bab v. hasil dan pembahasan 5.1 rencana dan … v... · 5.1 rencana dan pelaksanaan kegiatan...

27
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Rencana dan Pelaksanaan Kegiatan Restorasi Koridor Halimun Salak 5.1.1 Sejarah Lokasi Koridor Halimun Salak Sebelum diperluas, kawasan koridor Taman Nasional berada dalam dua wilayah kelola yakni (1) wilayah bagian barat kawasan koridor atau bagian wi- layah Gunung Halimun dikelola oleh taman nasional dan (2) wilayah bagian barat kawasan koridor atau bagian wilayah Gunung Salak dan sekitarnya dikelola oleh Perum Perhutani. Kawasan yang dikelola oleh taman nasional ditetapkan sebagai zona inti dan kawasan lainnya di luar kawasan ini ditetapkan sebagai zona pe- nyangga taman nasional. Sebagian besar zona penyangga dikelola oleh Perum Perhutani dan bagian utara dikelola oleh perkebunan teh Cianten. Keputusan untuk menggabung kawasan Gunung Halimun dan Gunung Salak (113.357 ha) menjadi satu pengelolaan yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri RI No. 175/Kpts-II/2003 pada tanggal 10 Juni 2003, maka seluruh areal koridor dan kawasan yang sebelumnya dikelola oleh Perum Perhutani menjadi bagian pe- ngelolaan UPT Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS 2008a). 5.1.2 Rencana Kegiatan Restorasi Koridor Halimun Salak Menurut Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (RPTN) 2007-2026 bahwa wilayah Koridor Halimun Salak merupakan ekosistem penting dan menjadi habitat spesies penting yang telah terdegradasi yang kemudian akan dijadikan sebagai zona rehabilitasi. Para pihak yang akan dilibatkan dalam program penetapan zona rehabilitasi adalah: PHKA/BKSDA, Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS), Dinas Kehutanan, Badan Lingkungan Hidup Daerah, Kelompok Masyarakat Adat, Kelompok Masyarakat lainnya, Lembaga Penelitian dan Pendidikan serta LSM. Setelah ekosistem tersebut dinilai pulih, maka zona rehabilitasi dapat ditetapkan sebagai zona inti/rimba/pemanfaatan. Untuk mencapai pemulihan kawasan tersebut, maka diperlukan pengelolaan Koridor Halimun Salak, sehingga pihak taman nasional merumuskan Rencana Aksi Restorasi Koridor Halimun Salak (2009-2013). Dalam penyusunan rumusan rencana aksi ini, masyarakat belum dilibatkan. Adapun stakeholder yang menjadi tim perumus, antara lain : taman nasional, institusi

Upload: leminh

Post on 03-Mar-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Rencana dan Pelaksanaan Kegiatan Restorasi Koridor Halimun Salak

5.1.1 Sejarah Lokasi Koridor Halimun Salak

Sebelum diperluas, kawasan koridor Taman Nasional berada dalam dua

wilayah kelola yakni (1) wilayah bagian barat kawasan koridor atau bagian wi-

layah Gunung Halimun dikelola oleh taman nasional dan (2) wilayah bagian barat

kawasan koridor atau bagian wilayah Gunung Salak dan sekitarnya dikelola oleh

Perum Perhutani. Kawasan yang dikelola oleh taman nasional ditetapkan sebagai

zona inti dan kawasan lainnya di luar kawasan ini ditetapkan sebagai zona pe-

nyangga taman nasional. Sebagian besar zona penyangga dikelola oleh Perum

Perhutani dan bagian utara dikelola oleh perkebunan teh Cianten. Keputusan

untuk menggabung kawasan Gunung Halimun dan Gunung Salak (113.357 ha)

menjadi satu pengelolaan yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri RI

No. 175/Kpts-II/2003 pada tanggal 10 Juni 2003, maka seluruh areal koridor dan

kawasan yang sebelumnya dikelola oleh Perum Perhutani menjadi bagian pe-

ngelolaan UPT Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS 2008a).

5.1.2 Rencana Kegiatan Restorasi Koridor Halimun Salak

Menurut Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak

(RPTN) 2007-2026 bahwa wilayah Koridor Halimun Salak merupakan ekosistem

penting dan menjadi habitat spesies penting yang telah terdegradasi yang

kemudian akan dijadikan sebagai zona rehabilitasi. Para pihak yang akan

dilibatkan dalam program penetapan zona rehabilitasi adalah: PHKA/BKSDA,

Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS), Dinas Kehutanan,

Badan Lingkungan Hidup Daerah, Kelompok Masyarakat Adat, Kelompok

Masyarakat lainnya, Lembaga Penelitian dan Pendidikan serta LSM. Setelah

ekosistem tersebut dinilai pulih, maka zona rehabilitasi dapat ditetapkan sebagai

zona inti/rimba/pemanfaatan. Untuk mencapai pemulihan kawasan tersebut, maka

diperlukan pengelolaan Koridor Halimun Salak, sehingga pihak taman nasional

merumuskan Rencana Aksi Restorasi Koridor Halimun Salak (2009-2013). Dalam

penyusunan rumusan rencana aksi ini, masyarakat belum dilibatkan. Adapun

stakeholder yang menjadi tim perumus, antara lain : taman nasional, institusi

pendidikan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan JICA GHSNP MP. Dalam rangka

pemulihan kawasan Koridor Halimun Salak tersebut maka disusun rencana

kegiatan yang disajikan pada Lampiran 7.

Sumber : BTNGHS 2008b

Gambar 4 Peta Rencana Restorasi Koridor Halimun Salak.

Zona yang akan difokuskan untuk direstorasi/direhabilitasi adalah zona 2

dan zona 3. Upaya rehabilitasi kawasan Koridor Halimun Salak yang disarankan,

meliputi (BTNGHS 2008a):

1. Hutan dibiarkan mengalami proses regenerasi sendiri, meskipun dalam jangka

waktu yang cukup lama dan diharapkan hutan tidak mengalami gangguan lagi,

2. Anakan pohon-pohon jenis primer bisa digunakan sebagai bibit dalam reha-

bilitasi hutan,

3. Jenis-jenis yang disarankan untuk merehabiltasi hutan kembali terutama jenis

primer yang memiliki perawakan yang tinggi dengan kanopi yang mencuat se-

perti saninten, pasang, dan beberapa jenis dari suku Lauraceae. Untuk pe-

nanaman jenis-jenis primer diperlukan perlakuan khusus, misalnya dalam per-

semaiannya diperlukan naungan yang cukup,

Keterangan :

Luasan total zona ekologi = 1284,89 ha, mencakup zona Halimun (245,71 ha), zona

2a (117,38 ha), zona 2b (147,35 ha), zona 3a (130,59 ha), zona 3b (147,35 ha), zona

3c (928,45 ha), dan zona Salak (468,06 ha).

Zona 3a, 3b, dan 3c merupakan areal yang sebagian besar didominasi oleh kaliandra.

4. Jenis-jenis sekunder terutama yang menjadi pakan hewan bisa ditanam sebagai

tumbuhan naungan bagi jenis-jenis primer, misalnya Ficus spp., kipare

(Glochidion sp), kiseueur (Antidesma sp), dan harendong (Melastomataceae),

5. Untuk daerah batas antara pemukiman dan hutan sebaiknya ditanam jenis hutan

yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, misalnya jenis saninten, kilimo,

kimanis, dan juga aren. Hampir seluruh bagian tanaman aren bisa di-

manfaatkan.

Adapun model penanaman yang direncanakan, adalah restorasi areal ko-

song melalui program adopsi pohon dan kerjasama. Stakeholder yang akan di-

libatkan dalam kegiatan ini, adalah masyarakat, dan GEDEPAHALA. Kerjasama

yang sedang dilakukan yaitu antara masyarakat Kampung Sukagalih dan pihak

taman nasional melalui surat perjanjian kerjasama Nomor IV-T.13/III.1/2007

bahwa terdapat hak dan kewajiban dari kedua belah pihak tersebut.

Adapun kewajiban-kewajiban masyarakat antara lain :

(1). Menjaga zona inti dan zona lainnya atau kawasan Taman Nasional Gunung

Halimun Salak di wilayah yang dikerjasamakan.

(2). Bersama pihak pertama melakukan rehabilitasi di kawasan TNGHS yang ber-

dekatan dengan lahan garapan.

(3). Tidak memperluas garapan dan tidak menebang pohon di dalam kawasan

TNGHS.

(4). Melakukan pengamanan secara partisipatif.

(5). Bersama pihak pertama melakukan pengendalian kebakaran lahan dan hutan,

membuat laporan secara periodik semesteran (6 bulan) dan tahunan kepada

TNGHS.

Hak-hak masyarakat meliputi :

(1). Memanfaatkan lahan garapan eks Perum Perhutani di TNGHS.

- Menanam tanaman asli aren, puspa, rasamala, pasang, huru, dan lain-lain

secara bertahap.

- Menanam tanaman sela (padi, huma, kapol, palawija, dan lain-lain) dengan

mengurangi pupuk kimia secara berangsur-angsur hingga menggunakan

pupuk organik.

(2). Menerima bantuan fasilitasi dari pihak pertama.

(3). Mendapat bimbingan dari pihak pertama.

(4). Mendapat hasil jual dari hasil aren dan tanaman sela.

Proses penyusunan rencana aksi restorasi Koridor Halimun Salak ini

belum dibangun secara komprehensif dengan melibatkan perwakilan masyarakat.

Namun, pada umumnya pihak taman nasional menyusun rencana restorasi

Koridor Halimun Salak ini berdasarkan potensi, kebutuhan, dan harapan

masyarakat sekitar Koridor Halimun Salak. Pada jenis-jenis tumbuhan yang di-

gunakan untuk restorasi merupakan jenis tumbuhan kehutanan asli (native

species) yang sebagian besar dimanfaatkan untuk kepentingan ekologi, tetapi se-

cara langsung tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Namun, secara umum

rencana aksi restorasi ini dapat dikatakan sudah sesuai dengan harapan ma-

syarakat. Sebenarnya, penilaian kesesuaian antara rencana dan harapan masya-

rakat baik secara subjektif maupun objektif ini belum mengambarkan masyarakat

secara keseluruhan. Masyarakat masih berpikir mengenai keuntungan secara

ekonomi. Harapan dari masyarakat antara lain lahan yang sudah mereka garap dan

sudah ditempati sejak lama tidak diambil alih oleh pihak taman nasional, dan ma-

syarakat diperbolehkan menggarap lahan yang kosong milik taman nasional.

Masyarakat memiliki harapan dengan adanya rencana restorasi Koridor Halimun

Salak ini dapat menguntungkan kedua belah pihak baik bagi masyarakat maupun

pihak taman nasional.

Adapun mengenai surat perjanjian kerjasama atau MoU ini berlaku selama

lima tahun (2007-2011), mengenai perpanjangan waktu akan dipertimbangkan se-

telah dilakukan evaluasi pada akhir masa berlaku. Adanya perjanjian ini harus di-

laksanakan atas dasar kesadaran dari masyarakat, bukan karena terikat oleh hak

dan kewajiban yang telah disepakati.

5.1.3 Pelaksanaan Kegiatan Restorasi Koridor Halimun Salak

Kegiatan restorasi ini telah dilaksanakan di beberapa lokasi di sekitar

Koridor Halimun Salak, salah satunya di lokasi penelitian yaitu Kampung

Sukagalih Desa Cipeuteuy yang merupakan kampung konservasi. Namun

kegiatan aksi restorasi ini belum dilaksanakan secara serentak di areal-areal

terdegradasi di kawasan Koridor Halimun Salak. Hal ini karena diperlukan proses

dalam pencapaian luaran-luaran lain untuk mendukung kegiatan restorasi dan

kegiatan ini merupakan kegiatan jangka panjang. Rencana dan pelaksanaan aksi

restorasi Koridor Halimun Salak dapat dilihat pada Lampiran 8. Masyarakat

secara umum memiliki harapan bahwa pelaksanaan rencana restorasi Koridor

Halimun Salak ini dapat berjalan dengan baik. Sampai saat ini, perjanjian

kerjasama antara masyarakat kampung Sukagalih (Desa Cipeuteuy) dan pihak

taman nasional masih berjalan dengan baik, tidak terdapat konflik antara

masyarakat dengan pihak taman nasional serta kerjasama yang sudah terjalin

dengan baik ini dapat terus ditingkatkan. Adapun dalam perjanjian kerjasama ini,

outputnya belum dapat dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat, salah satu

contohnya manfaat dari aren. Hal ini karena aren memiliki pertumbuhan dan daur

yang lebih lama dibandingkan dengan tanaman sela (seperti padi dan palawija).

Penanaman aren juga belum dilaksanakan secara total tetapi bertahap. Adapun

dalam penggunaan pupuk, masyarakat masih menggunakan pupuk kimia (urea,

toska, TSP, dan KCl) itupun harganya cukup mahal. Penggunaan pupuk organik

belum dapat diterapkan sepenuhnya oleh masyarakat. Padahal harga pupuk

organik lebih murah dibandingkan pupuk kimia.

Kegiatan aksi restorasi Koridor Halimun Salak yang telah dilaksanakan di

Desa Purwabakti (Kampung Garehong), meliputi : (1) Kegiatan inventarisasi dan

penelitian. Masyarakat lokal pernah dilibatkan oleh pihak taman nasional dalam

kegiatan inventarisasi dan penelitian, dan (2) Sosialisasi perluasan kawasan

Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

5.2 Karakteristik Responden Sekitar Koridor Halimun Salak

Karakteristik responden meliputi kelompok umur dalam bekerja, jumlah

anggota keluarga, tingkat pendidikan formal, mata pencaharian pokok, tingkat

pendapatan, dan luas pemilikan lahan. Data karakteristik responden disajikan pada

Lampiran 8. Surata (1993) dalam Gunawan (2004) menyatakan bahwa persepsi

ditentukan oleh faktor internal, seperti kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, pen-

dapatan, kapasitas alat indera dan jenis kelamin. Kondisi karakteristik masyarakat

sekitar pada umumnya tergolong rendah. Hal ini akan berpotensi ketergantungan

yang tinggi terhadap pemanfaatan sumberdaya alam yang menyebabkan adanya

tekanan dan ancaman terhadap Koridor Halimun Salak yang pada saat ini se-

bagian besar kondisinya rusak.

5.2.1 Komposisi Kelompok Umur

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 12) menunjukkan bahwa kelompok

umur dalam bekerja yang menjadi responden di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti

sebagian besar tergolong ke dalam kelompok umur 18-35 tahun. Besarnya

persentase di kedua desa tersebut sebesar 60%. Menurut Tjiptoherijanto (1995)

bahwa kelompok umur 15-64 merupakan umur produktif. Kelompok umur ini

memberikan gambaran bahwa masyarakat Desa Cipeuteuy dan Purwabakti

memiliki potensi yang tinggi dalam melakukan usaha atau kegiatan ekonomi

untuk memperoleh pendapatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

Apabila potensi tersebut tidak diarahkan dengan baik, maka dikhawatirkan dapat

menjadi salah satu faktor yang dapat mengancam keberadaan Koridor Halimun

Salak.

Tabel 12 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Cipeuteuy

dan Purwabakti

No. Kelompok Umur

(tahun)

Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti

Jumlah

(orang)

% Jumlah

(orang)

%

1. 18-35 18 60,00 18 60,00

2. 36-53 10 33,33 8 26,67

3. 54-71 2 6,67 4 13,33

Jumlah 30 100,00 30 100,00

5.2.2 Jumlah Anggota Keluarga

Sebagian besar masyarakat yang menjadi responden di Desa Cipeuteuy

dan Purwabakti memiliki jumlah anggota keluarga yang tergolong sedang dengan

masing-masing besarnya persentase yaitu 50% dan 53,33% seperti pada Tabel 13.

Tabel 13 Distribusi Jumlah Anggota Keluarga Responden di Desa Cipeuteuy dan

Purwabakti

No. Jumlah Anggota

Keluarga (Orang)

Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti

Jumlah

(orang)

% Jumlah

(orang)

%

1. 2-3 (Sedikit) 11 36,67 10 33,33

2. 4-5 (Sedang) 15 50,00 16 53,33

3. 6-7 (Banyak) 4 13,33 4 13,33

Jumlah 30 100,00 30 99,99

5.2.3 Tingkat Pendidikan Formal

Sebagian besar masyarakat yang menjadi responden di Desa Cipeuteuy

dan Purwabakti memiliki tingkat pendidikan formal yaitu tidak sekolah-tamat SD

(Tabel 14). Besarnya persentase di Desa Cipeuteuy sebesar 90%, sedangkan di

Desa Purwabakti sebesar 93,33%. Rendahnya tingkat pendidikan formal tersebut

dikarenakan jauhnya jarak tempuh antara sekolah dan tempat tinggal, adanya ke-

terbatasan sarana, prasana pendidikan serta biaya pendidikan. Jarak tempuh antara

tempat tinggal dan sekolah dasar mencapai satu kilometer, sedangkan jarak

tempuh untuk mencapai SMP dan SMA sekitar tujuh kilometer. Jauhnya jarak

tempuh antara tempat tinggal dan sekolah tersebut mengakibatkan biaya yang

harus dikeluarkan pun cukup tinggi. Masyarakat yang dapat menyekolahkan anak-

nya di tingkat lanjutan pada umumnya berasal dari keluarga yang memiliki ke-

mampuan ekonomi yang tinggi.

Tabel 14 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal di Desa

Cipeuteuy dan Purwabakti No. Tingkat Pendidikan

Formal

Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti

Jumlah

(orang)

% Jumlah

(orang)

%

1. Tidak sekolah-Tamat

SD

27 90,00 28 93,33

2. SMP-Tamat SMP 3 10,00 1 3,33

3. SMA-Tamat SMA 0 0,00 1 3.33

Jumlah 30 100,00 30 99,99

Tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat

dalam melakukan tindakannya. Tingkat pendidikan yang rendah tersebut dapat

menyebabkan pola pikir masyarakat yang lebih berorientasi jangka pendek.

5.2.4 Mata Pencaharian

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 15) menunjukkan bahwa sebagian

besar masyarakat yang menjadi responden di Desa Cipeuteuy bermata pencahari-

an sebagai petani (100%), sedangkan masyarakat Desa Purwabakti sebagian besar

bermatapencaharian sebagai buruh (73,33%). Buruh yang dimaksud adalah buruh

tani dan buruh perkebunan teh. Lokasi Desa Purwabakti berdekatan dengan PT

Perkebunan Nusantara VIII (Kebun Cianten).

Tabel 15 Distribusi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Cipeuteuy

dan Purwabakti No. Mata Pencaharian Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti

Jumlah

(orang)

% Jumlah

(orang)

%

1. Buruh-Ojek 0 0,00 22 73,33

2. Petani-Pedagang

Kecil

30 100,00 7 23,33

3. Karyawan 0 0,00 1 3,33

Jumlah 30 100,00 30 99,99 Masyarakat Desa Cipeuteuy pada umumnya bertani pada lahan pertanian

milik sendiri yang diwariskan secara turun temurun yang sudah sejak dari dahulu

sudah mereka kelola. Sebagian besar jenis-jenis tanaman pertanian yang terdapat

di lahan masyarakat Desa Cipeuteuy beranekaragam, antara lain padi, cabe, tomat,

kol, kacang panjang, dan kacang tanah. Jenis padi yang mereka tanam pun

bermacam-macam seperti Goli, Ciherang, dan Pandan Wangi. Adapun tanaman

kehutanan yang mereka tanam, yaitu sengon (Paraserianthes falcataria), kayu

afrika (Maesopsis eminii), puspa (Schima wallichii), manglid, dan rasamala

(Altingia excelsa).

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat petani di Desa

Cipeuteuy yang menjadi responden dapat diketahui bahwa harga jual komoditas

pertanian ke tengkulak cukup rendah bila dibandingkan dengan harga jual

komoditas pertanian di pasar tradisional. Harga jual beberapa komoditas pertanian

di Desa Cipeuteuy yang dijual ke tengkulak disajikan dalam Tabel 16.

Tabel 16 Harga Jual Beberapa Komoditas Pertanian di Desa Cipeuteuy kepada

Tengkulak

No. Jenis Komoditas Pertanian Harga jual per Kg (Rp)

1. Cabe keriting 15.000-17.000

2. Cabe TW 15.000-17.000

3. Tomat 1.500-2.000

4. Kol 1.000-1.500

5. Kacang panjang 2.000-2.500

6. Kacang tanah 1.000-2.000

5.2.5 Tingkat Pendapatan

Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa UMR pada tahun 2009

untuk daerah Kabupaten Sukabumi sebesar Rp. 630.000 (non sektor), sedangkan

untuk daerah Kabupaten Bogor sebesar Rp. 991.714 (non sektor). Hasil penelitian

(Tabel 17) menunjukkan bahwa masyarakat Desa Cipeuteuy dan Purwabakti yang

menjadi responden memiliki tingkat pendapatan yang berada di bawah UMR

(Upah Minimum Regional).

Tabel 17 Tingkat Pendapatan Responden di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti

No. Tingkat

Pendapatan

(Rp)

Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti

Jumlah

(orang)

% Jumlah

(orang)

%

1. 200.000-383.000 12 40,00 24 80,00

2. 384.000-566.000 14 46,67 5 16,67

3. 567.000-750.000 4 13,33 1 3,33

Jumlah 30 100,00 30 100,00 Sebagian besar masyarakat Desa Cipeuteuy yang menjadi responden me-

miliki pendapatan berkisar antara Rp.384.00-Rp.566.000 (46,67%), sedangkan

masyarakat Desa Purwabakti memiliki pendapatan sekitar Rp.200.000-

Rp.383.000 (80%).

5.2.6 Luas Pemilikan Lahan

Hasil penelitian (Tabel 18) menunjukkan bahwa sebagian besar masya-

rakat Desa Cipeuteuy dan Purwabakti yang menjadi responden memiliki luas pe-

nguasaan lahan yang tergolong sempit. Persentase terbesar luas penguasaan lahan

yang tergolong sempit di Desa Cipeuteuy, yaitu 56,67%, sedangkan Desa

Purwabakti sebesar 86,67%.

Status lahan yang dikuasai dan diolah oleh masyarakat di Desa Cipeuteuy

pada umumnya merupakan lahan milik pribadi dan lahan eks HGU (Hak Guna

Usaha) PT. Intan Hepta dan Perum Perhutani yang kemudian menjadi kawasan

Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Lahan milik Perum Perhutani tersebut

ditanami pohon damar (Agathis damara) dapat dilihat pada Gambar 5. Damar ini

ditanam sekitar 15 tahun yang lalu. Adapun total luas lahannya sekitar 30 hektar

(15 hektar merupakan lahan damar, sedangkan 15 hektar lagi merupakan lahan

tumpangsari yang dikelola oleh masyarakat). Dalam pengolahan lahan tersebut,

masyarakat tidak dikenakan biaya atau pajak. Akan tetapi, masyarakat tidak di-

perkenankan memperluas lahan garapan mereka. Antara lahan masyarakat yang

diperbolehkan digarap dan lahan yang tidak diperbolehkan digarap sudah ditandai

dengan adanya pal batas (Gambar 6), sehingga masyarakat dapat mengetahui

batas-batas wilayahnya. Masyarakat juga diberi kewajiban untuk menjaga hutan

Koridor Halimun Salak.

Gambar 5 Lahan damar di perbatasan Kampung Sukagalih.

Gambar 6 Pal batas antara lahan masyarakat dan lahan taman nasional.

Adapun status lahan yang dikuasai dan diolah masyarakat di Desa

Purwabakti pada umumnya merupakan lahan garapan milik PT. Perkebunan

Nusantara VIII (Kebun Cianten). Masyarakat diperkenankan menggarap lahan

sampai pada waktu yang tidak dipastikan oleh PT. Perkebunan Nusantara VIII se-

hingga sewaktu-waktu lahan tersebut dapat diambil alih kembali. Hal ini di-

karenakan belum dibuatnya nota kesepahaman (MoU) antara masyarakat dengan

pihak PT. Perkebunan Nusantara VIII dan taman nasional.

Tabel 18 Distribusi Responden Berdasarkan Luas Pemilikan Lahan di Desa

Cipeuteuy dan Purwabakti

No. Luas Penguasaan

Lahan (ha)

Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti

Jumlah

(orang)

% Jumlah

(orang)

%

1. Sempit (< 0,25) 17 56,67 26 86,67

2. Sedang (0,25-0,5) 9 30 3 10

3. Luas (> 0,5) 4 13,33 1 3,33

Jumlah 30 100,00 30 100,00 5.3 Pemanfaatan Tumbuhan di Areal Koridor Halimun Salak oleh

Masyarakat Hasil penelitian (Gambar 7) menunjukkan bahwa sebagian besar

masyarakat di Desa Cipeuteuy memiliki tingkat pemanfaatan sumberdaya

tumbuhan yang tergolong sedang (86,67%), sedangkan tingkat pemanfaatan

sumberdaya tumbuhan oleh masyarakat Desa Purwabakti tergolong rendah (60%).

Klasifikasi tingkat pemanfaatan tersebut didasarkan pada beberapa variabel yang

dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 7 Histogram distribusi tingkat pemanfaatan tumbuhan di Koridor

Halimun Salak.

Adapun jenis-jenis sumberdaya tumbuhan di kawasan Koridor Halimun

Salak yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti ter-

dapat perbedaan jumlah jenis. Jenis sumberdaya tumbuhan yang dimanfaatkan

oleh masyarakat Desa Cipeuteuy lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat

Desa Purwabakti, seperti disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19 Jenis-Jenis Sumberdaya Tumbuhan di Koridor Halimun Salak yang

Dimanfaatkan/Diambil Responden

No. Jenis Sumberdaya

Tumbuhan

Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti

Jumlah

(orang)

% Jumlah

(orang)

%

1. Kayu bakar 23 34,33 15 41,67

2. Kayu bangunan 2 2,99 0 0

3. Tanaman pangan 8 11,94 6 16,67

4. Tanaman obat 7 10,45 3 8,33

5. Tanaman hias 1 1,49 0 0

6. Pakan ternak 17 25,37 11 30,56

7. Tanaman untuk

kegunaan lainnya

9 13,43 1 2,78

Jenis-jenis sumberdaya tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di

Desa Cipeuteuy dan Purwabakti, antara lain :

1) Kayu Bakar

Walaupun masyarakat Desa Cipeuteuy dan Purwabakti sudah mendapat-

3.33

86.67

10

60

40

00

20

40

60

80

100

Rendah Sedang Tinggi

Per

sen

tase

(%

)

Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Alam

Desa Cipeuteuy

Desa Purwabakti

kan subsidi kompor gas gratis dari pemerintah, tetapi masyarakat masih tetap

menggunakan kayu bakar untuk memasak. Intensitas penggunaan kayu bakar

lebih sering daripada kompor gas. Kompor gas ini biasanya digunakan hanya

sesekali saja. Kayu bakar merupakan sumberdaya tumbuhan yang paling sering

dimanfaatkan/diambil oleh masyarakat Desa Cipeuteuy dan Purwabakti. Hal ini

dikarenakan masyarakat sudah terbiasa menggunakan kayu bakar. Adapun harga

gas dan minyak tanah di daerah ini relatif tinggi. Harga gas mencapai Rp 20.000/3

kg, sedangkan harga minyak tanah mencapai Rp 10.000/liter.

Pemanfaatan kayu bakar di Koridor Halimun Salak dilakukan dengan cara

mengambilnya dari ranting-ranting yang jatuh untuk jenis-jenis pohon dan dengan

cara menebangnya. Pemanfaatan dengan cara menebang pohon merupakan pe-

manfaatan sumberdaya alam hayati yang dapat merusak dan dapat berakibat me-

nurunnya fungsi ekologis kawasan. Jumlah kayu bakar yang dimanfaatkan oleh

masyarakat di kedua desa tersebut rata-rata sebanyak 1 pikul per rumahtangga per

minggu.

Adapun jenis-jenis tumbuhan yang sering digunakan oleh masyarakat

sebagai kayu bakar antara lain kaliandra (Calliandra calothyrsus), kirinyuh,

ranting-ranting yang jatuh, dan bambu. Kaliandra terdapat di dalam Koridor

Halimun Salak dan ada pula yang terletak di pinggiran serta lahan masyarakat,

sedangkan kirinyuh dan bambu yang dimanfaatkan oleh masyarakat terletak

pinggiran kawasan dan lahan masyarakat.

2) Kayu bangunan

Sumberdaya tumbuhan yang berasal dari dalam Koridor Halimun Salak

yang digunakan sebagai bahan bagunan yaitu hamerang (Ficus grossularioides

Bum.f.). Masyarakat Desa Cipeuteuy yang menjadi responden yang me-

manfaatkan hamerang sebanyak dua orang. Sebagian besar masyarakat me-

manfaatkan sumberdaya tumbuhan sebagai bahan bangunan berasal dari lahan

masyarakat, seperti sengon (Paraserianthes falcataria), kayu Afrika (Maesopsis

eminii), hamirung (Vernonia arborea), manglid, dan bambu. Sebagian besar

sumberdaya tumbuhan tersebut merupakan jenis eksotik. Frekuensi pemanfaatan

kayu bahan bangunan tersebut tidak sering dilakukan. Dalam setahun, masyarakat

memanfaatkannya sekitar satu kali.

3) Tanaman pangan

Sebagian besar masyarakat juga memanfaatkan sumberdaya hayati yang

berada di dalam Koridor Halimun Salak sebagai tanaman pangan dalam bentuk

lalapan. Jenis-jenis tanaman pangan yang sering dimanfaatkan, yaitu reundeu

(Staurogyne elongata) dan poh-pohan (Buchanania arborescens). Adapun di desa

Cipeuteuy, responden yang memanfaatkan reundeu dan poh-pohan masing-

masing sebanyak 4 orang, sedangkan responden di Desa Purwabakti yang me-

manfaakan reundeu dan poh-pohan masing-masing sebanyak 3 orang.

Lokasi pemanfaatan tanaman tersebut tidak hanya berada di dalam kawas-

an, tetapi juga di lahan atau pekarangan rumah masyarakat. Adapun frekuensi

pemanfaatan tanaman pangan tersebut tidak sering dilakukan, dalam satu bulan

sekitar empat kali.

4) Tanaman Obat

Tanaman obat merupakan salah satu sumberdaya yang dimanfaatkan oleh

masyarakat. Sebagian besar tanaman obat yang digunakan dapat dilihat pada

Tabel 20.

Tabel 20 Distribusi Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Obat di Desa Cipeuteuy dan

Purwabakti

No. Jenis Tumbuhan

Obat

Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti

Jumlah

(orang)

% Jumlah

(orang)

%

1. Pulus 1 14,29 0 0,00

2. Cipatuher 2 28,57 0 0,00

3. Rane 1 14,29 3 100,00

4. Pacing 1 14,29 0 0,00

5. Cangkuang

(Pandanus furcatus)

2 28,57 0 0,00

Jumlah Pengguna 7 100,00 3 100,00

Tabel 20 menunjukkan bahwa masyarakat Desa Cipeuteuy yang

memanfaatkan jenis tumbuhan obat lebih banyak dibandingkan masyarakat Desa

Purwabakti. Kegunaan dari masing-masing tanaman obat tersebut, antara lain :

pulus untuk obat batuk, cipatuher untuk obat gatal, rane untuk obat luka, pacing

untuk obat mencret dan perut kembung, dan cangkuang sebagai obat batuk.

5) Tanaman hias

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden bahwa masyarakat yang

memanfaatkan sumberdaya hayati sebagai tanaman hias yang berasal dari dalam

kawasan Koridor Halimun Salak hanya di Desa Cipeuteuy saja yang berjumlah

satu orang. Tanaman hias tersebut dikembangkan oleh responden di pekarangan

rumahnya.

6) Pakan ternak

Masyarakat di kedua desa tersebut memanfaatkan sumberdaya tumbuhan

sebagai pakan ternak. Pakan ternak yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa

Cipeuteuy berjumlah dua jenis, yaitu rumput dan nampong, sedangkan masya-

rakat Desa Purwabakti berjumlah satu jenis, yaitu rumput.

Rumput merupakan salah satu sumberdaya tumbuhan yang sangat dibutuh-

kan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan bahan pakan bagi hewan ternak

(Gambar 8). Hal ini karena sebagian besar masyarakat Desa Cipeuteuy memiliki

hewan ternak berupa domba. Pengambilan rumput ini biasanya dilakukan tiap hari

sebanyak 1 ikat (20 kg). Hewan ternak ini merupakan pemberian dari pihak taman

nasional sebanyak 15 ekor dan dari dinas peternakan sebanyak 8 ekor. Adapun pe-

ngelolaan hewan ternak ini dilakukan dengan sistem bergulir. Maksudnya, apabila

salah seorang warga mendapatkan bibit ternak, maka harus dikembangbiakkan,

sehingga menghasilkan anakan. Anakan tersebut diberikan kepada warga lain dan

anakan tersebut harus dikembangbiakkan lagi sampai memperoleh anakan, dan

begitu seterusnya. Hewan ternak ini dapat digunakan sebagai tabungan bagi

masyarakat yang dapat dijual sewaktu-waktu dan diharapkan mampu me-

ningkatkan pendapatan masyarakat.

Gambar 8 Pemanfaatan rumput sebagai salah satu pakan ternak domba.

7) Tanaman untuk kegunaan lainnya

Hasil penelitian (Tabel 21) menunjukkan bahwa masyarakat Desa

Cipeuteuy lebih banyak menggunakan tanaman kegunaan lainnya dibandingkan

masyarakat Desa Purwabakti.

Tabel 21 Distribusi Pemanfaatan Tanaman Kegunaan Lainnya di Desa Cipeuteuy

dan Purwabakti No. Tanaman

Kegunaan Lainnya

Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti

Jumlah

(orang)

% Jumlah

(orang)

%

1. Bambu 4 44,44 1 100,00

2. Hariang 2 22,22 0 0,00

3. Tepus 2 22,22 0 0,00

4. Patat 1 11,11 0 0,00

Jumlah Pengguna 9 100,00 1 100,00 Bambu sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai saluran air dan ke-

perluan lain seperti pagar dan dinding rumah. Keberadaan bambu ini letaknya ber-

batasan dengan Koridor Halimun Salak. Adapun hariang, tepus dan patat me-

rupakan jenis sumberdaya hayati yang digunakan oleh masyarakat sebagai pem-

bungkus makanan. Selain itu, batang tepus digunakan oleh masyarakat sebagai

bahan untuk membangun kandang.

Manfaat keberadaan Koridor Halimun Salak yang sangat dirasakan oleh

masyarakat adalah tersedianya air bersih, udara yang bersih dan segar, dan

mengurangi banjir dan tanah longsor. Ketersediaan air bersih ini sangat

diperlukan oleh masyarakat untuk menunjang kehidupan sehari-harinya, seperti

untuk keperluan memasak, minum, mandi, mencuci, mengairi lahan pertanian dan

sebagainya. Ketersediaan air bersih yang dihasilkan oleh alam dan lingkungan

tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

5.4 Persepsi Masyarakat terhadap Rencana dan Pelaksanaan Kegiatan

Restorasi Koridor Halimun Salak

5.4.1 Persepsi Masyarakat sekitar terhadap Keberadaan Koridor Halimun

Salak

Hasil Penelitian (Gambar 9) menunjukkan bahwa masyarakat Desa

Cipeuteuy terhadap keberadaan Koridor Halimun Salak pada umumnya memiliki

tingkat persepsi yang tergolong sedang (40%), sedangkan masyarakat Desa

23.33

40 36.67

53.33

36.67

10

0

20

40

60

Rendah Sedang TinggiP

erse

nta

se (

%)

Tingkat Persepsi

Desa Cipeuteuy

Desa Purwabakti

Purwabakti memiliki tingkat persepsi yang tergolong rendah (53,33%).

Gambar 9 Histogram distribusi tingkat persepsi responden terhadap keberadaan

Koridor Halimun Salak. Masyarakat di Desa Cipeuteuy pada umumnya mengetahui terdapat

Koridor Halimun Salak yang merupakan penghubung antara Gunung Halimun

dan Gunung Salak. Selain itu, masyarakat juga mengetahui bahwa Koridor

Halimun Salak dapat berfungsi sebagai jalur pergerakan satwa. Berbeda dengan

masyarakat Desa Cipeuteuy, sebagian besar masyarakat Desa Purwabakti yang

menjadi responden tidak mengetahui bahwasanya hutan yang berbatasan dengan

wilayah mereka merupakan kawasan Koridor Halimun Salak yang meng-

hubungkan Gunung Halimun dan Gunung Salak. Hal ini disebabkan belum ada-

nya sosialisasi secara komprehensif dari pihak taman nasional.

Masyarakat merasakan banyaknya manfaat dengan adanya Koridor

Halimun Salak, antara lain : tersedianya bahan konstruksi, tersedianya kayu bakar,

tersedianya obat-obatan, tersedianya air bersih, mengurangi banjir dan tanah

longsor, tersedianya udara yang bersih dan segar, serta tersedianya panorama alam

yang indah. Masyarakat pun sudah mengetahui status dan peraturan-peraturan

yang berlaku di kawasan tersebut. Hal ini karena Kampung Sukagalih merupakan

kampung konservasi. Pihak taman nasional sudah melaksanakan sosialisasi di

kampung ini dan sudah diinisiasi terbentuknya KOPEL (Kelompok Pelestari

Lingkungan).

Selain itu, sebagian besar masyarakat kedua desa tersebut juga mengetahui

bahwa keberadaan Koridor Halimun Salak bermanfaat bagi kehidupan satwaliar,

seperti pada Tabel 22.

Tabel 22 Manfaat Koridor Halimun Salak bagi Kehidupan Satwaliar

Manfaat

Koridor Halimun Salak

Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti

Jumlah

(orang)

% Jumlah

(orang)

%

Tempat pergerakan satwaliar 19 33,33 8 19,05

Tempat tinggal satwaliar 19 33,33 15 35,71

Tempat mencari makan

satwaliar

19 33,33 15 35,71

Tidak ada manfaatnya 0 0,00 4 9,52

Jumlah 99,99 99,99 Kedua desa yang menjadi lokasi penelitian tersebut memiliki jarak yang

dekat dengan kawasan koridor Halimun Salak yang dapat ditempuh dalam waktu

sekitar 5-10 menit, sehingga masyarakat tersebut sering berinteraksi dengan

kawasan hutan dan sekitarnya. Dari proses tersebut, masyarakat di kedua desa

dapat mengetahui manfaat adanya Koridor Halimun Salak bagi kehidupan

satwaliar.

Hal ini didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman masyarakat yang

pernah melihat secara langsung satwaliar yang berada di kawasan. Adapun satwa-

liar yang pernah masyarakat temukan/jumpai, antara lain : babi hutan, lutung,

elang, owa jawa, musang dan ular.

5.4.2 Persepsi Masyarakat terhadap Rencana Restorasi Koridor Halimun

Salak

Gambar 10 Histogram persepsi masyarakat terhadap rencana restorasi Koridor

Halimun Salak.

Hasil penelitian (Gambar 10) menunjukkan bahwa persepsi masyarakat

Desa Cipeuteuy dan Purwabakti terhadap rencana restorasi Koridor Halimun

Salak memiliki tingkat persepsi yang tergolong sedang. Nilai persentase untuk

Desa Cipeuteuy sebesar 80%, sedangkan Desa Purwabakti sebesar 60%. Perbeda-

an nilai persentase tersebut dikarenakan yang menjadi responden di Desa

Cipeuteuy yaitu masyarakat yang tinggal di Kampung Sukagalih yang merupakan

10

80

10

4060

00

20406080

100

Rendah Sedang Tinggi

Per

sen

tase

(%

)

Tingkat Persepsi

Desa Cipeuteuy

Desa Purwabakti

kampung konservasi. Masyarakat Kampung Sukagalih sudah memiliki tingkat

pemahaman dan kesadaran yang cukup tinggi terhadap kelestarian Koridor

Halimun Salak dibandingkan dengan masyarakat Desa Purwabakti. Selain itu,

masyarakat Desa Cipeuteuy sudah memiliki kebiasaan dalam menjaga kawasan

hutan dari sejak dulu ketika kawasan dikelola oleh Perum Perhutani. Pada umum-

nya masyarakat menyambut baik dengan adanya rencana restorasi Koridor

Halimun Salak yang dicanangkan oleh pihak taman nasional, namun dalam proses

perumusan rencana aksi restorasi Koridor Halimun Salak, masyarakat belum

dilibatkan.

Persepsi masyarakat yang tergolong sedang yang berarti tidak cenderung

ekstrem rendah dan tidak ekstrem tinggi tersebut dapat menjadikan peluang bagi

pihak taman nasional. Masyarakat memandang cukup baik terhadap adanya

rencana restorasi Koridor Halimun Salak. Pihak taman nasional dapat me-

manfaatkan kondisi tersebut dengan menyusun strategi untuk dapat mengarahkan

masyarakat pada persepsi yang positif. Hal ini akan berimplikasi positif terhadap

pengelolaan Koridor Halimun Salak. Karena dalam pengelolaan Koridor Halimun

Salak tersebut memerlukan kerjasama dari masyarakat dan para stakeholder,

sehingga akan terwujud fungsi Koridor Halimun Salak yang optimal.

Responden berpendapat bahwa lahan yang kosong/rusak perlu dilakukan

rehabilitasi dan upaya ini penting dilakukan. Masyarakat pun menyetujui jika

lahan yang direhabiltasi tersebut ditanami dengan jenis-jenis asli (native species),

seperti puspa (Schima wallichii), rasamala (Altingia excelsa), huru, dan aren

(Arenga pinnata). Masyarakat setuju dengan konsekuensi bahwa tanaman asli

tersebut dapat memberikan manfaat baik secara ekologis maupun ekonomis bagi

mereka, contohnya aren. Masyarakat berpandangan bahwa aren ini merupakan

tanaman yang serbaguna yang dapat dimanfaatkan bagian-bagiannya dibanding-

kan dengan tanaman kehutanan yang tidak diperbolehkan untuk dimanfaatkan.

Pada umumnya, masyarakat pun mengetahui beberapa jenis tanaman

eksotik di kawasan Koridor Halimun Salak, seperti kaliandra, kayu afrika dan

tanaman buah-buahan. Masyarakat mengartikan jenis tanaman eksotik adalah

tanaman yang ditanam oleh manusia baik sengaja maupun tidak sengaja.

Masyarakat menginginkan jika kaliandra tidak seluruhnya diganti dengan tanaman

asli kawasan. Hal ini karena tanaman asli kawasan tidak dapat mereka manfaatkan

secara langsung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Masyarakat pun me-

nginginkan agar tanaman eksotik tersebut diganti dengan tanaman asli yang

manfaatnya hampir sama, seperti kaliandra yang memiliki manfaat sebagai kayu

bakar dan pakan ternak diganti dengan rumput jampang pait yang digunakan

sebagai pakan ternak juga. Hal ini karena masyarakat masih memiliki ke-

tergantungan yang cukup tinggi terhadap kaliandra sebagai kayu bakar dan pakan

ternak. Kayu bakar dan pakan ternak dari kaliandra memiliki kualitas yang cukup

baik. Akan tetapi, masyarakat belum memahami sifat dari kaliandra yang dapat

menginvasi suatu kawasan. Apalagi jika kaliandra ditebang, maka bijinya akan

menyebar sehingga akan tumbuh tunas-tunas yang baru.

Masyarakat menyetujui jika lahan Koridor Halimun Salak yang sudah di-

garap dikelola dengan sistem tumpang sari/agroforestri. Perpaduan tanaman yang

menjadi pilihan masyarakat, antara lain : cabe, kol, kacang panjang, tomat,

alpukat, dan kopi arabika. Beberapa usaha yang dapat membantu meningkatkan

pendapatan masyarakat Koridor Halimun Salak agar tidak tergantung pada

sumber daya yang terdapat di hutan, antara lain : peternakan domba dan

perikanan. Masyarakat Kampung Sukagalih menyatakan bahwa mata pencaharian

utama mereka adalah pertanian, tetapi pendapatan yang mereka peroleh lebih

besar dari peternakan domba dibandingkan dengan hasil pertanian.

5.4.3 Persepsi Masyarakat terhadap Pelaksanaan Kegiatan Restorasi

Koridor Halimun Salak

Sebagian besar masyarakat Desa Cipeuteuy yang mengetahui tentang

restorasi sebesar 83,33%, sedangkan masyarakat Desa Purwabakti sebesar 40 %,

seperti disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Histogram pengetahuan responden terhadap restorasi Koridor

Halimun Salak

16.67

63.33

20

0

20

40

60

80

Rendah Sedang Tinggi

Per

senta

se (

%)

Tingkat Persepsi

Masyarakat yang menjadi responden pada umumnya mengetahui istilah

restorasi dalam pengertian sempit seperti rehabilitasi/penghijauan saja. Sebagian

besar masyarakat mengetahui istilah tersebut dari petugas kehutanan. Masyarakat

Kampung Sukagalih yang menjadi responden menyatakan sudah dilibatkan secara

langsung dalam kegiatan restorasi. Masyarakat dilibatkan dalam kegiatan pe-

nanaman dan pemeliharaan tanaman kehutanan, sedangkan masyarakat Desa

Purwabakti belum dilibatkan dalam kegiatan ini. Adapun tingkat persepsi

masyarakat Desa Cipeuteuy terhadap pelaksanaan kegiatan restorasi tergolong

sedang (63,33%), seperti disajikan pada Gambar 12. Penanaman ini dilakukan

secara swadaya oleh masyarakat.

Gambar 12 Histogram tingkat persepsi masyarakat Desa Cipeuteuy terhadap

pelaksanaan kegiatan restorasi Koridor Halimun Salak

Berdasarkan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan

restorasi di Desa Cipeuteuy khususnya di Kampung Sukagalih telah mulai di-

lakukan dengan penanaman jenis asli, seperti aren, puspa, rasamala, huru, dan

pasang di lahan taman nasional yang kosong yang dikelola secara tumpangsari

oleh masyarakat. Adapun tanaman pertanian yang ditanam di lahan tumpangsari

tersebut adalah cabe. Jarak tanam penanaman jenis asli tersebut yaitu 4mx6m.

Penanaman jenis asli tersebut dilakukan secara bertahap dan mulai dilakukan

secara adopsi dengan harga sekitar Rp 50.000/pohon. Namun, program adopsi

pohon ini belum dilakukan secara menyeluruh. Uang yang diperoleh dari adopsi

pohon dan tanaman tumpangsari/sela tersebut dimasukkan ke dalam kas KOPEL,

sedangkan hasil dari aren belum dapat dirasakan oleh masyarakat karena me-

merlukan waktu yang lama untuk dapat panen. Di lahan damar ditanam pula kapol

(Gambar 13).

Kegiatan restorasi yang telah dilakukan ini merupakan inisiasi awal pe-

mulihan ekosistem Koridor Halimun Salak. Kegiatan ini dilaksanakan secara

swadaya oleh masyarakat sekitar dan bekerjasama dengan para pihak. Kegiatan

ini telah dilaksanakan diantaranya oleh pihak taman nasional bekerjasama dengan

masyarakat Kampung Sukagalih dan pemerintah Kabupaten Sukabumi yang ber-

lokasi di lokasi khusus dekat Kampung Sukagalih dan di sela-sela lahan pertanian

masyarakat.

Namun kegiatan restorasi ini belum dilakukan secara serentak dan me-

nyeluruh. Hal ini karena masih dalam kegiatan penelitian dan pengamatan ter-

hadap plot percobaan yang berlokasi di blok Cisarua dan blok Gunung Halimun di

Koridor Halimun Salak. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh teknik dan

cara yang efektif dalam merestorasi kawasan yang rusak dan sudah diinvasi oleh

kaliandra merah (Calliandra calothyrsus) khususnya. Dengan demikian, di-

harapkan kegiatan ini dapat mendukung keberhasilan proses pemulihan ekosistem

Koridor Halimun Salak dalam jangka panjang. Kegiatan penelitian ini telah di-

laksanakan sejak November 2008.

Responden mengetahui aturan-aturan yang berlaku di Koridor Halimun

Salak. Pengetahuan masyarakat terhadap aturan-aturan yang berlaku relatif ter-

batas. Mereka hanya mengetahui terbatas pada tidak diperbolehkannya me-

lakukan penebangan pohon, membakar hutan, serta mengambil vegetasi dan

satwaliar saja. Hal ini diketahui oleh masyarakat melalui sosialisasi oleh pihak

taman nasional dan terdapatnya papan larangan seperti disajikan pada Gambar 14.

Gambar 13 Perpaduan antara pohon damar dan kapol.

Gambar 14 Papan Larangan.

Masyarakat pun sering dilibatkan dalam kegiatan survey, pengontrolan

dan patroli bersama pihak taman nasional. Masyarakat Desa Cipeuteuy memiliki

kekompakan yang cukup tinggi dalam menjaga dan mengamankan kawasan

Koridor Halimun Salak yang berada di dekat wilayah mereka. Selain itu,

masyarakat pernah dilibatkan membantu dalam kegiatan penelitian. Partisipasi

aktif masyarakat merupakan kunci keberhasilan yang menjamin keberhasilan

kegiatan pemulihan ekosistem Koridor Halimun Salak.

Dalam pelaksanaan kegiatan restorasi, misalnya penanaman, ternyata

masyarakat mengalami kendala. Kendala-kendala yang dihadapi masyarakat,

antara lain : kurangnya pengetahuan dalam melakukan pembibitan yang efektif

dan dengan adanya musim kemarau, maka tanaman menjadi layu bahkan mati.

Kegiatan penanaman tersebut sudah dilaksanakan pada tahun 2005.

5.4.3 Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Kegiatan Restorasi Koridor

Halimun Salak

Sebagian besar responden yang telah terlibat dalam kegiatan restorasi

menyatakan bahwa kegiatan ini akan berdampak positif baik terhadap masyarakat

maupun satwaliar. Adapun dampak positif bagi masyarakat, antara lain air akan

terus mengalir untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengairi persawahan.

Responden mengemukakan bahwa pertanian yang dialiri air dari Koridor Halimun

Salak menghasilkan panen yang kualitasnya baik jika dibandingkan dengan per-

tanian yang tidak dialiri air dari gunung secara langsung.

Adapun dampak positif bagi kehidupan satwaliar, antara lain terdapatnya

pohon-pohon yang dapat dijadikan lintasan pergerakan terutama bagi owa jawa.

Selain itu, dengan adanya kegiatan restorasi maka habitat yang terfragmentasi

dapat menjadi pulih dan terhubung kembali.

Untuk mengukur keeratan hubungan (korelasi) antara karakteristik

identitas serta tingkat pemanfaatan tumbuhan dan tingkat persepsi responden

terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak oleh masyarakat yang menjadi

responden di Desa Cipeuteuy dan Purwabakti digunakan uji korelasi Spearmen.

Hasil uji korelasi Spearmen tersebut disajikan dalam Tabel 23.

Tabel 23 Hasil Uji Korelasi Spearmen antara Karakteristik Responden dan

Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan dengan Tingkat Persepsi

Responden terhadap Rencana Restorasi Koridor Halimun Salak

Variabel Desa Cipeuteuy Desa Purwabakti

Nilai

Koefisien

Korelasi

Signifikansi

(Probabilitas)

Nilai

Koefisien

Korelasi

Signifikansi

(Probabilitas)

Komposisi

Kelompok Umur

-0,91 0,633 0,243 0,196

Jumlah Anggota

Keluarga

0,117 0,538 0,052 0,783

Tingkat Pendidikan

Formal

-0,181 0,337 -0,064 0,783

Mata Pencaharian -0,152 0,424 0,139 0,464

Tingkat Pendapatan 0,275 0,141 -0,085 0,656

Luas Pemilikan

Lahan

0,021 0,931 -0,018 0,924

Tingkat Pemanfaatan

Tumbuhan

-0,047 0,807 0,111 0,559

Hubungan antara komposisi kelompok umur dengan persepsi responden

terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak

Berdasarkan hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara komposisi

kelompok umur dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor

Halimun Salak memiliki hubungan yang berlawanan (-) di Desa Cipeuteuy,

sedangkan memiliki hubungan yang searah (+) di Desa Purwabakti. Namun,

secara statistik sebenarnya tidak berhubungan secara nyata/signifikan pada taraf

kepercayaan 95%. Hal ini karena tingkat signifikansi dari hubungan diantara

kedua variabel tersebut lebih besar dari 0,05 (terima Ho).

Hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan persepsi responden

terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak

Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara jumlah anggota keluarga

dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak di

Desa Cipeuteuy dan Purwabakti memiliki hubungan yang searah (+). Namun,

secara statistik tidak berhubungan secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan

95%. Hal ini karena tingkat signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel

tersebut lebih besar dari 0,05 (terima Ho).

Hubungan antara tingkat pendidikan formal dengan persepsi masyarakat

terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak

Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara tingkat pendidikan formal

dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak di

Desa Cipeuteuy dan Purwabakti memiliki hubungan yang berlawanan (-). Namun,

secara statistik tidak berhubungan secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan

95%. Hal ini karena tingkat signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel

tersebut lebih besar dari 0,05 (terima Ho).

Hubungan antara mata pencaharian dengan persepsi masyarakat terhadap

rencana restorasi Koridor Halimun Salak

Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara mata pencharaian dengan

persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak di Desa

Cipeuteuy memiliki hubungan yang berlawanan (-), sedangkan di Desa

Purwabakti memiliki hubungan yang searah (+). Namun, secara statistik tidak ber-

hubungan secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini karena

tingkat signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel tersebut lebih besar

dari 0,05 (terima Ho).

Hubungan antara tingkat pendapatan dengan persepsi masyarakat terhadap

rencana restorasi Koridor Halimun Salak

Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara tingkat pendapatan dengan

persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak di Desa

Cipeuteuy memiliki hubungan yang searah (+), sedangkan di Desa Purwabakti

memiliki hubungan yang berlawanan (-). Namun, secara statistik tidak berhubung-

an secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini karena tingkat

signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel tersebut lebih besar dari

0,05(terima Ho).

Hubungan antara luas pemilikan lahan dengan persepsi masyarakat

terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak

Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara luas pemilikan lahan

dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak di

Desa Cipeuteuy memiliki hubungan yang searah (+), sedangkan di Desa

Purwabakti memiliki hubungan yang berlawanan (-). Namun, secara statistik tidak

berhubungan secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini karena

tingkat signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel tersebut lebih besar

dari 0,05 (terima Ho).

Hubungan antara tingkat pemanfaatan sumberdaya tumbuhan dengan

persepsi masyarakat terhadap rencana restorasi Koridor Halimun Salak

Hasil uji Spearmen menunjukkan bahwa antara tingkat pemanfaatan

tumbuhan dengan persepsi responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun

Salak di Desa Cipeuteuy memiliki hubungan yang berlawaanan (-), sedangkan di

Desa Purwabakti memiliki hubungan yang searah (+). Namun, secara statistik

tidak berhubungan secara nyata/signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini

karena tingkat signifikansi dari hubungan diantara kedua variabel tersebut lebih

besar dari 0,05 (terima Ho).

Berdasarkan hasil uji korelasi Spearmen menunjukkan bahwa antara

karakteristik responden pada kedua desa tersebut dan tingkat pemanfaatan

sumberdaya alam oleh responden terhadap rencana restorasi Koridor Halimun

Salak memiliki hubungan yang tidak signifikan yang berarti bahwa karakteristik

responden dan tingkat pemanfaatan sumberdaya oleh responden tidak mem-

pengaruhi secara signifikan terhadap tingkat persepsi responden terhadap rencana

restorasi Koridor Halimun Salak. Hal ini dibuktikan oleh Sarwono (1999) bahwa

persepsi pada umumnya berbeda dengan persepsi sosial. Persepsi sosial

bergantung kepada komunikasi atau informasi yang diterima. Dalam hal ini

responden secara umum mengetahui tentang restorasi tetapi tidak memahami

secara komprehensif.

5.5 Rekomendasi Rencana Kelola Sosial Masyarakat Sekitar Koridor

Halimun Salak

Berdasarkan Rencana Aksi Restorasi Koridor Halimun Salak (2009-2013)

yang telah disusun oleh pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan

kondisi sosial masyarakat sekitar Koridor Halimun Salak maka antara kedua hal

tersebut harus diintegrasikan, sehingga luaran-luaran yang diharapkan dapat

tercapai. Dari kondisi sosial masyarakat yang telah diketahui, maka dapat disusun

rencana kelola sosial yang disajikan dalam Tabel 25.

Tabel 25 Rekomendasi Rencana Kelola Sosial Masyarakat Sekitar Koridor

Halimun Salak

Lokasi Rencana Kelola

Kondisi Rencana Program Stakeholder

Desa

Cipeuteuy

Persepsi

masyarakat

terhadap Rencana

dan Pelaksanaan

Restorasi Koridor

Halimun Salak

tergolong sedang

Peningkatan penyuluhan dan

pemahaman terhadap Rencana

Aksi Restorasi Koridor Halimun

Salak (2009-2013) serta

peningkatan kesadaran moral

- Masyarakat

- Taman nasional

- Pemerintah

daerah

Kebupaten

Sukabumi

Masyarakat

masih betumpu

pada pertanian,

namun belum

memiliki

pemahaman yang

memadai

terhadap

penanggulangan

hama dan

penyakit

Peningkatan penyuluhan dari

berbagai disiplin ilmu, antara

lain :

Bidang pertanian : penyuluhan

tentang hama dan penyakit

tanaman, pemupukan, serta,

pemuliaan tanaman pertanian.

Bidang peternakan : pemuliaan

ternak

Bidang kehutanan : silvikultur

- Masyarakat

- Dinas Pertanian

- Dinas

Kehutanan

- Dinas

Peternakan

Tingkat

pendidikan

formal yang

masih kurang

memadai

Pengurusan advokasi kepada

para donatur atau pemerintah

daerah dalam hal pembiayaan

pendidikan melalui beasiswa

utusan daerah (BUD)

Mendirikan perpustakaan

- Masyarakat

- Pemerintah

Kabupaten

Sukabumi

- LSM

Tingkat

pendapatan

belum mencapai

UMR daerah

Pelibatan masyarakat dalam

kegiatan entrepreneurship

(kewirausahaan)

- Masyarakat

- Wirausahawan/

pengusaha

- Pemerintah

Kabupaten

Sukabumi

- LSM

Lanjutan Tabel 25

Lokasi Rencana Kelola

Kondisi Rencana Program Stakeholder

Desa

Purwabakti

Persepsi terhadap

keberadaan

Koridor Halimun

Salak tergolong

rendah

Pendekatan kepada masyarakat

secara masiv

Sosialisasi dan penyuluhan

Pengkaderan

Pembentukan kelompok

pelestari lingkungan

- Masyarakat

- Taman nasional

- LSM

Persepsi terhadap

rencana restorasi

koridor Halimun

Salak tergolong

sedang

Peningkatan penyuluhan dan

pemahaman terhadap Rencana

Aksi Restorasi Koridor Halimun

Salak serta peningkatan

kesadaran moral

- Masyarakat

- Taman

Nasional

- Pemerintah

Kabupaten

Sukabumi

Tingkat

pendapatan

cukup rendah

Pengembangan budidaya ternak - Dinas

Peternakan

- Wirausahawan/

Pengusaha