bahan elka dasar bab i-iv
DESCRIPTION
bahan ajarTRANSCRIPT
1919
Gambar 1.1 Gelombang AC
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
BAB I
KONSEP ARUS DAN TEGANGAN LISTRIK
Pada bagian ini akan dibahas tentang arus dan tegangan listrik secara
singkat sebagai langkah awal memhami komponen dan rangkaian elektronika
telekomunikasi secara umum, yang meliputi arus dan tegangan bolak-balik
(Alternating Current) AC serta arus dan tegangan searah (Direct Current) DC.
1.1 Tegangan AC (Alternating Current)
Penjelasan secara grafik tentang arus dan tegangan AC dapat dilihat pada
gambar 1.1
Pada gambar 1.1 Gelombang AC terdapat tiga parameter penting yaitu :
a. Amplitude atau tegangan listri (V) dengan satuan volt.
b. Perioda (T) dengan satuan detik atau F=1/T dengan satuan Herz (Hz).
c. Sudut fasa dengan satuan derajad.
Tegangan AC pada wilayah arus kuat bersumber dari jala-jala listrik
PLN atau pembangkit listrik lain misalnya mesin disel. Tegangan listrik AC
yang dimaksudkan biasanya digunakan sebagai sumber daya listrik penggerak
atau penerangan dengan nilai amplitude pada kisaran ratusan volt, misalnya 220
Vac. Sedangkan tegangan AC pada wilayah arus lemah khususnya pada bidang
Elektronika Telekomunikasi nilai amplitudenya pada kisaran milivolt (mV)
sampai satuan volt yang digunakan sebagai sinyal masukan pada sistem
elektronika yang dibangkitgan dari generator fungsi atau osilator.
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Fungsi tegangan AC pada wilayah arus kuat, selain digunakan sebagai
sumber daya AC, juga digunakan sebagai sumber daya DC dengan proses
penyearahan gelombang yang akan dibahas kemudian pada bahasan penyearah.
Beberapa variasi bentuk gelombang AC dapat dilihat pada gambar 1.2
Gambar 1.2 Variasi bentuk tegangan AC
1.2 Tegangan DC (Direct Current)
Gambar 1.3 Tegangan DC
Komponen Elektronika Dasar → JTD
Amplitude
t
- X V
0
+X V
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Tegangan dan arus DC adalah tegangan searah, menempati satu posisi
saja terhadap sumbu nol, yaitu pada posisi positif terhadap sumbu nol atau
negatif terhadap sumbu nol dan mempunyai nilai konstan terhadap waktu. Hal
ini bisa dilihat pada gambar 1.3.
1.3 Hukum Ohm
Seluruh nilai tegangan dan arus listrik dapat diatur levelnya
menggunakan “kwadran” Hukum Ohm seperti ditunjukkan pada gambar. 1.4
WWW. Electroniclab.com
Gambar 1.4 (Hukum Ohm)
Dengan :
V = Tegangan listrik (Volt)
I = Arus listrik (Amper)
R = Resistansi atau beban (Ohm)
P = Daya (Watt)
Pada gambar 1.3 dapat dilihat hubungan antara tegangan, arus, resistansi
dan daya yang saling mepengaruhi. Hal ini akan terjadi hanya jika empat unsur
listrik tersebut berada pada suatu rangkaian tertutup /close loop seperti pada
gambar 1.4. Berapa besarnya nilai arus yang mengalir (I) tergantung nilai
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
tegangan ( V ) dan resistansi ( R) dalam rangkaian sesuai dengan ketentuan
hukum ohm.
Khusus masalah resitansi akan dibahas pada bagian tersendiri, karena
resitansi dalam sebuah rangkaian elektronika bisa berupa resistor murni dengan
simbol (R) atau resistansi dalam sebuah sistem yang dikenal sebagai impedansi
dengan simbol (Z).
Gambar. 1.5 ( Rangkaian tertutup / Close loop)
Contoh :
1. Dalam sebuah rangkaian tertutup pada Gb. 1.5 disediakan tegangan
sebesar 12 Vdc dan resistor 12k ohm.
Berapa arus yang mengalir pada rangkaian dan daya yang harus
disediakan oleh sumber tegangan tersebut ?.
Solusi :
Sesuai hukum ohm pada Gb.1.3 I=V/R, arus yang mengalir
adalah sebesar I= 12V/ 12000 ohm = 1 mA.
Daya yang harus disediakan oleh sumber adalah :
P = V x I sehingga P = 12V x 1 mA = 12 Watt.
Komponen Elektronika Dasar → JTD
Note :RL (Resistance Load) bisa berupa resistor murni, lampu atau sistem rangkaian elektronika lain.
1919
DC
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
2. Sebuah radio pemancar memerlukan catu daya atau tegangan 13,8 Volt
dan arus 5 Amper, gambarkan susunan rangakaian sistem pemancar dan
catu dayanya serta berapa daya yang harus disediakan? .
Solusi :
Daya yang harus disediakan :
P = V x I sehingga P = 13.8V x 5 Amper = 69 Watt
3. Carilah contoh lain yang menggambarkan hubungan antara sumber
tegangan dan peralatan elektronik, sehingga jika keduanya dihubungkan
dalam suatu rangkaian close loop akan terjadi aliran arus dalam
rangkaian. Hitung kebutuhan tegangan, daya dan arusnya.
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
BAB II
KOMPONEN ELEKTRONIKA PASIF
Pada bagian ini akan dibahas tentang beberapa komponen elektronika
dasar yang merupakan bagian penting pembentuk sistem rangkaian pengolah
sinyal AC ataupun DC. Scara umum komponen elektronika dikelompokkan
menjadi dua bagian yaitu:
Komponen pasip terdiri dari resistor, Capasitor, Induktor dan sejenisnya.
Komponen aktip yang terdiri dari transistor, Op-Amp dan sejenisnya.
2.1 Resistor
Resistor adalah komponen elektronika pasif yang berfungsi sebagai penahan,
pembagi arus dan tegangan listrik. Jenis resistor sangat beragam ditinjau dari bahan
pembentuknya dan nilai parameternya. Dua parameter utama resistor antara lain :
1. Nilai resistansin (Ω)
2. Nilai disipasi daya (Watt)
Dari nialai resistansinya, resistor dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu :
1. Resistor dengan nilai resistansi tetap
2. Resistor dengan nilai resistansi Variable
2.1.1 Resistor tetap
Resistor secara umum disimbolkan seperti gambar 2.1 dan gambar
komponen secara riil pada gambar 2.2.
Gambar 2.1 Simbol resistor
Komponen Elektronika Dasar → JTD
a. Resistor tetap
b.Resistor variabel
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Gambar 2.2 gambar resistor secara riil
Konstruksi dalam resistor bisa dilihat pada gambar 2.3
Gambar 2.2 gambar konstruksi dalam resistor
Komponen Elektronika Dasar → JTD
a. Resistor dari bahan karbon
b. Resistor dari bahan lilitan kawat
b. Resistor dari bahan lilitan kawat
a. Resistor dari bahan karbon
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Niliai resistansi sebuah resistor, tertulis pada fisiknya. Untuk resistor dari
bahan karbon nialai resistansinya ditulis dalan bentuk kode warna, untuk
resistor dari bahan lilitan kawat nialai resistansinya ditulis dalam bentuk angka,
seperti terlihat pada gambar 2.1
Tabel 2.1 Kode warna resistor.
Warna Angka Faktor pengali Toleransi
Hitam 0 100 1 %
Coklat 1 101 2 %
Merah 2 102 2 %
Jingga 3 103 -
Kuning 4 104 -
Hijau 5 105 -
Biru 6 106 -
Ungu 7 107 -
Abu-abu 8 108 -
Putih 9 109 -
Emas - 10-1 5 %
Perak - 10-2 10 %
Polos - - 20 %
Note : Cincin 1-2 adalah angka pertama dan ke dua Cincin 3 faktor pengali Cincin 4 toleransi
Untuk memudahkan pembacaan kode cincin warna pada resistor, dapat
digunakan tabel 2.1.
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Contoh :
1. Sebuah resistor dengan kode warna kuning, ungu, merah dan emas, maka
resistor tersebut mempunyai nilai resistansi 4700Ω atau 4k7Ω dengan
nilai toleransi 5%.
2. Sebutkan warna dari resistor : 2k7Ω, 47kΩ, 56Ω, 56kΩ, 1MΩ
Niali resistansi resitor yang ada di pasaran sangat terbatas, yaitu hanya
sejumlah pada standat nilai E-12 dan E-24 seperti pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Standart nilai resistor
E-12 E-24
1,0 3,3 1,0 1,8 3,3 5,6
1,2 3,9 1,1 2,0 3,6 6,2
1,5 4,7 1,2 2,2 3,9 6,8
1,8 5,6 1,3 2,4 4,3 7,5
2,2 6,8 1,5 2,7 4,7 8,2
2,7 8,2 1,6 3,0 5,1 9,1
Untuk mendapatkan nilai resistansi di luar nilai standart E-12 dan E24 dapat
digunakan cara menyusun resistor secara serial atau pararel seperti gambar 2.3 a
dan 2.3 b
Gambar. 2.3 Susunan resistor
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Nilai resistansi untuk :
Serial R(a-b) = R1 + R2 ....................................................................... 2.1
Pararel =
atau ....................... 2.2
Contoh :
1. Untuk nilai resistansi 3kΩ, diperlukan 2 resistor 1k5Ω yang disusun
secara seri sebagai berikut dengan R1=R2=1k5Ω .(gunakan pers. 2.1)
2. Untuk nilai resistansi 750Ω, diperlukan2 resistor 1k5Ω yang disusun
secara pararel R1=R2=1k5Ω. (gunakan pers. 2.2).
3. Hitung berapa resistansi total (Ra-b) dari gambar rangkaian resistor
berikut:
Jika R1 = 15 kΩ , R2 = 33kΩ, R3 = 18kΩ dan R4 = 39kΩ
Resistor Variabel
Resistor variabel merupakan jenis resistor yang nilaia resistansinya
dapat dirubah. Perubahan nilai resistansi tersebut bisa disebabkan karena
mekanis (Potensio meter), optic ( LDR), ataupun temperatur (PTC dan
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
NTC). Pada gambar 2.4 memperlihatkan betuk fisik dari komponen
tersebut.
a. Jenis-jenis potensio meter
b. Ligth Dependent Resistor (LDR)
c.
.
c. Positif temperatur coefisien ( PTC) dan NTC
Gambar 2.4 Betuk fisik resistor variabel.
Setiap resistor, selain memiliki nilai resistansi juga memiliki nilai disipasi
daya. Nialai tersebut biasanya dituliskan pada fisik komponen untuk
resistor dari bahan lilitan kawat, untuk resistor dari bahan karbon
dibedakan dari ukuran fisik seperti terlihat pada gambar 2.5
Gambar 2.5 Betuk fisik variasi disipasi daya resistor karbon.
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Fungsi resistor
Fungsi utama resistor dalam rangkaian tertutup adalah untuk merubah
tegangan menjadi arus atau sebaliknya, juga sebagai bembagi tegangan
dan arusn dengan persamaan 2.3 dan 2.4 sesuai “Hukum Kircof”
tegangan dan arus listrik yaitu :
1. Arus yang mengalir pada rangkaian seri memiliki nilai sama.
2. Dalam sebuah rangkaian, jumlah arus yang masuk sama dengan
jumlah arus yang keluar percabangan.
3. Tegangan listik dalam rangkaian seri nilainya terbagi sesuai nilai
resistansinya, untuk rangkaian pararel nilai tegangannya sama.
Resistor sebagai pembagi tegangan :
VR1 = ............................................................... 2.3
Resistor sebagai pembagi arus :
IR1 = ............................................................ 2.4
Contoh :
1. Pada gambar berikut hitung arus dan tegangan :
a. I total yang mengalir pada rangkaian.
b. I ac, Icb, Vac, Vcb.
c. P (daya) pada Rac dan Rcb
Solusi :
1a. I total =
1b. I total = I Rac = I Rcb,
VRac = =
Vcb = Vs – VRac = 12V – 3V = 9V
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
1c. Ptot = P Rac + P Rcb
= ( I tot x VRac ) + ( I tot x V Rcb ) = 0,3mW + 2,7mW = 3mW
2. Amati gambar berikut dengan nilai R dan tegangan sumbernya :
a. Hitung berapa I, V dan P masing-masing resistor.
b. Hitung berapa I dan P yang harus disediakan oleh sumber.
2.1.4 Sifat resistor pada frekwensi tinggi
Sebuah resistor pada frekwensi tinggi mengalami perubahan karak
teristik intrinsik, hal ini disebabkan munculnya sifat capasitif (Cp) dan
induktansi parasitik (Ls), sehingga tidak lagi bersifat resistif murni, hal ini
bisa dilihat pada gambar.2.6
Gambar. 4.6 Rangkaian setara sebuah resistor
Ls adalah induktansi setara dan Cp adalah capasitansi pararel setara yang
muncul saat resistor dalam rangkaian dioperasikan pada frekwensi tinggi,
hal ini mengakibatkan sifat resistif dari resistor akan dibatasi oleh
frekwensi yang digunakan, nilai resistansi dan bahan pembentuk resistor
atau bisa disebut resistor mempunyai daerah opersi frekwensi tertentu.
Pada frekwensi tertentu bersifat capasitif dan frekwensi yang bersifat
induktif. Resistor dari bahan karbon dan film karbon dapat digunakan
hingga frekwensi 50 Mhz, sedangkan resistor dari bahan lilitan kawat
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Tabel 2.2 Konstanta bahan dielektrik
Bahan Dielektrik Konstanta (k)
Udara vakum 1
Aluminium oksida 8
Keramik 100-1000
Gelas 8
Polyethylene 3
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
hanya dapat digunakan utuk frekwensi pada orde ratusan KHz, karena sifat
induktifnya terlalu besar.
2.2 Kapasitor
Kapasitor meupakan komponen pasif yang dibuat untuk mendapatkan
kapasitansi muatan liatrik tertentu. Kapasitor tersusun dari dua buah
lempeng logam sejajar yang dipisahkan oleh bahan isolator (Sutrisno,
2009) ,seperti ditunjukkan pada gambar 2.7, dengan nilai kapasitansi :
……………………………………………… 2.5
Dengan : C = Kapasitansi Ke = Konstanta dielektrik ɛo = Permitivitas vakum A = Luas plat
D = Jarak plat
Nilai konstanta bahan dielektrikum ditunjukkan pada tabel 2.2.
Gambar. 2.7 Konstruksi sebuah kapasir
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Secara fisik kapasitor dibedakan menjadi dua bagian, kapasitor dengan
nilai tetap dan variabel. Untuk kapasitor dibedakan menjadi kapasitor polar dan
non polar. Bentuk konstuksi capasitor secara umum diperlihatkan pada gambar
2.8
Bambar 2.8 (a) Capasitor bentuk tabung (b) Capasitor Bentuk pipih Ada beberapa jenis capasitor yang dibuat oleh pabrik, jenis-jenis tersebut
dibedakan oleh bahan elektrode yang dipakai, antara lain :
2.2.1 Kapasitor dengan niai tetap
a. Electrolytic Capacitor
Gambar 2.9 Electrolytic Capacitor
Kelompok kapasitor electrolytic terdiri atas kapasitor-kapasitor yang
bahan dielektriknya adalah lapisan metal-oksida. Elektrode kapasitor ini terbuat
alumunium yang menggunakan membran oksidasi tipis. Umumnya kapasitor
Komponen Elektronika Dasar → JTD
(a) (b)
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
yang termasuk kelompok ini adalah kapasitor polar dengan tanda (+) dan( - ) di
badannya. Untuk mendapatkan permukaan yang luas, bahan plat Aluminium ini
biasanya digulung radial. Sehingga dengan cara itu dapat diperoleh kapasitor
yang kapasitansnya besar.Biasanya jenis kapasitor ini digunakan pada rangkaian
power supply, low pass filter, dan rangkaian pewaktu. Kapasitor ini tidak bisa
digunakan pada rangkaian frekuensi tinggi karena konsktruksi logam
didalamnya berbentuk lilitan (koil) .
b. Capacitor Tantalum
Gambar 2.10 Capacitor Tantalum
Capasitor jenis ini pada gambar 2.9 merupakan jenis electrolytic
capacitor yang elektrodenya terbuat dari material tantalum . Komponen ini
memiliki polaritas, cara membedakannya dengan mencari tanda (+) yang ada
pada tubuh kapasitor, tanda ini menyatakan bahwa pin di bawahnya memiliki
polaritas positif. Karakteristik temperatur dan frekuensi lebih bagus daripada
electrolytic capacitor yang terbuat dari bahan alumunium.
c. Kapacitor kramic
Gambar 2.11 Capacitor keramic
Kapasitor kramik menggunakan bahan titanium acid barium untuk
dielektrik- nya. Karena tidak dikonstruksi seperti lilitan (koil) maka komponen
ini dapat digunakan pada rangkaian frekuensi tinggi. Untuk perhitungan-
perhitungan respons frekuensi dikenal juga satuan faktor qualitas Q (quality
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
factor) yang tak lain sama dengan 1/DF. Biasanya digunakan untuk
melewatkan sinyal frekuensi tinggi menuju ke ground. Kapasitor ini tidak
baik digunakan untuk rangkaian analog, karena dapat mengubah bentuk
sinyal. Jenis ini tidak mempunyai polaritas dan hanya tersedia dengan nilai
kapasitor yang sangat kecil dalam orde sa uan nano-pico farad (pf).
d. Capacitor Multilayer Ceramic
Gambar 2.8 Multilayer Ceramic Capacitor
Bahan material untuk kapasitor ini sama dengan jenis kapasitor
keramik, bedanya terdapat pada jumlah lapisan yang menyusun dielektriknya.
Pada jenis ini dielektriknya disusun dengan banyak lapisan atau biasanya
disebut dengan layer dengan ketebalan 10 sampai dengan 20 µm dan pelat
elektrodenya dibuat dari logam yang murni. Selain itu ukurannya kecil dan
memiliki karakteristik suhu yang lebih bagus daripada kapasitor keramik,
biasanya jenis ini baik digunakan untuk aplikasi atau melewatkan frekuensi
tinggi menuju tanah.
e. Polyester Film Capacitor
Gambar 2.11 Kapacitor Polyester Film
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Dielektrik pada kapasitor ini terbuat dengan polyester film. Mempunyai
karakteristik suhu yang lebih bagus dari pada semua jenis kapasitor di atas.
Dapat digunakan untuk frekuensi tinggi. Biasanya jenis ini digunakan untuk
rangkaian yang menggunakan frekuensi tinggi, dan rangkaian analog. Kapasitor
ini biasanya disebut milar dan mempunyai toleransi sebesar ±5% sampai ±10%.
Ada beberapa kapasitor sejenis milar seperti Polypropylene Capacitor,
Kapasitor Mika, Polystyrene Film Capacitor.
2.2.2 Kapasitor dengan niai Variabel
a. Trimmer Capacitor
Gambar 2.14 Trimmer Capacitor
Kapasitor jenis disamping menggunakan keramik atau plastik
sebagai bahan dielektriknya. Nilai dari kapasitor dapat diubah–ubah dengan
cara memutar sekrup yang berada diatasnya.
b. Tuning Capacitor
Gambar 2.15 Tuning Capacitor
Kapasitor ini disebut sebagai Varco, biasanya digunakan sebagai pemilih
gelombang pada radio. Jenis dielektriknya menggunakan udara. Nilai
kapasitansinya dapat diubah dengan cara memutar gagang varco.
Nilai Kapasitor
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Nilai kapasitor biasanya ditulis pada fisiknya dalam bentuk angka
misalnya 1 uF atau 100.000 uF untuk kapasitor jenis tantalum dan elektrolit
(polar), kode angka atau warna misalnya 102 berarti 1nF atau 103 berarti 10 nF
untuk kapasitor jenis Polypropylene Capacitor, Kapasitor Mika, Polystyrene
Film Capacitor (non polar). Seperti halnya pada resistor, tidak semua nilai
kapasitor yang diperlukan ada di pasaran, sehingga untuk mendapatkan suatu
nilai capasitor digunakan susunan kapasitor serial atau pararel seperti pada
gambar 2.16
Gambar 2.16 Susunan kapasitor seri
1/Ctot = 1/C1+1/C2+1/C3 ............................................................................. 2.6
Gambar 2.17 Susunan kapasitor pararel
C = C1 + C2 + C3 ......................................................................................... 2.7
Karakteristik Kapasitor
Kapasitor mika mampu menerima tegangan sampai ribuan volt pada rangkaian
frequency tinggi. Kapasitor untuk rangkaian frekuensi tinggi electron-elektron
harus mengisi plat-plat logam dan mengisi dielektrikumnya.
Pada saat arus berubah arah electron-elektron harus meningkatkan dielektrikum.
Perubahan arah arus yang terjadi pada kapasitor terhalangi oleh rintangan yang
disebut hysterisis kapasitif.
Sifat-sifat kapasitor pada umumnya :
a. Terhadap tegangan dc merupakan hambatan yang sangat besar.
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
b. Terhadap tegangan ac mempunyai resistansi yang berubah-ubah sesuai
dengan frequencykerja.
c. Terhadap tegangan ac akan menimbulkan pergeseran fasa, dimana arus
900 mendahului tegangannya.
Resistansi dari sebuah kapasitor terhadap tegangan ac disebut reaktansi.
Disimbolkan dengan Xc, besarnya reaktansi kapasitor ditulis dengan rumus :
…………………………………………………………..
2.8
Dengan : Xc = Reaktansi kapasitif (ohm)
f = frekuensi kerja rangkain dalam satuan hertz
c = kapasitansi (farad)
2.3 Induktor
Sebuah induktor atau reaktor adalah komponen elektronika pasif yang
dapat menyimpan energi dalam bentuk medan magnet yang timbul karena arus
listrik yang melintasinya. Kemampuan induktor untuk menyimpan energi
magnet ditentukan oleh induktansinya dalam satuan Henry. Biasanya sebuah
induktor tersusun dari kawat penghantar yang dibentuk menjadi kumparan.
2.3.1 Fungsi Induktor
1. Penyimpan arus listrik dalam bentuk medan magnet
2. Menahan arus bolak-balik/ac
3. Meneruskan/meloloskan arus searah/dc
4. Sebagai penapis (filter)
5. Sebagai penala (tuning)
2.3.2 Jenis Induktor:
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
1. Fixed coil, yaitu inductor yang memiliki harga yang sudah pasti.
Biasanya dinyatakan dalam kode warna seperti yang diterapkan pada
resistor, dalam satuan mikrohenry (μH) seperti gambar 2.18 a.
2. Variable coil, yaitu inductor yang nilainya dapat diubah, contohnya
adalah coil yang digunakan dalam radio, seperti gambar 2.18 b.
3. Choke coil (kumparan redam), yaitu coil yang digunakan dalam teknik
sinyal frekuensi tinggi, seperti gambar 2.18 c.
(a) Induktor tetap (b) Induktor variabel (c) RFC
Gambar 2.18 Induktor
2.3.3 Bahan Induktor
Sebuah induktor biasanya dikonstruksi sebagai sebuah lilitan dari bahan
penghantar, biasanya kawat tembaga yang digulung pada inti berupa udara, besi
atau bahan feromagnetik seperti gambar 2.19. Induktor frekuensi rendah
biasanya dibuat menggunakan baja laminasi untuk menekan arus eddy. Ferit
lunak biasanya digunakan sebagai inti pada induktor frekuensi tingi,
dikarenakan ferit tidak menyebabkan kerugian daya pada frekuensi tinggi seperti
pada inti besi, disamping itu ferit mempunyai lengkung histeresis yang sempit
dan resistivitasnya yang tinggi untuk mencegah arus eddy. Induktor dibuat
dengan berbagai bentuk, sebagian besar dikonstruksi dengan menggulung kawat
tembaga email disekitar bahan inti. Beberapa induktor mempunyai inti yang
dapat diubah letaknya, yang memungkinkan pengubahan induktansi.
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Gambar 2.19 Induktor
2.3.4 Faktor Q
Sebuah induktor ideal tidak menimbulkan kerugian terhadap arus yang
melewati lilitan. Tetapi, induktor pada umumnya memiliki resistansi lilitan dari
kawat yang digunakan untuk lilitan. Karena resistansi lilitan terlihat berderet
dengan induktor, ini sering disebut resistansi deret. Resistansi deret induktor
mengubah arus listrik menjadi tegangan, yang menyebabkan pengurangan
kualitas induktif. Faktor kualitas atau “Q” dari sebuah induktor adalah
perbandingan reaktansi induktif dan resistansi deret pada frekuensi tertentu, dan
ini merupakan efisiensi induktor. Semakin tinggi faktor Q dari induktor,
induktor tersebut semakin mendekati ideal.
Faktor Q dari sebuah induktor dapat diketahui dari rumus berikut, dimana R
merupakan resistansi internal dan adalah resistansi induktif pada resonansi:
....................................... 2.9
Dengan menggunakan inti feromagnetik, induktansi dapat ditingkatkan untuk
jumlah tembaga yang sama, sehingga meningkatkan faktor Q. Inti juga
memberikan kerugian pada frekuensi tinggi. Bahan inti khusus dipilih untuk
hasil terbaik pada jalur frekuensi tersebut. Pada VHF atau frekuensi yang lebih
tinggi, sebaiknya digunakan inti udara.
2.3.5 Susunan Induktor
Induktor dalamsusunan pararel memiliki beda potensial yang sama. Untuk
menemukan induktansi ekivalen total (Leq):
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
................................................ 2.10
Arus dalam induktor susunan seri adalah sama, tetapi tegangan yang
membentangi setiap induktor bisa berbeda.
......................................... 2.11
Hubungan tersebut hanya benar jika tidak ada kopling magnetis antar kumparan.
3 Energi yang tersimpan dalam Induktor
Energi yang tersimpan di induktor ekivalen dengan usaha yang dibutuhkan
untuk mengalirkan arus melalui induktor, dan juga medan magnet:
................................................ 2.12
Dimana L adalah induktansi dan I adalah arus yang melalui induktor.
2.4. Komponen Penunjang
Dari komponen elektronika pasif yang telah dipaparkan, Resistor, kapasitor dan
induktor ada beberapa komponen penunjang dalam sistem elektronika antara
lain :
2.4.1 Switch/Saklar Fungsi : Memutus dan menyambungkan jalur rangkaian, sehingga arus
berhenti atau mengalir dalam rangkaian.
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
(a) (b)
Gambar 2.20 Saklar(a) Simbol (b) Gambar benda
2.4.2 Relay
Fungsi : Memutus dan menyambungkan jalur rangkaian seperti saklar, tapi
digerakkan oleh arus melalui kumparan, sehingga menimbulkan
medan magnet yang akan menggerakkan saklar dalam relay.
(a) (b)
Gambar 2.21 Relay (a) Simbol (b) Gambar benda
2.4.3 Transformator (Trafo)
Trafo adalah komponen elektronika pasif yang tersusun dari dua
kumparan kawat primer dan sekunder yang dililitkan pada satu inti besi
seperti terlihat pada gambar 2.22. Salasatu fungsi travo adalah merubah
level tegangan AC dari tinggi ke rendah atau sebaliknya (step up/step
down) dengan cara induksi magnetik
(a) (b)
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Gambar 2.22 Relay (a) Simbol (b) Gambar benda
Ada beberapa jeni strafo dengan fungsi yang berbeda antara lain :
2.4.4 Kabel
. Bahan utama sebuah kabel adalah tembaga, tapi umumnya tembaga yg
tersedia tidak murni. Akibat yang akan timbul dari tembaga tak murni
adalah, mudah teroksidasi jika terjadi kontak dengan udara.
Untuk menghindarinya, beberapa pabrik pembuat kabel memberi label
OFC atau Oxygen Free Cable. Artinya kabel itu memiliki pembungkus
yang sangat baik sehingga oksigen tidak dapat masuk sampai ke bagian
tengah kabel. Untuk menghindari oksidasi, pabrik melapisi tembaga
dengan seng.
Perkembangan teknologi telekomunikasi menuntut peningkatan
kecepatan pengiriman data, sehingga data yang semula berbentuk energi
listrik dirubah dalam bentuk cahaya. Oleh karena itu media saluran yang
digunakan disesuaikan ke bahan fiber optic. Beberapa struktur, jenis,
kegunaan dan karakteristik kabel tembaga dapat dilihat pada gambar 2.23,
sedangkan untuk bahan fiber optik pada gambar 2.24.
(a) Konsuksi kabel coaxial (b) Jenis kabel coaxial
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
(c) Efek resistif, Induktif dan capasitif RF pada kabel coaxial
(d) Redaman pada beberapa jenis kabel coaxial
(e) Kabel RF (f) Kabel Jaringan Komputer/ UTP
Gambar 2.23 Jenis dan karakteristik kabel
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
2.4.5 Kabel fiber Optik
(a) Struktur kabel serat optic
(b) Pola penyaluran data pada saluran optic
Gambar 2.4 Karakteristik kabel serat optic
2.4.6 Konektor
Conector merupakan komponen penting pada teknik penyambungan
kabel dari bahan tembaga atupun fiber optic, hal ini dikarenakan pada
penggunaan kabel untuk penyaluran frekwensi tinggi mengalami perubahan
karakteristik seperti pada gambar 2.23 c dan d. Untuk mempertahan kondisi
karakteristik pada sambungan kabel diperlukan conektor yang mampu
dilalui sinyal frekwensi tinggi seperti pada gambar 2.25.
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Gambar 2.25 Konector seri SMA
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
BAB III
DIODA
Dioda merupakan komponen elektronika yang hanya bisa mengalirkan
arus listrik satu arah saja, yaitu dari anoda ke katoda, hal ini disebabkan adanya
potensial penghalang (Potential Barrier) pada persambungan PN. Material
pembentuk dioda adalah semi konduktor dari bahan silikon atau germanium tipe
P dan N, seperti terlihat pada gambar 3.1.
(a) Simbol dioda
(b)
(b) Konstruksi dioda
Gambar 3.1 Persambungan P-N
Struktur dalam dioda adalah sambungan semikonduktor tipe P dan N,
yang mengakibatkan munculnya lapisan deplesi pada persambungannya.
Dengan struktur demikian arus hanya akan dapata mengalir dari sisi P menuju
sisi N, jika pada anoda dan katodanya diberikan tegangan maju seperti pada
gambar 3.2 a, Jika anoda dan katodanya diberikan tegangan mundur seperti pada
gambar 3.2 b, maka tidak terjadi aliran arus pada dioda. Sifat khusus dari dioda
inilah yang kemudian melandasi terbentuknya konsep rangkaian penyearah arus
AC menjadi DC.
(a) dioda bias maju (b) dioda bias mundur
Gambar 3.2 Pembiasan dioda
Komponen Elektronika Dasar → JTD
Deplation layer
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
3.1 Parameter Dioda
3.1.1 Tegangan lutut (Knee Voltage)
Dengan memberikan tegangan bias maju (forward) ≥ 0,7 volt untuk
bahan silikon dan ≥ 0,3 volt untuk bahan germanium, arus dioda (ID) akan
mengalir dari anoda ke katoda. Sebaliknya jika diberikan arus mundur (reverse)
dioda tidak dapat mengalirkan arus, sampai beberapa puluh bahkan ratusan volt
baru terjadi breakdown, dimana dioda tidak lagi dapat menahan aliran elektron
yang terbentuk di lapisan deplesi, seperti terlihat pada gambar 3.3.
Gambar. 3.3 (Kurva tegangan forward dn revers dioda)
3.1.2 Tegangan Breakdown
Adalah tegangan ketika pada dioda diberikan tegangan reverse ,
sehingga arus tidak dapat mengalir pada dioda, sampai batas tegangan tertentu
yang dikenal dengan PIV (Peak Inverse Voltage) yang mencapai nilai 100V dan
mengakibatkan rusaknya lapisan deplation, sehingga dioda mengalami
kerusakan (breakdown), seperti pada gambar 3.3.
3.2 Jenis Dioda
Ada beberapa jenis dioda seperti pada gambar 3.4 dan memiliki fungsi yang
beragam.
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Gambar. 3.4 Jenis dioda
3.2.1 Dioda Generic
Dioda generic yang paling umum digunakan sebagai penyearah tegangan
AC dari jala-jala listrik ke tegangan DC yang siap dikonsumsi untuk berbagai
keperluan catu daya. Proses penyearahan AC ke DC dapat dilihat pada gambar
3.5
(a) Penyearah setengah gelombang (b) Penyearah gelombang penuh
(b) Penyearah gel. penuh dengan filter capasitor
(d) gelombang DC murni
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Gambar. 3.5 Proses penyearahan sinyal AC ke DC
3.2.2 Dioda Bridge
Secara bahan, fungsi dan karakteristik dioda bridge sama dengan dioda
generic, bedanya hanya pada dalam satu kemasan dioda bridge tersusun dari
empat dioda generic, seperti terlihat pada gambar 3.6.
(a) Simbol (b) Jenis
Gambar 3.6 Dioda bridge
3.2.3 Dioda Zener
Dioda zener merupakan jenis dioda yang memanfatkan kondisi
breakdown, sehingga pemasangan dioda ini dalam rangkaian, dipasang secara
reverse untuk mendapatkan titik PIV (Peak Inverse Voltage) yang telah
ditentukan oleh pabrik. Dengan adanya PIV pada dioda zener ini, maka
dimungkinkan pembatasan level tegangan yang stabil dalam sebuah sistem
rangkaian elektronika . Contoh rangkaian dan kurva karekteristiknya dapat
dilihat pada gambar 3.7.
(a) Rangkaian dasar dioda zener
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
(b) Kurva karakteristik dioda zener
Gambar 3.7. Dioda zener
3.2.4 Foto Dioda
Pada prinsipnya dioda foto sama dengan dioda biasa, bedanya adalah
arus dioda (Id) pada dioda foto, selain dipengaruhi oleh besarnya tegangan bias
maju, juga dipengaruhi oleh cahaya, sperti pada gambar 3.8.
Gambar 3.8. rangkaian foto dioda
3.2.5 LED
LED adalah singkatan dari Light Emiting Dioda, merupakan komponen yang
dapat mengeluarkan emisi cahaya. LED memiliki strukturnya yang sama dengan
dioda, seperti pada gambar 3.9 dan merupakan produk temuan lain setelah
dioda.
Gambar 3.9 Light Emiting Dioda (LED)
Komponen Elektronika Dasar → JTD
Peak Invers Voltage (PIV)
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
3.2.6 LED 7 Segmen
Komponen tersebut prinsipnya sama dengan LED biasa, tetapi terdiri
dari delapan LED yang disusun dengan konfigurasi 7 LED untuk angka (a-g)
dan satu LED untuk tanda titik, seperti terlihat pada gambar 3.10
Gambar 3.10. 7 Segmen
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
BAB IVTRANSISTOR
Transistor adalah komponen elektronika nonlinier yang tersusun dari
bahan semikondutor tipe P dan tipe N yang disusun seperti dua dioda yang
disusun saling bertolak belakang, biasanya memiliki 3 terminal yaitu Basis,
Colector dan Emitor.
Transistor bersifat sebagai penghantar dengan hantaran (conductivity)
yang dapat diatur, prinsip dasarnya ialah mengatur besaran arus CE dengan arus
IB yang lebih kecil, sehingga transistor bersifat sebagai penguat arus. Ada dua
tipe transistor yang dikenal yaitu transistor NPN dan PNP, dapat dilihat pada
gambar 4.1.
Secara umum transistor terbagi dalam 3 jenis :
1. Transistor Bipolar (BJT)
2. Transistor Unipolar (UJT)
3. Transistor Unijunction
Gambar 4.1. Simbol Transistor (BJT)
Hubungan IB,IC dan IE
IE = IC + IB ……………………………………………………............... 4.1
IC = βDC . IB ……………………………………………………............... 4.2
IE = ( βDC + 1) . IB ………………………………………………............... 4.3
IC = αIE …………………………………………………............... 4.4
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Vcc
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Nilai β berkisar dari 10 sampai 1000, sedangkan α < 14.1 Pembiasan Transistor
Transistor sebagai komponen aktif, dalam proses kerjanya memerlukan catu
daya tegangan DC (bias DC) untuk membentuk tegangan dan arus yang tetap.
Ada beberapa cara pembiasan transistor antara lain :
4.1.1 Fixed Bias
Gambar 4.2 Pembiasan transistor dengan cara self bias
Sehingga didapatkan arus dan tegangan dalam rangkaian sebagai berikut :
IC = VCC – VCE/RC .................................................................... 4.1
IB = (VCC - VBE) / RB ................................................................... 4.2
β = IC/IB ..................................................................................................... 4.3
VCE = VCC - VRC ...................................................................... 4.4
saat IC = 0 VCE = VCC ................................................................... 4.5
VBE = 0,7 Volt
Jika nilai IB divariasikan dengan mengubah-ubah nilai Rb, maka akan
didapatkan kurva karakteristik output transistor seperti gambar 4.3, yang
menghasilkan tiga daerah kerja transistor yaitu: daerah saturasi, daerah aktif,
daerah cut-off. Supaya BJT bisa di-bias dalam daerah linear (daerah aktif),
beberapa syarat berikut harus dipenuhi:
- Junction base-emitter dibias maju (forward bias)
- Junction base-collector dibias mundur (reverse bias)
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Daerah kerja transistor (cut-off, aktif atau saturasi) yang terlihat pada gambar
4.3 ditentukan oleh bias yang diberikan pada masing-masing junction :
Gambar 4.3 Kurva karakteristik output
1. Daerah aktif/daerah linear
- Junction base-emitter dibias maju (forward bias)
- Junction base-collector dibias mundur (reverse bias)
2. Daerah saturasi
- Junction base-emitter dibias maju (forward bias)
- Junction base-collector dibias maju (forward bias)
3. daerah cut-off
- Junction base-emitter dibias mundur (reverse bias)
- Junction base-collector dibias mundur (reverse bias)
Dari gambar 4.2, dapat dianalisa dari arah input dan output seperti terlihat pada
gambar 4.4 yaitu (a) Loop basis-emitter, (b) loop colektor-Emitor :
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
(a) (b)
Gambar. 4.4 Loop emitor-basis dan colektor-Emitor
Dengan hukum Kirchhoff :
Didapatkan persamaaman untuk :
Loop basis-emitter
→ …………………… 4.6
Loop collector-emitter
VCE = VCC – ICRC …………………………… 4.7
Transistor Saturasi
Transistor saturasi jika juction base collector tidak lagi di bias mundur, yaitu
pada saat:
VCE = 0 V ICsat = VCC / RC ........................................... 4.8
Jika pada gambar 4.2 ditambahkan RE seperti gambar 4.5, maka akan didapatkan
persamaan loop yang bebeda
Gambar 4.5. Self bias dengan RE
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Untuk menstabilkan arus loop output, rangkaian bias pada gambar 4.2
ditambahka RE seperti gambar 4.5 , Sehingga didapat persamaan loop yaitu :
Loop Base-Emitter :
→
Loop Collector - Emitter :
VCC = IE . RE + VCE + IC . RC
Saturasi :
ICsat = VCC/(RC+RE)
4.1.2 Bias Umpan Balik
Untuk meningkatkan stabilitas bisa dilakukan dengan memberikan
umpan balik dari collector menuju base atau biasa dikenal self bias seperti
gambar 4.6 .
Gambar 4.6 Bias umpan-balikYaitu pemberian bias pada transistor dengan menggunakan tahanan umpan-balik
(feedback), sehingga didapatkan persamaan tegangan untuk :
loop input ( loop base-emitter) :
VCC – I’C . RC – IB . RB –VBE – IERE = 0
Perhatikan bahwa arus IC yang masuk ke kaki collector berbeda dengan
I’C, dimana :
I’C = IB + IC
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Tapi nilai IB yang jauh lebih kecil bisa diabaikan untuk memperoleh
persamaan yang lebih sederhana (asumsi I’C ≈ IC ≈ βIB dan IC ≈ IE):
VCC – β . IB . RC – IBRB – VBE - βIBRE = 0
VCC – VBE – βIB (RC +RE) – IB . RB = 0 Sehingga :
Loop Output (Loop collector-emitter)
IERE + VCE + I’CRC = VCC
Dengan I’C ≈ IC dan IC ≈ IE maka,
VCC = IC(RC + RE) + VCE
VCE = VCC - IC(RC + RE)
4.1.3 Bias Pembagi Tegangan
Gambar 4.7 Bias pembagi tegangan
Gambar 4.7 adalah rangkaian transistor dengan bias pembagi tegangan, dengan
melihat hanya proses bias DC, maka dapat disederhanakan seperti gambar 4.8
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Gambar 4.8 Bias pembagi tegangan disederhanakan
……………………………………………….
4.9
……………………………………………….
4.10
……………………………………………….
4.11
……………………………………………….
4.12
………………………………………………. 4.13
……………………………
…………………. 4.14
4.2 Konfigurasi Transistor
Pada penerapan secara umum rangkaian transistor dibedakan dalam tiga
betuk rangkaian/konfigurasi antara lain:
a. Common Basis (Basis bersama)
b. Common Emitor (Emitor bersama)
c. Common Kolektor (Kolektor bersama)
Masing-masing konfigurasi memiliki karakteristik seperti pada tabel 4.1,
Tabel 4.1
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Konfigurasi Ai Av Zin Zo Ap
CB Z 0,99 Z 50 Z 50ΩZ 250 k
ΩZ 50
CE Z 250 Z 50 Z 1 k Ω Z 50 k Ω Z 2500
CC Z 250 1Z 100 k
ΩZ 1 k Ω Z 50
Dengan bentuk rangkaian dasarnya :
a. Common Basis (CB)
b. Common Emitor (CE)
c. Common olektor (CC)
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
4.3 Transistor Sebagai Saklar (Switch)
Daerah kerja transistor yang dihasilkan pada gambar kurva output yaitu:
Daerah saturasi, aktif dan cut-off, memungkinkan transistor difungsikan sebagai
saklar seperti gambar 4.9, dengan cara kerjat : Saat IB ada (terpenuhi), akan
mengalir arus IC langsung ke ground sehingga VC = 0 Volt , hal ini sama dengan
logika saklar ON. Saat IB tidak ada (tidak terpenuhi) arus IC tidak ada , sehingga
VC = 0 Volt, hal ini sama dengan logika saklar OFF
Gambar 4.9. Transistor sebagai saklar
Dengan persamaan tegangan :
Hal ini dapat dijelaskan dengan menganalisa daerah saturasi dan cut-off pada
kurva karakteristik output transistor dan garis beban dc seperti pada gambar
4.10.
Gambar 4.10 Kurva karakteristik output dengan garis bebean DC
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Gambar di samping adalah transistor sebagai
saklar, yang digunakan untuk mengendalikan
nyala LED sesuai dengan pulsa yang diberikan
pada masukan.
Prinsip kerjanya adalah : Jika pada RB
diberikan pulsa, maka LED akan menyala
selama panjang pulsa yang diberikan .
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Daerah saturasi terjadi pada saat IC maksimum sehingga Vc ≈ 0 Volt (IB
maksimum/Saklar-on).
Daerah cut-off terjadi pada saat VC maksimum sehingga Ic ≈ 0 Volt (IB
minimum/Saklar off).
Dua kondisi tersebut menggambarkan kondisi saklar tertutup dan terbuka seperti
gambar 4.11
(a) (b)
Gambar 4.11 (a). Saklar on (b). Saklar off
Pada gambar 4.11 (a) saklar on, mewakili logika transistor saturasi (IB
maksimum, IC maksimum dan VC minimum).
Pada gambar 4.11 (b) saklar off, mewakili logika transistor cut-off (IB
minimum, IC minimum dan VC maksimum)
Contoh :
1.
Jika pada contoh 1. rangkaian diberikan ketentuan :
a. Tegangan dan arus LED 2Volt dan 10 mA
b. β transistor 100
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Prinsip kerjanya adalah : Jika pada RB
diberikan pulsa, maka Relay akan bekerja,
sehingga lampu menyala selama panjang pulsa
yang diberikan .
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
c. IB 100 uA
d. Tegangan pulsa 5 Volt dan VCC = 6 Volt
Tentukan besarnya nilai RB dan RC.
Dari persamaan 4.1 sampai 4.3 dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tegangan pulsa = VB = 5 Volt
VRB = VB – V LED = 5Volt – 2Volt = 3 Volt
β = 100, IB 100 uA sehingga IC = β . IB = 10 mA
sehingga RB = VRB / IB = 3 Volt / 10 mA = 300Ω
RC = (VCC – VCE – VLED ) / IC
= ( 6 – 0 – 2 ) Volt / 10mA = 400 Ω
2.
Jika pada contoh 2 rangkaian diberikan ketentuan :
a. Tegangan dan arus Relay 6Volt dan 50 mA
b. β transistor 100
c. Tegangan pulsa 5 Volt dan VCC = 9 Volt
Tentukan besarnya nilai RB dan RE.
Dari persamaan 4.1 sampai 4.3 dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tegangan pulsa = VB = 5 Volt
IC = I Relay = 50 mA
VRE = VCC - VCE – VRelay =9 Volt – 0 - 6 Volt = 3 Volt
VRB = VB – VRE = 5Volt – 3Volt = 2 Volt
β = 100, sehingga IB = IC / β = 500uA
→ RB = VRB / IB = 2 Volt / 500 uA = 4kΩ
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
→ RE = (VCC – VCE – VRelay ) / IE dan IE = IC + IB = 50,5 mA
= ( 9 – 0 – 6 ) Volt / 50,5 mA =59,4 Ω
4.4 Transistor Sebagai Penguat (Amplifier)
Gambar 4.12 Daerah aktif (Q-Point) transistor
Penggunaan transistor sebagai saklar menempati daerah saturasi dan cut-off
pada kurva karakteristik out-put, sedangkan untuk transistor sebagai penguat
tegangan ataupun arus, menggunakan daerah aktif.
Bahasan transistor sebagai penguat dimulai dari pembiasan transistor (cara
mengaktifkan Transistor) secara DC dan dilanjutkan dengan bahasan
pembiasan transistor secara AC.
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Antara colektor dan basis (VCB)
Antara colektor dan emitor (VCE)
Antara basis dan emitor (VBE)
Arus colektor (IC)
Arus emitor (IE)
Arus basis (IB)
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Gambar 4.13 Tarnsistor dibias maju
Pada gambar 4.13 terdapat tiga tegangan dan arus dc yang saling berhubungan
antara lain :
Perbandingan antara IB dan IC ninotasikan sebagai beta (β), dimana
yang bernilai antara 50 sampai 400, ini merupakan nilai penguatan dari
transistor. Sedangkan antara IC dan IE dinotasikan sebagai alfa (α ), dimana
yang bernilai 0,95 sampai 0,99. Persamaan untuk analisa DC pada
bahasan penguat ini sudah dituliskan pada persamaan 4.1 samapi 4.11.
Penguat Sinyal Kecil
Ada beberapa cara untuk membahas penguat transistor signal kecil
(Small Signal ac Response) antara lain :
a. Model rangkaian ekuivalen ac.
b. Model (re)
c. Model Hibrida
4.4.1 Model rangkaian ekuivalen ac.
Sebagai contoh kita gunakan rangkaian penguat dengan bias pembagi tegangan
seperti gambar 4.14, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Gambar 4.14 Rangkaian penguat dengan bias pembagi tegangan
1. Setting Semua Sumber DC menjadi nol dan hubungsingkatkan semua
kapasitor.
Gambar 4.15 Penguat dengan sumber DC nol
2. Gambar Ulang RangkaianTransistor
Gambar 4.16 Rangkian penguat yang disederhanakan
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Langkah selanjutnya dalam bahasan ini adalah mengasumsikan transistor
sebagai kotak dengan saluran input dan output, yang dikenal sebagai two port
system dengan parameter-parameternya seperti gambar 4.17.
Gambar 4.17 Diagram Two port System
Beberapa parameter penting yang perlu diketahui dalam Permodelan Transistor
BJTyaitu :
• Zi , Impedansi Input
• ZO , Impedansi output
• AV , Penguatan tegangan
• Ai , Penguatan arus
• Zi , Impedansi Input
Hubungan Rs dan Zi adalah seri dan Vi ada pada Zi, sehingga :
Contoh 1:
Rs = 600Ω , Zi = 1k2Ω, Vs = 10 mV (ulangi untuk nilai Zi = 800Ω dan
1200Ω)
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
•Nilai Zi sangat berpengaruh terhadap sinyal masukan.
• Nilai resistance input ac tergantung pada mode transistor yang dipakai,
apakah Common Emitter, Common Base,atau Common Collector.
• Zo , Impedansi Output
• Pada sebuah penguatan (amplifier) nilai Zo idealnya harus sangat besar,
jika nilai Zo >> RL maka arus akan menuju ke beban.
Contoh 2 :
Vs = 1V, 680 mV dan Rs 20KΩ Hitung nilai Zo?
Penguatan Tegangan, AV
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Penguatan Arus, AI
4.4.2 Model rangkaian ekuivalen (re).
Common Base (CB)
Model ekuivalen re menggunakan diode dan sumber arus terkendali
(Controlled Current Source) untuk mengilustrasikan kerja transistor, karena
pada umumnya amplifier BJT bekerja sebagai current controlled devices.
Zi = re dimana ( Subscrib E menunjukkan adanya arus DC di
emitor yang menentukan resistansi ac pada dioda emitor).
Biasanya konfigurasi CB ini nilai Zi < 50 Ohm
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Impedansi output untuk konfigurasi Common Base adalah : Zo ≅ ∞ Ω
Sehingga AV (CB) :
Vo = - Io . RL = - ( - IC ) RL = α Ie . RL
Vi = Ie . Zi = Ie . re sehingga
sehingga
Sedangkan untuk penguat arus Ai :
Contoh :
Pada gambar diatas mempunyai nilai Ie = 4 mA, α =0.98 sinyal input ac
= 2 mV diantara basis dan emiter,tentukan :
(a) Impedansi Input
(b) Hitung Av jika pada output terdapat beban 0.56 kΩ.
(c) Tentukan impedansi output dan penguatan arusnya
Common Emitor (CE)
Arus yang melewati diode adalah Ie = Ic + Ib = ßIb + Ib
Penguatan tegangan (Av ):
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Vo = - Io . RL = - Ic . RL = - ßIb. RL
Vi = Ii . Zi = Ib. ßre
sehingga
sehingga
Setelah diketahui bahwa pada Common Emitter nilai Zi = ßre ; arus collector
ßIb output impedance adalah ro , maka bentuk ekuivalen model yang cocok
untuk common emitter adalah :
Contoh :
Jika diketahui sebuah penguat Common Emitter dg nilai ß = 120 IE = 3.2 mA
dan ro = Takterhingga , tentukan :
(a) Zi
(b) Av jika diberi beban 2kΩ
(c) Ai dengan beban 2kΩ
4,4,3 Model rangkaian ekuivalen hybrida.
Pada bagian ini akan diuraikan Model Hybrid Equivalent, beberapa
parameter akan digambarkan pada suatu titik operasi yang mungkin bisa atau
tidak untuk mencerminkan kondisi-kondisi operasi yang nyata suatu amplifier.
Dalam kaitannya dengan kenyataan bahwa data sheet transistor tidak
menyediakan parameter untuk rangkaian ekuivalen pada tiap-tiap titik operasi
yang mungkin, misalkan hfb.
Deskripsi model hybrid equivalen akan dimulai dengan Two Port System ;
seperti gambar,
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
saat Vo = 0
h11 diperoleh dengan dengan membuat Vo = 0 (Short Circuit the Output
Terminal).
h11 mempunyai satuan ohm, h11 merupakan perbandingan antara tegangan
input dan arus input.
h11 disebut sebagai short-circuit input impedance parameter.Notasi 11
menunjukkan bahwa parameter ini ditentukan oleh perbandingan pengukuran
pada terminal input.
saat Vo = 0
h21 diperoleh dengan dengan membuat VO = 0. h21 tidak mempunyai satuan ,
h21 merupakan perbandingan antara Arus Output dan Arus Input. h21 disebut
sebagai Short-circuit Forward transfer Current ratio parameter.
Notasi 21 menunjukkan bahwa parameter ini ditentukan oleh perbandingan
pengukuran output terhadap pengukuran input.
saat Ii = 0
h22 diperoleh dengan dengan membuat Ii = 0. h22 mempunyai satuan siemens,
h22 merupakan perbandingan antara arus output dan tegangan output. h22
disebut sebagai open-circuit output admittance parameter.
Notasi 22 menunjukkan bahwa parameter ini ditentukan oleh perbandingan
pengukuran di output.
Dari pernyataan di atas dapat dituliskan persamaan input outputnya sebagai
berikut :
Vi = h11 Ii + h22 Vo sedang Io = h22 Ii + h22 Vo
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
dan dapat digambarkan dalam rangkaian ekuivalen hibrida sebagai berikut,
Dimana :
h11 = Resistansi input, sebagai hi
h12 = Perbandingan transfer tegangan balik, sebagai hr
h21 = Perbandingan transfer arus maju, sebagai hf
h22 = Conduktansi output, sebagai ho
Sehingga gambar di atas disesuaikan menjadi,
Jaringan rangkaian hybrid secara symbol grafis ditunjukkan pada gambar
dibawah (catatan bahwa : Ii = Ib , Io = Ic , Ie = Ib + Ic ,dan Vi = Vbe)
Untuk Common Emitor
Untuk Common Basis
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Keadaan yang sering terjadi nilai hr ≈ 0 sehingga hrVo = 0 (identik dihubung
singkat) dan nilai 1 / ho nilainya sangat besar (identik dengan open circuit). Hal
ini akan menghasilkan rangkaian pendekatan seperti berikut :
Perbandingan antara Model re dan Model Hybrid
(a) Common Emitor
(b) CommonBasis
hie = βre hib = re
hfe = βac hfb = -α ≈ -1
4.5 Klasifikasi Penguat
Ada beberapa jenis penguat audio yang dikategorikan antara lain sebagai
penguat class A, B, AB, C dan beberapa tipe lainnya yang belum disebut di sini.
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
4.5.1 Penguat class A
Contoh dari penguat class A adalah adalah rangkaian dasar common emiter
(CE) transistor. Penguat tipe kelas A dibuat dengan mengatur arus bias yang
sesuai di titik tertentu yang ada pada garis bebannya. Sedemikian rupa sehingga
titik Q ini berada tepat di tengah garis beban kurva VCE-IC dari rangkaian
penguat tersebut dan sebut saja titik ini titik A. Gambar4.18 adalah contoh
rangkaian common emitor dengan transistor NPN Q1.
Garis beban pada penguat ini ditentukan oleh resistor Rc dan Re dari rumus VCC
= VCE + IcRc + IeRe. Jika Ie = Ic maka dapat disederhanakan menjadi VCC = VCE
+ Ic (Rc+Re).
WWW. Electroniclab.com
Gambar 4.18 Rangkaian dasar kelas A
Sedangkan resistor Ra dan Rb dipasang untuk menentukan arus bias. Pembaca
dapat menentukan sendiri besar resistor-resistor pada rangkaian tersebut dengan
pertama menetapkan berapa besar arus Ib yang memotong titik Q.
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
WWW. Electroniclab.com
Gambar 4.19 Garis beban dan titik Q kelas A
Besar arus Ib biasanya tercantum pada datasheet transistor yang digunakan.
Besar penguatan sinyal AC dapat dihitung dengan teori analisa rangkaian sinyal
AC.
Ciri khas dari penguat kelas A, seluruh sinyal keluarannya bekerja pada daerah
aktif (bekerja pada siklus 3600 sudut fasa). Penguat tipe class A disebut sebagai
penguat yang memiliki tingkat fidelitas yang tinggi.. Namun penguat kelas A ini
memiliki efisiensi yang rendah kira-kira hanya 25% - 50%. Ini tidak lain karena
titik Q yang ada pada titik A, sehingga walaupun tidak ada sinyal input (atau
ketika sinyal input = 0 Vac) transistor tetap bekerja pada daerah aktif dengan
arus bias konstan.
4.5.2 Penguat class B
Panas yang berlebih menjadi masalah tersendiri pada penguat kelas A.
Maka dibuatlah penguat kelas B dengan titik Q yang digeser ke titik B (pada
gambar-5). Titik B adalah satu titik pada garis beban dimana titik ini
berpotongan dengan garis arus Ib = 0. Karena letak titik yang demikian, maka
transistor hanya bekerja aktif pada satu bagian phase gelombang saja. Oleh
sebab itu penguat kelas B selalu dibuat dengan 2 buah transistor Q1 (NPN) dan
Q2 (PNP).
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Gambar 4.20 Rangkaian dasar penguat kelas B
Efisiensi penguat kelas B kira-kira sebesar 75%. Namun bukan berarti
masalah sudah selesai, sebab transistor memiliki ke-tidak ideal-an. Pada
kenyataanya ada tegangan jepit Vbe kira-kira sebesar 0.7 volt yang
menyebabkan transistor masih dalam keadaan OFF walaupun arus Ib telah lebih
besar beberapa mA dari 0. Ini yang menyebabkan masalah cross-over pada saat
transisi dari transistor Q1 menjadi transistor Q2 yang bergantian menjadi aktif.
WWW. Electroniclab.com
Gambar 4.21 Titik Q penguat A, AB dan B
4.5.3.Penguat class AB
Cara lain untuk mengatasi cross-over adalah dengan menggeser sedikit titik
Q pada garis beban dari titik B ke titik AB (gambar-5). Ini tujuannya tidak lain
adalah agar pada saat transisi sinyal dari phase positif ke phase negatif dan
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
sebaliknya, terjadi overlap diantara transistor Q1 dan Q2. Pada saat itu,
transistor Q1 masih aktif sementara transistor Q2 mulai aktif dan demikian juga
pada phase sebaliknya. Penguat kelas AB merupakan kompromi antara efesiensi
(sekitar 50% - 75%) dengan mempertahankan fidelitas sinyal keluaran.
WWW. Electroniclab.com
Gambar 4.22 Rangkaian dasar penguat kelas AB
4.5.3 Penguat class C
Kalau penguat kelas B perlu 2 transistor untuk bekerja dengan baik, maka
ada penguat yang disebut kelas C yang hanya perlu 1 transistor. Ada beberapa
aplikasi yang memang hanya memerlukan 1 phase positif saja. Contohnya
adalah pendeteksi dan penguat frekuensi pilot, rangkaian penguat tuner RF dan
sebagainya. Transistor penguat kelas C bekerja aktif hanya pada phase positif
saja, bahkan jika perlu cukup sempit hanya pada puncak-puncaknya saja
dikuatkan. Sisa sinyalnya bisa direplika oleh rangkaian resonansi L dan C.
Tipikal dari rangkaian penguat kelas C adalah seperti pada rangkaian berikut ini.
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
WWW. Electroniclab.com
Gambar 4.23 Rangkaian dasar penguat kelas C
Rangkaian ini juga tidak perlu dibuatkan bias, karena transistor memang
sengaja dibuat bekerja pada daerah saturasi. Rangkaian L C pada rangkaian
tersebut akan ber-resonansi dan ikut berperan penting dalam me-replika kembali
sinyal input menjadi sinyal output dengan frekuensi yang sama. Rangkaian ini
jika diberi umpanbalik dapat menjadi rangkaian osilator RF yang sering
digunakan pada pemancar. Penguat kelas C memiliki efisiensi yang tinggi
bahkan sampai 100%, namun tingkat fidelitasnya memang lebih rendah. Tetapi
sebenarnya fidelitas yang tinggi bukan menjadi tujuan dari penguat jenis ini.
Komponen Elektronika Dasar → JTD
1919
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Malang
Daftar Pustaka
1. Ian Sinclair and John Dunton, Electronic and Electrical Servicing, Second
Edition2007.
2. Delton T. Horn, Electronic Components, First Edition 1992
3. Sutrisno, Elektronika 1986.
4. www. Electroniclab.com
Komponen Elektronika Dasar → JTD