bahan pastoral care lengkap (1)
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
Latihan praktis konseling
Pasal ini ditulis untuk menolong konselor-konselor, guru-guru yang mengajar maupun
hamba-hamba Tuhan yang mempunyai kerinduan untuk melatih kader-kader gereja dalam
pelayanan konseling. Di mana-mana terdengar banyak keluhan, terutama dari alumni sekolah
teologi, bahwa teori dan pengetahuan tentang konseling yang dipelajari diruang kelas ternyata
tidak bisa dipraktikkan. Prinsip dan kebenaran konseling kurang mendapat perhatian dan
dengan cepat terlupakan. Mengapa?
a. Karena mata kuliah “Pastoral Konseling” masih dianaktirikan. Kepentingannya masih
belum dilihat sehingga dalam banyak sekolah teologi, pengaruhnya sedikit sekali dan
kemudian tidak membekas setelah tertelan oleh mata kuliah lain.
b. Kurangnya tenaga pengajar yang qualified, yang tahu mengintregasikan teologi dan
psikologi dalam mata kuliah ini, dimana belajar konseling sama seperti bagaimana
memberi jawaban dan nasihat, atau bahkan menjadi mata kuliah psikologi umum
yang tempatnya dalam konteks pelayanan gereja tidak pernah jelas.
c. Karena mata kuliah ini boleh diambil oleh sembarang mahasiswa. Padahal mahasiswa
yang belum punya dasar pengetahuan teologi, alkitab, psikologi, dan sosiologi yang
sehat sebenarnya tidak mungkin dapat mempraktikan pelayanan pastoral konseling.
Oleh karena itu, disamping tugas-tugas pembenahan atas kelemahan-kelemahan yang ada,
seharusnya kuliah pastoral konseling dilengkapi dengan latihan praktis. Dan ini dapat
diberikan dalam beberapa tahap.
Tahap I: Dalam Bentuk Latihan Sensitivitas
Latihan ini perlu diberikan berulang-ulang agar setiap calon konselor betul-betul peka
terhadap dimensi yang tersembunyi dari setiap permasalahan yang diperhadapmukakan
padanya. Peka terhadap:
Perasaan dibalik kata-kata
Jalan pikiran si klien
Aspek-aspek yang bersangkut paut dan ikut menentukan persoalan si klien
Situasi dan kondisi yang ada
Inti dan akar persoalannya
Kebutuhan yang sesungguhnya dari klien
Kesempatan yang Tuhan sediakan baginya
Latihan ini sangat diperlukan karena hanya dengan inilah pengetahuan dan teori konseling
dapat dimengerti kebenarannya. Calon konselor mulai mengenali kebenaran dari sumbangan
psikologi dan teologi.
Latihan ini dapat diberikan dalam bentuk:
Diskusi kelompok
Menganalisis penyelesaian kasus konseling
Diskusi Kelompok
a. Kepada setiap calon konselor diberikan tugas membaca satu topik atau pokok
permasalahan (sebaiknya dipilih topik konseling, seperti perceraian, pendidik anak,
depresi, seks, pernikahan, dsb., supaya sekaligus melengkapi pengetahuan dan
kepekaan terhadap masalah tersebut).
b. Diskusikan dalam kelompok kecil (4-5 orang) dimana sambil berdiskusi, masing-
masing mencatat dan memberikan penilaian mereka terhadap teman yang lain. Baik
penilaian atas sikapnya, apa yang mau dikemukakannya, jalan pikirannya, perasaan
dibalik kata-katanya, dsb.
c. Sharing: masing-masing membagikan evaluasi dan kesan terhadap teman-teman yang
lain.
Misalnya: saya rasa si A tadi sebenarnya mengatakan ini.....
Sayang emosinya naik sehingga berita yang ia mau sampaikan tidak jelas.
Catatan: dalam latihan sensitivitas ini setiap kali kita sebagai pembimbing harus
bertindak sebagai moderator dan sumber informasi yang diperlukan. Kita bukan
hanya menstimulir kreativitas dan partisipasi dari setiap individu, tetapi juga mampu
memberikan input dalam bagian-bagian yang kurang.
Diskusi kelompok ini dibentuk dan isinya bisa dikembangkan sendiri, bisa dalam bentuk:
Film talk-back
Dimana dengan tersedianya video-cassette sekarang ini dengan mudah kita
memutar film watak, dimana kepada setiap calon konselor diberikan tugas untuk
menangkap inti cerita, pokok persoalannya, jalan pikiran si sutradara, perasaan
dibalik kata-kata pemain, mimik, dan akting bahkan kesan dari masing-masing
pribadi terhadap film itu.
Menganalisis cerita
Kita sekarang memiliki banyak perbendaharaan dan kumpulan cerita pendek
yang bermutu, setiap kali kita bisa memilih dan memberikan satu copy pada
setiap calon dengan 3-4 pertanyaan yang harus dijawab, seperti misalnya:
Apa yang sebenarnya mau disampaikan oleh pengarang cerita ini
Kenali watak, perasaan, jalan pikiran si tokoh A atau B dalam cerita ini
Kalau misalnya ia datang pada saudara untuk konseling, pertolongan apa
yang akan saudara berikan, dsb. Kemudian didiskusikan.
Saling menganalisis kawan
Dalam satu kelompok kecil (4-5) orang, kepada setiap orang diberikan tugas
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut masalah pribadi, misalnya;
Ceritakan sebuah pengalaman yang paling berkesan dalam hidup saudara.
Ceritakan tentang seseorang yang paling berpengaruh dalam kehidupan saudara.
Kemudian,sementara masing-masing cerita,yang lain membuat analisa;apa yang
sebenarnya ia mau katakanan?motivasi,perasaan,pemikiran apa yang ada dibalik cerita
itu.dan topeng apa yang ia sedang pakai sekarang?
Dalam setiap interpersonal relationship orang selalu berusaha mengenakan ‘topeng’ yang
ia pilih dengan pertimbangan-pertimbangan pribadi,baik yang disadari maupun yang
tidak.maksudnya,topeng yang disadari adalah topeng yang dipakai karena’saya sadar saya
ingin dikenal sebagai….’pihak lain ada orang yang memakai topeng tertentu tanpa benar-
benar disadarinya.yaitu mungkin oleh karena ia sudah terbiasa dan merasa cukup senang
memakai topeng tersebut meskipun mungkin sangat merugikan diri sendiri.
Menganalisa Kasus Konseling
Metode lain lagi dari latihan sensitivitas adalah menganalisa penyelesaian kasus-kasus
konseling yang dimuat dalam surat-surat kabar,majalah,dsb.
Kepada setiap calon konselor diberikan satu copy dari ruang tanya jawab atau
penyelesaian kasus konseling yang dimuat dimajalah atau surat kabar.
Dengan disertai 3-4 pertanyaan yang harus dijawab,misalnya :
Apa yang dilihat konselor sebagai persoalan utama konseli?
Menurut saudara.bagaimana ‘outline’ pendekatan konseling yang dipakai
konselor?buatlah urut-urutan kronologisnya.
Bagian-bagian manakah dari persoalan konseli yang sudah dapat diatasi
dan mana yang belum?
Kalau saudara yang menjadi konselor,langkah-langkah pembimbingan apa
yang akan saudara berikan?
Diskusikan.
Tahap II: Dalam Bentuk Latihan Verbatim
Verbatim adalah catatan lengkap kata demi kata dari percakapan konseling.hal ini sangat
dibutuhkan untuk melatih calon-calon konselor supaya mereka mulai membiasakan diri
dengan prinsip-prinsip dan disiplin konseling yang sehat.tidak lagi berkata-kata
semaunya sendiri dalam percakapan konseling.tidak berkata-kata berdasarkan
mood,perasaan,kesan,atau kebiasaan pribadi,tetapi cobalah mengubah dan
memperbaharui system komunikasinya sebagai konselor dalam hubungannya dengan
konselinya.verbatim juga sangat perlu untuk dapat mengecek sampai dimana sesorang
sudah belajar konselng.sehingga kita bisa membimbing dan menolong calon-calon
konselor secara lebih tepat.meskipun dalam latihan verbatim,kita melatih diri untuk bisa
memakai kata-kata yang tepat pada saat yang tepat,tetapi itu sama sekali tidak
dimaksudkan supaya calon-calon konselor mengesampingkan keunikan identitas
pribadinya,menduplikat,dan mengadoptir pemakaian kata-kata dan susunan kalimat
orang lain.karena yang terpenting dalam latihan ini adalah ‘prinsip pendekatan
konseling’-nya sehingga keunikan tiap pribadi dalam penyusunan dan pemakaian kata-
kata tidak perlu ditinggalkan sama sekali.
Ada pun fokus utama dalam latihan ini adalah melatih calon konselor dalam kemampuan
refleksi,yaitu kemampuan untuk menangkap perasaan di balik kata-kata konseli dan
merefleksikan dalam kata-kata yang jelas,sederhana,dan tepat.Maksudnya ialah supaya
konseli ditolong untuk mengenali dirinya sendiri,kondisinya saat itu,perasaannya,dan
cara berpikirnya bahkan sikapnya terhadap hal-hal yang dianggapnya sebagai masalah
saat itu.karena hanya dengan refleksi yang tepat,konselor dan konseli bisa masuk dalam
proses konseling yang sesungguhnya.
Contoh : seorang pemuda,anggota jemaat saudara minta berkonsultasi.saudara tahu
kalau pemuda ini sedang berpacaran dengan seorang janda (cerai secara sah
dari suaminya).pemuda ini punya pekerjaan yang baik dan maju sekali.
Konseli : saya ingin minta nasehat bapak tentang persoalan saya,tentunya bapak tahu
kalau saya dekat dengan Rita.
Yah,kami sudah membicarakan untuk menikah…..
Tetapi akhir-akhir ini saya bingung…saya tidak tahu apakah saya harus
menikahi dia atau tidak.
Konselor : maksudmu….kau tidak begitu yakin dengan pernikahan itu?
Konseli : yah…sebenarnya ibuku yang selalu bilang,seharusnya jangan menikah
dengan janda,apalagi bekas suaminya masih hidup.kata-kata itu sebenarnya
sangat menyakitkan hati saya,saya rasa saya sudah dewasa dan bisa
menentukan sendiri hidupku.tetapi,tak tahu saya jadi bingung sekali.si A
bilang begini,si B bilang begitu….
Konselor ( refleksi) : apakah kau mau mengatakan bahwa kau sebenarnya jengkel
dengan dirimu sendiri?di satu pihak kau merasa dewasa dan mampu
menetukan hidupmu sendiri….tapi dipihak lain ternyata tidak berani
menentang kehendak orang-tua….karena dalam hati kecil kau rasakan
kebenarannya….
Dengan melakukan refleksi berulang-ulang,konseli akan dituntun untuk menemukan
dirinya sendiri.kemungkinan besar setelah itu pokok persoalan dapat berubah sama
sekali.apa yang semula tidak terlihat sebagai persoalan ternya justru pokok
persoalannya,dsb.barulah saat itu proses pembimbingan menemukan arahnya yang jelas.
Latihan verbatim ini dapat diberikan dalam bentuk seperti :
Latihan melengkapi verbatim
Latihan menganalisa verbatim
Latihan menyusun verbatim.
Latihan melengkapi verbatim
Setiap kali calon konselor diberi 2-3 kasus untuk dilengkapi.
Contoh : saudara mengunjungi seorang anggota jemaat saudara yang
memungut anak laki-laki dan adiknya yang baru saja meninggal karena
kecelakaan.saudara mendengar adanya kesulitan dalam penyesuaian diri
dengan si anak ini karena ia sekarang sudah berusia 10 tahun.
Konseli : yah…saya sebenarnya tidak tahu apa yang akan saya
ceritakan,memang dia anak yang baik,dan kami mengasihi dia,tetapi….dia
sebenarnya tidak merasa bahagia di rumah ini,saya dan suami saya bekerja dan
kedua anak kami sudah berumah tangga,jadi memang tidak ada orang lain
yang bisa bermain dengan dia….seperti almarhum ibunya sendiri yang sehari-
harian di rumah.
Konselor : ………………………………………………………………. (apa jawaban saudara
dan mengapa saudara menjawab).
Latihan menganalisis verbatim:
Dalam hal ini kepada calon konselor diberikan 2-3 contoh verbatim yang harus dinilai dan
dianalisis.
Contoh :
Saudara pergi ke rumah sakit bermaksud mengunjungi seorang anggota jemaat yang istrinya
akan melahirkan anak pertama. Ketika saudara tiba, saudara bertemu dengan suaminya di
depan kamar bedah, wajahnya murung, dia mengajak saudara pergi ke tempat lain, dan
berkata, kalau istrinya masih didalam. Kemudian ia duduk di bangku dan mullai menangis.
Konseli :
Anak itu tidak hidup. Bayi laki-laki……tetapi lahir terus tiada……aku tahu Tuhan punya
maksud. Tapi rasanya sukar bagiku untuk mengerti kenapa…. Kenapa Tuhan membiarkan
semuanya ini terjadi….
Konselor :
Saya mengerti apa yang saudara rasakan….(diam sejenak). Memang kadang-kadang dalam
hidup ini…. Kita mengalami hal-hal yang tidak kita inginkan. Tetapi sudahlah, tabahkanlah
hatimu….maksud Tuhan selalu baik…..
Baca verbatim di atas baik-baik, berikan penilaian saudara, apakah jawaban konselor tetap
atau tidak…. Berikan alasanmu kenapa? Dan bagaimana jikalau saudara sendiri konselornya?
Latihan menyusun verbatim :
Dari seluruh latihan tahap II ini, latihan menyusun verbatim barangkali merupakan latihan
yang terberat. Oleh karena itu sebaiknya latihan ini diberikan setelah sekian kali calon-calon
mengerjakan latihan-latihan verbatim yang lainnya.
Contoh :
Konseli :
Sejak Papa meninggal dua tahun yang lalu, Mama tinggal bersama kami, maklumlah saya
anak tunggal. Tetapi akhir-akhir ini kami menghadapi sedikit masalah, yaitu pendidikan
anak-anak. Istri saya merasa keberatan kalau Mama ikut-ikutan menangani soal-soal
pendidikan anak-anak itu. Padahal menurut pengamatan saya, Mama sangat pendiam dan
biasanya tidak mau tahu soal-soal rumah tangga. Bagaimana menurut pendapat Bapak/Ibu,
apakah baik kalau kami minta mama tinggal bersama dengan Tante (adik mama) yang hidup
seorang diri (Mama sendiri sebenarnya ingin tinggal disana). Perlu diketahui bahwa istri saya
masih kuliah, soal keluarga sebenarnya sebagian besar ditangani pembantu rumah tangga
yang sudah 5 tahun ikut kami.
Konselor :………………….
Konseli :…………………….
Konselor :………………….
Konselor :………………….
Konseli :…………………….
Konselor :………………….
Isilah semua kolom yang sudah tersedia bagi konselor maupun konseli. Coba susunlah
verbatim ini sehingga menjadi percakapan yang menurut saudara, “jalanya akan demikian”.
Perlu saudara perhatikan, sebelum saudara menyusun verbatim ini, cobalah renungkan
terlebih dahulu beberapa pertanyaan ini:
Apa sebenarnya pokok persoalan di sini
Menurut saudara “apa yang dianggap sebagai masalah oleh konseli ini?
Apa kira-kira jalan keluarnya (apa goal dari konseling ini)?
Tahap III : Dalam Bentuk Latihan mengklasifikasikan Kasus
Kemampuan untuk mengklasifikasikan kasus adalah syarat mutlak bagi seorang konselor.
Karena dalam pertemuan pertama pada saat kasus diberikan kepada konselor, ia seharusnya
bisa langsung mengenali apakah kasus ini menjadi tanggung jawabnya sebagai hamba Tuhan
(bukan professional konselor) atau menjadi tanggung jawab dari professional lain seperti
dokter, psikiater, dsb, atau kerja sama antara kita dengan mereka. Apakah kasus ini short-
term atau long-term (dapat segera diselesaikan atau mesti berkala). Apakah konseli betul-
betul membutuhkan pertolongan atau ia datang dengan motivasi-motivasi yang lain.
Disinilah teori-teori dan informasi yang sudah dipelajari di pasal I s/d IV sangat
diperlukan. Karena tanpa pengetahuan itu kita tidak mungkin bisa mengenali apakah kasus
yang diberikan pada kita adalah kasus abnormalitas yang seharusnya ditangani oelh dokter
atau kasus-kasus dari individu yang normal. apakah perlu pengobatan terlebih dahulu dari
seorang dokter atau langsung dapat kita tangani (missal, kasus-kasus depresi). Apakah
konsseli betul-betul membutuhkan pertolongan kita atau ada motivasi-motivasi lain sehingga
ia menunjukkan gejaa resistant atau reluctant. Apakah kasus yang diberikan betul-betul
adalah poko persoalan (sehingga dapat ditanggani secara short-term) atau hanya sytoms
(gejala) dari masalah yang sudah terkubur oleh pengalaman-pengalaman lain sehingga perlu
dilakukan pelayanan long term.
Memang secara umum dalam pertemuan pertama kita sudah dapat megklasifikasikan
kasus, tetapi sering kali kita justru menemukan kasus-kasus yang sangat sulit untuk segera
diklasifikasikan. Untuk itu mau tidak mau kita harus masuk dalam fase “penjelajahan
persoalan” yang dapat memakan waktu dan berbelit-belit. Meskipun demikian, kita tidak
perlu kecil hati oleh karena ada beberapa prinsip yang dapat kita pegang.
Sebagai contoh kasus di bawah ini :
Kasus : nama saya siti, saya anak kedua dari satu keluarga dengan 5 orang anak. Saya rasa
orang tua saya tidak mengasihi saya, sejak kecil saya tidak pernah mendapat belaian kasih
saying dari mereka.
Sekarang usia saya 23 tahun, saya sudah bekerja di suatu kantor sebagai seorang sekretaris.
Di tempat inilah saya
Bertemu dengan teman sekantor saya, pria M 20 thn lebih tua dari saya, sudah menikah dab
punya beberapa orang anak.
Tetapi memang seperti kata orang 'cinta itu buta' saya rasakan semakin hari, saya semakin
mencintai dia. Dan dia berterus terang bahwa sudah lama ia tidak tinggal serumah dengan
istrinya... Katanya ia menikah bukan atas dasar cinta.
Beberapa hari yang lalu dia datang kerumah dan secara baik-baik melamar kepada orang tua
saya. Tetapi orang tua saya marah sekali....dan mengusir dia dengan kata-kata yang sangat
tidak sopan. Bahkan mengancam saya untuk segera memutuskan hubungan dan disertai
ancaman kalau saya tetap meneruskan hubungan dengan pria tersebut.
Apakah yang harus saya perbuat?
Prinsip I : menyimpan praduga kita
Pada saat mendapat kasus ini, muncul dalam pikiran konselor macam-macam dugaan tentang
'apa sebenarnya yang menjadi persoalannya.'
Mungkin persoalannya adalah:
- pemberontakan terhadap orang tuanya (keinginan untuk membalas dendam
mempermalukan orang tua) sehingga ia sengaja memilih pria yang ia tau pasti tidak akan
disukai orang tuanya.
- kebutuhan status sosial, dimana sebagai gadis umur 23 tahun ia merasakan tekanan
lingkungan untuk segera punya suami.
-kebutuhan kasih orangtua sehingga ia memilih laki-laki yang jauh lebih tua daripada dirinya
sendiri, dll.
Praduga ini harus disimpan dulu. Konselor yang baik tidak akan memaksakan dugaannya
untuk diakui sebagai persoalan konseli, atau memanipulir konseli supaya membenarkan
dugaannya
Misal dengan cara, seperti:
Saudari sudah berusia 23 tahun, sebagai pemudi normal pasti sadar atau tidak sadar saudari
membutuhkan seorang suami. Persoalan saudari yang utama sebenarnya disini. Oleh karena
itu sebaiknya..., dst. (Ini adalah manipulasi, kemungkinan besar konseli akan menyetujui
dugaan konselor karena ia tidak mau disebut "abnormal".)
Prinsip II : menyimpan nasihat-nasihat yang akan kita berikan
Pada saat mendapatkan kasus ini, secara wajar muncul dalam pikiran konselor perkiraan-
perkiraan tentang way out dan nasihat-nasihat yang akan diberikan
Kalau persoalan A ....... Kira-kira wayoutnya A1.
Kalau persoalan B ....... Kira-kira wayoutnya B1
Ini wajar, tetapi perkiraan-perkiraan itu juga harus disimpan dulu, oleh karena persoalan yang
sesungguhnya belum jelas.
Dalam bagian ini seorang konselor baru betul-betul menyadari bahwa tanpa bekal
pengetahuan teologi, Alkitab, dan psikologi yang cukup, tidak mungkin ia menjadi konselor
yang baik, yang dapat memberi way out dan nasihat yang tepat.
Prinsip III : Menjalajahi persoalan
Kita belum tahu apa persoalan yang sebenarnya. Bahkan kita sadar bahwa kemungkinan
besar apa yang konseli ceritakan sebenarnya cuma "apa yang dianggap sebagai persoalan
olehnya sendiri saat itu".
Disini kita harus waspada, satu pihak kita punya banyak dugaan tentang 'apa persoalan yang
sebenarnya'. Dan dugaan-dugaan ini mesti kita uji kebenarannya.
Pihak lain kita kita diperhadapmukakan dengan 'sesuatu' yang menurut konseli adalah
persoalannya, ini pun harus kita uji kebenarannya.
Oleh karena itu, kita harus :
- menguji kebenaran dugaan konseli
- menguji kebenaran dugaan kita
A. Menguji kebenaran dugaan konseli
Dengan prinsip 'refleksi' (liat latihan tahap II), kita coba melakukan pendekatan dan menguji
kebenaran dugaan si konseli terlebih dahulu. Apakah yang ia anggap sebagai 'persoalan'
sungguh-sungguh adalah persoalannya?
Contoh: (lihat kasus)
Konselor : rasanya saudari begitu marah terhadap orang tua saudari........(Fokuskan pada
perasaan saat itu)
Konseli : yah.... Saya merasa sangat "sakit hati" dengan sikapnya itu....
Konselor : sikapnya atau sikap mereka?
Konseli : terutama ayah saya... Ibu sih sebenarnya ikut-ikutan saja...
Konselor: jadi.... Terhdap ibu sebenarnya saudari tidak sakit hati?
Konseli : tidak.... Cuma jengkel kenapa dia diam saja
Konselor: jadi.... Sebenarnya saudari merasa ibu saudari dapat mengerti perasaan saudari?
Konseli : ya.....
Konselor : saudari pernah membicarakan secara pribadi persoalan ini pada ibu?
Konseli : ya... Beberapa kali. ( Emosi kemarahan mulai menurun)
Konselor: apa yg saudari bicarakan dengan ibu..... Dan bagaimana tanggapannya?
Konseli: dia bisa mengerti perasaan saya .... Cuma berkali-kali dia memperingatkan saya
supaya lebih berhati-hati.
Konselor : dan dalam hati kecil sebenarnya saudari setuju dengan nasihatnya?
Konseli: ya.... (Lirih)
Kita mulai melihat bahwa persoalannya sudaj berubah. Dan kebutuhan untuk menuntut
keadilan kepada kebutuhan pengertian dari kedua orang tuanya.... Kita mulai melihat titik-
titik terang untuk mengerti
Persoalan yang sebenarnya, kemungkinan besar pemudi ini tidak betul-betul cinta laki-laki
tadi.
Kebutuhannya akan seorang siamu tidak lebih besar daripada kebutuhannya akan cinta kasih,
perlindungan, dan pengertian dari kedua orangtuanya.
b. Menguji kebenaran dugaan kita
Dengan langsung menguji dugaan konseli secara langsung kita akan disadarkan yang
mana dari dugaan-dugaan kita yang lebih mendekati kebenaran.
Sepertinya misalnya contoh diatas. Kita telah sampai pada kesan bahwa sebenranya
kebutuhan akan cinta kadih dan perlindungan, pengertian dari orang-tua adalah kebutuhan
primer bagi siti.
Oleh karena itu dari sekian banyak dugaan kita tentang pokok persoalan kita sekarang
dapat fokuskan perhatian kita pada dugaan bahwa persoalan terletak pada hubungan siti
dengan orangtuanya.
Meskipun demikian, inti persoalannya belum kita ketahui, dan kita belum dapat
memberikan nasihat apa-apa. Kita belum mengetahui apa yang menyebabkan ia seperti
sengaja meneruskan pergaulan dengan laki-laki yang sudah berkeluarga itu.
Kita teruskan verbatim bagian a.
Konselor : Dan saudari tetap meneruskan pergaulan dengan laki-laki itu.... mengapa ?
Konseli : kami saling mencinta ......
Konselor : tadi saudari mengatakan........ bahwa saudari mengakui kebenaran nasihat ibu.....
dan sekarang saudari mengatakan saudari sudah terikat dengan perasaan cinta pada laki-laki
itu..... Apakah saudari terpakas dalam bercinta ini?.... atau saudari mau mengatakan bahwa
saudari Cuma berbohong kalau mengatakan ‘mengakui kebenaran nasihat Ibu’.....
Konseli : Tidak... saya tidak berbohong.
Konselor : jadi sebenarnya saudara sendiri tahu mana yang benar.... tetapi saudari tetap
meneruskan pergaulan itu... sehingga rasa cinta melibatkan kalian berdua.....
Konseli : ya.....
Konselor : mengapa.... saudari sengaja melawan nasihat Ibu yang Saudari akui
kebenarannya....?
Konseli : tidak tahu... pengen gitu aja kok...
Konselor : Saudari... pengen melihat ibu susah...?
Konseli : Tidak...
Konselor : Apa yang saudari maksudkan dengan “pengennya gitu aja kok”....?
Konseli : nggak tahu.. rasanya ingin saja melawan Ayah dan Ibu yang kolot itu....
Konselor : Ayahh....?
Konseli : ya.. sebenarnya semuanya Ayah yang menentukan ...!
Konselor : apakah tidak baik kalau Ayah sebagai kepala rumah tangga itu menentukan
semuannya..?
Konseli : persoalannya bukan baik atau tidak baik.... bapak pendeta tidak tahu kalau ia sangat
keterlaluan....
Konselor : misalnya...?
Konseli : yah... baju ini saja misalnya (sambil pegang lengan bajunya ).... kalau tidak sampai
menangis ... tidak boleh saya pakai...
Konselor : kenapa....?
Konseli : yah... selalu bilang ini tidak cocoklah... yang itulah... pokoknya keterlaluan sekali
(menangis).... apa saja haruslah ia yang menentukan.. tak ada sedikitpun hak saya...
Sampai disini kita bisa meraba inti persoalannya. Kemungkinan besar kebutuhan
‘independence’ sebagai gadis yang dewasa adalah pokok persoalan yang utama. Sekarang
tugas kita adalah melihat apakah benar pokok persoalannya disini. Mungkin dengan bertemu
dengan kedua orangtuanya, persoalan akan menjadi lebih jelas; termaksuk kategori apa kasus
ini, apakah kita dapat selesaikan short-term atau long-term dimana nasihat way-out baru
diberikan pada saat yang tepat.
Latihan ini sebaiknnya juga dilakukan berulang-ulang dengan kasus yang berbeda-
beda supaya prinsip-prinsip konselingnya dapat dijiai betul-betul.
Tahap IV : Dalam bentuk “Latihan menangani kasus-kasus konseling yang
sesungguhnya”.
Setelah kita belajar teori-teori dan melakukan latihan dengan kasus-kasus buatan,
maka sekarang calon-calon konselor harus mencoba menangani kasus-kasus yang
sesungguhnya. Ini adalah mata kuliah menangani kasus-kasus konseling yang sesungguhnya
dengan cara praktis yang dapat dilaksanakan dengan:
a. Kerja sama dengan salah satu gereja lokal untuk mendapatkan klien. (misalnya, dengan
ikut pada team kunjungan)
b. Menulis verbatim lengkap dari percakapan konseling itu atau dengan merekam
percakapan itu.
Catatan : verbatim yang lengkap, bukan hanya kata-kata dari konselor dan konseli..
tetapi termaksuk bagaimana suasana hati saat itu, hal-hal yang mempengaruhi jalannya
konseling itu, dan alasan di belakang setiap kalimat yang diucapkan konselor.
(mengapa konselor mengucapkan kata-kata itu)
c. Mendiskusikan verbatim itu
d. Memberikan tugas penulisan papper untuk melengkapi pengetahuan sekitar kasus itu.
Misalnya : verbatim itu berisi kasus ‘penceraian’
Agar supaya pengetahuan calon konselor dalam subyek itu dilengkapi, maka ia harus
menulis papper atau melakukan riset tentang hal itu.
Dalam latihan ini perlu calon-calon konselor dibekali dengan satu pegangan yang
jelas sehingga mereka tidak terombang-ambing kebingungan dalam memerankan role-nya
sebagai pastoral konselor, ditengah banyaknya macam pelayanan konseling diluar gereja
dewasa ini. Mereka bukan calon-calon konselor profesional, mereka ini adalah calon-calon
hamba Tuhan. Ini harus jelas bagi mereka, oleh karena itu :
a. Kalau tidak sangat terpaksa, maka mereka Cuma melakukan pelayanan short-term
dalam konseling. (bertemu tidak lebih dari 5 kali dalam konseling yang formal dengan
konseli).
Karena :
- Hamba tuhan adalah gembala dari banyak orang. Tanggung jawabnya bukan hanya
pembimbingan pada satu orang saja. Ia tidak boleh mengorbankan domba-domba
lain dan tugas-tugas yang lain (seperti administrasi , khotbah, pengajaran , dsb). Ia
tidak boleh membiarkan dirinya dimanipulir oleh domba-dombanya.
- Kita percaya bahwa domba-domba Allah adalah orang-orang yang sudah menerima
anugrah Roh Kudus dalam hidup mereka. Hamba Tuhan tidak perlu sebagai
konselor sekuler yang menelusuri persoalan untuk menemukan akarnya dan
menolong konseli mencabut akar itu (yang mungkin merupakan infatile trauma).
Karena dengan menolong konseli menemukan pokok persoalannya , menyadarkan
akan tanggung jawabnya, mengingatkan akan kebenaran-kebenaran Firman Allah ,
maka dengan sendirinya ia akan bergumul dan menyelesaikan persoalan-persoalan
hidupnya.
- Hanya orang yang berkanjang dalam dosa , yang akan menolak untuk bergumul
dan memikul tanggungjawab dalam hidupnya. Mereka akan selalu menemukan
alasan untuk memaafkan untuk memaafkan dirinya sendiri . sekali lagi hamba
Tuhan tidak boleh mengambil alih tanggungjawab konseli dan membiarkan dirinya
dimanipulir oleh mereka
b. Sebaiknya mereka memakai langka-langkah pendekatan konseling yang paling aman
untuk konselor “non-profesional” sebagai dasar yaitu :
Langkah I : membina hubungan baik dengan konselor. Konseli harus dapat merasakan
kehangatan sikapkonselor yang bisa mengerti dan menerima dia sebagai satu pribadi
dengan persoalan yang patut ditanggapi secara sungguh-sungguh. Tanpa itu konseli
tidak akan terbuka dan berani mempercayakan persoalan hidupnya pada konselor.
Langkah II : menjelajahi persoalan
Langkah III : konfrontasi. Setelah menemukan pokok persoalannya dan menolong
koseli melihat dan menyadari persoalan itu , maka tugas konselor adalah menciptakan
“condusive atmosphere” sekali lagi , yaitu saat mempersiapkan saat yang tepat dimana
konselor dapat mengkronfontir konseli dengan kebenaran-kebenaran firman Tuhan.
Menyadarkan dia akan tanggungjawab yang harus dipikul langkah demi langkah.
Dalam bagian ini kadang-kadang konselor dapat minta tolong dokter untuk mengobati
penyakit tubuhnya lebih dahulu . bisa juga bekerja sama dengan pekerja-pekerja sosial
untuk mendapatkan lapangan pekerjaan ,dsb. Sehingga tidak lagi ada alasan yang
prinsiple bagi konselor untuk menolak tanggung jawabnya.
Langkah IV : menolong melakukan tindakan konkret . seringkali konseli sudah
mengerti goal dari penyelesaian persoalannya bahkan bersedia memikul tanggung
jawab, tetapi kemungkinan ia mengalami kesulitan dalam mengambil langka-langkah
konkret . kemungkinan besar ia berkali-kali datang lagi mencari konselor, oleh karena
muculnya pengalaman-pengalaman baru yang mempersulit proses penyesuaian diri
dengan sistem kehidupannya yang baru. Dalam hal ini tugas konselor sekali lagi bukan
mengambil alih tanggungjawab, tetapi ia harus dengan sabar bisa mengerti kesulitan
konseli dan menolong dia dalam mengambil langkah-langkah yang konkret.
Langkah V : terminasi. Dimana secara formal konseling itu sudah diakhiri.
Catatan :
Latihan dalam tahap IV ini akan menjadi semakin sempurna jikalau kita bisa
memanfaatkan peralatan perfilman. Percakapan konseling yang bisa dilakukan
diruangan khusus untuk konseling bisa direkam di video-cassete sehingga setiap
praktek konseling dapa betul-betul dipelajari bersama.
Disamping itu dalam latihan tahap ini setiap calon konselor harus dibiasakan
menangani kasus-kasus konseling secara bersungguh-sungguh dan bertanggungjawab.
Yaitu dengan :
a. Menetapkan peraturan-peraturan konseling
Appointment :- Hari dan jam pertemuan
- Tempat pertemuan
Persetujuan : - Mengerjakan tugas-tugas yang harus dilaksanaka
- Jujur dan terbuka dalam memberikan informasi
- Bersedia bekerjasama dengan konselor , termasuk tidak
berkeberatan jika perlu mengikutsertakan oranglain seperti
dokter, anggota keleuarga dsb
- Bersedia dibimbing sampai terminasi (konseling formal
selesai)
- Bersedia dibimbing secara kristen (sadar bahwa kita adalah
hamba-hamba Tuhan yang memiliki standar kebenaran yang
mutlak)
b. Membuat formulir pengumpulan data.
Contoh :
Nama:.......................................................................................................................................
Alamat :............................................................................................. No. Telp. ........................
Tempat/Tanggal lahir : ...................................................................... Umur ............................
Pekerjaan : ...............................................................................................................
Latar belakang pendidikan : ........................................................................................................
Status : Menbujang / menikah / cerai
Anak – anak : 1. ............................................................... Umur .........................................
2. ................................................................. Umur ......................................
3. ............................................................. Umur .........................................
4. ................................................................. Umur .........................................
5. ................................................................. Umur .....................................
........................................................................ (kalau lebih)
Agama : ................................................ anggota Gereja .....................................
Baptis / Sidi ........................................ tahun ....................................................
Keaktifan rohani .................................................................................................
Hobby : ...........................................................................................................................
Nama istri/suami : ...............................................................................................................
Alamat : ...............................................................................................................
Umur : ...............................................................................................................
Pekerjaan : ...............................................................................................................
Pendidikan : ...............................................................................................................
Keterangan lain : ...................................................................................................
Nama orang-tua : ...............................................................................................................
Masih hidup ayah – ibu / meninggal ayah – ibu
Alamat / No. Telp. : ...............................................................................................................
Pekerjaan : ...............................................................................................................
Pendidikan : ...............................................................................................................
Anak – anak : 1. .............................................................. Umur .........................................
2. ................................................................. Umur .........................................
3. ................................................................ Umur .........................................
4. ............................................................... Umur .........................................
5. .................................................................. Umur ..........................................
........................................................................ (kalau lebih)
Catatan kesehatan keluarga :
a. Kakak/Nenek/Ayah/Ibu/Paman/Bibi/Kakak/Adik pernah dirawat di rumah sakit
jiwa ................tahun ..........................
karena .................................................................................................
b. Saya pernah menderita sakit berat .................................tahun ............................................
Pernah operasi ........................................................... tahun ..............................................
Pernah kecelakaan ..................................................... tahun ...............................................
c. Dalam keluarga ada penyakit turunan : - Tekanan darah tinggi
- Diabetes
- Epilepsi
- .............. ( kalau ada )
d. Keluahan/alasan saya mencari bimbingan konseling dari hamba Tuhan :
1. .........................................................................................................................................
2. .........................................................................................................................................
3. .........................................................................................................................................
e. Sebelum ini, saya pernah konsultasi dengan
1. ................................................................. tahun .......................................................
2. ................................................................ tahun .........................................................
3. ................................................................. tahun .......................................................
Malang, .............................................19...
ttd
( nama konseling )
b. Memakai “file-system” untuk pengarsipan
Di mana konselor menyediakan satu file (map) tersendiri untuk setiap
konseli. Ini akan menolong konselor mencapai kemajuan juga dalam
perencanaan pelayanan konseling pada konseli yang bersangkutan.
Sebagai hamba Tuhan dengan kesibukan-kesibukan yang demikian
banyak dalam pelayanan gerejani, konselor seringkali tergoda untuk
merasa bosan dengan konseli, apalagi kalau dirasakan kemajuan konseling
itu dirasakan terlalu lambat. Di sini penggunaan file system akan sangat
menolong; konselor terpaksa akan mendisiplin diri sendiri, mengikuti
perkembangan si konselor, dan bertanggung jawabpenuh dalam pelayanan
konselingnya. Ia tidak akan mengulang-ulangi kesalahan yang sama,
kembali ke fase-fase sebelumnya atau menanyakan hal-hal yang sudah
pernah ditanyakan. Bahkan dapat melihat dan memikirkan goal dari
pelayanan konseling itu secara lebih jelas.
Tahap V: Latihan lanjutan
Latihan mengenali teknik-teknik konseling dari sekolah-sekolah psikoterapi diberikan
setelah calon konselor mempunyai konsep konseling yang sehat dan jelas. Karena tanpa itu
maka latihan ini tidak akan berfaedah dan bahkan hanya akan menghasilkan kebingungan
pada mereka saja.
Setipa calon konselor harus dibekali dengan latihan-latihan untuk kelak dapat
mengembangkan sendiri ketrampilan mereka dalam pelayanan konseling. Sebelum mereka
meninggalkan bangku kuliah mereka sudah harus menyadari bahwa setiap kasus yang akan
mereka tangani adalah kasus yang unik. Dan tidak ada satu teknik dan pendekatan konseling
pun yang sempurna yang dapat dipakai untuk semua kasus.
Oleh karena itu setelah mereka menguasai prinsip-prinsip dasar konseling, mereka
perlu berkenalan dan mempelajari teknik-teknik pendekatan yang sudah dikembangkan
secara sistematis di masing-masing sekolah psikoterapi itu. Supaya pengetahuan mereka
diperlengkapi dan mereka bisa menjadi ‘man of understanding’ atau orang yang berakal budi
(Ams, 1:5; 15:14; 17:27; DSB.) yang tahu bagaimana, kapan, dan kepada siapa teknik
konseling tertentu dapat dipakai. Tahu menyeleksi dan menggunakan sumbangan dari
sekolah-sekolah psikoterapi, dan tahu kapan firman Tuhan harus dinyatakan dengan terang.
Latihan tahap V sangat penting, karena Tuhan menghendaki hamba-hambaNya diperlengkapi
dengan segala pengetahuan (II Tim. 2:7; Dan. 1:17 dsb.) untuk perbuatan-perbuatan yang
baik (Kol. 1:10; Ibr. 13:21).