coaching in pastoral care - sttaa

23
COACHING IN PASTORAL CARE 1 Paulus Kurnia Pendahuluan Ketika kita berjumpa dengan istilah pastoral care, maka hal itu seringkali dikaitkan dengan tugas-tugas penggembalaan seorang gembala jemaat. Istilah pastoral care penulis terjemahkan menjadi kepedulian gembala. Tugas-tugas kepedulian gembala itu sebenarnya sangat banyak karena menyangkut memedulikan orang-orang baik yang berada di dalam lingkup penggembalaannya di dalam sebuah jemaat lokal maupun di luar jemaat lokalnya. Salah satu tugas kepe- dulian gembala adalah pelayanan konseling pastoral. Di dalam pelayanan konseling pastoral, para gembala jemaat biasanya berhadapan dengan pribadi-pribadi perseorangan atau kelompok yang sedang memiliki persoalan hidup. Seringkali para gembala harus menangani urusan psikis jemaatnya, seperti stres, depresi, sakit hati, luka batin, perasaan traumatis. Semua perasaan tersebut (yang seringkali menjurus kepada kondisi mental yang kurang sehat) membutuhkan pemulihan (healing). Oleh sebab itu, konseling pastoral boleh dikatakan lebih bersifat terapeutik. Adalah suatu kenyataan, bahwa para pendeta bukan cuma berhadapan dengan orang-orang yang membutuhkan pemulihan. Orang-orang ini sesungguhnya membutuhkan kekuatan, visi, dorong- an, arah (direction), dan pendampingan yang sifatnya memberdaya- kan (empowering) sehingga mereka bisa menjadi sosok yang lebih efektif, sanggup untuk melakukan pekerjaan dan pelayanan sesuai 1. Pengalaman penggembalaan di jemaat lokal selama hampir 19 tahun, telah membawa penulis untuk senantiasa mengajar teologi dengan nuansa pastoral. Riset penulis di bidang coaching dimulai sejak tahun 2002 melalui sebuah gerakan dan pembicaraan pribadi dengan Dr. Gary R. Collins yang datang ke Indonesia dalam acara Christian Counseling Conference ke-1 di Hotel Imperial, Lippo Karawaci, Banten tahun 2002. Kini penulis sedang mempersiapkan penulisan buku berjudul Christian Leadership Coaching.

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

COACHING IN PASTORAL CARE1

Paulus Kurnia

Pendahuluan

Ketika kita berjumpa dengan istilah pastoral care, maka hal

itu seringkali dikaitkan dengan tugas-tugas penggembalaan seorang

gembala jemaat. Istilah pastoral care penulis terjemahkan menjadi

kepedulian gembala. Tugas-tugas kepedulian gembala itu sebenarnya

sangat banyak karena menyangkut memedulikan orang-orang baik

yang berada di dalam lingkup penggembalaannya di dalam sebuah

jemaat lokal maupun di luar jemaat lokalnya. Salah satu tugas kepe-

dulian gembala adalah pelayanan konseling pastoral.

Di dalam pelayanan konseling pastoral, para gembala jemaat

biasanya berhadapan dengan pribadi-pribadi perseorangan atau

kelompok yang sedang memiliki persoalan hidup. Seringkali para

gembala harus menangani urusan psikis jemaatnya, seperti stres,

depresi, sakit hati, luka batin, perasaan traumatis. Semua perasaan

tersebut (yang seringkali menjurus kepada kondisi mental yang

kurang sehat) membutuhkan pemulihan (healing). Oleh sebab itu,

konseling pastoral boleh dikatakan lebih bersifat terapeutik.

Adalah suatu kenyataan, bahwa para pendeta bukan cuma

berhadapan dengan orang-orang yang membutuhkan pemulihan.

Orang-orang ini sesungguhnya membutuhkan kekuatan, visi, dorong-

an, arah (direction), dan pendampingan yang sifatnya memberdaya-

kan (empowering) sehingga mereka bisa menjadi sosok yang lebih

efektif, sanggup untuk melakukan pekerjaan dan pelayanan sesuai

1. Pengalaman penggembalaan di jemaat lokal selama hampir 19

tahun, telah membawa penulis untuk senantiasa mengajar teologi dengan nuansa pastoral. Riset penulis di bidang coaching dimulai sejak tahun 2002 melalui sebuah gerakan dan pembicaraan pribadi dengan Dr. Gary R. Collins yang datang ke Indonesia dalam acara Christian Counseling Conference ke-1 di Hotel Imperial, Lippo Karawaci, Banten tahun 2002. Kini penulis sedang mempersiapkan penulisan buku berjudul Christian Leadership Coaching.

Page 2: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

192 Jurnal Amanat Agung

dengan karunia yang Allah telah berikan, dan dapat mewujudkan

agenda-agenda ilahi di dalam kehidupannya. Di dalam tulisan ini,

setelah melalui pelbagai riset literatur dan pengalaman di ladang

pelayanan gerejawi/pastoral, penulis ingin membagikan wacana yang

terkait dengan pastoral coaching, yaitu tentang bagaimana teknik

coaching dapat dijalankan di dalam pelayanan kepedulian gembala

(pastoral care).

Pengertian Coaching

Istilah ‘coaching’ dalam Bahasa Indonesia belum dapat diter-

jemahkan secara memuaskan. Ada yang menyebutnya sebagai “bim-

bingan,” “pelatihan,” “pemberdayaan,“ atau “mentoring.” Semua

kata alih bahasa itu serasa tidak tepat karena kata-kata itu sudah

pada tempatnya dan tidak asing lagi bagi kita sesuai dengan arti kata

itu. Padahal “coaching” memiliki arti dan nuansa yang lebih khas,

walaupun muatannya bisa tumpang-tindih dengan kata-kata itu.

Setelah menggumuli hampir 8 tahun terakhir ini, penulis membe-

ranikan diri untuk menyebut “coaching” sebagai “pendampingan-

pemberdayaan.” Di dalam prosesnya, coaching merupakan sebuah

upaya pemberdayaan (empowering) yang disertai dengan pendam-

pingan (alongside). Artinya, selagi seseorang mendampingi orang

lainnya, dia juga sekaligus memberdayakan. Atau sebaliknya bisa juga

dikatakan bahwa selagi seseorang memberdayakan, dia melakukan

pendampingan agar hasil dari pemberdayaan itu mengenai sasaran.

Sedangkan istilah pastoral coaching dapat dipahami sebagai pelaya-

nan kepedulian gembala (pastoral care)2 untuk memberdayakan se-

seorang melalui suatu pendampingan.

2. Pastoral Care (kepedulian gembala) merupakan aktivitas sehari-

hari seorang gembala (tidak mesti an ordained pastor) – termasuk gembala awam – dalam memedulikan dan memerhatikan kehidupan para domba Kristus di mana pun mereka berada, termasuk hal-hal dan orang-orang lain-nya yang ada di sekeliling mereka. Multi aspek yang perlu menjadi perhatian seorang gembala, antara lain: masalah sosial pada umumnya, masalah pe-nyakit sosial, masalah ekonomi, masalah bencana alam, masalah penyakit global (seperti: flu burung, flu babi, HIV/AIDS, dsb.), dan segala bentuk krisis

Page 3: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

Coaching in Pastoral Care 193

Lebih jauh, penulis akan kutip beberapa sumber yang telah

mencoba untuk mendefinisikan arti dan pemahaman tentang coach-

ing,3 antara lain:

“Coaching adalah bantuan yang diberikan oleh para pendamping-

pemberdaya (coaches) agar orang-orang yang dibantu tersebut

(untuk selanjutnya disebut sebagai coachee) dapat bergerak dari

tempat asalnya ke tempat yang mereka yakini Allah ingin mereka

berada di situ dan menjadi apa.”4 Dengan demikian, “coaching

adalah seni dan praktik pembimbingan bagi seseorang atau

sebuah kelompok dari tempat di mana mereka berada menuju ke

kompetensi dan penggenapan diri (fulfillment) yang lebih besar

sebagaimana yang mereka rindukan.”5

yang menimpa kehidupan manusia pada umumnya dan para anggota jemaat pada khususnya. Kepedulian gembala merupakan bagian dari urusan peng-gembalaan – yang dalam arti yang lebih khas adalah suatu bentuk pelayanan kristiani yang menekankan manusia secara pribadi sehingga antara gembala dan para domba terjalin sebuah hubungan yang penuh kasih, kepedulian, dan perhatian. Lih. Maria Bons-Storm, Apakah Penggembalaan itu?: Petun-juk Praktis Pelayanan Pastoral, cet. 8 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 1-2. Sehingga tugas-tugas seorang gembala yang peduli adalah: menyejahtera-kan (nourishing), menjaga (protecting), mencari yang hilang (seeking), ber-kurban (sacrificing), mengetahui keadaan (knowing), mengatur (managing), dan memulihkan (healing) [Simak karangan David W. Wiersbe The Dynamics of Pastor (Grand Rapids: Baker Books, 2000), 26-33]. Pada hakikatnya, pela-yanan kepedulian gembala merupakan sebuah pelayanan, yang dengan setia ditujukan kepada kebutuhan orang-orang melalui hubungan-hubungan yang bersifat muka-dengan-muka (face-to-face) [Paul E. Johnson, “A Theology of Pastoral Care,” Journal of Pastoral Psychology, vol. 20/1, 1969. 171] dan hampir selalu melibatkan percakapan-percakapan (conversations).

3. Untuk penelusuran arti ‘coaching,’ selain yang penulis cantumkan di halaman ini, sebuah daftar buku bacaan yang relevan dengan topik ini penulis sertakan di akhir tulisan ini.

4. Diambil dari presentasi Dr. Gary R. Collins di Hotel Imperial, Lippo Karawaci, Banten tahun 2002. Sumber berupa sebuah data dengan format powerpoint.

5. Gary R. Collins, Christian Coaching (Colorado Springs, Co.: Nav Press, 2001), 16.

Page 4: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

194 Jurnal Amanat Agung

“Coaching adalah suatu metode percakapan yang dilakukan se-

cara terus-menerus yang memberdayakan seseorang sepenuh-

nya dapat menghidupi panggilan Allah baginya.”6

“Coaching adalah proses pendampingan bagi orang-orang agar

mereka dibantu untuk menemukan agenda Allah bagi hidup dan

pelayanan mereka, dan di waktu yang sama juga membantu

mereka mencari pimpinan Roh Kudus supaya agenda itu menjadi

kenyataan.”7

“Coaching membantu orang-orang mendengarkan Allah tentang

cara-cara bagaimana mereka perlu berubah dan membantu me-

merlengkapi agar mereka sanggup untuk melakukan perubahan.”8

Menyimak beberapa definisi di atas, coaching merupakan

upaya pendampingan-pemberdayaan yang berkenaan dengan pe-

ngembangan motivasi, pengembangan diri, pencapaian cita-cita

melalui penemuan karunia-karunia yang Allah sudah berikan ke

dalam hidup seseorang sehingga dia bisa menjadi sosok yang sanggup

memahami dan menjalankan agenda-agenda Tuhan melalui kehidu-

pannya. Itu sebabnya, bantuan coaching jelas berbeda dengan ban-

tuan konseling. Konseling berorientasi pada pemulihan, sedangkan

coaching pada pemberdayaan. Menurut Dr. Collins, coaching meru-

pakan positive psychology. Ketika sebagian anggota jemaat membu-

tuhkan pencerahan, inspirasi, dan arah agar mereka lebih bertum-

buh-kembang dan secara maksimal menggunakan karunia yang

sudah Allah berikan, mereka sesungguhnya adalah orang-orang yang

relatif sehat secara mental dan membutuhkan bantuan coaching –

bukan konseling. Para pendeta diharapkan dapat membedakan kedua

6. Presentasi powerpoint Keith Webb, Ph.D. pada Seminar Christian

Coaching di Bandung tahun 2003. 7. Revitalize Reformed Church in America, “What is Coaching.” Re-

formed Church in America. http://www.rca.org/Page.aspx?pid=679 (diakses 1 Desember 2009).

8. Ken Ericks, “The Power of Coaching,” Sustaining Pastoral Excel-lence (Oktober 2006). http://www.divinity.duke.edu/ programs/spe/articles /200610/power.html (diakses 3 November 2009).

Page 5: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

Coaching in Pastoral Care 195

bentuk pelayanan pastoral tersebut menurut kebutuhan-kebutuhan

para domba Kristus.

Lebih jauh lagi, coaching itu bukan teaching (mengajari),

bukan advising (memberi nasihat), bukan instructing (memberi

instruksi) atau commanding (memberi perintah), bukan tutoring

(memberi les atau pelajaran tambahan), bukan juga consulting (mem-

beri konsultasi) atau mentoring, apalagi yelling (meneriaki) – tetapi

semacam empowering (pemberdayaan) ditambah dengan pen-

dampingan dengan menggunakan teknik bertanya (asking question).

Pertanyaan-pertanyaan yang mendalam diajukan oleh seorang gem-

bala-coach untuk menolong coachee menggali pikirannya sendiri

tentang persoalan hidup, pengembangan diri, pencapaian cita-cita,

dan sebagainya. Pendampingan diperlukan agar kemajuan demi

kemajuan dapat dipantau dan apa yang diharapkan/dicita-citakan

menjadi kenyataan.

Relasi-Relasi Coaching dalam Alkitab

Pada hemat penulis, walaupun tidak persis sama, relasi atau

pendekatan coaching juga tercatat di dalam Alkitab. Besar kemung-

kinan Musa meng-coach Yosua, Elia kepada Elisa, Tuhan Yesus Kristus

kepada 12 murid (khususnya ketika Ia berbicara dengan Petrus di

pantai Galilea tidak lama setelah peristiwa kebangkitan, Yohanes

21:15-17), dan Barnabas kepada Rasul Paulus (mulai dari Kisah Rasul

9:27 sampai dengan Kisah Rasul 15:35). Memandang contoh-contoh

tersebut, penulis merasa digerakkan untuk melanjutkan penelitian

yang berkaitan dengan coaching dalam aplikasinya pada pelayanan

kepedulian gembala (pastoral care).

Coaching dalam Pelayanan Kepedulian Gembala (Pastoral Care)

Walaupun konsep dan pemakaian coaching banyak ditemu-

kan di lingkungan olahraga, pendidikan (sekolah dan universitas,

missalnya) dan bisnis atau ekonomi (market place), kata “coaching”

tidak sedikit terkait dengan hal-hal yang bernuansa pelayanan

gerejawi atau kekristenan. Penelusuran frekuensi pemakaian kata

Page 6: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

196 Jurnal Amanat Agung

“coaching” yang penulis lakukan melalui mesin pencari kata Google di

internet pada tanggal 3 November 2009, menghasilkan data sebagai

berikut:

• “Church and Coach” muncul 25.900.000 kali

• “Christian Coaching” muncul 11.000.000 kali

• “Bible and Coach” muncul 6.140.000 kali

• “Coach and Care” muncul 76.100.000 kali

• “Pastor Coach” muncul 2.750.000 kali

• “Coach in Pastoral Care” muncul 101.000 kali

• “Coaching and Small Group” muncul 17.600.000 kali

Fakta di atas menunjukkan bahwa coaching sudah banyak dipikirkan

dan dipertimbangkan sebagai sesuatu yang masuk akal atau diterima

bila dihubungkan dengan kekristenan, gereja, dan kepedulian peng-

gembalaan. Dalam kaitannya dengan penulisan artikel ini, 4 data sta-

tistik terakhir di atas memberi kesan bahwa coaching sudah tidak

asing lagi bila dikaitkan dengan urusan kepedulian gembala.9

Ken Ericks, misalnya, mengemukakan contoh-contoh di kala-

ngan The Reformed Church of America (RCA) tentang peranan pen-

ting yang dimainkan coaching “…in sustaining pastoral excellence.”10

Proses coaching tersebut terjadi di antara seorang pendeta dengan

pendeta-coach,11 dan/atau antara seorang pendeta dengan kelompok

pendeta kolega, membicarakan hal-hal kependetaan dan tugas-tugas-

nya juga hal-hal yang berkenaan dengan pemonitoran atau penga-

wasan dan pengembangan gereja-gereja cabang. Bill Zipp, sebagai-

mana yang diwawancari oleh Phil Miglioratti, mengungkapkan kegu-

9. Data tersebut sebagian besar adalah khas berasal dari negara-

negara yang menggunakan bahasa Inggris. Penelusuran pemakaian kata ‘coaching’ dalam bahasa-bahasa di luar bahasa Inggris belum penulis laku-kan. Penulis yakin bila hal itu dilakukan, maka pemakaian kata itu akan jauh lebih banyak lagi.

10. Ericks, “The Power of Coaching.” 11. Istilah ini artinya adalah seorang hamba Tuhan dan/atau seo-

rang pendeta yang sekaligus menjalankan fungsinya sebagai pendamping-pemberdaya (coach).

Page 7: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

Coaching in Pastoral Care 197

naan coaching bagi para pemimpin dan aktivis gerejawi, sebagai beri-

kut:

“…the church would have become frustrated with endless seminars

and sermons that get people all fired up but leave them no different

a mere few weeks later. Coaching, because of its intensity and its

focus on getting things done, actually works.”12

Dalam kaitannya dengan kepedulian gembala, Chris

Blumhofer, ketika berbicara tentang Bill Howard, menulis:

Howard, who is transitioning from senior pastor to focus on

coaching in his church, sees many applications for coaching in

pastoral care. “In the pulpit, we are pressured to say something

different every week,” he says. “But coaching allows me to work

with people for a season and develop their skills. It can help people

discover what God has gifted them for and how they can embrace

that calling. It's a wonderful tool." 13

12. (Kalangan gereja telah menjadi frustasi dengan seminar-seminar

dan khotbah-khotbah yang tidak habis-habisnya – yang telah membuat orang-orang merasa terbakar atau termotivasi namun pada akhirnya tidak ada perubahan apapun setelah beberapa minggu berlalu. Coaching, karena intensitas dan fokusnya adalah tentang bagaimana tugas-tugas dapat di-selesaikan, ternyata berhasil” – terjemahan penulis). Crosswalk. “Pastor as Coach.” Pastors and Leadership, (http://www.crosswalk.com/pastors/ 11560627/ (diakses 1 November 2009). Bill Zipp pernah melayani sebagai pendeta jemaat selama 18 tahun dan sekarang menjadi seorang konsultan profesional.

13. (Howard, yang kini sedang berada di posisi transisi dari seorang pendeta senior ke fokus pelayanan coaching di gerejanya, melihat begitu banyak aplikasi coaching bagi urusan kepedulian gembala. Dia berkata, “Di mimbar, kita diharuskan untuk menyampaikan khotbah-khotbah yang berbeda setiap minggunya. Tetapi coaching memungkinkan kita bekerja dengan orang-orang untuk suatu masa dan menolong mengembangkan keterampilan-keterampilan mereka. Coaching dapat menolong mereka me-nemukan apa yang Tuhan telah karuniakan bagi mereka dan menolong bagaimana mereka menjalankan panggilan itu. Sungguh sebuah alat yang indah” – terjemahan penulis). Chris Blumhofer, “The Coaching Approach to Care,” Leadershipjournal.net, 3 Oktober 2008 di bawah “Pastoral Care,”

Page 8: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

198 Jurnal Amanat Agung

Pada paragraf berikutnya, penulis akan menguraikan aplikasi

coaching dalam percakapan penggembalaan, karena percakapan –

sebagai salah satu media berkomunikasi dengan para anggota jemaat

– merupakan bagian yang amat penting dalam tugas pelayanan kepe-

dulian gembala.

Coaching dalam Percakapan Pastoral

Di dalam sebuah artikel di internet berjudul The Coaching

Approach to Care: Rather Than Giving Answers, Try Teaching Skills,14

Chris Blumhofer menjelaskan bahwa teknik coaching sudah waktunya

dipelajari dan dipakai oleh para pendeta dalam menjalankan tugas-

tugas kepedulian gembala (pastoral care), khususnya dalam perca-

kapan pastoral. Karena percakapan pastoral dengan pendekatan atau

teknik coaching melibatkan keterampilan untuk mendengarkan

dengan sungguh-sungguh penuh empati dan sanggup untuk menga-

jukan pertanyaan-pertanyaan agar orang yang diajak bicara bisa

menemukan jawaban dari dirinya sendiri tentang bagaimana dia se-

harusnya berubah dan menjadi lebih efektif lagi dalam mengem-

bangkan kehidupannya. Oleh sebab itu, para hamba Tuhan atau

pendeta-coach tidak mesti ahli di dalam penyelesaian masalah atau

pintar dalam memberikan nasihat-nasihat atau ide-ide praktis. Mere-

ka cuma fasilitator agar seorang coachee termotivasi untuk menemu-

kan jawaban dari dirinya dan untuk dirinya sendiri.15 Upaya memfa-

silitasi ini dijalankan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan

terbuka. Beberapa pertanyaan terbuka, misalnya:

- Mengapa Anda berpikir bahwa Anda perlu terus bertumbuh?

- Coba ceritakan pada saya, cita-cita apa yang Anda impikan selama

ini, dan bagaimana cara Anda mencapainya?

- Apa sasaran-sasaran hidup Anda 5 atau 10 tahun ke depan, dan

bagaimana rencana Anda mewujudkannya?

(http://www.christianitytoday.com/le/2008/summer/24.63.html (diakses 26 Oktober 2009).

14. Blumhofer, “The Coaching Approach to Care.” 15. Silakan menyimak contoh Verbatim Coaching di Lampiran 2.

Page 9: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

Coaching in Pastoral Care 199

- Kalau sekarang ini Anda merasa gagal, apakah yang Anda akan

lakukan? Adakah hal-hal positif yang Anda dapat temukan dari

pengalaman kegagalan ini?

- Mengapa Anda kurang termotivasi dalam menyelesaikan tugas

yang sudah dipercayakan kepada Anda minggu lalu?

- Apa saja yang telah membuat Anda begitu giat dalam pelayanan

di Komisi Anak? Apakah Anda berpikir itu adalah kehendak

Tuhan? Mengapa?

- Apa visi bapak/ibu pendeta untuk gereja ini?

- Pos pekabaran injil sudah hadir di kompleks perumahan ini 10 ta-

hun, apa keunikan pos ini dan bagaimana rencana pengembangan

pos ini nantinya?

- Sebagai direktur di perusahan, bagaimana Bapak membangun

keseimbangan antara karier, keluarga, dan kegiatan gerejawi?

- Apa dampaknya bagi tim Bapak/Ibu bila memakai pendekatan

seperti ini atau itu?

- Seberapa yakin Anda dapat mencapai sasaran bila progres Anda

berada di posisi ini?

- Seberapa jauh tingkat stres Anda menghadapi tugas seperti itu?

- Bagaimana sikap Anda yang seharusnya bila harus berhadapan

dengan masalah konflik antar dua sahabat kita?

- Dan seterusnya.

Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, orang-orang di-

tolong untuk menjadi lebih menyadari (aware) akan sesuatu hal, di-

bantu untuk berpikir tentang sesuatu secara mendalam dan menye-

luruh, dan untuk mengurangi potensi ketersinggungan. Dengan berta-

nya, seorang pendamping-pemberdaya sebenarnya sedang memim-

pin para coachee dari belakang (leading from behind).

Proses dan Model Meng-coach

Di dalam meng-coach seseorang, sebagai pendeta yang pe-

duli, pada intinya harus lebih mengandalkan keterampilan mende-

ngarkan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dalam dan

besar. Proses coaching selengkapnya, adalah sebagai berikut:

Page 10: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

200 Jurnal Amanat Agung

1. Engagement – pembangunan suasana percakapan yang kondusif,

rasa percaya, dan kenyamanan sehingga coachee merasa mudah

untuk bercakap-cakap.

2. Understanding – pemahaman yang tepat terhadap apa yang men-

jadi kebutuhan coachee. Biasanya hal ini bisa dicapai bila pen-

deta-coach sanggup menggunakan telinga, mata, dan hati untuk

mendengarkan coachee dengan penuh perhatian dan empati.

3. Coaching Action – pemberdayaan bagi coachee untuk bertindak

apabila dia sudah merasa jelas akan apa yang menjadi sasaran,

dan pilihan terbaik apa yang dia ingin wujudkan.

4. Achieving Excellence – pemberian dorongan dan arahan agar

coachee tertantang untuk mencapai apa yang dia mau sampai ke

tingkat yang tertinggi dan terbaik atau excellence.

5. Moving On – pemberian pendampingan agar coachee berani un-

tuk mencapai keinginan excellence-nya walaupun dia mungkin

akan menghadapi tantangan yang besar.

Contoh yang cukup gamblang penulis temukan di Alkitab

pada proyek pembangunan kembali tembok Yerusalem.16 Nehemia

mengajak orang Israel berdasarkan rencana yang Allah telah ta-

namkan di hatinya, lalu menggerakkan mereka untuk bertindak kare-

na kebutuhan pembangunan itu sudah begitu mendesak. Tidak tang-

gung-tanggung bahwa akhirnya tembok Yerusalem selesai dibangun

dalam waktu sangat singkat yaitu 52 hari, yang sempat membuat

orang-orang dan kerajaan di sekitarnya merasa malu dan takut.17

Untuk mencapai sasaran yang begitu tinggi, orang Israel, termasuk

Nehemia, harus menghadapi tantangan dari penduduk tetangga –

namun the show must move on!

Max Landsberg18 memberi sumbangsih yang sangat berarti

bagi dunia coaching. Dia menyuguhkan sebuah model coaching yang

16. Neh. 1-8. 17. Neh. 6:15-16. 18. Max Landsberg, The Tao of Coaching (London: Profile Books,

Ltd., 2003), 30-31. Untuk setiap langkah dalam Model G.R.O.W., penulis ser-

Page 11: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

Coaching in Pastoral Care 201

cerdas, sederhana, dan mudah dicerna. Model itu disebut G.R.O.W.,

singkatan dari:

G-oal langkah coachee menyatakan dan mendefinisikan sasa-

ran yang dia inginkan

R-eality langkah penginventarisasian kondisi-kondisi yang dimiliki

oleh coachee

O-ptions langkah pencarian dan penetapan pilihan-pilihan yang di-

anggap coachee terbaik untuk menemukan dan mencapai

sasaran pada langkah #1, dan

W-rap Up langkah konkret yang harus diambil coachee, sementara

coach terus memonitor dan mendampingi coachee dalam

mewujudkan apa yang dia cita-citakan.

Selain Model G.R.O.W., Skill/Will Matrix19 juga bisa digunakan

oleh para pendeta-coach, khususnya untuk menolong para domba

(coachee) yang sedang menghadapi masalah motivasi. Pada umum-

nya, terdapat 4 macam orang dengan 4 kategori motivasinya dalam

mengerjakan sesuatu yang berarti bagi dirinya. Seorang coach yang

terampil harus dapat mengidentifikasi tipe orang apa yang dia sedang

layani. Seorang coachee yang low skill dan low will butuh pengarahan

langsung (direct); yang low skill namun high will butuh nasihat

(advise); yang high skill tetapi low will butuh dimotivasi (motivate),

sedangkan mereka yang high skill dan high will harus diberikan

pendelegasian (delegate) tugas karena mereka sangat kapabel dan

penuh semangat. Semua tipe orang ini membutuhkan pendam-

pingan-pemberdayaan (coaching) dengan cara-cara yang khas. Se-

orang pendeta-coach yang terampil tentu mengetahui cara-nya.

Namun yang pasti, yang dilakukannya merupakan tindakan coaching.

takan di akhir tulisan ini daftar pertanyaan yang bisa dimanfaatkan oleh se-tiap pendeta-coach, yang diterjemahkan dari buku Landsberg (Lampiran 1).

19. Landsberg, The Tao, 54-55.

Page 12: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

202 Jurnal Amanat Agung

Pendampingan Saat Memberdayakan

Dalam meng-coach seseorang, diyakini bahwa memberdaya-

kan seseorang tidak akan efektif bila tidak disertai dengan pendam-

pingan. Pendampingan melibatkan hubungan atau relasi satu-demi-

satu, kecuali bila yang terjadi adalah team coaching – coaching bagi

sebuah tim agar para anggota tim dapat membangun kerjasama yang

baik dalam menjalankan peran dan tugasnya masing-masing di dalam

kelompok itu. Dalam hubungan satu-demi-satu dibutuhkan beberapa

petunjuk praktis yang penulis usulkan sebagai berikut:

1. Coach dan coachee harus membangun rasa percaya satu dengan

yang lain.

2. Frekuensi pertemuan hendaknya diatur menurut kebutuhan.

3. Coach perlu mewaspadai coachee yang berbeda jender dengan-

nya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Tempat perte-

muan yang bersifat umum dan terbuka adalah sebuah pilihan

yang bijaksana.

4. Sebaiknya, seorang coach setia mendampingi coachee sehingga

coachee telah berhasil mencapai apa yang telah menjadi sasaran

yang dia inginkan.

5. Coach sebaiknya melakukan pencatatan proses coaching seperlu-

nya untuk memantau perkembangan dari sesi-sesi coaching yang

sudah berlangsung.

6. Selain bercakap-cakap, coach bisa pula mengajak coachee ke

acara-acara tertentu yang sifatnya dapat membantu pengem-

bangan diri coachee sesuai dengan topik atau tema yang memang

sedang didiskusikan.

7. Relasi coach dan coachee bukan selama-lamanya. Coach yang

bijaksana mengetahui kapan tiba waktunya sebuah seri coaching

berakhir.

8. Di atas semuanya, coach perlu memegang prinsip ini: Coaching

itu 90%-nya adalah sebuah sikap, dan yang 10%-nya adalah

teknik.

Page 13: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

Coaching in Pastoral Care 203

Dengan pendampingan yang konsisten, coachee akan menda-

patkan sosok coach sebagai modelnya, menjalankan apa yang semes-

tinya dengan risiko tersesat yang paling minimal, dan sampai di tu-

juannya sebagai hasil kepemimpinan dari belakang (leadership from

behind) sang coach, bukan dari depan (direct leadership).

Kesimpulan

Pelayanan coaching dalam tugas kepedulian gembala (pas-

toral coaching) tidak sama dengan pelayanan konseling pastoral

(pastoral counseling). Yang pertama adalah pelayanan yang ber-

orientasi ke depan (the future) dan pada pengembangan potensi diri,

sedangkan yang belakangan adalah pelayanan yang bersifat tera-

peutik. Tidak semua anggota jemaat datang kepada gembalanya un-

tuk mendapatkan pelayanan konseling. Bagi anggota jemaat yang

ingin mendapatkan pelayanan coaching namun ternyata sang gem-

bala memberikan pelayanan konseling, hal itu bagaikan seseorang

yang datang kepada seorang dokter lalu diberikan resep yang salah.

Dalam menjalankan tugas penggembalaan, seorang gembala dapat

menjalankan teknik-teknik coaching dalam percakapan-percakapan

pastoral dengan domba-dombanya. Dalam percakapan coaching, se-

orang gembala atau pendeta-coach mendengarkan persoalan

coachee, lalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya

mendorong coachee menemukan jawaban dari dirinya sendiri agar

dia dapat mengembangkan diri dan berhasil mencapai apa yang

menjadi sasaran-sasaran yang pernah dia impikan. Dalam meng-

coach, seorang gembala atau pendeta-coach melakukan pendam-

pingan satu-demi-satu. Walaupun untuk itu dibutuhkan waktu khusus

dan relatif lama, namun hasilnya akan sangat mengejutkan. Berapa-

pun harga yang dibayar oleh seorang coach, ketika menemukan sang

coachee berhasil, hal itu mendatangkan perasaan sukacita, dan pada

akhirnya nama Tuhan dipermuliakan. Selamat memraktikkan pelaya-

nan pendampingan-pemberdayaan (coaching) dalam tugas kepedu-

lian gembala (pastoral care).

Page 14: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

204 Jurnal Amanat Agung

Lampiran 1: Daftar Pertanyaan untuk Model G.R.O.W20

Sehubungan dengan SASARAN (GOAL)

Apa yang ingin Anda diskusikan?

Apa yang ingin Anda capai?

Apa yang Anda sukai (ingin capai) dari sesi ini?

Apakah yang seharusnya terjadi agar Anda dapat keluar dari sini

dan merasa bahwa Anda telah menghabiskan waktu Anda deng-

an baik?

Jika saya dapat memberikan Anda sebuah permohonan pada sesi

ini, apakah yang Anda inginkan?

Apa yang Anda inginkan untuk berubah ketika Anda mening-

galkan sesi ini?

Apa yang Anda inginkan terjadi bagi hal yang saat ini tidak terjadi,

atau apa yang Anda tidak inginkan terjadi bagi hal yang sudah

terjadi saat ini?

Hasil akhir apa yang ingin Anda dapatkan pada sesi/diskusi/

interaksi ini?

Apakah hal tersebut realistis?

Dapatkah kita melakukannya di waktu yang kita miliki ini?

Apakah hal tersebut akan menjadi benar-benar bernilai bagi

Anda?

Sehubungan dengan REALITAS (REALITY)

Apa yang terjadi pada saat ini?

Bagaimana Anda mengetahui bahwa hal ini akurat?

Kapankah hal ini terjadi?

Seberapa sering hal ini terjadi? Ungkapkan dengan tepat jika me-

mungkinkan.

Pengaruh apa yang ditimbulkan?

Bagaimana Anda memverifikasi bahwa hal tersebut benar?

Faktor lain apa yang relevan?

20. Landsberg, The Tao, 108.

Page 15: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

Coaching in Pastoral Care 205

Siapa lagikah yang relevan?

Apakah persepsi Anda terhadap situasi ini?

Apa yang telah Anda usahakan sejauh ini?

Sehubungan dengan PILIHAN-PILIHAN (OPTIONS)

Apa yang dapat Anda lakukan untuk mengubah situasi ini?

Alternatif apa saja yang ada untuk pendekatan tersebut?

Beritahu saya tindakan apa saja yang menurut Anda memung-

kinkan. Jangan kuatir mengenai apakah tindakan tersebut rea-

listis pada tahap ini.

Pendekatan/tindakan apa yang telah Anda lihat digunakan, atau

yang telah Anda gunakan sendiri, pada keadaan yang serupa?

Siapa yang mungkin dapat membantu?

Apakah Anda menginginkan masukan-masukan dari saya?

Pilihan apa yang paling Anda sukai?

Apa saja keuntungan dan kesulitan dari pilihan-pilihan ini?

Pilihan mana yang menarik bagi Anda?

Beri nilai dari 1-10 bagi level ketertarikan Anda dalam/pada kegu-

naan masing-masing pilihan ini.

Apakah Anda akan memiliki pilihan untuk dilaksanakan?

Sehubungan dengan PENGEMASAN AKHIR (WRAP-UP)

Apakah langkah-langkah selanjutnya?

Kapan tepatnya Anda akan melaksanakannya?

Apa yang dapat menghalangi?

Apakah Anda perlu mencatat langkah-langkah pada buku harian

Anda?

Dukungan apakah yang Anda butuhkan?

Bagaimana dan kapan kiranya Anda memerlukan dukungan ter-

sebut?

Page 16: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

206 Jurnal Amanat Agung

Lampiran 2: Contoh Verbatim Coaching

Hari itu, Senin 30 April tahun xxxx, cuaca cerah. Bapak Kuci, salah

seorang anggota jemaat dari sebuah gereja yang digembalakan oleh

Pendeta Coach, menemui Pendeta Coach di ruang konseling gereja.

Kondisi ekonomi nasional sedang berada di tahap yang memprihatin-

kan – sebagai akibat krisis global. Percakapan coaching di antara

mereka berdua dapat dicatat sebagai berikut,

Kuci : Selamat siang Pak Coach.

Coach : Selamat siang juga. Senang sekali Bapak datang menemui

saya saat ini. Kita jarang ngobrol lho.

Kuci : Iya. Sebenarnya saya sudah mau ngobrol dengan Bapak

sejak 2-3 bulan terakhir ini.

Coach : Yuk kita ngobrol. Saya selalu terbuka bila ada di antara

domba-domba saya yang butuh bantuan.

Kuci : Trims lho pak. Saya ini merepotkan Bapak saja.

Coach : Jangan kuatir. Saya ini sudah menyempatkan waktu untuk

kita sama-sama bisa ngobrol.

Kuci : Begini lho pak. Akhir-akhir ini ‘kan ekonomi negeri kita

sedang susah. Bisnis saya juga sedang seret. Ditambah lagi,

5 bulan yang lalu saya kena ketipu oleh seorang pedagang

dari Bandung. Kami ditipu ratusan juta rupiah pak. Istri saya

marahin saya karena saya dianggapnya ceroboh.

Coach : Lalu, apa yang seterusnya terjadi?

Kuci : Yah, akhirnya saya ikuti saran istri saya, bahwa sebaiknya

kami tidak usah berdagang dengan cara ngotot begitu. Kami

harus puas dengan apa yang ada. Syukurlah Tuhan itu

baik. Kami sampai saat ini belum sampai kekurangan

sesuatu. Bisnis berjalan seperti biasanya, walau tidak begitu

lancar. Namun kehidupan kami masih cukup secara

materi.

Coach : Lalu, apa rencana Bapak? Dan, apa yang Bapak mau

bicarakan dengan saya saat ini?

Page 17: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

Coaching in Pastoral Care 207

Kuci : Saya sebenarnya orang bisnis, tapi saya disuruh istri tidak

boleh ngotot takut kena risiko. Padahal saya tidak takut

risiko. Namanya juga orang bisnis.

Coach : Artinya, Bapak ingin mengembangkan bisnis Bapak? [ …

PENGUJIAN TERHADAP APA YANG MENJADI GOAL DALAM

PERCAKAPAN COACHING INI … ]

Kuci : Persis. Tapi istri saya tidak mengijinkannya. Saya ‘kan

pernah sukses sebelum ditipu orang.

Coach : Katakanlah soal istri Bapak tidak kita bicarakan dulu. Kita

fokus pada rencana pengembangan bisnis Bapak.

Bagaimana?

Kuci : Itu yang saya ingin obrolkan sama Pak. Apa saran Bapak

tentang itu?

Coach : Ijinkan saya tanya dulu. Apa hasrat Bapak untuk

mengembangkan bisnis? [ … COACH SEDANG MENGGALI

PASSION SANG COACHEE … ]

Kuci : Yah, itu ‘kan bidang saya. Saya sangat bersemangat bila bisa

berbisnis.

Coach : Maksud Bapak bisnis meubel itu?

Kuci : Ya.

Coach : Di saat seperti ini, apa yang membuat Bapak optimistis?

Kuci : Saya percaya bahwa di saat krisis selalu ada peluang.

Coach : Saya sangat senang Bapak memiliki filosofi semacam itu.

Lalu, apa yang menjadi situasi Bapak yang memungkinkan

bisnis Bapak bisa dikembangkan? […PENGUJIAN TERHADAP

REALITAS YANG ADA SEBELUM TARGET-TARGET

DITETAPKAN…]

Kuci : Maksud Bapak? Situasi yang bagaimana?

Coach : Situasi seperti…kondisi permodalan, tenaga ahli, dukungan

dari para mitra dagang, kesehatan, kemungkinan-

kemungkinan agar dagangan Bapak bisa lebih baik, dan lain

sebagainya…

Kuci : Saya punya banyak teman dan rekanan yang bisa men-

support, termasuk seorang teman bermain sejak kami

Page 18: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

208 Jurnal Amanat Agung

masih kecil. Dia mau invest. Saya yakin saya bisa bangkit

kembali. Gak enak tenang-tenang begini, walaupun saya

masih cukup. Tapi saya

orangnya dinamis dan kreatif, he he he…muji diri nih. Sori,

Pak…

Coach : Oh, tidak mengapa. Justru terkadang kita perlu menghargai

diri sendiri tanpa menjadi sombong. Lalu, apa skenario

pengembangan bisnis Bapak itu?

Kuci : Saya akan mempelajari kondisi sekarang, lalu mencari cara-

cara baru untuk memasarkan produk meubel saya.

Coach : Apa Bapak sudah mempunyai sasaran atau target?

Kuci : Belum sih. (Diam sejenak, merenung)

Coach : Saya pernah membaca tentang kesuksesan para pebisnis

kelas dunia. Mereka selalu memulai pengembangan dengan

visi dan sasaran-sasaran. Bagaimana menurut Bapak?

Kuci : Oh, begitu ya. Selama ini saya tidak memikirkan visi ini-itu.

Bagi saya, yang penting punya relasi dan giat bekerja untuk

mendapatkan hasil.

Coach : Itu tidak salah, cuma perlu ditambahkan dengan dua faktor

itu barangkali. Saya Cuma membagikan apa yang pernah

saya baca.

Kuci : Rasa-rasanya saya perlu mulai memikirkan hal itu ya pak.

Coach : Mengapa tidak. Jadi, kita perlu ngomong apa lagi nih pak?

Kuci : Saya pikir, saya perlu membaca buku yang itu. Apa nama

buku itu?

Coach : Sekarang saya lupa judulnya. Nanti sore saya sms Bapak

bagaimana?

Kuci : Boleh…boleh Pak. Wah, saya sangat bersyukur bertemu dan

berbicara dengan Bapak. Apakah nanti setelah saya

membaca buku itu, saya boleh berbincang-bincang lagi

dengan Bapak?

Coach : Oooohh, dengan senang hati dong.

Kuci : Kalau begitu saya mohon pamit dulu Pak. Saya tambah

semangat nih. Maukah Bapak mendoakan saya?

Page 19: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

Coaching in Pastoral Care 209

Coach : Itu tugas saya, he he…(sambil tersenyum, lalu memimpin

doa).

[Sesi coaching selesai sampai di situ. Tiga minggu kemudian Bapak

Kuci menemui Pendeta Coach lagi. Percakapan mereka lebih seru dan

lebih mengarah pada bagaimana Pak Kuci membangun visi, sasaran,

dan strategi untuk pengembangan bisnisnya. Masalah yang hangat itu

di kemudian hari dibicarakan dengan istri Pak Kuci. Hasilnya masih

dalam proses]

Catatan: Setelah membaca verbatim coaching di atas, harap disimak

bagaimana penulis menggunakan Model G.R.O.W. untuk menstruktur

pembicaraan coaching – walaupun prosesnya masih belum selesai.

Dapatkah Anda meneruskan percakapan coaching (dalam kerangka

pastoral care) bila Anda diminta untuk melanjukan perbincangan di

atas di sesi yang ke-2 dan seterusnya? Diskusikanlah hal ini dengan

teman-teman Anda bila perlu.

Page 20: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

210 Jurnal Amanat Agung

Lampiran 3: Daftar Buku Coaching Rekomendasi Penulis

Allamby, David. The Manager’s Coaching Toolkit. Great Britain:

Pearson Education Ltd., 2006.

Atherton, Tony. Delegation and Coaching. Terj. Jakarta: PT. Elex

Media Komputindo, 1999.

Bandy, Thomas G. Coaching Change. Nashville, TN: Abingdon Press,

2000.

Benton, D.A. Secrets of a CEO Coach. New York, NY: McGraw-Hill,

1999.

Bentle, Timothy & Esther Khon-Bentley. Leadership Coaching for the

Workplace. Nashville, TN: Thomas Nelson, 2002.

Bianco-Mathis, V.E., L.K. Nabors, dan C.H. Roman. Leading from the

Inside Out: A Coaching Model. Thousand Oaks, CA: Sage

Publications, 2002.

Biehl, Bobb. Mentoring: Confidence in Finding a Mentor and

Becoming One. Nashville, Tennessee, Broadman & Holman,

1996.

Blanchard, Ken, John P. Carlos, and Alan Randolph. The 3 Keys to

Empowerment . San Francisco, CA: Berrett-Koehler

Publishers, Inc., 1999.

Buckingham, Marcus & Donald O. Clifton. Now, Discover Your

Strength. New York, NY: The Free Press, 2001.

Chang, Richard Y. The Passion Plan: A Step-by-step Guide to

Discovering, Developing, and Living Your Passion. San

Francisco, CA: Jossey-Bass Publishers, 1999.

Collins, Gary R. Christian Coaching. Colorado Springs, CO.: Nav Press,

2001.

-------------- Getting Started. IACC Publications, Elijah Communications,

Singapore.

Cook, Marshall H. How to be a Great Coach. New York, NY: McGraw-

Hill Companies Inc., 2004.

---------- Effective Coaching. USA: McGraw-Hill Companies, Inc., 1999.

Crane, Thomas G. The Heart of Coaching. San Diego, CA: FTA Press,

Page 21: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

Coaching in Pastoral Care 211

2002.

Dembkowske, Sabine, Fiona Eldridge & Ian Hunter. The 7 Steps of

Effective Executive Coaching. London: Thorogood, 2006.

Drew, Sue and Rosie Bingham. The Student Skills Guide. Hampshire,

England: Gower Publishing Limited, 1997.

Emerson, Brian, dan Anne Loehr. A Manager’s Guide to Coaching.

USA: American Management Association, 2008.

Flaherty, James. Coaching: Evoking Excellence in Others, 2nd ed.

Burlington, MA: Elsevier Butterworth-Heinemann, 2005.

Goldsmith, Marshall & Laurence Lyons, eds. Coaching for Leadership

2nd ed. San Francisco, CA: John Wiley & Sons, Inc., 2006.

Greene, Jane and Anthony M. Grant. Solution-focused Coaching.

Harlow, Great Britain: Pearson Education Limited, 2003.

Hargrove, Robert. Masterful Coaching 3rd ed. San Francisco, CA: John

Wiley & Sons, Inc., 2008.

Harkavy, Daniel. Becoming a Coaching Leader. Nashville, TN: Thomas

Nelson, Inc., 2007.

Hawkins, Thomas R. Faithful Guides: Coaching Strategies for Church

Leader. Nashville, TN: Discipleship Resources, 2006.

Hawkins, Peter & Nick Smith. Coaching, Mentoring, and Organization

Consultancy. New York, NY: The Editors and Contributors,

2006.

Hudson, Frederic M. The Handbook of Coaching: A Resource Guide to

Effective Coaching with Individuals and Organizations. San

Francisco, CA: Jossey-Bass Publishers, 1999.

Hughes, Bryn. Discipling, Coaching, Mentoring. England: Kingsway

Communications Ltd., 2003.

Jones, Laurie Beth. Jesus Life Coach. Nashville, TN: Thomas Nelson,

Inc., 2004.

Law, Ho, Sara Ireland & Zulfi Hussain. The Psychology of Coaching,

Mentoring, and Learning. England: John Wiley & Sons, Ltd.,

2007.

Malphurs, Aubrey. Maximizing Your Effectiveness. Grand Rapids,

Michigan: Baker Books, 2003.

Page 22: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

212 Jurnal Amanat Agung

Mandino, Og. The Greatest Success in the World. USA & Canada:

Bantam Books, 1982.

McDermott, Ian & Wendy Jago. The Coaching Bible: The Essential

Handbook. Great Britain: Piatkus Books Ltd., 2006.

McLeod, Angus. Performance Coaching. Wales, UK: Crown Publishing

House, 2003.

Miedaner, Talane. Coach Yourself to Success. Chicago, Illinois:

Contemporary Books, 2000.

Minor, Marianne. Coaching and Counseling. Menlo Park, CA: Crisp

Publication, Inc., 2002.

Morgan, Howard. Phil Harkins, and Marshall Goldsmith, Eds., The Art

and Practice of Leadership Coaching. Hoboken, New Jersey:

John Wiley & Sons, Inc., 2005.

Ogne, Steve and Tim Roehl. TransMissional Coaching. Nashville, TN: B

& H Publishing Group, 2008.

O’Neil, William J. Business Leaders and Success. New York, NY: The

McGraw-Hill Companies, Inc., 2004.

Parks, Sharon Daloz. Big Questions, Worthy Dreams: Mentoring

Young Adults in Their Search for Meaning, Purpose, and Faith.

San Francisco, CA: Jossey-Bass Publishers, 2000.

Parolini, Steve. Checklist for Life. Nashville, TN: Thomas Nelson, Inc.,

2002.

Parrott, Leslie and Les Parrott. The Career Counselor. Dallas, TX: Word

Incorporated, 1995.

Peterson, David G., and Mary Dee Hicks. Leader as Coach.

Minneapolis, Minnesota: Personel Decisions International,

1996.

Silsbee, Doug. The Mindful Coach: Seven Roles for Helping People

Grow. USA: Ivy River Press, 2004.

Skiffington, Suzanne & Perry Zeus. Behavioral Coaching. Australia:

McGraw-Hill Australia Pty Ltd., 2006.

Smith, Donald P. Empowering Ministry. Louisville, Kentucky:

Westminster John Knox Press, 1996.

Somers, Matt. Coaching. Great Britain: Hodder Education, 2008.

Page 23: COACHING IN PASTORAL CARE - STTAA

Coaching in Pastoral Care 213

Stanley, Paul dan J. Robert Clinton. Mentor.Malang: Yayasan Penerbit

Gandum Mas, 1994.

Starr, Julis. The Coaching Manual. London, Great Britain: Pearson

Education Limited, 2003.

Stoltzfus, Tony. Leadership Coaching. Virginia Beach, VA: Tony

Stoltzfus, 2005.

Stone, Florence M. Coaching, Counseling & Mentoring: How to

Choose & Use the Right Technique to Boost Employee

Performance, 2nd Edition. USA: American Management

Association, 2007.

Warren, Rick. Purpose Driven Life. Grand Rapids, Michigan:

Zondervan Pub. House, 2004.

Williams, Patrick & Lloyd J. Thomas. Total Life Coaching: A

Compedium of Resources. New York, NY: W.W. Norton &

Company, Inc., 2005.

Whitworth, Laura, Karen Kimsey-House, Henry Kimsey-House &

Phillip Sandahl. Co-active Coaching 2nd ed. Mountain View,

CA: Davies-Black Publishing, 2007.