bab v. hasil dan pembahasan 5.1 rencana dan … v... · 5.1 rencana dan pelaksanaan kegiatan...
TRANSCRIPT
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Rencana dan Pelaksanaan Kegiatan Restorasi Koridor Halimun Salak
5.1.1 Sejarah Lokasi Koridor Halimun Salak
Sebelum diperluas, kawasan koridor Taman Nasional berada dalam dua
wilayah kelola yakni (1) wilayah bagian barat kawasan koridor atau bagian wi-
layah Gunung Halimun dikelola oleh taman nasional dan (2) wilayah bagian barat
kawasan koridor atau bagian wilayah Gunung Salak dan sekitarnya dikelola oleh
Perum Perhutani. Kawasan yang dikelola oleh taman nasional ditetapkan sebagai
zona inti dan kawasan lainnya di luar kawasan ini ditetapkan sebagai zona pe-
nyangga taman nasional. Sebagian besar zona penyangga dikelola oleh Perum
Perhutani dan bagian utara dikelola oleh perkebunan teh Cianten. Keputusan
untuk menggabung kawasan Gunung Halimun dan Gunung Salak (113.357 ha)
menjadi satu pengelolaan yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri RI
No. 175/Kpts-II/2003 pada tanggal 10 Juni 2003, maka seluruh areal koridor dan
kawasan yang sebelumnya dikelola oleh Perum Perhutani menjadi bagian pe-
ngelolaan UPT Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS 2008a).
5.1.2 Rencana Kegiatan Restorasi Koridor Halimun Salak
Menurut Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak
(RPTN) 2007-2026 bahwa wilayah Koridor Halimun Salak merupakan ekosistem
penting dan menjadi habitat spesies penting yang telah terdegradasi yang
kemudian akan dijadikan sebagai zona rehabilitasi. Para pihak yang akan
dilibatkan dalam program penetapan zona rehabilitasi adalah: PHKA/BKSDA,
Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS), Dinas Kehutanan,
Badan Lingkungan Hidup Daerah, Kelompok Masyarakat Adat, Kelompok
Masyarakat lainnya, Lembaga Penelitian dan Pendidikan serta LSM. Setelah
ekosistem tersebut dinilai pulih, maka zona rehabilitasi dapat ditetapkan sebagai
zona inti/rimba/pemanfaatan. Untuk mencapai pemulihan kawasan tersebut, maka
diperlukan pengelolaan Koridor Halimun Salak, sehingga pihak taman nasional
merumuskan Rencana Aksi Restorasi Koridor Halimun Salak (2009-2013). Dalam
penyusunan rumusan rencana aksi ini, masyarakat belum dilibatkan. Adapun
stakeholder yang menjadi tim perumus, antara lain : taman nasional, institusi
pendidikan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan JICA GHSNP MP. Dalam rangka
pemulihan kawasan Koridor Halimun Salak tersebut maka disusun rencana
kegiatan yang disajikan pada Lampiran 7.
Sumber : BTNGHS 2008b
Gambar 4 Peta Rencana Restorasi Koridor Halimun Salak.
Zona yang akan difokuskan untuk direstorasi/direhabilitasi adalah zona 2
dan zona 3. Upaya rehabilitasi kawasan Koridor Halimun Salak yang disarankan,
meliputi (BTNGHS 2008a):
1. Hutan dibiarkan mengalami proses regenerasi sendiri, meskipun dalam jangka
waktu yang cukup lama dan diharapkan hutan tidak mengalami gangguan lagi,
2. Anakan pohon-pohon jenis primer bisa digunakan sebagai bibit dalam reha-
bilitasi hutan,
3. Jenis-jenis yang disarankan untuk merehabiltasi hutan kembali terutama jenis
primer yang memiliki perawakan yang tinggi dengan kanopi yang mencuat se-
perti saninten, pasang, dan beberapa jenis dari suku Lauraceae. Untuk pe-
nanaman jenis-jenis primer diperlukan perlakuan khusus, misalnya dalam per-
semaiannya diperlukan naungan yang cukup,
Keterangan :
Luasan total zona ekologi = 1284,89 ha, mencakup zona Halimun (245,71 ha), zona
2a (117,38 ha), zona 2b (147,35 ha), zona 3a (130,59 ha), zona 3b (147,35 ha), zona
3c (928,45 ha), dan zona Salak (468,06 ha).
Zona 3a, 3b, dan 3c merupakan areal yang sebagian besar didominasi oleh kaliandra.
4. Jenis-jenis sekunder terutama yang menjadi pakan hewan bisa ditanam sebagai
tumbuhan naungan bagi jenis-jenis primer, misalnya Ficus spp., kipare
(Glochidion sp), kiseueur (Antidesma sp), dan harendong (Melastomataceae),
5. Untuk daerah batas antara pemukiman dan hutan sebaiknya ditanam jenis hutan
yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, misalnya jenis saninten, kilimo,
kimanis, dan juga aren. Hampir seluruh bagian tanaman aren bisa di-
manfaatkan.
Adapun model penanaman yang direncanakan, adalah restorasi areal ko-
song melalui program adopsi pohon dan kerjasama. Stakeholder yang akan di-
libatkan dalam kegiatan ini, adalah masyarakat, dan GEDEPAHALA. Kerjasama
yang sedang dilakukan yaitu antara masyarakat Kampung Sukagalih dan pihak
taman nasional melalui surat perjanjian kerjasama Nomor IV-T.13/III.1/2007
bahwa terdapat hak dan kewajiban dari kedua belah pihak tersebut.
Adapun kewajiban-kewajiban masyarakat antara lain :
(1). Menjaga zona inti dan zona lainnya atau kawasan Taman Nasional Gunung
Halimun Salak di wilayah yang dikerjasamakan.
(2). Bersama pihak pertama melakukan rehabilitasi di kawasan TNGHS yang ber-
dekatan dengan lahan garapan.
(3). Tidak memperluas garapan dan tidak menebang pohon di dalam kawasan
TNGHS.
(4). Melakukan pengamanan secara partisipatif.
(5). Bersama pihak pertama melakukan pengendalian kebakaran lahan dan hutan,
membuat laporan secara periodik semesteran (6 bulan) dan tahunan kepada
TNGHS.
Hak-hak masyarakat meliputi :
(1). Memanfaatkan lahan garapan eks Perum Perhutani di TNGHS.
- Menanam tanaman asli aren, puspa, rasamala, pasang, huru, dan lain-lain
secara bertahap.
- Menanam tanaman sela (padi, huma, kapol, palawija, dan lain-lain) dengan
mengurangi pupuk kimia secara berangsur-angsur hingga menggunakan
pupuk organik.
(2). Menerima bantuan fasilitasi dari pihak pertama.
(3). Mendapat bimbingan dari pihak pertama.
(4). Mendapat hasil jual dari hasil aren dan tanaman sela.
Proses penyusunan rencana aksi restorasi Koridor Halimun Salak ini
belum dibangun secara komprehensif dengan melibatkan perwakilan masyarakat.
Namun, pada umumnya pihak taman nasional menyusun rencana restorasi
Koridor Halimun Salak ini berdasarkan potensi, kebutuhan, dan harapan
masyarakat sekitar Koridor Halimun Salak. Pada jenis-jenis tumbuhan yang di-
gunakan untuk restorasi merupakan jenis tumbuhan kehutanan asli (native
species) yang sebagian besar dimanfaatkan untuk kepentingan ekologi, tetapi se-
cara langsung tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Namun, secara umum
rencana aksi restorasi ini dapat dikatakan sudah sesuai dengan harapan ma-
syarakat. Sebenarnya, penilaian kesesuaian antara rencana dan harapan masya-
rakat baik secara subjektif maupun objektif ini belum mengambarkan masyarakat
secara keseluruhan. Masyarakat masih berpikir mengenai keuntungan secara
ekonomi. Harapan dari masyarakat antara lain lahan yang sudah mereka garap dan
sudah ditempati sejak lama tidak diambil alih oleh pihak taman nasional, dan ma-
syarakat diperbolehkan menggarap lahan yang kosong milik taman nasional.
Masyarakat memiliki harapan dengan adanya rencana restorasi Koridor Halimun
Salak ini dapat menguntungkan kedua belah pihak baik bagi masyarakat maupun
pihak taman nasional.
Adapun mengenai surat perjanjian kerjasama atau MoU ini berlaku selama
lima tahun (2007-2011), mengenai perpanjangan waktu akan dipertimbangkan se-
telah dilakukan evaluasi pada akhir masa berlaku. Adanya perjanjian ini harus di-
laksanakan atas dasar kesadaran dari masyarakat, bukan karena terikat oleh hak
dan kewajiban yang telah disepakati.
5.1.3 Pelaksanaan Kegiatan Restorasi Koridor Halimun Salak
Kegiatan restorasi ini telah dilaksanakan di beberapa lokasi di sekitar
Koridor Halimun Salak, salah satunya di lokasi penelitian yaitu Kampung
Sukagalih Desa Cipeuteuy yang merupakan kampung konservasi. Namun
kegiatan aksi restorasi ini belum dilaksanakan secara serentak di areal-areal
terdegradasi di kawasan Koridor Halimun Salak. Hal ini karena diperlukan proses
dalam pencapaian luaran-luaran lain untuk mendukung kegiatan restorasi dan
kegiatan ini merupakan kegiatan jangka panjang. Rencana dan pelaksanaan aksi
restorasi Koridor Halimun Salak dapat dilihat pada Lampiran 8. Masyarakat
secara umum memiliki harapan bahwa pelaksanaan rencana restorasi Koridor
Halimun Salak ini dapat berjalan dengan baik. Sampai saat ini, perjanjian
kerjasama antara masyarakat kampung Sukagalih (Desa Cipeuteuy) dan pihak
taman nasional masih berjalan dengan baik, tidak terdapat konflik antara
masyarakat dengan pihak taman nasional serta kerjasama yang sudah terjalin
dengan baik ini dapat terus ditingkatkan. Adapun dalam perjanjian kerjasama ini,
outputnya belum dapat dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat, salah satu
contohnya manfaat dari aren. Hal ini karena aren memiliki pertumbuhan dan daur
yang lebih lama dibandingkan dengan tanaman sela (seperti padi dan palawija).
Penanaman aren juga belum dilaksanakan secara total tetapi bertahap. Adapun
dalam penggunaan pupuk, masyarakat masih menggunakan pupuk kimia (urea,
toska, TSP, dan KCl) itupun harganya cukup mahal. Penggunaan pupuk organik
belum dapat diterapkan sepenuhnya oleh masyarakat. Padahal harga pupuk
organik lebih murah dibandingkan pupuk kimia.
Kegiatan aksi restorasi Koridor Halimun Salak yang telah dilaksanakan di
Desa Purwabakti (Kampung Garehong), meliputi : (1) Kegiatan inventarisasi dan
penelitian. Masyarakat lokal pernah dilibatkan oleh pihak taman nasional dalam
kegiatan inventarisasi dan penelitian, dan (2) Sosialisasi perluasan kawasan
Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
5.2 Karakteristik Responden Sekitar Koridor Halimun Salak
Karakteristik responden meliputi kelompok umur dalam bekerja, jumlah
anggota keluarga, tingkat pendidikan formal, mata pencaharian pokok, tingkat
pendapatan, dan luas pemilikan lahan. Data karakteristik responden disajikan pada
Lampiran 8. Surata (1993) dalam Gunawan (2004) menyatakan bahwa persepsi
ditentukan oleh faktor internal, seperti kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, pen-
dapatan, kapasitas alat indera dan jenis kelamin. Kondisi karakteristik masyarakat
sekitar pada umumnya tergolong rendah. Hal ini akan berpotensi ketergantungan
yang tinggi terhadap pemanfaatan sumberdaya alam yang menyebabkan adanya
tekanan dan ancaman terhadap Koridor Halimun Salak yang pada saat ini se-
bagian besar kondisinya rusak.
5.2.1 Komposisi Kelompok Umur
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 12) menunjukkan bahwa kelompok
umur dalam bekerja yang menjadi responden di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti
sebagian besar tergolong ke dalam kelompok umur 18-35 tahun. Besarnya
persentase di kedua desa tersebut sebesar 60%. Menurut Tjiptoherijanto (1995)
bahwa kelompok umur 15-64 merupakan umur produktif. Kelompok umur ini
memberikan gambaran bahwa masyarakat Desa Cipeuteuy dan Purwabakti
memiliki potensi yang tinggi dalam melakukan usaha atau kegiatan ekonomi
untuk memperoleh pendapatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Apabila potensi tersebut tidak diarahkan dengan baik, maka dikhawatirkan dapat
menjadi salah satu faktor yang dapat mengancam keberadaan Koridor Halimun
Salak.
Tabel 12 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Cipeuteuy
dan Purwabakti
No. Kelompok Umur
(tahun)
Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti
Jumlah
(orang)
% Jumlah
(orang)
%
1. 18-35 18 60,00 18 60,00
2. 36-53 10 33,33 8 26,67
3. 54-71 2 6,67 4 13,33
Jumlah 30 100,00 30 100,00
5.2.2 Jumlah Anggota Keluarga
Sebagian besar masyarakat yang menjadi responden di Desa Cipeuteuy
dan Purwabakti memiliki jumlah anggota keluarga yang tergolong sedang dengan
masing-masing besarnya persentase yaitu 50% dan 53,33% seperti pada Tabel 13.
Tabel 13 Distribusi Jumlah Anggota Keluarga Responden di Desa Cipeuteuy dan
Purwabakti
No. Jumlah Anggota
Keluarga (Orang)
Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti
Jumlah
(orang)
% Jumlah
(orang)
%
1. 2-3 (Sedikit) 11 36,67 10 33,33
2. 4-5 (Sedang) 15 50,00 16 53,33
3. 6-7 (Banyak) 4 13,33 4 13,33
Jumlah 30 100,00 30 99,99
5.2.3 Tingkat Pendidikan Formal
Sebagian besar masyarakat yang menjadi responden di Desa Cipeuteuy
dan Purwabakti memiliki tingkat pendidikan formal yaitu tidak sekolah-tamat SD
(Tabel 14). Besarnya persentase di Desa Cipeuteuy sebesar 90%, sedangkan di
Desa Purwabakti sebesar 93,33%. Rendahnya tingkat pendidikan formal tersebut
dikarenakan jauhnya jarak tempuh antara sekolah dan tempat tinggal, adanya ke-
terbatasan sarana, prasana pendidikan serta biaya pendidikan. Jarak tempuh antara
tempat tinggal dan sekolah dasar mencapai satu kilometer, sedangkan jarak
tempuh untuk mencapai SMP dan SMA sekitar tujuh kilometer. Jauhnya jarak
tempuh antara tempat tinggal dan sekolah tersebut mengakibatkan biaya yang
harus dikeluarkan pun cukup tinggi. Masyarakat yang dapat menyekolahkan anak-
nya di tingkat lanjutan pada umumnya berasal dari keluarga yang memiliki ke-
mampuan ekonomi yang tinggi.
Tabel 14 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal di Desa
Cipeuteuy dan Purwabakti No. Tingkat Pendidikan
Formal
Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti
Jumlah
(orang)
% Jumlah
(orang)
%
1. Tidak sekolah-Tamat
SD
27 90,00 28 93,33
2. SMP-Tamat SMP 3 10,00 1 3,33
3. SMA-Tamat SMA 0 0,00 1 3.33
Jumlah 30 100,00 30 99,99
Tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat
dalam melakukan tindakannya. Tingkat pendidikan yang rendah tersebut dapat
menyebabkan pola pikir masyarakat yang lebih berorientasi jangka pendek.
5.2.4 Mata Pencaharian
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 15) menunjukkan bahwa sebagian
besar masyarakat yang menjadi responden di Desa Cipeuteuy bermata pencahari-
an sebagai petani (100%), sedangkan masyarakat Desa Purwabakti sebagian besar
bermatapencaharian sebagai buruh (73,33%). Buruh yang dimaksud adalah buruh
tani dan buruh perkebunan teh. Lokasi Desa Purwabakti berdekatan dengan PT
Perkebunan Nusantara VIII (Kebun Cianten).
Tabel 15 Distribusi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Cipeuteuy
dan Purwabakti No. Mata Pencaharian Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti
Jumlah
(orang)
% Jumlah
(orang)
%
1. Buruh-Ojek 0 0,00 22 73,33
2. Petani-Pedagang
Kecil
30 100,00 7 23,33
3. Karyawan 0 0,00 1 3,33
Jumlah 30 100,00 30 99,99 Masyarakat Desa Cipeuteuy pada umumnya bertani pada lahan pertanian
milik sendiri yang diwariskan secara turun temurun yang sudah sejak dari dahulu
sudah mereka kelola. Sebagian besar jenis-jenis tanaman pertanian yang terdapat
di lahan masyarakat Desa Cipeuteuy beranekaragam, antara lain padi, cabe, tomat,
kol, kacang panjang, dan kacang tanah. Jenis padi yang mereka tanam pun
bermacam-macam seperti Goli, Ciherang, dan Pandan Wangi. Adapun tanaman
kehutanan yang mereka tanam, yaitu sengon (Paraserianthes falcataria), kayu
afrika (Maesopsis eminii), puspa (Schima wallichii), manglid, dan rasamala
(Altingia excelsa).
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat petani di Desa
Cipeuteuy yang menjadi responden dapat diketahui bahwa harga jual komoditas
pertanian ke tengkulak cukup rendah bila dibandingkan dengan harga jual
komoditas pertanian di pasar tradisional. Harga jual beberapa komoditas pertanian
di Desa Cipeuteuy yang dijual ke tengkulak disajikan dalam Tabel 16.
Tabel 16 Harga Jual Beberapa Komoditas Pertanian di Desa Cipeuteuy kepada
Tengkulak
No. Jenis Komoditas Pertanian Harga jual per Kg (Rp)
1. Cabe keriting 15.000-17.000
2. Cabe TW 15.000-17.000
3. Tomat 1.500-2.000
4. Kol 1.000-1.500
5. Kacang panjang 2.000-2.500
6. Kacang tanah 1.000-2.000
5.2.5 Tingkat Pendapatan
Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa UMR pada tahun 2009
untuk daerah Kabupaten Sukabumi sebesar Rp. 630.000 (non sektor), sedangkan
untuk daerah Kabupaten Bogor sebesar Rp. 991.714 (non sektor). Hasil penelitian
(Tabel 17) menunjukkan bahwa masyarakat Desa Cipeuteuy dan Purwabakti yang
menjadi responden memiliki tingkat pendapatan yang berada di bawah UMR
(Upah Minimum Regional).
Tabel 17 Tingkat Pendapatan Responden di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti
No. Tingkat
Pendapatan
(Rp)
Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti
Jumlah
(orang)
% Jumlah
(orang)
%
1. 200.000-383.000 12 40,00 24 80,00
2. 384.000-566.000 14 46,67 5 16,67
3. 567.000-750.000 4 13,33 1 3,33
Jumlah 30 100,00 30 100,00 Sebagian besar masyarakat Desa Cipeuteuy yang menjadi responden me-
miliki pendapatan berkisar antara Rp.384.00-Rp.566.000 (46,67%), sedangkan
masyarakat Desa Purwabakti memiliki pendapatan sekitar Rp.200.000-
Rp.383.000 (80%).
5.2.6 Luas Pemilikan Lahan
Hasil penelitian (Tabel 18) menunjukkan bahwa sebagian besar masya-
rakat Desa Cipeuteuy dan Purwabakti yang menjadi responden memiliki luas pe-
nguasaan lahan yang tergolong sempit. Persentase terbesar luas penguasaan lahan
yang tergolong sempit di Desa Cipeuteuy, yaitu 56,67%, sedangkan Desa
Purwabakti sebesar 86,67%.
Status lahan yang dikuasai dan diolah oleh masyarakat di Desa Cipeuteuy
pada umumnya merupakan lahan milik pribadi dan lahan eks HGU (Hak Guna
Usaha) PT. Intan Hepta dan Perum Perhutani yang kemudian menjadi kawasan
Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Lahan milik Perum Perhutani tersebut
ditanami pohon damar (Agathis damara) dapat dilihat pada Gambar 5. Damar ini
ditanam sekitar 15 tahun yang lalu. Adapun total luas lahannya sekitar 30 hektar
(15 hektar merupakan lahan damar, sedangkan 15 hektar lagi merupakan lahan
tumpangsari yang dikelola oleh masyarakat). Dalam pengolahan lahan tersebut,
masyarakat tidak dikenakan biaya atau pajak. Akan tetapi, masyarakat tidak di-
perkenankan memperluas lahan garapan mereka. Antara lahan masyarakat yang
diperbolehkan digarap dan lahan yang tidak diperbolehkan digarap sudah ditandai
dengan adanya pal batas (Gambar 6), sehingga masyarakat dapat mengetahui
batas-batas wilayahnya. Masyarakat juga diberi kewajiban untuk menjaga hutan
Koridor Halimun Salak.
Gambar 5 Lahan damar di perbatasan Kampung Sukagalih.
Gambar 6 Pal batas antara lahan masyarakat dan lahan taman nasional.
Adapun status lahan yang dikuasai dan diolah masyarakat di Desa
Purwabakti pada umumnya merupakan lahan garapan milik PT. Perkebunan
Nusantara VIII (Kebun Cianten). Masyarakat diperkenankan menggarap lahan
sampai pada waktu yang tidak dipastikan oleh PT. Perkebunan Nusantara VIII se-
hingga sewaktu-waktu lahan tersebut dapat diambil alih kembali. Hal ini di-
karenakan belum dibuatnya nota kesepahaman (MoU) antara masyarakat dengan
pihak PT. Perkebunan Nusantara VIII dan taman nasional.
Tabel 18 Distribusi Responden Berdasarkan Luas Pemilikan Lahan di Desa
Cipeuteuy dan Purwabakti
No. Luas Penguasaan
Lahan (ha)
Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti
Jumlah
(orang)
% Jumlah
(orang)
%
1. Sempit (< 0,25) 17 56,67 26 86,67
2. Sedang (0,25-0,5) 9 30 3 10
3. Luas (> 0,5) 4 13,33 1 3,33
Jumlah 30 100,00 30 100,00 5.3 Pemanfaatan Tumbuhan di Areal Koridor Halimun Salak oleh
Masyarakat Hasil penelitian (Gambar 7) menunjukkan bahwa sebagian besar
masyarakat di Desa Cipeuteuy memiliki tingkat pemanfaatan sumberdaya
tumbuhan yang tergolong sedang (86,67%), sedangkan tingkat pemanfaatan
sumberdaya tumbuhan oleh masyarakat Desa Purwabakti tergolong rendah (60%).
Klasifikasi tingkat pemanfaatan tersebut didasarkan pada beberapa variabel yang
dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 7 Histogram distribusi tingkat pemanfaatan tumbuhan di Koridor
Halimun Salak.
Adapun jenis-jenis sumberdaya tumbuhan di kawasan Koridor Halimun
Salak yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti ter-
dapat perbedaan jumlah jenis. Jenis sumberdaya tumbuhan yang dimanfaatkan
oleh masyarakat Desa Cipeuteuy lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat
Desa Purwabakti, seperti disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19 Jenis-Jenis Sumberdaya Tumbuhan di Koridor Halimun Salak yang
Dimanfaatkan/Diambil Responden
No. Jenis Sumberdaya
Tumbuhan
Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti
Jumlah
(orang)
% Jumlah
(orang)
%
1. Kayu bakar 23 34,33 15 41,67
2. Kayu bangunan 2 2,99 0 0
3. Tanaman pangan 8 11,94 6 16,67
4. Tanaman obat 7 10,45 3 8,33
5. Tanaman hias 1 1,49 0 0
6. Pakan ternak 17 25,37 11 30,56
7. Tanaman untuk
kegunaan lainnya
9 13,43 1 2,78
Jenis-jenis sumberdaya tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di
Desa Cipeuteuy dan Purwabakti, antara lain :
1) Kayu Bakar
Walaupun masyarakat Desa Cipeuteuy dan Purwabakti sudah mendapat-
3.33
86.67
10
60
40
00
20
40
60
80
100
Rendah Sedang Tinggi
Per
sen
tase
(%
)
Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Alam
Desa Cipeuteuy
Desa Purwabakti
kan subsidi kompor gas gratis dari pemerintah, tetapi masyarakat masih tetap
menggunakan kayu bakar untuk memasak. Intensitas penggunaan kayu bakar
lebih sering daripada kompor gas. Kompor gas ini biasanya digunakan hanya
sesekali saja. Kayu bakar merupakan sumberdaya tumbuhan yang paling sering
dimanfaatkan/diambil oleh masyarakat Desa Cipeuteuy dan Purwabakti. Hal ini
dikarenakan masyarakat sudah terbiasa menggunakan kayu bakar. Adapun harga
gas dan minyak tanah di daerah ini relatif tinggi. Harga gas mencapai Rp 20.000/3
kg, sedangkan harga minyak tanah mencapai Rp 10.000/liter.
Pemanfaatan kayu bakar di Koridor Halimun Salak dilakukan dengan cara
mengambilnya dari ranting-ranting yang jatuh untuk jenis-jenis pohon dan dengan
cara menebangnya. Pemanfaatan dengan cara menebang pohon merupakan pe-
manfaatan sumberdaya alam hayati yang dapat merusak dan dapat berakibat me-
nurunnya fungsi ekologis kawasan. Jumlah kayu bakar yang dimanfaatkan oleh
masyarakat di kedua desa tersebut rata-rata sebanyak 1 pikul per rumahtangga per
minggu.
Adapun jenis-jenis tumbuhan yang sering digunakan oleh masyarakat
sebagai kayu bakar antara lain kaliandra (Calliandra calothyrsus), kirinyuh,
ranting-ranting yang jatuh, dan bambu. Kaliandra terdapat di dalam Koridor
Halimun Salak dan ada pula yang terletak di pinggiran serta lahan masyarakat,
sedangkan kirinyuh dan bambu yang dimanfaatkan oleh masyarakat terletak
pinggiran kawasan dan lahan masyarakat.
2) Kayu bangunan
Sumberdaya tumbuhan yang berasal dari dalam Koridor Halimun Salak
yang digunakan sebagai bahan bagunan yaitu hamerang (Ficus grossularioides
Bum.f.). Masyarakat Desa Cipeuteuy yang menjadi responden yang me-
manfaatkan hamerang sebanyak dua orang. Sebagian besar masyarakat me-
manfaatkan sumberdaya tumbuhan sebagai bahan bangunan berasal dari lahan
masyarakat, seperti sengon (Paraserianthes falcataria), kayu Afrika (Maesopsis
eminii), hamirung (Vernonia arborea), manglid, dan bambu. Sebagian besar
sumberdaya tumbuhan tersebut merupakan jenis eksotik. Frekuensi pemanfaatan
kayu bahan bangunan tersebut tidak sering dilakukan. Dalam setahun, masyarakat
memanfaatkannya sekitar satu kali.
3) Tanaman pangan
Sebagian besar masyarakat juga memanfaatkan sumberdaya hayati yang
berada di dalam Koridor Halimun Salak sebagai tanaman pangan dalam bentuk
lalapan. Jenis-jenis tanaman pangan yang sering dimanfaatkan, yaitu reundeu
(Staurogyne elongata) dan poh-pohan (Buchanania arborescens). Adapun di desa
Cipeuteuy, responden yang memanfaatkan reundeu dan poh-pohan masing-
masing sebanyak 4 orang, sedangkan responden di Desa Purwabakti yang me-
manfaakan reundeu dan poh-pohan masing-masing sebanyak 3 orang.
Lokasi pemanfaatan tanaman tersebut tidak hanya berada di dalam kawas-
an, tetapi juga di lahan atau pekarangan rumah masyarakat. Adapun frekuensi
pemanfaatan tanaman pangan tersebut tidak sering dilakukan, dalam satu bulan
sekitar empat kali.
4) Tanaman Obat
Tanaman obat merupakan salah satu sumberdaya yang dimanfaatkan oleh
masyarakat. Sebagian besar tanaman obat yang digunakan dapat dilihat pada
Tabel 20.
Tabel 20 Distribusi Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Obat di Desa Cipeuteuy dan
Purwabakti
No. Jenis Tumbuhan
Obat
Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti
Jumlah
(orang)
% Jumlah
(orang)
%
1. Pulus 1 14,29 0 0,00
2. Cipatuher 2 28,57 0 0,00
3. Rane 1 14,29 3 100,00
4. Pacing 1 14,29 0 0,00
5. Cangkuang
(Pandanus furcatus)
2 28,57 0 0,00
Jumlah Pengguna 7 100,00 3 100,00
Tabel 20 menunjukkan bahwa masyarakat Desa Cipeuteuy yang
memanfaatkan jenis tumbuhan obat lebih banyak dibandingkan masyarakat Desa
Purwabakti. Kegunaan dari masing-masing tanaman obat tersebut, antara lain :
pulus untuk obat batuk, cipatuher untuk obat gatal, rane untuk obat luka, pacing
untuk obat mencret dan perut kembung, dan cangkuang sebagai obat batuk.
5) Tanaman hias
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden bahwa masyarakat yang
memanfaatkan sumberdaya hayati sebagai tanaman hias yang berasal dari dalam
kawasan Koridor Halimun Salak hanya di Desa Cipeuteuy saja yang berjumlah
satu orang. Tanaman hias tersebut dikembangkan oleh responden di pekarangan
rumahnya.
6) Pakan ternak
Masyarakat di kedua desa tersebut memanfaatkan sumberdaya tumbuhan
sebagai pakan ternak. Pakan ternak yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa
Cipeuteuy berjumlah dua jenis, yaitu rumput dan nampong, sedangkan masya-
rakat Desa Purwabakti berjumlah satu jenis, yaitu rumput.
Rumput merupakan salah satu sumberdaya tumbuhan yang sangat dibutuh-
kan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan bahan pakan bagi hewan ternak
(Gambar 8). Hal ini karena sebagian besar masyarakat Desa Cipeuteuy memiliki
hewan ternak berupa domba. Pengambilan rumput ini biasanya dilakukan tiap hari
sebanyak 1 ikat (20 kg). Hewan ternak ini merupakan pemberian dari pihak taman
nasional sebanyak 15 ekor dan dari dinas peternakan sebanyak 8 ekor. Adapun pe-
ngelolaan hewan ternak ini dilakukan dengan sistem bergulir. Maksudnya, apabila
salah seorang warga mendapatkan bibit ternak, maka harus dikembangbiakkan,
sehingga menghasilkan anakan. Anakan tersebut diberikan kepada warga lain dan
anakan tersebut harus dikembangbiakkan lagi sampai memperoleh anakan, dan
begitu seterusnya. Hewan ternak ini dapat digunakan sebagai tabungan bagi
masyarakat yang dapat dijual sewaktu-waktu dan diharapkan mampu me-
ningkatkan pendapatan masyarakat.
Gambar 8 Pemanfaatan rumput sebagai salah satu pakan ternak domba.
7) Tanaman untuk kegunaan lainnya
Hasil penelitian (Tabel 21) menunjukkan bahwa masyarakat Desa
Cipeuteuy lebih banyak menggunakan tanaman kegunaan lainnya dibandingkan
masyarakat Desa Purwabakti.
Tabel 21 Distribusi Pemanfaatan Tanaman Kegunaan Lainnya di Desa Cipeuteuy
dan Purwabakti No. Tanaman
Kegunaan Lainnya
Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti
Jumlah
(orang)
% Jumlah
(orang)
%
1. Bambu 4 44,44 1 100,00
2. Hariang 2 22,22 0 0,00
3. Tepus 2 22,22 0 0,00
4. Patat 1 11,11 0 0,00
Jumlah Pengguna 9 100,00 1 100,00 Bambu sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai saluran air dan ke-
perluan lain seperti pagar dan dinding rumah. Keberadaan bambu ini letaknya ber-
batasan dengan Koridor Halimun Salak. Adapun hariang, tepus dan patat me-
rupakan jenis sumberdaya hayati yang digunakan oleh masyarakat sebagai pem-
bungkus makanan. Selain itu, batang tepus digunakan oleh masyarakat sebagai
bahan untuk membangun kandang.
Manfaat keberadaan Koridor Halimun Salak yang sangat dirasakan oleh
masyarakat adalah tersedianya air bersih, udara yang bersih dan segar, dan
mengurangi banjir dan tanah longsor. Ketersediaan air bersih ini sangat
diperlukan oleh masyarakat untuk menunjang kehidupan sehari-harinya, seperti
untuk keperluan memasak, minum, mandi, mencuci, mengairi lahan pertanian dan
sebagainya. Ketersediaan air bersih yang dihasilkan oleh alam dan lingkungan
tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
5.4 Persepsi Masyarakat terhadap Rencana dan Pelaksanaan Kegiatan
Restorasi Koridor Halimun Salak
5.4.1 Persepsi Masyarakat sekitar terhadap Keberadaan Koridor Halimun
Salak
Hasil Penelitian (Gambar 9) menunjukkan bahwa masyarakat Desa
Cipeuteuy terhadap keberadaan Koridor Halimun Salak pada umumnya memiliki
tingkat persepsi yang tergolong sedang (40%), sedangkan masyarakat Desa
23.33
40 36.67
53.33
36.67
10
0
20
40
60
Rendah Sedang TinggiP
erse
nta
se (
%)
Tingkat Persepsi
Desa Cipeuteuy
Desa Purwabakti
Purwabakti memiliki tingkat persepsi yang tergolong rendah (53,33%).
Gambar 9 Histogram distribusi tingkat persepsi responden terhadap keberadaan
Koridor Halimun Salak. Masyarakat di Desa Cipeuteuy pada umumnya mengetahui terdapat
Koridor Halimun Salak yang merupakan penghubung antara Gunung Halimun
dan Gunung Salak. Selain itu, masyarakat juga mengetahui bahwa Koridor
Halimun Salak dapat berfungsi sebagai jalur pergerakan satwa. Berbeda dengan
masyarakat Desa Cipeuteuy, sebagian besar masyarakat Desa Purwabakti yang
menjadi responden tidak mengetahui bahwasanya hutan yang berbatasan dengan
wilayah mereka merupakan kawasan Koridor Halimun Salak yang meng-
hubungkan Gunung Halimun dan Gunung Salak. Hal ini disebabkan belum ada-
nya sosialisasi secara komprehensif dari pihak taman nasional.
Masyarakat merasakan banyaknya manfaat dengan adanya Koridor
Halimun Salak, antara lain : tersedianya bahan konstruksi, tersedianya kayu bakar,
tersedianya obat-obatan, tersedianya air bersih, mengurangi banjir dan tanah
longsor, tersedianya udara yang bersih dan segar, serta tersedianya panorama alam
yang indah. Masyarakat pun sudah mengetahui status dan peraturan-peraturan
yang berlaku di kawasan tersebut. Hal ini karena Kampung Sukagalih merupakan
kampung konservasi. Pihak taman nasional sudah melaksanakan sosialisasi di
kampung ini dan sudah diinisiasi terbentuknya KOPEL (Kelompok Pelestari
Lingkungan).
Selain itu, sebagian besar masyarakat kedua desa tersebut juga mengetahui
bahwa keberadaan Koridor Halimun Salak bermanfaat bagi kehidupan satwaliar,
seperti pada Tabel 22.
Tabel 22 Manfaat Koridor Halimun Salak bagi Kehidupan Satwaliar
Manfaat
Koridor Halimun Salak
Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti
Jumlah
(orang)
% Jumlah
(orang)
%
Tempat pergerakan satwaliar 19 33,33 8 19,05
Tempat tinggal satwaliar 19 33,33 15 35,71
Tempat mencari makan
satwaliar
19 33,33 15 35,71
Tidak ada manfaatnya 0 0,00 4 9,52
Jumlah 99,99 99,99 Kedua desa yang menjadi lokasi penelitian tersebut memiliki jarak yang
dekat dengan kawasan koridor Halimun Salak yang dapat ditempuh dalam waktu
sekitar 5-10 menit, sehingga masyarakat tersebut sering berinteraksi dengan
kawasan hutan dan sekitarnya. Dari proses tersebut, masyarakat di kedua desa
dapat mengetahui manfaat adanya Koridor Halimun Salak bagi kehidupan
satwaliar.
Hal ini didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman masyarakat yang
pernah melihat secara langsung satwaliar yang berada di kawasan. Adapun satwa-
liar yang pernah masyarakat temukan/jumpai, antara lain : babi hutan, lutung,
elang, owa jawa, musang dan ular.
5.4.2 Persepsi Masyarakat terhadap Rencana Restorasi Koridor Halimun
Salak
Gambar 10 Histogram persepsi masyarakat terhadap rencana restorasi Koridor
Halimun Salak.
Hasil penelitian (Gambar 10) menunjukkan bahwa persepsi masyarakat
Desa Cipeuteuy dan Purwabakti terhadap rencana restorasi Koridor Halimun
Salak memiliki tingkat persepsi yang tergolong sedang. Nilai persentase untuk
Desa Cipeuteuy sebesar 80%, sedangkan Desa Purwabakti sebesar 60%. Perbeda-
an nilai persentase tersebut dikarenakan yang menjadi responden di Desa
Cipeuteuy yaitu masyarakat yang tinggal di Kampung Sukagalih yang merupakan
10
80
10
4060
00
20406080
100
Rendah Sedang Tinggi
Per
sen
tase
(%
)
Tingkat Persepsi
Desa Cipeuteuy
Desa Purwabakti
kampung konservasi. Masyarakat Kampung Sukagalih sudah memiliki tingkat
pemahaman dan kesadaran yang cukup tinggi terhadap kelestarian Koridor
Halimun Salak dibandingkan dengan masyarakat Desa Purwabakti. Selain itu,
masyarakat Desa Cipeuteuy sudah memiliki kebiasaan dalam menjaga kawasan
hutan dari sejak dulu ketika kawasan dikelola oleh Perum Perhutani. Pada umum-
nya masyarakat menyambut baik dengan adanya rencana restorasi Koridor
Halimun Salak yang dicanangkan oleh pihak taman nasional, namun dalam proses
perumusan rencana aksi restorasi Koridor Halimun Salak, masyarakat belum
dilibatkan.
Persepsi masyarakat yang tergolong sedang yang berarti tidak cenderung
ekstrem rendah dan tidak ekstrem tinggi tersebut dapat menjadikan peluang bagi
pihak taman nasional. Masyarakat memandang cukup baik terhadap adanya
rencana restorasi Koridor Halimun Salak. Pihak taman nasional dapat me-
manfaatkan kondisi tersebut dengan menyusun strategi untuk dapat mengarahkan
masyarakat pada persepsi yang positif. Hal ini akan berimplikasi positif terhadap
pengelolaan Koridor Halimun Salak. Karena dalam pengelolaan Koridor Halimun
Salak tersebut memerlukan kerjasama dari masyarakat dan para stakeholder,
sehingga akan terwujud fungsi Koridor Halimun Salak yang optimal.
Responden berpendapat bahwa lahan yang kosong/rusak perlu dilakukan
rehabilitasi dan upaya ini penting dilakukan. Masyarakat pun menyetujui jika
lahan yang direhabiltasi tersebut ditanami dengan jenis-jenis asli (native species),
seperti puspa (Schima wallichii), rasamala (Altingia excelsa), huru, dan aren
(Arenga pinnata). Masyarakat setuju dengan konsekuensi bahwa tanaman asli
tersebut dapat memberikan manfaat baik secara ekologis maupun ekonomis bagi
mereka, contohnya aren. Masyarakat berpandangan bahwa aren ini merupakan
tanaman yang serbaguna yang dapat dimanfaatkan bagian-bagiannya dibanding-
kan dengan tanaman kehutanan yang tidak diperbolehkan untuk dimanfaatkan.
Pada umumnya, masyarakat pun mengetahui beberapa jenis tanaman
eksotik di kawasan Koridor Halimun Salak, seperti kaliandra, kayu afrika dan
tanaman buah-buahan. Masyarakat mengartikan jenis tanaman eksotik adalah
tanaman yang ditanam oleh manusia baik sengaja maupun tidak sengaja.
Masyarakat menginginkan jika kaliandra tidak seluruhnya diganti dengan tanaman
asli kawasan. Hal ini karena tanaman asli kawasan tidak dapat mereka manfaatkan
secara langsung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Masyarakat pun me-
nginginkan agar tanaman eksotik tersebut diganti dengan tanaman asli yang
manfaatnya hampir sama, seperti kaliandra yang memiliki manfaat sebagai kayu
bakar dan pakan ternak diganti dengan rumput jampang pait yang digunakan
sebagai pakan ternak juga. Hal ini karena masyarakat masih memiliki ke-
tergantungan yang cukup tinggi terhadap kaliandra sebagai kayu bakar dan pakan
ternak. Kayu bakar dan pakan ternak dari kaliandra memiliki kualitas yang cukup
baik. Akan tetapi, masyarakat belum memahami sifat dari kaliandra yang dapat
menginvasi suatu kawasan. Apalagi jika kaliandra ditebang, maka bijinya akan
menyebar sehingga akan tumbuh tunas-tunas yang baru.
Masyarakat menyetujui jika lahan Koridor Halimun Salak yang sudah di-
garap dikelola dengan sistem tumpang sari/agroforestri. Perpaduan tanaman yang
menjadi pilihan masyarakat, antara lain : cabe, kol, kacang panjang, tomat,
alpukat, dan kopi arabika. Beberapa usaha yang dapat membantu meningkatkan
pendapatan masyarakat Koridor Halimun Salak agar tidak tergantung pada
sumber daya yang terdapat di hutan, antara lain : peternakan domba dan
perikanan. Masyarakat Kampung Sukagalih menyatakan bahwa mata pencaharian
utama mereka adalah pertanian, tetapi pendapatan yang mereka peroleh lebih
besar dari peternakan domba dibandingkan dengan hasil pertanian.
5.4.3 Persepsi Masyarakat terhadap Pelaksanaan Kegiatan Restorasi
Koridor Halimun Salak
Sebagian besar masyarakat Desa Cipeuteuy yang mengetahui tentang
restorasi sebesar 83,33%, sedangkan masyarakat Desa Purwabakti sebesar 40 %,
seperti disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11 Histogram pengetahuan responden terhadap restorasi Koridor
Halimun Salak
16.67
63.33
20
0
20
40
60
80
Rendah Sedang Tinggi
Per
senta
se (
%)
Tingkat Persepsi
Masyarakat yang menjadi responden pada umumnya mengetahui istilah
restorasi dalam pengertian sempit seperti rehabilitasi/penghijauan saja. Sebagian
besar masyarakat mengetahui istilah tersebut dari petugas kehutanan. Masyarakat
Kampung Sukagalih yang menjadi responden menyatakan sudah dilibatkan secara
langsung dalam kegiatan restorasi. Masyarakat dilibatkan dalam kegiatan pe-
nanaman dan pemeliharaan tanaman kehutanan, sedangkan masyarakat Desa
Purwabakti belum dilibatkan dalam kegiatan ini. Adapun tingkat persepsi
masyarakat Desa Cipeuteuy terhadap pelaksanaan kegiatan restorasi tergolong
sedang (63,33%), seperti disajikan pada Gambar 12. Penanaman ini dilakukan
secara swadaya oleh masyarakat.
Gambar 12 Histogram tingkat persepsi masyarakat Desa Cipeuteuy terhadap
pelaksanaan kegiatan restorasi Koridor Halimun Salak
Berdasarkan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan
restorasi di Desa Cipeuteuy khususnya di Kampung Sukagalih telah mulai di-
lakukan dengan penanaman jenis asli, seperti aren, puspa, rasamala, huru, dan
pasang di lahan taman nasional yang kosong yang dikelola secara tumpangsari
oleh masyarakat. Adapun tanaman pertanian yang ditanam di lahan tumpangsari
tersebut adalah cabe. Jarak tanam penanaman jenis asli tersebut yaitu 4mx6m.
Penanaman jenis asli tersebut dilakukan secara bertahap dan mulai dilakukan
secara adopsi dengan harga sekitar Rp 50.000/pohon. Namun, program adopsi
pohon ini belum dilakukan secara menyeluruh. Uang yang diperoleh dari adopsi
pohon dan tanaman tumpangsari/sela tersebut dimasukkan ke dalam kas KOPEL,
sedangkan hasil dari aren belum dapat dirasakan oleh masyarakat karena me-
merlukan waktu yang lama untuk dapat panen. Di lahan damar ditanam pula kapol
(Gambar 13).
Kegiatan restorasi yang telah dilakukan ini merupakan inisiasi awal pe-
mulihan ekosistem Koridor Halimun Salak. Kegiatan ini dilaksanakan secara
swadaya oleh masyarakat sekitar dan bekerjasama dengan para pihak. Kegiatan
ini telah dilaksanakan diantaranya oleh pihak taman nasional bekerjasama dengan
masyarakat Kampung Sukagalih dan pemerintah Kabupaten Sukabumi yang ber-
lokasi di lokasi khusus dekat Kampung Sukagalih dan di sela-sela lahan pertanian
masyarakat.
Namun kegiatan restorasi ini belum dilakukan secara serentak dan me-
nyeluruh. Hal ini karena masih dalam kegiatan penelitian dan pengamatan ter-
hadap plot percobaan yang berlokasi di blok Cisarua dan blok Gunung Halimun di
Koridor Halimun Salak. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh teknik dan
cara yang efektif dalam merestorasi kawasan yang rusak dan sudah diinvasi oleh
kaliandra merah (Calliandra calothyrsus) khususnya. Dengan demikian, di-
harapkan kegiatan ini dapat mendukung keberhasilan proses pemulihan ekosistem
Koridor Halimun Salak dalam jangka panjang. Kegiatan penelitian ini telah di-
laksanakan sejak November 2008.
Responden mengetahui aturan-aturan yang berlaku di Koridor Halimun
Salak. Pengetahuan masyarakat terhadap aturan-aturan yang berlaku relatif ter-
batas. Mereka hanya mengetahui terbatas pada tidak diperbolehkannya me-
lakukan penebangan pohon, membakar hutan, serta mengambil vegetasi dan
satwaliar saja. Hal ini diketahui oleh masyarakat melalui sosialisasi oleh pihak
taman nasional dan terdapatnya papan larangan seperti disajikan pada Gambar 14.
Gambar 13 Perpaduan antara pohon damar dan kapol.
Gambar 14 Papan Larangan.
Masyarakat pun sering dilibatkan dalam kegiatan survey, pengontrolan
dan patroli bersama pihak taman nasional. Masyarakat Desa Cipeuteuy memiliki
kekompakan yang cukup tinggi dalam menjaga dan mengamankan kawasan
Koridor Halimun Salak yang berada di dekat wilayah mereka. Selain itu,
masyarakat pernah dilibatkan membantu dalam kegiatan penelitian. Partisipasi
aktif masyarakat merupakan kunci keberhasilan yang menjamin keberhasilan
kegiatan pemulihan ekosistem Koridor Halimun Salak.
Dalam pelaksanaan kegiatan restorasi, misalnya penanaman, ternyata
masyarakat mengalami kendala. Kendala-kendala yang dihadapi masyarakat,
antara lain : kurangnya pengetahuan dalam melakukan pembibitan yang efektif
dan dengan adanya musim kemarau, maka tanaman menjadi layu bahkan mati.
Kegiatan penanaman tersebut sudah dilaksanakan pada tahun 2005.
5.4.3 Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Kegiatan Restorasi Koridor
Halimun Salak
Sebagian besar responden yang telah terlibat dalam kegiatan restorasi
menyatakan bahwa kegiatan ini akan berdampak positif baik terhadap masyarakat
maupun satwaliar. Adapun dampak positif bagi masyarakat, antara lain air akan
terus mengalir untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengairi persawahan.
Responden mengemukakan bahwa pertanian yang dialiri air dari Koridor Halimun
Salak menghasilkan panen yang kualitasnya baik jika dibandingkan dengan per-
tanian yang tidak dialiri air dari gunung secara langsung.
Adapun dampak positif bagi kehidupan satwaliar, antara lain terdapatnya
pohon-pohon yang dapat dijadikan lintasan pergerakan terutama bagi owa jawa.
Selain itu, dengan adanya kegiatan restorasi maka habitat yang terfragmentasi
dapat menjadi pulih dan terhubung kembali.
Untuk mengukur keeratan hubungan (korelasi) antara karakteristik
identitas serta tingkat pemanfaatan tumbuhan dan tingkat persepsi responden
terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak oleh masyarakat yang menjadi
responden di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti digunakan uji korelasi Spearmen.
Hasil uji korelasi Spearmen tersebut disajikan dalam Tabel 23.
Tabel 23 Hasil Uji Korelasi Spearmen antara Karakteristik Responden dan
Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan dengan Tingkat Persepsi
Responden terhadap Rencana Restorasi Koridor Halimun Salak
Variabel Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti
Nilai
Koefisien
Korelasi
Signifikansi
(Probabilitas)
Nilai
Koefisien
Korelasi
Signifikansi
(Probabilitas)
Komposisi
Kelompok Umur
-0,91 0,633 0,243 0,196
Jumlah Anggota
Keluarga
0,117 0,538 0,052 0,783
Tingkat Pendidikan
Formal
-0,181 0,337 -0,064 0,783
Mata Pencaharian -0,152 0,424 0,139 0,464
Tingkat Pendapatan 0,275 0,141 -0,085 0,656
Luas Pemilikan
Lahan
0,021 0,931 -0,018 0,924
Tingkat Pemanfaatan
Tumbuhan
-0,047 0,807 0,111 0,559
Hubungan antara komposisi kelompok umur dengan persepsi responden
terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak
Berdasarkan hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara komposisi
kelompok umur dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor
Halimun Salak memiliki hubungan yang berlawanan (-) di Desa Cipeuteuy,
sedangkan memiliki hubungan yang searah (+) di Desa Purwabakti. Namun,
secara statistik sebenarnya tidak berhubungan secara nyata/signifikan pada taraf
kepercayaan 95%. Hal ini karena tingkat signifikansi dari hubungan diantara
kedua variabel tersebut lebih besar dari 0,05 (terima Ho).
Hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan persepsi responden
terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak
Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara jumlah anggota keluarga
dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak di
Desa Cipeuteuy dan Purwabakti memiliki hubungan yang searah (+). Namun,
secara statistik tidak berhubungan secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan
95%. Hal ini karena tingkat signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel
tersebut lebih besar dari 0,05 (terima Ho).
Hubungan antara tingkat pendidikan formal dengan persepsi masyarakat
terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak
Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara tingkat pendidikan formal
dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak di
Desa Cipeuteuy dan Purwabakti memiliki hubungan yang berlawanan (-). Namun,
secara statistik tidak berhubungan secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan
95%. Hal ini karena tingkat signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel
tersebut lebih besar dari 0,05 (terima Ho).
Hubungan antara mata pencaharian dengan persepsi masyarakat terhadap
rencana restorasi Koridor Halimun Salak
Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara mata pencharaian dengan
persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak di Desa
Cipeuteuy memiliki hubungan yang berlawanan (-), sedangkan di Desa
Purwabakti memiliki hubungan yang searah (+). Namun, secara statistik tidak ber-
hubungan secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini karena
tingkat signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel tersebut lebih besar
dari 0,05 (terima Ho).
Hubungan antara tingkat pendapatan dengan persepsi masyarakat terhadap
rencana restorasi Koridor Halimun Salak
Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara tingkat pendapatan dengan
persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak di Desa
Cipeuteuy memiliki hubungan yang searah (+), sedangkan di Desa Purwabakti
memiliki hubungan yang berlawanan (-). Namun, secara statistik tidak berhubung-
an secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini karena tingkat
signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel tersebut lebih besar dari
0,05(terima Ho).
Hubungan antara luas pemilikan lahan dengan persepsi masyarakat
terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak
Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara luas pemilikan lahan
dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak di
Desa Cipeuteuy memiliki hubungan yang searah (+), sedangkan di Desa
Purwabakti memiliki hubungan yang berlawanan (-). Namun, secara statistik tidak
berhubungan secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini karena
tingkat signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel tersebut lebih besar
dari 0,05 (terima Ho).
Hubungan antara tingkat pemanfaatan sumberdaya tumbuhan dengan
persepsi masyarakat terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak
Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara tingkat pemanfaatan
tumbuhan dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun
Salak di Desa Cipeuteuy memiliki hubungan yang berlawaanan (-), sedangkan di
Desa Purwabakti memiliki hubungan yang searah (+). Namun, secara statistik
tidak berhubungan secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini
karena tingkat signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel tersebut lebih
besar dari 0,05 (terima Ho).
Berdasarkan hasil uji korelasi Spearmen menunjukkan bahwa antara
karakteristik responden pada kedua desa tersebut dan tingkat pemanfaatan
sumberdaya alam oleh responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun
Salak memiliki hubungan yang tidak signifikan yang berarti bahwa karakteristik
responden dan tingkat pemanfaatan sumberdaya oleh responden tidak mem-
pengaruhi secara signifikan terhadap tingkat persepsi responden terhadap rencana
restorasi Koridor Halimun Salak. Hal ini dibuktikan oleh Sarwono (1999) bahwa
persepsi pada umumnya berbeda dengan persepsi sosial. Persepsi sosial
bergantung kepada komunikasi atau informasi yang diterima. Dalam hal ini
responden secara umum mengetahui tentang restorasi tetapi tidak memahami
secara komprehensif.
5.5 Rekomendasi Rencana Kelola Sosial Masyarakat Sekitar Koridor
Halimun Salak
Berdasarkan Rencana Aksi Restorasi Koridor Halimun Salak (2009-2013)
yang telah disusun oleh pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan
kondisi sosial masyarakat sekitar Koridor Halimun Salak maka antara kedua hal
tersebut harus diintegrasikan, sehingga luaran-luaran yang diharapkan dapat
tercapai. Dari kondisi sosial masyarakat yang telah diketahui, maka dapat disusun
rencana kelola sosial yang disajikan dalam Tabel 25.
Tabel 25 Rekomendasi Rencana Kelola Sosial Masyarakat Sekitar Koridor
Halimun Salak
Lokasi Rencana Kelola
Kondisi Rencana Program Stakeholder
Desa
Cipeuteuy
Persepsi
masyarakat
terhadap Rencana
dan Pelaksanaan
Restorasi Koridor
Halimun Salak
tergolong sedang
Peningkatan penyuluhan dan
pemahaman terhadap Rencana
Aksi Restorasi Koridor Halimun
Salak (2009-2013) serta
peningkatan kesadaran moral
- Masyarakat
- Taman nasional
- Pemerintah
daerah
Kebupaten
Sukabumi
Masyarakat
masih betumpu
pada pertanian,
namun belum
memiliki
pemahaman yang
memadai
terhadap
penanggulangan
hama dan
penyakit
Peningkatan penyuluhan dari
berbagai disiplin ilmu, antara
lain :
Bidang pertanian : penyuluhan
tentang hama dan penyakit
tanaman, pemupukan, serta,
pemuliaan tanaman pertanian.
Bidang peternakan : pemuliaan
ternak
Bidang kehutanan : silvikultur
- Masyarakat
- Dinas Pertanian
- Dinas
Kehutanan
- Dinas
Peternakan
Tingkat
pendidikan
formal yang
masih kurang
memadai
Pengurusan advokasi kepada
para donatur atau pemerintah
daerah dalam hal pembiayaan
pendidikan melalui beasiswa
utusan daerah (BUD)
Mendirikan perpustakaan
- Masyarakat
- Pemerintah
Kabupaten
Sukabumi
- LSM
Tingkat
pendapatan
belum mencapai
UMR daerah
Pelibatan masyarakat dalam
kegiatan entrepreneurship
(kewirausahaan)
- Masyarakat
- Wirausahawan/
pengusaha
- Pemerintah
Kabupaten
Sukabumi
- LSM
Lanjutan Tabel 25
Lokasi Rencana Kelola
Kondisi Rencana Program Stakeholder
Desa
Purwabakti
Persepsi terhadap
keberadaan
Koridor Halimun
Salak tergolong
rendah
Pendekatan kepada masyarakat
secara masiv
Sosialisasi dan penyuluhan
Pengkaderan
Pembentukan kelompok
pelestari lingkungan
- Masyarakat
- Taman nasional
- LSM
Persepsi terhadap
rencana restorasi
koridor Halimun
Salak tergolong
sedang
Peningkatan penyuluhan dan
pemahaman terhadap Rencana
Aksi Restorasi Koridor Halimun
Salak serta peningkatan
kesadaran moral
- Masyarakat
- Taman
Nasional
- Pemerintah
Kabupaten
Sukabumi
Tingkat
pendapatan
cukup rendah
Pengembangan budidaya ternak - Dinas
Peternakan
- Wirausahawan/
Pengusaha