berdasarkan uu no.18 tahun 2009 animal welfare
DESCRIPTION
Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.Animal Welfare memiliki 3 aspek penting yaitu : Welfare Science, etika dan hukum. Welfare science mengukur efek pada hewan dalam situasi dan lingkungan berbeda, dari sudut pandang hewan. Welfare ethics mengenai bagaimana manusia sebaiknya memperlakukan hewan. Welfare law mengenai bagaimana manusia harus memperlakukan hewan.Animal welfare berbicara tentang kepedulian dan perlakuan manusia pada masing-masing satwa, dalam meningkatkan kualitas hidup satwa secara individual. Sasaran Animal Welfare adalah semua hewan yang berinteraksi dengan manusia dimana intervensi manusia sangat mempengaruhi kelangsungan hidup hewan, bukan yang hidup di alam. Dalam hal ini adalah hewan liar dalam kurungan (lembaga konservasi, entertainment, laboratorium), hewan ternak dan hewan potong (ternak besar/kecil), hewan kerja dan hewan kesayangan.TRANSCRIPT
![Page 1: Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081822/55cf98b7550346d0339947a9/html5/thumbnails/1.jpg)
Nama : Syinta Ramadhani
Nim : 1002101010121
Hari/Tanggal : Rabu/ 26 September 2012
Ttd :
PENYEMBELIHAN YANG BERETIKA BERDASARKAN
ANIMAL WELFARE
Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare adalah segala urusan yang
berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan
yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang
yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.
Animal Welfare memiliki 3 aspek penting yaitu : Welfare Science, etika dan hukum.
Welfare science mengukur efek pada hewan dalam situasi dan lingkungan berbeda, dari sudut
pandang hewan. Welfare ethics mengenai bagaimana manusia sebaiknya memperlakukan
hewan. Welfare law mengenai bagaimana manusia harus memperlakukan hewan.
Animal welfare berbicara tentang kepedulian dan perlakuan manusia pada masing-masing
satwa, dalam meningkatkan kualitas hidup satwa secara individual. Sasaran Animal Welfare
adalah semua hewan yang berinteraksi dengan manusia dimana intervensi manusia sangat
mempengaruhi kelangsungan hidup hewan, bukan yang hidup di alam. Dalam hal ini adalah
hewan liar dalam kurungan (lembaga konservasi, entertainment, laboratorium), hewan ternak
dan hewan potong (ternak besar/kecil), hewan kerja dan hewan kesayangan.
Cara untuk menilai kesejahteraan hewan dikenal dengan konsep “Lima Kebebasan”
(Five of Freedom) yang dicetuskan oleh Inggris sejak tahun 1992. Lima unsur kebebasan
tersebut adalah:
1. Bebas dari rasa lapar dan haus
2. Bebas dari rasa tidak nyaman
3. Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit
![Page 2: Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081822/55cf98b7550346d0339947a9/html5/thumbnails/2.jpg)
4. Bebas mengekspresikan perilaku normal
5. Bebas dari rasa stress dan tertekan.
Kelima faktor dari 5 kebebasan saling berkait dan akan berpengaruh pada semua
faktor apabila salah satu tidak terpenuhi atau terganggu.
Contohnya kasus penyiksaan terhadap sapi yang akan dipotong, disamping melanggar
UU, tidak manusiawi, juga bertentangan dengan nilai agama. Oleh karena itu pemerintah
harus serius mengontrol kualitas RPH agar memenuhi standar higienis, aman, kesmawet, dan
animal welfare. Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), RPH dan kesejahteraan hewan
(animal welfare) sudah diatur di UU 6/1967 tentang Ketentuan Pokok Peternakan dan
Kesehatan Hewan, UU 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan Peraturan
Mentan 13/2010 tentang Persyaratan RPH Hewan Ruminansia dan Unit Penangan Daging
(Meat Cutting Plant). Di pasal 66 UU 18/ 2009, misalnya, disebutkan bahwa pemotongan
hewan yang dagingnya diedarkan harus dilakukan di RPH dan mengikuti cara penyembelihan
yang memenuhi kaidah kesmavet dan animal welfare.
Dengan adanya rancangan Undang-Undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan
akan berfungsi sebagai dasar hukum bagi penyelenggaraan pembangunan peternakan dan
kesehatan hewan sehingga pembangunan peternakan khususnya dalam bidang pemotongan
hewan bisa menjamin kesejahteraan bagi hewan ternak dan produk daging yang dihasilkan
dari proses pemotongan terbukti ASUH ( Aman, Sehat, Umun dan Halal).
Pemotongan dan pembunuhan hewan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya
sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan tertekan, penganiayaan dan
penyalagunaan dan perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari penyiksaan.
Penyembelihan hewan potong di Indonesia harus menggunakan metode secara Islam
(Manual Kesmavet, 1992). Hewan yang disembelih harus memenuhi syarat dan rukun yang
telah ditentukan menurut syariah. Penyembelihan dilaksanakan dengan memotong mari’
(kerongkongan), hulqum (jalan pernapasan) dan dua urat darah pada leher (Nuhriawangsa,
1999).
Hewan yang telah pingsan diangkat pada bagian kaki belakang dan digantung. Pisau
pemotongan diletakkan 45 derajat pada bagian brisket (Smith et al., 1978), dilakukan
![Page 3: Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081822/55cf98b7550346d0339947a9/html5/thumbnails/3.jpg)
penyembelihan oleh modin dan dilakukan bleeding, yaitu menusukan pisau pada leher kearah
jantung (Soeparno, 1992). Posisi ternak yang menggantung menyebabkan darah keluar
dengan sempurna (Blakely dan Bade, 1992).
Prosedur Pemotongan Hewan
Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat
baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media
pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim yang dapat
mengurai/memecah beberapa komponen gizi (protein, lemak) yang akhirnya menyebabkan
pembusukan daging. Oleh sebab itu, daging dikategorikan sebagai pangan yang mudah rusak
(perishable food).
Salah satu tahap yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging dalam mata
rantai penyediaan daging adalah tahap di rumah pemotongan hewan (RPH). Di RPH ini
hewan disembelih dan terjadi perubahan (konversi) dari otot (hewan hidup) ke daging, serta
dapat terjadi pencemaran mikroorganisme terhadap daging, terutama pada tahap eviserasi
(pengeluaran jeroan).
Penanganan hewan dan daging di RPH yang kurang baik dan tidak higienis akan
berdampak terhadap kehalalan, mutu dan keamanan daging yang dihasilkan dan akan
berdampak pada kesehatan masyarakat. Di dalam Undang-Undang Peternakan dan kesehatan
Hewan Bab I Pasal 1 ayat 38 disebutkan bahwa Kesehatan masyarakat veteriner adalah
segala urusan yang berhubungan dengan hewan produk hewan yang secara langsung atau
tidak langsung memengaruhi kesehatan manusia. Oleh sebab itu, penerapan sistem jaminan
mutu dan keamanan pangan di RPH sangatlah penting, atau dapat dikatakan pula sebagai
penerapan sistem produk safety pada RPH. Aspek yang perlu diperhatikan dalam sistem
tersebut adalah higiene, sanitasi, kehalalan, dan kesejahteraan hewan.
Sembelih atau pemnyembelihan hewan adalah suatu aktifitas, pekerjaan atau kegiatan
menghilangkan nyawa hewan atau binatang dengan memakai alat bantu atau benda yang
tajam ke arah urat leher saluran pernafasan dan pencernaan. Agar binatang yang disembelih
halal dan boleh dimakan, penyembelihan hewan harus sesuai dengan aturan agama islam.
Jika binatang yang mau disembelih masuk ke lubang yang sulit dijangkau maka
diperbolehkan melukai bagian mana saja asalkan mematikan binatang tersebut sedangkan
![Page 4: Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081822/55cf98b7550346d0339947a9/html5/thumbnails/4.jpg)
yang dimaksud dengan Prosedur Standar Operasi Pemotongan Sapi adalah alur proses untuk
memproduksi daging sapi yang Aman, Sehat, Umum dan dan Halal (ASUH) baik
menggunakan alat dan mesin peternakan yang modern ataupun yang tradisional seperti yang
tercantum dalam Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab I Pasal
1 ayat 40 dan Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan Bab IV Bagian ketiga Pasal
24 ayat (1) yaitu:
a) Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab I Pasal 1 ayat 40 .
Alat dan mesin peternakan adalah semua peralatan yang digunakan berkaitan dengan
kegiatan peternakan dan kesehatan hewan, baik yang dioperasikan dengan motor penggerak
maupun tanpa motor penggerak.
b) Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan Bab IV Bagian ketiga Pasal 24
ayat (1)
Pemerintah menetapkan jenis dan standar alat dan mesin peternakan yang peredarannya
perlu diawasi.
Alat-alat benda tajam dan tumpul yang tidak diperbolehkan untuk penyembelihan /
pemotongan hewan : gigi, kuku, tulang, listrik/disetrum, benda tumpul untuk memukul,
panahan/busur dana anak panah, boomerang, sumpit, gada, palu, martil, dan lain-lain.
Pada proses pemotongan ternak di Indonesia harus benar-benar memperhatikan hukum-
hukum agama Islam, karena ada kewajiban menjaga ketentraman batin masyarakat. Pada
pelaksanaannya ada 2 cara yang digunakan di Indonesia, yaitu :
a). Tanpa “Pemingsanan”
Cara ini banyak dilakukan di Rumah-rumah Potong tradisional. Penyembelihan
dengan cara ini ternak direbahkan secara paksa dengan menggunakan tali temali yang
diikatkan pada kaki-kaki ternak yangdihubungkan dengan ring-ring besi yang tertanam pada
lantai Rumah Potong, dengan menarik tali-tali ini ternak akan rebah. Pada penyembelihan
dengan sistem ini diperlukan waktu kurang lebih 3 menit untuk mengikat dan merobohkan
ternak. Pada saat ternak roboh akan menimbulkan rasa sakit karena ternak masih dalam
keadaan sadar.
![Page 5: Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081822/55cf98b7550346d0339947a9/html5/thumbnails/5.jpg)
b). Dengan Pemingsanan
Di Rumah Potong Hewan yang besar dan modern, sebelum ternak dipotong terlebih
dahulu dilakukan “pemingsanan”, maksudnya agar ternak tidak menderita dan aman bagi
yang memotong.
Gambar 1. Cara Pemingsanan Ternak dengan Penembakan Pen
Gambar 2. Prosedur pelayanan pemotongan di RPH
Gambar 3. Pemotongan hewan secara tradisional
![Page 6: Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081822/55cf98b7550346d0339947a9/html5/thumbnails/6.jpg)
Gambar 4. Pemotongan hewan secara modern
Pemotongan dilakukan pada ternak dalam keadaan posisi rebah, kepalanya diarahkan
ke arah kiblat dan dengan menyebut nama Allah, ternak tersebut dipotong dengan
menggunakan pisau yang tajam. Pemotongan dilakukan pada leher bagian bawah, sehingga
tenggorokan, vena yugularis dan arteri carotis terpotong. Menurut Ressang (1962) hewan
yang dipotong baru dianggap mati bila pergerakan-pergerakan anggota tubuhnya dan lain-lain
bagian berhenti. Oleh karena itu setelah ternak tidak bergerak lagi leher dipotong dan kepala
dipi-sahkan dari badan pada sendi Occipitoatlantis. Pada pemotongan tradisional,
pemotongan dilakukan pada ternak yang masih sadar dan dengan cara seperti ini tidak selalu
efektif untuk menimbulkan kematian dengan cepat, karena kematian baru terjadi setelah 3-4
menit. Dalam waktu tersebut merupakan penderitaan bagi ternak, dan tidak jarang ditemukan
kasus bahwa dalam waktu tersebut ternak berontak dan bangkit setelah disembelih. Oleh
karena itu pengikatan harus benarbenar baik dan kuat. Cara penyembelihan seperti ini
dianggap kurang berperikemanusiaan.Waktu yang diperlukan secara keseluruhan lebih lama
dibandingkan dengan cara pemotongan yang menggunakan pemingsanan. Dengan adanya
perbedaan dalam cara penyembelihan tersebut, pihak australia menuduh Indonesia melakukan
tindak kekerasan terhadap hewan yang akan dipotong padahal Indonesia mempunyai standar
dan cara yang sudah ditetapkan menurut Islam dan Undang-Undang.
Undang-Undang yang mengatur dalam hal perlakuan terhadap ternak ini antara lain:
1. UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab I Pasal 1 ayat 42.
Kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan
fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan
dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak
terhadap hewan yang damanfaatkan manusia.
![Page 7: Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081822/55cf98b7550346d0339947a9/html5/thumbnails/7.jpg)
2. UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab II Pasal 3 huruf a.
Pengaturan penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan bertujuan untuk:
1. Mengelola sumber daya hewan secara bermartabat, bertangung jawab, dan
berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
2. UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab IV Bagian Kesatu Pasal 18
ayat (1) dan (2).
a. Dalam rangka mencukupi ketersediaan bibit, ternak ruminansia betina produktif
diseleksi untuk pemuliaan, sedangkan ternak ruminansia betina tidak produktif
disingkirkan untuk dijadikan ternak potong.
b. Ternak ruminansia betina produktif dilarang disembelih karena merupakan penghasil
ternak yang baik, kecuali untuk keperluan penelitian, pemuliaan, atau pengendalian
dan penanggulangan penyakit hewan.
3. UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab IV Bagian keempat Pasal 34.
(1) Peternak dan perusahaan peternakan melakukan tata cara panen yang baik untuk
mendapatkan hasil produksi dengan jumlah dan mutu yang tinggi.
(2) Pelaksanaan panen hasil budi daya harus mengikuti syarat kesehatan hewan, keamanan
hayati, dan kaidah agama, etika, serta estetika.
4. UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab VI Bagian kesatu Pasal 56.
Kesehatan masyarakat veteriner merupakan penyelenggaraan kesehatan hewan dalam
bentuk:
1. Pengendalian dan penanggulangan zoonosis;
2. Penjaminan keamanan, kesehatan, keutuhan, dan kehalalan produk hewan;
3. Penjaminan higiene dan sanitasi;
4. Penegmbangan kedokteran perbandingan; dan
5. UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab VI Bagian kesatu Pasal 61.
(1) Pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus:
1. dilakukan di rumah potong; dan
![Page 8: Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081822/55cf98b7550346d0339947a9/html5/thumbnails/8.jpg)
2. mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesehatan masyarakat
veteriner dan kesejahteraan hewan.
(2) Dalam rangka menjamin ketenteraman batin masyarakat, pemotongan hewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memerhatikan kaidah agama dan
unsur kepercayaan yang dianut masyarakat.
(3) Menteri menetapkan persyaratan rumah potong dan tata cara pemotongan hewan yang
baik.
(4) Ketentuan mengenai pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dikecualikan bagi pemotongan untuk kepentingan hari besar keagamaan, upacara adat,
dan pemotongan darurat.
6. UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab VI Bagian kedua Pasal 66.
(1) Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan
penangkapan dan penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan
perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan
pengayoman yang wajar terhadap hewan.
(2) Ketentuan mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara manusiawi yang meliputi:
1. penangkapan dan penanganan satwa dari habitatnya harus sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang konservasi;
2. penempatan dan pengandangan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga
memungkinkan hewan dapat mengekspresikan perilaku alaminya;
3. pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan
sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapr dan haus, rasa sakit,
penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan
4. pengangkutan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari
rasa takut, dan tertekan serta bebas dari penganiayaan;
5. penggunaan dan pemanfaatan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga
hewan bebas dari penganiayaan dan penyalahgunaan;
![Page 9: Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081822/55cf98b7550346d0339947a9/html5/thumbnails/9.jpg)
6. pemotongan dan pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga
hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut, dan tertekan, penganiayaan, dan
penyalahgunaan
7. perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiayaan dan
penyalahgunaan.
(3) Ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesejahteraan hewan diberlakukan
bagi semua jenis hewan bertulang belakang dan sebagian dari hewan yang tidak
bertulang belakang yang dapat merasa sakit.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
7. UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab VI Bagian kedua Pasal 67.
Penyelenggaraan kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1)
dan ayat (2) dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah Daerah bersama masyarakat
Syarat Sah Penyembelihan hewan :
Hewan tidak haram dimakan (anjing, hyena, kucing, babi, dan lain sebagainya)
Binatang masih hidup atau bukan bangka
Disembelih secara islam dan menyebut nama Allah SWT
Penyembelihan sengaja dilakukan secara sadar
Kondisi Aman dan Sehat, dapat dilakukan dengan cara memeriksa kesehatan sapi pada :
Awal Proses pemotongan (ante mortem), untuk memeriksa penyakit-penyakit yang
menular.
Akhir proses pemotongan (post mortem),yaitu pemeriksaan kesehatan daging untuk
mengetahui kandungan bakteri/bakteri/ parasit dan kelainan patologis yang
membahayakan kesehatan atau yang menyebabkan daging sapi tidak layak lagi untuk
dikonsumsi.
Sedangkan halal, adalah cara memotong sapi dengan disertai doa dan prosedur yang
sesuai dengan ketentuan agama Islam serta di sembelih oleh seorang Muslim. Untuk
memenuhi persyaratan ASUH, proses pemotongan sapi harus dilakukan melalui prosedur
![Page 10: Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081822/55cf98b7550346d0339947a9/html5/thumbnails/10.jpg)
dan tahap-tahap proses yang baku (standar). Standar dan prosedur operasi (S.O.P)
pemotongan sapi yang telah ditetapkan oleh pemerintah adalah sbb:
Mengistirahatkan sapi (rekondisi) yang akan dipotong minimal + 8 jam.
Pemeriksaan sebelum proses penyembelihan (ante mortem) oleh petugas yang
berkepentingan.
Sapi dimasukan ke ruang pemotongan yang telah memenuhi persyaratan higienis dan
sanitasi.
Sesuai standar Halal, sapi direbahkan mengarah kiblat.
Sapi dibersihkan dari segala kotoran yang melekat di badannya.
Dilakukan proses pemotongan.
Didiamkan beberapa saaat hingga darah betul-betul tiris/ habis, kemudian daging
dimatangkan (aging), dengan cara menyimpannya pada suhu kamar (27 – 300C)
selama 24 – 48 jam atau pada suhu pendinginan (10 -150C) selama 5 – 7 hari. Hal ini
dilakukan karena setelah proses pemotongan, karkas (daging)nya akan mengalami
rigor mortis, yaitu pengerasan dan peng-kakuan daging akibat terjadinya kekejangan
(kontraksi) urat daging. Daging demikian jika dimasak akan menghasilkan hidangan
daging yang keras dimakan. Penyimpanan karkas, di samping untuk pematangan
daging juga bertujuan untuk persediaan bahan mentah (stock) dan untuk menunggu
angkutan atau pemasaran.
Proses pemisahan kepala dari badan.
Proses pengulitan.
Pemeriksaan kesehatan daging.
Pemisahan daging, organ dalam, jeroan di ruang yang sudah ditentukan.
Pemeriksaan post mortem oleh petugas keur master, jika produk daging dinyatakan
sehat dengan stempel khusus, boleh dipasarkan dan didistribusikan.
Dengan adanya aturan pemerintah yang tercantum didalam Undang-Undang dan prosedur
pemotongan hewan yang benar diharapkan semua RPH ataupun perusahaan peternakan skala
kecil bisa mengetahui dan menerapkan bagaimana cara memotong hewan yang benar
sehingga terjamin kesejahteraan bagi masyarakat dan hewan.
![Page 11: Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081822/55cf98b7550346d0339947a9/html5/thumbnails/11.jpg)
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat di ambil dari peper ini adalah
Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare adalah segala urusan yang
berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami
hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan
setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.
Animal Welfare memiliki 3 aspek penting yaitu : Welfare Science, etika dan hukum.
Welfare science mengukur efek pada hewan dalam situasi dan lingkungan berbeda,
dari sudut pandang hewan. Welfare ethics mengenai bagaimana manusia sebaiknya
memperlakukan hewan. Welfare law mengenai bagaimana manusia harus
memperlakukan hewan.
Prosedur Standar Operasi Pemotongan Sapi adalah alur proses untuk memproduksi
daging sapi yang Aman, Sehat, Umum dan dan Halal (ASUH) baik menggunakan alat
dan mesin peternakan yang modern ataupun yang tradisional seperti yang tercantum
dalam Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab I Pasal 1
ayat 40 dan Bab IV Bagian ketiga Pasal 24 ayat (1).
Undang-Undang yang mengatur dalam hal perlakuan terhadap ternak dan cara
pemotongan antara lain: UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab I
Pasal 1 ayat 42, Bab II Pasal 3 huruf a, Bab IV Bagian Kesatu Pasal 18 ayat (1) dan
(2), Bab IV Bagian keempat Pasal 34, Bab VI Bagian kesatu Pasal 56, Bab VI Bagian
kesatu Pasal 58, Bab VI Bagian kesatu Pasal 58, Bab VI Bagian kesatu Pasal 61, Bab
VI Bagian kedua Pasal 66, Bab VI Bagian kedua Pasal 67.
Pemerintah mempunyai kewenangan terhadap perlindungan peternak, perusahaan
peternakan, hewan ternak dan konsumen sehingga semua aspek yang ada didalamnya
mendapatkan kesejahteraan yang diatur dalam Undang-Undang Peternakan dan
Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab VI Pasal 63, Bab VI Pasal 64.
![Page 12: Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081822/55cf98b7550346d0339947a9/html5/thumbnails/12.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus.2012.http://ainuly90.blogspot.com/2012/04/kesejahteraan-hewan-bagi-kesehatan.html di akses tanggal 23/09/2012.
Anonimus.2012http://hannayuri.wordpress.com/2011/11/01/undang-undang-peternakan-dan-kesehatan-hewan-tentang-pemotongan-hewan/ di akses tanggal 22/09/2012
Blakely, J. and D. H. Bade, 1992. The Science of Animal Husbandry. Penterjemah: B. Srigandono. Cet. ke-2. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Manual Kesmavet, 1993. Pedoman Pembinaan Kesmavet. Direktorat Bina Kesehatan Hewan Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Nuhriawangsa, A. M. P., 1999. Pengantar Ilmu Ternak dalam Pandangan Islam: Suatu Tinjauan tentang Fiqih Ternak. Program Studi Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Pranoto,Achmad,E.2012.http://ekoachmadpranoto.blogspot.com/2012/03/animal-psychology.html di akses tanggal 23/09/2012.
Smith, G. C., G. T. King dan Z. L. Carpenter, 1978. Laboratory Manual for Meat Science. 2nd ed. American Press, Boston, Massachusetts.
Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-1. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.