biokim 2 campuran literatur

Upload: widya-pratiwi

Post on 04-Mar-2016

213 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

jhj

TRANSCRIPT

Pengukuran kadar protein dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode spektrofotometri merupakan metode yang menggunakan prinsip absorbansi dan transmisi cahaya dalam mengukur konsentrasi suatu senyawa (Lestari 2010). Dasar penggunaan metode spektrofotometri adalah dengan menggunakan metode Lowry dan Bradford. Prinsip metode Lowry adalah terbentuknya warna biru akibat penambahan pereaksi Folin Ciocalteau dan Biuret. Terbentuknya warna biru tersebut disebabkan oleh reaksi ion Cu2+ dengan ikatan peptida dalam larutan alkalis pada saat penambahan pereaksi biuret serta terjadinya reaksi reduksi pereaksi Folin Ciocalteau dengan asam amino dalam protein (Kolakowski 2012). Sedangkan, prinsip metode Bradford adalah adanya ikatan antara protein dengan CBB-G250 (Coomassie Brilliant Blue-G250) dalam keadaan asam. CBB yang awalnya berwarna merah akan berubah warna menjadi biru pada saat berikatan dengan protein sehingga terjadi perubahan panjang gelombang pewarna dari 465 nm menjadi 595 nm (Walker 2002).Dalam percobaan ini, terdapat beberapa kesalahan baik pada pembuatan kurva standar, absorbansi, maupun konsentrasi protein dalam sampel. Hal tersebut diakibatkan Metode Lowry merupakan metode pengukuran konsentrasi protein dengan prinsip reduksi Cu2+ menjadi Cu+ oleh asam amino (tirosin, triptofan, sistein) yang ada dalam larutan protein. Ion Cu+ bersama dengan fosfotungstat dan fosfolibdat dalam pereaksi Folin-Ciocalteau akan membentuk warna biru yang dapat menyerap cahaya (Purwoko 2007). Warna biru yang muncul akan dideteksi pada panjang gelombang 750 nm (sensitivitas yang tinggi untuk konsentrasi protein yang kecil) atau 500 nm (sensitivitas yang rendah untuk konsentrasi protein yang tinggi). Metode Lowry mampu mengukur kadar protein sampai dengan 5 g (Nielsen 2010). Reagen yang digunakan pada metode Lowry adalah pereaksi Folin-Ciocalteau dan peraksi Biuret. Pereaksi Folin Ciocalteau dibuat dengan cara mengencerkan reagen Folin Ciocalteau, sedangkan pereaksi Biuret dibuat dengan mencampurkan 50 mL reagen A (2 % Na2CO3, 0.4% NaOH) dengan 1 mL reagen B (0.5% CuSO4, 1% Na-K tartrat) (Owusu 2002).Pada metode Lowry terdapat banyak senyawa pengganggu yang dapat bereaksi dan mempengaruhi hasil pengukuran. Contoh senyawa tersebut diantaranya ammonium sulfat, cesium bikarbonat, glisin, sukrosa, glukosa, EDTA, NaCl, sorbitol, octyl glucoside, chaps, chapso, lubrol, tris, Triton X-100, dll. Ammonium sulfat, lubrol, chaps, chapso, cesium bikarbonat merupakan contoh senyawa pengganggu yang dapat mengendapkan protein. Glisin (lebih besar dari 0,5%) dan EDTA adalah contoh senyawa pengganggu yang menyebabkan tidak terbentuknya warna biru pada reaksi (Walker 2002). Selain itu juga ada merkaptan (2-mercaptoethanol) dan Ditiotreitol (DTT) yang merupakan senyawa pengganggu yang mereduksi protein untuk bereaksi dengan pewarna (Owusu 2002).Selain menggunakan metode Lowry, pengukuran kadar protein juga dapat dilakukan dengan metode Bradford. Metode Bradford merupakan metode pengukuran konsentrasi protein total yang melibatkan pewarna Coomassie Brilliant Blue (CBB). CBB akan berikatan dengan protein pada sampel larutan dalam suasana asam. Dengan demikian, absorbansinya protein dapat diukur menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 465-595 nm (Caprette 2005).

Gambar 3 Struktur Coomassie Brilliant Blue G-250 ([UA] 2009).Prinsip spektrofotometri yaitu pengukudan absorbsi cahaya yang melalui suatu larutan pada panjang gelombang tertentu. Melalui nilai absorbansi, dapat ditentukan konsentrasi zat terlarut dalam sampel. Jumlah cahaya yang diabsorbsi oleh larutan sebanding dengan konsentrasi zat terlaut (Lestari 2007). Spektrofotometri berbeda dengan kolorimetri. Kolorimetri sendiri, merupakan metode analisa kimia yang didasarkan pada kesamaan besaran warna antara larutan sampel dengan sumber cahaya polikromatis dan detektor mata. Metode ini berdasar pada penyerapan cahaya tampak dan energi radiasi lainnya oleh suatu larutan (Amanda 2011). Jadi, kolorimetri merupakan pengukuran warna, yang berarti sinar yang digunakan adalah sinar daerah tampak. Sedangkan, metode spektrofotometri tidak terbatas pada penggunaan sinar daerah tampak, tetapi dapat juga menggunakan sinar UV maupun sinar infra merah (Natalia 2010).Pada praktikum ini, digunakan larutan BSA dalam pembuatan kurva standar metode Bradford dan Lowry. BSA atau Bovine Serum Albumin adalah protein globular besar yang berukuran kurang lebih 66.000 Dal (Harper 2003). Protein ini merupakan turunan dari darah sapi sehat (Wise & Watters 2010). BSA dijadikan sebagai protein standar karena mudah didapat dalam keadaan murni dan relatif murah (Wrolstad et al. 2005). Selain itu, BSA juga bersifat sangat stabil (Estey et al. 2006). Secara ideal, seharusnya dalam pembuatan kurva standar digunakan bentuk murni protein yang akan diuji. Namun dalam kenyataannya, hal tersebut sulit dilakukan. Oleh karena itu, BSA dijadikan sebagai standar relatif protein di samping pengembangan warnanya yang lebih baik dibanding protein lain (Kirschner 2007).Pemilihan protein standar merupakan hal yang penting dalam suatu tes protein. Selain, BSA ada protein lain yang dapat dijadikan sebagai standar, yaitu BGG (Bovine Gamma Globulin). BGG menjadi pilihan yang baik, jika sampel yang diuji memiliki kandungan immunoglobulin. Hal itu disebabkan oleh respon warna BGG yang sangat mirip dengan immunoglobulin G (Wrolstad et al. 2005). Akan tetapi, BGG memiliki beberapa kelemahan dibandingkan dengan BSA. Warna yang dihasilkan oleh BSA lebih baik daripada BSA. BSA merupakan protein standar yang lebih baik jika sampel yang diuji memberikan respon warna yang sejenis atau sampel memiliki kandungan utama berupa albumin (Kirschner 2007). Selain itu, uji Bradford lebih sensitif terhadap BSA dibandingkan dengan BGG (Caprette 2006).1. Jelaskan tentang kelebihan dan kelemahan metode Lowry dan Bradford dalam mengukur kadar protein!Jawab: Kelebihan metode Lowry adalah metode ini sensitif, 50-100 kali lebih sensitive daripada metode Biuret dan 10-20 kali lebih sensitive daripada metode UV-280 nm absorption. Selain itu, metode Lowry lebih spesifik daripada metode lain dan relatif sederhana dalam eksekusinya sehingga tidak membutuhkan waktu terlalu lama, sekitar 1-1,5 jam. Turbiditas sampel tidak berpengaruh dalam metode ini (Nielsen 2010).Namun, metode Lowry memiliki beberapa kelemahan, antara lain variasi warna yang tidak terlalu proporsional dengan konsentrasi protein. Selain itu, reaksi ini dapat mengalami intervensi senyawa-senyawa tertentu seperti sukrosa, lipid, buffer fosfat, monosakarida, dan hexoamine hingga mencapai derajat tertentu. Konsentrasi tinggi ammonium sulfat dan senyawa sulfidril juga dapat mengintervensi reaksi pada metode Lowry (Nielsen 2010). Kelemahan lain adalah reagen metode Lowry tidak stabil dan membutuhkam preparasi harian dengan prosedur cukup rumit, sehingga kurang efisien dari segi waktu (Simpson 2004). Selain itu, warna yang terbentuk pada metode Lowry bervariasi bergantung jenis protein (Nielsen 2010).Selain metode Lowry, dalam menentukan kadar protein, juga dapat digunakan metode Bradford. Kelebihan metode ini adalah reaksinya berlangsung sangat cepat, yaitu sekitar 2 menit dan data yang dihasilkan dalam metode ini berulang atau dengan kata lain bersifat reprodusibel. Metode ini juga sangat sensitif, bahkan lebih sensitif daripada metode Lowry. Selain itu, metode ini dapat mengukur protein atau peptida dengan massa molekul sama dengan atau lebih besar dari 4000 Da (Nielsen 2010).Namun, sama seperti metode Lowry, metode ini juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu variasi warna yang luas sesuai dengan jenis proteinnya mengakibatkan seleksi protein menjadi lebih sulit sehingga harus dilakukan dengan hati-hati. Selain itu, kompleks protein-pewarna hasil reaksinya dapat berikatan dengan kuvet kuartz. Untuk itu, lebih baik digunakan kuvet kaca atau kuvet plastik. Kelemahan lain adalah metode ini dapat mengalami intervensi deterjen, baik yang ionik maupun anionik seperti Triton X-100 dan Sodium Dodesil Sulfat (SDS). Namun, kesalahan akibat kandungan deterjen kurang dari 0,1% masih dapat diperbaiki melalui control yang tepat (Nielsen 2010).2. Sebutkan metode pengukuran kadar protein lain yang ada!Jawab: Beberapa metode pengukuran kadar protein lain yaitu sebagai berikut (Nielsen 2010).1. Metode Kjeldahl, yang meliputi tahapan pencernaan, netralisasi, dan titrasi.2. Metode Biuret, yang banyak digunakan untuk menentukan protein pada sereal atau kacang kedelai.3. Metode anionic dye-binding, yang biasa digunakan untuk menghitung kadar protein dalam susu, tepung gandum, dan daging.4. Metode UV-280 nm absorption, yang dapat menghitung konsentrasi asam amino triptofan dan tirosin menggunakan hukum Beer.5. Metode BCA (Bicinchoninic Acid), yang banyak digunakan dalam proses isolasi dan purifikasi protein.6. Metode Dumas (Nitrogen Combustion)

Amanda M. 2011. Penetapan kadar kromium pada air reservoir secara kolorimetri di PDAM Tirtanadi instalasi pengolahan air sunggal [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.Caprette DR. 2006. Protein assay [terhubung berkala]. http://www.ruf.rice.edu/~bioslabs/methods/protein/protein.html [11 Mar 2012]..Estey T, Kang J, Schwendeman SP, Carpenter JF. 2006. BSA degradation under acidic solution: a model for protein instability during release from PLGA delivery systems. J Pharm Sci 7(95):1626-1639.Harper JW. 2003. Bovine serum albumin [terhubung berkala]. http://www.fst.ohio-state.edu/people/harper/functional-foods/milk%20components/bovine%20serum%20albumin.htm [10 Mar 2012].Kirschner MW. 2007. Biorad protein assay [terhubung berkala]. http://kirschner.med.harvard.edu/files/protocols/BioRad_proteinassay.pdf [10 Mar 2012]Kolakowski E. 2010. Methods of Analysis of Food Components and Additives. Florida: CRC.Lestari F. 2010. Bahaya Kimia Sampling & Pengukuran Kontaminan Kimia di Udara. Jakarta: EGC.Natalia S. 2010. Penentuan kadar klorin air baku produksi di PT. Cola-Cola bottling Indonesia Medan dengan metode kolorimetri [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera UtaraNielsen SS. 2010. Food Analysis. New York: Springer.Owusu RK. 2002. Food Protein Analysis: Quantitative Effects on Processing. New York: Marcel Dekker.Raymond C. 2006. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.Reynolds EC. 2009. Casein phosphopeptide-amorphous calcium phosphate: the scientific evidence. ADR 21:25-29.Saraswati T. 2008. Efek tegdma terhadap protein total dan profil protein sel-sel pulpa gigi (in vitro) [skripsi]. Depok: Universitas Indonesia.Simpson RJ. 2004. Bahaya Purifying Proteins for Proteomics: A Laboratory Manual. New York: Cold Spring Harbore[UA] University of Arizona. 2009. Colorimetric [terhubung berkala]. http://www.biochem.arizona.edu/classes/bioc463a/Info/lecture_notes/colorimetric.pdf [10 Mar 2012].[UAD] Universitas Ahmad Dahlan. 2011. Sifat protein [terhubung berkala]. blog.uad.ac.id/primamitha/files/2011/12/SIFAT-PROTEIN.docx [10 Mar 2012].Walker JM. 2002. The Protein Protocols Handbook. Totowa: Humana.Wrolstad RE, Decker EA, Schwatz SJ 2005. Handbook of Food Analytical Chemistry: Water, Proteins, Enzymes, Lipids, and Carbohydrates. New Jersey: John Wiley & Sons

.