bentuk umum perluasan teorema pythagoras · pdf filefb()x = b2 −x2 0≤x ... bukti:...
TRANSCRIPT
Jurnal Gradien Vol.2 No.1 Januari 2006 : 139-143
Bentuk Umum Perluasan Teorema Pythagoras
Mulia Astuti, Buyung Keraman, Ulfasari Rafflesia
Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu, Indonesia
Diterima 1 September 2005; disetujui 20 Desember 2005
Abstrak - Penelitian ini membahas perluasan teorema Pythagoras melalui pendekatan hubungan kesetaraan pada luas daerah. Secara matematis luas daerah diukur berdasarkan variabel-variabel yang terkait dan kesetaraan pada luas daerah dikembalikan pada kesetaraan fungsi-fungsi yang mengacu pada variabel tersebut. Perluasan teorema Pythagoras di 2R dengan pendekatan hubungan kesetaraan pada luas daerah dapat menjelaskan hubungan luas daerah yang berkaitan dengan panjang sisi-sisi segitiga siku-siku. Fokus dari penelitian ini adalah membahas perluasan teorema Pythagoras di nR . Kata Kunci : Hubungan Kesetaraan; Teorema Pythagoras.
1. Pendahuluan Ausri [3] telah menyelidiki perluasan teorema Pythagoras
di 2R dengan menggunakan hubungan kesetaraan pada luas daerah yang berkaitan dengan sisi segitiga siku-siku. Hasil yang diperoleh adalah penjumlahan luas daerah yang berkaitan dengan sisi siku-siku sama dengan luas daerah yang berkaitan dengan sisi miringnya. Makalah ini akan membahas bentuk umum perluasan
teorema Pythagoras yaitu di nR , dengan menggunakan hubungan kesetaraan pada luas daerah, pada persamaan dengan bentuk umum :
),...,,(... 2122
32
22
1 nn xxxgxxxx ++++= (1)
atau pada persamaan dengan bentuk umum 22
22
121 ...),...,,( nn xxxxxxf +++= (2)
Dalam hal ini ),...,,( n21 aaa , ia > 0, ni1 ≤≤
merupakan solusi persamaan (1) atau persamaan (2).
2. Hubungan Kesetaraan [4] Dalam mendefinisikan hubungan kesetaraan, diperlukan notasi-notasi berikut: 1. Notasi ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )x,x,xG,xF,xg,xf aaaaaa γφ
menyatakan fungsi kontinu untuk suatu konstanta R∈> aa ,0 dan [ ]a,0x∈
2. Notasi ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )x,x,xG,xF,xg,xf aaaaaa −−−−−− γφ
menyatakan fungsi kontinu untuk suatu konstanta R∈> aa ,0 dan [ ]0,ax −∈
3. Notasi ( ) ( )( )xg,xfR aa menyatakan daerah di bidang
kartesian yang dibatasi oleh: (i) Fungsi ( )xfa dan fungsi ( )xga dengan
( )xga ≤ ( )xfa [ ]a,0x∈∀
(ii) Garis vertikal 0x = dan ax = . 4. Notasi ( ) ( )( )xg,xfA aa menyatakan luas daerah
( ) ( )( )xg,xfR aa .
Definisi 2.1 (Hubungan kesetaraan pada selang) [3] Dua selang dikatakan setara jika kedua selang tersebut mempunyai panjang yang sama. Misalnya : 1. Selang 1xt0 ≤≤ setara dengan selang
21
2 xtxx
0 ≤≤ , untuk 0x1 ≠
2. Selang 40 ≤≤ t setara dengan selang 106 ≤≤ t . Definisi 2.2 (Hubungan kesetaraan pada fungsi) [3] (i) Fungsi ( )xfa dikatakan setara dengan ( )xFb ,
ditulis ( ) ( )xFxf ba π , jika:
( ) [ ]bxxbaf
abxF ab ,0∈∀
=
Mulia Astuti / Jurnal Gradien Vol. 2 No. 1 Januari 2006 : 139-143
140
(ii) Fungsi ( )xf a− dikatakan setara dengan
( )xF b− ditulis ( ) ( )xFxf ba −− π , jika:
( ) [ ]0,bxxbaf
abxF ab −∈∀
= −− .
Misalnya :
Fungsi ( ) axxaxfa ≤≤−= 022 setara dengan fungsi
( ) bxxbxFb ≤≤−= 022 .
Definisi 2.3 (Hubungan kesetaraan pada luas daerah) [3] (i) Daerah ( ) ( )( )xgxfR aa , setara dengan daerah
( ) ( )( )xGxFR bb , , ditulis
( ) ( )( ) ( ) ( )( )xGxFRxgxfR bbaa ,, π jika
( ) ( )xFxf ba π dan ( ) ( )xGxg ba π
(ii) Luas daerah ( ) ( )( )xgxfR aa , namakan
( )( ))(, xgxfA aa dihitung dengan:
( )( ) ( )( )dxxgxfxgxfAa
aaaa ∫ −=0
)()(, .
Definisi 2.4 [2] Misalkan n adalah bilangan bulat positif, n-tupel terurut didefinisikan sebagai urutan n bilangan riil
)a,,a,(a n21 … . Himpunan semua n-tupel terurut
dinamakan Ruang-n Euclidis dan dinotasikan dengan nR
3. Contoh Perluasan Teorema Pythagoras di 2R
Perluasan teorema Pythagoras di 2R menggunakan hubungan kesetaraan pada luas daerah yang berkaitan dengan sisi-sisi segitiga siku-siku. Berikut contoh
perluasan teorema Pythagoras di 2R . 1. Pada masing-masing sisi segitiga siku-siku terdapat
daerah beraturan yang berbentuk bujur sangkar. Hubungan luas bujur sangkar tersebut adalah a2 + b2 = c2.
2. Pada masing-masing sisi segitiga siku-siku terdapat daerah yang beraturan berbentuk setengah ling- karan dengan diameter sama dengan sisi segitiga siku-siku. Hubungan antara luas setengah lingkaran
tersebut adalah: 2228π
8π
8π cba =+
3. Pada masing-masing sisi segitiga siku-siku terdapat daerah yang beraturan berbentuk segitiga yang setara.
Misalkan segitiga itu membentuk sudut-sudut α,β dan θ. Hubungan luas ketiga segitiga setara di atas adalah:
αsin2βsinθsin2
αβθa +
αsin2βsinθsin2
αβθb =
αsin2βsinθsin2
αβθc
Jika pada masing-masing sisi segitiga siku-siku terdapat daerah yang tidak beraturan, maka teorema 3.1 memperlihatkan hubungan antara luas daerah yang terdapat pada masing-masing sisi segitiga siku-siku.
Teorema 3.1 [4]
Misalkan a dan b adalah panjang sisi siku-siku dan c adalah sisi miring segitiga siku-siku. Misalkan daerah
( ) ( )( ),, xgxfR aa ( ) ( )( )xGxFR bb , dan ( ) ( )( )xxR cc γ,φ
setara maka: ( ) ( )( ) ( ) ( )( ) ( ) ( )( )xxAxGxFAxgxfA ccbbaa γ,φ,, =+
Akibat 3.2 [4] Misalkan a ,b dan c masing-masing adalah panjang sisi segitiga sebarang, dengan sisi c berlawanan dengan sudut θ . Misalkan daerah ( ) ( )( )xgxfR aa , , ( ) ( )( )xGxFR bb ,
dan ( ) ( )( )xxR cc γ,φ setara. Maka:
( ) ( )( ) ( ) ( )( )
( ) ( )( ) ( ) ( )( )xxAc
abxGxFA
xgxfAxxA
ccbb
aacc
γ,φθcos2
,
,γ,φ
2−
+=
4. Bentuk Umum Perluasan Teorema Pythagoras
Bentuk umum perluasan teorema Pythagoras, yaitu di ruang-n Euclidis, dilakukan dengan memperluas pasangan
terurut 0,0),( >> baba di 2R yang merupakan solusi
persamaan lingkaran 222),( cyxyxf =+= , menjadi
n-tupel terurut niaaaa in ≤≤> 1,0,),...,,( 21 di nR
yang merupakan solusi persamaan (1) atau merupakan solusi persamaan (2). Sehingga bentuk umum perluasan teorema Pythagoras ini, diperoleh dengan memperluas Teorema 3.1 menjadi teorema 4.2 dan Akibat 3.2 menjadi teorema 4.1 yaitu sebagai berikut :
Mulia Astuti / Jurnal Gradien Vol. 2 No. 1 Januari 2006 : 139-143
141
Teorema 4.1 Misalkan niaaaa in ≤≤> 1,0,),...,,( 21 adalah solusi
Persamaan (1). Misalkan daerah ),(),...,,(),,( 2211 nanaaaaa gfRgfRgfR setara,
maka berlaku:
),(),...,,(
),(...),(),(
1121
21
2211
aan
nanaaaaa
gfAa
aaag
gfAgfAgfA
+
++=
Bukti: Berdasarkan Definisi 2.3 (ii) diperoleh:
∫
∫
−
++−
=++
na
nana
a
aa
nanaaa
dxxgxf
dxxgxf
gfAgfA
0
2
022
22
.......))()((
...))()((
),(...),(
(3)
karena daerah ),(),...,,(),,( 2211 nanaaaaa gfRgfRgfR setara,
berdasarkan Definisi 2.2 dan Definisi 2.3 (i), maka Persamaan (3) ditulis sebagai:
∫
∫
−
++
−
=++
na
na
na
n
a
aa
nanaaa
dxxaagx
aaf
aa
dxxaagx
aaf
aa
gfAgfA
0
11
11
1
2
0 2
11
2
11
1
2
22
.......)()(
...)()(
),(...),(
(4)
Dengan melakukan perubahan variabel yaitu:
1,...,1,1
1 −==+
nixaa
ui
i maka Persamaan (4) dapat
pula ditulis sebagai:
( )
( )∫
∫
−−− −
++−
=++
1
01
11111
1
1
01
1
21111
1
2
22
.......)()(
...)()(
),(...),(
a
nn
nanan
a
aa
nanaaa
duaauguf
aa
duaauguf
aa
gfAgfA
( )
( )∫
∫
−
++−=
1
0112
1
2
1
0112
1
22
.......)()(
...)()(
a
aan
a
aa
dxxgxfaa
dxxgxfaa
( )dxxgxfa
aaaa
aan ∫ −
+++=
1
0112
1
223
22 )()(
... (5)
Karena ),...,,( 21 naaa adalah solusi Persamaan (1),
maka diperoleh:
).,...,,(...
),...,,(...
212
122
32
2
2122
32
22
1
nn
nn
aaagaaaa
aaagaaaa
−=+++
++++=
Sehingga Persamaan (5) dapat dituliskan sebagai:
∫ −
=++
−1
0112
1
),...,2,1(21
22
))()((
),(...),(a
aaa
naaaga
nanaaa
dxxgxf
gfAgfA
),( 1121
),...,2,1(21
aaa
naaaga gfA−=
),(),( 1121
),...,2,1(11 aa
anaaag
aa gfAgfA −=
Dengan demikian diperoleh persamaan:
),(),...,,(
),(...),(),(
1121
21
2211
aan
nanaaaaa
gfAa
aaag
gfAgfAgfA
+
++=
Teorema 4.2 Misalkan niaaaa in ≤≤> 1,0,),...,,( 21 adalah solusi
Persamaan (2). Misalkan daerah ),(),...,,(),,( 2211 nanaaaaa gfRgfRgfR setara,
maka :
).,(),(1
2),...,2,1(
iaia
n
j ianaaaf
jaja gfAgfA∑=
=
Jika 0),( ≠iaia gfA maka
∑=
=n
jjaja
iagiafAia
n gfAaaaf1
),(
221 ).,(),...,,(
Bukti: Berdasarkan Definisi 2.3 (ii) diperoleh:
Mulia Astuti / Jurnal Gradien Vol. 2 No. 1 Januari 2006 : 139-143
142
∫
∫
∑
−
++−=
++==
na
nana
a
aanana
aa
n
jjaja
dxxgxf
dxxgxfgfA
gfAgfA
0
1
011
111
.......))()((
...))()((),(
...),(),(
(6)
karena daerah ),(),...,,(),,( 2211 nanaaaaa gfRgfRgfR setara,
berdasarkan Definisi 2.2 dan Definisi 2.3 (i), maka Persamaan (4.6) ditulis sebagai:
∫
∫∑
−++
−=
=
na
n
iia
n
iia
i
n
ai
iai
iai
n
jjaja
dxxaagx
aaf
aa
dxxaagx
aaf
aagfA
0
1
0 11
1
1
)()(...
)()(),(
(7)
Dengan melakukan perubahan variabel yaitu:
1,...,1, −== njxaa
uj
ij maka Persamaan (7) dapat
pula ditulis sebagai:
( )
( )∫
∫∑
−++
−==
ia
ni
nniania
i
n
ia
iiaia
i
n
jjaja
duaauguf
aa
duaauguf
aagfA
0
01
111
1
1
)()(...
)()(),(
( ) ( )∫∫ −++−=ia
iaiai
nia
iaiai
dxxgxfaadxxgxf
aa
02
2
02
21 )()(...)()(
( )dxxgxfa
aa ia
iaiai
n ∫ −++
=0
2
221 )()(
... (8)
Karena ),...,,( 21 naaa adalah solusi Persamaan (2),
maka: 22
22
121 ...),...,,( nn aaaaaaf +++= .
Dengan demikian Persamaan (4.8) dapat dituliskan sebagai:
).,(),(1
2),...,2,1(
iaia
n
j ianaaaf
jaja gfAgfA∑=
=
Jelas bahwa, bila 0),( ≠iaia gfA maka:
∑=
=n
jjaja
iagiafAia
n gfAaaaf1
),(
221 ).,(),...,,(
Akibat 4.3 Misalkan niaaaa in ≤≤> 1,0,),...,,( 21 adalah solusi
Persamaan (4.2). Misalkan daerah nkgfR kaka ≤≤1),( semuanya setara. Luas daerah
),( kaka gfR yaitu 0),( =kaka gfA jika dan hanya
jika 0),(1∑=
=n
jjaja gfA .
Bukti: )(⇒ Misalkan 0),( =kaka gfA . Maka menurut
Teorema 4.2, 0),(1∑=
=n
jaa jj
gfA .
)(⇐ Misalkan 0),(1∑=
=n
jjaja gfA dan andaikan
0),( ≠kaka gfA untuk suatu k dengan nk ≤≤1 .
Maka menurut Teorema 4.2 haruslah
0),...,,( 21 =naaaf hal ini bertentangan dengan
Persamaan (2). Oleh karena itu haruslah 0),( =kaka gfA .
Akibat 4.4 Misalkan niaaaa in ≤≤> 1,0,),...,,( 21 adalah solusi
Persamaan (2). Misalkan daerah njgfR jaja ≤≤1),(
semuanya setara. Jika 0),( ≠kaka gfA dan
0),( ≠iaia gfA untuk sebarang i,k dengan
nkni ≤≤≤≤ 1,1( maka ),(
2
),(
2
kagkafAka
iagiafAia =
Bukti: Misalkan 0),( ≠kaka gfA untuk nk ≤≤1 dan daerah
),( jaja gfR semuanya setara untuk nj ≤≤1 maka
menurut Teorema 4.2 berlaku:
Mulia Astuti / Jurnal Gradien Vol. 2 No. 1 Januari 2006 : 139-143
143
∑=
=n
jjaja
kagkafAka
n gfAaaaf1
),(
221 ).,(),...,,(
(9) dengan cara yang sama berlaku pula:
∑=
=n
jjaja
iagiafAia
n gfAaaaf1
),(
221 ).,(),...,,( (10)
Dari Persamaan (9) dan (10) diperoleh:
∑=
=n
jjaja
iagiafAia gfA
1),(
2),(
∑=
n
jjaja
kagkafAka gfA
1),(
2),(
Dengan demikian diperoleh:
),(
2
),(
2
kagkafAka
iagiafAia =
Akibat 4.5 Misalkan niaaaa in ≤≤> 1,0,),...,,( 21 adalah solusi
Persamaan (4.2). Misalkan daerah ),( jaja gfR dan
daerah ),( jaja GFR setara untuk nj ≤≤1 . Jika
0),( ≠kaka gfA dan 0),( ≠kaka GFA maka
),(),(
),(),(
kaGkaFAkagkafA
iaGiaFAiagiafA
= untuk sebarang i,k dengan
nkni ≤≤≤≤ 1,1( .
Bukti: Misalkan 0),( ≠kaka gfA untuk nk ≤≤1 dan daerah
),( jaja gfR setara untuk nj ≤≤1 maka menurut
Akibat 4.4 diperoleh:
),(
2
),(
2
kagkafAka
iagiafAia = (11)
Misalkan 0),( ≠kaka GFA untuk nk ≤≤1 dan daerah
),( jaja GFR setara untuk nj ≤≤1 maka menurut
Akibat 4.4 diperoleh:
),(
2
),(
2
kaGkaFAka
iaGiaFAia = (12)
Dari Persamaan (11) dan Persamaan (12) diperoleh:
),(),(
22iaia
kagkafAka
i gfAa =
),(),(
2
iaiakaGkaFA
ka GFA=
Dengan demikian diperoleh:
),(),(
),(),(
kaGkaFAkagkafA
iaGiaFAiagiafA
= .
5. Kesimpulan
1. Telah diperoleh hasil perluasan teorema Pythagoras
di 2R dengan menggunakan hubungan kesetaraan pada luas daerah. Hasil yang diperoleh dari penggunaan hubungan kesetaraan tersebut adalah : Jika pada setiap sisi segitiga siku-siku terdapat daerah yang beraturan maupun yang tidak beraturan dan setara, maka terdapat hubungan diantara luas daerah tersebut dengan persamaan teorema pythagoras, yaitu:luas daerah yang terkait dengan sisi miring segitiga siku-siku, namakan sisi c merupakan penjumlahan dari luas daerah yang terkait dengan panjang sisi siku-siku, namakan sisi a dan sisi b.
2. Dari hasil perluasan teorema Pythagoras di 2R diperoleh bentuk perumusan umum perluasan
teorema Pythagoras, yaitu di nR seperti dijelaskan dalam teorema 4.1 dan teorema 4.2.
Daftar pustaka [1] Anton, H., Calculus with Analytic Geometry, 1988, John
Wiley. New York [2] Anton, H., Aljabar Linier Elementer, Edisi kelima, 1994,
Erlangga, Jakarta [3] Ausri, A., Pengembangan Sifat Pythagoras dengan
Menggunakan Hubungan Kesetaraan, 1997, Jumpa 6 : 83-90
[4] Clay, James R and Yuen Fong, Generalization of Pythagorean Theorem, 1995, Sea Bull. Math. 19:19-26
[5] Herstein, I.N., 1975. Topics In Algebra. 2thed. 1975, John Wiley. New York