjadi akibat hipertrofi ventrikel kiri (seperti telah
dijelaskan sebelumnya) yang kemudian diikuti oleh hipertrofi bagian
lain dari jantung (karena jantung merupakan suatu sirkuit yang
tersambung). Hal ini juga diperparah oleh kegagalan jantung untuk
memenuhi kebutuhan tubuh sehingga seluruh bagian jantung harus
bekerja lebih berat yang menyebabkan hipertrofi dan memberi
penampakan kardiomegali. Pada chest X-Ray juga akan tampak
jantung seperti shoe-shaped cardiac.
Kerley’s Line (+)
Garis Kerley merupakan garis mendatar dari dinding thorak ke medial
kira-kira 3-4 cm. Edema interstitial menyebabkan paru berbercak-
bercak tipis, halus, sehingga gambaran radiolusen paru berubah
menjadi suram. Garis Kerley ini muncul akibat terbendungnya aliran
limfe karena edema intraalveolar. Edema ini menunjukkan septal line
yang dikenal sebagai Kerley’s line, ada 4 jenis yaitu:
a. Kerley A: garis panjang di lobus superior paru, berasal dari daerah
hilus menuju ke atas dan perifer
b. Kerley B: garis-garis pendek dengan arah horizontal tegak lurus pada
dinding pleura dan letaknya di lobus inferior, paling mudah terlihat
karena letaknya tepat diatas sinus costophrenicus
41
Garis ini adalah yang paling mudah ditemukan di gagal jantung
c. Kerley C: garis-garis pendek, bercabang, ada di lobus inferior. Perlu
pengalaman untuk melihatnya, karena hampir sama dengan pembuluh
darah.
d. Kerley D: garis-garis pendek, horizontal, letaknya retrostrenal hanya
tampak pada foto lateral.
Mekanisme:
Kerley's line menandakan adanya edema di paru. Edema di paru ini
diakibatkan oleh berkurangnya volume cardiac output yang bisa
dipompa jantung ke sistemik. Turunnya cardiac output menyebabkan
darah menumpuk di ventrikel kiri, atrium kiri, dan juga diparu-paru
sehingga menyebabkan edema paru.
Kebocoran cairan ke dalam interlobular dan interstisium peribronkial
sebagai hasil dari meningkatnya tekanan di kapiler. Ketika cairan bocor
ke dalam septum interlobular perifer, itu memperlihatkan Kerley B atau
garis septal. Kerley B terlihat sebagai garis horizontal pendek 1-2 cm di
perifer dekat sudut costaphrenicus. Garis ini tegak lurus terhadap
pleura.
Signs of chepalization
Peningkatan tekanan pada vena jugularis yang disebabkan oleh
kompensasi jantung (yang meningkatkan volume darah yang kembali
ke jantung) agar tetap dapat memenuhi kebutuhan jaringan perifer.
42
Gambar 11. Kerley’s Line (-) dan Kerley’s Line B
Sefalisasi aliran darah pulmonal ditemukan bila tekanan vena
pulmonalis melebihi tekanan interstisial pulmonal. Hal ini
mengakibatkan penumpahan cairan ke dalam interstisium pulmonal
dan selanjutnya hipoksia alveolar. Hipoksia mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah paru-paru lobus bawah yang menyebabkan redistribusi
atau shunt aliran darah ke arah pembuluh darah lobus atas yang
mempunyai tekanan parsial oksigen lebih tinggi.
c. Bagaimana gambaran ECG yang normal dan ECG pada kasus?
Jawab :
Gambaran ECG normal yaitu gelombang yang terdiri dari kompleks P-
QRS-T dimana P merupakan fase atrium depolarisasi, QRS merupakan
fase ventrikel depolarisasi dan T merupakan fase dimana ventrikel
repolarisasi. Gambaran gelombang ECG normal sebagai berikut :
Pada kasus Tn. Manaf ditemukan adanya atrial fibrilation yang pada hasil
ECG ditandai dengan gambaran kompleks QRS yang sangat irreguler
ditambah dengan tidak adanya gelombang P yang jelas.
43
Gambar 12. EKG Normal
Pada kasus juga ditemukan adanya LAD (Left Axis Deviation). Pada
kondisi LAD, ditemukan adanya kompleks QRS positif pada lead I dan
negatif pada sadapan aVF.
LV strain yang menjadi kriteria terjadinya pembesaran ventrikel kiri dapat
dilihat dari hasil ECG berupa peningkatan amplitudo gelombang R di
sadapan-sadapan yang terletak di atas ventrikel kiri. Biasanya sadapan
prekordial lebih sensitif dibandingkan sadapan ekstremitas. Beberapa
kriteria yang dapat dijadikan indikasi adanya LV strain, yaitu:
a) Amplitudo gelombang R di sadapan V5 atau V6 dijumlahkan dengan
amplitudo gelombang S di sadapan V1 atau V2 >35mm
b) Amplitudo gelombang R di sadapan V5 >26mm
c) Amplitudo gelombang R di sadapan V6 >18mm
d) Amplitudo gelombang R di sadapan V6 > amplitudo gelombang R di
sadapan V5
44
Lead I aVF
Gambar 14. Gambaran LAD pada gambaran EKG
Gambar 13. Gambaran Atrial Fibrilasi Pada EKG
d. Bagaimana gambaran Chest X ray normal dan Chest X ray pada kasus?
Jawab :
45
Gambar 15. Left Ventricular Hypertrophy dengan Perbandingan R dan S
e. Apa saja DD dari semua hasil pemeriksaan Tn Manaf?
Jawab :
Diagnosis
CHF
Congestif
Heart Failure
COPD
Cronic Obstructive
Pulmonary Disease
Heart
attackPneumonia
Nyeri dada √ √ √ √
Nafas Pendek √ √ √ √
Fatigue √ √ √ √
Nausea √ - √ √
Takikardia √ √ √ -
Wheezing √ √ - √
Edema pada
ankle
√ - - -
Hepatomegali √ - - -
JVP ↑ √ - - -
f. Apa diagnosis kerja pada kasus?
Jawab :
Gagal jantung kongestif
g. Bagaimana patogenesis pada kasus?
Jawab :
46
Gagal
jantung
dapat
dilihat
sebagai
gangguan progresif yang dimulai setelah peristiwa kerusakan otot jantung
dengan resultan kekurangan fungsi miosit jantung, atau terganggunya
kemampuan miokardium untuk menghasilkan kontraktilitas normal dari
jantung. Pada gangguan miosit, terjadinya adaptasi tidak adekuat dari miosit
jantung untuk meningkatkan tekanan dinding jantung guna meningkatkan CO
setelah mengalami kerusakan miokardial. Terdapat 3 kondisi yang mendasari
terjadinya gagal jantung, yaitu :
1. Gangguan mekanik
Berikut ini merupakan factor yang dapat terjadi baik secara bersamaan
ataupun tunggal :
a. Beban tekanan
b. Beban volume
c. Kontriksi perikard dimana jantung tidak mampu melakukan pengisian
d. Obstruksi pengisian ventrikel, aneurisma ventrikel, disinergi ventrikel
e. Restriksi endokardial atau miokardial
2. Abnormalitas otot jantung
a. Primer : kardiomiopati, miokarditis metabolic (DM, gagal ginjal
kronik, anemia) toksin atau sitostatika.
b. Sekunder : Iskemia, penyakit sistemik dan infiltrative, cor pulmonal
3. Gangguan irama jantung dan gangguan konduksi
Mekanisme kompensasi pada gagal jantung
Bila curah jantung karena suatu keadaan menjadi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolism tubuh, maka jantung akan memakai
47
mekanisme kompensasi. Mekanisme kompensasi ini sebenarnya sudah
dan selalu dipakai untuk mengatasi beban kerja ataupun pada saat
menderita sakit. Bila mekanisme ini telah secara maksimal digunakan
dan curah jantung tetap tidak cukup maka barulah timbul gejala gagal
jantung. Mekanisme kompensasi ini terdiri dari beberapa macam dan
bekerja secara bersamaan serta saling mempengaruhi, sehingga secara
klinis tidak dapat dipisah-pisahkan secara jelas. Dengan demikian
diupayakan memlihara tekanan darah yang masih memadai untuk perfusi
alat-alat vital.
Mekanisme ini mencakup :
Mekanisme Frank-Starling
Mekanisme Frank-Starling meningkatkan stroke volume berarti terjadi
peningkatan volume ventricular end-diastolic. Bila terjadi peningkatan
pengisisan diastolic, berarti ada peningkatan peregangan dari serat otot
jantung, lebih optimal pada filament aktin dan myosin dan resultannya
meningkatkan tekanan pada kontraksi berikutnya. Pada gagal jantung,
mekanisme ini membantu mendukung cardiac output (CO). CO
penderita mungkin akan normal pada penderita gagal jantung yang
sedang berisitirahat, dikarenakan terjadinya peningkatan volume
ventricular end-diastolic. Mekanisme ini menjadi tidak efektif ketika
jantung mengalami pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami
peregangan yang berlebihan.
Hipertrofi Ventrikel dan remodelling
Pada gagal jantung, stress pada dinding ventrikel bisa meningkat, baik
akibat dilatasi (peningkatan radius ruang) atau beban akhir yang tinggi
(misalnya pada stenosis aortic atau hipertensi yang tidak terkendali).
Peninggian stress terhadap dinding ventrikel yang terus menerus
merangsang pertumbuhan hipertrofi ventrikel dan kenaikan massa
ventrikel. Peningkatan ketebalan dinding ventrikel adalah suatu
mekanisme kompensasi yang berfungsi untuk mengurangi stress dinding
(ingat bahwa ketebalan dinding adalah faktor pembagi pada rumus stress
dinding), dan peningkatan massa serabut otot membantu memelihara
kekuatan kontraksi ventrikel.
48
Meskipun demikian, mekanisme kompensasi ini harus diikuti oleh
tekanan diastolic ventrikel yang lebih tinggi dari normal, dengan
demikian tekanan atrium kiri juga meningkat, akibat peninggian
kekakuan dinding yang mengalami hipertrofi. Pola hipertrofi yang
berkembang bergantung pada apakah beban yang dihadapi bersifat
kelebihan beban volume atau tekanan yang kronis. Dilatasi ruang yang
kronis akibat kelebihan volume, misalnya pada regurgitasi mitral atau
aorta yang menahun, mengakibatkan sintesis sarkomer-sarkomer baru
secara seri dengan sarkomer yang lama. Akibatnya radius ruang
ventrikel membesar, dan ini berkembang sebanding dengan peningkatan
ketebalan dinding. Hal ini disebut hipertrofi eksentrik.
Kelebihan tekanan yang kronis, misalnya pada hipertensi atau stenosis
aortic, mengakibatkan sintesis sarkomer-sarkomer baru yang berjalan
sejajar dengan sarkomer lama, sehingga terjadilah hipertrofi konsentrik,
di mana tebal dinding meningkat tanpa adanya dilatasi ruang. Dengan
demikian stress dinding bisa dikurangi secara bermakna.
Aktivasi neurohormonal
Perangsangan neurohormonal merupakan mekanisme kompensasi yang
mencakup sistim syaraf adrenergic, sistim renin-angiotensin,
peningkatan produksi hormone antidiuretik, semua sebagai jawaban
terhadap penurunan curah jantung.
Pada aktivasi neurohormonal yang mempengaruhi system saraf
simpatik, stimulasi dari system saraf ini berperan penting dalam respon
kompensasi menurunkan CO. Sistem saraf simpatik membantu
memelihara perfusi berbagai organ terutama otak dan jantung. Aspek
negative dari peningkatan aktivitas system saraf simpatik melibatkan
peningkatan tahanan system vaskuler dan kelebihan kemampuan jantung
dalam memompa. Stimulasi saraf simpatik yang berlebihan juga
menghasilkan penurunan aliran darah ke kulit, otot, organ, ginjal dan
organ abdominal. Hal ini tidak hanya menurunkan perfusi jaringan tetapi
juga berkontribusi meningkatkan system tahanan vascular dan stress
berlebihan dari jantung.
Mekanisme renin-angiotensin-aldosteron yaitu berpengaruh pada
49
penurunan CO disebabkan oleh reduksi aliran darah pada ginjal dan
kecepatan filtrasi glomerulus, yang menyebabkan retensi garam dan air.
Penurunan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan sekresi renin yang
kemudian meningkatkan angiotensin II yang berkontribusi pada
vasokontriksi dan menstimulasi produksi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron akan meningkatkan reabsorbsi natrium dengan meningkatkan
retensi air. Angiotensin II dan aldosteron juga mampu menstimulasi
produksi sitokin, adhesi sel inflamasi dan kemotaksis, mengaktivasi
makrofag pada sisi yang mengalami kerusakan dan perbaikan, dan
menstimulasi pertumbuhan fibroblast dan sintesis jaringan kolagen.
h. Bagaimana faktor resiko penyakit pada kasus?
Jawab :
Faktor resiko pada gagal jantung kongestif pada laki-laki adalah merokok
sedangkan pada perempuan belum ada fakta yang konsisten. Obesitas
menyebabkan peningkatan kolesterol yang menyebabkan resiko penyakit
jantung koroner yang merupakan penyebab utama dari gagal jantung
kongestif. Berdasarkan studi Framinghan disebutkan bahwa diabetes
merupakan faktor resiko untuk kejadian hipertropi ventrikel kiri yang berujung
pada gagal jantung.
i. Bagaimana manifestasi klinis penyakit pada kasus?
Jawab :
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien,
beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang
terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan
penampilan jantung.
Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :
1) Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
2) Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah,
asites, hepatomegali, dan edema perifer.
3) Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk
sampai delirium.
50
Selain itu, terdapat beberapa kriteria yang merupakan manifestasi klinis dari
gagal jantung yang dapat dilihat pada tabel berikut :
51
j. Bagaimana penatalaksanaan penyakit pada kasus?
Jawab :
Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah:
1) Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-
bahan farmakologis.
3) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik
diet dan istirahat.
Terapi Farmakologi
1) Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala
volume berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal,
menurunkan volume plasma selanjutnya menurunkan preload untuk
mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan juga
menurunkan afterload agar tekanan darah menurun.
2) Antagonis aldosteron
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.3
3) Obat inotropik
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
4) Glikosida digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan
volume distribusi.
5) Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah
vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan
kapasitas vena
6) Inhibitor ACE
52
Gambar 18. Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung
Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi
aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air.
Inhibitor ini juga menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg
menyebabkan peningkatan curah jantung.
Terapi non farmakologi
Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan
seperti: diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak,
mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.
k. Bagaimana komplikasi penyakit pada kasus?
Jawab :
Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam
atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik
tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian
warfarin.
53
Gambar 19. Algoritma Penatalaksanaan Gagal Jantung
2) Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan
perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung
(dengan digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin).
3) Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan
dosis ditinggikan.
4) Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden
cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil
diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin
turut mempunyai peranan.
l. Bagaimana kompetensi dokter umum pada penyakit Tn Manaf?
Jawab :
Gagal jantung kronik, yaitu 3A. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis
klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat
darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan.
V. LEARNING ISSUE
1. Anatomi dan Fisiologi Sistem KardiovaskularSecara anatomi ukuran jantung sangatlah variatif. Dari beberapa referensi yang
saya baca, ukuran jantung manusia mendekati ukuran kepalan tangannya atau dengan
ukuran panjang kira-kira 5″ (12cm) dan lebar sekitar 3,5″ (9cm). Jantung terletak di
belakang tulang sternum, tepatnya di ruang mediastinum diantara kedua paru-paru dan
bersentuhan dengan diafragma. Bagian atas jantung terletak dibagian bawah sternal
notch, 1/3 dari jantung berada disebelah kanan dari midline sternum , 2/3 nya
disebelah kiri dari midline sternum. Sedangkan bagian apek jantung di interkostal ke-
5 atau tepatnya di bawah puting susu sebelah kiri.(lihat gb:1 & 2)
54
Gb: 1
Gb: 2
Lapisan Pembungkus Jantung
Jantung di bungkus oleh sebuah lapisan yang disebut lapisan perikardium, di mana
lapisan perikardium ini di bagi menjadi 3 lapisan (lihat gb.3) yaitu :
1. Lapisan fibrosa, yaitu lapisan paling luar pembungkus jantung yang melindungi
jantung ketika jantung mengalami overdistention. Lapisan fibrosa bersifat sangat
keras dan bersentuhan langsung dengan bagian dinding dalam sternum rongga
thorax, disamping itu lapisan fibrosa ini termasuk penghubung antara jaringan,
55
khususnya pembuluh darah besar yang menghubungkan dengan lapisan ini (exp:
vena cava, aorta, pulmonal arteri dan vena pulmonal).
2. Lapisan parietal, yaitu bagian dalam dari dinding lapisan fibrosa
3. Lapisan Visceral, lapisan perikardium yang bersentuhan dengan lapisan luar dari
otot jantung atau epikardium.
Diantara lapisan pericardium parietal dan lapisan perikardium visceral terdapat ruang
atau space yang berisi pelumas atau cairan serosa atau yang disebut dengan cairan
perikardium.Cairan perikardium berfungsi untuk melindungi dari gesekan-gesekan
yang berlebihan saat jantung berdenyut atau berkontraksi. Banyaknya cairan
perikardium ini antara 15 – 50 ml, dan tidak boleh kurang atau lebih karena akan
mempengaruhi fungsi kerja jantung.
Gb: 3
Lapisan Otot Jantung
Seperti yang terlihat pada Gb.3, lapisan otot jantung terbagi menjadi 3 yaitu :
1. Epikardium,yaitu bagian luar otot jantung atau pericardium visceral
2. Miokardium, yaitu jaringan utama otot jantung yang bertanggung jawab atas
kemampuan kontraksi jantung.
3. Endokardium, yaitu lapisan tipis bagian dalam otot jantung atau lapisan tipis
endotel sel yang berhubungan langsung dengan darah dan bersifat sangat licin
56
untuk aliran darah, seperti halnya pada sel-sel endotel pada pembuluh darah
lainnya. (Lihat Gb.3 atau Gb.4)
Gb: 4
Katup Jantung
Katup jatung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang menghubungkan antara
atrium dengan ventrikel dinamakan katup atrioventrikuler, sedangkan katup yang
menghubungkan sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal dinamakan katup
semilunar.
Katup atrioventrikuler terdiri dari katup trikuspid yaitu katup yang menghubungkan
antara atrium kanan dengan ventrikel kanan, katup atrioventrikuler yang lain adalah
katup yang menghubungkan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri yang dinamakan
dengan katup mitral atau bicuspid.
Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal yaitu katup yang menghubungkan antara
ventrikel kanan dengan pulmonal trunk, katup semilunar yang lain adalah katup yang
menghubungkan antara ventrikel kiri dengan asendence aorta yaitu katup aorta. (Lihat
Gb: 5)
Katup berfungsi mencegah aliran darah balik ke ruang jantung sebelumnya sesaat
setelah kontraksi atau sistolik dan sesaat saat relaksasi atau diastolik.Tiap bagian daun
katup jantung diikat oleh chordae tendinea sehingga pada saat kontraksi daun katup
tidak terdorong masuk keruang sebelumnya yang bertekanan rendah.Chordae tendinea
sendiri berikatan dengan otot yang disebut muskulus papilaris. (Lihat Gb:6)
57
Gb: 5
Gb: 6
Seperti yang terlihat pada gb.5 diatas, katup trikuspid 3 daun katup
(tri =3), katup aortadan katup pulmonal juga mempunya 3 daun katup. Sedangkan
katup mitral atau biskupid hanya mempunyai 2 daun katup.
Ruang, Dinding& Pembuluh Darah Besar Jantung
Jantung kita dibagi menjadi 2 bagian ruang, yaitu :
1. Atrium (serambi)
2. Ventrikel (bilik)
Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak yang pendek, yaitu ke
ventrikel.Oleh karena itu otot atrium lebih tipis dibandingkan dengan otot ventrikel.
Ruang atrium dibagi menjadi 2, yaitu atrium kanan dan atrium kiri.Demikian halnya
dengan ruang ventrikel, dibagi lagi menjadi 2 yaitu ventrikel kanan dan ventrikel
kiri.Jadi kita boleh mengatakan kalau jantung dibagi menjadi 2 bagian yaitu jantung
58
bagian kanan (atrium kanan & ventrikel kanan) dan jantung bagian kiri (atrium kiri &
ventrikel kiri).
Kedua atrium memiliki bagian luar organ masing-masing yaitu auricle.Dimana kedua
atrium dihubungkan dengan satu auricle yang berfungsi menampung darah apabila
kedua atrium memiliki kelebihan volume.
Kedua atrium bagian dalam dibatasi oleh septal atrium.Ada bagian septal atrium yang
mengalami depresi atau yang dinamakan fossa ovalis, yaitu bagian septal atrium yang
mengalami depresi disebabkan karena penutupan foramen ovale saat kita lahir.
Ada beberapa ostium atau muara pembuluh darah besar yang perlu anda ketahui yang
terdapat di kedua atrium, yaitu :
Ostium Superior vena cava, yaitu muara atau lubang yang terdapat diruang atrium
kanan yang menghubungkan vena cava superior dengan atrium kanan.
Ostium Inferior vena cava, yaitu muara atau lubang yang terdapat di atrium kanan
yang menghubungkan vena cava inferior dengan atrium kanan.
Ostium coronary atau sinus coronarius, yaitu muara atau lubang yang terdapat di
atrium kanan yang menghubungkan sistem vena jantung dengan atrium kanan.
Ostium vena pulmonalis, yaitu muara atau lubang yang terdapat di atrium kiri yang
menghubungkan antara vena pulmonalis dengan atrium kiri yang mempunyai 4
muara.
Bagian dalam kedua ruang ventrikel dibatasi oleh septal ventrikel, baik ventrikel
maupun atrium dibentuk oleh kumpulan otot jantung yang mana bagian lapisan dalam
dari masing-masing ruangan dilapisi oleh sel endotelium yang kontak langsung
dengan darah.Bagian otot jantung di bagian dalam ventrikel yang berupa tonjolan-
tonjolan yang tidak beraturan dinamakan trabecula. Kedua otot atrium dan ventrikel
dihubungkan dengan jaringan penghubung yang juga membentuk katup jatung
dinamakan sulcus coronary, dan 2 sulcus yang lain adalah anterior dan posterior
interventrikuler yang keduanya menghubungkan dan memisahkan antara kiri dan
kanan kedua ventrikel.
Perlu diketahui bahwa tekanan jantung sebelah kiri lebih besar dibandingkan dengan
tekanan jantung sebelah kanan, karena jantung kiri menghadapi aliran darah sistemik
atau sirkulasi sistemik yang terdiri dari beberapa organ tubuh sehingga dibutuhkan
tekanan yang besar dibandingkan dengan jantung kanan yang hanya bertanggung
jawab pada organ paru-paru saja, sehingga otot jantung sebelah kiri khususnya otot
ventrikel sebelah kiri lebih tebal dibandingkan otot ventrikel kanan.
59
Pembuluh Darah Besar Jantung
Ada beberapa pembuluh besar yang perlu diketahui, yaitu:
1. Vena cava superior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian atas
diafragma menuju atrium kanan.
2. Vena cava inferior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian bawah
diafragma ke atrium kanan.
3. Sinus Coronary, yaitu vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari
jantung sendiri.
4. Pulmonary Trunk,yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah kotor dari
ventrikel kanan ke arteri pulmonalis
5. Arteri Pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah
kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-paru.
6. Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah
bersih dari kedua paru-paru ke atrium kiri.
7. Assending Aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari
ventrikel kiri ke arkus aorta ke cabangnya yang bertanggung jawab dengan organ
tubuh bagian atas.
8. Desending Aorta,yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan bertanggung
jawab dengan organ tubuh bagian bawah. (lihat Gb:7)
Gb : 7
Arteri Koroner
60
Arteri koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan jantung sendiri,karena
darah bersih yang kaya akan oksigen dan elektrolit sangat penting sekali agar jantung
bisa bekerja sebagaimana fungsinya. Apabila arteri koroner mengalami pengurangan
suplainya ke jantung atau yang di sebut dengan ischemia, ini akan menyebabkan
terganggunya fungsi jantung sebagaimana mestinya. Apalagi arteri koroner
mengalami sumbatan total atau yang disebut dengan serangan jantung mendadak atau
miokardiac infarction dan bisa menyebabkan kematian. Begitupun apabila otot
jantung dibiarkan dalam keadaan iskemia, ini juga akan berujung dengan serangan
jantung juga atau miokardiac infarction.
Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik, dimana muara arteri
koroner berada dekat dengan katup aorta atau tepatnya di sinus valsava
Arteri koroner dibagi dua,yaitu:
Arteri Koroner Kiri
Arteri koroner kiri berjalan diantara a.pulmonalis dgn auricula sinistra, mempunyai
2 cabang yaitu LAD (Left Anterior Desenden)dan arteri sirkumflek. Kedua arteri
ini melingkari jantung dalam dua lekuk anatomis eksterna, yaitu sulcus coronary
atau sulcus atrioventrikuler yang melingkari jantung diantara atrium dan ventrikel,
yang kedua yaitu sulcus interventrikuler yang memisahkan kedua
ventrikel.Pertemuan kedua lekuk ini dibagian permukaan posterior jantung yang
merupakan bagian dari jantung yang sangat penting yaitu kruks jantung.Nodus AV
node berada pada titik ini.
LAD arteri bertanggung jawab untuk mensuplai darah untuk otot ventrikel kiri dan
kanan, serta bagian interventrikuler septum.Sirkumflex arteri bertanggung jawab
untuk mensuplai 45% darah untuk atrium kiri dan ventrikel kiri, 10% bertanggung
jawab mensuplai SA node.
Cabangnya:
1. Ramus interventricularis anterior pd septum interventricularis
2. Ramus cicumflexus cabang dr ramus marginalis sinistra
3. Ramus nodi sinuatrialis
4. Ramus nodi atrioventricularis
Arteri Koroner Kanan
61
Arteri koroner kanan bertanggung jawab mensuplai darah ke atrium kanan,
ventrikel kanan,permukaan bawah dan belakang ventrikel kiri, 90% mensuplai AV
Node,dan 55% mensuplai SA Node. Berjln dlm sulcus coronarius dibawah auricula
dextra dan mengelilingi cor ke posterior.
Cabang:
1. Ramus coni arteriosus
2. Ramus nodi sinusatrialis utk atrium dextra et SA node
3. Ramus marginalis dextra di tepi inf.menuju apex
4. Ramus interventricularis posterior pd sul interventricularis post.
5. Ramus transversus anastomose r.circum a.coronaria sinistra
6. Ramus nodi atrioventricularis utk AV node
Aliran Vena
- Vena berjln bersama arterinya
- Bermuara ke dlm sinus coronarius kemudian ke atrium dextra
- Bermuara ke sinus coronarius:
v.cordis magna pada sulcus interventricularis anterior
v.cordis media pada sulcus interventricularis posterior
V.cordis parva pada sulcus coronaries
V.cordis posterior ventriculus sinistra
V.cordis obliqua Marsall
- Vena yg bermuara langsung:
vv. Cordis anterior
vv. Cordis minimi thebesii
Inervasi Jantung
Simpatis à menginervasi atrium, ventrikel, dan pembuluh darah koroner.
Persarafan simpatis berasal dari medula spinalis torakal atas T3-T6. Sebelum
mencapai jantung akan melalui pleksus kardialis dan berakhir pada ganglion
servikalis superior, medial, atau inferior. Rangsangan simpatis dihantarkan oleh
norepinefrin.Pada orang normal kerja saraf simpatis mempengaruhi kerja otot
ventrikel.
Efek Simpatis :
- Meningkatkan denyut jantung
62
- Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung à meningkatkan volume darah yang
dipompa à meningkatkan tekanan ejeksi
- Meningkatkan curah jantung sebesar 2 sampai 3 kali lipat
- Meningkatkan aktivitas jantung sebagai pompa
Parasimpatis à memberikan persarafan pada nodus SA,AV, dan serabut otot atrium,
dapat pula menyebar pada ventrikel kiri.
Parasimpatis berasal dari pusat nervus vagus di medula oblongata, serabut-serabutnya
akan bergabung dengan serabut simpatis di dalam pleksus kardialis. Rangsangan
parasimpatis dihantarkan oleh asetilkolin.Kerjanya mengontrol irama jantung dan laju
denyut jantung.
Batas- batas jantung :
Batas jantung kanan : dibentuk oleh atrium dextra
Batas jantung kiri : auricula sinistra
Batas jantung bawah : ventriculus dextra dan atrium dextra
Apex jantung : ventikel sinistra
2. Anatomi dan Fisiologi Pernapasan
Gambar 1. Anatomi system perfapasan
63
Respirasi mencakup dua proses yang berkaitan, yaitu respirasi eksternal dan respirasi
internal. Respirasi eksternal atau pernapasan pulmoner adalah suatu proses yang merujuk
pada mekanisme pertukaran gas O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh
(Sherwood 2011). Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner (Pearce
2011):
1. Ventilasi pulmoner atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar.
2. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dengan kapiler darah paru
3. Transpor oksigen dan karbon dioksida ke dan dari jaringan perifer sehingga
oksigen dapat mencapai semua bagian tubuh (Guyton 2009)
4. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara jaringan dan darah melalui proses
difusi menembus kapiler sistemik (Sherwood 2011)
Proses kedua adalah respirasi jaringan atau respirasi internal. Proses ini merujuk pada
proses-proses metabolik intrasel yang dilakukan di dalam mitokondria, yang menggunakan
oksigen dan menghasilkan karbondioksida selagi mengambil energy (ATP) dari molekul
nutrien (Sherwood 2011).
A. Mekanika Pernapasan
Udara cenderung mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan
rendah (menuruni gradient). Gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer secara bergantian
berbalik arah saat bernafas sehingga memungkinkan udara mengalir masuk dan keluar. Tiga
tekanan penting dalam ventilasi pulmoner (Sherwood 2011)
1. Tekanan atmosfer
2. Tekanan intra-alveolus atau intraparu
3. Tekanan intrapleura (tidak terjadi pertukaran udara di sini karena tidak ada
komununikasi langsung antara rongga pleura dan paru atau atmosfer. Kantung
pleura tertutup tanpa lubang)
Karena udara mengalir mengikuti penurunan gradien tekanan, maka tekanan intra-
alveolus harus lebih kecil dari tekanan atmosfer saat inspirasi. Demikian juga tekanan intra-
alveoulus harus lebih besar dari tekanan atmosfer saat ekspirasi. Tekanan intra-alveolus dapat
berubah dengan mengubah volume paru (Hukum Boyle: pada suhu konstan, tekanan yang
ditimbulkan suatu gas akan berbanding terbalik dengan volumenya).
Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses ini
terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari paru-
64
paru). Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi
tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan
terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi
lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paru-paru.
Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax
akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Pada saat inspirasi terjadi kontraksi dari
otot-otot insiprasi (muskulus interkostalis eksternus dan diafragma)sehingga terjadi elevasi
dari tulang-tulang kostae dan menyebabkan peningkatan volume cavum thorax (rongga
dada), secara bersamaan paru-paru juga akan ikut mengembang sehingga tekanan intra
pulmonal menurun dan udara terhirup ke dalam paru-paru.
Setelah inspirasi normal biasanya kita masih bisa menghirup udara dalam-dalam (menarik
nafas dalam), hal ini dimungkinkan karena kerja dari otot-otot tambahan isnpirasi yaitu
muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus skalenus.
Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan cavum
thorax akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi maka terjadilah
ekspirasi. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan nafas dalam-
dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan
muskulus abdominis.
Kerja dari otot-otot pernafasan disebabkan karena adanya perintah dari pusat pernafasan
(medula oblongata) pada otak. Medula oblongata terdiri dari sekelompok neuron inspirasi dan
ekspirasi. Eksitasi neuron-neuron inspirasi akan dilanjutkan dengan eksitasi pada neuron-
neuron ekspirasi serta inhibisi terhadap neuron-neuron inspirasi sehingga terjadilah peristiwa
inspirasi yang diikuti dengan peristiwa ekspirasi. Area inspirasi dan area ekspirasi ini terdapat
pada daerah berirama medula (medulla rithmicity) yang menyebabkan irama pernafasan
berjalan teratur dengan perbandingan 2 : 3 (inspirasi : ekspirasi). Ventilasi dipengaruhi oleh :
1. Kadar oksigen pada atmosfer
2. Kebersihan jalan nafas
3. Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru
4. Pusat pernafasan
Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh
surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli
pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang
disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara
membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.
65
Energi yang diperlukan untuk ventilasi adalah 2 – 3% energi total yang dibentuk oleh
tubuh. Kebutuhan energi ini akan meningkat saat olah raga berat, bisa mencapai 25 kali lipat.
B. Pertukaran Gas
Udara atmosfer total adalah 760 mmHg di permukaan laut. Tekanan yang ditimbulkan
oleh gas tertentu berbanding lurus dengan persentase gas tersebut dalam campuran udara
total. Komposisi oksigen dalam atmosfer adalah 21% maka tekanan atmosfer oksigen (PO2)
adalah 160 mmHg. Tekanan yang ditimbulkan oleh masing-masing gas dalam suatu
campuran gas di udara dikenal sebagi tekanan parsial (Sherwood 2011). Gas-gas yang larut
dalam cairan darah atau cairan tubuh menimbulkan tekanan parsial. Semakin besar tekanan
parsialm semakin banyak gas terlarut.
Pada saat respirasi, terdapat gradient tekanan parsial antara udara alveolus dan darah
kapiler paru. Sama halnya juga gradien tekanan parsial pada kapiler sistemik dan jaringan
sekitar. Pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida intrasel sama prinsipnya dengan respirasi
pulmoner, yaitu prinsip menuruni gradien konsentrasi.
Pada alveolus, komposisi udara tidak akan sama dengan atmosfer. Udara yang masuk dari
atmosfer ke saluran napas melalui nasal akan dilembabkan dan dihangatken terlebih dahulu
sehingga udara akan jenuh dengan H2O. Kelembapan ini akan menimbulkan tekanan parsial
gas-gas yang terinspirasi menjadi menurun (Guyton 2009). Dalam udara lembap PH2O = 47
mmHg, sehingga PN2 = 563 mmHg dan PO2 = 150 mmHg (Tekanan udara tersebut harus
sama dengan atmosfer sehinngga PH2O + PN2 + PO2 = 760 mmHg).
Selain itu, yang menyebabkan ketidaksamaan komposisi udara alveolus dan atmoser
adalah PO2 alveolus lebih rendah dari PO2 atmosfer akibat percampuran dengan udara lama
yang tersisa di paru. Kurang dari 15% udara di alveolus adalah udara segar pada akhir
inspirasi. Akibat pelembapan dan pertukaran udara alveolus yang rendah, maka PO2 alveolus
rerata adalah 100 mmHg (Sherwood 2011).
Situasi sama tetapi terbalik akan terjadi pada karbondioksida. Karbondioksida akan terus-
menerus diproduksi oleg jaringan sebagai produk sisa metabolisme dan secara tetap
ditambahkan ke darag di tingkat kapiler sistemik. Di kapiler paru, karbondioksida akan
berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya. Hanya saja, tekanan parsial karbondioksida
lebih kecil, yaitu 40 mmHg.
Saat melewati paru, oksigen akan berdifusi ke dalam darah dan karbondioksida akan
berdifusi keluar darah dan kembali ke paru dengan menuruni gradien tekanan parsial.
66
C. Transportasi Gas
Oksigen diangkut terutama dalam keadaan berikatan dengan hemoglobin ke kapiler
jaringan. Di dalam jaringan, oksigen akan dipakai untuk bereaksi dengan bahan makanan
untuk mendapatkan energy (ATP) dan juga menghasilkan karbondioksida. Karbondioksida
ini kemudian akan masuk ke kapiler jaringan dan diangkut kembali ke paru.
1. Transpor oksigen dalam darah
Sekitar 97% oksigen diangkut ke jaringan dalam keadaan terikat dengan Hb secara
kimiawi, sisanya diangkut ke jaringan dalam kadaan larut di dalam cairan plasma dan
sel. Hb berikatan dengan oksigen jika PO2 tinggi. Ketika darah melewati kapiler paru
dengan PO2 tinggi (100 mmHg), Hb akan menyerap banyak oksigen. Sewaktu melewakit
kapiler jaringan, PO2 akan menurun (40 mmHg) sehingga Hb akan membebaskan
sejumlah besar oksigen yang kemudian akan kembali berdifusi menuju paru-paru
(Guyton 2009)
2. Transpor karbondioksida dalam darah
Sekitar 70% karbondioksida diangkut dalam ion bikarbonat (HCO3-) sedangkan 23%
terikat bersama Hb dan protein plasma, sisanya 7% larut dalam cairan darah (Guyton
2009)
Transpor dalam bentuk HCO3-
Karbondioksida adalah hasil metabolisme dari pemakaian oksigen yang direaksikan
dengan zat-zat makanan. Energi yang dihasilkan akan disimpan tubuh sebagai ATP
sedangkan karbondioksida akan larut dalam air di sel darah merah dengan membentuk
H2CO3 (asam karbonat). Reaksi ini dikatalis oleh enzim karbonat anhydrase. Secara
parsial asam karbonat ini akan terpecah menjadi ion hydrogen dan ion karbonat. Ion
hydrogen ini akan bereaksi dengan Hb sedangkan ion karbonat akan berdifusi ke dalam
plasma dan ion klorida akan berdifusi ke sel darah merah untuk menggantikan tempat ion
karbonat (chloride shift).
Transpor dalam ikatan Hb dan plasma darah
Beberapa molekul karbondioksida (23%) dapat bereaksi langsung dengan Hb
dengan membentuk senyawa karboaminohemoglobin (HbCO2). Kombinasi ini adalah
reaksi reversibel yang merupakan ikatan longgar yang mudah dibebaskan ke alveolus
ketika PCO2 lebih rendah dari kapiler jaringan.
D. Kontrol Pernapasan
67
Pola bernapas yang ritmik dihasilkan oleh aktivitas saraf yang siklik ke otot-otot
pernapasan. Kontrol saraf respirasi melibatkan tiga komponen (Sherwood 2011):
1. Faktor yang menghasilkan irama inspirasi atau ekspirasi bergantian
2. Faktor yang mengatur besar ventilasi (Kecepatan dan kedalaman bernapas) untuk
kebutuhan tubuh
3. Faktor yang memodifikasi aktivitas pernapasan untuk tujuan lain (untuk bicara atau
maneuver batuk dan bersin)
Modifikasi ini dapat bersifat volunter, misalnya kontrol pernapasan saat berbicara, atau
involunter, misalnya manuver pernapasan yang terjadi pada saat batuk atau bersin.
Pusat kontrol pernapasan yang terletak di batang otak bertanggung jawab untuk
menghasilkan pola bernapas yang berirama. Pusat kontrol pernapasan primer, pusat
pernapasan medulla (medullary respiratory center), terdiri dari beberapa agregat badan sel
saraf di dalam medulla yang menghasilkan keluaran ke otot pernapasan. Selain itu, terdapat
dua pusat pernapasan lain yang lebih tinggi di batang otak, di pons, yaitu pusat apnustik dan
pusat pneumotaksik. Pusat-pusat di pons ini mempengaruhi keluaran dari pusat pernapasan
medula. Bagaimana pastinya berbagai daerah ini berinteraksi untuk menciptakan ritmisitas
bernapas masih belum jelas, tetapi faktor-faktor berikut diduga berperan.
1. Neuron inspirasi dan ekspirasi di pusat medulla
Kita bernapas secara berirama karena kontraksi dan relaksasi berganti-ganti otot-otot
pernapasan, yaitu diafragma dan otot antariga eksternal, yang masing-masing dipersarafi oleh
saraf frenikus dan saraf interkostalis. Badan sel dari serat-serat saraf yang membentuk saraf-
saraf tersebut terletak di korda spinalis. Impuls yang berasal dari pusat medulla berakhir di
badan sel neuron motorik ini. Pada saat diaktifkan, neuron-neuron motorik ini kemudian
merangsang otot-otot pernapasan, sehingga terjadi inspirasi; sewaktu neuron-neuron ini tidak
aktif, otot-otot inspirasi melemas dan terjadi ekspirasi. Pusat pernapasan medulla terdiri dari
dua kelompok neuron yang dikenal sebagai kelompok pernapasan dorsal dan kelompok
pernapasan ventral.2
Kelompok respirasi dorsal (dorsal respiratory group, DRG) terutama terdiri dari neuron
inspirasi yang serat-serat desendensnya berakhir di neuron motorik yang mempersarafi otot-
otot inspirasi. Saat neuron-neuron inspirasi DRG membentuk potensial aksi, terjadi inspirasi;
ketika mereka berhenti melepaskan muatan, terjadi ekspirasi. Ekspirasi berakhir saat neuron-
neuron inspirasi kembali mencapai ambang dan melepaskan muatan. Dengan demikian, DRG
pada umumnya dianggap sebagai penentu irama dasar ventilasi.2
68
DRG memiliki interkoneksi penting dengan kelompok respirasi ventral (ventral
respiratory group, VRG). VRG terdiri dari neuron inspirasi dan neuron ekspirasi, yang
keduanya tetap inaktif selama bernapas tenang. Daerah ini diaktifkan oleh DRG sebagai
mekanisme overdrive (penambah kecepatan) selama periode pada saat kebutuhan akan
ventilasi meningkat. Selama bernapas tenang, tidak ada impuls yang dihasilkan di jalur-jalur
desendens dari neuron ekspirasi. Hanya selama ekspirasi aktif, neuron-neuron ekspirasi
merangsang neuron motorik yang mempersarafi otot ekspirasi. Selain itu, neuron inspirasi
VRG, apabila dirangsang oleh DRG, memacu aktivitas inspirasi saat kebutuhan akan
ventilasi meningkat.2
Pengaruh pusat pneumatik dan apnustik
Pusat pneumotaksik mengirim impuls ke DRG yang membantu ‘mematikan’/swith off
neuron inspirasi, sehingga durasi inspirasi dibatasi. Sebaliknya, pusat apnustik mencegah
neuron inspirasi dari proses switch off, sehingga menambah dorongan inspirasi. Pusat
pneumotaksik lebih dominan daripada pusat apnustik.2
Refleks Hering-Breuer
Apabila tidal volume besar (lebih dari 1 liter), misalnya ketika berolahraga, refleks
Hering-Breuer dipicu untuk mencegah pengembangan paru berlebihan. Reseptor regang paru
(pulmonary stretch reflex) yang terletak di dalam lapisan otot polos saluran pernapasan
diaktifkan oleh peregangan paru jika tidal volume besar.
2. Pengatur besarnya ventilasi
Seberapapun banyaknya O2 yang diesktraksi dari darah atau CO2 yang ditambahkan ke
dalamnya di tingkat jaringan, PO2 dan PCO2 darah arteri sistemik yang meninggalkan paru tetap
konstan, yang menunjukkan bahwa kandungan gas darah arteri diatur secara ketat. Gas-gas
darah arteri dipertahankan dalam rentang normal secara eksklusif dengan mengubah-ubah
kekuatan ventilasi untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan penyerapan O2 dan pengeluaran
CO2.
Pusat pernapasan medula menerima masukan yang memberi informasi mengenai
kebutuhan tubuh akan pertukaran gas. Kemudian pusat ini berespons dengan mengirim
sinyal-sinyal yang sesuai ke neuron motorik yang mempersarafi otot-otot pernapasan untuk
menyesuaikan kecepatan dan kedalaman ventilasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tersebut. Dua sinyal yang paling jelas untuk meningkatkan ventilasi adalah penurunan PO2
arteri dan pengikatan PCO2 arteri. Kedua faktor ini memang mempengaruhi tingkat ventilasi,
69
tetapi tidak dengan derajat yang sama dan melalui jalur yang sama. Juga terdapat faktor
ketiga, H+, yang berpengaruh besar pada tingkat aktivitas pernapasan.
3. Ventilasi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak berkaitan dengan kebutuhan
pasokan O2 atau pengeluaran CO2
Kecepatan dan kedalaman bernapas dapat dimodifikasi oleh sebab-sebab di luar
kebutuhan akan pasokan O2 atau pengeluaran CO2. Refleks-refleks protektif, misalnya bersin
dan batuk, secara temporer mengatur aktivitas pernapasan sebagai usaha untuk mengeluarkan
bahan-bahan iritan dari saluran pernapasan. Inhalasi bahan iritan tertentu sering memicu
penghentian ventilasi. Nyeri yang berasal dari bagian lain tubuh secara refleks merangsang
pusat pernapasan (sebagai contoh, seseorang ‘megap-megap’ jika merasa nyeri). Modifikasi
bernapas secara involunter juga terjadi selama ekspresi berbagai keadaan emosional,
misalnya tertawa, menangis, bernapas panjang, dan mengerang.
Modifikasi yang dicetuskan oleh emosi ini diperantarai oleh hubungan-hubungan antara
sistem limbik otak (yang bertanggung jawab untuk emosi) dan pusat pernapasan. Selain itu,
pusat pernapasan secara refleks dihambat selama proses menelan, pada saat saluran
pernapasan ditutup untuk mencegah makanan masuk ke paru.
Manusia juga memiliki kontrol volunter yang cukup besar terhadap ventilasi. Kontrol
bernapas secara volunter dilakukan oleh korteks serebrum, yang tidak bekerja pada pusat
pernapasan di otak, tetapi melalui impuls yang dikirim secara langsung ke neuron-neuron
motorik di korda spinalis yang mempersarafi otot pernapasan. Kita dapat secara sengaja
melakukan hiperventilasi atau pada keadaan ekstrim yang lain, menahan napas kita, tetapi
hanya untuk jangka waktu yang singkat. Perubahan-perubahan kimiawi yang kemudian
terjadi di darah arteri secara langsung dan secara refleks mempengaruhi pusat pernapasan
yang kemudian mengalahkan masukan volunter ke neuron motorik otot pernapasan. Selain
bentuk-bentuk ekstrim pengontrolan pernapasan tadi, kita juga mengontrol pernapasan untuk
melakukan berbagai tindakan volunter, misalnya berbicara, bernyanyi, dan bersiul.
3. Gagal jantung
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringa. Gagal jantung kongestif adalah
keadaan dimana terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme
kompensatoriknya.
70
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut
dengan rata-rata umur 74 tahun. Prognosis dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau
penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal
dunia dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan dan pada keadaan gagal jantung berat lebih
dari 50 % akan meninggal pada tahun pertama
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The New York Heart
Association (NYHA) Classification for Heart Failure membaginya menjadi 4 kelas,
berdasarkan hubungannya dengan gejala dan jumlah atau usaha yang dibutuhkan untuk
menimbulkan gejala, sebagai berikut :
1. Kelas I : Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan aktivitas fisik,
dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan sesak napas.
2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya pembatasan
aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.
3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya pembatasan
aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan dari kegiatan biasa sudah
memberi gejala lelah, sesak napas.
4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan kegiatan
apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat beristirahat.
1. Anamnesis
Identitas: Mr. Manaf, 57 tahun, seorang akuntan
Keluhan:
- Sesak napas
- Mudah lelah
- Batuk pada malam hari
- Mual
- Hilang nafsu makan
- Chest discomfort
Riwayat sebelumnya:
- Dalam pengobatan hipertensi
- Perokok berat
- Kurang berolahraga
71
Riwayat keluarga:
- Tidak ada riwayat premature coronary disease
2. Pemeriksaan fisik
- Orthopneu
- Obes I
- Takikardi
- Hipertensi
- Takipnea
- Pucat
- Rales (+) wheezing (+)
- Hepatomegali
- Minimal ankle edema
3. Pemeriksaan lab
- Dislipidemia
- ↑ LED
- ↑ SGOT dan SGPT
4. Pemeriksaan tambahan
Chest x-ray
- CTR > 50%, boot-shaped cardiac
- Kerley’s line (+)
- Sign of chepalization
- LV strain
ECG
- AF
- LAD
- Takikardia
- QS pattern V1-V4
- LV strain
Kriteria Diagnosis CHF menurut Framingham
72
Diagnosis banding
Penyakit
CHF
Congestif
Heart Failure
COPD
Cronic Obstructive
Pulmonary Disease
Heart
attackPneumonia
Nyeri dada √ √ √ √
Nafas Pendek √ √ √ √
Fatigue √ √ √ √
Nausea √ - √ √
Takikardia √ √ √ -
Wheezing √ √ - √
Edema pada ankle √ - - -
Hepatomegali √ - - -
JVP ↑ V - - -
Pemeriksaan penunjang
73
Pemeriksaan Pada Seluruh Pasien Tujuan
Echocardiography Menilai struktur dan fungsi kardiak, menilai
fraction ejectionEKG Menentukan ritme jantung, Heart rate, bentuk
kompleks QRS, durasi kompleks QRS
Blood chemistry (sodium, potassium, calcium,
urea / BUN, kreatinin, GFR, enzim hati,
Menentukan apakah sang penderita cocok
untuk diberi diuretic, RAAS inhibitor,
Hitung darah lengkap Mendeteksi adanya anemia
Pemeriksaan BNP dan ANP
Foto Thorax Meng-exclude penyebab penyakit lain seperti
kanker paru, melihat perkembangan edema paru
Coronary angiography Untuk mengevaluasi arteri mana yang terkena
Etiologi
Penyakit Jantung Koroner
Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk menderita penyakit gagal
jantung, terutama penyakit jantung koroner dengan hipertrofi ventrikel kiri. Lebih dari 36%
pasien dengan penyakit jantung koroner selama bnnn uu7-8 tahun akan menderita penyakit
gagal jantung kongestif. Pada negara maju, sekitar 60-75% pasien penyakit jantung koroner
menderita gagal jantung kongestif. Bahkan dua per tiga pasien yang mengalami disfungsi
sistolik ventrikel kiri disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner.
Hipertensi
Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan komplikasi terjadinya gagal
jantung. Berdasarkan studi Framingham dalam Cowie tahun 2008 didapati bahwa 91%
pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Studi terbaru Waty tahun 2012 di Rumah
Sakit Haji Adam Malik menyebutkan bahwa 66.5% pasien gagal jantung memiliki riwayat
hipertensi. Hipertensi menyebabkan gagal jantung kongestif melalui mekanisme disfungsi
sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi
terjadinya infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan berujung pada
gagal jantung kongestif.
Cardiomiopathy
Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak disebabkan oleh
penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan kongenital. Cardiomiopathy terdiri
dari beberapa jenis. Diantaranya ialah dilated cardiomiopathy yang merupakan salah satu
74
penyebab tersering terjadinya gagal jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy berupa
dilatasi dari ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini
disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan penambahan
jaringan fibrosis. Hipertrophic cardiomiopathy merupakan salah satu jenis cardiomiopathy
yang bersifat herediter autosomal dominan. Karakteristik dari jenis ini ialah abnormalitas
pada serabut otot miokardium. Tidak hanya miokardium tetapi juga menyebabkan hipertrofi
septum. Sehingga terjadi obstruksi aliran darah ke aorta (aortic outflow). Kondisi ini
menyebabkan komplians ventrikel kiri yang buruk, peningkatan tekanan diastolik disertai
aritmia atrium dan ventrikel. Jenis lain yaitu Restrictive and obliterative cardiomiopathy.
Karakteristik dari jenis ini ialah berupa kekakuan ventrikel dan komplians yang buruk,
tidak ditemukan adanya pembesaran dari jantung. Kondisi ini berhubungan dengan gangguan
relaksasi saat diastolik sehingga pengisian ventrikel berkurang dari normal. Kondisi yang
dapat menyebabkan keadaan ini ialah Amiloidosis, Sarcoidosis, Hemokromasitomatosis dan
penyakit resktriktif lainnya.
Kelainan Katup Jantung
Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering menyebabkan gagal jantung
kongestif ialah Regurgitasi Mitral. Regurgitasi mitral meningkatkan preload sehingga terjadi
peningkatan volume di jantung. Peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk
berkontraksi lebih kuat agar darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh tubuh. Kondisi ini
jika berlangsung lama menyebabkan gagal jantung kongestif.
Aritmia
Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung tanpa perlu adanya
faktor concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi. 31% dari pasien gagal jantung
ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilasi dan ditemukan 60% pasien gagal jantung
memiliki gejala atrial fibrilasi setelah dilakukan pemeriksaan echocardiografi. Aritmia tidak
hanya sebagai penyebab gagal jantung tetapi juga memperparah prognosis dengan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Alkohol dan Obat-obatan
Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan atrial fibrilasi ataupun
gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka panjang menyebabkan dilated
cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh
konsumsi alkohol jangka panjang. Sementara itu beberapa obat yang memiliki efek toksik
terhadap miokardium diantaranya ialah agen kemoterapi seperti doxorubicin dan zidovudine
yang merupakan antiviral.
75
Lain-lain
Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk menyebabkan penyakit
gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan pada wanita belum ada fakta yang
konsisten. Sementara diabetes merupakan faktor independen dalam mortalitas dan
kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif melalui mekanisme perubahan
struktur dan fungsi dari miokardium. Selain itu, obesitas menyebabkan peningkatan
kolesterol yang meningkatkan resiko penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab
utama dari gagal jantung kongestif. Berdasarkan studi Framingham disebutkan bahwa
diabetes merupakan faktor resiko yang untuk kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang berujung
pada gagal jantung.
Faktor resiko
1. Tidak dapat diubah
a. Usia (laki laki ≥ 45 tahun; perempuan ≥ 55 tahun atau menepouse premature tanpa terapi
penggantian esterogen)
b. Riwayat CAD pada keluarga (MI pada ayah atau saudara laki laki sebelum umur 55 tahun
atau pada ibu dan saudara perempuan sebelum umu 65 tahun)
2. Dapat diubah
a. Hiperlipidemia (LDL-C) batas atas, 130-159 mg/dl; tinggi ≥ 160 mg/dl
b. HDL-C rendah ≤ 40 mg/dl
c. Hipertensi ≥ 140/90 mmHg (diberi obat hipertensi)
d. Merokok
e. DM
f. Obesitas
g. Ketidakaktifan fisik
h. Hiperhomosisteinemia
Patofisiologi
Mekanisme Dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat
penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.
Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan
volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel,
terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan
76
tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVDEP, terjadi pula
peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung
selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-
paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik
anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi
transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan
drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat
mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru. Tekanan arteri
paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi
pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian
seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya
akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh regurgitasi
fungsional dan katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara bergantian. Regurgitasi
fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau perubahan
orientasi otot papilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.
Mekanisme Kompensasi Pada Gagal Jantung
Bila curah jantung karena suatu keadaan menjadi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh, maka jantung akan memakai mekanisme kompensasi.
Mekanisme kompensasi ini sebenarnya sudah dan selalu dipakai untuk mengatasi beban
kerja ataupun pada saat menderita sakit. Bila mekanisme ini telah secara maksimal digunakan
dan curah jantung tetap tidak cukup maka barulah timbul gejala gagal jantung. Mekanisme
kompensasi ini terdiri dari beberapa macam dan bekerja secara bersamaan serta saling
mempengaruhi, sehingga secara klinis tidak dapat dipisah-pisahkan secara jelas.
Dengan demikian diupayakan memelihara tekanan darah yang masih memadai untuk perfusi
alat-alat vital.Mekanisme ini mencakup: 1) Mekanisme Frank-Starling, 2) pertumbuhan
hipertrofi venatrikel, dan 3) aktifasi neurohormonal.
a. Mekanisme Frank Starling
Gagal jantung akibat penurunan kontrak tilitas ventrikel kiri menyebabkan pergeseran kurva
penampilan ventrikel ke bawah. Karena itu, pada setiap beban awal, isi sekuncup menurun
dibandingkan dengan normal dan setiap kenaikan isi sekuncup pada gagal jantung menuntut
kenaikan volume akhir diastolik lebih tinggi dibandingkan normal.
77
Penurunan isi sekuncup mengakibatkan pengosongan ruang yang tidak sempurna sewaktu
jantung berkontraksi; sehingga volume darah yang menumpuk dalam ventrikel semata diastol
lebih tinggi dibandingkan normal. Hal ini bekerja sebagai mekanisme kompensasi karena
kenaikan beban awal (atau volume akhir diastolik) merangsang isi sekuncup yang lebih besar
pada kontraksi berikutnya, yang membantu mengosongkan ventrikel kiri yang membesar.
b. Hipertrofi Ventrikel
Pada gagal jantung, stres pada dinding ventrikel bisa meningkat baik akibat dilatasi
(peningkatan radius ruang) atau beban akhir yang tinggi (misalnya pada stenosis aortik atau
hipertensi yang tidak terkendali). Peninggian stres terhadap dinding ventrikel yang terus
menerus merangsang pertumbuhan hipertrofi ventrikel dan kenaikan massa ventrikel.
Peningkatan ketebalan dinding ventrikel adalah suatu mekanisme kompensasi yang berfungsi
untuk mengurangi stres dinding (ingat bahwa ketebalan dinding adalah faktor pembagi pada
rumus stres dinding), dan peningkatan massa serabut otot membantu memelihara kekuatan
kontraksi ventrikel.
Meskipun demikian, mekanisme kompensasi ini harus diikuti oleh tekanan diastolik ventrikel
yang lebih tinggi dari normal dengan demikian tekanan atrium kiri juga meningkat, akibat
peninggian kekakuan dinding yang mengalami hipertrofi. Pola hipertrofi yang berkembang
bergantung pada apakah beban yang di hadapi bersifat kelebihan beban volume atau, tekanan
yang kronis. Dilatasi ruang yang kronis akibat kelebihan volume, misalnya pada regurgitasi
mitral atau aorta yang menahun, mengakibatkan sintesis sarkomer-sarkomer baru Secara seri
dengan sarkomer yang lama. Akibatnya radius ruang ventrikel membesar dan ini berkembang
sebanding dengan peningkatan ketebalan dinding. Hal ini disebut hipertrofi eksentrik.
Kelebihan tekanan yang kronis, misalnya pada hipertensi atau stenosis aortik, mengakibatkan
sintesis sarkomer-sarkomer baru yang berjalan sejajar dengan sarkomer lama, sehingga
terjadilah hipertrofi konsentrik, dimana tebal dinding meningkat tanpa adanya dilatasi ruang.
Dengan demikian stres dinding bisa dikurangi secara bermakna.
c. Aktifasi neurohormonal
Perangsangan neurohormonal merupakan mekanisme kompensasi yang mencakup sistim
syaraf adrenergik, sistim renin-angiotensin, peningkatan produksi hormon antidiuretik, semua
sebagai jawaban terhadap penurunan curah jantung.
Semua mekanisme ini berguna untuk meningkatkan tahanan pembuluh sistemik, sehingga
mengurangi setiap penurunan tekanan darah (ingat rumus tekanan darah - curah jantung x
78
tahanan perifer total). Selanjutnya semua ini menyebabkan retensi garam dan air, yang pada
awalnya bermanfaat meningkatkan volume intravaskuler dan beban awal ventrikel kiri,
sehingga memaksimalkan isi sekuncup melalui mekanisme Frank Starling.
Segi negatif aktifasi neurohormonal yang berlebih adalah seringnya terjadi akibat yang jelek
pada jantung yang sudah payah.
Sistem syaraf adrenergik
Penurunan curah jantung pada gagal jantung dirasakan oleh reseptor-reseptor di sinus karotis
dan arkus aorta sebagai suatu penurunan porfusi. Reseptor-reseptor ini lalu mengurangi laju
pelepasan rangsang sebanding dengan penurunan tekanan darah. Sinyalnya dihantarkan
melalui syaraf kranial ke IX dan X ke pusat pengendalian kardiovaskuler di medula.
Sebagai akibatnya arus simpatis ke jantung dan sirkulasi perifer meningkat, dan tonus
parasimpatis berkurang. Ada tiga hal yang segeraterjadi:1) peningkatan laju debar jantung,2)
peningkatan kontraktilitas ventrikel, dan 3) vasokonstriksi akibat stimulasi reseptor-reseptor
alfa pada vena-vena dan arteri sistemik. Peninggian laju debar jantung dan kontraktilitas
ventrikel secara langsung meningkatkan curah jantung. Vasokonstriksi pada sirkulasi vena
dan arteri juga bermanfaat pada awalnya.
Konstriksi vena mengakibatkan peningkatan aliran balik darah ke jantung, sehingga
meningkatkan beban awal dan meningkatkan isi sekuncup melalui mekanisme Frank Starling,
bila jantung bekerja pada bagian yang menaik pada kurva penampilan ventrikel.
Konstriksi arteriolar pada gagal jantung meningkatkan tahanan pembuluh perifer Sehingga
membantu memelihara tekanan darah. Adanya distribusi regional reseptor-reseptor alfa
sedemikian rupa menyebabkan aliran darah di redistribusi ke alat-alat vital (jantung dan otak)
dan dikurangi ke kulit, organ-organ splanknik dan ginjal.
Sistem Renin Angiotensin
Sistem ini diaktifasi pada gagal jantung. Rangsang untuk mensekresi renin dan sel-sel
jukstaglomerular mencakup : 1) penurunan perfusi arteri renalis sehubungan dengan curah
jantung yang rendah, dan 2) rangsang langsung terhadap reseptor-reseptor B2
jukstaglomerular oleh sistem syaraf adrenergik yang teraktifasi. Renin bekerja pada
angiotensiogen dalam sirkulasi, menjadi angiotensin I, yang kemudian diubah dengan cepat
oleh ensim pengubah angiotensin (ACE) menjadi angiotensin II (All), suatu vasokonstriktor
yang kuat.
Peningkatan kadar All berperan meningkatkan tahanan perifer total dan memelihara tekanan
darah sistemik. Angiotensin II juga bekerja meningkatkan volume intravaskuler melalul dua
79
mekanisme yaitu di hipotalamus merangsang rasa haus dan akibatnya meningkatkan
pemasukan cairan, dan bekerja pada korteks adrenal untuk meningkatkan sekresialdosteron.
Aldosteron meningkatkan resorpsi natrium dan tubuh distal ke dalam sirkulasi. Kenaikan
volume intravaskuler lalu meningkatkan beban awal dan karenanya meningkatkan curah
jantung melalui mekanisme Frank Starling.
Hormon antidiuretlk
Pada gagal jantung, sekresi hormon ini oleh kelenjar hipofisis posterior - meningkat, mungkin
diantarai oleh rangsang terhadap baroreseptor di arteri dan atrium kiri, serta oleh kadar All
yang meningkat dalam sirkulasi.
Hormon antidiuretik berperan meningkatkan volume intravaskuler karena ia meningkatkan
retensi cairan melalui nefron distal. Kenaikan cairan intravaskuler inilah yang meningkatkan
beban awal ventrikel kiri dan curah jantung.
Meskipun ketiga mekanisme kompensasi neurohormonaI yang sudah diuraikan diatas pada
awalnya bisa bermanfaat, pada akhirnya membuat keadaan menjadi buruk. Peningkatan
volume sirkulasi dan aliran balik vena ke Jantung bisa memperburuk bendungan pada
vaskuler paru sehingga memperberat keluhan-keluhan akibat kongesti paru. Peninggian
tahanan arteriol meningkatkan beban akhir dinama jantung yang sudah payah harus
berinteraksi, sehingga pada akhirnya isi sekuncup dan curah jantung menjadi lebih berkurang.
Oleh karena itu terapi dengan obat-obatan sering disesuaikan untuk memperlunak mekanisme
kompensasi neurohormonal ini.
Peptida natrluretik atrium (atrial natriuretic peptide)
Ini adalah suatu hormon kontraregutasi yang disekresi oleh atrium sebagai respon terhadap
peninggian tekanan intrakardiak. Kerjanya terutama berlawanan dengan hormon-hormon lain
yang diaktifasi dalam keadaan gagal jantung, sehingga mensekresi natrium dan air,
menimbulkan vasodilatasi, inhibisi sekresi renin, dan mempunyai sifat antagonis terhadap
efek All pada vasopresin dan sekresi aldosteron. Meskipun kadar peptida ini dalam plasma
meninggi, efeknya dapat ditumpulkan oleh berkurangnya respon organ-akhir (misalnya
ginjal).
Awalnya, respons kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan. Namun
akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja
jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena
paru dan sistemik. Vasokonstriksi arteri dan redistribusi aliran darah mengganggu perfusi
80
jaringan pada anyaman vascular yang terkena, serta menimbulkan gejala dan tanda (seperti
berkurangnya jumlah keluaran urine dan kelemahan tubuh).
Vasokonstriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi
terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung.
Akibatnya, kerja jantung akan meningkat dan meningkatkan kebutuhan oksisgen jantung.
Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan
MVO2. Jika peningkatan MVO2 ini tidak dapat dipenuhi dengan meningkatkan suplai
oksigen miokard, akan terjad i iskemia miokard dan gangguan miokardium lainnya.
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya gagal
jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel
mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan jantung.
Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :
Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites,
hepatomegali, dan edema perifer.
Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium.
Terapi
Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah:
Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan farmakologis.
Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik diet dan
istirahat.
Terapi Farmakologi
Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala volume berlebihan
seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal, menurunkan volume plasma selanjutnya
menurunkan preload untuk mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan juga
menurunkan afterload agar tekanan darah menurun.
Antagonis aldosteron
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.
Obat inotropik
81
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
Glikosida digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan volume distribusi.
Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena
menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena.
Inhibitor ACE
Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi aldosteron
sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ini juga menurunkan
retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg menyebabkan peningkatan curah jantung.
Terapi non farmakologi
Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti: diet rendah
garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari
rokok, olahraga teratur.
Pencegahan
Kunci untuk mencegah gagal jantung adalah mengurangi faktor-faktor risiko. Anda dapat
mengontrol atau menghilangkan banyak faktor-faktor risiko penyakit jantung - tekanan darah
tinggi dan penyakit arteri koroner, misalnya - dengan melakukan perubahan gaya hidup
bersama dengan bantuan obat apa pun yang diperlukan.
Perubahan gaya hidup dapat Anda buat untuk membantu mencegah gagal jantung meliputi:
Tidak merokok
Mengendalikan kondisi tertentu, seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan diabetes
Tetap aktif secara fisik
Makan makanan yang sehat
Menjaga berat badan yang sehat
Mengurangi dan mengelola stress
Komplikasi
Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau deep
venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF
berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan perburukan
82
dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker
dan pemberian warfarin).
Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis
ditinggikan.
Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden cardiac death
(25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker,
dan vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai peranan. Pasien dengan gagal jntung
kongestif mempunyai risiko untuk mengalami aritmia, biasanya disebabkan karena
tachiaritmias ventrikuler yang akhirnya menyebabkan kematian mendadak.
Efusi pleura: di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler. Transudasi cairan terjadi dari
kapiler masuk ke dalam ruang pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus bawah darah.
Hepatomegali: karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga
menyebabkan perubahan fungsi hati. Kematian sel hati, terjadi fibrosis dan akhirnya sirosis.
4. Penyakit Jantung Hipertensi
Definisi
Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit
jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung,
penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis, yang disebabkan kerana peningkatan
tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung.(3)
Hypertensi heart disease merujuk ke kondisi yang berkembang sebagai akibat dari hipertensi,
dimana sepuluh persen dari individu-individu dengan hipertensi kronis yang telah mengalami
pembesaran ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy) dengan tujuh kali lipat dari sifat
mudah kena sakit dan resiko kematian akibat kegagalan jantung congestive, gangguan hati
rhythms (ventrikel arrhythmias) dan serangan jantung (myocardial/ infarction).(4)
Pathofisiologi
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan
darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi
hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan
ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung.
Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi
83
kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin
terancam seiring parahnya aterosklerosis koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi kerana
gabungan penyakit arterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang
bertambah akibat penambahan massa miokard.(3)
Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensif adalah hipertrofi ventrikel kiri yang terjadi
sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembutuh perifer dan beban akhir
ventrikel kiri. Faktor yang menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya
peningkatan diastol. Pengaruh beberapa faktor humoral seperti rangsangan simpato-adrenal
yang meningkat dan peningkatan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) belum
diketahui, mungkin sebagai penunjang saja. Pengaruh faktor genetik disini lebih jelas. Fungsi
pompa ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi dan
terjadinya aterosklerosis koroner. Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi
adalah difus (konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat
tanpa perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada stadium
selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur, dan akhirnya
eksentrik, akibat terbatasnya aliran darah koroner. Khas pada jantung dengan hipertrofi
eksentrik menggambarkan berkurangnya rasio antara massa dan volume, oleh karena
meningkatnya volum diastolik akhir. Hal ini diperlihatkan sebagai penurunan secara
menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksi ejeksi), peningkatan tegangan dinding ventrikel
pada saat sistol dan konsumsi oksigen otot jantung, serta penurunan efek mekanik pompa
jantung, Hal-hal yang memperburuk fungsi mekanik vantrikel kiri berhubungan erat bifa
disertai dengan penyakit jantung koroner.(2)
Penyebab dan Faktor Resiko
Tekanan darah tinggi akan meningkatkan kerja jantung, dan seiring waktu, hal ini dapat
menyebabkan otot jantung menjadi lemah. Fungsi jantung sebagai pompa terhadap
peninggian tekanan darah di atrium kiri diperbesar ke bilik jantung dan jumlah darah yang
dipompa oleh jantung setiap menit (output jantung) menjadi turun, dimana tanpa pengobatan,
gejala-gejala kegagalan janutng ingestive dapat berkembang.(5)
Tekanan darah tinggi yang paling umum adalah faktor resiko untuk penyakit jantung dan
stroke. Ischemic dapat menyebabkan penyakit jantung (penurunan suplai darah ke otot
jantung pada kejadian anginapektoris dan serangan jantung) dari peningkatan pasokan
oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang lemah.(5)
84
Tekanan darah tinggi juga memberikan kontribusi untuk bahan dari dinding pembuluh darah
yang pada gilirannya dapat memperburuk atheroscherotis. Hal ini juga akan meningkatkan
resiko serangan jantung dan stroke.(5)
Keluhan dan Gejala
Pada tahap awal, seperti hipertensi pacla urmimnya kebanyakan pasien tidak ada keluhan.
Bila sitnioma ik, maka bins mya disebabkan oleh
1. Peninggian tekanan darah itu sendiri. Seperti berdebar-debar, rasa melayang (dizzy) dan
impoten
2. Penyakit jantung/hipertensi vaskular seperti cepat capek, sesak napas, sakit dada (iskemia
miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan vaskular lainnya
adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena perdarahan retina, transient serebral
ischemic.
3. Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsia, poliuria, dan kelemahan otot pada
aldosteronisme primer, peningkatfin BB dengan emosi yang labil pada sindrom Cushing.
Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak
keringat dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy).(1)
Gambaran Klinik
Pada stadium dini hipertensi, tampak tanda-tanda akibat rangsangan simpatis yang kronis.
Jantung berdenyut cepat dan kuat. Terjadi hipersirkulasi yang mungkin akibat aktifitas sistem
neurohumoral yang meningkat disertai dengan hipervolemia. Pada stadium selanjutnya,
timbul mekanisme kompensasi pada otot jantung berupa hipertrofi ventrikel kiri yai.g difus,
tahanan pembuluh darah perifer meningkat.
Gambaran klinik seperti sesak natas, salah satu dari gejala gangguan fungsi diastolik, tekanan
pengisian ventrikel meningkat, walaupun fungsi sistolik masih normal. Bila berkembang
terus, terjadi hipertrofi yang eksentrik dan akhirnya menjadi dilatasi ventrikel, dan timbul
gejala payah jantung. Stadium ini kadangkala disertai dengan gangguan pada faktor koroner.
Adanya gangguan sirkulasi pada cadangan aiiran darah koroner akan memperburuk kelainan
fungsi mekanik/pompa jantung yang selektif.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis dimulai dengan menilai keadan umum: memperhatikan keadaan khusus
seperti: Cashing, feokromasitoina, perkembangan tidak proporsionalnya tubuh atas dibanding
85
bawah yang sering ditemukan pada pada koarktwsio aorta. Pengukuran tekanan darah di
tangan kiri dan kanan saat tidur dan berdiri. Funduskopi dengan klasifikasi Keith-Wagener-
Barker sangat berguna untuk menilai prognosis. Palpasi dan auskultasi arterikarotis untuk
menilai stenosis atau oklusi.
Pemeriksaan jantung untuk mencari pembesaran jantung ditujukan untuk menilai HVK dan
tanda-tanda gagal jantung. Impuls apeks yang prominen. Bunyi jantung S2 yang meningkat
akibat kerasnya penutupan katup aorta. Kadang ditemukan murmur diastolik akibat
regurgitasi aorta, Bunyi S4 (gallop atrial atau presistolik) dapat ditemukan akibat dari
peninggian tekanan atrium kiri. Sedangkan bunyi S3 (gallop vetrikel atau protodiastolik)
ditemukan bila tekanan akhir diastolik ventnkel kiri meningkat akibat dari dilatasi ventnkel
kiri.Bila S3 dan S4 ditemukan bersama disebut summation gallop. Paru perlu diperhatikan
apakah ada suara napas tambaban seperti ronki basah atau ronli kering/mengi. Pemeriksaan
perut ditujukan untuk mencari aneurisma, pembesaran hati, limpa, ginjal dan usites.
Auskultasi bising sekitar kiri kanan umbilikus (renal artery stenosis). Arteri radialis, Arteri
femoralis dan arteri dorsalis pedia harus diraba. Tekanan darah di betis harus diukur minimal
sekali pada hipertensi umur muda (kurang dari 30 tahun).(2)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium awal meliputi:
Urinalisis.-protein, leukosit, eritrosit, dan silinder
Hemoglobin/hematokrit
Elektrolit darah:Kalium
Ureum/kreatinin
Gula darah puasa
Kolesterol total
Elektrokardjografi menunjukkan HVK pada sekitar 20-5 0% (kurang sensitif) tetapi masih
menjadi metode standard.(1)
Pemeriksaan laboratorium darah rutin yang diperlukan adalah hematokrit, ureum dan
kreatinin, untuk menilai fungsi ginjal. Selain itu juga elektrolit untuk melihat kemungkinan
adanya kelainan hormonal aldosteron. Pemeriksaan laboratorium urinalisis juga diperlukan
untuk melihat adanya kelainan pada ginjal.(2)
86
Pemeriksaan Elektrokardiogram
Tampak tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri dan strain
Gambaran EKG berikut dapat menampilkan berbagai bentuk abnormal.
Bukti pembesaran atrial kiri – broad P gelombang disayap rujukan menonjol dan lebar
tertunda defleksi negatif dalam V1 (lihat media file 1-2)
Pemeriksaan Ekokardiografi
Ekokardiografi adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang akurat untuk memantau
terjadinya hipertrofi ventrikel, hemodinamik kardiovaskuler, dan tanda-tanda iskemia
miokard yang menyertai penyakit jantung hipertensi pada stadium lanjut.
Dengan ekokardiografi dapat diketahui apa yang terjadi pada jantung akibat kompensasi
terhadap hipertensi dan perangainya dan dapat dipantau hasil pengobatan serta perjalanan
penyakit jantung hipertensi.
Perubahan-perubahan pada jantung akibat hipertensi yang dapat terlihat pada ekokardiogram
adalah sebagai berikut : 1) Tanda-tanda hipersirkulasi pada stadium dini, sepert: hiperkinssis,
hipervolemia; 2) Hipertrofi yang difus (konsentrik) atau yang iregular eksentrik; 3) Dilatasi
ventrikel yang dapat merupakan tanda-tanda payah janiung, serta tekanan akhir diastolik
ventriksl kiri meningkat, dan; 4) Tanda-tanda iskemia seperti hipokinesis dan pada stadium
lanjut adanya diskinetik juga dapat terlihat pada ekokardiogram.(1)
Pemeriksaan Radiologi
Pada gambar rontgen torak posisi postero-anterior terlihat pembesaran jantung ke kiri,
elongasi aorta pada hipertensi yang kronis dan tanda-tanda bendungan pembuluh paru pada
stadium payah jantung hipertensi.(1)
Keadaan awal batas kiri bawah jantung menjadi bulat karena hipertrofi konsentrik ventrikel
kiri. Pada keadaan lanjut, apekss jantung membesar ke kiri dan bawah. Aortic knob
membesar dan menonjol disertai klasifikasi. Aorta ascenden dan descenden melebar dan
berkelok (pemanjangan aorta/ elongasio aorta).(3)
Diagnosa
Gejala penaykit jantung hipertensi tergantung durasi, derajat keparahan, dan jenis penyakit.
Selain itu pasien mungkin tidak menyadari diagnosa dari hipertensi.(7)
Cara mendiagnosa tergantung dari:
a. Riwayat Penyakit
87
Seseorang penderita hipertensi dengan penyakit jantung koroner mungkin memiliki gejala
penyakit arteri (angina), kelelahan, dan sesak nafas saat beraktivitas maupun saat beristirahat.
Penyakit jantung kongestive dapat mencakup episode tidur yang terputus karena masalah
pernafasan (sulit nafas tiba-tiba yang terjadi pada malam hari).(7)
b. Ujian Fisik
Pada hipertensi dengan berbagai tingkat keparahan terdapat perubahan pada aliran pembuluh
darah yang mana terlihat pada pemeriksaan mata. Auskultasi pada hati yang memperlihatkan
ketidakteraturan denyut nadi, suara marmurs, dan suara gallops. Dalam lanjutan kasus
penyakit jantung hipertensi, dapat terjadi pembesaran hati dan pembengkakan pada kaki dan
tumit.(7)
c. Pengujian
Dapat dilakukan pemeriksaan penunjang EKG maupun echocardiogram x-ray untuk
menegakkan diagnosa adanya pembesaran bilik kiri jantung.(7)
Penatalaksanaan
Pengobatan
Pengobatan ditujukan selain pada tekanan darah juga pada komplikasi-komplikasi yang
terjadi yaitu dengan:
1. Menurunkan tekanan darah menjadi normal
2. Mengobati payah jantung karena hipertensi
3. Mengurangi morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit kardiovaskuler
4. Menurunkan faktor resiko terhadap penyakit kardiovaskular semaksimal mungkin.(2)
Untuk menurunkan tekanan darah dapat ditinaju 3 faktor fisiologis yaitu: 1) Menurukan isi
cairan intravaskuler dan Na darah dengan diuretik; 2) menurunkan aktivitas susunan saraf
simpatis dan respon kardiovakuler terhadap rangsangan adrenergik dengan obat dari
golongan anti-simpatis dan 3) menurunkan tahanan perifer dengan obat vasodilator.
Diuretik
Cara kerja diuretik adalah dengan menurunkan cairan intravaskuler, meningkatkan aktifitas
renal-pressor (renin-angiotensin-aldosteron). Meningkatkan aktifitas susunan saraf sim-patis,
menyebabkan vasokonstriksi, meningkatkan irama jantung, meningkatkan tahanan perifer
(after-load) dan rangsangan otot jantung. Merangsang gangguan metabolisme le-mak, dan
memiliki efek negatif terhadap risiko penyakit kardiovsskuler. Hipokalemia dapat
menyebabkan timbulnya denyut ektopik meningkat, baik pada waktu istirahat maupun
88
berolahraga. Maningkatkan resiko kematian mendadak. Gangguan toleransi glukosa,
gangguan metabolisme lemak dan akhirnya meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler.(2)
Golongan anti-simpatis
Obat golongan anti-simpatis bekerja mempengaruhi susunan saraf simpatis atau respon
jantunp terhadap rangsangan simpatis. Golongan yang bekerja sentral, misalnya reserpin, alfa
metildepa, klonidin dan guanabenz.
Golongan yang bekerja perifer yaitu penghambat ganglion (guanetidin, guanedril),
penghambat alfa (prazosin), dan penghambat beta adrenergik. Pada pokoknya hampir semua
obat anti-simpatic mempengaruhi metabolisme lemak, walaupun cara kerja yang pasti belum
diketahui. Pada penelitian Framingham, kolesterol total 200 mg/dl didapat pada lebih dari 50
persen pasien hipertensi. Oleh karena itu harus hati-hati memilih obat golongan ini, jangan
sampai meningkatkan faktor risiko lain dari penyakit kardiovaskuler.(2)
Vasodilator
Ada 2 golongan yaitu yang bekerja langsung seperti hidralazin dan minoksidil dan yang
bekerja tidak langsung seperti penghambat ACE (kaptopril, enalapril), prazosin, antagonis
kalsium.
Goicngan yang bekerja langsung mempunyai efek samping meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskuler dengan meningkatkan pelepasan katekolamin, gangguan metabolisme lemak
dan menyebabkan progresifitas hipertrofi ventrikel. Sedangkan golongan yang tak lanysung
tidak meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler. Berbagai penelitian menyatakan bahwa
penghambat ACE dapat meregresi hipartrofi ventrikel kiri.(2)
5. EKG
AKSIS
Vektor pertama menunjukkan deolarisasi seotum, dan tiap vector berikutnya
menunjukkan depolarisasi ventrikel yang progresif. Vector ini perlahan-lahan bergerak ke
kiri karena aktivitas listrik ventrikel kiri yang jauh lebih besar semakin mendominasi
gambaran EKG.
Rerata semua vector yang timbul serentak ini disebut vector rata-rata
89
Arah vector rata-rata disebut aksis listrik rata-rata.
Vector QRS rata-rata mengarah ke kiri dan inferior, mencerminkan arah aliran listrik
rata-rata selama depolarisasi ventrikel. Dengan demikian, aksis QRS normal- terletak antara
90o samap 0o.
Kita dapat dengan cepat menilai normal-tidaknya aksis QRS di dalam tiap EKG hanya
dengan melihat sadapan I dan aVF. Jika kompleks QRS positif pada sadapan I dan aVF,
aksis QRS pasti normal.
Menentukan Aksis dengan Tepat
Anda hana perlu mencari sadapan ekstremitas yang kompleks QRS-nya hampir
bifasik, artinya defleksi positif dan negatifnya setara (terkadang defleksi ini begitu kecil
sehingga gelombang tampak rata atau isoelektris). Aksisnya pasti terorientasi tegak lurus
terhadap sadapan ini karena elektrodanya yang terletak tegak lurus terhadap arah rata-rata
aliran listrik akan merekam gelombang bifasik.
Deviasi Aksis: Lebih Dalam Lagi Menerangkan Aksis Abnormal
Aksis QRS normal terletak di antara 0o dan 90o. jika aksis terletak di antara 90o dan
180o, kita sebut sebagai deviasi aksis ke kanan,, kompleks QRS di sadapan aVF akan tetap
positif, tetapi di sadapan I akan menjadi negatif.
Jika aksis terletak di antara 0o dan -90o , kita sebut sebagai deviasi aksis kiri. Dalam
kasus ini, kompleks QRS di sadapan I akan positif, tetapi di sadapan aVF akan menjadi
negatif.
90
DEVIASI AKSIS, HIPERTROFI, DAN PEMBESARAN
Hipertensi kronis dan berat telah memaksa ventrikel kiri bekerja terlampau berat
dalam waktu yang sangat lama, sehingga mengalami hipertrofi. Oleh sebab itu, dominasi
listrik ventrikel kiri terhadap ventrikel kanan menjadi jauh lebih besar. Vector listrik rata-rata
tertarik lebih jauh ke kiri, dan hasilnya adalah deviasi aksis ke kiri.
FIBRILASI ATRIUM
Pada fibrilasi atrium, aktivitas atrium sangat kacau; nodus AV dapat dibombardir oleh
lebig dari 500 impuls per menit. Bila pada flutter atrium hanya ada satu sirkuit reentrant yang
91
bertanggung jawab terhadap munculnya pola gigi gergaji yang teratur di EKG, pada fibrilasi
atrium, ada banyak sirkuit reentrant yang berputar-putar dengan perilaku yang sama sekali
tidak bisa diperkirakan. Tidak tampak gelombang P sejati.
4. Chest X-Ray
Pemeriksaan Radiografi thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) bertujuan
menggambarkan secara radiografi organ pernafasan yang terdapat di dalam rongga dada.
Teknik radiografi thorax terdiri dari bermacam-macam posisi yang harus dipilih disesuaikan
dengan inidikasi pemeriksaan, misalnya bronchitis kronis, KP, fleural effusion, pneumo
thorax dan lain-lain.
Untuk menentukan posisi mana yang tepat, harus menyesuaikan antara tujuan pemeriksaan
dengan kriteria foto yang dihasilkan.
Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan dinding thorax,
tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax termasuk paru-paru, jantung
dan saluran-saluran yang besar. Pneumonia dan gagal jantung kongestif sering terdiagnosis
oleh foto thorax. CXR sering digunakan untuk skrining penyakit paru yang terkait dengan
pekerjaan di industri-industri seperti pertambangan dimana para pekerja terpapar oleh debu.
Secara umum kegunaan Foto thorax/CXR adalah :
- untuk melihat abnormalitas congenital (jantung, vaskuler)
- untuk melihat adanya trauma (pneumothorax, haemothorax)
- untuk melihat adanya infeksi (umumnya tuberculosis/TB)
- untuk memeriksa keadaan jantung
92
- untuk memeriksa keadaan paru-paru
Abnormalitas atau kelainan gambaran yang biasa terlihat dari CXR adalah:
1. Nodule (daerah buram yang khas pada paru)
Biasanya disebabkan oleh neoplasma benign/malignan, granuloma (tuberculosis), infeksi
(pneumoniae), vascular infarct, varix, wegener’s granulomatosis, rheumatoid arthritis.
Kecepatan pertumbuhan, kalsifikasi, bentuk dan tempat nodul bisa membantu dalam
diagnosis. Nodul juga dapat multiple.
2. Kavitas
Yaitu struktur lubang berdinding di dalam paru. Biasanya disebabkan oleh kanker, emboli
paru, infeksi Staphyllococcus. aureus, tuberculosis, Klebsiella pneumoniae, bakteri anaerob
dan jamur, dan wegener’s granulomatosis.
3. Abnormalitas pleura.
Pleural adalah cairan yang berada diantara paru dan dinding thorax. Efusi pleura dapat terjadi
pada kanker, sarcoid, connective tissue diseases dan lymphangioleiomyomatosis.
Langkah pembuatan foto thorax
Alat dan Bahan
1. Meja pemeriksaan
2. Film, kaset
3. Marker dan asesoris lain
4. Pesawat Rontgen
Indikasi Pemeriksaan
Indikasi dilakukannya foto toraks antara lain :
Infeksi traktus respiratorius bawah, Misalnya : TBC Paru, bronkitis, Pneumonia
2. Batuk kronis
3. Batuk berdarah
4. Trauma dada
5. Tumor
6. Nyeri dada
7. Metastase neoplasma
8. Penyakit paru akibat kerja
9. Aspirasi benda asing
93
Persiapan Pemeriksaan
1. Mengidentifikasi klinis / indikasi pemeriksaan
2. Memilih teknik radiografi yang tepat
3. Memberikan instruksi kepada pasien
Posisi Pemeriksaan
1. Posisi PA (Postero Anterior)
Pada posisi ini film diletakkan di depan dada, siku ditarik kedepan supaya scapula tidak
menutupi parenkim paru.
2. Posisi AP (Antero Posterior)
Dilakukan pada anak-anak atau pada apsien yang tidak kooperatif. Film diletakkan dibawah
punggung, biasanya scapula menutupi parenkim paru. Jantung juga terlihat lebih besar dari
posisi PA.
3. Posisi Lateral Dextra & Sinistra
Posisi ini hendaknya dibuat setelah posisi PA diperiksa. Buatlah proyeksi lateral kiri kecuali
semua tanda dan gejala klinis terdapat di sebelah kanan, maka dibuat proyeksi lateral
kanan,berarti sebelah kanan terletak pada film. Foto juga dibuat dalam posisi berdiri.
94
4. Posisi Lateral Dekubitus
Foto ini hanya dibuat pada keadaan tertentu,yaitu bila klinis diduga ada cairan bebas dalam
cavum pleura tetapi tidak terlihat pada foto PA atau lateral. Penderita berbaring pada satu sisi
(kiri atau kanan). Film diletakkan di muka dada penderita dan diberikan sinar dari belakang
arah horizontal.
5. Posisi Apikal (Lordotik)
Hanya dibuat bila pada foto PA menunjukkan kemungkinan adanya kelainan pada daerah
apex kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya hanya dibuat setelah foto rutin diperiksa
dan bila ada kesulitan menginterpretasikan suatu lesi di apex.
6. Posisi Oblique Iga
Hanya dibuat untuk kelainan-kelainan pada iga (misal pembengkakan lokal) atau bila
terdapat nyeri lokal pada dada yang tidak bisa diterangkan sebabnya, dan hanya dibuat
setelah foto rutin diperiksa. Bahkan dengan foto oblique yang bagus pun, fraktur iga bisa
tidak terlihat.
7. Posisi Ekspirasi
Adalah foto toraks PA atau AP yang diambil pada waktu penderita dalam keadaan ekspirasi
penuh. Hanya dibuat bila foto rutin gagal menunjukkan adanya pneumothorax yang diduga
secara klinis atau suatu benda asing yang terinhalasi.
Prosedur Pemeriksaan
1. Memasang kaset dan memberikan marker
2. Mengatur posisi pasien
95
3. Mengatur jarak ( FFD),
4. Menentukan Arah Sinar (CR) dan Pusat Sinar (CP),
5. Mengatur kolimasi Menentukan faktor eksposi dan proteksi radiasi
6. Melakukan eksposi
7. Melakukan processing film
8. Mengevaluasi hasil foto
Syarat/ Kriteria Gambaran Foto Thorax
1. Seluruh lapangan paru tampak atau tercover
2. Batas atas Apex paru tampak (tidak terpotong)
3. Batas bawah Kedua Sinus Prenico costalis tidak terpotong
4. Kedua Sterno Clavicular Joint tampak simetris kanan dan kiri
5. Lapangan Pulmo terbebas dari gambaran os. Scapula
6. Inspirasi penuh ditunjukkan dengan terlihatnya Costae 9-10 Posterior
7. Faktor Eksposi cukup ditunjukkan dengan terlihatnya CV Thoracal 1-4
8. Tampak Carina (percabangan Bronkus) setinggi CV Thoracal 3 atau 4
9. Tampak gambaran vaskularisasi paru10. Diafragma terlihat naik, tampak gambaran
jantung
Membedakan Kanan dan Kiri
1. Gambaran jantung lebih besar di sebelah kiri
2. Diafragma kanan lebih tinggi daripada diafragma kiri
3. Arcus aorta di sebelah kiri
4. Di sebelah kiri ada gambaran udara didalam lambung
VI. KERANGKA KONSEP
96
AtherosclTn. Manaf
Emboli
Trombus Faktor U, JK,P
Perokok
Riwayat Hiperten
Gaya Hidup Dyslipide
97 Rales
Wheezi
Karley line (+)
Edema Paru minimal
Tek. Hidrostatik
Tek. Ventrikel
Tek. Arteri Pulmonal ^
Tek. Vena Pulmonal ^
Tek. Atrium kiri ^
VII. SINTESIS
Tn. Manaf mengalami artherosclerosis sebagai awal dari penyebab yang terjadi pada
kasus. Artherosclerosis disebabkan oleh banyak faktor. Faktor utama yang menyebabkan
atherosclerosis adalah dyslipidemia. Dyslipidemia disebabkan oleh adanya penumpukkan
lemak (kolesterol, trigliserida, LDL) didalam pembuluh darah sehingga lemak lemak ini
mengalami oksidasi dan menempel di endotel pembuluh darah. Penumpukkan lemak ini akan
membentuk plak yang berakibat pada penyempitan pembuluh darah. Hal ini mengakibatkan
tekanan pembuluh darah semakin meningkat. Hipertensi dapat terjadi dalam kondisi ini tetapi
hipertensi juga meningkatkan pembentukkan plak dibagian endotel. Selain itu, hipertensi juga
meningkatkan penumpukkan kadar LDL kolesterol didalam pembuluh darah.
Riwayat merokok juga memperburuk kondisi endotel dalam pembuluh darah.
Kandungan merokok yaitu nikotin dapat meningkatkan saraf simpatis yang tidak diinginkan
sehingga terjadi vasokonstriksi. Ini akibatnya maka akan memperburuk kondisi
atherosclerosis yang dialami oleh Tn. Manaf. Selain itu, merokok juga dapat meningkatkan
kadar lemak LDL kolesterol didalam darah.
Faktor lain yang mendukung memperburuk kondisi atherosclerosis ini adalah faktor
usia, dimana meningkatnya usia akan memperburuk kondisi endotel pada pembuluh darah
salah satunya. Faktor jenis kelamin, pria memiliki resiko tinggi terkena atherosclerosis diawal
umur ( > 30 thn) dibanding wanita yang baru akan meningkat resiko atherosclerosis setelah
98
memasukifase menopause. Faktor gaya hidup yang buruk dan malas berolahraga juga
berdampak pada peningkatkan penumpukkan lemak didalam tubuh yang memicu
meningkatkan resiko terjadinya dyslipidemia.
Atherosclerosis akan membentuk trombus dipembuluh darah. Trombus tersebut dapat
ruptur dan menghasilkan emboli yang akan berjalan seiring pergerakkan aliran darah. Dalam
kasus ini, emboli akan membendung membentuk trombus dibagian arteri koronaria kiri
desending. Akibat pembendungan ini, suplai oksigen akan sulit masuk ke daerah jantung
tempat pembuluh darah itu memperdarahi. Hal ini berujung pada iskemia jantung yang
menyebabkan nyeri pada bagian dada. Iskemia yang terjadi tanpa adanya penanganan maka
akan berujung infark jantung.
Infark jantung ini akan mengakibatkan pompa ventrikel kiri (dalam kasus ini) akan
melemah dan mengakibatkan cardiac output akan berkurang. Pengurangan kardiak output
mengakibatkan darah sedikit disuplai ke sistemik berakibat salah satunya kondisi pallor pada
pasien. Sebagai kompensasinya, maka jantung akan meningkatkan simpatis saraf yang
bertujuan meningkatnya kontraksi ventrikel kiri supaya meningkatkan kardiak output. Hal ini
mengakibatkan ventrikel kiri lama kelamaan membesar. Pembesaran ventrikel kiri ini jika
dibiarkan terus menerus akan beresiko malah penurunan stroke volume. Selain itu, efek
meningkatnya saraf simpatis akan meningkatkan heart rate sehingga pernafasan meningkat
dan tekanan darah meningkat dan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah. Penurunan kardiak
output juga berujung pada peningkatan sistem renin angiotensin (RAAS) dan ADH yang
mengakibatkan peningkatan pada volume sistemik.
Pembesaran ventrikel kiri ini berakibat pada pembesaran volume end-diastol ventrikel
kiri yang mengakibatkan peningkatan tekanan ventrikel kiri. Tekanan ventrikel kiri
meningkat berujung pada peningkatan tekanan atrium kiri dan tekanan vena pulmonalis.
Tekanan vena pulmonalis meningkat makan akan meningkatkan tekanan hidrostatik kapiler
pulmonal berakibat muncul trasudasi pada area paru. Ini mengakibatkan dijumpai edema
minimal paru, bunyi rales dan wheezing. Serta dilakukan pemeriksaan karley line (+). Selain
tekanan hidrostatik meningkat, tekanan arteri pulmonal meningkat berujung pada
peningkatan tekanan ventrikel kanan. Kompensasi keadaan ini berakibat pembesaran
ventrikel kanan juga. Pembesaran kedua ventrikel ini ditandai dengan terbentuknya bentuk
shoe-shape ketika X-ray chest.
Tekanan ventrikel kanan berakibat peningkatan tekanan atrium kanan dan berujung
pada peningkatan tekanan vena cava superior dan vena cava inferior. Peningkatan tekanan
vena cava inferior serta volume sistemik yang meningkat berakibat timbulnya edema pada
99
bagian ekstrimitas dan pembesaran pada bagian hati. Hati terasa membesar dan teraba
mengakibatkan hepar akan mengganggu lambung. Volume lambung mengecil dan timbul
nausea dan tidak enak makan (selain akibat peningkatan saraf simpatis).
Dalam kasus ini, secara keseluruhan sudah membuktikan bahwa ada gangguan serius
di jantung yang telah berujung pada keadaan gagal jantung kronis karena terjadi secara
bertahap. Gagal jantung yang dialami terjadi akibat dari awal gejala tidak dilakukan
penanganan secepatnya.
Pengobatan yang bisa dilakukan dengan pemberian oksigen, vasodilator, dan obat anti
nyeri. Selain itu, juga perlu dilakukan pemberian anti diuretik tetapi dengan kadar tertentu
karena memiliki resiko hypokalemia jika berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA
Lilly, Leonardo S.2012 Physiology of heart Disease. Jakarta : EGC
Price, Slyvia A dan Lorraine M. Willson. 2006. Patofisiologi Konsep Penyakit. Jakarta : EGC
Ramrakha, 2006 Ramrakha, P., Hill, J., 2006. Oxford Handbook of Cardiology: Coronary
Artery Disease. 1st ed. USA: Oxford University Press
Santoso Santoso, M., Setiawan, T., 2005. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia
Kedokteran. Available from:
100
http://ojs.lib.unair.ac.id/index.php/CDK/article/view/2860 Diakses 2 Februari 2016
Pukul 17.45 WIB
Tanto,Chris. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta : FKUI.
http://eprints.undip.ac.id/43713/3/
AlexanderBenyS_G2A009146_Bab2PerbedaanProfilLipidPadaPasienInfarkMiokard
AkutDanPenyakitJantungNon.pdf. diakses pada tanggal 2 Februari 2016 pukul 17.40
WIB
http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-bahri10.pdf. diakses pada tanggal 2 Februari 2016
pukul 18.00 WIB
http://www.merckmanuals.com/professional/cardiovascular-disorders/symptoms-of-
cardiovascular-disorders/syncope. Diakses pada tanggal 2 Februari 2016 pukul 14.00
WIB
http://www.inaactamedica.org/archives/2013/24045397.pdf. diakses pada tanggal 2 Februari
2016 pukul 15.00 WIB
http://eprints.unlam.ac.id/207/1/HULDANI%20-%20EDEMA%20PARU%20AKUT.pdf
http://digilib.unila.ac.id/2288/10/BAB%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25191/4/Chapter%20II.pdf
(Harris, Ruth B. S. Dan Richard D. Mattes. 2008. Appetite and food intake : Behavioral and
Physiological Consideration. Unites States : Taylor & Fracis Group)
101