beberapa model telaah sastra dan pemanfaatanya dalam bidang pengajaran

Upload: deni-sopandi

Post on 19-Jul-2015

244 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

NAMA KELAS NIRM Tugas Dosen

: YULI ISNAWATI :6C : 4322309010024 : Problematik Satra dan Pengajarannya : Rieke Pebrianti S.pd

BEBERAPA MODEL TELAAH SASTRA DAN PEMANFAATANYA DALAM BIDANG PENGAJARAN. Dalam memahami, menghargai dan mengerti karya sastra kata dihadapkan kepada penelaahan secara intristik dan ekstrinsik. Telaah intristik diarahkan kepada keberadaan sastra sebagai struktur verbal otonom atau objek yang mandiri/kajian objektif, sedangkan telaah ekstrinsik diarahkan kepada keberadaan sastra sebagai imitasi refuksi, refrensentasi dunia atau kehidupan manusia. Dan sebagai produk imaginasi pengarang berpangkal pada persepsi, rasa sayang dan rasanya. Pengertian ekstrinsik disini tidak selalu berarti sastra indah tetapi juga ekstrinsik dalam pengertian khas unik langka membangunkan menggemparkan. Beberapa model telaah sastra yang akan dipaparkan diharapkan dapat membantu dalam menginterprestrasi dan menerangkan sastra sastra secara lebih utuh, menyulur dan lengkap. Berbagai model telaah sastra sebenarnya memiliki latat belakang atau alasan tertenatu diantaranya : A. Adanya kecenderungan baru dalam bidang sastra knatif B. Adanya perkembangan baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat C. Adanya anggapan tentang nilai karya sastra 1. Telaah histori biografis Telaah ini beragam bahwa atra merupakan refleksi dan kehidupan dan jaman yang dialami pengarang atau tokoh-tokoh yang dikisahkan dalam karya sastra, atau disebut pula telaah ekspresif yang menganggap sastra sebagai suber pengetahuan yang unik berasal dari imaginasi pengarang. Telaah semacam ini dapat diaplikasikan kepada sastra yang memiliki implikasi historis atau sastra yang mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupaan dan jaman pengarang. Telaah ini dapat diterapkan kepada karya sastra yang memiliki latar belakang peristiwa sejarah telah membentuk penampilan karakter tokoh. 2. Telaah moral filosofi Telaah mode ini dapat dikembalikan kepada plato dalam bukunya Republic. Telaah ini diprngaruhi oleh adanya anggapan bahwa fungsi sastra adalah untuk mengajarkan moralitas baik yang di orientasikan kepada ajaran-ajaran realigi maupun falsafah. Dalam menggunakan pendekatan ini penelaah sebaikya tidak menerapkan secara individual tetapi digabungkan dengan pendekatan historis-biografis. 3. Telaah formalistis Telaah ini didasarkan kepada gagasan bahwa bentuk (form) merupakan sesuatu yang penting bagi pemahaman yang sebenarnya dari karya sastra. Tujuan dari telaah formalitas adalah kajian terhadap sastra dapat mencapai tarap ilmiah untuk mencapai tarap itulah maka diperlukan sifat-sifat yang yang universal atau paling tidak general dari karya sastra atau aspek-aspek tekhnis pada puisi seperti nampak pada skhlovskih Misalnya dibicarakan berbagai macam episode dalam sebuah kisah dihubungkan tekhnik bagai kisah disusun, hubungan antar tokoh, konversi antar tokoh. Keberadaan formalistis memang pernah diajukan walaupun telaah ini telah memberi bagi ilmu sastra modern diantaranya kurang memperhatikan syarat-syarat memungkikan tumbuhnya suatu karya satra kurang memperhatikan dan tema sastra. Mengabaikan segi-segi fisikologis dan sosialogis dan efek ekstrinstik bahasa sastra pada periode berikutnya biasa saja tidak lagi bernilai sastra.

4. Telaah strukturlasistis Berdasarkan konsep-konsep maka dapatlah disebutkan bahwa tujuan dari telaah struktularistis adalah membongkar dan memaparkan secermat setelah semua detail dan mendalam, mungkin berkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama semua menghasilkan makna menyeluruh. Telaah strukturalistis sebenarnya merupakan dari telaah formalistis jika pada formalistsme perhatian diarahkan pada sarana atau alat sastra serta fungsi-fungsi pada strukturalime sarana-sarana tadi dilihat dalam keterkaitanya dengan keseluruhan system dan memperoleh maknanya dalam keseluruhan system itu sendiri. 5. Telaah Semiotis Telaah ini didasarkan pada ungkapan bahwa sastra merupakan salah satu sistem tanda yang bermakna yang menggunakan medium bahasa. Simiotis atau juga disebut simtologi adalah ilmu yang secara sistmatis mempelajari tanda-tanda atau lambang-lambang dan proses perlambangan dalam memahami sastra dengan pendekatan simiotik diperhatikan adalah bawa arti yang yang dapat ungkapkan dari sastra bukan semata-mata dating dari konfersi bahasa, tetapi terlibuh juga konvensi sastra. Telaah semiotic harus dilakukan setelah telaah formalistis dan strukturalistis. Jika kita ingin memahami secara lengkap dan untuk sebuah karya sastra 6. Telaah Psikologis Telaah psikologis terhadap sastra dapat diartikan sebagai : sejumlah ketenangan berkenan dengan psikologis kepribadian maka dalam kajian psikologis sastra diperlukan keterangan-keterangan dari konsep-konsep psikologi dalam atau psikologis bawah sadar serta psikologis yang mebahas cara Mengada (bereksistensi) manusia didunia. Hal ini berdasarkan anggapan bahwa para pengarang dalam mengisahkan tokoh-tokoh imaginasi dalam karya sastra banyak mengambil bahan dsari bawah sadar jiwa manusia. Selain informasi-informasi berkenan dengan konsep-konsep psikologis dalam penelahaan dibidang ini kata juga kemungkinan merekam kaidah-kaidah kejiwaan tertentu. Yang mungkin belum pernah ada dalam (kajian) psikologis. 7. Telaah Sosiologis Telaah ini didasrkan kepada kenyataan bahwa ada kaitan yang erat antara satra dan masyarakat sastra disebut juga sebagai institusi sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Dan bahasa itu merupakan kreasi masyarakat. Artinya sarana-sarana tadi merupakan konvensi dan norma yang dapat tumbuh hanya didalam masyarakat. Telaah sosialogis sebagaimana dikatakan Abrams yang hanya mebatasa cara pengarang dipengaruhi status kelas dan ideologinya. Kondisi ekonominya, serta pembaca yagn dituju nampaknya memang empit, sebab, hubungan antara sastra dan masyarakat menunjukan berbagai macam permasalahan yang kompleks. 8. Telaah Resepsi Estetika Telaah ini masih dapaat dikataksn baru, dan lebih banyak diarahkan kepada penulis dan kepada teks. Sastra dengan resepsi estetika pembelaah yang menjadi pusat perhatian. telaah yang merupakan diartikan atau dialog antara teks dan pembaca dari waktu-kewaktu ini memiliki aspek rangkap. Kajian ini dapat mendefinisikan makna dan ciri estetik setiap karya sastra individual berupa super angkat potensi semantik dari pembaca sepanjang jaman. Dan sepanjang jaman. Dan sebagai sejarah resepsi kajian ini dapat perubahan, berupa komulasi internetasi dan penilaian karya-karya besar sebagai horison pembaca yang berubah sepanjang jaman. 4.1 Makna Sastra Memahami makna sastra baik fisik maupun puisi tidak selalu mudah. Ada seperangkat pengetahuan yang harus dimiliki oleh pembaca sastra. Proses membaca yaitu, memberi makna pada sebuah teks tertentu, yang kita pilih atau yang dipaksakan kepada kita. Ada 3 kode yang harus dipahami setiap pembaca sastra agar dapat mengungkapkan atau menagnkap makna yang dikandung baaan sastra yang dihadapi ketiga kode itu adalah : a. Kode bahasa b. kode budaya c. kode sastra untuk memahami kode bahasa secara baik, maka

pembaca harus mengetahui kode bahasa secara baik, maka pembaca harus mengetahui tata bahasa dan kosa katanya. Untuk membekali guru dan murid dapat memahami makna prosa dan puisi berbagaimacam kode sebagaimana disebutkan diatas dan untuk itu telaah formalistis, strukturalistis, serta simiotis di perlukan. 4.2 Nilai Sastra Yang segera kita pertanyakan adalah dimanakah letak harga sebuah karya sastra ? untuk menjawab nilai sastra lebih baik dikembalikan kepada fumgsi karya sastra. Dengan mengutif pendapat horace, wellek mengartikan bahasa fungsi sastra dari abad ke abad tetap, ialah : dulce and utik (dweet and usefull) atau menyenangkan dan berguna. Menyenangkan berkenaan dengan nilai ekstrinstik atau instrumental value atau contrubutury valus. Untuk menunjang penyajian pokok bahasan yang berkenaan dengan nilai sastra maka hasil-hasil kajian yang berkenaan dengan telaah historis-biografis, moral-filosofis, formalistis, fisikologis, sosialogis dan resefsi estetika dapat dimanfaatkan. 4.3 Perbandingan Sastra Dapat dilakukan dengan menggunakan kerangka sinkronis maupun diaktronis, walaupun, umumnya perbandingan lebih banyak di kaitkan dengan kerangka diaktronis atau historis. Sinkronis dimaksudkan untuk memperoleh kaidah atau sistem norma yang berlaku pada suatu saat tertentu. Dan dapat pula untuk memahami kecenderungan yang karakteristif, disebabkan oleh suatu alasan-alasan tertentu. Perbandingan dalam kerangka diaktronis dapat digunakan untuk memahami perkembangan kehidupan sastra dari saat-kesaat, atau dari periode ke periode. Perbandingan ini dapat pula mengungkapkan adanya pengaruh atau pesebaran suatu sastra tertentu. 4.4 Kritik Sastra Sesuai dengan tujuanya kritik sastra ada 2 macam, pertama kritik impressioctis critisem, kedua judical critisem. Kritik jenis imperionalistis berdasarkan kesan yang diterima lebih sederhana, sedangkan jenis kritik judical lebih profesional dan rumit. Menurut Andre Hardjana kritik ada tiga macam : kritik reklatif, kritik historis, dan kritik penghakiman. Yang manakah akan kita tuntut dari siswa dengan kerja kritiknya, nampaknya kritik historis dan rekreatif dapat dilaksanakan. Maka hasil-hasil telaah histori-biografis, formalistis, strukturalistis, serta resepsi estetika dapat membantu kita.