elka modul 2
DESCRIPTION
elektronikaTRANSCRIPT
1
Modul 2
DAFTAR ISI
BAB 4 DIODA .......................................................................................................... 3
4.1. Tujuan Perkuliahan : .................................................................................... 3
4.2. Outline Pembahasan : .................................................................................. 3
4.2.1. PN Junction .................................................................................................. 4
4.2.2. Karakteristik Diode ...................................................................................... 6
4.2.3. LED ............................................................................................................... 7
4.2.4. LED Display ................................................................................................... 9
4.2.5. Diode Zener ................................................................................................ 10
4.2.6. CATU DAYA ................................................................................................ 11
4.2.7. REGULATOR TEGANGAN ............................................................................ 18
4.3. RANGKUMAN ............................................................................................. 23
4.4. REFERENSI .................................................................................................. 24
4.5. LATIHAN SOAL ............................................................................................ 25
4.6. JAWABAN ................................................................................................... 26
Bab 5 THYRISTOR (SCR, TRIAC, DIAC) ................................................................... 27
5.1. Tujuan Perkuliahan : .................................................................................. 27
5.2. Outline Pembahasan : ................................................................................ 27
5.2.1. Prinsip kerja dan karakteristik Tyristor ...................................................... 28
5.2.2. SCR ............................................................................................................. 30
5.2.3. TRIAC .......................................................................................................... 33
5.2.4. DIAC ........................................................................................................... 35
5.3. RANGKUMAN ............................................................................................. 38
5.4. REFERENSI .................................................................................................. 39
5.5. LATIHAN SOAL ............................................................................................ 40
5.6. JAWABAN ................................................................................................... 41
BAB 6 TRANSISTOR ............................................................................................... 42
6.1. Tujuan Perkuliahan : .................................................................................. 42
6.2. Outline Pembahasan : ................................................................................ 42
6.2.1. Pembiasan Arus pada Transistor ................................................................ 44
6.2.2. Parameter-parameter ................................................................................ 45
6.2.3. Kurva Karakteristik ..................................................................................... 47
2
Modul 2
6.2.4. Datasheet transistor .................................................................................. 51
6.2.5. Transistor sebagai saklar ............................................................................ 55
6.2.6. Transistor sebagai penguat (Amplifier) ...................................................... 56
6.3. RANGKUMAN ............................................................................................. 62
6.4. REFERENSI .................................................................................................. 63
6.5. LATIHAN SOAL ............................................................................................ 64
6.6. JAWABAN ................................................................................................... 65
3
Modul 2
BAB 4
DIODA 4.1. Tujuan Perkuliahan :
Memberikan penjelasan kepada mahasiswa mengenai komponen dioda, macam-macam dioda, karakteristik dan aplikasi dalam rangkaian elektronika.
4.2. Outline Pembahasan :
1. Junction PN 2. Karakteristik dioda 3. LED 4. LED display 5. Dioda zenner 6. Catu daya 7. Regulator tegangan
4
Modul 2
4.2.1. PN Junction
Dioda memiliki fungsi yang unik yaitu hanya dapat mengalirkan arus satu arah saja.
Struktur dioda tidak lain adalah sambungan semikonduktor P dan N. Satu sisi
semikonduktor dengan tipe P dan satu sisinya yang lain adalah tipe N. Dengan
struktur demikian arus hanya akan dapat mengalir dari sisi P menuju sisi N.
Gambar 4.1. Simbol dan struktur dioda
Gambar ilustrasi di atas menunjukkan sambungan PN dengan sedikit porsi kecil yang
disebut lapisan deplesi (depletion layer), dimana terdapat keseimbangan hole dan
elektron. Seperti yang sudah diketahui, pada sisi P banyak terbentuk hole-hole yang
siap menerima elektron sedangkan di sisi N banyak terdapat elektron-elektron
bebas. Jika diberi tegangan dengan potensial sisi P lebih besar dari sisi N (forward
bias), maka terjadi aliran elektron dari sisi N tergerak untuk mengisi hole di sisi P.
Kalau mengunakan terminologi arus listrik, maka dikatakan terjadi aliran listrik dari
sisi P ke sisi N.
Gambar 4.2. dioda dengan bias maju
Sebalikya apakah yang terjadi jika polaritas tegangan dibalik yaitu dengan
memberikan bias negatif (reverse bias). Dalam hal ini, sisi N mendapat polaritas
tegangan lebih besar dari sisi P.
Diode Germanium
Diode Silikon
5
Modul 2
Gambar 4.3. dioda dengan bias negatif
Tentu jawabanya adalah tidak akan terjadi perpindahan elektron atau aliran hole
dari P ke N maupun sebaliknya. Karena baik hole dan elektron masing-masing
tertarik ke arah kutup berlawanan. Bahkan lapisan deplesi (depletion layer) semakin
besar dan menghalangi terjadinya arus.
Dengan demikian Diode hanya dapat mengalirkan arus satu arah saja. Dengan
tegangan bias maju yang kecil saja dioda sudah menjadi konduktor. Tegangan yang
kecil tersebut disebabkan adanya lapisan penyekat (depletion layer) Untuk dioda
yang terbuat dari bahan Silikon tegangan konduksi adalah diatas 0.7 volt.
Sedangkan untuk Germanium sekitar 0.3 volt.
Konstruksi
Gambar 4.4. PN Junction dari diode
n p
6
Modul 2
4.2.2. Karakteristik Diode
Gambar 4.5. karakteristik PN Junction (=Dioda)
7
Modul 2
Dari gambar karakteristik diode terlihat bahwa bila diode diberi tegangan dengan
arah maju lebih besar dari tegangan konduksi (Vf), maka akan ada arus yang besar
sekali melewati rangkaian diode tersebut diode akan konduksi seperti switch dalam
kondisi on atau short circuit, hal ini akan merusakkan komponen diode atau
komponen lain yang tidak mampu dilalui arus besar. Untuk itu maka pada rangkaian
diode selalui ditambahkan tahanan pembatas arus yang dipasang seri dengan diode.
Aplikasi diode
Aplikasi diode dalam rangkaian elektronika banyak sekali, antara lain : untuk
rectifier (adaptor), proteksi arus balik pada pengendali motor (freewheel), proteksi
arus kejut pada transistor penggerak relay, dsb. Contoh berikut penggunaan diode
sebagai proteksi pada rangkaian relay.
Arus yang besar terjadi pada saat posisi relay dari on menjadi off. Pada kondisi
tersebut masih terdapat muatan arus pada coil relay. Untuk menjaga kontinyuitas
arus pada relay, arus tersebut dilewatkan pada diode yang terpasang dengan posisi
terbalik parallel dengan coil relay.
Gambar 4.6. Penerapan dioda sebagai proteksi arus balik (freewheel)
4.2.3. LED
LED adalah singkatan dari Light Emiting Dioda, merupakan komponen yang dapat
mengeluarkan emisi cahaya. LED merupakan produk temuan lain setelah dioda.
Strukturnya juga sama dengan dioda, tetapi belakangan ditemukan bahwa elektron
yang menembus sambungan P-N juga melepaskan energi berupa energi panas dan
8
Modul 2
energi cahaya. Untuk mendapatkan emisi cahaya pada semikonduktor, doping yang
dipakai adalah galium, arsenic dan phosporus. Jenis doping yang berbeda
menghasilkan warna cahaya yang berbeda pula.
Gambar 4.7. Simbol LED
Warna-warna cahaya LED umumnya adalah warna merah, kuning dan hijau, tetapi
sekarang ini sudah banyak warna-warna LED yang lain biru, ungu dengan pancaran
yang kuat (super bright). Dalam memilih LED selain warna, perlu diperhatikan
tegangan kerja, arus maksimum dan disipasi daya-nya. Tabel berikut macam-macam
warna LED dan karakteristiknya
Tabel karakteristik beberapa type PED
Type Colour IF max. VF typ. VF max. VR max. Luminous intensity
Viewing angle
Wavelength
Standard Red 30mA 1.7V 2.1V 5V 5mcd @ 10mA 60° 660nm
Standard
Bright red
30mA 2.0V 2.5V 5V 80mcd @
10mA 60° 625nm
Standard Yellow 30mA 2.1V 2.5V 5V 32mcd @
10mA 60° 590nm
Standard Green 25mA 2.2V 2.5V 5V 32mcd @
10mA 60° 565nm
High intensity
Blue 30mA 4.5V 5.5V 5V 60mcd @
20mA 50° 430nm
Super bright
Red 30mA 1.85V 2.5V 5V 500mcd @
20mA 60° 660nm
Low current
Red 30mA 1.7V 2.0V 5V 5mcd @ 2mA 60° 625nm
9
Modul 2
Rumah (chasing) LED dan bentuknya juga bermacam-macam, ada yang persegi
empat, bulat dan lonjong. Ada pula LED yang memiliki 2 warna (merah dan hijau),
memiliki 3 kaki A1, A2 dan K dengan konstruksi seperti pada gambar dibawah :
Gambar 4.8. LED dengan 2 warna
Menghitung nilai tahanan pada LED
LED dalam aplikasinya harus diberi tahanan pembatas arus yang dipasang seri
dengan LED seperti pada gambar dibawah :
Dimana :
VS = tegangan sumber VL = tegangan LED (biasanya 2V, 4V untuk LED
biru dan putih) I = arus LED, besarnya harus lebih rendah dari
yang diijinnkan (misal 20mA) 4.2.4. LED Display
LED pada umumnya digunakan sebagai lampu indikator on/off, atau memberikan
informasi mengenai kondisi tertentu dari suatu sistem. LED juga digunakan untuk
menampilkan angka atau display digital atau dot matriks seperti pada gambar
dibawah ini.
Beberapa LED tersusun sedemikian rupa membentuk digit dengan kaki
Anoda/Katoda menjadi satu sebagai common
10
Modul 2
a. Bargraph b. 7-segment c. Alphanumeric d.Dot Matrix
Gambar 4.9. macam display dari LED
4.2.5. Diode Zener
Diode ini terbentuk dari pertemuan PN Silikon yang di desain khusus untuk dipakai
dalam daerah breakdown sebagai regulator tegangan dan tegangan referensi. Pada
forward bias diode zener mempunyai karakteistik seperti diode biasa, tetapi pada
reverse bias mempunyai resistansi sangat tinggi sampai tegangan tembus
terlampaui (Vz). Pada saat tegangan tembus terlampaui resistansi akan jatuh dan
terjadilah peningkatan cepat pada arus terbalik. Selama disipasi daya zener tidak
terlampaui, arus terbalik ini tidak akan merusak diode.
Ada beberapa Diode Zener dipasaran dengan tegangan Vz 2.7 volt sampai 75 volt,
dengan disipasi daya 500mW, 5W dan 20W.
Gambar 4.10. Simbol Zener
Diode zenner sebagai regulator tegangan
Gambar 4.11. pembatas arus pada zenner dioda
11
Modul 2
4.2.6. CATU DAYA
PrinsipKerja
Perangkat elektronika pada umumnya dicatu oleh suplai arus searah DC (direct
current) yang stabil agar dapat bekerja dengan baik. Baterai atau accu adalah
sumber catu daya DC yang paling baik. Namun untuk aplikasi yang membutuhkan
catu daya lebih besar, sumber dari baterai tidak cukup. Sumber catu daya yang
besar adalah sumber bolak-balik AC (alternating current) dari pembangkit tenaga
listrik. Untuk itu diperlukan suatu perangkat catu daya yang dapat mengubah arus
AC menjadi DC. Pada tulisan kali ini disajikan prinsip rangkaian catu daya (power
supply) linier mulai dari rangkaian penyearah yang paling sederhana sampai pada
catu daya yang ter-regulasi.
PENYEARAH (RECTIFIER)
Prinsip penyearah (rectifier) yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar-1
berikut ini. Transformator diperlukan untuk menurunkan tegangan AC dari jala-jala
listrik pada kumparan primernya menjadi tegangan AC yang lebih rendah pada
kumparan sekundernya.
Gambar 4.12. rangkaian penyearah setengah gelombang
12
Modul 2
Gambar 4.13. bentuk gelombang input (warna biru) output (warna merah)
Pada rangkaian ini, dioda berperan untuk meneruskan tegangan positif ke beban
RL. Ini yang disebut dengan penyearah setengah gelombang (half wave). Untuk
mendapatkan penyearah gelombang penuh (full wave) diperlukan transformator
dengan center tap (CT) seperti pada gambar-2.
Gambar 4.14. rangkaian full-wave dengan transformator Center Tap (CT)
13
Modul 2
Gambar 4.15. bentuk gelombang input (warna biru) output (warna merah)
Tegangan positif phasa yang pertama diteruskan oleh D1 sedangkan phasa yang
berikutnya dilewatkan melalui D2 ke beban R1 dengan CT transformator sebagai
common ground.. Dengan demikian beban R1 mendapat suplai tegangan
gelombang penuh seperti gambar di atas. Untuk beberapa aplikasi seperti misalnya
untuk men-catu motor dc yang kecil atau lampu pijar dc, bentuk tegangan seperti
ini sudah cukup memadai. Walaupun terlihat di sini tegangan ripple dari kedua
rangkaian di atas masih sangat besar.
Gambar 4.16. rangkaian penyearah setengah gelombang dengah filter C
14
Modul 2
Gambar 4.17. bentuk gelombang input (warna biru) output (warna merah) dengan
filter kapasitor
C yang paralel terhadap beban R. Ternyata dengan filter ini bentuk gelombang
tegangan keluarnya bisa menjadi rata. Gambar-4 menunjukkan bentuk keluaran
tegangan DC dari rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor.
Garis b-c terjadi akibat pengosongan (discharge) pada kapasitor sebagai fungsi
eksponensial.
Kemiringan kurva b-c tergantung dari besar arus I yang mengalir ke beban R. Jika
arus I = 0 (tidak ada beban) maka kurva b-c akan membentuk garis horizontal.
Namun jika beban arus semakin besar, kemiringan kurva b-c akan semakin tajam.
Tegangan yang keluar akan berbentuk gigi gergaji dengan tegangan ripple yang
besarnya adalah :
(1) dan tegangan dc ke beban adalah (2)
Rangkaian penyearah yang baik adalah rangkaian yang memiliki tegangan ripple
paling kecil. VL adalah tegangan discharge atau pengosongan kapasitor C, sehingga
dapat ditulis :
(3)
15
Modul 2
Jika persamaan (3) disubsitusi ke rumus (1), maka diperoleh :
(4)
Jika T << RC, dapat ditulis :
e –T/RC = 1 – T/RC (5)
sehingga jika ini disubsitusi ke rumus (4) dapat diperoleh persamaan yang lebih
sederhana :
Vr = VM(T/RC) (6)
VM/R tidak lain adalah beban I, sehingga dengan ini terlihat hubungan antara beban
arus I dan nilai kapasitor C terhadap tegangan ripple Vr. Perhitungan ini efektif
untuk mendapatkan nilai tengangan ripple yang diinginkan.
Vr = I T/C (7)
Rumus ini mengatakan, jika arus beban I semakin besar, maka tegangan ripple akan
semakin besar. Sebaliknya jika kapasitansi C semakin besar, tegangan ripple akan
semakin kecil. Untuk penyederhanaan biasanya dianggap T=Tp, yaitu periode satu
gelombang sinus dari jala-jala listrik yang frekuensinya 50Hz atau 60Hz. Jika
frekuensi jala-jala listrik 50Hz, maka T = Tp = 1/f = 1/50 = 0.02 det. Ini berlaku untuk
penyearah setengah gelombang. Untuk penyearah gelombang penuh, tentu saja
fekuensi gelombangnya dua kali lipat, sehingga T = 1/2 Tp = 0.01 det.
Penyearah gelombang penuh dengan filter C dapat dibuat dengan menambahkan
kapasitor pada rangkaian gambar 2. Bisa juga dengan menggunakan transformator
yang tanpa CT, tetapi dengan merangkai 4 dioda seperti pada gambar-5 berikut ini.
16
Modul 2
Gambar 4.18. rangkaian full-wave dengan bridge rectifier belum dipasang filter
Gambar 4.19. rangkaian full-wave dengan bridge rectifier setelah dipasang filter
perata
17
Modul 2
Gambar 4.20. rangkaian full-wave dengan trafo center-tap setelah dipasang filter
perata
Sebagai contoh, anda mendisain rangkaian penyearah gelombang penuh dari catu
jala-jala listrik 220V/50Hz untuk mensuplai beban sebesar 0.5 A. Berapa nilai
kapasitor yang diperlukan sehingga rangkaian ini memiliki tegangan ripple yang
tidak lebih dari 0.75 Vpp. Jika rumus (7) dibolak-balik maka diperoleh.
C = I.T/Vr = (0.5) (0.01)/0.75 = 6600 uF.
Untuk kapasitor yang sebesar ini banyak tersedia tipe elco yang memiliki polaritas
dan tegangan kerja maksimum tertentu. Tegangan kerja kapasitor yang digunakan
harus lebih besar dari tegangan keluaran catu daya. Anda barangkalai sekarang
paham mengapa rangkaian audio yang anda buat mendengung, coba periksa
kembali rangkaian penyearah catu daya yang anda buat, apakah tegangan ripple ini
cukup mengganggu. Jika dipasaran tidak tersedia kapasitor yang demikian besar,
tentu bisa dengan memparalel dua atau tiga buah kapasitor.
18
Modul 2
Type diode bridge dapat dilihat seperti pada gambar dibawah:
Gambar 4.21. Variasi diode bridge rectifier
4.2.7. REGULATOR TEGANGAN
Rangkaian penyearah sudah cukup bagus jika tegangan ripple-nya kecil, namun ada
masalah stabilitas. Jika tegangan PLN naik/turun, maka tegangan outputnya juga
akan naik/turun. Seperti rangkaian penyearah di atas, jika arus semakin besar
ternyata tegangan dc keluarnya juga ikut turun. Untuk beberapa aplikasi perubahan
tegangan ini cukup mengganggu, sehingga diperlukan komponen aktif yang dapat
meregulasi tegangan keluaran ini menjadi stabil.
Rangkaian regulator yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar 6. Pada
rangkaian ini, zener bekerja pada daerah breakdown, sehingga menghasilkan
tegangan output yang sama dengan tegangan zener atau Vout = Vz. Namun
rangkaian ini hanya bermanfaat jika arus beban tidak lebih dari 50mA.
Gambar 4.22. regulator zener
19
Modul 2
Prinsip rangkaian catu daya yang seperti ini disebut shunt regulator, salah satu ciri
khasnya adalah komponen regulator yang paralel dengan beban. Ciri lain dari shunt
regulator adalah, rentan terhadap short-circuit. Perhatikan jika Vout terhubung
singkat (short-circuit) maka arusnya tetap I = Vin/R1. Disamping regulator shunt,
ada juga yang disebut dengan regulator seri. Prinsip utama regulator seri seperti
rangkaian pada gambar 7 berikut ini. Pada rangkaian ini tegangan keluarannya
adalah :
Gambar 4.23. regulator zener follower
Vout = VZ + VBE (8)
VBE adalah tegangan base-emitor dari transistor Q1 yang besarnya antara 0.2 - 0.7
volt tergantung dari jenis transistor yang digunakan. Dengan mengabaikan arus IB
yang mengalir pada base transistor, dapat dihitung besar tahanan R2 yang
diperlukan adalah :
R2 = (Vin – Vz)/Iz (9)
Iz adalah arus minimum yang diperlukan oleh dioda zener untuk mencapai tegangan
breakdown zener tersebut. Besar arus ini dapat diketahui dari datasheet yang
besarnya lebih kurang 20 mA.
Jika diperlukan catu arus yang lebih besar, tentu perhitungan arus base IB pada
rangkaian di atas tidak bisa diabaikan lagi. Dimana seperti yang diketahui, besar
20
Modul 2
arus IC akan berbanding lurus terhadap arus IB atau dirumuskan dengan IC = IB.
Untuk keperluan itu, transistor Q1 yang dipakai bisa diganti dengan tansistor
darlington yang biasanya memiliki nilai yang cukup besar. Dengan transistor
darlington, arus base yang kecil bisa menghasilkan arus IC yang lebih besar.
Teknik regulasi yang lebih baik lagi adalah dengan menggunakan Op-Amp untuk
men-drive transistor Q, seperti pada rangkaian gambar 8. Dioda zener disini tidak
langsung memberi umpan ke transistor Q, melainkan sebagai tegangan referensi
bagi Op-Amp IC1. Umpan balik pada pin negatif Op-amp adalah cuplikan dari
tegangan keluar regulator, yaitu :
Vin(-) = (R2/(R1+R2)) Vout (10)
Jika tegangan keluar Vout menaik, maka tegangan Vin(-) juga akan menaik sampai
tegangan ini sama dengan tegangan referensi Vz. Demikian sebaliknya jika tegangan
keluar Vout menurun, misalnya karena suplai arus ke beban meningkat, Op-amp
akan menjaga kestabilan di titik referensi Vz dengan memberi arus IB ke transistor
Q1. Sehingga pada setiap saat Op-amp menjaga kestabilan :
Vin(-) = Vz (11)
Gambar 4.24. regulator dengan Op-amp
21
Modul 2
Dengan mengabaikan tegangan VBE transistor Q1 dan mensubsitusi rumus (11) ke
dalam rumus (10) maka diperoleh hubungan matematis :
Vout = ( (R1+R2)/R2) Vz (12)
Pada rangkaian ini tegangan output dapat diatur dengan mengatur besar R1 dan R2.
Sekarang mestinya tidak perlu susah payah lagi mencari op-amp, transistor dan
komponen lainnya untuk merealisasikan rangkaian regulator seperti di atas. Karena
rangkaian semacam ini sudah dikemas menjadi satu IC regulator tegangan tetap.
Saat ini sudah banyak dikenal komponen seri 78XX sebagai regulator tegangan tetap
positif dan seri 79XX yang merupakan regulator untuk tegangan tetap negatif.
Bahkan komponen ini biasanya sudah dilengkapi dengan pembatas arus (current
limiter) dan juga pembatas suhu (thermal shutdown). Komponen ini hanya tiga pin
dan dengan menambah beberapa komponen saja sudah dapat menjadi rangkaian
catu daya yang ter-regulasi dengan baik.
Misalnya 7805 adalah regulator untuk mendapat tegangan 5 volt, 7812 regulator
tegangan 12 volt dan seterusnya. Sedangkan seri 79XX misalnya adalah 7905 dan
7912 yang berturut-turut adalah regulator tegangan negatif 5 dan 12 volt.
Selain dari regulator tegangan tetap ada juga IC regulator yang tegangannya dapat
diatur. Prinsipnya sama dengan regulator OP-amp yang dikemas dalam satu IC
misalnya LM317 untuk regulator variable positif dan LM337 untuk regulator variable
negatif. Bedanya resistor R1 dan R2 ada di luar IC, sehingga tegangan keluaran
dapat diatur melalui resistor eksternal tersebut.
Hanya saja perlu diketahui supaya rangkaian regulator dengan IC tersebut bisa
bekerja, tengangan input harus lebih besar dari tegangan output regulatornya.
Biasanya perbedaan tegangan Vin terhadap Vout yang direkomendasikan ada di
dalam datasheet komponen tersebut. Pemakaian heatshink (aluminium pendingin)
22
Modul 2
dianjurkan jika komponen ini dipakai untuk men-catu arus yang besar. Di dalam
datasheet, komponen seperti ini maksimum bisa dilewati arus mencapai 1 A.
Gambar 4.25. regulator dengan IC 78XX / 79XX
23
Modul 2
4.3. RANGKUMAN 1. Bahan Diode
Bahan Diode terdiri dari dua jenis yaitu Silicon dan Germanium
2. Menurut fungsinya diode
a) Sebagai penyearah
b) Sebagai regulator tegangan
3. Untuk penyearah ada beberapa macam
a) Half Wave (=Penyearah Setengah Gelombang)
b) Full Wave (=Penyearah Gelombang Penuh) terdiri dari
Dengan trafomator yang ada Center Tap nya
Dengan trafomator tanpa Center Tap (=tunggal sekundernya)
24
Modul 2
4.4. REFERENSI
1. Ganti Dapari, 1990, “Pokok –Pokok Elektronika”, Gramedia Pustaka
Umum Jakarta
2. Malvino Albert Paul, 1994, “Prinsip-Prinsip Elektronika”, Penerbit
Erlangga Jakarta
3. Zuhal, 2004, ”Prinsip Dasar Elektroteknik ”, Gramedia Pustaka Umum
Jakarta
25
Modul 2
4.5. LATIHAN SOAL
1. Ada berapa jenis diode menurut bahannya ?
2. Menurut fungsinya diode dibagi menjadi berapa uraikan masing-masing ?
3. Ada berapa macam penyearah uraikan ?
26
Modul 2
4.6. JAWABAN
27
Modul 2
Bab 5
THYRISTOR (SCR, TRIAC, DIAC)
5.1. Tujuan Perkuliahan :
Memberikan penjelasan kepada mahasiswa mengenai komponen thyristor macam-macam tyristor dan contoh aplikasi.
5.2. Outline Pembahasan :
1. Prinsip kerja dan karakteristik Tyristor 2. SCR 3. TRIAC 4. DIAC
28
Modul 2
5.2.1. Prinsip kerja dan karakteristik Tyristor
Thyristor berakar kata dari bahasa Yunani yang berarti ‘pintu'. Dinamakan
demikian barangkali karena sifat dari komponen ini yang mirip dengan pintu yang
dapat dibuka dan ditutup untuk melewatkan arus listrik. Ada beberapa komponen
yang termasuk thyristor antara lain PUT (programmable uni-junction transistor), UJT
(uni-junction transistor ), GTO (gate turn off switch), photo SCR dan sebagainya.
Namun pada kesempatan ini, yang akan kemukakan adalah komponen-komponen
thyristor yang dikenal dengan sebutan SCR (silicon controlled rectifier), TRIAC dan
DIAC. Pembaca dapat menyimak lebih jelas bagaimana prinsip kerja serta
aplikasinya.
Struktur Thyristor
Ciri-ciri utama dari sebuah thyristor adalah komponen yang terbuat dari
bahan semiconductor silicon. Walaupun bahannya sama, tetapi struktur P-N
junction yang dimilikinya lebih kompleks dibanding transistor bipolar atau MOS.
Komponen thyristor lebih digunakan sebagai saklar (switch) ketimbang sebagai
penguat arus atau tegangan seperti halnya transistor.
Gambar 5.1. Struktur Thyristor
Struktur dasar thyristor adalah struktur 4 layer PNPN seperti yang
ditunjukkan pada gambar-1a. Jika dipilah, struktur ini dapat dilihat sebagai dua buah
29
Modul 2
struktur junction PNP dan NPN yang tersambung di tengah seperti pada gambar-1b.
Ini tidak lain adalah dua buah transistor PNP dan NPN yang tersambung pada
masing-masing kolektor dan base. Jika divisualisasikan sebagai transistor Q1 dan Q2,
maka struktur thyristor ini dapat diperlihatkan seperti pada gambar-2 yang berikut
ini.
Gambar 5.2. visualisasi dengan transistor
Terlihat di sini kolektor transistor Q1 tersambung pada base transistor Q2
dan sebaliknya kolektor transistor Q2 tersambung pada base transistor Q1.
Rangkaian transistor yang demikian menunjukkan adanya loop penguatan arus di
bagian tengah. Dimana diketahui bahwa Ic = β Ib, yaitu arus kolektor adalah
penguatan dari arus base.
Jika misalnya ada arus sebesar Ib yang mengalir pada base transistor Q2,
maka akan ada arus Ic yang mengalir pada kolektor Q2. Arus kolektor ini merupakan
arus base Ib pada transistor Q1, sehingga akan muncul penguatan pada pada arus
kolektor transistor Q1. Arus kolektor transistor Q1 tdak lain adalah arus base bagi
transistor Q2. Demikian seterusnya sehingga makin lama sambungan PN dari
thyristor ini di bagian tengah akan mengecil dan hilang. Tertinggal hanyalah lapisan
P dan N dibagian luar.
Jika keadaan ini tercapai, maka struktur yang demikian tidak lain adalah
struktur dioda PN (anoda-katoda) yang sudah dikenal. Pada saat yang demikian,
30
Modul 2
disebut bahwa thyristor dalam keadaan ON dan dapat mengalirkan arus dari anoda
menuju katoda seperti layaknya sebuah dioda.
Gambar 5.3. Thyristor diberi tegangan
Bagaimana kalau pada thyristor ini kita beri beban lampu dc dan diberi suplai
tegangan dari nol sampai tegangan tertentu seperti pada gambar 3. Apa yang
terjadi pada lampu ketika tegangan dinaikkan dari nol. Ya betul, tentu saja lampu
akan tetap padam karena lapisan N-P yang ada ditengah akan mendapatkan
reverse-bias (teori dioda). Pada saat ini disebut thyristor dalam keadaan OFF karena
tidak ada arus yang bisa mengalir atau sangat kecil sekali. Arus tidak dapat mengalir
sampai pada suatu tegangan reverse-bias tertentu yang menyebabkan sambungan
NP ini jenuh dan hilang. Tegangan ini disebut tegangan breakdown dan pada saat
itu arus mulai dapat mengalir melewati thyristor sebagaimana dioda umumnya.
Pada thyristor tegangan ini disebut tegangan breakover Vbo.
5.2.2. SCR
Telah dibahas, bahwa untuk membuat thyristor menjadi ON adalah dengan
memberi arus trigger lapisan P yang dekat dengan katoda. Yaitu dengan membuat
kaki gate pada thyristor PNPN seperti pada gambar-4a. Karena letaknya yang dekat
dengan katoda, bisa juga pin gate ini disebut pin gate katoda (cathode gate).
Beginilah SCR dibuat dan simbol SCR digambarkan seperti gambar-4b. SCR dalam
banyak literatur disebut Thyristor saja.
31
Modul 2
Gambar 5.4. Struktur SCR
Melalui kaki (pin) gate tersebut memungkinkan komponen ini di trigger
menjadi ON, yaitu dengan memberi arus gate. Ternyata dengan memberi arus gate
Ig yang semakin besar dapat menurunkan tegangan breakover (Vbo) sebuah SCR.
Dimana tegangan ini adalah tegangan minimum yang diperlukan SCR untuk menjadi
ON. Sampai pada suatu besar arus gate tertentu, ternyata akan sangat mudah
membuat SCR menjadi ON. Bahkan dengan tegangan forward yang kecil sekalipun.
Misalnya 1 volt saja atau lebih kecil lagi. Kurva tegangan dan arus dari sebuah SCR
adalah seperti yang ada pada gambar-5 yang berikut ini.
Gambar 5.5. Karakteristik kurva I-V SCR
32
Modul 2
Gambar 5.6. Rangkaian untuk karakteristik kurva I-V SCR
Pada gambar tertera tegangan breakover Vbo, yang jika tegangan forward
SCR mencapai titik ini, maka SCR akan ON. Lebih penting lagi adalah arus Ig yang
dapat menyebabkan tegangan Vbo turun menjadi lebih kecil. Pada gambar
ditunjukkan beberapa arus Ig dan korelasinya terhadap tegangan breakover. Pada
datasheet SCR, arus trigger gate ini sering ditulis dengan notasi IGT (gate trigger
current). Pada gambar ada ditunjukkan juga arus Ih yaitu arus holding yang
mempertahankan SCR tetap ON. Jadi agar SCR tetap ON maka arus forward dari
anoda menuju katoda harus berada di atas parameter ini.
Sejauh ini yang dikemukakan adalah bagaimana membuat SCR menjadi ON.
Pada kenyataannya, sekali SCR mencapai keadaan ON maka selamanya akan ON,
walaupun tegangan gate dilepas atau di short ke katoda. Satu-satunya cara untuk
membuat SCR menjadi OFF adalah dengan membuat arus anoda-katoda turun
dibawah arus Ih (holding current). Pada gambar-5 kurva I-V SCR, jika arus forward
berada dibawah titik Ih, maka SCR kembali pada keadaan OFF. Berapa besar arus
holding ini, umumnya ada di dalam datasheet SCR.
Cara membuat SCR menjadi OFF tersebut adalah sama saja dengan
menurunkan tegangan anoda-katoda ke titik nol. Karena inilah SCR atau thyristor
pada umumnya tidak cocok digunakan untuk aplikasi DC. Komponen ini lebih
33
Modul 2
banyak digunakan untuk aplikasi-aplikasi tegangan AC, dimana SCR bisa OFF pada
saat gelombang tegangan AC berada di titik nol.
Ada satu parameter penting lain dari SCR, yaitu VGT. Parameter ini adalah
tegangan trigger pada gate yang menyebabkab SCR ON. Kalau dilihat dari model
thyristor pada gambar-2, tegangan ini adalah tegangan Vbe pada transistor Q2. VGT
seperti halnya Vbe, besarnya kira-kira 0.7 volt. Seperti contoh rangkaian gambar-8
berikut ini sebuah SCR diketahui memiliki IGT = 10 mA dan VGT = 0.7 volt. Maka dapat
dihitung tegangan Vin yang diperlukan agar SCR ini ON adalah sebesar :
Vin = Vr + VGT
Vin = IGT(R) + VGT = 4.9 volt
Gambar 5.7. Rangkaian SCR
5.2.3. TRIAC
Boleh dikatakan SCR adalah thyristor yang uni-directional, karena ketika ON
hanya bisa melewatkan arus satu arah saja yaitu dari anoda menuju katoda.
Struktur TRIAC sebenarnya adalah sama dengan dua buah SCR yang arahnya bolak-
balik dan kedua gate-nya disatukan. Simbol TRIAC ditunjukkan pada gambar-
6. TRIAC biasa juga disebut thyristor bi-directional.
34
Modul 2
Gambar 5.8. Simbol TRIAC
TRIAC bekerja mirip seperti SCR yang paralel bolak-balik, sehingga dapat
melewatkan arus dua arah. Kurva karakteristik dari TRIAC adalah seperti pada
gambar-7 berikut ini.
Gambar 5.9. Karakteristik kurva I-V TRIAC
Pada datasheet akan lebih detail diberikan besar parameter-parameter
seperti Vbo dan –Vbo, lalu IGT dan –IGT, Ih serta –Ih dan sebagainya. Umumnya besar
parameter ini simetris antara yang plus dan yang minus. Dalam perhitungan desain,
bisa dianggap parameter ini simetris sehingga lebih mudah di hitung.
35
Modul 2
Gambar 5.10. Rangkaian untuk karakteristik kurva I-V TRIAC
5.2.4. DIAC Kalau dilihat strukturnya seperti gambar-8a, DIAC bukanlah termasuk
keluarga thyristor, namun prisip kerjanya membuat ia digolongkan sebagai
thyristor. DIAC dibuat dengan struktur PNP mirip seperti transistor. Lapisan N pada
transistor dibuat sangat tipis sehingga elektron dengan mudah dapat menyeberang
menembus lapisan ini. Sedangkan pada DIAC, lapisan N di buat cukup tebal
sehingga elektron cukup sukar untuk menembusnya. Struktur DIAC yang demikian
dapat juga dipandang sebagai dua buah dioda PN dan NP, sehingga dalam beberapa
literatur DIAC digolongkan sebagai dioda.
Gambar 5.11. Struktur dan simbol DIAC
36
Modul 2
Sukar dilewati oleh arus dua arah, DIAC memang dimaksudkan untuk tujuan
ini. Hanya dengan tegangan breakdown tertentu barulah DIAC dapat
menghantarkan arus. Arus yang dihantarkan tentu saja bisa bolak-balik dari anoda
menuju katoda dan sebaliknya. Kurva karakteristik DIAC sama seperti TRIAC, tetapi
yang hanya perlu diketahui adalah berapa tegangan breakdown-nya.
Simbol dari DIAC adalah seperti yang ditunjukkan pada gambar-8b. DIAC
umumnya dipakai sebagai pemicu TRIAC agar ON pada tegangan input tertentu
yang relatif tinggi. Contohnya adalah aplikasi dimmer lampu yang berikut pada
gambar-9.
Gambar 5.12. Rangkaian Dimmer
Jika diketahui IGT dari TRIAC pada rangkaian di atas 10 mA dan VGT = 0.7 volt.
Lalu diketahui juga yang digunakan adalah sebuah DIAC dengan Vbo = 20 V, maka
dapat dihitung TRIAC akan ON pada tegangan :
V = IGT(R)+Vbo+VGT = 120.7 V
37
Modul 2
Gambar 5.13. input output dimmer, warna biru sumber tegangan, warna merah
arus gate TRIAC dan warna hijau daya yang mengalir ke rangkaian dan beban
Pada rangkaian dimmer, resistor R biasanya diganti dengan rangkaian seri resistor
dan potensiometer. Di sini kapasitor C bersama rangkaian R digunakan untuk
menggeser phasa tegangan VAC. Lampu dapat diatur menyala redup dan terang,
tergantung pada saat kapan TRIAC di picu.
Gambar 5.14. Contoh fisik dari thyristor arus besar
38
Modul 2
5.3. RANGKUMAN
39
Modul 2
5.4. REFERENSI
1. Ganti Dapari, 1990, “Pokok –Pokok Elektronika”, Gramedia Pustaka
Umum Jakarta
2. Malvino Albert Paul, 1994, “Prinsip-Prinsip Elektronika”, Penerbit
Erlangga Jakarta
3. Zuhal, 2004, ”Prinsip Dasar Elektroteknik ”, Gramedia Pustaka Umum
Jakarta
40
Modul 2
5.5. LATIHAN SOAL
41
Modul 2
5.6. JAWABAN
42
Modul 2
BAB 6
TRANSISTOR
6.1. Tujuan Perkuliahan :
Memberikan penjelasan kepada mahasiswa mengenai komponen transistor,
prinsip kerja, karakteristik, perhitungan dan contoh aplikasi oada rangkaian
elektronika.
6.2. Outline Pembahasan : 1. Pembiasan arus pada transistor
2. Parameter-parameter
3. Kurva karakteristik
4. Datasheet transistor
5. Transistor sebagai saklar elektronik
6. Rangkaian amplifier
43
Modul 2
Transistor adalah komponen elektronika yang sangat penting. Menjadi cikal
bakal perkembangan elektronika dewasa ini. Sampai pada era mikroprosesor dan
mikrokontroller adalah bermula dari transistor. Transistor pada mulanya dibuat dari
tabung, selain bentuknya yang besar, dibutuhkan arus yang besar untuk
pengoperasiannya. Dengan ditemukannya bahan semikonduktor sekarang telah
dapat dinuat transistor dalam bentuk yang sangat kecil (micro). Seperti pada
pembahasan Dioda, terdapat 2 type semikonduktor yaitu type N dan type P.
Terdapat 2 type transistor : type NPN dan PNP.Symbol dan contoh susunan kaki-
kaki transistor seperti berikut.
NPN PNP
Gambar 6.1. Beberapa contoh dan susunan kaki-kaki transistor
B
E
C
B
C
E
44
Modul 2
6.2.1. Pembiasan Arus pada Transistor
Mempunyai 3 kaki yang masing-masing dinamakan Basis, Collector dan Emitter.
Sebagai rangkuman, prinsip kerja transistor adalah arus bias base-emiter yang kecil
mengatur besar arus kolektor-emiter. Bagian penting berikutnya dalah bagaimana
caranya memberi arus bias yang tepat sehingga transistor dapat bekerja optimal.
Arus bias
Ada tiga cara yang umum untuk memberi arus bias pada transistor, yaitu rangkaian
CE (Common Emitter), CC (Common Collector) dan CB (Common Base). Namun saat
ini akan lebih detail dijelaskan bias transistor rangkaian CE. Dengan menganalisa
rangkaian CE akan dapat diketahui beberapa parameter penting dan berguna
terutama untuk memilih transistor yang tepat untuk aplikasi tertentu. Tentu untuk
aplikasi pengolahan sinyal frekuensi audio semestinya tidak menggunakan
transistor power, misalnya.
Arus Emiter
Dari hukum Kirchhoff diketahui bahwa jumlah arus yang masuk kesatu titik akan
sama jumlahnya dengan arus yang keluar. Jika teorema tersebut diaplikasikan pada
transistor, maka hukum itu menjelaskan hubungan :
IE = IC + IB ........(1)
Gambar 6.2. Arus basis kolektor dan emitor
45
Modul 2
Persamanaan (1) tersebut mengatakan arus emiter IE adalah jumlah dari arus
kolektor IC dengan arus base IB. Karena arus IB sangat kecil sekali atau disebutkan IB
<< IC, maka dapat dinyatakan
IE = IC ......... .(2)
6.2.2. Parameter-parameter
Alpha (α)
Pada tabel data transistor (databook) sering dijumpai spesifikasi αdc (alpha dc) yang
tidak lain adalah :
αdc = IC/IE .............. (3)
Defenisinya adalah perbandingan arus kolektor terhadap arus emitor.
Karena besar arus kolektor umumnya hampir sama dengan besar arus emiter maka
idealnya besar αdc adalah = 1 (satu). Namun umumnya transistor yang ada memiliki
αdc kurang lebih antara 0.95 sampai 0.99.
Beta (β)
Beta didefenisikan sebagai besar perbandingan antara arus kolektor dengan arus
base.
β = IC/IB............. (4)
Dengan kata lain, b adalah parameter yang menunjukkan kemampuan penguatan
arus (current gain) dari suatu transistor. Parameter ini ada tertera di databook
transistor dan sangat membantu para perancang rangkaian elektronika dalam
merencanakan rangkaiannya.
Misalnya jika suatu transistor diketahui besar β =250 dan diinginkan arus kolektor
sebesar 10 mA, maka berapakah arus bias base yang diperlukan. Tentu jawabannya
sangat mudah yaitu :
IB = IC/ β = 10mA/250 = 40 uA
46
Modul 2
Arus yang terjadi pada kolektor transistor yang memiliki β = 200 jika diberi arus bias
base sebesar 0.1mA adalah :
IC = β IB = 200 x 0.1mA = 20 mA
Dari rumusan ini lebih terlihat defenisi penguatan arus transistor, yaitu sekali lagi,
arus base yang kecil menjadi arus kolektor yang lebih besar.
Common Emitter (CE)
Rangkaian CE adalah rangkain yang paling sering digunakan untuk berbagai aplikasi
yang mengunakan transistor. Dinamakan rangkaian CE, sebab titik ground atau titik
tegangan 0 volt dihubungkan pada titik emiter.
Gambar 6.3. Rangkaian Common Emitter (CE)
Sekilas Tentang Notasi
Ada beberapa notasi yang sering digunakan untuk mununjukkan besar tegangan
pada suatu titik maupun antar titik. Notasi dengan 1 subscript adalah untuk
menunjukkan besar tegangan pada satu titik, misalnya
VC = tegangan kolektor,
VB = tegangan base
VE = tegangan emiter.
47
Modul 2
Ada juga notasi dengan 2 subscript yang dipakai untuk menunjukkan besar
tegangan antar 2 titik, yang disebut juga dengan tegangan jepit.
Diantaranya adalah :
VCE = tegangan jepit kolektor- emitor
VBE = tegangan jepit base – emitor
VCB = tegangan jepit kolektor – base
Notasi seperti VBB, VCC, VEE berturut-turut adalah besar sumber tegangan yang
masuk ke titik base, kolektor dan emitor.
6.2.3. Kurva Karakteristik
Hubungan antara dan tentu saja akan berupa kurva dioda. Karena memang
telah diketahui bahwa junction base-emitor tidak lain adalah sebuah dioda. Jika
hukum Ohm diterapkan pada loop base diketahui adalah :
IB = (VBB - VBE) / RB ......... (5)
VBE adalah tegangan jepit dioda junction base-emitor. Arus hanya akan mengalir jika
tegangan antara base-emitor lebih besar dari VBE. Sehingga arus IB mulai aktif
mengalir pada saat nilai VBE tertentu.
Gambar 6.4. Kurva IB -VBE
48
Modul 2
Besar VBE umumnya tercantum di dalam databook. Tetapi untuk penyerdehanaan
umumnya diketahui VBE = 0.7 volt untuk transistor silikon dan VBE = 0.3 volt untuk
transistor germanium. Nilai ideal VBE = 0 volt.
Sampai disini akan sangat mudah mengetahui arus IB dan arus IC dari rangkaian
berikut ini, jika diketahui besar β = 200. Katakanlah yang digunakan adalah
transistor yang dibuat dari bahan silikon.
Gambar 6.5. Rangkaian Common Emittor
IB = (VBB - VBE) / RB
= (2V - 0.7V) / 100 K
= 13 uA
Dengan β = 200, maka arus kolektor adalah :
IC = β IB = 200 x 13uA = 2.6 mA
Kurva Kolektor
Sekarang sudah diketahui konsep arus base dan arus kolektor. Satu hal lain yang
menarik adalah bagaimana hubungan antara arus base IB, arus kolektor IC dan
tegangan kolektor-emiter VCE. Dengan mengunakan rangkaian-01, tegangan VBB
dan VCC dapat diatur untuk memperoleh plot garis-garis kurva kolektor. Pada
gambar berikut telah diplot beberapa kurva kolektor arus IC terhadap VCE dimana
arus IB dibuat konstan.
49
Modul 2
Gambar 6.6. Kurva Arus kolektor terhadap Tegangan kolektor emitor
Dari kurva ini terlihat ada beberapa region yang menunjukkan daerah kerja
transistor. Pertama adalah daerah saturasi, lalu daerah cut-off, kemudian daerah
aktif dan seterusnya daerah breakdown.
Daerah Aktif
Daerah kerja transistor yang normal adalah pada daerah aktif, dimana arus IC
konstans terhadap berapapun nilai VCE. Dari kurva ini diperlihatkan bahwa arus IC
hanya tergantung dari besar arus IB. Daerah kerja ini biasa juga disebut daerah
linear (linear region).
Jika hukum Kirchhoff mengenai tegangan dan arus diterapkan pada loop kolektor
(rangkaian CE), maka dapat diperoleh hubungan :
VCE = VCC - ICRC .............. (6)
Dapat dihitung dissipasi daya transistor adalah :
PD = VCE.IC ............... (7)
CutOff
50
Modul 2
Rumus ini mengatakan jumlah dissipasi daya transistor adalah tegangan kolektor-
emitor dikali jumlah arus yang melewatinya. Dissipasi daya ini berupa panas yang
menyebabkan naiknya temperatur transistor. Umumnya untuk transistor power
sangat perlu untuk mengetahui spesifikasi PDmax. Spesifikasi ini menunjukkan
temperatur kerja maksimum yang diperbolehkan agar transistor masih bekerja
normal. Sebab jika transistor bekerja melebihi kapasitas daya PDmax, maka
transistor dapat rusak atau terbakar.
Daerah Cut-Off
Daerah saturasi adalah mulai dari VCE = 0 volt sampai kira-kira 0.7 volt (transistor
silikon), yaitu akibat dari efek dioda kolektor-base yang mana tegangan VCE belum
mencukupi untuk dapat menyebabkan aliran elektron.
Daerah Saturasi
Jika kemudian tegangan VCC dinaikkan perlahan-lahan, sampai tegangan VCE
tertentu tiba-tiba arus IC mulai konstan. Pada saat perubahan ini, daerah kerja
transistor berada pada daerah cut-off yaitu dari keadaan saturasi (OFF) lalu menjadi
aktif (ON). Perubahan ini dipakai pada system digital yang hanya mengenal angka
biner 1 dan 0 yang tidak lain dapat direpresentasikan oleh status transistor OFF dan
ON.
Gambar 6.7. Rangkaian driver LED
51
Modul 2
Misalkan pada rangkaian driver LED di atas, transistor yang digunakan adalah
transistor dengan β = 50. Penyalaan LED diatur oleh sebuah gerbang logika (logic
gate) dengan arus output high = 400 uA dan diketahui tegangan forward LED, VLED =
2.4 volt. Lalu pertanyaannya adalah, berapakah seharusnya resistansi RL yang
dipakai.
IC = β IB = 50 x 400 uA = 20 mA
Arus sebesar ini cukup untuk menyalakan LED pada saat transistor cut-off. Tegangan
VCE pada saat cut-off idealnya = 0, dan aproksimasi ini sudah cukup untuk rangkaian
ini.
RL = (VCC - VLED - VCE) / IC
= (5 - 2.4 - 0)V / 20 mA
= 2.6V / 20 mA
= 130 Ohm
Daerah Breakdown
Dari kurva kolektor, terlihat jika tegangan VCE lebih dari 40V, arus IC menanjak naik
dengan cepat. Transistor pada daerah ini disebut berada pada daerah breakdown.
Seharusnya transistor tidak boleh bekerja pada daerah ini, karena akan dapat
merusak transistor tersebut. Untuk berbagai jenis transistor nilai tegangan VCEmax
yang diperbolehkan sebelum breakdown bervariasi. VCEmax pada databook
transistor selalu dicantumkan juga.
6.2.4. Datasheet transistor
Sebelumnya telah disinggung beberapa spesifikasi transistor, seperti tegangan
VCEmax dan PD max. Sering juga dicantumkan di datasheet keterangan lain tentang
arus ICmax VCBmax dan VEBmax. Ada juga PDmax pada TA = 25o dan PDmax pada TC =
25o. Misalnya pada transistor 2N3904 dicantumkan data-data seperti :
52
Modul 2
VCBmax = 60V
VCEOmax = 40V
VEBmax = 6 V
ICmax = 200 mAdc
PDmax = 625 mW TA = 25o
PDmax = 1.5W TC = 25o
TA adalah temperature ambient yaitu suhu kamar. Sedangkan TC adalah
temperature cashing transistor. Dengan demikian jika transistor dilengkapi dengan
heatshink, maka transistor tersebut dapat bekerja dengan kemampuan dissipasi
daya yang lebih besar.
Beberapa type yang lain dapat dilihat pada table dibawah ini :
NPN transistors
Code Structure Case style
ICmax. VCEmax. hFEmin.
Category (typical
use) Possiblesubstitutes
BC107 NPN TO18 100mA 45V 110 300mW Audio, low
power BC182 BC547
BC108 NPN TO18 100mA 20V 110 300mW
General purpose,
low power
BC108C BC183 BC548
BC108C NPN TO18 100mA 20V 420 600mW
General purpose,
low power
BC109 NPN TO18 200mA 20V 200 300mW Audio (low noise), low
power BC184 BC549
BC182 NPN TO92C 100mA 50V 100 350mW General purpose,
low power BC107 BC182L
BC182L NPN TO92A 100mA 50V 100 350mW General purpose,
low power BC107 BC182
BC547B NPN TO92C 100mA 45V 200 500mW Audio, low
power BC107B
53
Modul 2
BC548B NPN TO92C 100mA 30V 220 500mW General purpose,
low power BC108B
BC549B NPN TO92C 100mA 30V 240 625mW Audio (low noise), low
power BC109
2N3053 NPN TO39 700mA 40V 50 500mW General purpose,
low power BFY51
BFY51 NPN TO39 1A 30V 40 800mW General purpose, medium power
BC639
BC639 NPN TO92A 1A 80V 40 800mW General purpose, medium power BFY51
TIP29A NPN TO220 1A 60V 40 30W General purpose,
high power
TIP31A NPN TO220 3A 60V 10 40W General purpose,
high power TIP31C TIP41A
TIP31C NPN TO220 3A 100
V 10 40W
General purpose, high power TIP31A TIP41A
TIP41A NPN TO220 6A 60V 15 65W General purpose,
high power
2N3055 NPN TO3 15A 60V 20 117W General purpose,
high power
Please note: the data in this table was compiled from several sources which are not entirely consistent! Most of the discrepancies are minor, but please consult information from your supplier if you require precise data.
54
Modul 2
PNP transistors
Code Structure Case style
IC max.
VCE max.
hFE min.
Ptot max.
Category (typical use)
Possible substitutes
BC177 PNP TO18 100mA 45V 125 300mW Audio, low
power BC477
BC178 PNP TO18 200mA 25V 120 600mW General
purpose, low power
BC478
BC179 PNP TO18 200mA 20V 180 600mW Audio (low noise), low
power
BC477 PNP TO18 150mA 80V 125 360mW Audio, low
power BC177
BC478 PNP TO18 150mA 40V 125 360mW General
purpose, low power
BC178
TIP32A PNP TO220 3A 60V 25 40W General
purpose, high power
TIP32C
TIP32C PNP TO220 3A 100V 10 40W General
purpose, high power
TIP32A
Please note: the data in this table was compiled from several sources which are not entirely consistent! Most of the discrepancies are minor, but please consult information from your supplier if you require precise data.
β atau hFE
Pada system analisa rangkaian dikenal juga parameter h, dengan meyebutkan hFE
sebagai β dc untuk mengatakan penguatan arus.
β dc = hFE ................... (8)
Sama seperti pencantuman nilai βdc, di datasheet umumnya dicantumkan nilai hFE
minimum (hFE min ) dan nilai maksimunya (hFE max).
55
Modul 2
+Vcc
Rc
Rb
Ib
Ic
VB VB
E
+
IE
Contoh aplikasi Transistor pada rangkaian
6.2.5. Transistor sebagai saklar
Transistor sebagai saklar akan bekerja pada daerah saturasi (Icsat) dan daerah
cutoff (Ic 0).
Gambar 6.8. Rangkaian transistor sebagai saklar
56
Modul 2
Gambar 6.9. Kurva garis beban
IB = V V
R
B BE
B
IC = Vcc V
Rc
CE
saat saturasi VCE = 0, IcsatVcc
RcIb Ibmaks
Icsat
hFE
,
VB = Ibmaks RB + VBE
saat Cutoff Ic = 0 , VCE = VCC
6.2.6. Transistor sebagai penguat (Amplifier)
Transistor sebagai penguat dapat dirangkai sebagai :
Common Emitter
Common Colector
Common Basis
Ic(mA)
Icsat =
V
c
c
/
R
c
Ibmaks
Ib=0 Vce
Vcccutoff =Vcc 0
57
Modul 2
Sedangkan untuk analisanya dibagi 2 yaitu analisa dc dan analisa ac.
Analisa Sinyal Kecil
A. Analisa dc
analisa dc digunakan untuk menentukan titik kerja transistor pada garis beban dc.
Ketentuan :
Semua Capacitor Open Circuit
Gambar 6.10. Amplifier Transistor CE
Dari gambar diatas dapat dibuat rangkaian ekivalen dc nya sbb
Ic Ie = Vcc V
Rc R
CE
E
saat saturasi VCE 0
Ic = Vcc/(Rc+RE)
saat cutoff Ic 0 VCE = Vcc
pembagi tegangan pada R2
VR2 = [R2/(R1 + R2)] x Vcc
VR2 = VBE + VRE
TR1
RCR1
RER2
C2
C1
VCC
Vs
Vout
CE
RL
RS
+
-
Vin
TR1
RCR1
RER2
VCC
58
Modul 2
= VBE + IcRE
Ic = V V
R
R BE
E
2
VCE = Vcc – Ic(Rc + RE)
Titik Kerja Transistor P (VCE , Ic)
Gambar 6.11. Gambar Garis Beban dan Titik Kerja Transistor
B. Analisa ac
Analisa ac digunakan untuk menentukan besaran-besaran yang berkaitan dengan
sifat dinamis dari amplifier, antara lain :
Impedansi Input : Zi
Impedansi Output : Zo
Penguatan Tegangan : Avi, Avs
Penguatan Arus : Ai
Penguatan Daya : Ap
Dengan ketentuan sbb :
Buat rangkaian ekivalen ac, dengan :
Semua sumber tegangan dc : short circuit
Semua capacitor : short circuit.
Ic(mA)
Icsat = Vcc/Rc Ibmaks
Ib=0 Vce Vcecutoff =Vcc 0
P(Vce,I
c
)
59
Modul 2
Antara kaki Basis dengan Emitor terdapat impedansi/hambatan : “r”
dengan tegangan “V”.
Antara kaki Colector dengan Emitor terdapat sumber arus tak bebas “gmV”.
Antara kaki Basis dengan Colector : open circuit.
Gambar 6.12. Rangkaian ekivalen ac
gm = trans-konduktansi 38,9 Ic
dengan satuan : Mho (inverse dari Ohm)
r = gm
Impedansi input :
Zi = R1//R2//r
Impedansi output
Zo = RC
Penguatan Tegangan :
Avi = Vout/Vin
Vin = V
Vout = - gmVx RC//RL
Avi = - gm x RC//RL
RS
R1 R2 r
V
+
-
B
Vin
-
+
Vs
gmV
C
E
RC RL
Vout
Zi Zo
Io Ii
60
Modul 2
Avs = Vout/Vs
= (Vout/Vin) x (Vin/Vs)
xVsRsZi
ZiVin
Avs = RsZi
ZiAvi
Penguatan Arus :
Ai = Io/Ii
Io = Vo/RL
Ii = Vi/Zi
Ai = RL
ZiAvi
Penguatan Daya :
Ap = Po/Pi
Po = Vo x Io
Pi = Vi x Ii
Ap = Avi x Ai
Multistage Amplifier
Amplifier dengan konfigurasi CE-CE
TR1
RC1R11
RE1R21
C2
C1
VCC
Vs
Vout
CE1
RL
RS
+
-
Vin
TR2
RC2R12
RE2R22
C3
CE2
61
Modul 2
Analisa dc
Dibuat rangkaian ekivalen dc untuk menetukan garis beban dan titik kerja masing-
masing transistor.
Analisa ac
Dibuat rangkaian ekivalen ac sbb :
RS
R11 R21 r1
V1
+
-
B
Vin
-
+
Vs
gm1V1
C
E
RC1
Zi Zo
Ii
R22 r2 V2
+
-
B
gm2V2
C
E
RC2 RL
Vout
Io
R12
62
Modul 2
6.3. RANGKUMAN
63
Modul 2
6.4. REFERENSI
1. Ganti Dapari, 1990, “Pokok –Pokok Elektronika”, Gramedia Pustaka
Umum Jakarta
2. Malvino Albert Paul, 1994, “Prinsip-Prinsip Elektronika”, Penerbit
Erlangga Jakarta
3. Zuhal, 2004, ”Prinsip Dasar Elektroteknik ”, Gramedia Pustaka Umum
Jakarta
64
Modul 2
6.5. LATIHAN SOAL
65
Modul 2
6.6. JAWABAN