batokromik kel 4 gol 1

29
SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS (PERGESERAN BATHOKROMIK) I. TUJUAN Melihat pergeseran bathokromik karena pengaruh PH II. DASAR TEORI Spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif karena melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis. Suatu molekul hanya akan menyerap radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang khusus (spesifik untuk molekul tersebut) untuk absorbsi cahaya ultraviolet (radiasi berenergi tinggi) yang mengakibatkan berpindahnya sebuah elektron ke orbital dengan energi yang lebih tinggi (Sjahid, 2008). Metode analisis spektrofotometri sinar tampak memanfaatkan fenomena absorpsi sinar radiasi elektromagnetik di daerah sinar tampak oleh larutan sampel (anorganik maupun organik) yang digunakan untuk analisis kualitatif dengan tujuan identifikasi zat murni, penetapan ada tidaknya zat-zat tertentu dalam campuran ataupun identifikasi gugus-gugus fungsi tertentu dalam molekul (penentuan struktur), analisis kuantitatif satu zat atau lebih/ campuran zat dalam sampel, titrasi secara spektrofotometri, dan penetapan konstanta kesetimbangan reaksi dan sebagainya. Data yang diperoleh dari spektroskopi visibel adalah panjang gelombang maksimal, intensitas, efek pH, dan pelarut

Upload: satriwayan1995

Post on 24-Dec-2015

127 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

syala

TRANSCRIPT

Page 1: BATOKromik Kel 4 Gol 1

SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

(PERGESERAN BATHOKROMIK)

I. TUJUAN

Melihat pergeseran bathokromik karena pengaruh PH

II. DASAR TEORI

Spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif

dibandingkan kualitatif karena melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada

molekul yang dianalisis. Suatu molekul hanya akan menyerap radiasi elektromagnetik

dengan panjang gelombang yang khusus (spesifik untuk molekul tersebut) untuk absorbsi

cahaya ultraviolet (radiasi berenergi tinggi) yang mengakibatkan berpindahnya sebuah

elektron ke orbital dengan energi yang lebih tinggi (Sjahid, 2008). Metode analisis

spektrofotometri sinar tampak memanfaatkan fenomena absorpsi sinar radiasi

elektromagnetik di daerah sinar tampak oleh larutan sampel (anorganik maupun organik)

yang digunakan untuk analisis kualitatif dengan tujuan identifikasi zat murni, penetapan

ada tidaknya zat-zat tertentu dalam campuran ataupun identifikasi gugus-gugus fungsi

tertentu dalam molekul (penentuan struktur), analisis kuantitatif satu zat atau lebih/

campuran zat dalam sampel, titrasi secara spektrofotometri, dan penetapan konstanta

kesetimbangan reaksi dan sebagainya.

Data yang diperoleh dari spektroskopi visibel adalah panjang gelombang maksimal,

intensitas, efek pH, dan pelarut yang kesemuanya dapat diperbandingkan dengan data

yang sudah dipublikasikan. Molekul selalu mengabsorpsi cahaya elektromagnetik jika

frekuensi cahaya ini sama dengan frekuensi getaran molekul tersebut. Elektron yang

terikat dan elektron yang tidak terikat akan tereksitasi pada suatu daerah frekuensi, yang

sesuai dengan cahaya tampak. Bagian molekul yang mengabsorpsi dalam daerah sinar

tampak dinyatakan sebagai kromofor. Dalam satu molekul dapat dikandung beberapa

kromofor. Jika kromofor dipisahkan satu sama lain paling sedikit oleh dua atom karbon

jenuh, maka tidak ada kemungkinan adanya konjugasi antara gugus kromofor. Jika

sebaliknya beberapa gugus kromofor terkonjugasi sesamanya, maka akan didapat

spektrum absorpsi yang sangat berbeda dari spektrum absorpsi masing-masing gugus

tunggalnya. Dari konjugasi ini terjadi kromofor baru. Energi yang dibutuhkan untuk

elektro eksitasi berkurang dan absorpsi cahaya bergeser ke daerah panjang gelombang.

Page 2: BATOKromik Kel 4 Gol 1

Dengan demikian kromofor spesifik zat warna azo terdiri dari dua cincin benzene, yang

terkonjugasi dengan gugus azo.

Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran

serapan  sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg

spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor

fototube. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual

dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu

sampel diukur pada berbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu perekam untuk

menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda.

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel

sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan

spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri

(Saputra, 2009).

Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu :

A= log ( Io / It ) =  a b c

Keterangan  :

Io = Intensitas sinar datang

It = Intensitas sinar yang diteruskan

a = Absorptivitas

b = Panjang sel/kuvet

c = konsentrasi (g/L)

A = Absorban (Saputra, 2009).

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi

elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering

digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak,

infra merah, dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet

adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm, daerah infra merah dekat 780-

3000 nm, dan daerah infra merah 2,5-40 mikrometer atau 4000-250 cm-1(Tahir. 2008).

Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorbsi oleh molekul organik aromatik,

molekul yang mengandung elektron phi terkonyugasi dan atau atom yang mengandung

elekron-n, menyebabkan transisi electron di orbital terluarnya dari tingkat energy elektron

dasar ke tingkat energi tereksitasi tinggi. Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding

Page 3: BATOKromik Kel 4 Gol 1

dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk

analisis kuantitatif.

Sebagai pelarut spektrofotometri dapat digunakan semua cairan yang sesuai yang

dapat diperoleh dalam bentuk murni dalam daerah ukur 220 sampai 800 nm dan yang

tidak atau hanya sedikit menunjukkan absorpsi sendiri serta dapat melarutkan dengan

mudah senyawa yang hendak dianalisis. Yang terutama digunakan adalah air, etanol,

methanol, asetonitril, sikloheksan, dan heksan. Letak maksimum absorpsi tergantung pada

pelarut dan akan bergeser ke arah panjang gelombang yang lebih panjang dengan

bertambahnya polaritas pelarut.

Penyebab kesalahan sistematik yang sering terjadi dalam analisis menggunakan

spektrofotometer adalah:

a. Serapan oleh pelarut

Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi matrik

selain komponen yang akan dianalisis.

b. Serapan oleh kuvet

Kuvet yang biasa digunakan adalah dari bahan gelas atau kuarsa. Dibandingkan

dengan kuvet dari bahan gelas, kuvet kuarsa memberikan kualitas yang lebih baik,

namun tentu saja harganya jauh lebih mahal. Serapan oleh kuvet ini diatasi dengan

penggunaan jenis, ukuran, dan bahan kuvet yang sama untuk tempat blangko dan

sampel. (Tahir, 2008)

c. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau

sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan

kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan. (melalui pengenceran atau pemekatan).

Sama seperti pHmeter, untuk mengatasi kesalahan pada pemakaian spektrofotometer

UV-Vis maka perlu dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dalam spektrofotometer UV-Vis

dilakukan dengan menggunakan blangko:

Setting nilai absorbansi = 0

Setting nilai transmitansi = 100 %

Penentuan kalibrasi dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut:

a. Dilakukan dengan larutan blangko (berisi pelarut murni yang digunakan dalam

sampel) dengan kuvet yang sama.

b. Setiap perubahan panjang gelombang diusahakan dilakukan proses kalibrasi.

Page 4: BATOKromik Kel 4 Gol 1

c. Proses kalibrasi pada pengukuran dalam waktu yang lama untuk satu macam

panjang gelombang, dilakukan secara periodik selang waktu per 30 menit.

Dengan adanya proses kalibrasi pada spektrofotometer UV-Vis ini maka akan

membantu pemakai untuk memperoleh hasil yang akurat dan presisi (Tahir. 2008)

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri UV-Vis

adalah :

1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis

Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah

tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi senyawa lain atau

direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang digunakan harus memenuhi

beberapa persyaratan yaitu :

- Reaksinya selektif dan sensitif

- Reaksinya cepat, kuantitatif dan reprodusibel

- Hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama.

2. Waktu Operasional

Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu

operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan

absorbansi larutan.

3. Pemilihan Panjang Gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang

gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang gelombang

maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan

panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.

Ada beberapa alasan menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu:

- Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada

panjang gelombang maksimal tersebut perubahan absorbansi untuk setiapsatuan

konsentrasi adalah yang paling besar.

- Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada

kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.

- Jika dilakukan pengukuran ulang, maka kesalahan yang disebabkan oleh

pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan

panjang gelombang maksimal.

Page 5: BATOKromik Kel 4 Gol 1

4. Pembuatan Kurva Baku

Menurut hukum Lambert-Beer absorban berbanding lurus dengan konsentrasi.

Namun, pada kenyataannya penyimpangan sering terjadi yaitu penyimpangan kimia,

fisika, fotometri, polikromatis, dan radiasi asing. Untuk menghindari hal ini kurva

kalibrasi harus dibuat pada setiap kali analisis. Penyimpangan dapat terjadi karena

banyaknya variabel dalam pembentukan uap atom yang tidak terkendali. Dengan dibuat

kurva kalibrasi pada setiap kali analisis maka penyimpangan standar dari kurva

kalibrasi dapat dikoreksi.

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi.

Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian

dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x).

5. Pembacaan Absorbansi Sampel atau Cuplikan

Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,8 atau

15%-70% jika dibaca sebagai transmittan. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa

kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5%. (Gandjar dan Rohman, 2007)

Absorpsi dalam nomenklatur spektroskopi adalah suatu proses penyerapan energi

frekuensi radiasi tertentu secara selektif oleh species kimia di dalam medium tranparan.

Dalam hal ini, energi radiasi elektromagnetik tersebut dipindahkan ke dalam atom atau

molekul materi tersebut. Hal itu mengakibatkan terjadinya suatu peningkatan energi

elektronik atom – molekul tersebut (terjadi eksitasi elektron dari tingkat pemukaan energi

dasar ke tingkat pemukaan energi eksitasi). Menurut teori kuantum, setiap partikel dasar

(atom, ion, atau molekul) mempunyai satu tingkat permukaan energi yang khas, dimana

dengan energi yang terendah disebut tingkat permukaan energi dasar (ground state) dan

energi yang lebih tinggi disebut tingkat permukaan energi eksistasi. Partikel dasar pada

Page 6: BATOKromik Kel 4 Gol 1

suhu kamar umumnya cenderung berada pada keadaan paling stabil yaitu pada tingkat

permukaan energi dasar. Apabila suatu REM (radiasi elektromagnetik) melewati partikel

pada tingkat dasar tersebut dan jika ada energi frekuensi REM yang persis sama besarnya

dengan perbedaan antara energi dasar dan energy eksistasi partikel tersebut, maka akan

terjadi transfer energi dari REM ke atom, ion ataupun molekul (terjadi absorpsi radiasi).

(Widjaja, dkk., 2008).

Molekul-molekul melibatkan tiga tipe transisi terkuantisasi bila berinteraksi dengan

radiasi elektromagnetik. Interaksi dengan energi radiasi sinar ultraviolet-sinar tampak

(UV-vis), menyebabkan terjadinya promosi electron orbital dari atom ataupun molekul

dari tingkat energi elektronik rendah ke tingkat energi lebih tinggi. Harus diingat kembali

bahwa untuk terjadinya absorpsi energi ‘hv’ foton harus benar-benar sama dengan

perbedaan energi dua tingkat permukaan energi orbital. Transisi electron antara dua orbital

disebut transisi elektronik sedangkan proses absorpsinya disebut absorpsi elektronik.

(Widjaja, dkk., 2008).

Suatu spektrometer serapan, bekerja pada daerah panjang gelombang sekitar

200 nm atau pada ultraviolet dekat sampai sekitar 800 nm atau pada infra merah sangat

dekat. Lompatan elektron yang mungkin menyerap sinar pada daerah itu jumlahnya

terbatas. Lompatan yang mungkin terjadi pada spektrum UV-vis ditunjukan dengan panah

hitam, dan yang tidak mungkin dengan warna abu-abu. Panah dengan titik-titik abu-abu

menunjukan lompatan yang menyerap sinar di luar daerah spektrum yang diamati (Clarck,

2007).

Lompatan yang lebih besar membutuhkan energi yang lebih besar dan menyerap

sinar dengan panjang gelombang yang lebih pendek. Lompatan yang ditunjukkan dengan

tanda panah abu-abu menyerap sinar UV dengan panjang gelombang yang lebih rendah

dari 200 nm. Lompatan yang penting yaitu dari orbital pi ikatan ke orbital pi anti-ikatan,

Page 7: BATOKromik Kel 4 Gol 1

dari orbital non-ikatan ke orbital pi anti-ikatan, dari orbital non-ikatan ke orbital sigma

anti-ikatan. Artinya untuk menyerap sinar pada daerah antara 200 – 800 nm yaitu pada

daerah dimana spektra diukur, molekul harus mengandung ikatan pi atau terdapat atom

dengan orbital non-ikatan. Orbital non-ikatan adalah pasangan elektron bebas, misalnya

pada oksigen, nitrogen, atau halogen (Clarck, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi energi dari transisi adalah :

1. Konjugasi dan delokalisasi

Adanya konjugasi akan memperluas delokalisasi suatu senyawa. Serapan

maksimum bergeser ke panjang gelombang yang lebih tinggi dengan meningkatnya

delokalisasi. Panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi sehingga

serapan maksimum bergeser ke frekuensi yang lebih pendek dengan meningkatnya

delokalisasi. Dengan kata lain, serapan memerlukan energi yang lebih kecil dengan

meningkatnya delokalisasi. Karena itu perbedaan energi antara orbital ikatan dan orbital

anti-ikatan makin berkurang dengan meningkatnya delokalisasi. untuk senyawa-

senyawa dengan delokalisasi yang sangat besar, panjang gelombang yang terserap akan

cukup tinggi dalam daerah spektrum sinar tampak, dan senyawa akan terlihat berwarna.

Contoh yang baik adalah pigmen tanaman yang berwarna orange, beta-karoten – yang

ada pada wortel.

2. Polaritas

Penambah suatu pelarut yang memiliki polaritas yang sama dengan polaritas jenis

ikatan akan menstabilkan ikatan sehingga terjadi pergeseran panjang gelombang ke

arah yang lebih besar (batokromik) atau menuju panjang gelombang yang lebih pendek

(hipokromik).

3. pH

Proses ionisasi untuk menghasilkan asam dan basa dalam air akan merubah

struktur molekul dari senyawa sehingga terdapat perubahan-perubahan ikatan kimia.

Bertambahnya atau berkurangnya jumlah ikatan phi akan mempengaruhi kemampuan

delokalisasi.

Kromofor merupakan bagian molekul yang mengabsorbsi dalam daerah ultraviolet

dan daerah sinar tampak (Hermann dan Gottfried, 1985), atau suatu gugus kovalen tidak

jenuh yang bertanggung jawab untuk serapan elektronik (Gandjar dan Rohman, 2007).

Auksokrom adalah gugus yang mengandung pasangan elektron bebas yang disebabkan

oleh terjadinya mesomeri kromofor (Hermann dan Gottfried, 1985), atau suatu gugus

Page 8: BATOKromik Kel 4 Gol 1

jenuh dengan elektron tidak terikat dimana bila menempel pada suatu kromofor merubah

baik panjang gelombang dan intensitas dari serapan. Bila suatu kromofor susunan

elektronnya berubah maka tingkat energi elektroniknya berubah dengan demikian

interaksinya dengan radiasi elektromagnetik terjadi pada frekuensi yang lain (perubahan

panjang gelombang). Bila interaksinya terjadi pada tingkat energi lebih kecil atau panjang

gelombang yang lebih besar maka dikatakan terjadi pergeseran merah (bathokromik).

Sebaliknya bila interaksinya terjadi pada panjang gelombang lebih kecil maka dikatakan

pergeseran biru (hipsokromik) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pergeseran batokromik adalah pergeseran serapan ke arah panjang gelombang yang

lebih panjang disebabkan substitusi atau pengaruh pelarut (pergeseran merah).Sedangkan

pergeseran hipsokromik adalah pergeseran serapan ke arah panjang gelombang yang lebih

pendek disebabkan substitusi atau pengaruh pelarut (pergeseran biru) (Sjahid, 2008).

Pergeseran bathokromik dan hiperkromik berhubungan dengan transisi elektron non

ikatan ke π*, dan transisi π ke π*. Pergeseran tersebut dipengaruhi oleh pelarut, yaitu

berkaitan dengan kemampuan pelarut untuk mensolvasi antara keadaan dasar dengan

keadaan tereksitasi. (Gandjar danRohman, 2007)

Hipsokromik adalah pergeseran ke panjang gelombang lebih pendek. Hal ini dapat

disebabkan oleh perubahan pelarut atau adanya konjugasi yang dihilangkan sebagai

contoh, konjugasi dari elektron pasangan bebas pada atom nitrogen anillina dengan sitem

ikatan pi cincin benzena dihilangkan dengan adanya protonasi. Anillina menyerap pada

230 nm (ε 8600) tetapi dalam larutan asam puncak utamanya hampir sama dengan

benzena yaitu 203nm (ε 7500), terjadi pergeseran biru (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada transisi elektron non ikatan ke π*, keadaan dasar lebih polar dibandingkan

dengan keadaan tereksitasi. Secara khusus, pelarut-pelarut yang berikatan hidrogen akan

berinteraksi secara lebih kuat dengan pasangan elektron yang tidak berpasangan pada

molekul dalam keadaan dasar dibanding molekul dalam keadaan tereksitasi. Sebagai

akibatnya transisi ini akan memiliki energi yang lebih besar sehingga panjang gelombang

transisi ini akan digeser ke panjang gelombang yang lebih pendek dibanding panjang

gelombang semula yang disebabkan oleh kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen

(Polaritas) pelarut meningkat (Gandjar dan Rohman , 2007).

Geseran batokromik merupakan geseran dari serapan ke panjang gelombang yang

lebih panjang karena sisipan atau pengaruh pelarut (geseran merah). Geseran batokromik

disertai sisipan alkil dihasilkan dari konyugasi berlebihan dengan gugus alkil yang cukup

Page 9: BATOKromik Kel 4 Gol 1

mudah bergerak untuk berinteraksi dengan gugus kromoforik. Menempelnya suatu

heteroatom yang mengandung suatu pasangan elektron yang tidak terikat kepada untaian

etilinik menyebabkan geseran batokromik (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada transisi π ke π*, molekul dalam keadaan dasar relatif nonpolar, dan keadaan

tereksitasinya lebih polar dibandingkan keadaan dasar. Jika pelarut polar digunakan pada

molekul yang mengalami transisi ini, maka akan menyebabkan pelarut polar berinteraksi

(stabilisasi) lebih kuat dengan keadaan tereksitasi dibandingkan dengan keadaan dasar,

sehingga perbedaan energi transisi ini pada pelarut polar ini lebih kecil. Akibat dari

peristiwa ini maka transisi digeser ke panjang gelombang yang lebih besar (pergeseran

bhatokromik) dibanding panjang gelombang semula (Gandjar dan Rohman, 2007).

Transisi π → π* (pita-K dari sistem terkonjugasi di- atau poli- ena dapat dibedakan

dari sistem enon dengan mengamati akibat perubahan kepolaran pelarut) transisi π → π*

dari diena atau poliena tidak terpengaruh oleh kepolaran dari pelarut; ikatan rangkap dari

hidrokarbon adalah tidak polar. Serapan enon yang sesuai, mengalami geseran batokromik

sering diikuti dengan bertambahnya intensitas, dengan bertambahnya polaritas dari

pelarut. Geseran merah agaknya dihasilkan dari suatu penurunan tingkat energi dari

tingkat tereksitasi disertai dengan interaksi dwikutub dan ikatan hidrogen. Akibat dari

pelarut telah diukur untuk transisi n →π* dari aseton. Maksimumnya pada 279 nm dalam

heksan, dan berkurang menjadi 272 dan 264,5 nm untuk pelarut etanol dan air (Gandjar

dan Rohman, 2007).

Pita B (pita benzenoit) adalah khas pita aromatik atau molekul heteroaromatik.

Benzene menunjukkan suatu pita separan, mengandung pita jamak atau struktur yang

bagus, didalam daerah dekat ultra ungu antara 230-270 nm (ε dari kebanyakan pita yang

kuat kira-kira 255nm). Struktur yang bagus timbul dari geseran sub tingkat menpengaruhi

transisi elektronik. Bila suatu gugus kromoforik menempel pada suatu cincin aromatik,

pita B terlihat pada panjang gelombang yang lebih panjang daripada transisi π → π* yang

lebih kuat. Sebagai contoh stirena mempunyai transisi π → π* pada λ maks 244 nm (ε

maks 12000), dan pita B pada λ maks 282 nm (ε maks 450). Bila suatu transisi → π*

muncul didalam spektrum dari senyawa aromatik, mengandung transisi π → π* (termasuk

pita B), transisi π → π* bergerak ke arah panjang gelombang yang lebih panjang.

Kekhasan dari struktur halus dari pita B mungkin tidak terlihat dalam spektra dari

aromatik dengan gugus ganti, struktur halus sering dirusak dengan menggunakan pelarut

polar (Gandjar dan Rohman, 2007).

Page 10: BATOKromik Kel 4 Gol 1

Pita E (pita etilenik) seperti pita B adalah khas untuk struktur aromatik. Pita E 1 dan

E2 dari benzene masing – masing terlihat dekat 180 nm dan 200 nm. Sisipan auksokromik

membawa pita E2 ke dalam daerah dekat ultra ungu, walaupun dalam banyak hal mungkin

tidak terlihat pada panjang gelombang jauh lebih dari 210 nm. Didalam sisipan,

heteroatom dengan elektron pasangan sunyi membagi elektron ini dengan sisitem electron

-π daripada cincin, menggunakan transisi π → π* dan karenanya menyebabkan geseran

merah dari pita E. absorbtivitas polar dari pita E umumnya bervariasi antara 2000 dan

14000. Pemindahan pita E secara batokromik mungkin adalah penyebab pita yang kuat,

berstruktur halus dari aromatic berinti jamak. Dengan munculnya pita E karena adanya

gugus ganti auksokromik, pita B bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang dan

sering intensitasnya bertambah. Molekuk seperti bensilidenaseton di mana gugus ganti

kromoforik terkonjugasi terlihat, menghasilkan spectra dengan pita E dan pita K; pita B

menghilang digantikan oleh pita K. Perubahan struktur kromofor dapat terjadi karena

pengaruh pH, Polaritas, ikatan konjugasi. Contohnya pada perubahan struktur fenolftalein

karena pengaruh pH (Gandjar dan Rohman, 2007).

Fenolftalein adalah indikator titrasi yang lain yang sering digunakan, dan

fenolftalein ini merupakan bentuk asam lemah yang lain.

Fenolftalin tak berwarna dalam suasana asam dan berwarna merah muda pada

larutan basa. Terdapat hubungan antara perubahan warna yang dihasilkan terhadap

struktur molekulnya. Struktur dari dua molekul yang berbeda warna adalah sebagai

berikut:

Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan ke arah kiri,

dan mengubah indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion hidroksida

menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk

menggantikannya – mengubah indikator menjadi merah muda (Clark, 2007).

Keduanya menyerap sinar ultra-violet, selain itu struktur di sebelah kanan juga

menyerap sinar tampak dengan puncak 553 nm. Molekul dalam larutan asam tak berwarna

Page 11: BATOKromik Kel 4 Gol 1

karena mata kita tidak dapat mendeteksi fakta adanya penyerapan beberapa sinar ultra-

violet. Akan tetapi, mata kita mampu mendeteksi penyerapan pada 553 nm yang

dihasilkan oleh pembentukan molekul dalam larutan basa. 553 nm merupakan daerah hijau

pada spektrum sinar tampak. Yang terjadi adalah pergeseran serapan ke panjang

gelombang yang lebih tinggi pada larutan basa. Seperti yang telah kita ketahui, pergeseran

ke panjang gelombang yang lebih tinggi terkait dengan derajat delokalisasi yang lebih

besar (Clark, 2007).

Berikut adalah struktrur pada larutan asam yang telah dimodifikasi – bentuk tak

berwarna. Jangkauan delokalisasi ditunjukan dengan warna merah.

Perlu diketahui bahwa delokalisasi terjadi pada ketiga cincin melebar hingga ikatan

rangkap dua karbon-oksigen, dan ke atom-atom oksigen karena adanya pasangan elektron

bebas. Tetapi delokalisasi tidak meluas ke seluruh molekul. Atom karbon di tengah

dengan empat ikatan tunggal menghalangi tiap daerah delokalisasi berhubungan satu sama

lain (Clark, 2007). Dibandingkan dengan bentuk yang berwarna merah muda:

Penataan-ulang menyebabkan delokalisasi melebar ke seluruh ion. Delokalisasi yang

lebih besar ini menurunkan beda energi antara orbital molekul berpasangan yang tertinggi

dan orbital pi anti-ikatan tak berpasangan yang paling rendah. Energi yang dibutuhkan

untuk melompat lebih rendah dan panjang gelombang sinar yang diserap lebih panjang

(Clark, 2007).

Page 12: BATOKromik Kel 4 Gol 1

III. ALAT DAN BAHAN

1. Alat :

Pipet volume

Gelas beaker

Labu ukur

Spatula

Neraca analitik

Pipet tetes

Batang pengaduk

Ball filler

Spektrofotometer

Gelas ukur

2. Bahan :

Phenolphtalein

Aquades

HCl 0,1 N

NaOH 0,1

Page 13: BATOKromik Kel 4 Gol 1

IV. PELAKSANAAN PERCOBAAN

1. Buat larutan standar PP pada konsentrasi tertentu

2. Pipet 0,1ml larutan standar, masukkan masing-masing ke dalam :

Labu 1 lalu ditambahkan 0,2ml asam (HCl 0,1N), selanjutnya tambahkan

aquadest sampai 10ml.

Labu 2 lalu tambahkan 0,2ml NaOH 0,1N, selanjutnya tambahkan aquadest

sampai 10ml.

IV. DATA PENGAMATAN

1. Absorbansi Larutan PP dalam Asam (HCl) dan Basa (NaOH) pada Rentang Panjang

Gelombang 260 – 660 nm

λ (nm) Asam Basa λ(nm) Asam Basa

260 0,113 0,828 461 0,018 0,116

263 0,111 0,722 464 0,018 0,157

266 0,108 0,657 467 0,018 0,171

269 0,104 0,622 470 0,017 0,185

272 0,102 0,602 473 0,017 0,199

275 0,096 0,589 476 0,017 0,216

278 0,085 0,576 479 0,017 0,236

281 0,069 0,567 482 0,017 0,268

284 0,048 0,557 485 0,017 0,299

287 0,02 0,544 488 0,017 0,334

290 -0,003 0,525 491 0,016 0,366

293 -0,018 0,501 494 0,016 0,396

296 -0,029 0,471 497 0,016 0,432

299 -0,034 0,441 500 0,016 0,467

302 -0,039 0,396 503 0,016 0,513

305 -0,04 0,332 506 0,016 0,57

308 -0,034 0,246 509 0,016 0,644

311 -0,018 0,17 512 0,016 0,711

314 0,002 0,127 515 0,016 0,772

317 0,018 0,107 518 0,016 0,822

Page 14: BATOKromik Kel 4 Gol 1

320 0,027 0,096 521 0,016 0,868

323 0,032 0,09 524 0,015 0,929

326 0,035 0,085 527 0,015 1,004

329 0,036 0,083 530 0,015 1,081

332 0,035 0,085 533 0,015 1,201

335 0,035 0,09 536 0,015 1,318

338 0,034 0,099 539 0,015 1,433

341 0,033 0,109 542 0,015 1,513

344 0,033 0,118 545 0,015 1,584

347 0,032 0,128 548 0,015 1,661

350 0,032 0,14 551 0,014 1,716

353 0,031 0,155 554 0,015 1,722

356 0,03 0,174 557 0,014 1,627

359 0,03 0,196 560 0,014 1,47

362 0,03 0,211 563 0,014 1,312

365 0,029 0,226 566 0,013 1,158

368 0,029 0,236 569 0,013 1,024

371 0,028 0,243 572 0,013 0,873

374 0,027 0,246 575 0,013 0,733

377 0,027 0,247 578 0,013 0,579

380 0,027 0,242 581 0,012 0,422

383 0,026 0,229 584 0,012 0,299

386 0,025 0,203 587 0,012 0,226

389 0,025 0,169 590 0,012 0,177

392 0,025 0,141 593 0,013 0,141

395 0,024 0,118 596 0,012 0,108

398 0,024 0,096 599 0,012 0,082

401 0,023 0,076 602 0,012 0,056

404 0,023 0,058 605 0,012 0,036

407 0,023 0,041 608 0,012 0,024

410 0,022 0,029 611 0,012 0,017

413 0,022 0,022 614 0,011 0,012

Page 15: BATOKromik Kel 4 Gol 1

416 0,021 0,02 617 0,011 0,008

419 0,021 0,021 620 0,012 0,006

422 0,021 0,022 623 0,012 0,004

425 0,021 0,024 626 0,011 0,001

428 0,021 0,026 629 0,011 0

431 0,02 0,031 632 0,011 -0,001

434 0,02 0,037 635 0,011 -0,001

437 0,019 0,044 638 0,011 -0,003

440 0,019 0,05 641 0,011 -0,002

443 0,019 0,056 644 0,011 -0,003

446 0,019 0,063 647 0,011 -0,002

449 0,019 0,069 650 0,011 -0,003

452 0,018 0,076 653 0,011 -0,003

455 0,018 0,087 656 0,011 -0,004

458 0,018 0,102 659 0,011 -0,003

2. Panjang Gelombang Maksimum Larutan PP dalam Asam (HCl) = 260nm

3. Panjang Gelombang Maksimum Larutan PP dalam Asam (NaOH) = 554nm

VI. PERHITUNGAN

Larutan fenolftalein yang diperlukan dalam praktikum ini adalah dengan kadar 10μg/ml.

Namun yang tersedia di laboratorium adalah dengan kadar 1 mg/ml. Sehingga dilakukan

pengenceran.

Diketahui : Konsentrasi PP awal =1 mg/ml

Konsentrasi PP akhir = 10 μg/ml

Volume PP akhir = 10 ml

Ditanya : Volume aquades yang diperlukan untuk pengenceran

Jawab :

Page 16: BATOKromik Kel 4 Gol 1

Sehingga aquades yang diperlukan untuk pengenceran :

Jadi, larutan fenolftalein dengan kadar 1 mg/ml diencerkan dengan aquades sebanyak

0,9 ml, sehingga didapatkan larutan fenolftalein dengan kadar 10 μg/ml sebanyak 10

ml.

VII. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan analisis dengan spektrofotometri UV-Visible

untuk mengetahui terjadinya pergeseran bathokromik karena pengaruh pH. Analis

dilakukan terhadap larutan phenolphtalein (PP). Phenolphtalein merupakan suatu

senyawa yang umumnya digunakan sebagai indikator dalam titrasi asam basa karena

kepekaannya terhadap pH. Senyawa ini akan bening dalam suasana asam dan akan

memberikan warna merah muda pada suasana basa. Phenolphtalein merupakan asam

lemah sehingga dalam larutan asam senyawa ini akan berada dalam bentuk adam

lemahnya. Bentuk asam lemah ini tidak berwarna atau bening. Sedangkan, dalam larutan

basa, senyawa ini terdapat dalam bentuk ionnya. Bentuk ion dari senyawa ini

memberikan warna merah muda.

Pergeseran bathokromik dapat terjadi karena perubahan susunan elektron dari suatu

kromofor yang akan menyebabkan perubahan tingkat energi elektroniknya sehingga

interaksinya dengan radiasi elektromagnetik terjadi pada frekuensi yang lain (perubahan

panjang gelombang). Pergeseran bathokromik terjadi bila interaksi kromofor dengan

radiasi elektromagnetik terjadi pada tingkat energi yang lebih kecil atau panjang

gelombang yang lebih besar. Pergeseran bathokromik ini disebut juga pergeseran merah

(red shift). Faktor yang menyebabkan perubahan pada sturktur kromofor, antara lain

karena pengaruh pH, polaritas, ikatan konjugasi (Susanti, dkk, 2010). Untuk melihat

terjadinya pergeseran panjang gelombang, terlebih dahulu panjang gelombang

maksimum dari masing-masing spektrum fenoftalein pada suasana asam dan basa untuk

kemudian dibandingkan. Dalam menentukan panjang gelombang maksimum tersebut

haruslah diketahui terlebih dahulu absorbansinya.

Page 17: BATOKromik Kel 4 Gol 1

Percobaan ini dilakukan dengan pertama-tama disiapkan larutan phenolphtalein

yang memiliki konsentrasi 10 mg/mL. Larutan standar phenolphtalein tersebut

diencerkan agar diperoleh konsentrasi 10 µg/mL. Pengenceran dilakukan sebanyak 2

kali, yaitu dalam larutan asam dan larutan basa. Pengenceran dalam larutan asam

dilakukan dengan menambahkan 0,1 mL larutan standar Phenophtalien dan 0,2 mL

larutan HCl 0,1 N ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian ditambahkan aquades hingga

mencapai tanda batas 10 mL. Pengenceran dalam larutan basa dilakukan dengan cara

yang sama, namun larutan HCl 0,1 N diganti dengan larutan NaOH 0,1 N. Selanjutnya,

kedua larutan ini dibaca absorbansinya pada rentang panjang gelombang 260 – 660 nm.

Page 18: BATOKromik Kel 4 Gol 1

DAFTAR PUSTAKA

Clarck, J. 2007. Spektra Serapan UV-Tampak. Cited: 25 Maret 2011. Available at :

http://www.chem-is-try.org

Gandjar, I. G. dan Abdul Rohman. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

J. Roth, Hermann dan Gottfried Blaschke. 1985. Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press

Saputra. 2009. Spektrofotometri. Cited: 24 Maret 2011.

Availabe at : www.saputra.blogspot.com

Sjahid, Landyyun Rahmawan. 2008. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid dari Daun

Dewandaru (Eugenia uniflora L.). Cited : 24 Maret 2011.

Available at : http//:www.29778524-analisis-konvensional-plavonoid.pdf

Susanti, dkk. 2011. Petunjuk Praktikum Kimia Analisis. Bukit Jimbaran: Jurusan Farmasi

FMIPA Universitas Udayana

Tahir, Iqmal. 2008. Arti Penting Kalibrasi Pada Proses Pengukuran Analitik : Aplikasi Pada

Penggunaan pHmeter dan Spektrofotometer UV-Vis. Cited: 25 Maret 2011.

Available at:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14303/1/09E02476.pdf.

Widjaja,dkk. 2008. Buku Ajar Farmasi Fisiko Kimia. Bukit Jimbaran : Jurusan Farmasi

FMIPA Universitas Udayana

Page 19: BATOKromik Kel 4 Gol 1

LAMPIRAN DIAGRAM ALIR

SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

(PERGESERAN BATHOKROMIK)

1. Disiapkan Larutan Phenolphtalein pada Konsentrasi Tertentu

a. Untuk Pembuatan Larutan Asam

Diambil dari larutan stok fenolftalein 1 mg/ml sebanyak 0,1 mL dengan pipet

volume 0,5 ml.

dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL

ditambahkan 0,2 mL HCl 0,1 N.

Ditambahkan aquades hingga tanda batas (10 mL) dan dikocok hingga homogen.

b. Untuk Pembuatan Larutan Basa

Diambil dari larutan stok fenolftalein 1 mg/ml sebanyak 0,1 mL dengan pipet

volume 0,5 ml.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL

Ditambahkan 0,2 mL NaOH 0,1 N.

Ditambahkan aquades hingga tanda batas (10 mL)

Dikocok hingga homogen.

Page 20: BATOKromik Kel 4 Gol 1

2. Kedua larutan tersebut dibuat spektrumnya pada rentang panjang gelombang

260 – 660 nm.

3. Panjang gelombang ditentukan pada puncak-puncaknya (panjang gelombang

maksimum).

4. Diamati dan dijelaskan perubahan yang terjadi dari ketiga puncak yang

dihasilkan.