bahan tambahan pangan

22
A. Bahan Tambahan Pangan Bahan tambahan pangan atau zat aditif bahan pangan didefiniskan sebagai suatu zat bukan gizi yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan sengaja, yang pada umumnya dalam jumlah kecil untuk memperbaiki kenampakan, cita rasa, tekstur, atau sifat-sifat penyimpangannya. Zat yang ditambahkan terutama yang mempunyai nilai gizi, seperti vitamin dan mineral tidak dimasukkan ke dalam golongan ini. (Desrosier, 1988) Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Penyimpangan dalam pengggunaanya akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa. Kita membutuhkan pangan yang aman dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan mampu bersaing pada pasar global. (Cahyadi, 2008). Kelompok Bahan Tambahan Pangan

Upload: yamin-chem

Post on 01-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

review

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Tambahan Pangan

A. Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan atau zat aditif bahan pangan didefiniskan sebagai

suatu zat bukan gizi yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan sengaja, yang

pada umumnya dalam jumlah kecil untuk memperbaiki kenampakan, cita rasa,

tekstur, atau sifat-sifat penyimpangannya. Zat yang ditambahkan terutama yang

mempunyai nilai gizi, seperti vitamin dan mineral tidak dimasukkan ke dalam

golongan ini. (Desrosier, 1988)

Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan

perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen.

Penyimpangan dalam pengggunaanya akan membahayakan kita bersama, khususnya

generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa. Kita membutuhkan pangan

yang aman dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan mampu bersaing pada pasar

global. (Cahyadi, 2008).

Kelompok Bahan Tambahan Pangan

Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan

besar yaitu:

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam

makanan dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud

penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu

pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang

tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat dengan tidak

Page 2: Bahan Tambahan Pangan

sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau banyak akibat perlakuan selama

proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula

merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan

untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus

terbawa dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh residu pestisida,

insektisida, fungisida, antibiotik, dan hidrokarbon aromatik polisiklis.

Regulasi Bahan Tambahan Pangan

Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang

diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (Bahan Tambahan Kimia) oleh Departemen

Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor

722/Menkes/Per/IX/88, terdiri dari golongan BTP yang diizinkan diantaranya sebagai

berikut:

1. Antioksidan (Antioxidant)

2. Antikempal (Anticacking Agent)

3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)

4. Pemanis buatan (Artificial Sweetener)

5. Pemutih dan Pematang tepung (Flour Treatment Agent)

6. Pengemulsi, pemantap, dan pengental (Emulsifier, Stabilizer,Thickener)

7. Pengawet (Preservative)

8. Pengeras (Firming Agent)

9. Pewarna (Colour)

10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (Flavour; Flavour enhancer)

11. Sekuestran (Sequestrant)

1. Zat Pewarna

Page 3: Bahan Tambahan Pangan

Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau

memberi warna pada makanan. Zat warna adalah senyawa organik berwarna yang

digunakan untuk memberi warna suatu objek. Penentuan mutu bahan makanan pada

umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor, diantaranya cita rasa, warna,

tekstur dan nilai gizinya. Disamping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis.

Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertmbangkan, secara visual faktor warna tampil

dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan.

Selain sebagai fungsi yang menentukan mutu, warna juga dapat digunakan

sebagai indikator kesegaran atau kematangan, baik tidaknya pencampuran atau cara

pengolahan dapat ditandai adanya warna yang seragam dan merata. Penambahan

bahan pewarna pada pangan dilakukan untuk beberapa tujuan antara lain memberi

kesan menarik, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna, menutupi

perubahan warna selama proses pengolahan, dan mengatasi perubahan warna selama

penyimpanan.

Ada 5 sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan makanan berwarna, yaitu :

1. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan, misalnya klorofil

berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin menyebabkan warna

merah pada daging.

2. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan membentuk warna coklat

pada kembang gula, karamel atau roti yang dibakar.

Page 4: Bahan Tambahan Pangan

3. Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Maillard, yaitu antara gugus

amino protein dan gugus karbonil gula pereduksi. Misalnya susu bubuk yang

disimpan lama akan berwarna gelap.

4. Reaksi antara senyawa organik dengan udara akan menghasilkan warna hitam

atau coklat gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh adanya logam serta enzim,

misalnya warna gelap permukaan apel atau kentang yang dipotong.

5. Penambahan zat warna, baik zat warna alami ataupun zat warna sintetik, yang

termasuk golongan bahan aditif makanan.

(http://digilib.unimus.ac.id).

Identifikasi Jenis Pewarna

Kromatografi secara luas digunakan untuk pemisahan pewarna makanan

sintetik. Kromatografi kertas telah digunakan pada tahun 1950. Pada tahun 1970an,

penggunaan KLT lebih disukai oleh banyak laboratorium. Teknik ini masih

digunakan oleh banyak laboratorium karena peralatan yang digunakan sederhana.

Namun telah dikembangkan metode baru yang memberikan keuntungan yang lebih

besar, seperti HPLC dan elektroforesis kapiler (Wirasto, 2008).

1. Kromatografi kertas

Untuk mengetahui jenis zat pewarna umumnya digunakan metode

Kromatografi Kertas. Prinsip kerjanya adalah kromatografi kertas dengan larutan

pengembang (eluen). Setelah zat pewarna diteteskan diujung kertas rembesan (elusi),

air dari bawah akan mampu menyeret zat-zat pewarna yang larut dalam air (zat

pewarna makanan) lebih jauh dibandingkan dengan zat pewarna tekstil.Setelah zat

Page 5: Bahan Tambahan Pangan

pewarna yang diidentifikasi telah diketahui, maka dapat disimpulkan jenis zat warna

yang digunakan pada makanan tersebut (http://digilib.unimus.ac.id).

Kromatografi kertas sesuai untuk pemisahan pewarna, tetapi metode ini

memakan banyak waktu. Selain itu, metode ini memberikan resolusi yang jelek dan

kadang-kadang bercak yang terbentuk tidak terdeteksi dengan baik, menunjukkan

terbentuknya ekor yang dapat mempengaruhi harga Rf (Wirasto, 2008).

Berikut ini contoh prosedur analisis zat warna yang terdapat dalam bahan

makanan.

a. Tahap Ekstraksi

Untuk sampel cairan, ambil 25 mL sampel dimasukkan ke dalam polyamida

sepanjang 2 cm sedangkan sampel padatan dilarutkan dalam 25 mL air panas. Zat

pewarna yang terserap dicuci dengan 5 mL aseton sebanyak 5 kali kemudian dengan

5 mL air panas sebanyak 5 mL untuk menghilangkan pengotor seperti gula, asam dan

sebagainya. Untuk melepas zat pewarnanya dielusi dengan 20 mL NaOH-metanolat.

Larutan yang diperoleh diatur pHnya menjadi 5 – 6 dengan menambahkan larutan

asam asetat metanolat. Larutan zat warna metanolat diuapkan dengan Buchi

rotavapor menjadi volume 1 mL sebelum diteteskan pada kertas untuk pemisahan

kromatografi.

b. Analisa Kromatografi

Sampel sebanyak 2 µL diteteskan pada kertas Whatman dengan ukuran 12 x

20 cm. Jarak penetesan 1,5 cm dari batas bawah kertas dan jarak antara penetesan

berikutnya 1,5 cm. Kertas dibiarkan mengering selama 15 menit di udara terbuka dan

Page 6: Bahan Tambahan Pangan

kemudian dielusi di dalam bejana yang telah berisi eluen jenuh. Eluen yang

digunakan untuk pemisahan campuran zat warna ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Kode Eluen KomposisiA

B

n-Butanol – Asam asetat – Air

n-Butanol – Etanol – Air – NH4OH

20 : 10 : 50

50 : 25 : 25 : 10

Setelah 45 menit di dalam bejana, kertas diambil dan dikeringkan untuk

selanjutnya di analisa secara kualitatif dan kuantitatif jika eluen dapat memisahkan

zat pewarna dengan baik. Analisa kualitatif dilakukan dengan mengukur harga Rf

sampel dibandingkan dengan zat pewarna standar yang dipakai. Untuk analisa

kuantitatif, noda yang terjadi discan menggunakan TLC-scanner dan luas puncak

yang diperoleh diubah menjadi konsentrasi dengan kalibrasi standar (Tahid et al.,

1987).

2. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis (KLT) telah banyak digunakan pada analisis pewarna

sintetik. KLT merupakan metode pemisahan yang lebih mudah, lebih cepat, dan

memberikan resolusi yang lebih baik dibandingkan kromatografi kertas. KLT tidak

sebaik HPLC untuk pemisahan dan identifikasi, tetapi metode ini relatif sederhana

dan dapat digunakan untuk memisahkan campuran yang kompleks. Meskipun

demikian KLT tidak mahal dan dapat digunakan secara mudah di industri makanan .

Pada hakekatnya KLT melibatkan dua fase: sifat fase diam atau sifat lapisan,

Page 7: Bahan Tambahan Pangan

dan sifat fase gerak atau campuran larutan pengembang.

a. Fase diam (larutan penjerap/ adsorben)

Pada semua prosedur kromatografi, kondisi optimum untuk suatu pemisahan

merupakan hasil kecocokan antara fase diam dan fase gerak. Pada KLT, fase diam

harus mudah didapat . Dua sifat yang penting dari penjerap adalah besar partikel dan

homogenitasnya, karena adhesi terhadap penyokong sangat tergantung pada mereka.

Besar partikel yang biasa digunakan adalah 1-25 mikron. Partikel yang butirannya

sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang memuaskan dan salah satu alasan

untuk menaikkan hasil pemisahan adalah menggunakan penjerap yang butirannya

halus.

Penjerap yang umum ialah silika gel, aluminium oksida, kieselgur, selulosa

dan turunannya, poliamida dan lain-lain . Silika gel merupakan fase diam yang paling

sering digunakan untuk KLT . Zat ini digunakan sebagai adsorben universal untuk

kromatografi senyawa netral, asam, dan basa.

b. Fase gerak (pelarut pengembang)

Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia

bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler.

Yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan, sistem

pelarut multikomponen ini harus berupa campuran sesederhana mungkin yang terdiri

atas maksimal tiga komponen.

Pada proses serapan, yang terjadi jika menggunakan silika gel, alumina dan

fase diam lainnya, pemilihan pelarut mengikuti aturan kromatografi kolom serapan.

Page 8: Bahan Tambahan Pangan

Memang agak sukar untuk menemukan sistem pelarut yang cocok untuk

pengembangan. Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like

dissolves like, tetapi akan lebih cepat dengan mengambil pengalamanan para peneliti,

yaitu dengan dasar pustaka yang sudah ada.

c. Identifikasi dan harga-harga Rf

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik

dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi-reaksi warna. Tetapi lazimnya

untuk identifikasi menggunakan harga Rf.

Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai faktor

retensi, Rf:

Jarak yang ditempuh pelarut dapat diukur dengan mudah dan jarak tempuh

cuplikan diukur pada pusat bercak itu, atau pada titik kerapatan maksimum .

Angka Rf berjangka antara 0,00 & 1,00 dan hanya dapat ditentukan dengan

dua desimal. Angka hRf ialah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai

berjangka 0 sampai 100. Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat

dibandingkan dengan harga-harga standard .

3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Aplikasi pemisahan campuran zat warna dengan KCKT dilakukan ketika

metode konvensional tidak memberikan hasil yang memuaskan. Saat ini kolom fase

terbalik telah secara luas digunakan untuk pemisahan dan kuantifikasi pewarna

Page 9: Bahan Tambahan Pangan

sintetik . Ekstraksi dari makanan yang mengandung pewarna harus diupkan untuk

mengeringkan dan melarutkan kembali ke dalam kolom KCKT .

4. Elektroforesis kapiler

Dalam dekade terakhir ini, elektroforesis kapiler secara luas telah digunakan

dan menunjukkan teknik pemisahan yang menjanjikan. Oleh karena itu, elektroforesis

kapiler merupakan teknik yang ideal untuk analisis multikomponen. Keuntungan dari

teknik ini adalah cepat, sederhana, mudah, mudah untuk distel, selektif,

membutuhkan solven yang sedikit, waktu analisis cepat, biaya murah. Akan tetapi

teknik ini memiliki masalah terhadap hasil jika volume injeksi yang digunakan terlalu

kecil (Wirasto, 2008).

2. Zat Pengawet

Bahan pengawet adalah zat kimia yang dapat menghambat kerusakan pada

makanan, karena serangan bakteri, ragi, cendawan. Zat aditif ini dapat mencegah atau

menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang

disebabkan oleh mikroorganisme. Pengawet adalah bahan yang dapat mencegah atau

menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang

disebabkan mikroorganisme. Zat pengawet dimaksudkan untuk memperlambat

oksidasi yang dapat merusak makanan, dimana reaksi-reaksi kimia yang sering harus

dikendalikan adalah reaksi oksidasi, pencoklatan (browning) dan reaksi enzimatis

lainnya. Pengawetan makanan sangat menguntungkan produsen karena dapat

menyimpan kelebihan bahan makanan yang ada dan dapat digunakan kembali saat

Page 10: Bahan Tambahan Pangan

musim paceklik tiba. Bahan aditif juga bisa membuat penyakit jika tidak digunakan

sesuai dosis, apalagi bahan aditif buatan atau sintetis.

Identifikasi Zat Pengawet

1. Sampling minuman

Proses sampling minuman ringan berkarbonasi dilakukan berdasarkan merek yang

beredar di pasaran (su-MAJALAH ILMU KEFARMASIAN 150 permarket di daerah

Jakarta dan Depok). Lima merek minuman ringan berkabonasi dipilih untuk dijadikan

sampel dalam penelitian ini. Pemilihan sampel berdasarkan atas informasi kandungan

bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sampel tersebut.

2. Penetapan panjang gelombang pengukuran

a. Pembuatan larutan baku 10 ppm

Dibuat larutan standar dari masing-masing bahan baku pembanding dengan kadar

sakarin 9,64 ppm, asam benzoat 10,101 ppm, asam sorbat 10,05 ppm, kofeina 10,01

ppm, dan aspartame 10,03 ppm menggunakan pelarut aquabides yang telah disaring.

b. Penetapan panjang gelombang

pengukuran Masing-masing larutan bahan baku pembanding tersebut diukur

serapannya pada panjang gelombang 200-300 nm menggunakan spektrofotometer,

lalu dibuat kurva serapannya. Kemudian ditentukan panjang gelombang untuk

analisis.

3. Mencari kondisi percobaan optimum untuk analisis sakarin, asam benzoat, asam

sorbat, kofeinadan aspartam. Larutan campuran bahan baku pembanding sakarin,

asam benzoat, asam sorbat, kofeina dan aspartam di dalam pelarut aquabides,

Page 11: Bahan Tambahan Pangan

disuntikkan sebanyak 20 µl ke dalam kolom menggunakan fase gerak campuran

asetonitril dan dapar asetat dengan berbagai komposisi yaitu :

a. 19:81, pH dapar 4 dan 4,5

b. 10:90, pH dapar 4 ; 4,5 ; dan 5

c. 5:95, pH dapar 4 ; 4,5 ; dan 5

Dipilih komposisi dan pH dapar yang memberikan pemisahan terbaik, berdasarkan

waktu tambat (tR), resolusi (R), HETP, dan jumlah pelat teori (N). Kondisi terpilih

harus digunakan pada analisis sampel.

4. Penentuan limit deteksi dan limit Kuantitatif

Dibuat larutan bahan baku pembanding dalam aquabides yang telah dipasang dengan

konsentrasi sakarin dalam larutan sebesar 1,416 ppm; 0,689 ppm; 0,550 ppm; 0,344

ppm; 0,2 ppm; dan 0,138 ppm, konsentrasi asam benzoat dalam larutan sebesar 1,072

ppm; 0,852 ppm; 0,750 ppm; 0,536 ppm; 0,268 ppm; 0,206 ppm; dan 0,150 ppm,

konsentrasi kofeina dalam larutan sebesar 1,076 ppm; 0,5 ppm; 0,452 ppm; 0,269

ppm; 0,142 ppm; dan 0,086 ppm, konsentrasi asam sorbat dalam larutan sebesar

0,055 ppm; 0,027 ppm, 0,013 ppm, 0,0074 ppm; dan 0,0057 ppm dan konsentrasi

aspartam dalam larutan sebesar 25,2 ppm; 20,64 ppm; 10,32 ppm; 6,5 ppm; dan 5,16

ppm. Larutan bahan baku pembanding tersebut disuntikkan sebanyak 20 µl pada

kolom dengan kondisi analisis terpilih. Limit deteksi dan limit kuantitatif ditentukan

dengan membandingkan tinggi puncak zat dengan tinggi puncak derau. Tinggi

puncak derau adalah tinggi puncak terbesar yang dihasilkan oleh garis dasar pelarut.

Batas minimum limit deteksi adalah tinggi puncak zat 2 dan 3 kali lebih tinggi dari

Page 12: Bahan Tambahan Pangan

tinggi puncak derau, sedangkan batas minimum limit kuantitatif adalah tinggi puncak

zat 10 kali lebih tinggi dari tinggi puncak derau.

5. Pembuatan kurva kalibrasi

Dibuat larutan sakarin dalam pelarut aquabides yang telah disaring dengan

konsentrasi 5,66 ppm; 11,32 ppm; 22,64 ppm; 45,28 ppm; dan 56,6 ppm lalu

disuntikkan sebanyak 20 µl ke dalam kolom menggunakan kondisi analisis terpilih.

Catat area yang diperoleh lalu dibuat kurva kalibrasinya. Prosedur di atas diulangi

untuk pembuatan kurva kalibrasi asam benzoat, asam sorbat, kofeina, dan aspartam.

Untuk kurva kalibarsi asam benzoat, dibuat larutan aam benzoate dengan konsentrasi

1,012 ppm; 5,06 ppm; 10,12 ppm; 20,24 ppm; 40,48 ppm; dan 60,72 ppm. Untuk

kurva kalibrasi asam sorbat dibuat larutan asam sorbat dengan konsentrasi 0,0509

ppm; 0,1018 ppm; 0,509 ppm; 1,018 ppm; 2,036 ppm; dan 3,054 ppm. Untuk kurva

kalibrasi kofeina, dibuat larutan dengan konsentrasi 1,01 ppm; 5,05 ppm; 10,1 ppm;

20,2 ppm; dan 40,4 ppm. Sedangkan untuk kurva kalibrasi aspartam, dibuat larutan

aspartam dengan konsentrasi 30,24 ppm; 40,32 ppm; 50,4 ppm; 60,48 ppm; dan

100,8 ppm.

6. Penentuan keterulangan metoda

analisis sakarin, asam benzoat, asam sorbat, kofeina dan aspartame Dibuat larutan

sakarin dalam pelarut aquabides yang telah disaring dengan konsentrasi 21,88 ppm;

dan 28,57 ppm. Masing-masing konsentrasi disuntikkan enam kali ke dalam kolom,

lalu area yang diperoleh dicatat dan dihitung konsentrasinya berdasarkan kurva

kalibrasi yang diperoleh. Tentukan koefisien variasi dari masing-masing konsentrasi

Page 13: Bahan Tambahan Pangan

dan variasi rata-rata konsentrasi tersebut. Prosedur yang sama diulang untuk asam

benzoat, asam sorbat, kofeina, dan aspartam. Untuk asam benzoat dibuat dengan

kosentrasi 14,35 ppm; dan 34,01 ppm. Untuk asam sorbat dibuat dengan konsentrasi

0,85 ppm; dan 1,63 ppm. Untuk kofeina dibuat dengan konsentrasi 10,1 ppm; dan

20,2 ppm. Sedangkan untuk aspartam dibuat dengan konsentrasi 40,32 ppm; dan

45,95 ppm.

7. Uji perolehan kembali

Uji perolehan kembali dilakukan dengan menambahkan sejumlah bahan baku

pembanding sakarin, asam benzoat, asam sorbat, kofeina, dan aspartam ke dalam

sampel minuman ringan yang sebelumnya telah ditentukan kadar sakarin, asam

benzoat, asam sorbat, kofein dan aspartamnya. Dihitung perolehan kembalinya.

8. Identifikasi sakarin, asam benzoat, asam sorbat, kofeina, dan aspartam dalam

sampel.

Menggunakan kondisi analisis terpilih dan komposisi fase gerak lain, 20 µl sampel

disuntikkan ke dalam kolom dan dicatat waktu tambat puncak-puncak yang

dihasilkan oleh sampel. Jika puncak-puncak tersebut mempunyai waktu tambat yang

kurang lebih sama dengan waktu tambat puncak bahan baku pembanding sakarin,

asam benzoat, asam sorbat, kofeina, dan aspartam, maka disimpulkan bahwa pada

sampel terdapat zat-zat tersebut. Cara lain untuk memastikan apakah puncak yang

dihasilkan sampel adalah benar puncak sakarin, asam benzoat, asam sorbat, kofeina,

dan aspartam, yaitu dengan menambahkan sejumlah bahan baku zat-zat tersebut ke

dalam sampel, lalu sampel dikromatografi lagi. Apabila puncak yang diduga

Page 14: Bahan Tambahan Pangan

meningkat intensitasnya, maka dapat disimpulkan bahwa memang benar puncak

tersebut puncak zat yang diduga.

9. Penetapan kadar

Beberapa minuman ringan yang beredar di pasaran diperiksa kadar sakarin, asam

benzoat, asam sorbat, kofeina dan aspartamnya menggunakan kondisi analisis

terpilih. Sampel diencerkan sebanyak lima kali menggunakan pelarut aquabides, lalu

disuntikkan sebanyak 20 µl ke dalam kolom. Area yang diperoleh dicatat, lalu

dihitung kadarnya menggunakan kurva kalibrasi masing-masing zat.