bab vi kerusakan bakteri oleh senyawa

12
6 KERUSAKAN BAKTERI OLEH SENYAWA ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK Chaetoceros gracilis 6.1 Pendahuluan 6.1.1 Latar belakang Mikroalga merupakan biota perairan yang selama ini pemanfaatannya di Indonesia masih terbatas untuk pakan larva. Sesungguhnya mikroalga mempunyai potensi untuk dikembangkan karena dapat menghasilkan komponen aktif dan kandungan kimia yang cukup potensial. Rosa et al. (2005) menyatakan bahwa mikroalga telah lama dikenal karena memiliki aktivitas biologikal seperti pigmen, vitamin, lemak, sterol dan protein, selain itu juga menjadi sumber yang potensial untuk produk komersial di bidang akuakultur dan kosmetika. Salah satu jenis mikroalga yang memiliki aktifitas biologikal adalah Chaetoceros. Chaetoceros gracilis merupakan salah satu mikroalga laut yang menghasilkan komponen aktif seperti antibakteri yang mana merupakan antibakteri alami yang aman penggunaannya. Hasil penelitian Pribadi (1998) menunjukkan bahwa Chaetoceros gracilis memiliki aktivitas antibakteri terhadap Bacillus subtilis, Escherichia coli dan Pseudomonas sp. Komponen yang mempunyai aktivitas antibakterial dalam Chaetoceros tergolong asam lemak (Metting dan Pyne 1986; Wang 1999. Komponen aktif pada Chaetoceros dapat menghambat bakteri Gram negatif dan positif (Wang 1999). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi memiliki aktivitas antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram postif Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus serta bakteri Gram negatif Vibrio harveyi dan Escherichia coli. Efektivitas antibakteri untuk setiap bakteri tidak sama, karena masing- masing bakteri memiliki struktur dinding sel yang berbeda. Struktur dinding sel bakteri Gram positif berbeda dengan bakteri Gram negatif. Pada bakteri Gram positif mengandung 90% peptidoglikan serta lapisan tipis asam teikoat dan teikuronat. Bakteri Gram negatif memiliki lapisan di luar dinding sel yang mengandung 5 -10% peptidoglikan, selain itu juga terdiri dari protein, lipopolisakarida dan lipoprotein. Bakteri Gram negatif mempunyai dua lapisan lipid (bilayer lipid) yang disebut lapisan lipopolisakarida (LPS). Lapisan ini tersusun atas fosfolipid, polisakarida dan protein (Madigan et al. 2003). Polisakarida dalam dinding sel biasanya mengandung asam amino N-

Upload: dian-indrawati-santoso

Post on 06-Aug-2015

196 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB VI Kerusakan Bakteri Oleh Senyawa

6 KERUSAKAN BAKTERI OLEH SENYAWA ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK Chaetoceros gracilis

6.1 Pendahuluan

6.1.1 Latar belakang

Mikroalga merupakan biota perairan yang selama ini pemanfaatannya di

Indonesia masih terbatas untuk pakan larva. Sesungguhnya mikroalga

mempunyai potensi untuk dikembangkan karena dapat menghasilkan komponen

aktif dan kandungan kimia yang cukup potensial. Rosa et al. (2005) menyatakan

bahwa mikroalga telah lama dikenal karena memiliki aktivitas biologikal seperti

pigmen, vitamin, lemak, sterol dan protein, selain itu juga menjadi sumber yang

potensial untuk produk komersial di bidang akuakultur dan kosmetika.

Salah satu jenis mikroalga yang memiliki aktifitas biologikal adalah

Chaetoceros. Chaetoceros gracilis merupakan salah satu mikroalga laut yang

menghasilkan komponen aktif seperti antibakteri yang mana merupakan

antibakteri alami yang aman penggunaannya. Hasil penelitian Pribadi (1998)

menunjukkan bahwa Chaetoceros gracilis memiliki aktivitas antibakteri terhadap

Bacillus subtilis, Escherichia coli dan Pseudomonas sp.

Komponen yang mempunyai aktivitas antibakterial dalam Chaetoceros

tergolong asam lemak (Metting dan Pyne 1986; Wang 1999. Komponen aktif

pada Chaetoceros dapat menghambat bakteri Gram negatif dan positif (Wang

1999). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Chaetoceros gracilis yang

ditumbuhkan dalam medium NPSi memiliki aktivitas antibakteri yang dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Gram postif Staphylococcus aureus dan

Bacillus cereus serta bakteri Gram negatif Vibrio harveyi dan Escherichia coli.

Efektivitas antibakteri untuk setiap bakteri tidak sama, karena masing-

masing bakteri memiliki struktur dinding sel yang berbeda. Struktur dinding sel

bakteri Gram positif berbeda dengan bakteri Gram negatif. Pada bakteri Gram

positif mengandung 90% peptidoglikan serta lapisan tipis asam teikoat dan

teikuronat. Bakteri Gram negatif memiliki lapisan di luar dinding sel yang

mengandung 5 -10% peptidoglikan, selain itu juga terdiri dari protein,

lipopolisakarida dan lipoprotein. Bakteri Gram negatif mempunyai dua lapisan

lipid (bilayer lipid) yang disebut lapisan lipopolisakarida (LPS). Lapisan ini

tersusun atas fosfolipid, polisakarida dan protein (Madigan et al. 2003).

Polisakarida dalam dinding sel biasanya mengandung asam amino N-

Page 2: BAB VI Kerusakan Bakteri Oleh Senyawa

54

asetilglukosamin dan asam N-asetilmuramat. Pada gula amino ini terikat rantai-

rantai peptida pendek. Lapisan peptidoglikan lebih tebal (40 lapisan) pada

dinding sel bakteri Gram positif daripada dinding sel bakteri Gram negatif (1-5

lapisan) (Lewis et al. 2007). Bakteri Gram negatif memiliki dua lapisan lipid yang

dipisahkan oleh peptidoglikan. Ada juga outer membrane yang menempel pada

lapisan lipopolisakarida memperkuat sel dan melindungi dari lingkungan luar.

Pada membran ini ada porin dengan diameter 1-2 mm yang mengatur akses

larutan ke membran sitoplasma (Moat et al. 2002).

Antimikroba dapat merusak membran sitoplasma dan mempengaruhi

integritasnya. Kerusakan pada membran dapat menyebabkan terjadinya

peningkatan permeabilitas dan terjadi kebocoran sel, yang diikuti dengan

keluarnya materi intraselular. Minyak atsiri dapat bereaksi dengan fosfolipid dari

membran sel yang menyebabkan permeabilitas meningkat dan unsur pokok

penyusun sel hilang (Kim et al. 1995). Setiap zat yang mampu merusak dinding

sel atau mencegah sintetisnya akan menyebabkan sel peka terhadap tekanan

osmotik. Adanya tekanan osmotik dalam sel bakteri akan menyebabkan

terjadinya lisis (Setyabudi dan Gan 1995). Asam lemak dapat menghambat

pertumbuhan sel bakteri Gram positif Staphylococcus aureus dan S. pyogenes,

serta bakteri Gram negatif Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa.

Mekanisme penghambatan antibakteri asam lemak ini belum jelas tetapi diduga

mengganggu sintesis asam lemak (Zheng et al. 2005).

Setiap jenis bakteri memiliki sensitifitas yang berbeda terhadap

komponen aktif atau zat antimikroba. Mekanisme hambatan senyawa aktif

terhadap bakteri juga berbeda-beda. Pada penelitian ini dilakukan kajian

mekanisme kerusakan sel bakteri patogen setelah dikontakkan dengan ekstrak

C. gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi.

6.1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kerusakan bakteri yang

meliputi kebocoran sel (protein dan asam nukleat), gangguan dinding sel, serta

morfologi sel bakteri setelah kontak dengan ekstrak Chaetoceros gracilis.

Page 3: BAB VI Kerusakan Bakteri Oleh Senyawa

55

6.2 Bahan dan Metode

6.2.1 Bahan dan alat

(1) Bahan baku

Chaetoceros gracilis yang telah diekstraksi dan beberapa bakteri uji yang

meliputi bakteri Gram positif (Bacillus cereus ATCC 13091, Staphylococcus

aureus ATCC 25923) serta bakteri Gram negatif (Escherichia coli ATCC 25922

dan Vibrio harveyi).

(2) Alat

Alat-alat yang digunakan pada tahap percobaan ini juga sama dengan

alat-alat yang digunakan pada tahap sebelumnya. Untuk analisis mekanisme

hambatan digunakan alat-alat seperti water bath shaker, spektrofotometer,

sentrifus, mikroskop, mikroskop elektron (JEOL JIM 5310nLV), dan alat gelas

yang digunakan di laboratorium.

6.2.2 Metode penelitian

Mekanisme hambatan atau kerusakan sel bakteri akibat kontak dengan

ekstrak Chaetoceros gracilis dilakukan terhadap bakteri Bacillus cereus dan

Vibrio harveyi yang memiliki aktivitas antibakteri paling besar (daerah hambatan

paling besar). Pengamatan mekanisme kerja ekstrak dilakukan dengan cara

menganalisis kerusakan dinding sel bakteri dengan cara mengukur zat

pembentuk dinding sel dan menganalisis kerusakan membran sel dengan cara

mengamati kebocoran sel, serta mengamati morfologi sel sebelum dan setelah

kontak dengan ekstrak Chaetoceros gracilis.

6.2.3 Prosedur analisis

Metode untuk mengamati kerusakan tersebut antara lain dengan

mengukur pra zat penyusun dinding sel (N-asetil glukosamin), menganalisis

kebocoran sel bakteri dan menganalisis morfologi sel bakteri menggunakan

scanning electron microscopy (SEM).

(1) Analisis N-asetil-glukosamin (Reissig 1955 yang diacu Bintang 1993)

Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan pengaruh

senyawa antibakteri (ekstrak Chaetoceros gracilis) terhadap dinding sel bakteri

dengan cara mengukur kadar N-asetil-glukosamin sebagai prazat mukopeptida

penyusun dinding sel.

Page 4: BAB VI Kerusakan Bakteri Oleh Senyawa

56

Sebanyak 250 µg bakteri uji dicampur dengan 3 ml larutan antibakteri

(ekstrak Chaetoceros gracilis), dalam air suling steril dengan kadar 40 µg/ml dan

diinkubasi pada suhu 37 oC selama 1 jam, lalu disentrifugasi 7000 rpm pada 4 oC

selama 10 menit. Kemudian sel bakteri tersebut dibilas dengan air suling steril

dan disentrifugasi 7000 rpm pada 4 oC selama 10 menit. Sebagai pembanding

digunakan sel bakteri sama tanpa antibakteri (ekstrak C. gracilis) dan langsung

dibilas dengan air suling steril. Masing-masing perlakuan ditambahkan 0,5 ml

TCA (Trichloro Acid) 10 % suhu 4 oC dan diinkubasi pada suhu 4 oC selama 1

jam, lalu disentrifugasi 7000 rpm selama 10 menit.

Fase cair ditambahkan eter dengan volume yang sama untuk

mengeluarkan TCA, dengan cara mengocok campuran ini pada vorteks dan

dibiarkan supaya eter terpisah, lalu eter dibuang. Larutan bebas TCA

ditambahkan 75 µl HCl 0,25 N dan dimasukkan ke dalam penangas air mendidih

selama 5 menit. Lalu ditambah 150 µl NaOH 0,125 N dalam Na2B4O7 2% dan

dipanaskan pada penangas air mendidih selama 7 menit. Kemudian dicampur

dengan 1350 µl dimetil aminobenzaldehida 1 % dalam campuran asam asetat

dan asam klorida dengan perbandingan 95 : 5, lalu dibiarkan selama 20 menit

pada suhu 37 oC, selanjutnya dibaca serapan optiknya pada panjang gelombang

550 nm. Bila terjadi kekeruhan, artinya terjadi penimbunan N-asetil glukosamin.

(2) Analisis kebocoran sel bakteri (Bunduki et al. 1995)

Pengamatan kebocoran sel dilakukan untuk mempelajari bagaimana

ekstrak mengganggu permeabilitas membran sel. Mekanisme perusakan

membran sel merupakan salah satu tanda tidak normalnya sel setelah ada

perlakuan ekstrak. Analisa kebocoran sel dilakukan dengan menggunakan alat

Spektro UV-VIS RS Digital Spectrophotometer LaboMed, Inc. pada panjang

gelombang 280 nm dan 260 nm. Panjang gelombang 280 nm digunakan untuk

mengukur kadar nitrogen dari protein sel, sedangkan panjang gelombang 260

nm untuk mengukur kadar nitrogen dari nukleus sel.

Sebanyak 10 ml kultur murni disentrifugasi selama 10 menit. Filtrat

dibuang lalu ditambahkan 5 ml larutan garam fisiologis (0,85% NaCl) dalam

endapan sel pada tabung reaksi, kemudian diaduk menggunakan vorteks agar

sel homogen dalam larutan fisiologis. Selanjutnya ditambahkan ekstrak dan

dibiarkan selama 24 jam. Sebagai pembanding digunakan sel bakteri sama

tanpa penambahan ekstrak. Selanjutnya suspensi disentrifugasi pada 10 000

rpm selama 10 menit dan supernatan disaring dengan kertas saring untuk

Page 5: BAB VI Kerusakan Bakteri Oleh Senyawa

57

memisahkan selnya. Analisis dilakukan dengan mengamati OD dari cairan

supernatan, menggunakan spektrofotometer (Spectro UV-Vis RS) pada panjang

gelombang 280 dan 260 nm.

(3) Analisis perubahan morfologi sel bakteri (Bozolla dan Russel 1992)

Analisis perubahan morfologi sel dilakukan untuk mempelajari perubahan

morfologi terhadap struktur sel akibat penggunaan ekstrak yang mengandung

senyawa antibakteri, yang meliputi kerusakan morfologi sel, struktur bakteri,

serta kerusakan dinding sel. Mula-mula bakteri dibuat tersuspensi dalam ekstrak,

kemudian diinkubasi pada inkubator goyang dengan kecepatan 100 rpm.

Selanjutnya cairan disentrifugasi dan dibuang supernatannya, lalu ditambahkan

glutaraldehida 2% dan direndam. Kemudian disentrifugasi lagi, dibuang larutan

fiksatif, lalu ditambahkan bufer caccodylate dan dibiarkan beberapa menit,

disentrifugasi lagi, dibuang bufernya lalu ditambahkan osmium tetra oksida.

Selanjutnya disentrifugasi lagi, dibuang larutannya, ditambahkan alkohol 50%,

lalu ditambahkan alkohol lagi, disentrifugasi lagi, ditambahkan butanol.

Kemudian dibuat ulasan suspeni pada cover slip, lalu dikeringkan. Selanjutnya

spesimen yang sudah jadi dilihat menggunakan mikroskop elektron (SEM) JEOL,

JIM-5310 LV.

6. 3 Hasil dan Pembahasan

6.3.1 Pengaruh ekstrak Chaetoceros gracilis terhadap kebocoran sel

Kebocoran sel bakteri pada penelitian ini dimaksudkan untuk melihat

kerusakan atau gangguan permeabilitas pada membran sel bakteri. Analisis

kebocoran akibat pemberian ekstrak dilakukan dengan mengukur kekeruhan

medium pertumbuhan bakteri yang telah diberi ekstrak dibandingkan tanpa

ekstrak dengan menggunakan spektrofotometer. Kerusakan membran diukur dari

bahan-bahan yang dilepaskan oleh sel bakteri yang dapat diserap pada panjang

gelombang 260 nm (N nitrogen dalam asam nukleat) dan 280 nm (N nitrogen

dalam protein). Mekanisme perusakan membran sel merupakan salah satu tanda

tidak normalnya sel setelah ada perlakuan ekstrak. Hasil analisis kebocoran sel

dapat dilihat pada Gambar 13.

Hasil penelitian (Gambar 13) menunjukkan bahwa nilai OD 260 nm dan OD280

nm pada semua bakteri uji dipengaruhi oleh penggunaan ekstrak C.gracilis.

Bakteri yang dikontakkan dengan ekstrak memiliki nilai OD lebih besar daripada

tanpa ekstrak. Hal ini menunjukkan terjadinya pelepasan asam nukleat dan

Page 6: BAB VI Kerusakan Bakteri Oleh Senyawa

58

protein ke dalam medium pertumbuhannya. Berdasarkan analisis ini dapat

dikatakan bahwa sel bakteri uji mengalami kerusakan atau kebocoran akibat

adanya ekstrak Chaetoceros gracilis.

Gambar 13 Pengaruh ekstrak C. gracilis terhadap kebocoran asam nukleat ( = OD 260 nm) dan kebocoran protein sel ( = OD 280 nm)

Kebocoran sel bakteri terjadi diduga karena rusaknya ikatan hidrofobik

komponen penyusun membran. Kim et al. (1995) menyatakan bahwa kebocoran

sel terjadi karena ikatan hidrofobik yang terdiri dari komponen penyususn

membran seperti protein dan fosfolipid rusak, serta larutnya komponen-

komponen lain yang berikatan secara hidrofilik dan hidrofobik. Lin et al. (2000)

juga menyatakan bahwa kondisi ini dapat meningkatkan permeabilitas membran

sel, sehingga memudahkan masuknya komponen antibakteri ke dalam sel serta

mengakibatkan keluarnya substansi sel seperti protein dan asam nukleat yang

menyebabkan terjadinya kerusakan sel. Menurut Ultee et al. (1998) senyawa

aktif dapat menyerang membran sitoplasma dan mempengaruhi integritas

membran sitoplasma sehingga mengakibatkan kebocoran materi intraselular.

Adanya gugus hidrofobik pada senyawa antimikroba menyebabkan perubahan

komposisi dan pelarutan pada membran sel yang akhirnya membran mengalami

kerusakan.

Pada penelitian ini terjadi kebocoran sel bakteri uji, yang menunjukkan

terjadinya kerusakan membran sel bakteri. Bahan aktif dari C. gracilis yang

berperan dalam penghambatan bakteri diduga asam lemak. Karena asam lemak

dapat mengganggu membran bakteri. Zheng et al. (2005) melaporkan bahwa

asam lemak dapat menghambat pertumbuhan sel bakteri Gram positif

0.000

0.020

0.040

0.060

0.080

0.100

0.120

0.140

0.160

0.180

0.200

Nila

i ab

sorb

ansi

pro

tein

dan

as

am n

ukl

eat

Page 7: BAB VI Kerusakan Bakteri Oleh Senyawa

59

Staphylococcus aureus dan S. pyogenes, serta bakteri Gram negatif Escherichia

coli dan Pseudomonas aeruginosa. Mekanisme penghambatan antibakteri asam

lemak belum jelas. Heat et al. (2001) menyatakan bahwa biosintesa lipid

menjadi target untuk bahan antibakteri. Lipid merupakan komponen utama untuk

pertumbuhan sel, sehingga biosintesis lipid merupakan target yang baik untuk

intervensi terapeutik dalam penyakit yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif.

Komposisi lipid pada bakteri lebih sederhana dibanding manusia, oleh karena itu

sangat ideal untuk pengembangan obat baru.

Ekstrak C. gracilis pada penelitian ini mengandung asam lemak jenuh

seperti kaprilat, miristat, palmitat, laurat, miristoleat, pentadekanoat, stearat,

heneikosanoat, behenat, serta asam lemak tidak jenuh seperti palmitoleat,

heptadekanoat, elaidat, oleat, linoleat, arakhidonat, linolenat, dokosadienoat,

eikosapentaenoat dan dokosaheksaenoat. Menurut Zheng et al. (2005) asam

lemak tidak jenuh seperti asam palmitoleat, asam oleat, asam linolenat dan asam

arakhidonat, serta asam lemak jenuh stearat memiliki aktivitas antibakteri. Hal ini

sesuai dengan yang dinyatakan Metting dan Pyne (1986) serta Wang (1999)

dimana komponen aktif yang dimiliki Chaetoceros adalah golongan asam lemak.

Zheng et al. (2005) menyatakan bahwa mekanisme aktivitas antibakteri jenis

asam lemak belum jelas. Asam lemak tidak jenuh rantai panjang (C16-C20)

memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus, Streptococcus,

Mycobacterium, Helicobacter, dan Bacilli. Dilika et al. (2000) melaporkan bahwa

asam lemak linoleat dan oleat memiliki aktivitas antibakteri yang dapat melawan

Bacillus megaterium dengan MIC 0,2 dan 0,05 mM. Kedua asam lemak ini juga

menghambat pertumbuhan Pseudomonas phaseolicola. Selain itu asam lemak

linoleat juga mempunyai aktivitas penghambatan terhadap Streptococcus mutans

dan B. larvae. Kedua asam lemak ini mempunyai aktivitas sinergistik.

Chaetoceros gracilis mengandung asam lemak antara lain asam

palmitoleat, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat, asam arakhidonat, asam

stearat yang diduga memiliki aktivitas antibakteri. Menurut Zheng et al. (2005)

asam lemak tidak jenuh menunjukkan aktivitas penghambatan lebih besar

dibanding asam lemak jenuh. Asam linoleat menunjukkan aktivitas antibakterial

yang merupakan antimikroba pada bahan pangan tambahan dan antibakteri

dalam herbal. Asam linoleat ini juga diduga menghambat pertumbuhan dengan

cara meningkatkan permeabilitas membran bakteri, tetapi reaksi mekanisme

hambatannya belum jelas. Senyawa aktif dalam triclosan adalah asam linoleat

Page 8: BAB VI Kerusakan Bakteri Oleh Senyawa

60

yang telah ditargetkan sebagai biocide yang memiliki spektrum luas, dimana

digunakan sebagai bahan tambahan antibakteri yang berperan sebagai biocide

non spesifik (Zheng et al. 2005). Adanya kandungan asam lemak yang memiliki

aktivitas antibakteri dalam Chaetoceros gracilis memerlukan penelitian lanjutan

untuk pengembangan bidang farmasetika dan pangan.

6.3.2 Pengaruh ekstrak Chaetoceros gracilis terhadap dinding sel bakteri

Unit dasar dari dinding sel bakteri tersusun atas peptidoglikan, dimana

memberikan kekuatan pada sel bakteri, selain itu berperan juga sebagai dasar

membran sitoplasma. Peptidoglikan tersusun atas N-asetilglukosamin dan N-

asetilmuramat serta beberapa asam amino seperti L-alanin, D-alanin, D-glutamat

dan lisin. N-asetilglukosamin merupakan prazat mukopeptida pembentuk dinding

sel bakteri, yang mana dapat terganggu oleh adanya antibiotik.

Kerusakan dinding sel bakteri dapat dilihat dengan mengukur prazat

mukopeptida penyusun dinding sel yang ditandai dengan kekeruhan pada media.

Penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh penggunaan ekstrak Chaetoceros

gracilis yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap kerusakan dinding sel

bakteri. Hasil analisis prazat disajikan pada Gambar 14. Bakteri yang medium

pertumbuhanya ditambah ekstrak Chaetoceros gracilis menghasilkan

absorbansi (optical density) lebih besar dibanding tanpa penambahan ekstrak,

artinya di dalam medium ada penimbunan N-asetil glukosamin sebagai prazat

mukopetida penyusun dinding sel bakteri. Hal ini menunjukkan terjadinya

gangguan atau kerusakan dalam dinding sel bakteri.

Gambar 14 Pengaruh ekstrak C. gracilis terhadap kandungan N-asetil glukosamin ( = tanpa ekstrak, = penambahan ekstrak).

0.000

0.010

0.020

0.030

0.040

0.050

0.060

S. aureus B. cereus V. harveyi E. coli

Ab

sorb

ansi

N-a

seti

lglu

kosa

min

Page 9: BAB VI Kerusakan Bakteri Oleh Senyawa

61

Struktur dinding sel bakteri Gram positif tidak sama dengan bakteri

Gram negatif. Dinding sel bakteri Gram negatif memiliki dua lapisan lipid (bilayer

lipid), yang disebut lapisan lipopolisakarida (LPS). Lapisan ini tersusun atas

fosfolipid, polisakarida dan protein (Madigan et al. 2003). Hasil analisis prazat

mukopeptida pembentuk dinding sel bakteri yang diduga N-asetil glukosamin

menunjukkan bahwa ekstrak menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri.

Penelitian serupa telah dilakukan Bintang (1993) yang melaporkan bahwa

senyawa aktif yang dihasilkan oleh Streptococcus lactis dapat menghambat

pembentukan dinding sel bakteri Eschericha coli, mekanisme penghambatannya

adalah menghambat kerja enzim fosfatase alkalis pada tahap awal pembentukan

dinding sel bakteri, sehingga terjadi penimbunan pra zat pembentuk dinding sel.

Kandungan pra zat pembentuk dinding sel bakteri seperti N-

asetilglukosamin yang ditunjukkan dengan hasil serapan optik pada bakteri S.

aureus dan B. cereus lebih besar dibanding bakteri E. coli. Hal ini terjadi karena

struktur dinding sel bakteri tersebut berbeda, sehingga efek antibakteri terhadap

bakteri juga berbeda. Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif yang

mempunyai dua lapisan lipid, sedangkan bakteri Gram positif seperti

Stapylococcus aureus dan Bacillus cereus hanya memiliki satu lapisan, sehingga

antibiotik lebih mudah menembus ke dalam sel bakteri Stapylococcus aureus

dan Bacillus cereus.

Pada penelitian ini kontak ekstrak dengan bakteri dapat menyebabkan

kerusakan dinding sel bakteri. Rusaknya dinding sel bakteri diduga karena

adanya reaksi antara senyawa aktif dari ekstrak dengan dinding sel bakteri .

Menurut Kabara et al. (1972) cara kerja obat antara lain merubah permeabilitas

dari dinding sel. Hal ini dapat terjadi karena keluarnya nutrien atau terjadinya

difusi metabolit esensial. Ultee et al. (1998) melaporkan bahwa mekanisme kerja

antimikroba ada yang mempunyai spektrum luas, sempit dan ada yang hanya

efektif terhadap mikroorganisme tertentu. Pengaruh antibiotik terhadap dinding

sel dapat terjadi akibat akumulasi asam lemak maupun asam organik dari bahan

(antimikroba) dalam bentuk tidak terdisosiasi akan menyebabkan perubahan

terhadap komposisi penyusun dinding sel. Senyawa aktif dapat bereaksi dengan

dinding sel bakteri dan membran sel. Selain itu kerusakan pada dinding sel

bakteri juga dapat disebabkan oleh terjadinya tekanan osmotik.

Page 10: BAB VI Kerusakan Bakteri Oleh Senyawa

62

6.3.3 Pengaruh ekstrak C gracilis terhadap morfologi sel bakteri

(1) Bacillus cereus

Bacillus cereus adalah bakteri patogen, Gram positif berbentuk batang

berspora, banyak ditemukan air, debu maupun tanah, yang mana sporanya

tahan panas. Bakteri ini menghasilkan ekstraselular toksin dan enzim.

Eksotoksin B. cereus dapat menyebabkan diare. Bahan pangan yang sering

ditumbuhi bakteri ini antara lain nasi, susu, jagung, sayuran, daging, sosis,

puding. Bakteri ini sensitif terhadap Butylated hydoxyanisole (BHA),

pertumbuhannya dapat dihambat pada konsentrasi <500 ppm (Jay 2000).

Bacillus cereus termasuk mikroorganisme yang memiliki dinding sel.

Seperti yang disajikan pada Gambar 15, Bacillus cereus terlihat utuh. Sel

Bacillus cereus menjadi berubah setelah dilakukan kontak langsung dengan

ekstrak Chaetoceros gracilis (Gambar 16). Perubahan morfologi sel B. cereus

ditunjukkan dengan perubahan pada selnya, dimana setelah kontak dengan

ekstrak, sel Bacillus cereus mengalami kerusakan.

Gambar 15 Sel Bacillus cereus tanpa perlakuan (perbesaran 20 000 x)

Hasil analisis kebocoran sel menunjukkan bahwa sel bakteri mengalami

lisis, dimana mengalami gangguan membran sel. Gangguan tersebut

ditunjukkan dengan terjadinya kebocoran protein dan asam nukleat. Chaetoceros

gracilis hasil penelitian ini mengandung asam lemak seperti stearat, palmitoleat,

linoleat, oleat, linolenat, arakhidonat yang menurut Zheng et al. (2005) asam

lemak jenis tersebut memiliki aktivitas antibakteri. Berdasarkan hal ini komponen

yang memiliki aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis diduga asam

lemak.

Page 11: BAB VI Kerusakan Bakteri Oleh Senyawa

63

Gambar 16 Sel Bacillus cereus yang dikontakkan dengan ekstrak C. gracilis (perbesaran 20 000 x)

(2) Vibrio harveyi Vibrio harveyi merupakan bakteri Gram negatif yang sering menyebabkan

gangguan kesehatan pada larva udang. Tingginya mortalitas larva di panti benih

udang kebanyakan dikarenakan Luminescent vibriosis yang disebabkan oleh

Vibrio harveyi atau Vibrio splendidus.

Hasil analisis kebocoran menunjukkan bahwa Vibrio harveyi mengalami

kebocoran akibat kontak dengan ekstrak C. gracilis. Demikian juga hasil analisis

prazat yang menunjukkan bahwa bakteri ini mengalami lisis. Hasil analisis

biokimia ini didukung dengan hasil pengamatan menggunakan SEM. Sel bakteri

yang tidak dikontakkan dengan ekstrak Chaetoceros gracilis terlihat utuh

(Gambar 17), sedangkan yang dikontakkan dengan ekstrak Chaetoceros gracilis

terlihat mengalami kerusakan (Gambar 18).

Gambar 17 Sel Vibrio harveyi tanpa perlakuan (perbesaran 20 000 x)

Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa Chaetoceros memiliki

antibakteri yang termasuk dalam golongan asam lemak. Chaetoceros gracilis

pada penelitian ini juga mengandung asam lemak. Kabara et al. (1972)

Page 12: BAB VI Kerusakan Bakteri Oleh Senyawa

64

menyatakan bahwa asam-asam lemak terutama asam laurat dapat menghambat

enzim yang terlibat pada produksi energi dan pembentukan komponen struktural

sehingga dapat mengganggu pembentukan dinding selnya. Mekanisme

kerusakan dinding sel dapat disebabkan oleh adanya akumulasi komponen

lipofilik yang terdapat pada dinding sel atau membran sel.

Gambar 18 Sel Vibrio harveyi yang dikontakkan dengan ekstrak Chaetoceros gracilis (perbesaran 20 000 x)

6.4 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan :

(1) Bakteri uji setelah kontak dengan ekstrak mengalami kebocoran sel.

(2) Kontak antara bakteri uji dengan ekstrak Chaetoceros gracilis

mengakibatkan kebocoran sel bakteri.

(3) Sel bakteri uji (B. cereus dan V. harveyi) mengalami perubahan (kerusakan)

morfologi setelah kontak dengan ekstrak Chaetoceros gracilis.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disarankan untuk

dilakukan penelitian lebih lanjut tentang reaksi mekanisme hambatan antibakteri.