bahan laporan praktikum
DESCRIPTION
bahanTRANSCRIPT
A. Latar Belakang
Darah manusia dan darah pada hewan umumnya terdiri atas plasma dan berbagai
unsur yang di bawa di dalam plasma seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Plasma terdiri
atas 90% air, 7-8 % protein yang dapat larut, 1 % elektrolit dan sisanya 1-2 % berbagai zat
makanan dan mineral yang lain. Darah pada hewan maupun manusia dapat mengalami lisis
yang berupa peristiwa menggelembungnya sel darah hingga pecah dikarenakan air masuk
ke dalam sel. Lisis pada darah disebut hemolisis yang dapat diartikan sebagai pecahnya
eritrosit karena air masuk ke dalam eritrosit yang menyebabkan hemoglobin keluar dari
dalam sel eritrosit. Eritrosit memiliki membran yang bersifat selektif permeabel yang hanya
dapat ditembus oleh zat-zat tertentu saja.
Rusaknya membran dari eritrosit biasanya disebabkan karena penambahan larutan
hipotonis atau hipertonis ke dalam darah, penurunan tekanan pada permukaan membran
eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan. Hal yang mungkin terjadi
bila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang hipotonis (biasanya karena penambahan
NaCl) adalah medium tersebut akan masuk ke dalam membran pada eritrosit sehingga sel
dari eritrosit menggembung. Pecahnya sel dari eritrosit disebabkan sel tidak dapat menahan
tekanan yang terdapat dari dalam sel eritrosit itu sendiri. sebaliknya bila eritrosit
ditempatkan pada larutan yang hipertonis, maka cairan dari dalam sel eritrosit akan keluar
dari dalam sel menuju medium sehingga eritrosit akan menjadi keriput atau krenasi.
Tapi, tidak semua eritrosit akan mengalami hemolisis pada suatu konsentrasi larutan
tertentu. Hal ini disebabkan eritrosit memilik nilai toleransi osmotik membran. Pada sel yang
tua, nilai toleransi osmotiknya lebih kecil dibandingkan pada sel yang muda.
B. Tujuan
Mengetahui pengaruh dari berbagai konsentrasi NaCl dan glukosa terhadap eritrosit
dan menentukan respon dari eritrosit pada masing-masing konsentrasi NaCl dan glukosa.
C. Hasil
Konsentrasi NaCl Glukosa
1 2 1 2
0,1 % hemolisis Hemolisis Hemolisis Hemolisis
0,2 % Hemolisis Hemolisis Hemolisis Hemolisis
0,5 % Hemolisis Hemolisis Hemolisis Hemolisis
0,9 % Hemolisis hemolisis Hemolisis Hemolisis
1,2 % Hemolisis Hemolisis hemolisis hemolisis
1,5 % Isotonis Isotonis Hemolisis Hemolisis
3 % Krenasi Krenasi Isotonis Isotonis
4 % krenasi krenasi krenasi krenasi
Koefisien Isotonis
D.Pembahasan
Praktikum ini digunakan larutan NaCl dan glukosa dengan beda konsentrasi, yaitu 0,1
%, 0,2 %, 0,5 %, 0,9 %, 1,2 %, 1,5 %, 3 %, dan 4 %. Tujuan digunakannya larutan NaCl dan
glukosa dengan berbagai beda konsentrasi adalah untuk mengetahui eritrosit mengalami
hemolisis dan krenasi. Berdasarkan praktikum ini, bentuk sel eritrosit mengalami perubahan
bentuk sesuai dengan penambahan konsentrasi larutan NaCl dan glukosa. Pada konsentrasi
0,1 % hingga konsentrasi 1,2 %, eritrosit mengalami hemolisis. Hal ini disebabkan karena
cairan di luar sel yaitu NaCl berdifusi ke dalam eritrosit yang menyebabkan perbedaan
potensial air yang potensial air dari NaCl lebih tinggi dibandingkan potensial air pada
eritrosit. Jumlah air yang masuk ke dalam eritrosit semakin bertambah melampaui daya
tampung dari sel darah merah. Hal ini menyebabkan membran sel darah merah yang
bersifat selektif permeabel itu pecah sehingga sitoplasma dari eritrosit keluar. Hal ini
mempermudah molekul air dan ion Cl dari larutan NaCl untuk masuk ke dalam sel darah
sehingga menyebabkan sel darah merah saling merapat dan akhrnya pecah kaarena tekanan
dari molekul air dan ion. Pecahnya sel darah merah mebuat sel tampak pucat dan terlihat
agak bening.
Glukosa juga mengalami hemolisis. Hemolisis yang disebabkan oleh glukosa terjadi
dari konsentrasi 0,1 % hingga 1,5 %. Pada glukosa, konsentrasi 1,5 % masih dianggap terlalu
rendah bagi eritrosit sehingga glukosa di medium dapat masuk ke dalam sel eritrosit
sedangkan pada NaCl konsentrasi yang sama yaitu 1,5 %, eritrosit mengalami isotonis. Pada
NaCl dengan konsentrasi 3 % - 4 %, eritrosit mengalami krenasi. Sedangkan pada larutan
glukosa, eritrosit mengalami krenasi pada konsentrasi glukosa 4 %. Krenasi ini disebabkan
karena konsentrasi larutan glukosa dan NaCl lebih pekat dibandingkan konsentrasi di dalam
eritrosit atau karena akibat tekanan osmotik di dalam sel lebih besar dibandingkan dengan
di luar sel.
Peristiwa hemolisis dan krenasi yang terjadi tidak lepas dari peran proses osmosis.
Kerusakan pada membran sel darah merah dikarenakan digunakan medium yang hipotonis
dan hipertonis ke dalam darah. Apabila medium bersifat hipotonis (penambahan NaCl),
larutan dari luar akan masuk ke dalam eritrosit sehingga eritrosit menggembung melebihi
kemampuan dari sel dan akhirnya pecah karena larutan masuk melalui membran eritrosit
yang selektif permeabel. Sedangkan untuk krenasi, pada umumnya terjadi karena sel darah
merah diletakkan di dalam medium yang lebih hipertonis terhadap isi di dalam sel darah
merah. Hal ini menyebabkan isi sel keluar menuju ke medium, sehingga sel menjadi
mengkerut. Hemolisis yang disebabkan oleh perbedaan tekanan osmotik isi sel dengan
mediumnya disebut hemolisis osmotik. Jenis hemolisis yang lain adalah hemolisis kimiawi
yang disebabkan oleh substansi kimia dalam merusal sel darah merah.
Sebaliknya dari proses hemolisis, ada proses krenasi, yaitu peristiwa mengkerutnya
membran sel akibat keluarnya air dari dalam eritrosit. Krenasi dapat terjadi apabila eritrosit
dimsukkan ke dalam medium yang hipertonis terhadap isis eritrosit, misalanya untuk
eritrosit hewan homoioterm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,9 % NaCl,
sedangkan untuk eritrosit hewan poikiloterm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,7
% yang dapat merusak membran eritrosit (termasuk membran sel yang lain) antara lain
kloroform, aseton, alcohol, benzena, dan eter
Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa eritrosit memiliki
toleransi yang berbeda-beda terhadap NaCl dan Glukosa pada berbagai seri konsentrasi.
Pada NaCl dengan konsentrasi NaCl sebesar 0,1 % - 1,2 %, eritrosit mengalami hemolisis
karena larutan NaCl lebih hipotonis terhadap sel. Pada konsentrasi NaCl 1,5 %, eritrosit
mengalami isotonis karena konsentrasi larutan sama dengan konsentrasi dalam sel. Pada
konsentrasi 3 % - 4 %, eritrosit mengalami krenasi karena NaCl lebih hipertonis
dibandingkan sel. Kemudian pada Glukosa, pada larutan glukosa dengan konsentrasi 0,1 %
hingga 1,5 % eritrosit mengalami hemolisis. Pada larutan glukosa dengan konsentrasi 3 %,
eritrosit mengalami isotonis, padahal pada NaCl dengan konsentrasi yang sama eritrosit
mengalami krenasi.
Daftar pustaka
A. Pengaruh pemberian larutan isotonik, hipertonik dan hipotonik pada sel darah merah.
Larutan isotonik adalah larutan yang mempunyai konsentrasi terlarut sama dengan zat pelarutnya. Sel yang terletak pada larutan isotonik, maka volumenya akan konstan. Dalam hal ini, sel akan mendapat dan kehilangan air yang sama.
Larutan hipertonik adalah larutan yang mempunyai konsentrasi terlarut tinggi. Pada larutan hipertonik, sebagian besar molekul air terikat/tertarik ke molekul terlarut, sehingga hanya sedikit molekul air yang bebas dan bisa melewati membran. Jika sel berada pada larutan hipertonik, maka sel banyak kehilangan molekul air, sehingga sel menjadi kecil dan dapat menyebabkan kematian.
Larutan hipotonik adalah larutan dengan konsentrasi terlarut rendah. Pada larutan hipotonik, memiliki lebih banyak molekul air yang bebas (tidak terikat oleh molekul terlarut), sehingga lebih banyak molekul air yang melewati membran. Jika sel terdapat pada larutan yang hipotonik, maka sel tersebut akan mendapatkan banyak air, sehingga bisa menyebabkan lisis (pada sel hewan), atau turgiditas tinggi (pada sel tumbuhan).
Dalam praktikum ini, kami akan melihat pengaruh dari larutan isotonik, hipertonik, dan hipotonik pada sel darah merah yang akan diteliti melalui mikroskop.
Hemolisis sel darah merah
Tujuan :
Untuk menunjukkan pengaruh larutan hipertonik dan hipotonik terhadap membran sel darah
merah.
Teori singkat :
Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas ke dalam
medium sekelilingnya (plasma). Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain
penambahan larutan hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan permukaan membran
eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam
sirkulasi darah dll. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan
larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan lrt. NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit
melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila
membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan
pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit
berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar
eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan
cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma).
Bahan :
1. suspensi darah2. NaCl 2 %
Cara kerja :
Tabel 1. Konsentrasi NaCl
Tabel 2. Hemolisis sel darah merah
Kesimpulan :
Tabung 8 sebagai kontrol dianggap sebagai larutan isotonis.
Tabung 7 sampai 1 semakin hipotonis.warnanya semakin jernih.Hal itu menandakan
terjadinya hemolisis.
Tabung 9 sampai 10 semakin hipertonis.Secara makroskopis tidak terlihat perbedaan yg
berarti dibanding tabung 8.Namun,secara mikroskopis dpt terlihat adanya sel-sel darah
merah yg mengkerut.
4. Pengaruh zat kimia (demonstrasi)
Tujuan :
Menunjukkan bahwa sel darah merah dapat mengalami lisis dalam pelarut organik.
Teoi Singkat :
Dinding sel darah merah adalah suatu lipoprotein. Lemak merupakan pelarut organik. Dalam
pelarut lemak, dinding ini akan larut, sehingga bila sel darah merah dimasukkan dalam pelarut lemak
akan terjadi hemolisis. Oleh karena itu, lemak termasuk larutan hipotonis karena dapat membuat sel
darah merah menjadi lisis.
Bahan :
1. suspensi darah
2. NaCl 0,9 %
3. Kloroform
4. Eter
5. Aseton
6. Toluen
7. Etanol
Cara kerja :
1. Ke dalam 6 tabung reaksi masukkan setiap 10 mL larutan NaCl 0,9 %.
2. Tabung pertama digunakan sebagai control dan pada ke 5 tabung lainnya tambahkan setiap
2 tetes kloroform, eter, aseton, toluen dan etanol secara berurutan.
3. Tambahkan ke dalam tiap tabung 2 tetes suspensi darah, biarkan selama setengah jam.
Perhatikan warna yang terbentuk dan bandingkan dengan kontrol.
Ket: + = banyak sedikitnya hemolisis yang terjadi
- = tidak terjadi hemolisis
Kesimpulan :
Pelarut organik dapat membuat sel darah merah mengalami lisis. Setiap pelarut organic
memiliki kecepatan daya lisis yang berbeda-beda. Pada percobaan yang kami lakukan pelarut
organik yang melisis sel darah merah paling cepat adalah eter. Yang kedua adalah aseton. Yang
ketiga adalah toluen. Yang keempat adalah alKohol. Yang kelima kloroform.