bab

32
BAB III PEMBAHASAN 3.1. Konstruksi Model Beberapa bagian prototipe yang ditirukan ke dalam model dengan menggunakan jenis dan besarnya nilai skala tersebut di atas terdiri dari : 1.Bendungan Utama yang dibuat dari pasangan batu bata dan semen. 2.Untuk ambang pelimpah, dan peredam energi (stilling basin) dibuat dari kayu yang diperhalus dan dicat untuk kesamaan kekasaran dengan kedaan lapangan, sedangkan untuk dinding saluran samping dan peredam energi (stilling basin) dibuat dari bahan fiber glass. Dengan menerapkan skala tertentu (skala tanpa distorsi) pada uji model fisik hidrolika bangunan pelimpah samping Bendungan, maka secara garis besar ukuran dari konstruksi model ini adalah sebagai berikut : Tabel 3.1. Besaran-besaran di model Deskripsi Prototy pe Rat io Model (m) (cm) I. Bendungan Utama - Tinggi 52.00 1:5 0 104.0 0 - Lebar puncak 10.00 1:5 20.00 15

Upload: chand-dedarksky

Post on 29-Nov-2015

102 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

-

TRANSCRIPT

Page 1: Bab

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Konstruksi Model

Beberapa bagian prototipe yang ditirukan ke dalam model dengan

menggunakan jenis dan besarnya nilai skala tersebut di atas terdiri dari :

1. Bendungan Utama yang dibuat dari pasangan batu bata dan semen.

2. Untuk ambang pelimpah, dan peredam energi (stilling basin) dibuat dari kayu

yang diperhalus dan dicat untuk kesamaan kekasaran dengan kedaan

lapangan, sedangkan untuk dinding saluran samping dan peredam energi

(stilling basin) dibuat dari bahan fiber glass.

Dengan menerapkan skala tertentu (skala tanpa distorsi) pada uji model fisik

hidrolika bangunan pelimpah samping Bendungan, maka secara garis besar ukuran

dari konstruksi model ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Besaran-besaran di model

DeskripsiPrototype

RatioModel

(m) (cm)

I. Bendungan Utama      

- Tinggi 52.00 1:50 104.00

- Lebar puncak 10.00 1:50 20.00

II. Pelimpah      

- Tinggi ambang pelimpah 2.50 1:50 5.00

- Lebar Pelimpah 28.00 1:50 56.00

III. Saluran Samping      

-  Lebar saluran hulu 12.00 1:50 24.00

-  Lebar saluran hilir 14.00 1:50 28.00

IV. Saluran Transisi      

-  Lebar saluran hulu 14.00 1:50 28.00

-  Lebar saluran hilir 14.00 1:50 28.00

15

Page 2: Bab

16

V. Saluran Peluncur      

- Panjang 83.69 1:50 167.38

- Lebar 14.00 1:50 28.00

VI. Peredam Energi (USBR Tipe II)      

- Panjang 38.00 1:50 76.00

- Lebar 14.00 1:50 28.00

3.2.Pengukuran Debit

Untuk mengetahui apakah debit di model sudah sesuai dengan kondisi

prototype, perlu dilakukan uji pendahuluan (running test). Elevasi di hulu bendung

dicapai hingga konstan kemudian akan diperoleh debit di alat ukur debit Rechbox,

hasil debit tersebut akan dibandingkan dengan kondisi debit di prototype.

Debit aliran yang masuk ke model diukur dengan ambang lebar tipe Rechbox

dengan dimensi sebagai berikut:

D = 1,060 m

B = 1,000 m

b = 0,400 m

h = tinggi muka air (0,032 m)

Debit aliran teoritik yang melalui Rechbox dapat dihitung dengan rumus:

Q = k.b.h3/2

cengan :

Q = debit (m3/dt)

k = koefisien debit (m1/2/menit)

Gambar 3.1 Alat Ukur Rechbox

B

DD

h

b

Page 3: Bab

17

= 107.1 + +14.2 -25.7 + + 2.04

b = lebar mercu (m)

h = kedalaman air diatas mercu (m)

B = lebar saluran (m)

D = tinggi dari dasar saluran ke mercu (m)

Harga k dimasukkan dalam rumus alat ukur debit, maka dihitung besarnya debit

percobaan.

Langkah Pengukuran :

a. Tentukan Indek Point Gauge (IPG) dengan menyentuhkan ujung jarum point

gauge pada crest alat ukur debit.

b. Stel nonius sehingga angka nol tepat pada angka meteran taraf pada angka 52,00

sehingga IPG = 0 = 52,00

c. Ukur tinggi muka air pada alat ukur dengan menyentuhkan ujung jarum point

gauge pada muka air, meteran taraf (point gauge) dibaca dan dicatat.

Perhitungan Debit

Dengan dilakukaknnya satu kali penggunaan debit dalam pengukuran. Maka dapat

dihitung debit yang dipakai dengan rumus-rumus seperti diatas.

Diketahui :

IPG = 0 = 52,00

Dengan h = h1 Rechbok – IPG Rechbok

= 53.91 cm – 52,00 cm

= 1.9 cm

= 0,019 m

Page 4: Bab

18

K = 107.1 + +14.2 -25.7 + + 2.04

=107.1 + +14.2 -25.7 + + 2.04

= 116,583 m1/2/menit

Sehingga :

Qm = k . b . h3/2

= (116,583) . (0,60) . (0,019)3/2

= 0,185 m3/menit

= 0,003 m3/dt

Qp = (50)5/2 . Qm

= (50)5/2 . (0,003 m3/dt)

= 54,401 m3/dt

Jadi, debit ke-1 yang dipakai adalah 54,401 m3/dt

Untuk debit yang ke-2 (dua) disajikan dalam table berikut :

Tabel 3.2. Perhitungan Debit 1 dan 2

 

Tinggi Air di Atas Ambang KoefisienDebit Rechbox

Pelimpah Rechbox Pelimpahh h Rechbox Q Model Q Model Q Prototype

(cm) (m) (K) (m3/menit) (m3/detik)

1 1.91 0.019 116.583 0.185 0.003 54.4012 5 0.050 109.822 0.737 0.012 217.055

Sumber : hasil perhitungan

3.3. Perhitungan Debit 1

Page 5: Bab

19

A. Perhitungan Tinggi Muka Air

Perhitungan tinggi muka air diukur dengan menggunakan meteran taraf (point

gauge) atau dengan alat ukur sipat datar (waterpass). Indeks point alat ukur ini yaitu

52,00 yang digunakan untuk mengukur muka air pada titik-titik yang akan ditinjau.

Elevasi muka air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

Dengan skala model 1 : 50 maka:

Dengan :

Elx = Elevasi muka air prototype (m)

Eldasar x = Elevasi dasar prototype (m)

a = Bacaan pada sipat datar (waterpass)

IPG = Indeks point sipat datar (waterpass)

Contoh Perhitungan Elevasi dan Tinggi Muka Air di Prototype :

Diketahui : IPG = 0 = 52,00 = 511,00

Hasil pembacaan : 63,20 (Saluran Peluncur, section 7 As)

Elevasi dasar : 511,00

Penyelesaian :

Elevasi muka air di prototipe = 505,40

Page 6: Bab

20

Tinggi muka air = Elx - Eldasar

= 511,00 – 505,40

= 2,40 m

(Perhitungan selanjutnya terdapat pada table 3.3.)

B. Perhitungan Kecepatan Air

Page 7: Bab

21

Pengukuran distribusi kecepatan menggunakan pitot tube. Untuk menghitung

kecepatan di model dan prototype menggunakan persamaan :

Vm = Cp x (kecepatan aliran model)

Vp = Vm . nh1/2 (kecepatan aliran Prototype)

Dengan :

Vm = kecepatan di model

Cp = koefisien pitot tube = 3.992 . h0.488

h = tinggi muka air di pitot tube (m)

Vp = kecepatan di prototype

nh = skala model

Contoh Perhitungan:

Pengukuran kecepatan aliran menggunakan pitot tube. Pengukuran di sebelah kiri

atas section 1 pada pelimpah.

Data : hka = 0.2 cm = 0.002m

Cp = 3.992 x h0.488

g = 9.81 m/dt2

Maka :

Vm = Cp x

= 3.992 x (0.002)0.488 x

Vmka = 0.1941 m/dt

Vp = Vm . nh1/2 (nh=nL=50)

= 0.1941 x (50)1/2

Page 8: Bab

22

Vpka = 1.373 m/dt

(Perhitungan selanjutnya terdapat pada table 3.4.)

C. Perhitungan Kondisi Aliran

Page 9: Bab

23

Kondisi aliran dapat dikategorikan setelah kita menghitung bilangan Froude dan

reynoldnya.

Dengan rumus sebagai berikut:

Bilangan Froude :

Fr =

dengan :

Fr = Froude, Fr<1 Aliran Sub Kritis

Fr=1 Aliran Kritis

Fr>1 Aliran Super Kritis

V = Kecepatan (cm/dt)

g = Percepatan gravitasi (9.81 m/dt2)

h = Tinggi muka air (cm)

Bilangan Reynold :

Re =

Dengan :

Re = Reynold, Re<2000 = Aliran Laminer

2000-4000 = Aliran Transisi

Re>4000 = Aliran Turbulen

Rumus untuk h rerata :

Contoh Perhitungan :

Page 10: Bab

24

Bilangan Froude section II pada pelimpah (Debit I)

Vrerata = m/dt

Frmodel = = = 0.130

Karena Bilangan Froudenya = 0.130 >1, maka jenis alirannya adalah Sub- Kritis.

(Perhitungan selanjutnya terdapat pada table 3.5.)

Contoh Perhitungan Bilangan Reynold:

Pada Section II pada pelimpah (Debit I)

Re =

=

=15534388,333

Karena Bilangan Reynoldnya = 15534388,333 >2000, maka jenis alirannya adalah

Turbulen.

(Perhitungan selanjutnya terdapat pada table 3.5.)

D. Perhitungan Loncatan Hidraulik

Pada pengujian model, loncatan hidraulik umumnya masih berada dalam ruang

peredam energi sehingga aman terhadap saluran atau sungai di bagian hilir. Untuk

Page 11: Bab

25

menentukan tipe kolam olakan yang sesuai, digunakan klasifikasi tipe kolam olakan

ini didasarkan pada harga bilangang Froude dan kecepatan yang terjadi, rinciannya

sebagai berikut:

a. USBR Type I 1.7 < Fr < 2.5

b. USBR Type II Fr < 4.5 : V > 15 m/dt

c. USBR Type III Fr > 4.5 : V > 15 m/dt

d. USBR Type IV 2.5 < Fr < 4.5

Diketahui :

Y1

= Tinggi muka air sebelum loncatan = 4,333

Y2

= Tinggi muka air setelah loncatan = 10,933

Perhitungan :

Page 12: Bab

26

Dari hasil perhitungan diatas didapat nilai Fr = 2,285 Diketahui tipe kolam olak

yang sesuai yaitu USBR Type I

E. Perhitungan Kavitasi

Kavitasi merupakan fenomena hidrolik akibat tekanan subatmosfir aliran air pada

permukaan bangunan seperti pelimpah, saluran peluncur dan saluran samping.

Pengaruh kavitasi yang paling menonjol adalah di daerah kecepatan setempat

yang tinggi dengan tekanan rendah.

Rumus indeks kavitasi:

Dengan:

σ = indeks kavitasi

P0 = ambient pressure (kPa), 1 kPa = 1000 N/m2

Ρa = tekanan atmosfir (=101 kPa)

Pg = ρ . g . h

= tekanan setempat (kPa) = P

h = tinggi muka air (m)

Pv = tekanan uap (kPa)

ρ = massa jenis cairan (kg/m3)

Vo = kecepatan aliran (m/dt)

Angka batas kavitasi dapat dihitung dengan rumus berikut:

Page 13: Bab

27

Dalam hal ini σ1 = -Cp , dengan: P = Pg = tekanan setempat (kPa)

Contoh Perhitungan Pada Saluran Peluncur Section 7:

Data:

P0 = 1 kPa = 1000 N/m2

Ρa = 101 kPa

h = 2,433 m

Pv = 2828 kPa

ρ = 1000 kg/m3

Vo = 11,212 m/dt

Perhitungan:

Pg = ρ . g . h

= 1000 . 9.81 . 2,433

= 23871,00 kPa

Po = Pa+Pg

= 101 + 23871

= 23972 kPa

Page 14: Bab

28

= 0,336

= -0,002

Jadi nilai σ1 = 0,002

Dari persyaratan dapat kita ketahui σ > σ1. Maka tidak terjadi kavitasi.

(Perhitungan selanjutnya terdapat pada table 3.6.)

Page 15: Bab

29

3.4. Perhitungan Debit 2

A. Perhitungan Tinggi Muka Air

Perhitungan tinggi muka air diukur dengan menggunakan meteran taraf (point

gauge) atau dengan alat ukur sipat datar (waterpass). Indeks point alat ukur ini yaitu

96.8 yang digunakan untuk mengukur muka air pada titik-titik yang akan ditinjau.

Elevasi muka air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

Dengan skala model 1 : 50 maka:

Dengan :

Elx = Elevasi muka air prototype (m)

Eldasar x = Elevasi dasar prototype (m)

a = Bacaan pada sipat datar (waterpass)

IPG = Indeks point sipat datar (waterpass)

Contoh Perhitungan Elevasi dan Tinggi Muka Air di Prototype :

Diketahui : IPG = 0 = 52,00 = 511,00

Hasil pembacaan : 62,6 (Saluran Peluncur, Section 7 As)

Elevasi dasar : 511,00

Penyelesaian :

Page 16: Bab

30

Elevasi muka air di prototipe = 505,70

Tinggi muka air = Elx - Eldasar

= 511,00 – 505,70

= 2,70 m

(Perhitungan selanjutnya terdapat pada table 3.7.)

Page 17: Bab

31

B. Perhitungan Kecepatan Air

Pengukuran distribusi kecepatan menggunakan pitot tube. Untuk menghitung

kecepatan di model dan prototype menggunakan persamaan :

Vm = Cp x (kecepatan aliran model)

Vp = Vm . nh1/2 (kecepatan aliran Prototype)

Dengan :

Vm = kecepatan di model

Cp = koefisien pitot tube = 3.992 . h0.488

h = tinggi muka air di pitot tube (m)

Vp = kecepatan di prototype

nh = skala model

Contoh Perhitungan:

Pengukuran kecepatan aliran menggunakan pitot tube. Pengukuran di sebelah kiri

atas section 1 pada pelimpah.

Data : hka = 0.133 cm = 0.001m

Cp = 3.992 x h0.488

g = 9.81 m/dt2

Maka :

Vm = Cp x

= 3.992 x (0.001)0.488 x

Page 18: Bab

32

Vmka = 0.137 m/dt

Vp = Vm . nh1/2 (nh=nL=50)

= 0.137 x (50)1/2

Vpka = 0.971 m/dt

(Perhitungan selanjutnya terdapat pada table 3.8.)

Page 19: Bab

33

C. Perhitungan Kondisi Aliran

Kondisi aliran dapat dikategorikan setelah kita menghitung bilangan Froude dan

reynoldnya.

Dengan rumus sebagai berikut:

Bilangan Froude :

Fr =

dengan :

Fr = Froude, Fr<1 Aliran Sub Kritis

Fr=1 Aliran Kritis

Fr>1 Aliran Super Kritis

V = Kecepatan (cm/dt)

g = Percepatan gravitasi (9.81 m/dt2)

h = Tinggi muka air (cm)

Bilangan Reynold :

Re =

Dengan :

Re = Reynold, Re<2000 = Aliran Laminer

2000-4001 = Aliran Transisi

Re>4000 = Aliran Turbulen

Rumus untuk h rerata :

Page 20: Bab

34

Contoh Perhitungan :

Bilangan Froude section II pada pelimpah (Debit 2)

Vrerata = 1,768 m/dt

Frmodel = = = 0.184

Karena Bilangan Froudenya = 0.184 >1, maka jenis alirannya adalah Sub- Kritis.

(Perhitungan selanjutnya terdapat pada table 3.9.)

Contoh Perhitungan Bilangan Reynold:

Pada Section II pada pelimpah (Debit 2)

Re =

=

=16559345,103

Karena Bilangan Reynoldnya = 16559345,103 >2000, maka jenis alirannya adalah

Turbulen.

(Perhitungan selanjutnya terdapat pada table 3.9.)

Page 21: Bab

35

D. Perhitungan Loncatan Hidraulik

Pada pengujian model, loncatan hidraulik umumnya masih berada dalam ruang

peredam energi sehingga aman terhadap saluran atau sungai di bagian hilir. Untuk

menentukan tipe kolam olakan yang sesuai, digunakan klasifikasi tipe kolam olakan

ini didasarkan pada harga bilangang Froude dan kecepatan yang terjadi, rinciannya

sebagai berikut:

a. USBR Type I 1.7 < Fr < 2.5

b. USBR Type II Fr < 4.5 : V > 15 m/dt

c. USBR Type III Fr < 4.5 : V > 15 m/dt

d. USBR Type IV 2.5 < Fr < 4.5

Diketahui :

Y1

= Tinggi muka air sebelum loncatan =4,400

Y2

= Tinggi muka air setelah loncatan = 11,900

Perhitungan :

Page 22: Bab

36

2,238

Dari hasil perhitungan diatas didapat nilai Fr = 2,238. Diketahui tipe kolam olak

yang sesuai yaitu USBR Type I.

E. Perhitungan Kavitasi

Kavitasi merupakan fenomena hidrolik akibat tekanan subatmosfir aliran air pada

permukaan bangunan seperti pelimpah, saluran peluncur dan saluran samping.

Pengaruh kavitasi yang paling menonjol adalah di daerah kecepatan setempat

yang tinggi dengan tekanan rendah.

Rumus indeks kavitasi:

Dengan:

σ = indeks kavitasi

P0 = ambient pressure (kPa), 1 kPa = 1000 N/m2

Ρa = tekanan atmosfir (=101 kPa)

Pg = ρ . g . h

= tekanan setempat (kPa) = P

h = tinggi muka air (m)

Pv = tekanan uap (kPa)

ρ = massa jenis cairan (kg/m3)

Vo = kecepatan aliran (m/dt)

Page 23: Bab

37

Angka batas kavitasi dapat dihitung dengan rumus berikut:

Dalam hal ini σ1 = -Cp , dengan: P = Pg = tekanan setempat (kPa)

Contoh Perhitungan Pada Saluran Peluncur Section 7:

Data:

P0 = 1 kPa = 1000 N/m2

Ρa = 101 kPa

h = 2,633 m

Pv = 2828 kPa

ρ = 1000 kg/m3

Vo = 11,789 m/dt

Perhitungan:

Pg = ρ . g . h

= 1000 . 9.81 . 2,633

= 25833,00 kPa

Po = Pa+Pg

= 101 + 25833

= 25934 kPa

Page 24: Bab

38

= 0.3325

= -0,001

Jadi nilai σ1 = 0.001

Dari persyaratan dapat kita ketahui σ > σ1. Maka tidak terjadi kavitasi.

(Perhitungan selanjutnya terdapat pada table 3.10.)

Page 25: Bab

39

3.5. Perhitungan Efektifitas Peredam Energi

Efektifitas peredam energi dihitung dengan membandingkan energi sebelum

dan setelah loncatan. Semakin besar nilai perbandingan antara E1 dengan E2, maka

semakin baik peredam energi dalam mengendalikan loncatan hidraulik. Efektifitas

peredaman energi menunjukkan seberapa besar energi yang terkendalikan di dalam

peredam energi.

 

y1 v1 y2 v2 E1 E2 ΔE Efektifitas

(m) (m/dt) (m) (m/dt) (m) (m) (m) (%)

Debit 1 4.933 15.723 11.200 1.578 17.533 11.327 6.206 35.397

Debit 2 4.400 18.777 12.767 8.731 22.370 16.652 5.718 25.560

3.6. Perhitungan Gerusan

Analisa penggerusan diperlukan untuk mengetahui gerusan (local scouring) yang terjadi di bagian hilir bangunan peredam energi.

Perhitungan gerusan menggunakan rumus Veronise sebagai berikut :

S = (1,9 x He0,255 x q0,54) – dm

dengan :

S = kedalaman gerusan (local scouring) yang terjadi di hilir bangunan

He = jarak vertical antara garis energi dengan permukaan air di hilir bangunan

q = debit per satuan lebar

dm = kedalaman aliran di hilir bangunan

Page 26: Bab

40

Data Perhitungan

V = 1,239 m/dt

Q = 94,162 m3/dt

B = 30 m

dm = 2,533 m

S = (1,9 x He0,255 x q0,54) – dm

= -0,693 m (dapat dianggap tdak terjadi gerusan)