bahan sgd lbm 5 blok 14

11
BAHAN SGD LBM 5 BLOK 14 SINUSITIS Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum nasi. Sinus–sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis. Sinus yang dalam keadaan fisiologis adalah steril, apabila klirens sekretnya berkurang atau tersumbat, akan menimbulkan lingkungan yang baik untuk perkembangan organisme patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis. Sinusitis bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian antibiotik.Berdasarkan fakta tersebut diatas, sinusitis adalah penyakit yang penting untuk diketahui oleh seorang praktisi kesehatan. Dan sinusitis yang paling banyak ditemukan adalah sinusitis maksilaris. Sinus maksilaris disebut juga antrum Highmore, merupakan sinus yang paling sering terinfeksi. Hal ini disebabkan karena ini merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia. Dasar sinus maksila adalah akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris. Ostium sinus maksila terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat. Penyebab sinusitis dapat virus, bakteri atau jamur. Dapat disebabkan oleh rinitis akut, infeksi faring (faringitis, adenoiditis, tonsilitis), infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3, serta P1 dan P2), berenang dan menyelam, trauma, serta barotrauma. Faktor predisposisi berupa obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, hipertrofi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung. Selain itu, rinitis kronik serta rinitis alergi juga menyebabkan obstruksi ostium sinus serta menghasilkan banyak sekret, yang merupakan media bagi pertumbuhan kuman. Faktor predisposisi yang lain meliputi lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering yang dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa serta kerusakan silia. DEFINISI Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau infeksi virus, bakteri maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada

Upload: rizal-prakoso

Post on 13-Dec-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

BAHAN SGD LBM 5 BLOK 14

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Sgd Lbm 5 Blok 14

BAHAN SGD LBM 5 BLOK 14

SINUSITIS

Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum nasi. Sinus–sinus ini

membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu

sinus maksilaris, sinus sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis. Sinus yang dalam keadaan fisiologis

adalah steril, apabila klirens sekretnya berkurang atau tersumbat, akan menimbulkan lingkungan yang baik

untuk perkembangan organisme patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada

sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis. Sinusitis bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima

pada pasien dengan pemberian antibiotik.Berdasarkan fakta tersebut diatas, sinusitis adalah penyakit yang

penting untuk diketahui oleh seorang praktisi kesehatan. Dan sinusitis yang paling banyak ditemukan adalah

sinusitis maksilaris.

Sinus maksilaris disebut juga antrum Highmore, merupakan sinus yang paling sering terinfeksi. Hal

ini disebabkan karena ini merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar,

sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia. Dasar sinus maksila

adalah akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris. Ostium

sinus maksila terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah

tersumbat.

Penyebab sinusitis dapat virus, bakteri atau jamur. Dapat disebabkan oleh rinitis akut, infeksi faring

(faringitis, adenoiditis, tonsilitis), infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3, serta P1 dan P2), berenang dan

menyelam, trauma, serta barotrauma. Faktor predisposisi berupa obstruksi mekanik, seperti deviasi septum,

hipertrofi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung. Selain itu, rinitis

kronik serta rinitis alergi juga menyebabkan obstruksi ostium sinus serta menghasilkan banyak sekret, yang

merupakan media bagi pertumbuhan kuman. Faktor predisposisi yang lain meliputi lingkungan berpolusi,

udara dingin dan kering yang dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa serta kerusakan silia.

DEFINISI

Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau infeksi virus, bakteri maupun

jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis

atau sfenoidalis). Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus

paranasal disebut pansinusitis. Dari semua jenis sinusitis, yang paling sering ditemukan adalah sinusitis

maksilaris dan sinusitis ethmoidalis.

KLASIFIKASI

Secara klinis sinusitis dibagia atas :

1. Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu.

2. Sinusitis subakut, bila infeksi beberapa minggu hingga beberapa bulan.

3. Sinusitis Kronis, bila infeksi beberapa bulah hingga beberapa tahun.

Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis

Page 2: Bahan Sgd Lbm 5 Blok 14

1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang menyebabkan

sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Contohnya rinitis akut (influenza), polip, dan

septum deviasi

2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan sinusitis infeksi

adalah pada gigi geraham atas (pre molar dan molar). Bakteri penyebabnya adalahStreptococcus

pneumoniae, Hemophilus influenza, Steptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Branchamella

catarhatis

ANATOMI SINUS

Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum nasi. Sinus–sinus ini

membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu

sinus maksilaris, sinus sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel

saluran pernafasan yang mengalami modifikasi, yang mampu mengkasilkan mukus, dan bersilia. Sekret yang

dihasilkan disalurkan ke dalam kavum nasi. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara.

Sinus maksilaris merupakan satu – satunya sinus yang rutin ditemukan pada saat lahir. Sinus

maksilaris terletak di dalam tulang maksilaris, dengan dinding inferior orbita sebagai batas superior, dinding

lateral nasal sebagai batas medial, prosesus alveolaris maksila sebagai batas inferior, dan fossa

canine sebagai batas anterior.

ETIOLOGI

Berbagai faktor infeksius dan nonifeksius dapat memberikan kontribusi dalam terjadinya obstruksi

akut ostia sinus atau gangguan pengeluaran cairan oleh silia, yang akhirnya menyebabkan sinusitis.

Penyebab nonifeksius antara lain adalah rinitis alergika, barotrauma, atau iritan kimia. Penyakit seperti tumor

nasal atau tumor sinus (squamous cell carcinoma), dan juga penyakit granulomatus (Wegener’s

granulomatosis atau rhinoskleroma) juga dapat menyebabkan obstruksi ostia sinus, sedangkan konsisi yang

menyebabkan perubahan kandungan sekret mukus (fibrosis kistik) dapat menyebabkan sinusitis dengan

mengganggu pengeluaran mukus.

Infeksi sinusitis akut dapat disebabkan berbagai organisme, termasuk virus, bakteri, dan jamur. Virus

yang sering ditemukan adalah rhinovirus, virus parainfluenza, dan virus influenza. Bakteri yang sering

menyebabkan sinusitis adalah Streptococcus pneumoniae,Haemophilus influenzae, dan moraxella catarralis.

Bakteri anaerob juga terkadang ditemukan sebagai penyebab sinusitis maksilaris, terkait dengan infeksi pada

gigi premolar. Sedangkan jamur juga ditemukan sebagai penyebab sinusitis pada pasien dengan gangguan

sistem imun, yang menunjukkan infeksi invasif yang mengancam jiwa. Jamur yang menyebabkan infeksi

antara lain adalah dari spesies Rhizopus, rhizomucor,Mucor, Absidia, Cunninghamella, Aspergillus, dan

Fusarium.

EPIDEMIOLOGI

Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di tempat dengan polusi

udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi pollen yang tinggi terkait dengan prevalensi

yang lebih tinggi dari sinusitis. Sinusitis maksilaris adalah sinusitis dengan insiden yang terbesar. Data dari

Page 3: Bahan Sgd Lbm 5 Blok 14

DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50

pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.

PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan fisiologis, sinus adalah steril. Sinusitis dapat terjadi bila klirens silier sekret sinus berkurang

atau ostia sinus menjadi tersumbat, yang menyebabkan retensi sekret, tekanan sinus negatif, dan

berkurangnya tekanan parsial oksigen. Lingkungan ini cocok untuk pertumbuhan organisme patogen.

Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah

sinusitis.

Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu obstruksi drainase sinus (sinus

ostia),kerusakan pada silia, dan kuantitas dan kualitas mukosa. Sebagian besar episodesinusitis disebabkan

oleh infeksi virus. Virus tersebut sebagian besar menginfeksi saluran pernapasan atas seperti  rhinovirus,

influenza A dan B, parainfluenza, respiratory syncytial virus, adenovirus dan enterovirus. Sekitar 90 %

pasien yang mengalami ISPA akan memberikan bukti gambaran radiologis yang melibatkan sinus paranasal.

Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya oedem pada dinding hidung dan sinus sehingga menyebabkan

terjadinya penyempitan atau obstruksi pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase dalam

sinus. Selain itu inflamasi, polyps, tumor, trauma, scar, anatomic varian, dan nasal instrumentation juga

menyebabkan menurunya patensi sinus ostia.

Virus yang menginfeksi tersebut dapat memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan

mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi

kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat baik

untuk berkembangnya bakteri patogen. Silia yang kurang aktif fungsinya tersebut terganggu oleh terjadinya

akumulasi cairan pada sinus. Terganggunya fungsi silia tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti kehilangan lapisan epitel bersilia, udara dingin, aliran udara yang cepat, virus, bakteri,  environmental

ciliotoxins, mediator inflamasi, kontak antara dua permukaan mukosa, parut, primary cilliary dyskinesia

(Kartagener syndrome).

Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi atau

reinokulasi dari virus. Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di

dalam sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya

bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktivitas

leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak adekuat, obstruksi

sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa bakteri patogen.

Antrum maksila mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan akar gigi pre molar dan molar atas.

Hubungan ini dapat menimbulkan problem klinis seperti infeksi yang berasal dari gigi dan fistula oroantral

dapat naik ke atas dan menimbulkan infeksi sinus. Sinusitis maksila diawali dengan sumbatan ostium sinus

akibat proses inflamasi pada mukosa rongga hidung. Proses inflamasi ini akan menyebabkan gangguan

aerasi dan drainase sinus. Keterlibatan antrum unilateral seringkali merupakan indikasi dari keterlibatan gigi

sebagai penyebab. Bila hal ini terjadi maka organisme yang bertanggung jawab kemungkinan adalah jenis

gram negatif yang merupakan organisme yang lebih banyak didapatkan pada infeksi gigi daripada bakteri

gram positif yang merupakan bakteri khas pada sinus.

Page 4: Bahan Sgd Lbm 5 Blok 14

Penyakit gigi seperti abses apikal, atau periodontal dapat menimbulkan gambaran radiologi yang didominasi

oleh bakteri gram negatif, karenanya menimbulkan bau busuk. Pada sinusitis yang dentogennya terkumpul

kental akan memperberat atau mengganggu drainase terlebih bila meatus medius tertutup oleh oedem atau

pus atau kelainan anatomi lain seperti deviasi, dan hipertropi konka. Akar gigi premolar kedua dan molar

pertama berhubungan dekat dengan lantai dari sinus maksila dan pada sebagian individu berhubungan

langsung dengan mukosa sinus maksila. Sehingga penyebaran bakteri langsung dari akar gigi ke sinus dapat

terjadi.

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis sinusitis sangat bervariasi. Keluhan utama yang paling sering ditemukan adalah tidak

spesifik, dan dapat berupa sekret nasal purulen, kongesti nasal, rasa tertekan pada wajah, nyeri gigi, nyeri

telinga, demam, nyeri kepala, batuk, rasa lelah, halitosis, atau berkurangnya penciuman. Gejala seperti ini

sulit dibedakan dengan infeksi saluran nafas atas karena virus, sehingga durasi gejala menjadi penting dalam

diagnosis. Pasien dengan gejala diatas selama lebih dari 7 hari mengarahkan diagnosis ke arah sinusitis.

Sinusitis maksilaris akut biasanya menyusul infeksi saluran napas atas yang ringan. Alergi hidung kronik,

benda asing, dan deviasi septum nasi merupakan faktor-faktor predisposisi lokal yang paling sering

ditemukan. Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise, dan nyeri kepala yang tak jelas yang

biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin.

Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di

gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada

gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang

tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Selama berlangsungnya sinusitis maksilaris akut,

pemeriksaan fisik akan mengungkapkan adanya pus dalam hidung. Sekret mukopurulen dapat keluar dari

hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada.

Gambaran radiologik sinusitis akut mula-mula berupa penebalan mukosa, selanjutnya opasifikasi sinus

lengkap akibat mukosa yang membengkak hebat, atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi sinus. Biakan

bakteri yang muncul biasanya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, bakteri anaerob,

Branghamella catarrhalis. Jika tidak mendapatkan penanganan yang adekuat Sinusitis maksilaris akut dapat

berubah menjadi sinusitis maksilaris kronis yang berlangsung selama beberapa bulan atau tahun.

DIAGNOSA

Kriteria diagnosis sinusitis :Gejala mayor Gejala minorNyeri atau rasa tertekan pada wajah Sakit kepala

Sekret nasal purulen Batuk

Demam Rasa lelah

Kongesti nasal Rasa lelah

Obstruksi nasal Halitosis

Hiposmia atau anosmia Nyeri gigi

Diagnosis memerlukan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan dua kriteria minor pada pasien

dengan gejala lebih dari 7 hari.

Page 5: Bahan Sgd Lbm 5 Blok 14

Pemeriksaan Sinus Paranasal

            Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi dari luar, palpasi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologic dan sinuskopi,

Inspeksi

Yang diperhatikan adalah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukkan suatu sinusitis maksilaris akut. Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan suatu sinusitis frontalis akut.

Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan ke luar, kecuali bila telah terbentuk abses.

Palpasi

            Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal yaitu oada bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius.

Transiluminasi

Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia.

Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan berbatas tegas di dalam sinus maksila.

Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan bentuk kedua sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang dengan baik dan normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin hanya menunjukkan sinus yang tidak berkembang.

Pemeriksaan Radiologik

            Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal,maka dapat dilakukan pemeriksaan radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, P.A, dan lateral. Posisi Waters terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi posterior anterior untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid.

            Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah pemeriksaan CT-scan.

Sinuskopi

Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop dimasukkan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fossa kanina.

Dengan sinuskopi dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka.

Pemeriksaan Penunjang

1.      Laboratorium

Page 6: Bahan Sgd Lbm 5 Blok 14

o   Tes sedimentasi, leukosit, dan C-reaktif protein dapat membantu diagnosis sinusitis akut

o   Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada sinusitis akut, tapi harus dilakukan pada pasien immunocompromise dengan perawatan intensif dan pada anak-anak yang tidak respon dengan pengobatan yang tidak adekuat, dan pasien dengan komplikasi yang disebabkan sinusitis.

2.      Imaging

o   Rontgen sinus, dapat menunjukan suatu penebalan mukosa, air-fluid level, dan perselubungan.Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen gigi untuk mengetahui adanya abses gigi.

o   CT-Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis sinusitis akut, menunjukan suatu air-fluid level pada 87% pasien yang mengalami infeksi pernafasan atas dan 40% pada pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk luas dan beratnya sinusitis.

·  MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada jaringan lunak yang menyertai sinusitis, tapi memiliki nilai yang kecil untuk mendiagnosis sinusitis akut

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Pemeriksaan transluminasi.

Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan tampak suram atau gelap. Hal ini lebih mudah

diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi wajah, karena akan nampak perbedaan antara sinus yang sehat

dengan sinus yang sakit.

2.   Pencitraan

Dengan foto kepala posisi Water’s, PA, dan lateral, akan terlihat perselubungan atau penebalan mukosa

atau air-fluid level pada sinus yang sakit. CT Scan adalah pemeriksaan pencitraan terbaik dalam kasus

sinusitis.

3.   Kultur

Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme penyebab, maka kultur dianjurkan.

Bahan kultur dapat diambil dari meatus medius, meatus superior, atau aspirasi sinus.

4.    Rontgen gigi

Dilakukan untuk mengetahui apakah sudah timbul abses atau belum.

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:

1. Mempercepat penyembuhan

2. Mencegah komplikasi

3. Mencegah perubahan menjadi kronik.

Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa) dan pembedahan (operasi).

Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien sinusitis akut, yaitu:

1. Antibiotik. Berikan golongan penisilin selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sinusitis akut telah

hilang.

2. Dekongestan lokal. Berupa obat tetes hidung untuk memperlancar drainase hidung.

3. Analgetik. Untuk menghilangkan rasa sakit.

Page 7: Bahan Sgd Lbm 5 Blok 14

4. Irigasi Antrum. Indikasinya adalah apabila terapi diatas gagal dan ostium sinus sedemikian

edematosa sehingga terbentuk abses sejati. Irigasi antrum maksilaris dilakukan dengan mengalirkan

larutan salin hangat melalui fossa incisivus ke dalam antrum maksilaris. Cairan ini kemudian akan

mendorong pus untuk keluar melalui ostium normal.

5. Menghilangkan faktor predisposisi dan kausanya jika diakibatkan oleh gigi

6. Diatermi gelombang pendek selama 10 hari dapat membantu penyembuhan sinusitis dengan

memperbaiki vaskularisasi sinus.

Pembedahan (operasi) pada pasien sinusitis akut jarang dilakukan kecuali telah terjadi komplikasi ke orbita

atau intrakranial. Selain itu nyeri yang hebat akibat sekret yang tertahan oleh sumbatan dapat menjadi

indikasi untuk melakukan pembedahan

DIAGNOSA BANDING

Diagnosos banding sinusitis adalah luas, karena tanda dan gejala sinusitis tidak sensitif dan spesifik. Infeksi

saluran nafas atas, polip nasal, penyalahgunaan kokain, rinitis alergika, rinitis vasomotor, dan rinitis

medikamentosa dapat datang dengan gejala pilek dan kongesti nasal.Rhinorrhea cairan serebrospinal harus

dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat cedera kepala. Pilek persisten unilateral dengan epistaksis

dapat mengarah kepada neoplasma atau benda asing nasal. Tension headache, cluster headache, migren, dan

sakit gigi adalah diagnosis alternatif pada pasien dengan sefalgia atau nyeri wajah. Pasien dengan demam

memerlukan perhatian khusus, karena demam dapat merupakan manifestasi sinusitis saja atau infeksi sistem

saraf pusat yang berat, seperti meningitis atau abses intrakranial.

PENCEGAHAN

          Cara pencegahan penyakit sinusitis dapat dikatakan bervariasi karena banyaknya faktor yang

melatarbelakangi terjadinya penyakit sinus ini. Untuk mencegah terjadinya penyakit sinusitis atau mencegah

kekambuhannnya, kita harus menghindari faktor-faktor yang dapat meyebabkan terjadinya penyakit sinusitis,

di samping juga melakukan koreksi terhadap keadaan atau kelainan yang dapat melatarbelakangi terjadinya

penyakit sinus ini. Seorang penderita penyakit sinusitis walaupun telah menjalani pengobatan dan operasi,

akan dapat mengalami kekambuhan apabila tidak menghindari faktor-faktor penyebabnya, atau tidak

dilakukan koreksi terhadap keadaan atau kelainan yang melatarbelakanginya. Lebih baik mencegah daripada

mengobati.

Sinusitis maksilaris lebih disebabkan oleh masalah gigi atau disebut dengan sinusitis dentogen. Ini

merupakan peradangan pada sinus maksilaris yang berasal dari infeksi gigi. Penyebabnya karena ada gigi

ganggren (rusak/luka) pada sisi yang sama dengan sinus. Sedangkan menurut drg. Roberto Simandjuntak,

MS, SpBM perjalanan sinusitis dentogen ini dimulai dari kerusakan gigi akibat gigi yang tidak dirawat

dengan baik sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi. Infeksi yang tidak ditangani menyebabkan

penyebaran infeksi, dan sinus maksilaris merupakan salah satu tempat penyebaran karena letaknya sedikit

diatas gigi. Bila tak ditemukan penyebab keluhan sinusitis saat  pasien yang datang ke dokter THT, maka

dokter THT akan merujuk pasien ke dokter gigi. Sebaliknya bila pasien datang dengan keluhan pusing dan

hidung buntu ke dokter gigi, maka dokter gigi juga akan merujuk pasien ke dokter THT.

Page 8: Bahan Sgd Lbm 5 Blok 14

Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan Transiluminasi(pemeriksaan dengan cahaya untuk

menilai rongga sinus), yang dilanjutkan dengan pemeriksaan radiologi (foto Rontgen) serta pemeriksaan

biakan kuman dari sekret/lendir rongga hidung. Sedangkan pengobatannya sendiri tergantung pada

penyebabnya. Antibiotika hanya diberikan untuk sinusitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, tidak untuk

sinusitis yang disebabkan oleh infeksi virus atau alergi. Selain antibiotika, obat golongan dekongestan juga

digunakan untuk mengurangi gejala penyumbatan. Obat golongan analgetik-antipiretik untuk mengurangi

rasa nyeri dan demam. Bila pengobatan yang dilakukan tidak berhasil maka kadang-kadang diperlukan suatu

tindakan pembedahan, dengan tujuan untuk membuka dan membersihkan daerah sinus paranasal yang

menjadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drainase dapat lancar kembali.

Untuk menghindari sinusitis maksilaris Drg. Roberto menganjurkan agar kita rajin membersihkan gigi

dengan baik. Melakukan kontrol gigi rutin setiap 6 bulan. Melakukan perawatan gigi dengan baik, tambal

yang berlubang. Dan yang terakhir adalah mengubah gaya hidup dan kebiasaan yang memicu terjadinya

sinusitis seperti udara malam, konsumsi rokok, kopi dll.

Fungsi Sinus Paranasal            Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Beberapa pendapat:Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)            Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga hidung. Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.Sebagai penahan suhu (termal insulators)            Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.Membantu keseimbangan kepala            bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori dianggap tidak bermakna.Membantu resonansi suara            Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagipula tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.Sebagai peredam perubahan tekanan udara

misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.Membantu produksi mucus

jumlahnya kecil dibandingkan dengan mucus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mucus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.