bem.fkm.ui.ac.idbem.fkm.ui.ac.id/wp-content/uploads/sites/39/2015/04/... · web viewmasih segar...
TRANSCRIPT
Divisi KajianDepartemen Kajian dan Aksi Strategis
BEM IM FKM UI 2015
BEM IM FKM UI
2015
Hentikan Pembahasan RUU Pertembakauan: Berpihak Pada Siapa? #RUUDuaHatiDepartemen Kajian dan Aksi Strategis (KASTRAT) BEM IM FKM UI 2015
Masih segar dalam ingatan, dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2014 lalu, RUU Pertembakauan merupakan RUU Prioritas tahun 2014 dengan nomor 51 yang merupakan usul DPR dan dibuat oleh Badan Legislasi (Baleg). Padahal jika kita menilik ke belakang sudah ada Rancangan Undang-Undang terkait Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan (RUU-PDPTK) yang sudah diajukan sejak tahun 2006 silam dan akhirnya masuk ke dalam Prolegnas 2010-2014. Dan sekarang, RUU Siluman yang mendua hati secara substansi ini pun kembali masuk dalam jajaran RUU prioritas Prolegnas 2015 dengan urutan 22 dari 37 RUU prioritas Prolegnas 2015.
BAB I
Latar Belakang
1.1 Landasan Filosofis
Tembakau dan produk-produk turunannya sudah lama menjadi problematika yang
kompleks, tidak saja menyangkut masalah di bidang kesehatan. Masalah-masalah yang
berkaitan erat dengan tembakau dan produk-produk yang dihasilkan dari tembakau tersebut
dalam kans nasional menyangkut masalah dalam bidang ketenagakerjaan, petani tembakau,
pajak dan cukai, kultural, yang tidak jarang berdampak pula pada sisi psikologis. Sedangkan
dalam tataran internasional berkaitan pula dengan penanaman modal asing, hak cipta, dan
budaya yang juga berdampak psikologis bahkan lebih jauh dapat menyinggung sisi politis.
Dalam kehidupan nasional dan internasional, sudah lama orang mengenal tembakau sebagai
suatu bahan yang dipergunakan untuk membuat rokok.
Pada masyarakat tradisional Indonesia, di samping digunakan sebagai bahan dasar
(utama) rokok, tembakau juga antara lain dipergunakan sebagai susur dalam kegiatan
mengunyah sirih pada beberapa kelompok masyarakat di Indonesia, misalnya Jawa. Dalam
kaitannya dengan bidang kesehatan, penggunaan tembakau sebagai bahan dasar rokok
menjadi sebuah permasalah tersendiri karena, zat utama dalam tembakau yakni, nikotin,
menurut beberapa ahli kesehatan khususnya dokter dan dari berbagai literature di bidang
kesehatan dan kefarmasian dikategorikan sebagai zat adiktif. Di samping itu, nikotin sebagai
zat adiktif juga dikategorikan sebagai bahan kimia berbahaya.
Apabila tembakau sebagai bahan dasar rokok kemudian dibakar melalui aktivitas
merokok, maka akan menimbulkan akibat langsung maupun tidak langsung terhadap
kesehatan perokok aktif (perokok langsung) dan lingkungan perokok pasif (orang yang secara
tidak langsung menghirup paparan asap rokok). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan
definisi kesehatan dalam UU No. 36 tahun 2009 yang berbunyi, “ Kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
oranguntuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.” , ini kemudian menjadi hal yang
cenderung kontradiktif dan menimbulkan perdebatan panjang, apakah tembakau yang menjadi
1 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
bahan dasar rokok ketika dibakar melalui aktivitas merokok kemudian dihisap oleh perokok
aktif maupun lingkungannya yang notabene akan menjadi perokok pasif, merusak kesehatan
atau tidak.
Dari berbagai penelitian dan pengkajian tentang tembakau dan produk-produk yang
berasal dari tembakau (rokok) dapat disimpulkan bahwa produk tembakau atau rokok
membahayakan kesehatan perokok aktif maupun perokok pasif. Sedangkan hak untuk
mendapatkan lingkungan yang sehat dalam kehidupan manusia merupakan Hak Asasi
Manusia (HAM) yang dijamin dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, selanjutnya disebut UUD 1945, yang berbunyi, “Setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Jelas, hak dasar ini tidak boleh
dilanggar oleh siapa pun dan harus dijunjung tinggi dan dihormati agar setiap orang dapat
menikmati kehidupannya dengan sejahtera.
Dalam hukum HAM, negara dan pemerintah berkedudukan sebagai duty bearer
(pemangku kewajiban). Di mana ada tiga bentuk kewajiban yang diemban negara, yaitu: (1)
kewajiban menghormati (obligation to respect); (2) kewajiban memenuhi (obligation to
fulfill), serta kewajiban melindungi (obligation to protect). Kewajiban pertama mensyaratkan
kewajiban negara untuk menahan diri untuk tidak melakukan intervensi kecuali, atas hukum
yang sah (legitimate). Kewajiban kedua menekankan keaktifan negara dalam mengambil
langkah-langkah legislatif, administrative, yudisial, dan praktis, yang perlu untuk menjamin
perwujudan HAM. Adapun kewajiban ketiga mensyaratkan kewajiban untuk melindungi hak
dari kemungkinan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak non-negara.
Tiga kewajiban negara tersebut melekat ketika suatu negara meratifikasi instrumen-
instrumen pokok HAM. Misalnya ketika negara Indonesia meratifikasi Konvenan
Interansional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (KIHESB), maka norma-norma yang
tercantum di dalam KIHESB mengikat negara Indonesia dan berlaku sebagai hukum nasional
(supreme law of the land), termasuk mematuhi Pasal 12 (1) KIHESB yang menyatakan bahwa
negara mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar kesehatan tertinggi fisik dan
mental yang terjangkau. “Kewajiban memnuhi”, antara lain, ditunjukkan dengan mengadopsi
seluruh langkah legislatif, administrative, dan anggaran yang layak untuk mewujudkan HAM,
2 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
misalnya mengembangkan peraturan pengendalian tembakau yang komprehensif dalam
rangka perwujudan ha katas kesehatan.
1.2 Landasan Yuridis
No. Legislasi dan Konvensi Terkait
Pengendalian Tembakau di
Indonesia
Kandungan
1. UU No. 23/2002 tentang Perlindungan
Anak
Pasal 3
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,
demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia, dan sejahtera.
2. UU No. 32/2002 tentang Penyiaran Pasal 46
1) Siaran iklan terdiri atas siara iklan niaga dan
siara iklan layanan masyarakat
2) Siaran iklan wajib menaati asas, tujuan, fungsi,
dan arah penyaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5
3) Siaran iklan niaga dilarang melakukan:
a. …;
b. Promosi minuman keras atau sejenisnya
dan bahan atau zat adiktif
c. Promosi rokok yang memperagakan
wujud rokok;
3. UU No. 39/2007 tentang Cukai Pasal 2
1. Barang-barang tertentu yang mempunyai sifat
3 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
atau karakteristik:
a. Konsumsinya perlu dikendalikan;
b. Peredarannya perlu diawasi;
c. Pemakaiannya dapat menimbulkan
dampak negatif bagi masyarakat atau
lingkungan hidup; atau
d. Pemakaiannya perlu pembebanan
pungutan negara demi keadilan dan
keseimbangan, dikenai cukai berdasarkan
undang-undang ini.
2. Barang-barang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dinyatakan sebagai barang kena cukai.
4. UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah
Pasal 2
1. Jenis pajak provinsi terdiri atas:
a. Pajak kendaraan bermotor;
b. Bea balik nama kendaraan bermotor;
c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor;
d. Pajak air permukaan; dan
e. Pajak rokok
Bagian pajak rokok selanjutnya diatur secara detail pada
Pasal 26 sampai Pasal 31.
5. UU No. 35/2009 tentang Narkotika Pasal 1
1) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan,
yang dibedakan kea lam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang
4 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
ini.
6. UU No. 36/2009 tentang Kesehatan Pasal 113
1) Pengamanan penggunaan bahan yang
mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak
mengganggu dan membahayakan kesehatan
perseorangan, keluarga, masyarakat, dan
lingkungan.
2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi tembakau, produk yang mengandung
tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat
adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan
kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat
sekelilingnya.
3) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan
yang mengandung zat adiktif harus memenuhi
standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan.
Pasal 114
Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan
rokok ke wilayah Indonesia wajib mencnatumkan
peringatan kesehatan
Pasal 115
1) KTR antara lain:
a. Pelayanan eksehatan
b. B-M
c. Anak
d. Angkutan umum
e. Tempat kerja
f. Tempat lain yang ditetapkan
2) Pemerintah daerah menetapkan kawasan tanpa
rokok di wilayahnya.
5 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
7. UU No. 19/2013 tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Petani Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1) Perlindungan Petani adalah segala upaya untuk
membantu Petani dalam menghadapi
permasalahan kesulitan memperoleh prasarana
dan sarana produksi, kepastian usaha, risiko
harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya
tinggi, dan perubahan iklim.
2) Pemberdayaan petani adalah segala
upaya untuk meningkatkan kemampuan petani
untuk melaksanakan usaha tani yang lebih baik
melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan
dan pendampingan, pengembangan sistem dan
sarana pemasaran hasil pertanian, konsolidasi
dan jaminan luasan lahan pertanian, kemudahan
akses ilmu pengetahuan, teknologi dan
informasi, serta penguatan Kelembagaan Petani.
8. Peraturan Pemerintah terkait
Pengendalian Peredaran Zat Adiktif
1) PP No. 109/2012 tentang Pengamana Bahan
yang Mengandug Zat Adiktif Berupa Produk
Tembakau Bagi Kesehatan.
2) Permenkes No. 28/2013 tentang Pencantuman
Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan
pada Kemasan Produk Tembakau.
3) Peraturan Kepala BPOM No. 41/2013 tentang
Pengawasan Produk Tembakau yang Beredar,
Pencantuman Peringatan Kesehatan dalam Iklan
dan Kemasan Produk Tembakau, dan Promosi.
9. Peraturan Daerah tentang Kawasan Berbagai Peraturan Derah tentang Kawasan Tanpa
6 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
Tanpa Rokok Rokok di Indonesia.
10. Peraturan Bersama menteri Kesehatan
dan Menteri Dalam Negeri
Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri
Dalam Negeri No. 7/2011 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.
11. Konvensi Internasional Hak Ekonomi,
Sosial, dan Budaya
Terkait tanggung jawab pemerintah dan komitmen
internasional pemerintah atas pemenuhan Hak Asasi
Manusia (HAM) yakni, Hak atas Kesehatan, Hak atas
Pekerjaan, Upah, dan Standar Kehidupan yang Layak,
serta Hak Anak.
Tabel 1.1 Legislasi dan Konvensi terkait Pengendalian Tembakau di Indonesia
7 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
BAB II
Pembahasan
2.1 Konsumsi Rokok di Indonesia
Hasil survei kesehatan berskala nasional pada tahun 2010 menunjukkan besaran masalah
tembakau yang masih relative tinggi dan cenderung meningkat dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Angka prevalensi (%) konsumsi tembakau baik yang dihisap (rokok) maupun yang
dikunyah juga cenderung meningkat terutama pada laki-laki di Indonesia. Di samping masih
menjadi masalah nasional di Indonesia, konsusmi rokok di Indonesia juga memberikan
sumbangan masalah kesehatan global dengan menjadi salah satu dari lima negara yang
mengkonsumsi rokok tertinggi di dunia.
Gambar 1.1 Lima negara dengan konsusmsi rokok terbesar (milyar batang)
Sumber: Tobacco Atlas 2002, 2009, 2012
Gambar 1.1 di atas memperlihatkan konsumsi rokok berdasarkan jumlah batang yang
dihisap per tahun pada lima negara yang mengkonsumsi rokok terbanyak. Berdasarkan data yang
tercatut dalam buku Tobacco Atlas tahun 2002, 2009, dan 2012 tampak terlihat peningkatan
jumlah batang rokok yang dikonsusmi di Indonesia dan China, dan penurunan di Amerika dan
Jepang serta fluktuatif di Rusia. Seperti tertera dalam grafik, konsumsi rokok di Indonesia
meningkat dari 182 milyar batang pada tahun 1998 menjadi 260,8 milyar batang pada tahun
2009.
8 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
Gambar 1.2 Peringkat lima negara dengan konsumsi rokok terbesar (milyar batang) tahun 2009
Sumber: Tobacco Atlas, 2012
Gambar 1.2 menunjukkan bahwa dari data tahun 2009 dalam buku Tobacco Atlas tahun
2012, Indonesia adalah negara keempat dengan jumlah batang rokok yang dikonsumsi terbesar di
dunia setelah China, Rusia, dan Amerika. Hal ini menandakan bahwa, peringkat Indonesia
meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dari peringkat lima menjadi peringkat empat, dan
Jepang turun dari peringkat empat menjadi peringkat kelima (lihat gambar 1.1)
Gambar 1.3 Sepuluh negara dengan persentase perokok terbesar dari jumlah perokok dunia
Sumber: WHO Report on Global Tobacco Epidemic, 2008 (*Jumlah perokok di dunia mencapai 1,3 milyar orang)
9 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
Berdasarkan grafik 1.3 di atas terlihat bahwa dari laporan World Health Organization
(WHO) tahun 2008 menunjukkan Indonesia berada pada peringkat ketiga untuk jumlah perokok
terbesar dari jumlah perokok dunia (4,8%) setelah China (30%), dan India (11,2%).
Pada tahun 2007, prevalensi (%) merokok dewasa usia 15 tahun ke atas mengalami
peningkatan, di mana pada tahun 2001 prevalensi merokok dewasa usia 15 tahun sebesar 31,5%,
pada tahun 2007 meningkat menjadi 34,2%. Kenaikan yang signifikan pun juga terjadi pada
perokok perempuan yakni, kenaikan 4 kali lipat dari 1,3% menjadi 5,2% selama kurun waktu
2001-2007. Peningkatan perokok pada kelompok umur 15-19 tahun, dari yang awalnya 7,1%
(1995) menjadi 19,9% (2007) atau naik sebesar 180%. Peningkatan tertinggi terjadi pada
kelompok umur yang paling muda yaitu 10-14 tahun dari 0,3% menjadi 20% atau meningkat 7
kali lipat selama kurun waktu 12 tahun (1995-2007). Yang jauh lebih mengkhawatirkan adalah
umur mulai merokok yang semakin muda. Anak-anak berusia 5-9 tahun sudah mulai merokok
dengan prevalensi tertinggi dari kelompok umur di bawah 15 tahun yaitu, dari 0,4% tahun 2001
menjadi 1,9% tahun 2007 atau hampir terjadi peningkatan sebesar 5 kali lipat. Tahun 2007, 40%
populasi semua umur sebear 91 juta orang, terpapar asap rokok di dalam rumah, perempuan lebih
tinggi jumlahnya (54,4%) daripada laki-laki (26%) dan anak-anak usia 0-14 tahun jumlahnya
44% atau 40% juta anak terpapar asap rokok. 85,4% dari perokok usia 10 tahun ke atas merokok
di rumah bersama dengan anggota lainnya. 69% rumah tangga di Indonesia memiliki
pengeluaran untuk rokok, hal ini berarti di rumah minimal ada 1 orang perokok.
2.2 RUU Siluman: Cacat Proses Legislasi RUU Pertembakauan
DPR menyetujui 159 RUU masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun
2015-2019. Dari jumlah itu, juga disepakati terdapat 37 RUU yang menjadi Prolegnas prioritas
tahun 2015. Seluruh RUU Prolegnas prioritas tersebut merupakan usulan dari DPR, Pemerintah
dan DPD. Masuknya RUU tentang Pertembakauan dalam Prolegnas prioritas menjadi perhatian
besar bagi sebagian kalangan. RUU Pertembakauan bagaikan RUU Siluman. Pasalnya, RUU
tersebut disinyalir disusupi kepentingan industri rokok dan tiba-tiba berhasil mendapat nomor
urut 22 dari 37 prioritas Prolegnas tahun 2015. Komnas Pengendalian Tembakau merupakan
pihak yang menolak keras keberadaan RUU tentang Pertembakauan karena sebagian besar
10 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
muatan materi draft RUU tersebut lebih banyak membahas produksi tembakau, ketimbang
pengendalian atas risiko tembakau.
Berdasarkan Dokumen Daftar Rancangan Undang-Undang Program Legislasi Nasional
Tahun 2015-2019 Usulan DPR dan DPD Disertai Catatan Tim Pendukung Penyusunan
Prolegnas. RUU Pertembakauan merupakan RUU yang berasal dari Insiatif DPR. Masih menjadi
polemik tersendiri karena masih banyak anggota DPR belum sepakat RUU tentang
Pertembakauan masuk dalam prioritas Prolegnas tahun 2015. Patut diduga kuat beberapa
anggota DPR bermain mata/ patgulipat dengan industri rokok merupakan persekongkolan jahat
karena yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah UU yang melindungi kepentingan masyarakat,
bukan melindungi kapitalisme industri rokok.
Dalam melakukan analisa terhadap UU yang dihasilkan oleh DPR bersama Pemerintah,
ada 2 (dua) kategori utama dalam melakukan penilaian terhadap kualitas legislasi, pertama,
Proses, yakni tentang bagaimana UU itu dibahas dan ke dua, Substansi, yakni apa isi dari UU.
Poin kunci dalam menilai pembahasan UU dari segi proses, mencakup:
a. Siapa yang mengusulkan, yakni, melakukan identifikasi kepentingan siapa atau pihak
mana yang dominan demi mengetahui siapa pihak yang diuntungkan, sekaligus
mengukur kesiapan dalam perencanaan pembentukan UU;
b. Alat Kelengkapan yang membahas, yakni,di DPR pembahasan dilakukan oleh alat
kelengkapan, di Presiden melalui Surat Presiden yang menunjuk Menteri sebagai
perwakilan Pemerintah, ini untuk mengetahui sikap dan pandangan dan wacana yang naik
dalam pembahasan;
c. Tahapan dan Waktu Pembahasan, yakni, ini terkait durasi pembahasan, mulai dari
perencanaan legislasi termasuk dokumen naskah akademik dan naskah RUU, bobot
materi muatan RUU, pelibatan pemangku kepentingan, yang semuanya mempengaruhi.
Dan dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) kali masa sidang dan dapat diperpanjang
untuk 1 (satu) kali masa sidang;
d. Siapa saja yang dilibatkan dalam pembahasan, yakni, siapa saja pemangku kepentingan
yang dilibatkan, peorangan atau kelompok ahli yang turut serta, dan apakah kelompok
rentan dilibatkan;
11 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
e. Keterlibatan publik, yakni, sejauh mana publik terlibat dalam pembentukan UU, ini
berkaitan erat dengan legitimasi produk legislasi. Terbuka tidak, bukan formalitas belaka;
f. Dinamika pembahasan, yakni, perdebatan dan argumentasinya dalam pembahasan UU,
dan bagaimana mencari jalan ke luarnya, apakah masalah prinsipil atau teknis;
g. Metode pembahasan; yakni, apakah menggunakan metode tertentu, sistem clustering
misalnya, atau konvensional yang tidak efektif dan optimal;
h. Dinamika pengambilan keputusan, yakni, apakah diambil berdasarkan musyawarah,
aklamasi, atau voting;
Berdasarkan pemantauan yang YLBHI lakukan terhadap proses legislasi RUU
Pertembakauan, maka kami menghasilkan analisis sebagai berikut:
1) Siapa yang mengusulkan
Pada tahun 2009, RUU tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap
(PDPTK) Kesehatan, yang diusulkan oleh 259 anggota DPR pada tahun 2006, masuk pada
Prolegnas tahun 2009—2014. Respon dari Pemerintah terhadap RUU tentang Pengendalian
Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan sangat baik, begitu juga kelompok korban dan
masyarakat pemerhati dan peduli lingkungan serta kesehatan. Berbagai kajian dari dalam negeri
maupun luar negeri terhadap tembakau dan dampak penggunaannya, yang melengkapi Naskah
Akademik serta draf RUU-nya. Dari RUU ini, kepentingan perlindungan Hak Atas Kesehatan
dan Hak Atas Lingkungan yang Bersih dan Sehat mendominasi pembahasan. Namun, RUU
PDPTK diendapkan ketika Rapat Pleno Baleg 7 Juli 2011. Hal ini disebabkan berubahnya
nuansa setelah kunjungan kerja Baleg, pembahasan berubah menjadi bisnis dan industri rokok
yang didalihkan dengan isu perlindungan petani tembakau dan perkebunan mandiri masyarakat
serta ketergantungan ekonomi terhadapnya, padahal tidak ada kajian terhadap itu.
Kondisi berbeda terjadi dalam RUU Pertembakauan yang diusulkan oleh Baleg secara
tiba-tiba, dengan menetapkannya dalam rapat Paripurna, meskipun banyak penolakan tetapi
dilanjutkan juga. Tanpa ada sosialisasi sebelumnya, tanpa ada Naskah Akademik dan RUU yang
dipublikasikan secara terbuka. Aktor dominan dalam pengusulan secara paksa RUU
Pertembakauan ini adalah Ignatius Mulyono, yang bersikeras menolak RUU tentang
Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan sebelumnya. Tanpa adanya
persiapan yang matang, kelengkapan dokumen dan kajian, jelas terlihat kepentingan dari Ignatius
Mulyono, dan “pihak” di belakangnya.
12 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
2) Alat Kelengkapan yang membahas
Pembahasan di DPRI-RI dilakukan oleh Baleg. Pembahasan dilakukan secara tertutup,
tidak ada publikasi atas Naskah Akademik dan draf RUU, bahkan tidak bisa diakses oleh publik
(nonpartisipatif publik). Sedangkan di sisi Presiden, melalui Surat Presiden penunjukan Menteri
sebagai perwakilan Pemerintah telah dilakukan dan Menteri Kesehatan menjadi Koordinator
terhadap 5 Kementerian lainnya, dan sikap serta pandangannya adalah menolak dengan tegas
RUU Pertembakauan. Wacana yang disampaikan oleh Kementerian adalah potensi pelanggaran
Hak Asasi Manusia yakni, Hak Atas Kesehatan dan Hak Atas Lingkungan yang Bersih dan
Sehat, perlindungan perempuan dan anak, kapitalisasi dan monopoli tembakau untuk
kepentingan industri rokok, serta proses legislasi yang tidak transparan dan sangat dipaksakan
serta tanpa adanya kajian dan dokumen yang lengkap; Pembahasan oleh Baleg DPR-RI, serta
adanya penolakan dan alasan yang disampaikan dari pihak Presiden mengiindikasikan kapasitas
alat kelengkapan DPR-RI yakni Baleg yang tidak memadai.
3) Tahapan dan Waktu Pembahasan
Dilihat dari segi durasi pembahasan, diusulkannya RUU Pertembakauan secara tiba-tiba
pada rapat Paripurna DPR-RI pada Desember 2012 lalu ditetapkan sebagai Usul Inisatif DPR-RI
nomor urut 59 dan masuk ke dalam Prolegnas 2013, juga masuk dalam prioritas Prolegnas tahun
2015, membuktikan durasi waktu yang sangat singkat dan nyaris tanpa ada pembahasan secara
detail. terbuka, dan terlihat terburu-buru. Jika dibandingkan dengan pengusulan dan pembahasan
RUU tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan sejak 2006 dan baru
ditetapkan sebagai Usul Inisiatif DPR-RI nomor urut 27 pada 2011, yang memakan waktu 5
tahun ini, sangatlah timpang dan tidak masuk akal. Selain tidak ada keterdesakan (urgensi), tidak
ada indikasi yang kuat juga terkait kebutuhan (esensi). Tidak heran, Naskah Akademik dan draf
RUU Pertembakauan tidak jelas, tidak dipublikasi, dan tidak dapat diakses oleh publik sebelum
ditetapkan.
13 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
4) Siapa saja yang dilibatkan dalam pembahasan
Pemangku kepentingan yang dilibatkan dalam pembahasan RUU Pertembakauan nyaris
tidak ada, selama ini hanya ada rapat-rapat tertutup yang tidak bisa diakses publik data atau
catatan rapatnya. Dipastikan juga, tidak ada kelompok rentan yang dilibatkan, baik pegiat
perlindungan perempuan, anak, maupun disabilitas. Terlihat jelas bahwa kepentingan dari
urgensi dan esensi dari RUU Pertembakauan ini tidak datang dari kepentingan publik, apalagi
kelompok khusus, seperti rentan dan disabilitas.
5) Keterlibatan publik
Jauh sebelum penetapan sebagai usul inisiatif DPR-RI dan masuk dalam Prolegnas,
pembahasan RUU Pertembakauan tidak terbuka, begitu juga akses masyarakat untuk terlibat
dalam rapat-rapat dan memiliki dokumen Naskah Akademik yang sampais aat ini tidak pernah
dipublikasi. Tanpa keterlibatan publik, maka pembahasan RUU Pertembakauan ini melanggar
ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Pasal 5 terkait Asas, dan Pasal 96 tentang Partisipasi Masyarakat.
6) Dinamika pembahasan
Tidak ada catatan substansial dan esensial terkait perdebatan dan argumentasi dalam
pembahasan RUU Pertembakauan yang dilakukan secara tertutup dan dipaksakan. Dapat dilihat
bahwa ada masalah prinsipil dan teknis dalam pengusulan dan pembahasannya. Sehingga, harus
dihentikan dengan menarik RUU Pertembakauan dari Prolegnas.
7) Metode pembahasan
Pembahasan RUU Pertembakauan dilakukan dengan cara konvensional yang tidak efektif
dan optimal, tidak ada metode khusus, karena secara tertutup dan tiba-tiba masuk dalam Usul
Inisiatif DPR-RI
14 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
8) Dinamika pengambilan keputusan
Pengusulan RUU Pertembakauan dalam rapat Paripurna dilakukan oleh Baleg, dan
keputusan untuk menetapkan RUU Pertembakauan sebagai usul inisiatif DPR-RI dilakukan
berdasarkan aklamasi sederhana dan singkat, hanya ditanyakan dan di-iya-kan begitu saja,
padahal sudah ada penolakan dari beberapa anggota DPR-RI serta protes terhadap Pimpinan
Baleg.
Waktu Peristiwa28 Februari 2006 Ada 205 Anggota DPR-RI mengajukan RUU Pengendalian
Tembakau namun tidak ditanggapi oleh Badan Legislasi (Baleg);
24 Maret 2006 Beberapa Anggota DPR-RI menyampaikan interupsi di Sidang Paripurna, dan 4 kali mengirimkan surat permohonan agar Badan Legislasi (Baleg) meninjau ulang tanggapannya.
1 Juli 2008 Total 259 anggota DPR-RI, pengusul RUU Pengendalian Tembakau menghimbau agar Badan Musyawarah DPR-RI mendorong proses aksesi/ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dengan harapan Indonesia aktif sebagai anggota FCTC dalam Conference of Party ke-3 di Durban Afrika Selatan tahun 2008.
Tahun 2009 Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan yang diajukan pada tahun 2006 oleh DPR-RI periode 2004-2009, masuk pembahasan (Prolegnas) Tahun 2009 – 2014. DPR-RI bersama Pemerintah bahkan telah menyetujui RUU tersebut masuk dalam Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2011 nomor urut 27 berdasarkan Keputusan DPR-RI Nomor 02B/DPR-RI/II/2010-2011 tentang Program Legislasi Nasional RUU Prioritas Tahun 2011.
15 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
Tahun 2010-2011 Badan Legislasi telah melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai pihak dan stakeholders:- ICTN (Indonesia Control Tobacco Network),- Komnas Pengendalian Tembakau,- Ikatan Dokter Indonesia (IDI),- Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah,- Gabungan Pengusaha Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI),- Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), dan- Indonesia Berdikari.
Selain itu, melakukan RDP dengan Ditjen Perkebunan (Kementerian Pertanian), Ditjen Perdagangan Dalam Negeri (Kementerian Perdagangan), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Ditjen Bea Cukai (Kementerian Keuangan), dan Ditjen Ketenagakerjaan (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi). Pada persidangan awal, ke-I dan II, kajian kesehatan, sosial, dll serta dokumen-dokumen bukti terkait dampak penggunaan tembakau merusak kesehatan, bukan hanya pengguna tetapi publik yang bukan pengguna. Ahli kesehatan pun terlibat dalam penyampaian fakta tersebut termasuk pembelajaran dari berbagai negara. Pada masa persidangan III tahun sidang 2010 – 2011, Badan Legislasi selanjutnya melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pada ketiga daerah tersebut, DPR mendengarkan berbagai aspirasi dan masukan dalam penyusunan draf RUU tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan. Penting untuk dicatat, 3 wilayah tersebut adalah wilayah perkebunan tembakau yang sebagian besar dikuasai dan menjadi supplier tembakau untuk perusahaan rokok
16 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
besar di Indonesia.Nuansa pembahasan awalnya terkait kesehatan, namun berubah arah menjadi industri/bisnis rokok, setelah kunjungan kerja DPR-RI, yang diduga “dijamu” oleh Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) di mana salah satu pendirinya adalah perusahaan rokok besar, Sampoerna. Berbagai pertimbangan terkait perlindungan kesehatan, lingkungan yang sehat, seketika membahas terkait cukai, industri rokok, pabrik rokok. Dan akhirnya RUU ditolak. Diduga kuat, berdasarkan hasil investigasi YLBHI, kunjungan kerja Baleg “difasilitasi” oleh perusahaan rokok yag tergolong besar di Indonesia. Beberapa Anggota Baleg mengakui secara tertutup atas dugaan tersebut. Baca: Makalah Perkembangan RUU Tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan, Ignatius Mulyono, Ketua Badan Legislasi DPRRI. Makalah disampaikan dalam Executive Forum Media Indonesia dengan topik Pembahasan Rancangan Undang-Undang Tembakau di Indonesia di Millennium Hotel, Jakarta, 28 Juli 2011.
7 Juli 2011 Rapat Pleno Baleg secara resmi telah mengambil keputusan untuk mengendapkan RUU tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau terhadap Kesehatan (PDPTK) yang diusulkan 259 anggota DPR periode 2004 – 2009. Konsekuensi diendapkannya adalah dalam Prolegnas 2012 tidak lagi mencantumkan RUU Tembakau atau sejenisnya, sesuai Peraturan Tata Tertib DPR-RI.
13 Desember 2012- Pada Rapat Paripurna, tiba-tiba diusulkan “RUU Pertembakauan” dengan nomor urut 59, tanpa Naskah Akademik yang jelas dan tidak terpublikasi.
17 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
- Diduga kuat, ada pendekatan kepada Ignatius Mulyono (Ketua Baleg) dan Sumarjati Arjoso (Anggota Komisi IX dan Ketua BAKN). Sampoerna School of Business (SSB) sempat meminta kerjasama dengan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN). Kerja sama dimaksud dalam rangka meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan negara dengan melakukan penelitian dan diskusi. Surat bernomor: 070/SSB/IX/EXT/13 ditujukan kepada Wakil Ketua BAKN, Yahya Sacawiria. Sumarjati menolak dengan tegas, kerja sama dan RUU-nya. Sementara Ignatius masih dalam posisi menolak RUU tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau terhadap Kesehatan (PDPTK).- Berbagai penolakan dilontarkan kepada pimpinan Baleg. Dengan alasan adanya ketidaksesuaian prosedur kdan keanehan, yakni, tidak ada sosialisasi RUU Pertembakauan, tidak jelas Naskah Akademik dan Draf RUU-nya.- Selain itu, RUU tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau terhadap Kesehatan (PDPTK) yang diendapkan telah disempurnakan menjadi RUU Perlindungan Kesehatan Masyarakat Dari Bahaya Rokok Dan Produk Sejenisnya justru tidak diperhatikan dan tidak dimasukkan dalam Prolegnas 2013.- Sesuai dengan Pasal 106 peraturan Tata Tertib DPR ayat (9), Penyusunan dan penetapan Prolegnas tahunan dilakukan dengan memperhatikan: (a) Prolegnas tahun sebelumnya, (b) Tersusunnya naskah rancangan undang-undang dan/atau tersusunnya naskah akademik.- Jika RUU Pertembakauan 2013 merupakan UU yang sama sekali baru di luar Prolegnas tahun sebelumnya (2012) dan Prolegnas 5 tahunan,
18 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
maka Baleg harus memenuhi ketentuan Pasal 101 ayat (2) yang menyatakan “Dalam keadaan tertentu, hanya DPR dan Presiden yang dapat mengajukan rancangan Undang-undang di luar Prolegnas”.- Harusnya, Baleg sebagai pengusul RUU tentang Pertembakauan menjelaskan secara tertulis kepada Rapat Paripurna DPR tentang “keadaan tertentu” yang dimaksud sehingga RUU Pertembakauan layak untuk dimasukkan dalam Prolegnas 2013. Dengan alasan-alasan tersebut maka Baleg diduga kuat telah melanggar ketentuan Pasal 101 ayat (1) dan (2).- Pencantuman RUU Pertembakauan dalam Prolegnas 2013 hanya judulnya saja tanpa disertai penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademis. Ini juga telah melanggar Pasal 99 ayat (6) Peraturan Tata Tertib DPR yang menyatakan bahwa, “Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan disertai penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademis.”- Ada “pemberian tanda bintang” dalam RUU Pertembakauan, dengan alasan masalah judul yang harus diganti sementara substansi masih merupakan daur ulang dari RUU tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau terhadap Kesehatan (PDPTK), padahal sangat berbeda dan klausul “pembintangan” ini tidak diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR;- Pernyataan pimpinan baleg tentang permasalahan RUU Pertembakauan yang masih pada judulnya dan belum jelas substansinya justru menguatkan dugaan adanya pemaksaan. Sementara ini diduga bertentangan dengan Pasal 104 Peraturan Tata Tertib DPR ayat (7) yang
19 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
menyatakan: “ Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis dengan menyebutkan judul rancangan undang-undang disertai dengan alasan yang memuat: (a) urgensi dan tujuan penyusunan; (b) sasaran yang ingin diwujudkan; (c) pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan (d) jangkauan serta arah pengaturan”.
3 September 2013 Dalam pertemuan dengan Badan Kehormatan DPR-RI klaim pimpinan Baleg bahwa RUU Pertembakauan merupakan usulan Fraksi PDI-P terbukti tidak benar. Terbukti dari interupsi Fraksi PDIP dalam rapat paripurna tanggal 13 Desember 2012 yang menolak RUU Pertembakauan dan meminta untuk dikeluarkan dari Prolegnas, tetapi Pimpinan Baleg, Ignatius Mulyono dari Fraksi Demokrat tetap memaksa untuk memasukkannya.
10 Juli 2014 Sidang Paripurna DPR, ditetapkan bahwa RUU Pertembakauan sebagai usul Inisiatif DPR. Ada keberatan dari Soemarjati Arjoso (Komisi IX) dan Firman Soebagyo (Komisi IV) terhadap penetapan RUU Pertembakauan sebagai Usul Inisiatif DPR. Keduanya menyatakan dengan tegas sudah ada catatan terhadap RUU ini, dan ditegaskan bahwa ini dipaksakan sekali, dan kemungkinan ada pihak berkepentingan industri dan bisnis rokok yang mendorong, dan harus dijadikan catatan khusus. Baca: “RUU Pertembakauan Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR“
http://www.dpr.go.id/id/berita/paripurna/2014/jul/15/8374/ruu-pertembakauan-disetujui-jadi-usul-inisiatif-dpr
20 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
16 Juli 2014 Pimpinan DPR-RI mengirimkan surat kepada Presiden, terkait RUU tentang Pertembakauan untuk dibicarakan bersama Presiden dalam sidang DPR-RI. Disampaikan juga Naskah Akademik RUU Pertembakauan. DPR meminta presiden menunjuk menteri sebagai perwakilan presiden.
25 Juli 2014 Rapat Sekretariat Negara, menunjuk yang menjadi Koordinator pembahasan RUU ini adalah Kementerian Kesehatan.
7 Agustus 2014 Interdept Meeting yang diadakan oleh Kementerian Kesehatan bersama 5 Kementerian lain, yakni, Pertanian, Perindustrian, Perdagangan, Keuangan, dan Kesejahteraan Rakyat. Suara bulat 6 kementerian menyatakan menolak/tidak melanjutkan pembahasan RUU Pertembakauan;
11 Agustus 2014 Pengiriman surat penolakan oleh 6 Kementerian ke Presiden berdasarkan hasil Interdept Meeting. Kementerian meminta Presiden untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU Pertembakauan. Baca: “Kemenkes Tolak RUU Pertembakauan”, http://health.liputan6.com/read/2096746/kemkes-tolak-ruu-pertembakauan Keynote Speech Menteri Kesehatan RI Pada Seminar Forum Editor Media tentang FCTC Vs RUU Pertembakauan, Jakarta 26 Agustus 2014.
3 September 2014 Presiden mengirimkan Surat Presiden ke DPR-RI, surat menyatakan RUU Dilanjutkan dan menunjuk ke-6 kementerian membahasnya. Presiden menunjuk : Menteri Kesehatan, Menteri Perdagangan, Menteri perindustrian, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian dan Menteri Hukum dan HAM untuk mewakili presiden dalam membahas RUU
21 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
Pertembakauan (baik sendiri-sendiri/bersama-sama)
16 September 2014 Rapat Paripurna pembentukan Pansus RUU Pertembakauan Terpilih 30 nama masuk sebagai anggota Pansus RUU Pertembakauan. Komposisi Pansus terdiri dari Komisi 4 (Pertanian, Perkebunan, perikanan dan pangan) dan Komisi 6 (Perdagangan, Perindustrian, Investasi, Koperasi, UKM dan BUMN, dan standarisasi nasional). Komisi yang membidangi Kesehatan hanya 3 orang; Beberapa nama dalam komposisi Pansus tersebut juga sering disebutkan dalam sidang pemeriksaan kasus-kasus Tindak Pidana Korupsi. Jika dilihat dari komposisi anggota Pansus, dominasi anggota Pansus yang justru banyak di luar Komisi yang membidangi Kesehatan, menunjukkan kuatnya nuansa bisnis dan industri rokok yang sangat kental.Baca: http://www.dpr.go.id/id/berita/paripurna/2014/sep/17/8747/dpr-sahkan-keanggotaan-pansus-ruu-pertembakauan
Pemimpin Rapat : Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso9 Februari 2015 RUU Pertembakuan mendapatkan nomor urut 22 dari 37
yang menjadi prioritas Prolegnas tahun 2015
Tabel 2.1 Tabulasi Proses Legiaslasi Pembentukan RUU Pertembakauan
22 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
2.3 Komparasi RUU Pertembakauan dengan Persandingannya; RUU PDPTK, PP 109
Tahun 2012, dan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)
No. Isu Penjelasan Pasal Komentar1. Definisi dampak
zat berbahaya dalam rokok
RUU PertembakauanPasal 21
Penjelasan mengenai bahaya kandungan dalam rokok seperti tar, nikotin, dan karbonmonoksida disebutkan pada RUU PDPTK, namun pada RUU Pertembakauan tidak disebutkan dampak dari zat tsb.
RUU PDPTK Pasal 1Poin 3, 4, dan 5Nikotin adalah zat yang bersifat adiktif, tar bersifat karsiogenik, serta karbonmonoksida bersifat racun. PP 109/2012, Pasal 1Nikotin adalah zat yang bersifat adiktif dan tar bersifat karsinogenik.
FCTCdijelaskan secara umum bahwa rokok bersifat adiktif
23 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
namun tidak dsebutkan secara spesifik jenis zat adiktif tersebut.
2. Definisi Kawasan Tanpa Asap Rokok
RUU PertembakauanPasal 1 poin 11Pasal 41Definisi KTR adalah Kawasan Tanpa Asap Rokok adalah tempat atau ruangan yang dinyatakan dilarang mengkonsumi Produk Tembakau.
Pada RUU pertembakauan definisi KTR adalah Kawasan Tanpa Asap Rokok yaitu kawasan yang dilarang mengonsumsi rokok, masih terdapat kemungkinan untuk melakukan kegiatan penjualan, pembelian, iklan, promosi, sponsorship masih diizinkan.KTR di 7 Kawasan, tidak ada poin tempat umum lainnya yang meliputi taman kota, tempat rekreasi, halte,terminal angkutan umum, stasiun kereta api, tempat olahraga dan pasartradisional.
RUU PDPTKPasal 28Pasal 30Definisi KTR adalah tempat atau ruangan yang dinyatakan dilarang untuk merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli produk tembakauPP 109/2012, Pasal 1; Pasal 49-52Definisi KTR adalah kawasan dilarang merokok, mempromosikan, dan mensponsori produk tembakauFCTCTidak menjelaskan secara spesifik
3. Asas RUU PertembakauanPasal 2a. kesejahteraan;b. kemanfaatan;c, keterpaduan;d. keiestarian; dane. keadilan.Pasal 3a. meningkatkan produksi tembakau;…e. melindungi kesehatan masyarakat.
Ada lima asas, namun tidak saling berkorelasi karena pasal 3 mencantumkan tujuan kesehatan tetapi tidak ada asas kesehatan dalam pasal 2.
24 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
4. Definisi Pengendalian Produk Tembakau
RUU PertembakauanPasal 4definisi hanya mencakup pengendalian konsumsi produk tembakau
Definisi pengendalian produk tembakau pada RUU Pertembakauan hanya mencakup pengendalian konsumsi produk tembakau, sedangkan pada RUU PDPTK dan FCTC pengendalian mencakup konsumsi dan dampak dari konsumsi tersebut
RUU PDPTKPasal 1Pengendalian dampak produk tembakau adalah setiap kegiatan atauserangkaian kegiatan untuk mencegah dan/atau menangani dampakkonsumsi produk tembakau, baik secara langsung maupun tidak langsungterhadap kesehatan.PP 109/2012tidak digunakan istilah pengendalian produk tembakauFCTCserangkaian strategi pasokan, permintaan dan penguranganbahaya yang ditujukan untuk memperbaiki kesehatanpenduduk melalui penghapusan atau pengurangan konsumsiproduk tembakau dan paparan terhadap asap rokok.
5.Kemitraan pemerintah produksi tembakau
RUU PertembakauanPasal 10Pasal 16Pemerintah/Pemda memfasilitasi kemitraan antara petani dan pelaku usaha dengan prinsip saling menguntungkan.
Realitanya standarisasi harga tembakau belum terjadi dan merugikan banyak petani karena ketentuan harga penjualan dipegang sepenuhnya oleh pihak industri rokok
RUU PDPTK, PP 109/2012, FCTCPemerintah berperan dalam pengendalian produk tembakau bukan bekerjasama dengan petani dan pelaku usaha
25 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
6. Izin Pelaku Usaha
RUU PertembakauanPasal 17Setiap orang berhak melakukan usaha industri produk tembakau.
Pada RUU Pertembakauan memungkinkan anak dibawah umur menjadi pekerja dalam industri rokok
RUU PDPTKPelaku usaha dilarang memanfaatkan anak di bawah umur dalam seluruh kegiatan produksi, konsumsi, dan promosi
7. Perlindungan terhadap anak dibawah 18 tahun
RUU PDPTKPasal 11, 12, 13, 14Pelaku usaha dilarang memanfaatkan anak di bawah umur dalam kegiatan produksi, distribusi, dan promosi produk tembakau.
Terlihat pada RUU Pertembakauan tidak melarang keterlibatan anak dibawah 18 tahun kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi.Sedangkan pada PP 109/2012 tidak ada pelarangan dalam proses produksi
RUU PertembakauanPasal 34Pasal 39Pasal 40hanya melarang kegiatan penjualan dan promosi kepada anak dibawah 18 tahun.PP 109/2012Pasal 25 dan 46Pelarangan keterlibatan anak-anak dalam menjual, membeli, dan mengonsumsiFCTCPasal 16Larangan penjualan terhadap anak dibawah 18 tahun
8. Batas Minimum Jumlah Rokok perbungkus
RUU PDPTKPasal 19Jumlah minimum yaitu 20 buah setiap bungkus rokok jenis apapun.
Jumlah minimum sangat menentukan harga minimal yang harus dibayar oleh konsumen rokok. Semakin sedikit jumlah minimal maka harganya akan semakin berkurang.RUU Pertembakauan
Pasal 25batas minimum bervariasi hingga satu batang untuk produk cerutu dan rokok daunPP 109/2012Pasal 13
26 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
Jumlah minimum 20 hanya untuk jenis rokok putih mesinFCTCPasal 16Hanya dijelaskan pelarangan penjualan rokok perbatang dalam jumlah sedikit
9. Keterangan kandungan
RUU PertembakauanPasal 26 poin 2Uji kandungan hanya uji tar dan nikotin
Zat berbahaya yang terkandung dalam rokok begitu banyak bukan hanya tar dan nikotin namun juga ada karbon dioksida, arsenic, dan sianidaRUU PDPTK
Pasal 20Uji kandungan sekurang-kurangnya meliputi nikotin, tar, sianida, arsen, formalin,dan karbonmonoksida,PP 109/2012Pasal 10Uji kandungan hanya uji tar dan nikotinFCTCPasal 9Tidak disebutkan secara spesifik jenis zat yang perlu dilakukan pengujian
10. Kemasan Rokok RUU PertembakauanPasal 26 poin 4Pencantuman tulisan peringatan bahaya merokok hanya pada satu sisi serta ukuran peringatan seperti tulisan dan gambar min 5mm
Peraturan mengenai pencantuman peringatan pada kemasan rokok yang berbeda-beda.
RUU PDPTKPasal 22Pencantuman peringatan tulisan dan gambar pada kedua sisi, ukuran peringatan min 50% dari kemasan.PP 109/2012Pasal 16 dan 17Peringatan dicantumkan minimal 40% dari kemasan rokokFCTCPasal 11
27 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
Pencantuman gambar harus 50% atau lebih
11. Tobacco Advertisement, Promotions, and Sponsorship (TAPS)
RUU PertembakauanPasal 36Pasal 37TAPS melalui berbagai media diperbolehkan
TAPS dapat menjangkau kaum muda dan menaikkan kecenderungan untuk merokok
RUU PDPTKPasal 31Semua jenis TAPS dilarangPP 109/2012Pasal 29Iklan produk tembakau melalui media penyiaran ditayangkan mulai pukul 21.30 hingga pukul 05.00FCTCPasal 13Pelarangan menyeluruh terhadap iklan, promosi dan sponsor
12. Sosialisasi dan Rehabilitasi
RUU PertembakauanPasal 44Pemerintah wajib mengadakan sosialisasi dampak konsumsi tembakau
Pada RUU Pertembakauan dan PP 109/2012 tidak dijelaskan secara spesifik mengenai dampak konsumsi tembakau. Sedangkan pada RUU PDPTK dan FCTC menjelaskan berbagai dampak konsumsi dan paparan asap rokok.
RUU PDPTKPasal 35Pasal 37PP 109/2012Pasal 41FCTCPasal 12Mendukung pembuatan kebijakan untuk pengendalian bahaya dari konsumsi dan paparan asap rokok
13. Penelitian dan Pengembangan
RUU PertembakauanPasal 48Penelitian dan pengembangan
Baik RUU Pertembakauan, RUU PDPTK, dan PP 109/2012 belum mengatur dengan lengkap mengenai litbang, peran masyarakat, dan diversifikasi. Pada FCTC dijelaskan secara umum mengenai litbang, peran masyarakat, dan diversifikasi tembakau.
RUU PDPTKPasal 42-47Peran masyarakatPP 109/2012Pasal 53-58Peran masyarakat dan
28 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
diversifikasiFCTCPasal 20-22Peran masyarakat, riset, dan pengembangan kala internasional
14. Kerjasama Internasional
RUU PDPTKPasal 39kerjasama internasional terkait perdagangan, pelarangan kegiatan promosi, dan sponsor produk tembakau
Hanya RUU Pertembakauan yang belum mengatur mengenai kerjasama internasional mengenai penelitian dan pengamanan produk tembakau.
RUU PertembakauanTidak tercantumPP 109/2012Pasal 57 Poin Dbekerja sama dengan lembaga internasional dalam pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif
FCTCPasal 20-22Riset, surveilans, dan pertukaran informasi internasional
15. Harga dan Cukai RUU PertembakauanPasal 29-31Pemerintah menetapkan harga dan cukai tembakau impor lebih besar tiga kali dari harga produk tembakau dalam negeri. Pemerintah mendapat dana bagi hasil 5% dari pemasukan cukai dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan pertanian tembakau
Harga dan cukai rokok merupakan salah satu aspek yang dapat menentuk pengendalian produk tembakau. Indonesia dengan tingkat cukai yang masih dibawah 30% menjadi surga bagi produk tembakau impor yang menargetkan Indonesia sebagai negara tujuan impor utama karena negara lain telah menetapkan cukai produk tembakau hingga 70%
RUU PDPTKPasal 23-27Penetapan cukai produk tembakau ditujukan untuk pengendalian dampak buruk produk tembakau dengan minimal cukai 65% dari harga
29 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
eceran dan 10% pemasukan digunakan untuk kepentingan masyarakat dalam pengendalian dampak produk tembakauPP 109/2012Tidak tercantumFCTCPasal 6Kebijakan pajak dan harga diharapkan dapat mengurangi permintaan produk tembakau
15. Ketentuan Hukum
RUU PertembakauanPasal 51Bagi orang yang menjual produk tembakau kepada anak dibawah 18 tahun dan ibu hamil akan dikenakan denda maksimal 1th penjara dan denda 10 juta
Ketentuan pidana mengenai pelanggar aturan perundang-undangan yang bisa memberikan efek jera dapat menekan kasus pelanggaran peraturan produk tembakau. Namun terlihat perbedaan yang signifikan antara RUU Pertembakauan dan RUU PDPTK dalam penentuan pidanaRUU PDPTK
Pasal 51Bagi orang yang menjual produk tembakau kepada anak dibawah 18 tahun dan ibu hamil akan dikenakan denda maksimal 3th penjara dan denda 500 juta
PP 109/2012Tidak tercantum
FCTCPasal 19Tidak dijelaskan secara spesifik mengenai ketentuan pidana jika terjadi pelanggaran, hanya mendorong pemerintah mengambil tindakan hukum dalam menyelesaikan masalah pidana dan perdata
16. Kedudukan UU terhadap peraturan lain
RUU PertembakauanPasal 57Pasal 58
RUU Pertembakauan yang lebih memuat kepentingan industri dan sedikit mengandung tujuan
30 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
Sejak RUU pertembakauan disahkan maka peraturan lain harus menyesuaikan UU pertembakauan
kesehatan dikhawatirkan akan menggugurkan peraturan lain yang memuat tujuan kesehatan dalam usaha pengendalian produk tembakauRUU PDPTK
Pasal 69Semua peraturan perundangundanganyang mengatur atau berkaitan dengan produk tembakau dinyatakantetap berlaku sepanjang tidak bertentanganPP 109/2012Pasal 63PP No 13/2009 tetap
berlakusepanjang tidak
bertentanganFCTCPasal 2Negara konvenan boleh memiliki instrumen hukum dan perjanjian dengan negara lain terkait pengendalian produk tembakau asalkan sejalan dengan Konvensi dan Protokol.
Tabel 2.2 Komparasi RUU Pertembakauan dengan Persandingannya (RUU PDPTK, PP 109 Tahun 2012,
dan FCTC)
2.4 Mendua Hati Isi dari RUU Pertembakauan
Jika kita melihat kembali keadaan Indonesia dewasa ini, sudah jelas bahwa Negeri ini
sedang terjajah oleh kapitalisme industri rokok dan ditambah minimnya political will dari
pemerintah untuk terus melindungi kesehatan warga negaranya. Padahal UUD 1945 telah
mengamanatkan bahwa Negara wajib memberikan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
pelayanan kesehatan kepada warga negaranya. Beberapa elemen masyarakat yang peduli akan
kesehatan warga Negara Indonesia jelas tak pernah berhenti mendukung dan mengupayakan
penegakan peraturan terkait masalah produk tembakau berupa rokok ini. Setelah langkah awal
31 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
terbentuk dalam PP No. 109 tahun 2012 disahkan tiba-tiba muncullah RUU Pertembakauan yang
masuk ke dalam Prolegnas 2013 tanpa kejelasan siapa yang mengajukan. RUU Pertembakauan
ini disinyalir sebagai titipan dari industri rokok yang ingin menjegal regulasi pengendalian
tembakau di Indonesia.
Masuknya RUU Pertembakauan ini tanpa dilengkapi naskah akademik dan tanpa
konsideran (payung hukum) apapun. Hal ini semakin menguatkan mengenai kecurigaan yang
mungkin terjadi. Mengapa RUU yang tidak memiliki naskah akademik dan payung hukum yang
jelas bisa dengan mudah masuk ke dalam prolegnas dalam waktu yang singkat? Padahal dalam
Program Legalisasi Nasional 2010-2014 tidak terdapat judul tersebut, namun entah mengapa
RUU Pertembakauan ini masuk di prioritas tahun 2013. Jika kita menilik ke belakang, sudah ada
Rancangan Undang-Undang terkait Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap
Kesehatan (RUU-PDPTK) yang sudah diajukan sejak tahun 2006 dan masuk Prolegnas 2010-
2014. Berbanding terbalik dengan RUU Pertembakauan ini yang diajukan akhir tahun 2012 dan
langsung dibahas di tahun 2013 tanpa dibahas dan diketahui semua Baleg. RUU ‘siluman’ ini
masih dibintangi di DPR karena belum disepakati oleh semua fraksi. Namun, pembahasan terkait
RUU ini masih terus berjalan. Sungguh ironis. Dan sekarang, kembali, RUU Pertembakauan
kembali memasuk ke dalam jajaran 159 RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 dan
menempati urutan ke-22 dari 37 RUU prioritas pembahasan tahun 2015 setelah diajukan oleh
empat fraksi yakni, F-PDIP, F-Partai Golkar, F-PAN, dan F-Partai Nasdem.
Substansi RUU Pertembakauan yang misterius ini sarat dengan masalah. Mulai dari
judulnya saja telah banyak mengandung pertanyaan. “Pertembakauan”. Judul ini sangat umum
dan seolah-olah akan mengatur hal ihwal tembakau dari hulu sampai hilir, padahal RUU ini
hanya membahas mengenai perindustrian dan perniagaan tembakau dengan mengesampingkan
aspek kesehatan. RUU Pertembakauan ini jelas-jelas akan menegasikan pasal-pasal dalam UU
No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang juga merupakan payung hukum PP No. 109 tahun
2012. Dalam RUU Pertembakauan tetap mencantumkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), namun
tidak selengkap yang ada pada pasal 115 UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
menghapuskan tempat umum lainnya yang belum ditetapkan. Hal ini berpotensi menambah
angka perokok pasif. Jelas, kesehatan Indonesia sedang diancam oleh RUU Pertembakauan ini.
32 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
Dari data yang disampaikan oleh Tobacco Control Support Center (TCSC) Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) yang berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang
Pertembakauan ialah:
1) Luas lahan tembakau tidak signifikan
Artinya luas lahan tembakau di Indonesia hanya terkonsentrasi di tiga provinsi yaitu Jawa
Timur (108 ribu hektar atau 55% dari total lahan tembakau), Jawa Tengah (44 ribu hektar
atau 22%), dan Nusa Tenggara Barat (NTB) (24 ribu hektar atau 12%). Dengan kata lain,
90% lahan tembakau berada di tiga provinsi ini. Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah juga
merupakan lokasi terbanyak industri rokok di Indonesia, tetapi tidak semua kabupaten
menanam tembakau seperti halnya Jawa Timur sentra tanaman tembakau di Kabupaten
Pamekasan, Bojonegoro, dan Probolinggo. Sedangkan di Jawa Tengah sentranya berada di
Temanggung, Klaten dan Kendal.
2) Nasib petani tembakau tetap miskin
Bahwa kondisi petani tembakau tidak sebaik yang dipersepsikan selama ini (Hasil
penelitian mengenai kondisi petani tembakau di Indonesia dengan melakukan studi di tiga
wilayah penghasilan utama tembakau yang dilakukan oleh Lembaga Demografi Fakultas
Ekonomi (LD-FEUI) bekerjasama dengan TCSC-IAKMI. Penelitian tersebut dilaksanakan
pada bulan Juli-September 2008 di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Kabupaten Bojonegoro,
Jawa Timur dan di NTB dengan responden sebanyak 451 orang buruh tani dan 66 orang
petani penggarap. 64% petani menyatakan ingin beralih ke usaha lain seandainya ada usaha
lain dengan keuntungan lebih besar atau minimal sama, jenis pertanian yang hendak
dikembangkan oleh kelompok petani ini paling banyak adalah padi, jagung, sayur-sayuran,
cabe dan kacang-kacangan.
3) Buruh pabrik rokok tetap marjinal
Pada periode 1985-2001 terdapat penurunan pekerja di sektor pertanian sebesar 11%
yang menunjukan adanya pengalihan alamiah lapangan usaha di Indonesia dari sektor
pertanian. Salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi penurunan lapangan kerja pada
industri pengolahan tembakau adalah mekanisasi dan teknologi lain yang meningkatkan
33 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
efisiensi. Kecenderungan terjadinya mekanisasi produksi rokok di Indonesia sebagai contoh
telah mengurangi biaya pekerja secara substansial.
4) Biaya ekonomi dampak semakin besar
Biaya ekonomi dan sosial yang ditimbulkan akibat konsumsi tembakau terus meningkat
dan beban peningkatan ini sebagian besar ditanggung oleh masyarakat yang berpenghasilan
rendah. Di Indonesia, jumlah biaya konsumsi tembakau tahun 2005 yang meliputi biaya
langsung di tingkat rumah tangga dan biaya tidak langsung karena hilangnya produktifitas
akibat kematian dini, sakit dan kecacatan adalah US $ 18,5 Milyar atau Rp. 167,1 Triliun.
Jumlah tersebut 5 kali lipat lebih besar dibandingkan pemasukan cukai sebesar Rp. 32,6
Triliun tahun 2005 (1 US$ = Rp. 8500,-)
Status quo Indonesia yang sampai saat ini belum meratifikasi Framework Convention on
Tobacco Control (FCTC), kendati 180 negara atau mewajili 90% populasi di dunia telah
meratifikasinya, menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya negara di Asia, anggota Organisasi
Kerjasama Islam (OKI), dan menjadi salah satu dari tujuh negara yang belum menandatangani
dan belum mengaksesi FCTC, bersama dengan Andorra, Liechtenstein, Monaco, Malawi,
Somalia, dan Eriteria. Menilik lemahnya kondisi pengendalian tembakau, tentu Indonesia segera
menjadi “nirwana” terakhir bagi pemasaran produk-produk rokok yang digagas oleh industri
rokok nasional dan multinasional, dengan RUU Pertembakauan sebagai instrumennya. Dengan
ditetapkannya RUU Pertembakauan pada Prolegnas 2015, menjadikan probabilitas disahkannya
RUU tersebut menjadi UU semakin tinggi, hal ini ke depannya dapat menganulir beberapa pasal
tentang pembatasan/pengendalian rokok/tembakau pada regulasi serupa seperti PP, Perda dan
sebagainya, yang lebih berorientasi pada aspek kesehatan ketimbang RUU Pertembakauan yang
dapat lebih mengutungkan industri rokok, ini tentunya merupakan langkah surut ke belakang
terhadap pengendalian tembakau di Indonesia. Menjadi sebuah anomali ketika masalah
Pertembakauan mencoba untuk menempati panggung utama ketika aspek yang dicakup dalam
RUU Pertembakauan, perindustrian, pertanian, dan kesehatan, secara substantif telah diatur
dalam undang-undang lain. Jika, memang tujuan utama menjamin kesejahteraan buruh tani
tembakau, maka titik tekan arah pengaturannya seharusnya adalah pada diversifikasi dan
pelarangan impor tembakau serta pemberhantian mekanisasi oleh industri rokok besar. Jadi,
seberapa besar kita membutuhkan RUU Pertembakauan? Untuk petani? Padahal sudah ada UU
34 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani; untuk melindungi kretek?
Padahal sudah ada dalam UU No. 11 Tahun 2010 tentang Perlindungan Cagar Budaya; untuk
mengatur industri? Sudah diatur dalam UU No. 2 Tahun 2013 tentang Perindustrian; untuk
melindungi tanaman tembakau? Sudah juga diatur dalam UU No. 39 Tahun 2014 tentang
Perkebunan.
BAB III
Posisi dan Rekomendasi Kebijakan
3.1 Posisi dan Rekomendasi Kebijakan
Setelah melakukan pengkajian secara menyeluruh mengenai RUU Pertembakauan, Departemen
Kajian dan Aksi Strategis (Kastrat) BEM IM FKM UI 2015 dengan tegas MENOLAK
pengesahan RUU Pertembakauan dan mendesak pemerintah, baik DPR ataupun Presiden untuk
melakukan 3 point dari rekomendasi yang kami buat yaitu :
a. Segera menghentikan pembahasan RUU Pertembakauan dan menariknya dari usul
inisiatif DPR oleh Baleg. RUU Pertembakauan ini kami nilai bertentangan dengan nilai
tanggung jawab HAM negara yang mencakup Hak atas Kesehatan, Hak atas Upah,
Pekerjaan dan Standar Kehidupan yang Layak. RUU Pertembakauan juga terindikasi
melanggar perjanjian tertulis yang berupa Konvensi Ekosob (Ekonomi Sosial Budaya).
Alasan lain kami menolak RUU Peertembakauan dikarenakan biasnya poin-poin
35 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
kesehatan dan perindustrian. Poin-poin kesehatan dalam RUU Pertembakauan dinilai
tidak sepadan dengan poin-poin perindustrian yang sangat terasa dominasinya dan secara
otomatis akan menggeser aspek-aspek kesehatan. Aspek kesehatan yang minoritas juga
terlihat dari tidak dijabarkannya dengan lebih spesifik dampak atau bahaya dari konsumsi
rokok.
b. Kami meminta DPR segera mengesahkan RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau
terhadap Kesehatan (PDPTK) yang notabene pernah diusulkan oleh 259 anggota DPR-RI
pada periode 2004-2009. RUU PDPTK ini selain mengatur peredaran tembakau secara
ketat tapi juga melindungi masyarakat terutama yang berumur dibawah 18 tahun dan juga
ibu hamil dari bahaya adiksi merokok yang mengancam kesehatan penggunanya.
c. Segera mengaksesi Framework Convention on Tobbaco Control (FCTC) sebagai sebuah
alat instrumen hukum utama bagi upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap bahaya
tembakau. Ini didasarkan realita bahwa Indonesia adalah satu-satunya Negara di Asia
yang belum mengaksesi FCTC sehingga menjadi surga para industri rokok untuk
mengembangkan usaha perindustrian mereka secara bebas dan secara langsung
berdampak terhadap aspek kesehatan masyarakat Indonesia yang menjadi konsumen
produk industri mereka yaitu rokok.
36 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahsan, Abdilah dan MH. Tobing, 2008. Study of the Impact of Tobacco Consumption among the Poor in Indonesia. Lembaga Demografi – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan RITC-IDRC : Depok.
2. Ahsan, Abdillah et al. Kondisi Petani Tembakau di Indonesia: Studi di Tiga Wilayah Penghasil Utama Tembakau. Kerja sama Lembaga Demografi FEUI dan Tobacco Control Support Center - IAKMI.
3. Barber, Adioetomo, Ahsan and Setyonaluri; Sarah, Sri Moertiningsih, Abdillah dan Diahhadi,. Ekonomi Tembakau di Indonesia. Lembaga Demografi – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Depok.
4. Dokumen Daftar Rancangan Undang-Undang Program Legislasi Nasional Tahun 2015-2019 Usulan DPR dan DPD (http://www.parlemen.net/sites/default/files/dokumen/Daftar%20RUU
37 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
%20Prolegnas%202015-2019%20Usulan%20DPR%20%26%20DPD.pdf, diakses pada tanggal 10 Maret 2015)
5. Dresler et al. 2006. The Emerging Human Right to Tobacco Control. Human Rights Quarterly28 (2006) 599-651. The Johns Hopkins University Press.
6. Draft Rancangan Undang-Undang Pertembakauan per Juli 2014. *Belum ada perubahan sampai RUU Pertembakauan masuk ke Prolegnas 2015.
7. Draft Rancangan Undang-Undang Pengendalian Dampak Produk Tembakau
Terhadap Kesehatan (PDPTK). *Diusulkan oleh 259 anggota DPR pada tahun 2006,
masuk pada Prolegnas tahun 2009—2014.
8. Indonesian Tobacco Control Network. Peta Jalan Pengendalian Tembakau di Indonesia. Jakarta: Muhammadiyah University Press-Universitas Muhammadiyah Surakarta.
9. Kementerian Sekretariat Negara RI. 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012
tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau
Bagi Kesehatan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 278.
10. Miko S. Ginting, et al, 2014, Catatan Kinerja Legislasi DPR 2013: Capaian Menjelang Tahun Politik, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta, hal. 22.
11. Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Pengendalian Dampak Produk
Tembakau Terhadap Kesehatan (PDPTK). Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 26.
12. Pasal 141 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Tata Tertib (PDPR Tata Tertib)
13. Prasetyo, Yoseph Adi, Aswidah, Roichatul, dan Mulyana, Asep. 2009. Kajian terhadap Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Jakarta: Komnas HAM
14. Purba, Yasmin, Ibrani, Julius.,2014, RUU Pertembakauan: kegagalan negara melindungi dari Brutalisasi Industri Temnbakau,
38 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti
[pdf] (http://www.ylbhi.or.id/wpcontent/uploads/2014/10/Kertas-Posisi-YLBHI_RUU-Pertembakauan1.pdf, diakses pada tanggal 9 Maret 2015)
15. Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia. Fakta Tembakau Permasalahannya di Indonesia Tahun 2012. Jakarta: TCSC IAKMI.
16. WHO. 2003. Framework Convention on Tobacco Control. Jenewa, Swiss: WHO.
17. Zander, Michael. The Law Making Process (6th Edition), “Legislation – the Whitehall Stage”. Cambridge University Press, Cambridge, 2004, hal. 37.
18. (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54d9d1dd97599/ruu-pertembakauan-dianggap-nyelonong-masuk-prolegnas-prioritas-2015, diakses tanggal 11 Maret 2015)
39 | Hentikan Pemabahasan R U U P e r t e m b a k a u a n : B e r p i h a k P a d a S i a p a ? # R U U D u a H a ti