bahan lapsus neuro

16
MENINGITIS Dipresentasikan pada tanggal: 7 Juli 2007 Oleh: tyulana Christarina 01.30257.00005.09 Pembimbing:

Upload: frc-hario-fanacha

Post on 28-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

medis

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Lapsus Neuro

MENINGITISDipresentasikan pada tanggal: 7 Juli 2007

Oleh:

tyulana Christarina01.30257.00005.09

Pembimbing:

dr. EUawati Hadibrata, Sp. S

Lab/SMF Penyakit SarafProgram Studi Kedokteran Umum

Universitas Mulawarman RSUD AW

SJAHRANIE Samarinda 2007

Page 2: Bahan Lapsus Neuro

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kerentanan terhadap suatu infeksi pada kepala atau susunan

saraf pusat diperankan oleh berbagai faktor metabolik dan seluler

seperti fungsi fagositosis, aktivitas antibakterial dari senyawa-

senyawa seperti lisozim, dan fagisitin, perubahan kualitas dan

kuantitas protein serum, gangguan metabolik pada tingkat seluler,

ada tidaknya produk jejas pada jaringan yang mempengaruhi

permeabilitas vaskuler serta efek tekanan jaringan.

Berdasarkan penelitian eksperimental, kejadian infeksi

dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis kelamin, usia, jenis

bakteri penyebab, rute infeksi, adanya antibodi yang spesifik, status

gizi, radiasi ionisasi, suhu lingkungan yang tinggi, obat-obatan

seperti kortikosteroid, dan keadaan yang meningkatkan kerentanan

terhadap infeksi (alkoholism, diabetes melitus, uremia, sirosis dan

malnutrisi).1

Pada referat ini, penulis akan membahas mengenai salah satu

infeksi yang terjadi pada susunan saraf pusat yaitu meningitis.

1.2 Epidemiologi

Secara internasional Meningococcal meningitis endemik di

negara Afrika, India, dan negara berkembang lainnya. Mortalitas dan

morbiditas tergantung pada patogenitas bakteri, usia dan kondisi

pasien, beratnya penyakit yang terjadi secara akut. Diantara bakteri

patogen, meningitis yang disebabkan oleh pneumococcus

menunjukkan angka mortalitas 21% dan morbiditas 15%. Angka

mortalitas akibat meningitis rata-rata 50 - 90% dan morbiditasnya

lebih tinggi apabila gangguan neurologisnya berat/ onset

penyakitnya cepat.

Page 3: Bahan Lapsus Neuro

Berdasarkan statistik, ras kulit hitam mempunyai risiko yang

lebih besar menderita meningitis, dibandingkan ras lainnya,

meskipun ras tidak menjadi faktor risiko terjadinya meningitis.

Menurut jenis kelamin pada neonatus, rasio laki-laki dan perempuan

adalah 3:1 sedangkan pada dewasa jenis kelamin tidak menunjukkan

perbedaan yang bermakna. Berdasarkan usia, pasien < 5 tahun dan >

60 tahun meningkatkan risiko terkenanya meningitis. Pada bayi baru

lahir mempunyai risiko tinggi menderita meningitis bakterial akut.

Setelah bulan pertama kehidupan, merupakan puncak insiden pada

bayi usia 3 - 8 bulan.2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Meningitis adalah radang pada meningen yang

mengakibatkan munculnya

gejala-gejala meningeal seperti sakit kepala, kaku kuduk, dan

fotofobia. 2

2.2 Klasifikasi

Meningitis terbagi atas 2 golongan berdasarkan perubahan

yang terjadi

pada cairan otak3 :

a. Meningitis purulenta (Acute Pyogenic Meningitis)

- Merupakan radang bernanah arakhnoid dan piamater

yang meliputi otak dan medula spinalis yang terjadi

secara akut dengan cairan otak yang keruh

- Disebabkan oleh Diplococcus pneumonia (pneumokok),

Neisseria meningitidis (meningokok) Streptococcus

haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophylus

Page 4: Bahan Lapsus Neuro

Influenza, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia,

Pseudomonas aeroginosa.

b. Meningitis serosa (Serous Meningitis)

- Merupakan radang selaput otak araknoid dan piamater

yang terjadi secara kronis dengan cairan otak yang jernih.

- Penyebab tersering adalah Mycobacterium tuberculosis,

penyebab lainnya virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.

2.3 Faktor resiko

o Usia > 60 tahun

o Usia < 5 tahun, terutama anak-anak dengan diabetes

mellitus insufisiensi renal atau adrenal, hipoparatiroid,

atau cystic fibrosis

o Pasien dengan Immunocompromise berisiko tinggi

terjadinya infeksi oportunistik dan meningitis bakterial

akut. Pasien dengan

Page 5: Bahan Lapsus Neuro

immunocompromise dapat tidak menunjukkan tanda-tanda demam atau

inflamasi meningen.

o Splenektomi dan sickle cell disease meningkatkan risiko meningitis sekunder

organisme berkapsul.

o Alkoholism dan cirrhosis: penyebab multiple dari demam dan bangkitan

kejang pada pasien sehingga merubah diagnosis meningitis.

o Diabetes melitus

o Riwayat kontak dengan penderita meningitis, dengan atau tanpa profilaksis

o Infeksi kontiguos (seperti sinusitis)

o Defek pada duramater (seperti traumatik, surgical, kongenital)

o Intravenous (IV) drug abuse

o Endokarditis bakterial

o Ventriculoperitoneal shunt

o Keganasan/Malignancy (risiko tinggi terinfeksi Listeria spesies)2

2.4 Patofisiologi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan meningitis bakterial,

antara lain virulensi bakteri, pertahanan host , dan interaksi antara host- bakteria.

Penyebaran bakteri biasanya terjadi secara hematogen. Biasanya invasi koloni bakteri

pada nasofaring melalui jaringan lokal dan aliran darah. Penyebaran pada meningen

dapat terjadi secara langsung melalui inokulasi bakteri pada saat trauma, bedah saraf,

atau instrumentasi. Meningitis pada neonatus terjadi melalui transmisi vertikal oleh

kolonisasi patogen yang terdapat pada usus atau traktus genital; atau secara horisontal

melalui perawat di rumah sakit/ orang yang merawat dirumah.

Cairan serebrospinalis yang keruh mengandung antibodi, komponen

komplemen, dan leukosit (WBCs). Komponen dinding sel bakteri menyebabkan

terjadinya kaskade komplemen dan sitokin yang mengakibatkan terjadinya 3 hal

5

Page 6: Bahan Lapsus Neuro

berikut yaitu meningkatnya permeabilitas sawar darah otak (blood-brain barrier),

edema cerebral, dan mediator toksik pada CSF. Replikasi bakteri, meningkatkan

jumlah sel-sel inflamasi, sitokin menyebabkan terganggunya transport membran, dan

meningkatnya permeabilitas vaskuler dan membran sehingga mempermudah

terjadinya proses infeksi yang terus menerus dan perubahan karakteristik sejumlah sel

pada CSF, pH, laktat, protein, dan glukosa. Cairan eksudat yang melintasi CSF,

sebagian menuju sisterna basalis, menyebabkan kerusakan saraf kranialis (seperti

N.VIII, dengan penurunan pendengaran), obliterasi jalur CSF (menyebabkan

hidrosefalus obstruksi), dan menginduksi vaskulitis dan tromboflebitis (menyebabkan

iskemik otak lokal). Tekanan intrakranial (TIK) yang terus menerus dan edema otak

yang lama, dapat mengganggu proses autoregulasi otak.

Tanpa intervensi medis/pengobatan, menurunnya aliran darah otak dapat

memperberat edema otak dan meningkatkan tekanan intrakranial. Terjadinya trauma

endotel dapat mengakibatkan vasospasme dan trombosis, serta menyebabkan stenosis

pada pembuluh darah besar dan kecil. Hipotensi sistemik(septic shock) juga dapat

mengganggu cairan serebrospinal, dan pasien dapat segera meninggal akibat

komplikasi sistemik atau adanya injuri iskemik menyeluruh pada system saraf

pusat/central nervous system.

Patofisiologi bakteri nonpatogen masih kurang dimengerti. Meningitis

Fungi, patofisiologinya hampir mirip dengan meningitis bakteri tetapi kurang2

akut jika dibandingkan dengan meningitis bakteri.

2.5 Gejala klinis

• Gejala klasik (lebih sering terlihat pada orang dewasa) antara lain: o

Sakit kepala

o Kaku kuduk (secara umum tidak nampak pada anak < 1 tahun atau pada

penderita dengan gangguan/ perubahan status mental)

o Demam dan menggigil

6

Page 7: Bahan Lapsus Neuro

o Fotofobia

o Muntah

o Gejala prodromal pada infeksi saluran pernapasan atas(virus dan

bakteri)

o Kejang (30-40% pada anak-anak, 20-30% pada dewasa)

o Gejala neurologis fokal (termasuk focal seizures)

o Perubahan sensorium (penderita merasa bingung/gelisah, terutama orang

yang lebih tua)

• Gejala pada bayi:

o Demam

o Letargi dan perubahan tingkat kesadaran

o Tidak mau makan dan/atau muntah

o Gangguan pernapasan, apnea, sianosis

• Meningitis Tuberculosis: demam, penurunan berat badan, berkeringat malam,

dan malaise, dengan atau tanpa sakit kepala dan meningismus (gejala yang

paling sering).2

2.6 Diagnosis 2.6.1

Anamnesis

Mencari sumber/fokus infeksi dengan menanyakan riwayat penyakit penderita

seperti :

- Riwayat infeksi saluran pernapasan bagian atas atau kontak dengan orang lain.

- Riwayat trauma yang menyebabkan adanya hubungan terbuka antara dunia luar

dengan meningen. (Dengan foto terlihat adanya fraktur di mastoid, os.temporal,

atau lamina cribiformis yang secara klinis terdapat rinorrhoe, hidung terasa

selalu basah).

- Sinusitis

- Otitis media

- Mastoiditis

7

Page 8: Bahan Lapsus Neuro

- Riwayat penyakit Tuberculosis/pengobatan TB paru, imunosupresan, steroid,

atau kemoterapi.4

2.6.2 Pemeriksaan fisik

♦ Tanda iritasi meningen o

Kaku kuduk

o Kernig sign (+)

o Brudzinski sign (+)

♦ Papil edema (hanya 1/3 kasus pasien dengan meningitis dengan peningkatan

TIK)♦ Tanda neurologis focal

Abnormalitas saraf kranial (III, IV, VI, VII) pada 10-20% pasien

♦ Adanya kelainan sistemik

o Infeksi ekstrakranial (sinusitis, otitis media, mastoiditis, pneumonia, infeksi

saluran kemih).

o Arthritis dijumpai pada N meningitidis

o Petekiae dan perdarahan kulit klasik dijumpai pada N meningitidis; tetapi ini

juga dapat terjadi oleh infeksi virus dan bakteri lain.

o Syok endotoksik dengan kolapsnya vaskuler, merupakan karakteristik dari

infeksi N meningitidis yang berat.

• Perubahan status mental, mulai dari iritabilitas sampai somnolen, delirium,

dan koma.

• Bayi

o Fontanela yang menonj ol

o Irritabilitas paradoksalo High-pitched cry

o Hipotonus

8

Page 9: Bahan Lapsus Neuro

o Pemeriksaan kulit di sekitar vertebrae dimples, sinus, saraf, dan adanya

kelainan kongenital.2

2.7 Diferensial diagnosis6

• Ensefalitis

• Abses otak

• Kejang demam

• Demam tifoid

• Perdarahan subaraknoid

• Neoplasma otak

2.8 Pemeriksaan

penunjang a.

Laboratorium

♦ Darah dan urin lengkap

♦ Elektrolit untuk menentukan dehidrasi atau syndrome of

inappropriate secretion of antidiuretic hormone (SIADH)♦ Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal

Pungsi lumbal yaitu mengukur opening pressure, hitung j enis sel

(differential count), kadar glukosa dan protein serta pemeriksaan

mikrobiologi (pewarnaan gram dan kultur) pada cairan serebrospinalis.

♦ Pemeriksaan BUN dan/atau kreatinin dan fungsi hepar untuk melihat

fungsi organ dan menentukan dosis obat♦ Kultur darah, urin, dan sputum (pemeriksaan BTA)2

Dikutip dari E-medicine :

Table 5. CSF Picture of Meningitis According to Etiologic AgentAgent Opening

PressureWBC count per

DLGlucose (mg/dL)

Protein (mg/dL)

Microbiology

9

Page 10: Bahan Lapsus Neuro

Bacterial meningitis

200-300 100-5000; >80% PMNs*

<40 >100 Specific pathogen

demonstrated in 60% of Gram

stains and 80% of cultures

Viral meningitis 90-200 10-300; lymphocytes

Normal, reduced in LCM and mumps

Normal but may be slightly elevated

Viral isolation, PCRt assays

Tuberculous meningitis

180-300 100-500; lymphocytes

Reduced, <40 Elevated, >100

Acid-fast bacillus stain, culture,

PCR

Cryptococcal meningitis

180-300 10-200; lymphocytes

Reduced 50-200 India ink, cryptococcal

antigen, culture

Aseptic meningitis 90-200 10-300; lymphocytes

Normal Normal but may be slightly elevated

Negative findings on

workup

Normal values 80-200 0-5; lymphocytes 50-75 15-40 Negative findings on

workup

b. Radiologi/ Neuroimaging

• Foto polos thorax dan kepala

• CT scan (computed tomography scanning) dan MRI (magnetic

resonance imaging) kepala

• CT scan kepala membantu diagnosis sebelum pungsi lumbal yang

memiliki efek samping yang tidak menguntungkan dan memulai terapi

antibiotik.

• Neuroimaging diindikasikan pada pasien panas/demam lama, adanya

tanda dan gejala neurologis fokal , adanya bukti peningkatan tekanan

intrakranial, dan diduga adanya fraktur basis kranii. Juga diindikasikan

untuk evaluasi sinus paranasalis. Pemeriksaan ini membantu

*Polymorphonuclear lymphocytes|Polymerase chain reaction2

10

Page 11: Bahan Lapsus Neuro

mendeteksi komplikasi dari meningitis bakterial seperti hidrosefalus,

infark cerebral, abses otak, subdural empiema, dan thombosis venosus

sinus.2'4

c. Tes Tuberkulin (positif untuk Meningitis Tuberkulosis)

2.9 Komplikasi6

> Syok septik

> Seizures (30-40% pada anak-anak, 20-30% pada dewasa),

> Hidrosefalus

> Efusi subdural

> Anemia hemolitik (H. influenzae)

> Tuli

> Kebutaan/blindness

2.10 Terapi6

- Umum

a. Penderita harus MRS

b. Pemberian cairan infus yang cukup

c. Bila gelisah beri sedativa seperti fenobarbital atau penenang

d. Nyeri kepala diatasi dengan analgetik

e. Panas diturunkan dengan kompres es, parasetamol, atau asam salisilat (dosis anak

10 mg/ kgBB tiap 4 jam p.o)

f. Kejang diatasi dengan diazepam, fenobarbital, dan difenilhidantoin

g. Kenaikan tekanan intrakranial diatasi dengan :

♦ Manitol

Dosis 1 - 1,5 mg/kg BB iv dalam 30 - 40 menit dapat diulangi 2 kali dengan

interval 4 jam

♦ Kortikosteroid

Biasanya digunakan deksametason iv, dosis pertama 10 mg lalu diulangi

dengan 4 mg setiap 6 jam.

- M. purulenta

11

Page 12: Bahan Lapsus Neuro

Ditambah dengan pemberian antibiotik sesuai dengan penyebabnya. Tetapi sambil

menunggu hasil kultur, harus diberikan antibiotik spektrum luas secepat mungkin.

Pemberian antibiotik minimal 10 - 14 hari atau 7 hari bebas demam. Antibiotik yang

sering dipakai antara lain: ampisilin, gentamisin, kloramfenikol, dan golongan

sefalosforin.

- M. Tuberkulosis

a. Virus

- Simptomatis (analgetik, antipiretik)

- Suportif (cairan,

- Antivirus ->Acyclovir

b. Meningitis TB

Obat anti TB : 2HRZE/ 4HR atau 2HRZE/ 4H3R3

- Operasi

Dilakukan untuk menghilangkan sumber infeksi, dan bila terjadi hidrosefalus unruk

pemasangan shunting/pirau. Pada efusi subdural pada anak dikeluarkan 25-30 cc

setiap hari selama 2-3 minggu, bila gagal dilakukan operasi.

- Fisioterapi

Dilakukan untuk mencegah dan mengurangi cacat.

2.11 Pencegahan > M.

Purulenta

Meningitis yang disebabkan oleh Meningokokus dan H.influenza tipe B dapat

menular pada anak dan orang dewasa yang tinggal serumah, maka perlu diberi

pencegahan yaitu :

■ Isolasi penderita

■ Vaksinasi

■ Obat-obatan

Untuk Meningokokus:

12

Page 13: Bahan Lapsus Neuro

2.12 Prognosis

Prognosis tergantung pada patogenitas, usia dan kondisi pasien, dan beratnya

penyakit yang terjadi secara akut

Pasien dengan gangguan neurologis yang berat atau dengan onset penyakit yang berat, dan mendapat terapi secara langsung, memiliki angka mortalitas rata-rata 50-90% dan angka morbiditas yang lebih tinggi.

Pneumococcal meningitis has the highest rates of mortality (21%) and morbidity (15%).2

2.13 Penutup

Diagnosa yang tepat dan penanganan yang tepat serta adekuat dan mengurangi

angka mortalitas dan kecacatan yang ada. Hal ini dapat dicegah dengan

penyuluhan tentang pencegahan meningitis mealui isolasi penderita, vaksinasi,

dan penggunaan obat profilaksis bagi orang dengan risiko tinggi.DAFTAR PUSTAKA

1. Listiono LD. Ilmu Bedah Saraf Edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

1998

2. Masci JR et all. Meningitis. ( http :// www.emedicine.com . diakses 13 juni 2007)

13

Rifampisin Dosis : 3 bulan - 1 tahun ^ 5 mg/kgBB 1-

12 tahun ^ 10 mg/kgBB > 12 tahun ^ 600

mg/kgBB Obat diminum 2 kali sehari

selama 2 hari

Sulfadiazin Dosis : bayi 3 bulan - 1 tahun ^ 250 mg 1-12 tahun ^ 500

mg >12 tahun ^ 1 gr Obat diminum 2 kali sehari selama 2

hari

Untuk H. influenza :

Rifampisin : dosis pada anak ->20 mg/kgBB dalam dosis tunggal selama 4 hari. Orang

dewasa tidak memerlukan pencegahan.6

Page 14: Bahan Lapsus Neuro

3. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi ke-3. Fakultas

kedokteran Indonesia. Jakarta. 2000

4. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis Edisi ke-1. Gajah Mada University Press.

Yogyakarta. 1999

5. Shah SS, et all. Infectious disease. Blackwell Publishing.USA. 2006

6. Harsono. Kapita Selekta Neurologi Edisi ke-2. Gaj ah Mada University Press.

Yogyakarta. 2000

14