bab v analisis dan bahasan hasil...

44
39 BAB V ANALISIS DAN BAHASAN HASIL PENELITIAN Analisa pada penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan pemilihan dasar penggunaan bahasa Jawa dalam produksi program acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan di Kompas TV Jawa Tengah. Dalam analisis ini akan dijelaskan dengan menggunakan 4 langkah metode analisis wacana kritis Fairclough yang juga memusatkan pembahasan wacana pada bahasa. Wacana dalam pemahaman Fairclough dibagi ke dalam tiga dimensi yaitu text, discourse practice, dan sociocultural practice. Fairclough (dalam Haryatmoko, 2016:19-22) menawarkan empat langkah metode analisis wacana kritis yaitu, 5.1 Langkah Pertama, memfokuskan pada suatu ‘ketidakberesan sosial’ Ketidakberesan sosial dipahami sebagai aspek-aspek sistem sosial, bentuk dan tatanan yang merugikan. Ketidakberesan meliputi kemiskinan, ketidaksetaraan, diskriminasi maupun kurangnya kebebasan dan rasisme. Kuthane Dhewe Agus Sutiyono (Agus) selaku produser program acara Kuthane Dhewe mengungkapkan Kami memproduksi sebuah program acara berita dengan bahasa Semarangan karena, kami televisi lokal yang kedekatan kami dengan masyarakat tentunya yang berbau dengan apa yang ada di sekamir masyarakat itu sendiri. Dan keseharian mereka berbicara menggunakan bahasa Semarangan. Lalu informasi yang penting dapat

Upload: vantu

Post on 28-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

39

BAB V

ANALISIS DAN BAHASAN HASIL PENELITIAN

Analisa pada penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan pemilihan

dasar penggunaan bahasa Jawa dalam produksi program acara Kuthane Dhewe

dan Campursarinan di Kompas TV Jawa Tengah. Dalam analisis ini akan

dijelaskan dengan menggunakan 4 langkah metode analisis wacana kritis

Fairclough yang juga memusatkan pembahasan wacana pada bahasa. Wacana

dalam pemahaman Fairclough dibagi ke dalam tiga dimensi yaitu text, discourse

practice, dan sociocultural practice.

Fairclough (dalam Haryatmoko, 2016:19-22) menawarkan empat langkah

metode analisis wacana kritis yaitu,

5.1 Langkah Pertama, memfokuskan pada suatu ‘ketidakberesan sosial’

Ketidakberesan sosial dipahami sebagai aspek-aspek sistem sosial, bentuk

dan tatanan yang merugikan. Ketidakberesan meliputi kemiskinan,

ketidaksetaraan, diskriminasi maupun kurangnya kebebasan dan rasisme.

Kuthane Dhewe

Agus Sutiyono (Agus) selaku produser program acara Kuthane Dhewe

mengungkapkan

“Kami memproduksi sebuah program acara berita dengan

bahasa Semarangan karena, kami televisi lokal yang kedekatan kami

dengan masyarakat tentunya yang berbau dengan apa yang ada di

sekamir masyarakat itu sendiri. Dan keseharian mereka berbicara

menggunakan bahasa Semarangan. Lalu informasi yang penting dapat

40

sampai ke pemirsa. Jangan sampai pemirsa tidak menangkap apa yang

disampaikan.”1

Dari kutipan wawancara dengan Pak Agus, dapat peneliti jabarkan bahwa

alasan dari terbentuknya program Kuthane Dhewe ini karena Kompas TV

memiliki beberapa biro di beberapa daerah lokal dan salah satunya adalah

Kompas TV Jawa Tengah. Dengan adanya stasiun lokal di daerah, tentunya

Kompas TV juga memberikan slot lokal sendiri. Kuthane Dhewe sebagai salah

satu program Kompas TV Jawa Tengah juga memiliki tujuan, yaitu ingin

memberikan informasi kepada pemirsa dengan menghadirkan berita-berita yang

berkaitan dengan informasi yang ada di Semarang dan juga sekitarnya. Pak Agus

memaparkan,

“Slot lokal itu yang kami manfaatkan untuk membuat program-

program yang memang ada kedekatan dengan masyarakat. Dapat

dibilang ya inilah kami menggali kearifan lokal yang ada di sekitarr

kami.”2

Dengan dihadirkannya program Kuthane Dhewe, diharapkan dapat

memberikan informasi yang memang memiliki kedekatan emosional dengan

warga Semarang. Sehingga warga Semarang dan juga sekitarnya bisa mengetahui

berita terbaru dan teraktual dari daerah mereka. Kearifan yang ingin digali ini juga

sebagai salah satu tujuan yang terdapat dalam visi Kompas TV Jawa Tengah itu

sendiri yaitu,

“Menjadi partner bagi masyarakat dan pemerintah dalam

menyukseskan program-program pembangunan, yang berbasis kearifan

lokal masyarakat Jawa Tengah dan Indonesia pada umumnya.”

Visi yang telah dicanangkan, Kompas TV Jawa Tengah tentunya juga akan

memberikan tayangan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dan dari program acara

1 Wawancara dengan Agus Sutiyono (Produser program acara Kuthane Dhewe) pada hari

Jumat, 2 Juni 2017 pukul 11.00 WIB. 2 Wawancara dengan Agus Sutiyono (Produser program acara Kuthane Dhewe) pada hari

Jumat, 2 Juni 2017 pukul 11.00 WIB.

41

ini diharapkan dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan kepada

masyarakat untuk menghargai nilai-nilai budaya Indonesia khususnya budaya

lokal dan memberikan informasi terbaru baik isu politik, ekonomi, sosial maupun

budaya yang ada di Semarang dan sekitarnya.

Peneliti juga menjelaskan pada bagian latar belakang bahwa, parabola

yang merupakan sistem program acara siaran berlangganan yang dapat

memberikan informasi maupun tayangan yang tidak hanya bersifat nasional

namun juga global. Ini dapat memberikan perubahan di kalangan masyarakat.

Perubahan yang dimaksud yaitu, pada dasarnya masyarakat Indonesia memiliki

nilai-nilai sosial yang bersifat pluralisme yang mana masyarakat memiliki sifat

terbuka terhadap budaya di luar kebiasaan mereka. Dengan semakin terbuka

dengan budaya luar, ini juga akan berdampak negatif, seperti ketika masyarakat

lebih tertarik dengan budaya luar dan meninggalkan nilai-nilai budaya asli

Indonesia karena tidak terbiasa menggunakan bahasa lokal dan maupun

mengapresiasi budaya lokal dari daerahnya.

Sehingga dengan adanya fenomena seperti ini, Kompas TV Jawa Tengah

memproduksi satu program acara yaitu Kuthane Dhewe sebagai partnership bagi

masyarakat untuk lebih mengenal dan mengetahui informasi seputar budaya lokal

yang ada di daerah mereka. Ditunjang dengan peraturan Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah (KPID) tentang Standar Program acara Siaran (SPS) pada BAB

XXV pasal 68 ayat 1 tentang Program acara Lokal dalam Sistem Stasiun Jaringan.

Bahwa program acara siaran lokal wajib diproduksi dan ditayangkan dengan

durasi paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk televisi. Dari peraturan di

atas, dapat memberikan kesempatan pada televisi lokal untuk senantiasa

berpartisipasi untuk mengembangkan kearifan lokal. Dalam hal ini Kompas TV

Jawa Tengah telah memberikan tayangan berita yang mengusung informasi-

informasi dari daerah Semarang dan sekitarnya. Pentingnya siaran lokal ini juga

memberikan gambaran kepada masyarakat tentang budaya lokal yang menjadi

identitas lokal yang mana budaya yang ditayangkan adalah budaya asli dari

Indonesia.

42

Selanjutnya alasan mengapa bahasa Jawa ngoko Semarangan dipilih

sebagai bahasa pengantar dalam program Kuthane Dhewe karena jika Kompas TV

Jawa Tengah menggunakan krama inggil segmennya adalah kalangan terbatas.

Tidak semua usia memahami dan mengerti arti dari informasi yang disampaikan,

akibatnya informasi yang diterima tidak utuh. Bahasa Jawa ngoko Semarangan

dianggap sebagai bahasa yang mudah untuk dipahami, bahasa yang mudah

dicerna oleh semua kalangan baik anak kecil, remaja maupun orang tua. Bahasa

Semarang juga dianggap lebih sering didengar untuk wilayah-wilayah sekitar

Semarang seperti Kabupaten Semarang, Kendal, Demak, Kudus, Jepara,

Purwodadi, Pati, Rembang, Blora, Ungaran, Salatiga. Inilah mengapa perlunya

adanya produksi program acara yang mengedepankan nilai budaya setempat.

Program acara Kuthane Dhewe memilih bahasa Jawa ngoko Semarangan sebagai

bahasa pengantar karena bertujuan untuk memberikan pengetahuan pada

masyarakat, bahwa bahasa tersebut adalah bahasa yang lahir, menjadi bahasa

komunikasi dan juga sebagai identitas lokal masyarakat kota Semarang.

Moetojib dalam Anshoriy (2013:26) menjelaskan bahwasanya era

globalisasi ini merubah kehidupan dengan sangat cepat di mana budaya yang

sudah ada belum dipahami dan dimaknai dengan sungguh-sungguh oleh generasi

berikutnya. Budaya baru dan budaya lama bertemu tidak berselang lama dan tidak

ada waktu untuk mengelolanya, dalam hal ini pengelolaan yang dimaksud adalah

memperkenalkan dan menanamkan budaya asli ke masyarakat sehingga

masyarakat mengetahui dan memahami nilai-nilai budaya leluhur. Dengan begitu

masyarakat khususnya generasi muda tidak dapat membentuk identitasnya dan

tidak mengerti tentang nilai-nilai kebudayaan yang ada.

Pada era globalisasi ini, masyarakat juga semakin terbuka dengan budaya

luar yang masuk ke Indonesia. Salah satu upaya dalam mempertahankan kearifan

lokal yaitu dengan program Kuthane Dhewe. Dari informasi lokal yang diberikan

kepada masyarakat dan didukung dengan bahasa pengantar yang digunakan,

bahasa Jawa ngoko Semarangan. Mengacu pada Undang-undang Republik

43

Indonesia Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran, dimana pada pasal 38

disebutkan bahwa,

“Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar

dalam penyelenggaraan program siaran muatan lokal dan apabila

diperlukan, untuk mendukung mata acara tertentu.”

Campursarinan

Fredy Priyanto (Fredy) selaku produser acara Campursarinan juga

menjelaskan, bahwa alasan spesifik mengapa bahasa Jawa ngoko Semarangan

yang disisipi bahasa Indonesia dipilih menjadi bahasa pengantar karena bahasa

tersebut memiliki akar sosiokultural yang erat dengan keberadaan masyarakat dan

lebih mudah untuk dipahami dan diterima oleh masyarakat.3 Program acara

Campursarinan diproduksi sejak Kompas TV Jawa Tengah masih menggunakan

nama TV Borobudur dengan tag linenya “TV-ne Jawa Tengah”. Setelah berganti

menjadi Kompas TV Jawa Tengah, tag-line tersebut berganti menjadi slogan

“Inspirasi Indonesia. Inspirasi Jawa Tengah” dan senantiasa melekat pada diri

program Campursarinan. Tentunya dari tag line dan slogan tersebut

Campursarinan kemudian mempunyai tanggungjawab untuk memberikan

tayangan yang tentunya berkualitas, menghibur dan juga mendukung dalam

pengembangan budaya-budaya lokal. Sehingga diproduksilah sebuah program

acara yang dapat menjadi alat untuk melestarikan konten-konten lokal khususnya

di Jawa Tengah. Program ini juga digunakan sebagai media belajar bagi

masyarakat untuk mengenal budaya-budaya yang ada di daerahnya.

Globalisasi juga menjadi bagian dalam menyusutnya rasa cinta terhadap

budaya lokal. Masyarakat menjadi senang dengan trend baru dan tidak

mengetahui budaya lokal yang memiliki nilai-nilai budaya yang dapat dipelajari

3 Wawancara dengan Fredy Priyanto (Produser program acara Campursari) pada hari Minggu,

4 Juni 2017 pukul 15:15 WIB.

44

dan terus dijaga keberadaannya. Faktor tersebut juga menjadi alasan mengapa

Kompas TV Jawa Tengah memproduksi sebuah acara yang tidak hanya kental

dengan bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia namun

juga memberikan hiburan dengan menampilkan lagu-lagu campursari maupun

lagu-lagu genre lain yang dapat di campursarikan.

Budaya lokal yang semakin ditinggalkan juga dijelaskan oleh Moetojib

dalam Anshoriy (2013:26) menjelaskan bahwasanya, era globalisasi ini merubah

kehidupan dengan sangat cepat di mana budaya yang sudah ada belum dipahami

dan dimaknai dengan sungguh-sungguh oleh generasi berikutnya. Budaya baru

dan budaya lama bertemu tidak berselang lama dan tidak ada waktu untuk

mengelolanya, dalam hal ini pengelolaan yang dimaksud adalah memperkenalkan

dan menanamkan budaya asli ke masyarakat sehingga masyarakat mengetahui dan

memahami nilai-nilai budaya leluhur. Dengan begitu masyarakat khususnya

generasi muda tidak dapat membentuk identitasnya dan tidak mengerti tentang

nilai-nilai kebudayaan yang ada.

Dengan penjelasan di atas, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID)

tentang Standar Program acara Siaran (SPS) pada BAB XXV pasal 68 ayat 1

tentang Program acara Lokal dalam Sistem Stasiun Jaringan, menegaskan bahwa

program acara siaran lokal wajib diproduksi dan ditayangkan dengan durasi paling

sedikit 10% (sepuluh per seratus). Dalam rangka pemenuhan slot lokal Kompas

TV Jawa Tengah menggunakan kesempatan tersebut untuk menghadirkan

program acara Campursarinan. Dengan kesempatan ini, Campursarinan

menyuguhkan program yang dapat memberikan pengetahuan tentang budaya-

budaya yang ada di Semarang dan juga memelihara bahasa lokal itu sendiri. Pak

Fredy juga menuturkan,

“Jadi, ketika bicara bahasa yang digunakan yang diutamakan

tidak lagi struktur bahasa, tetapi yang terpenting bagi keberadaan

Kompas TV Jawa Tengah maupun TVB pada waktu itu adalah aspek

komunikatif dan bisa diterima oleh masyarakat atau pemirsa. Bahasa

Jawa ngoko Semarang ini juga memakai bahasa Jawa yang halus namun

komunikasi kepada orang lain saja yang terkadang salah penggunaan

45

karena tidak lagi melihat status sosial, usia dalam menggunakannya.

Dalam hal ini kemudian yang dipilih adalah dialek Jawa ngoko khas

Semarangan. Yang mungkin terkesan sedikit aneh dan lucu bagi orang

Jawa Tengah di daerah selatan. Tapi itu yang memang sengaja dipilih,

karena ketika kita memilih bahasa Jawa seperti daerah selatan seperti

Solo atau Jogja tentu akan ada kesulitan pengertian bagi masyarakat

kota Semarang. Karena notabene orang-orang pesisir akan

menggunakan bahasa yang lebih lugas, dinamik dan ekspresif.”4

Telah dijelaskan di atas bahwa Campursarinan menggunakan bahasa Jawa

ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Itu

artinya, Campursarinan tidak menggunakan bahasa sesuai struktur tata bahasa

Jawa. Hal ini tidak dipermasalahkan, mengingat konten atau format program

Campursarinan memang diproduksi dan ditayangkan tidak menggunakan tata

bahasa Jawa yang benar, selama masyarakat memahami informasi yang

disampaikan itulah yang menjadi tujuan program acara Campursarinan diproduksi

dan ditayangkan. Didukung dengan hasil wawancara dari pihak pengamat bahasa

Jawa, Pak Sunardi mengungkapkan bahwa,

“Kalau menurut saya televisi memiliki kepentingan komersial

dan kepentingan pemberitaan. Dan menurut saya bahasa pengantar

kedua program acara tersebut yaitu bahasa Jawa ngoko Semarangan

digunakan karena dianggap sebagai konsumsi untuk semua umur atau

dianggap setara dan tidak ada tingkatan-tingkatannya. Jadi semua umur

dapat memahami dan menonton acara tersebut mulai dari anak-anak,

anak muda, dan juga orangtua. Dengan bahasa Jawa ngoko Semarangan

semua kalangan akan memahami dan mengerti informasi yang

disampaikan oleh program acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan.

4 Wawancara dengan Fredy Priyanto (Produser program acara Campursari) pada hari Minggu,

4 Juni 2017 pukul 15:15 WIB.

46

Sehingga menurut saya, penggunaan bahasa ngoko di acara Kuthane

Dhewe dianggap lumrah (sudah biasa).”5

Tujuan yang terpenting adalah memelihara bahasa. Selain sebagai program

yang mengajarkan kepada masyarakat tentang kearifan lokal, program acara

Campursarinan juga ditambahkan lelucon-lelucon mengingat program acara

Campursarinan masuk dalam kategori program acara hiburan. Sehingga bahasa

Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia serta ditambahkan leluco

dari para host memang menjadi hal yang dipertahankan sebagai ciri khas dari

program acara Campursarinan. Bahasa pengantar yang digunakan juga menjadi

strategi bagi program acara Campursarinan, ketika isi dari program acara mudah

dipahami dan menghibur akan lebih menarik bagi masyarakat dan masyarakat

dapat menikmati tayangan yang disuguhkan. Seperti yang Morissan (2008:223)

sampaikan, program hiburan adalah segala bentuk siaran yang memiliki tujuan

untuk menghibur, baik dalam bentuk musik, lagu, cerita dan permainan. Alangkah

lebih menarik jika program acara hiburan juga sesuai dengan tujuannya yaitu

memberikan isi-isi tayangan yang santai, tidak berat dan tentunya menghibur.

Program acara Campursarinan diproduksi memiliki tujuan untuk

mengajarkan kepada masyarakat untuk menghargai budaya lokal yang ada.

Budaya lokal yang ada di daerah diharapkan terus diupayakan untuk selalu dijaga

dan terus dikembangkan. Berkurangnya rasa menghargai terhadap budaya lokal

menjadi suatu ketidakberesan sosial yang harus diubah dan digantikan dengan

tatanan sosial yang seharusnya, seperti bahasa lokal yang seharusnya dijaga,

dilestarikan, dan dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari.

5 Wawancara dengan Sunardi S.Pd.,M.Pd. (Pengamat Budaya Jawa) pada hari Jumat, 9 Juni

2017 pukul 11.00 WIB.

47

5.2 Langkah Kedua, mengidentifikasi hambatan-hambatan untuk

menangani ‘ketidakberesan sosial’

Kuthane Dhewe

Globalisasi juga menawarkan banyak teknologi yang semakin maju,

dalam pertelevisian masyarakat mengenal adanya parabola. Parabola memberikan

suguhan tayangan baik nasional maupun global. Fenomena ini sebagai

“ketidakberesan sosial” yang terjadi di masyarakat. Ketidakberesan ini terjadi

karena dampak negatif yang terjadi apabila masyarakat menerima dengan terbuka

budaya luar dengan cuma-cuma tanpa memilahnya terlebih dahulu. Sehingga

berakibat lunturnya nilai-nilai budaya asli yang digantikan dengan nilai-nilai

budaya baru yang berbeda dari nilai budaya Indonesia. Dalam hal ini

ketidakberesan sosial juga perlu untuk diidentifikasi hambatan-hambatan yang

membuat ketidakberesan ini terjadi. Ada tiga cara yang digunakan Fairclough

dalam menangani hambatan di atas,

A. Pertama menganalisis hubungan-hubungan antara tatanan wacana

dan unsur-unsur politik sosial lain ataupun antara teks dengan unsur-

unsur kejadian.

Pada tahap pertama ini yang dimaksudkan dengan teks adalah data

kebahasaan dalam program acara Kuthane Dhewe. Data kebahasaan ini adalah

bahasa Jawa ngoko Semarang yang digunakan dalam program acara tersebut, baik

naskah maupun bahasa tutur. Bahasa Jawa ngoko Semarangan adalah dialek khas

atau bahasa lokal yang tumbuh dan berkembang di daerah Semarang. Bapak

Sunardi selaku pengamat budaya Jawa mengatakan,

“Dialek lahir dan ada karena dipengaruhi tempat dan istilahnya

masyarakat akan berinteraksi dengan tempat-tempat yang berdekatan

dengan tempat mereka tinggal. Daerah pantura adalah daerah pantai,

masyarakat di daerah pantai memiliki sifat yaitu cepat mengambil

keputusan. Semarang notabene pesisir membuat para nelayan tidak bisa

lendrak-lendrek (dikerjakan secara lambat) harus cepat dalam

48

mengambil keputusan. Maka bahasa yang digunakan dalam

berkomunikasi harus diputus atau tidak semua kalimat dipakai, yang

terpenting orang yang satu dengan orang lain mengerti apa yang

disampaikan. Daerah pegunungan juga sama pasti memiliki cara

berkomunikasi yang berbeda, dialog dipengaruhi dari tempat.”6

Maka bahasa Jawa ngoko Semarangan ini bisa dianggap terlahir karena

dipengaruhi tempat atau wilayah. Semarang yang memang dekat dengan daerah

pantai atau pesisir cenderung memiliki bentuk komunikasi yang terbilang lugas,

dinamik dan ekspresif. Begitu juga dengan bahasa Jawa ngoko yang berkembang,

memiliki dialek khas yang berbeda dari bahasa Jawa ngoko daerah lain. Jika

dikaitkan dengan teks dengan unsur-unsur kejadian. Penggunaan bahasa Jawa

ngoko Semarangan dalam program acara Kuthane Dhewe menjadi bahasa

pengantar utama karena masyarakat Semarang sudah terbiasa dengan bahasa

tersebut. Sehingga, kesempatan inilah yang digunakan oleh Kompas TV Jawa

Tengah untuk menjaga dan bertanggungjawab untuk melestarikan bahasa asli dan

lahir di Semarang.

Sebelum Kompas TV Jawa Tengah ada, dahulu stasiun televisi ini

bernama TV Borobudur. Program ini lahir saat TV Borobudur masih mengudara.

Salah satu yang menjadi alasan adanya program acara Kuthane Dhewe dengan

menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarang tersebut yaitu karena pihak TV

Borobudur ingin menyajikan program yang nantinya akan menjadi identitas TV

Borobudur. Kemudian program acara ini tetap dipertahankan hingga sekarang

karena dari pihak Kompas TV Jawa Tengah ingin menyajikan informasi lokal dari

Semarang dan sekitarnya serta mewujudkan visi menjadi partnership bagi

masyarakat dan pemerintah dalam melestarikan bahasa Jawa ngoko Semarangan.

6 Wawancara dengan Sunardi S.Pd.,M.Pd. (Pengamat Budaya Jawa) pada hari Jumat, 9 Juni

2017 pukul 11.00 WIB.

49

B. Kedua, menyeleksi teks dan memfokuskan pada analisis teks tersebut

dan mengelompokkan sesuai tujuannya untuk membentuk objek

penelitian.

Langkah kedua dalam penggunaan bahasa dalam berita atau informasi

yang disajikan tidak langsung ditayangkan dan diberitakan kepada masyarakat.

Namun ada tahap seleksi bahasa atau mengolah bahasa, agar layak untuk

ditayangkan dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam hal ini produser sebagai

pemegang kendali dalam produksi program acara Kuthane Dhewe di mana

produser harus mengolah bahan berita yang telah diliput dan membuat naskah

baik untuk presenter maupun naskah dubbing.

Produser mengolah bahan berita menjadi sebuah data kebahasaan berupa

teks yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa ngoko Semarangan.

Tujuannya agar naskah berita yang diproduksi sesuai dengan format acara yaitu

menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan dan komunikatif sehingga

masyarakat lebih mudah memahami informasi yang disampaikan.

C. Ketiga, melakukan analisis teks, baik analisis interdiskursif maupun

analisis linguistik dan semiotik.

Pada langkah ketiga ini, analisis yang akan digunakan yaitu analisis

interdiskursif. Fairclough dalam Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana

Kritis) (Haryatmoko, 2016:21) menyebutkan bahwa analisis interdiskursif

membandingkan genres, wacana dan style yang akan diartikulasikan bersama di

dalam suatu teks sebagai bahan khas peristiwa, dan di dalam tatanan wacana yang

lebih stabil sebagai bagian jaringan praktik, yang merupakan objek analisis

berbagai bentuk sosial.

Wacana dalam program acara Kuthane Dhewe tentunya disusun dan

diproduksi menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan. Sebelum melakukan

liputan, tim dan produser akan melakukan proyeksi untuk menentukan topik

liputan apa saja yang masuk dalam listing untuk hari berikutnya. Berbagai

50

informasi yang disajikan dalam program acara Kuthane Dhewe adalah hasil

proyeksi produser beserta tim dari pihak news. Topik yang diambil akan terlebih

dahulu dibahas sebelum tim melakukan liputan pada keesokan harinya. Topik

yang dipilih biasanya adalah topik-topik yang sedang menjadi isu hangat di

masyarakat, baik di wilayah Semarang maupun sekitarnya. Setelah bahan liputan

diserahkan kepada produser, produser mulai mengolah dan menata bahasa yang

digunakan dalam naskah. Pak Agus juga menjelaskan bahwa,

“Prosesnya yaitu reporter atau video jurnalis yang melakukan

liputan. Hasil liputan mereka laporkan dalam bentuk visual dan naskah.

Kemudian proses produksin di handle oleh produser. Produser ini

memiliki posisinya penting, ketika reporter atau video jurnalis sudah

menyediakan bahan kemudian produser yang mengolah. Sehingga tidak

semua yang ditulis oleh reporter diubah ke bahasa Jawa ngoko

Semarangan, tetap ada penambahan data dan kemudian ditambahkan

narasi supaya menarik dan enak didengar oleh masyarakat.”7

Tayangan program acara Kuthane Dhewe juga tidak menampilkan

terjemahan dalam bahasa lain, misalnya bahasa Indonesia. Ini menjadi cara untuk

menjaga kekhasan dari program acara tersebut dengan tetap mempertahankan

bahasa Jawa ngoko Semarangan yang digunakan tanpa memberi makna pada

setiap kata yang muncul, seperti judul berita maupun kalimat yang narator dan

presenter sampaikan. Wacana yang disusun menggunakan bahasa Jawa ngoko

Semarang juga disesuaikan dengan bahasa percakapan sehari-hari masyarakat

Semarang sehingga masyarakat lebih mudah memahami dan mengerti maksud

dari informasi yang diberikan.

7 Wawancara dengan Agus Sutiyono (Produser program acara Kuthane Dhewe) pada hari

Jumat, 2 Juni 2017 pukul 11.00 WIB.

51

Campursarinan

Telah dijelaskan bahwa KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) telah

memberikan slot lokal sebesar 10% kepada stasiun televisi daerah untuk

memberikan tayangan yang bertujuan untuk mengembangkan kearifan lokal.

Kesempatan ini yang akhirnya Kompas TV Jawa Tengah gunakan sebagai cara

untuk memperkenalkan budaya Jawa dari segi bahasa yaitu bahasa Jawa ngoko

Semarang. Kemudian dalam produksi program acara Campursarinan dari sisi

hiburan, program acara Campursarinan menapilkan lagu-lagu Campursarinan

serta lelucon yang disampaikan host. Lagu-lagu tersebut juga menjadi budaya

lokal yang ditayangkan dalam acara Campursarinan, sehingga masyarakat

mengenal konten lokal baik bahasa dan budayanya seperti lagu-lagu campursari.

A. Pertama menganalisis hubungan-hubungan antara tatanan wacana

dan unsur-unsur politik sosial lain ataupun antara teks dengan unsur-

unsur kejadian.

Sama seperti program acara Kuthane Dhewe, program acara

Campursarinan juga memiliki data kebahasan berupa bahasa yang digunakan yaitu

bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia. Menurut Pak

Fredy selaku produser program acara Campursarinan, bahasa pengantar ini telah

digunakan sejak jaman TV Borobudur mengudara. Pak Fredy juga menjelaskan

bahwa

“Itu sebenarnya ada kolaborasi antara apa yang telah dibangun

oleh TV Borobudur kemudian diakomodir oleh Kompas sebagai satu

kekuatan manajerial baru untuk mengelola keberadaan TV Borobudur

dengan misi untuk mempertahankan masyarakat pendukung acara ini.

Sehingga tetap dibangun komunikasi-komunikasi yang harmonis, dalam

hal ini acara yang dekat dengan kehidupan masyarakat khususnya Jawa

Tengah. Kenapa Jawa Tengah? Karena cover area atau power siarnya

memang masih sebatas sebagian daerah Jawa Tengah. Jadi, ketika

bicara bahasa yang digunakan yang diutamakan tidak lagi struktur

bahasa, tetapi yang terpenting bagi keberadaan Kompas TV Jawa

52

Tengah maupun TVB pada waktu itu adalah aspek komunikatif dan bisa

diterima oleh masyarakat atau pemirsa.”8

Hal ini menjelaskan bahwa bahasa yang kemudian tumbuh dan melekat

serta dekat dengan masyarakat yang akhirnya dipilah dan digunakan dalam

program acara Campursarinan. Ketika TV Borobudur beralih menjadi televisi

berjaringan yaitu Kompas TV Jawa Tengah, tentunya Kompas TV Jawa Tengah

tidak ingin para penikmat acara Campursarinan beralih ke program acara lain.

Sehingga strategi yang digunakan adalah mempertahankan program acara

Campursarinan dan mempertahankan ciri khas dari program acara baik bahasa

yang digunakan dan lagu-lagu yang dibawakan. Bahasa Jawa ngoko yang disisipi

bahasa Indonesia dipilih karena bahasa tersebut adalah bahasa lokal sehari-hari

yang digunakan oleh masyarakat Semarang dan sekitarnya. Lalu bahasa Indonesia

yang merupakan bahasa nasional yang selalu digunakan untuk komunikasi di

kehidupan sehari-hari.

B. Kedua, menyeleksi teks dan memfokuskan pada analisis teks tersebut

dan mengelompokkan sesuai tujuannya untuk membentuk objek

penelitian.

Langkah kedua ini, bahasa dalam program acara ini dapat dilihat pada

penggunaan bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia baik

dari tutur maupun naskah. Dalam program Campursarinan, penggunaan naskah

dapat dijumpai ketika blocking time oleh klien. Ketika klien ingin mempublikasi

suatu produk tertentu atau memaparkan program tertentu maka di sinilah

pentingnya sebuah naskah untuk memberikan alur dalam sebuah produksi.

Sebelum naskah digunakan dalam produksi program acara Campursarinan,

produser memiliki tugas untuk mengolah baik alur, tata bahasa maupun kalimat

lelucon. Kalimat lelucon ditambahkan agar suasana dan output program acara

Campursarinan lebih menarik dan lebih hidup. Ketika naskah siap untuk diberikan

8 Wawancara dengan Fredy Priyanto (Produser program acara Campursari) pada hari Minggu, 4

Juni 2017 pukul 15:15 WIB.

53

kepada host, produser melakukan briefing kepada tim baik cameraman,

audioman, lightingman untuk menentukan pengambilan gambar, mengatur suara

yang masuk ke dalam ruang kontrol maupun pengaturan cahaya di dalam studio.

Jika tidak ada blocking time atau saat jadwal reguler, produser hanya akan

memberikan rundown kepada host. Rundown berguna untuk memberikan

penjelasan kepada host, hal apa saja yang perlu disampaikan, pembagian segmen

dan juga daftar lagu yang akan diputar saat acara berlangsung.

C. Ketiga, melakukan analisis teks, baik analisis interdiskursif maupun

analisis linguistik dan semiotik.

Pada langkah ketiga ini, analisis yang akan digunakan yaitu analisis

interdikursif. Fairclough dalam Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana

Kritis) (Haryatmoko, 2016:21) menyebutkan bahwa analisis interdiskursif

membandingkan genres, wacana dan style yang akan diartikulasikan bersama di

dalam suatu teks sebagai bahan khas peristiwa, dan di dalam tatanan wacana yang

lebih stabil sebagai bagian jaringan praktik, yang merupakan objek analisis

berbagai bentuk sosial. Dalam program acara. Campursarinan sedikit berbeda

dengan Kuthane Dhewe yang dalam pemilihan berita harus melakukan proyeksi

terlebih dahulu karena sifat berita yang faktual, aktual. Campursarinan tidak

memiliki tema tertentu, hanya format lagu saja yang setiap minggunya diubah

oleh produser. Format yang digunakan seperti lagu duet maupun solo, jika format

duet yang dipilih maka penyanyi yang digunakan adalah laki-laki dan perempuan

ataupun perempuan dan perempuan.

Dalam program Campursarinan tidak menitikberatkan pada tema tertentu

karena Campursarinan hanya ditayangkan weekly atau satu kali dalam seminggu

dan biasanya tidak ada perubahan yang signifikan pada visual maupun tema acara.

Program acara yang termasuk dalam kategori hiburan memberikan ruang yang

longgar untuk produser memproduksi sebuah program acara yang lebih ringan dan

segar, sehingga ditambahkan lelucon atau candaan-candaan ringan oleh para host.

54

Rundown digunakan sebagai pedoman setiap segmen acara bagi para host saat

membawakan program, acara Campursarinan sehingga host tidak harus terpaku

dengan rundown yang diberikan dan lebih leluasa untuk berimprovisasi sehingga

acara lebih terlihat natural. Namun kelemahannya adalah apa yang dibahas dalam

program acara Campursarinan menjadi melebar. Kemudian tugas produser yang

mengontrol host dan alur tayang dari program acara Campursarinan.

Program acara Campursarinan juga tidak menyisipkan terjemahan, bahasa

Jawa ngoko Semarangan juga dianggap tidak sesuai struktur tata bahasa Jawa

namun bahasa tersebut merupakan dialek yang memang tumbuh karena kebiasaan

masyarakat Semarang. Yang terpenting adalah apa yang tumbuh di masyarakat

yang kemudian Kompas TV Jawa Tengah kembangkan dan diberikan kembali

kepada masyarakat yang diproduksi dan ditayangakan dalam bentuk sebuah

program acara.

5.3 Langkah Ketiga, mengidentifikasi apakah tatanan sosial

‘membutuhkan’ ketidakberesan sosial

Mengidentifikasi apakah tatanan sosial „membutuhkan‟ ketidakberesan

sosial. Jika suatu tatanan sosial menghasilkan ketidakberesan yang besar maka

harus ada penanganan dalam sistem tersebut. Ini adalah cara menghubungkan

antara „yang faktual‟ dan „yang seharusnya‟. Hal ini terkait dengan ideologi:

wacana selalu ideologis sejauh untuk menyumbang untuk mendukung suatu

kekuasaan maupun dominasi tertentu.

Kuthane Dhewe

Ketidakberesan sosial di sini adalah dampak negatif dari globalisasi,

seperti lunturnya sikap untuk menghargai serta melestarikan budaya lokal atau

budaya asli Indonesia. Sehingga Kompas TV Jawa Tengah memilih untuk

memproduksi program acara yang dapat memberikan informasi yang mengangkat

tentang isu yang ada di Semarang dan sekitarnya serta mengangkat bahasa Jawa

55

ngoko Semarang sebagai bahasa utama sebagai bahasa pengantar. Dan budaya

yang diangkat dalam penelitian ini adalah penggunaan bahasa dalam program

tersebut yaitu bahasa Jawa ngoko Semarangan.

Fairclough dalam Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis)

(Haryatmoko, 2016:21) menyebutkan bahwa hal ini adalah cara menghubungkan

antara „yang faktual‟ dan „yang seharusnya‟: jika suatu tatanan sosial dapat

ditunjukan menghasilkan ketidakberesan sosial yang besar maka, menjadi alasan

untuk memikirkan agar diubah. Dari fenomena globalisasi, televisi juga

menyumbangkan dampak yang juga berpengaruh terhadap nilai-nilai yang dianut

di kehidupan bermasyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang

memiliki sifat terbuka, pada latarbelakang dijelaskan bahwa masyarakat menerima

budaya yang berkembang baik budaya baru (budaya yang berasal dari luar

kebiasaan masyarakat Indonesia) maupun budaya lama. Dan karena sifat

masyarakat yang terbuka, budaya luar dapat mendominasi tatanan sosial di dalam

masyarakat dan menggeser nilai-nilai budaya asli Indonesia. Kuthane Dhewe

menjadi salah satu jalan untuk mengurangi ketidakberesan sosial. Di mana

program ini memberikan pembelajaran kepada masyarakat, bahwa bahasa Jawa

ngoko asli daerah Semarang ini seharusnya dilestarikan, digunakan dan

diapresiasi.

Ketidakberesan sosial dalam penelitian ini adalah hadirnya dampak negatif

dari budaya baru yang melunturkan nilai-nilai budaya dalam diri masyarakat.

Sehingga dari ketidakberesan sosial yang kemudian mendapat penanganan oleh

Kompas TV Jawa Tengah dengan memproduksi dan menayangkan program acara

Kuthane Dhewe. Dapat dilihat juga dari visi Kompas TV Jawa Tengah, ingin

menjadi partnership untuk memberikan informasi yang bermanfaat dengan

mengusung kearifan lokal. Tidak hanya itu slogan Kompas TV Jawa Tengah yang

berbunyi “Inspirasi Indonesia. Inspirasi Jawa Tengah.”, juga menjadi ideologi

yang ditekankan oleh Kompas TV Jawa tengah, bahwa Kompas TV Jawa Tengah

yang merupakan televisi lokal dapat menyuguhkan tayangan yang memberi

manfaat kepada masyarakat baik bersifat informatif dan komunikatif. Ideologi ini

56

digunakan oleh Kompas TV Jawa Tengah untuk menginspirasi masyarakat,

sehingga masyarakat mau menerima dan menerapkan bahasa lokal, bahasa Jawa

ngoko Semarangan.

Campursarinan

Seperti halnya program acara Kuthane Dhewe, Campursarinan juga

diproduksi untuk memberikan tayangan yang dapat menanamkan nilai-nilai

budaya bagi masyarakat. Dengan diproduksi dan ditayangkan program acara

Campursarinan bertujuan untuk menanggulangi nilai-nilai budaya lokal yang

terus ditinggalkan, semakin tidak diketahui masyarakat dan tidak dipahami oleh

masyarakat.

Dewasa ini, globalisasi juga menjadi pengaruh bagi teknologi dunia

contohnya seperti televisi yang mengalami perkembang dari jaman ke jaman.

Televisi yang merupakan media elektronik juga menyumbangkan berbagai

tayangan program acara yang bersifat informatif hingga hiburan. Tayangan yang

diberikan juga semakin beragam yang terkadang tidak semua nilai budaya

diangkat dan dapat dipelajari oleh masyarakat, contohnya seperti kita ketahui

dewasa ini beberapa stasiun televisi hanya menyumbangkan tayangan yang tidak

mendidik, terlalu mendramatisasi dan tayangan yang mengejar profit atau

keuntungan saja. Sehingga masyarakat hanya mempelajari apa yang diberikan

media tanpa melihat kegunaan tayangan program acara tersebut dalam

kehidupannya.

Pada langkah ketiga ini dijelaskan bahwa suatu tatanan sosial

menghasilkan ketidakberesan sosial yang besar maka harus ada penanganan dalam

sistem tersebut. Dalam hal ini, budaya yang berkembang terntunya sudah

mengalami peleburan dengan budaya luar dan tidak semua budaya lokal

dipelajari. Dan masyarakat hanya mengetahui bahwa budaya lokal itu ada tanpa

mengerti nilai yang terkandung dalam budaya lokal tersebut. Program acara

Campursarinan dengan budaya yang dibawanya, baik bahasa Jawa ngoko

57

Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia dan lagu-lagu Campursarinannya. Hal

ini digunakan dalam program acara Campursarinan untuk memperkenalkan

kearifan lokal yang ada di sekitar cover area program acara Campursarinan yaitu

Semarang dan daerah Jawa Tengah. Dari slogan Kompas TV Jawa Tengah yaitu

“Inspirasi Indonesia. Inspirasi Jawa Tengah.”, Campursarinan yang merupakan

salah satu programnya juga memiliki tujuan yang selaras dengan slogan tersebut.

Campursarinan diharapkan dapat menyuguhkan tayangan yang menjadi

partnership bagi masyarakat untuk mempelajari budaya lokal yang ada di

Semarang dan sekitarnya. Dan diharapkan dengan program acara ini masyarakat

memberikan apresiasi dengan menjaga, menggunakan dan menghayati budaya-

budaya yang ada di masyarakat.

5.4 Langkah Keempat, mengidentifikasi cara-cara yang mungkin untuk

mengatasi hambatan-hambatan

Pada tahap keempat ini akan diidentifikasi kemungkinan-kemungkinan

dalam proses sosial yang ada untuk mengatasi hambatan dalam menangani

ketidakberesan sosial. Kehidupan sosial merupakan jaringan praksis sosial yang

saling terhubung (ekonomi, sosial, budaya). Sehingga praksis sosial pasti

mengandung semiotik. Dalam praksis sosial ada aktivitas produktif, sarana

produksi, hubungan sosial, identitas sosial, nilai budaya, kesadaran dan proses

semiosis. Dalam tahap ini analisis wacana kritis adalah analisis hubungan-

hubungan dialektik antara semiosis dan unsur-unsur lain praksis sosial. Proses

semiosis ini dipaparkan oleh Fairclough dalam tiga dimensi analisis wacana kritis.

Fairclough memusatkan pembahasan wacana pada bahasa. Wacana dalam

pemahaman Fairclough di bagi ke dalam tiga dimensi yaitu text, discourse

practice, dan sociocultural practice.

58

5.4.1 Dimensi Teks

Teks menurut Fairclough dalam Haryatmoko (2016:23) yaitu

mengacu pada wicara, tulisan, grafik dan kombinasinya atau semua bentuk

linguistik teks (khasanah kata, gramatika, syntax, struktur matafora,

retorika). Lalu Fairclough juga menambahkan (dalam Darma, 2009:89-90)

bahwa teks dianalisis secara linguistik dengan melihat kosakata, semantik

dan tata kalimat. Fairclough juga memasukan koherensi dan kohevisitas

untuk melihat bagaimana kata atau kalimat tersebut digabung dan

membentuk pengertian. Elemen yang dianalisis tersebut dipakai untuk

melihat tiga masalah. Yaitu yang Pertama, ideasional yang merujuk pada

referensi tertentu, apa yang ditampilkan dalam teks, yang umumnya

membawa ideologi tertentu. Kedua, relasi, merujuk pada bagaimana

konstruksi hubungan diantara wartawan dengan pembicara, apakah tekad

disampaikan secara informal atau formal, tertutup atau terbuka. Ketiga,

identitas, merujuk pada konstruksi identitas penulis dan pembaca dan

bagaimana personal dan identitas ditampilkan.

Kuthane Dhewe

A. Pertama, ideasional yang merujuk pada referensi tertentu, apa yang

ditampilkan dalam teks, yang umumnya membawa ideologi tertentu.

Dalam penelitian ini teks adalah data kebahasaan yang menjadi objek

penelitian. Teks di sini adalah bahasa yang digunakan dalam program Kuthane

Dhewe. Untuk sampel penelitian, peneliti mengambil cuplikan program acara

Kuthane Dhewe yang ditayangkan pada tanggal 17 Juli 2016 pada segmen kedua,

59

Gambar 8 cuplikan gambar bumper-in pembuka acara Kuthane Dhewe

Gambar 9 cuplikan gambar berita dari program acara Kuthane Dhewe

yang ditayangkan pada tanggal 17 Juli 2016

Berikut lead berita “Tolak Terorisme”

KANGGO NDUKUNG PENCEGAHAN AKSI TERORISME NING

INDONESIA MINGGU ESOK/ KOALISI MASYARAKAT KOTA SEMARANG

NGELAR AKSI NOLAK TERORISME/ NING CAR FREE DAY DALAN

PAHLAWAN SEMARANG// PARA AKTIVIS IKI NGEJAK MASYARAKAT

NDUKUNG APARAT TNI POLRI MBRANTAS GERAKAN TERORIS// (Untuk

mendukung pencegahan aksi terorisme di Indonesia pada minggu pagi, koalisi

masyarakat kota Semarang menggelar aksi menolak terorisme di car free day di

Jalan Pahlawan Semarang. Para aktivis ini mengajak masyarakat mendukung

aparat TNI POLRI untuk memberantas gerakan teroris)

Berikut naskah berita “Tolak Terorisme”

60

KARO NGGOWO PAMFLET SING TULISANE PENOLAKAN

MARANG BOM BUNUH DIRI NING MAPOLRES SURAKARTA/ KOALISI

MASYARAKAT KUTO SEMARANG MINGGU ESOK NANDATANGANI

PAMFLET PENOLAKAN ANTI TERORISME/ NING CAR FREE DAY DALAN

PAHLAWAN SEMARANG// TEROR KANTHI CORO BUNUH DIRI/

SAYANGNGE NGRUGIKKE AWAKKE DEWE UGA NYILAKANI WARGA

SIPIL// KECAMAN MARANG AKSI TERORISME IKI DADI WUJUD

DUKUNGAN KOALISI MASYARAKAT KUTO SEMARANG/ MARANG

PEMBERANTASAN TERORISME NING INDONESIA// (Dengan membawa

pamphlet yang bertuliskan penolakan bagi bom bunuh diri di Mapolres Surakarta,

koalisi masyarakat kota Semarang Minggu pagi menandatangi pamphlet

penolakan anti terorisme, di car free day di Jalan Pahlawan Semarang. Teror

sampai dengan cara bunuh diri, sayangnya merugikan diri sendiri karena

mencelakakan warga sipil. Pringatan untuk aksi terorisme ini menjadi wujud

dukungan koalisi masyarakat kota Semarang, bagi pemberantasan terorime di

Indonesia.)

TANDA TANGAN PENOLAKAN AKSI TERORISME IKI MENGKONE

AREP DISERAHKE MARANG PIMPINAN POLRI/ SING DADI WUJUD

DUKUNGAN MARANG PEMBERANTASAN TERORISME SING DILAKOKKE

TNI POLRI// (Tanda tangan penolakan aksi terorisme ini nantinya akan

diserahkan kepada pimpinan POLRI, yang menjadi wujud dukungan untuk

pemberantasan terorisme yang dilakukan TNI POLRI.)

HERI WIDODO/ KUTHANE DHEWE/ SEMARANG// (Heri Widodo,

Kuthane Dhewe, Semarang.)

Berikut chit-chat presenter tentang “Tolak Terorisme”

Eri : “Nah, kegiatan-kegiatan keyek ngene iki patut diacungi jempol.”

(Nah, kegiatan-kegiatan seperti ini patut diacungi jempol.)

61

Ane : “Koyo ngene ki keren, iki mergo aksi terorime.” (Seperti ini keren, ini

karena aksi terorisme.)

Eri : “Yo koyo sek kedadean ning Surakarta kemaren.” (Ya seperti

kejadian di Surakarta kemarin.)

Ane : “Ning Solo, koyo sing ning Prancis kae yo?” (Di Solo, seperti yang di

Prancis itu ya?)

Eri : “Akeh lah pokokke.” (Banyak lah pokoknya.)

Ane : “Tapi ojo wedi, malah kudu dilawan.” (Tapi jangan takut, harus

dilawan.)

Eri : “Bener banget, kudu berani kudu ngaku kalo kita ki isoh babas abis

kabeh terorisme.” (Betul sekali, harus berani harus mengaku kalau kita

itu bisa membabat habis semua terorisme.)

Ane : “Iki, salah sijine lewat aktivitas iki sing positif iki mau. Nganggo

ngelawan aksi terorisme.” (Ini salah satunya lewat aktivitas yang

positif ini tadi. Untuk melawan aksi terorisme.)

Eri : “Yo mugo-mugo akeh wong sing isoh ngadakke kegiatan koyo ngene

meneh. Isoh membuat masyarakat aman. Koyo ngono kuwi ora takut

mbek terorisme. Malah kita pengen isoh membabas habis.” (Ya

semoga banyak orang yang bisa mengadakan kegiatan seperti ini lagi.

Bisa membuat masyarakat aman. Seperti ini tidak takut terhadap

terorisme. Malahan kita ingin bisa membabas habis.)

Ane : “Nah,bener. Yowis ojo nangdi-nagdi, tetep nang Kuthane Dhewe

amergone ono pawarta” (Nah, betul. Ya sudah jangan kemana-mana,

tetap di Kuthane Dhewe karena ada informasi.)

Berikut naskah untuk mengakhiri segmen kedua dan berganti ke iklan,

62

MLEBU TAHUN AJARAN ANYAR BAKUL BUKU TULIS NING KENDAL

NGERAUP KEUNTUNGAN GEDHE// ENTENI PAWARTANE/ SAKWISE

PARIWARA// (Masuk tahun ajaran baru penjual buku tulis di Tegal mendapatkan

keuntungan besar. Tunggu informasinya, setelah jeda iklanberikut ini.)

Langkah keempat ini merupakan cara unutk mengatasi hambatan untuk

menangani ketidakberesan sosial. Yang pertama adalah dimensi teks yang

memiliki tiga elemen. Elemen pertama membahas apa yang ditampilkan dalam

teks, dapat dilihat baik bumper-in, naskah berita, sub judul maupun chit-chat dari

kedua presenter menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan. Bumper-in

bertuliskan Kuthane Dhewe atau berarti kotanya kita, ini memiliki arti program ini

ada dan lahir di Semarang, sesuai dengan tujuan program ini diproduksi yaitu

memberikan informasi seputar Semarang maupun sekitarnya. Dilihat dari bahasa

pengantar yang dipakai bahasa Jawa ngoko Semarangan memiliki struktur bahasa

Jawa ngoko yang terkesan tidak mengikuti “pakem” atau tata bahasa Jawa yang

baik dan benar. Pak Agus juga memberikan jawaban, beliau berkata bahwa

“Tujuan yang terpenting menurut saya itu adalah informasi yang

kami sampaikan sampai ke masyarakat. Sampai dalam artian mereka

paham, mereka mengerti isi berita dan mendapatkan manfaat dari berita

itu.”9

Pak Agus juga mengatakan bahwa bahasa Jawa ngoko Semarangan yang

digunakan adalah bahasa keseharian masyarakat Semarang dan tidak melihat

struktur bahasa Jawa. Selain itu dalam proses pemindahan bahasa dari Indonesia

ke Jawa ngoko khas Semarang produser mempunyai peranan penting untuk

menyajikan berita ke dalam bentuk yang lebih komunikatif sehingga mudah

dipahami dan dimengerti. Pak Sunardi selaku pengamat budaya Jawa menuturkan,

bahasa yang tidak sesuai struktur bahasa Jawa namun untuk tujuan komersial

khususnya televisi dianggap sebagai hal yang wajar. Jika menggunakan bahasa

9 Wawancara dengan Agus Sutiyono (Produser program acara Kuthane Dhewe) pada hari

Jumat, 2 Juni 2017 pukul 11.00 WIB.

63

Jawa ngoko, masyarakat dari usia anak-anak hingga orang tua tentunya dapat

memahami bahasa tersebut.10

Nilai budaya Jawa dalam bahasa Jawa ngoko Semarang ini juga digunakan

untuk mengungkapkan identitas TV Borobudur (sebelum Kompas TV Jawa

Tengah) bahwa stasiun televisi ini merupakan televisi “milik orang Jawa Tengah

dan asli dari Jawa Tengah” dan menandai bahwa stasiun ini memiliki ciri khas

yang berbeda dari stasiun televisi lainnya. Dari penjelasan di atas, dapat dilihat

bahwa ideologi yang nampak yaitu dengan bahasa pengantarnya sebagai identitas

program acara Kuthane Dhewe serta visi dan slogan yang mengisyaratkan bahwa

program acara Kuthane Dhewe sebagi media bagi masyarakat yang diproduksi

dan ditayangkan untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang bermaanfaat

bagi masyarakat.

B. Kedua, relasi, merujuk pada bagaimana konstruksi hubungan

diantara wartawan dengan pembicara, apakah tekad disampaikan

secara informal atau formal, tertutup atau terbuka.

Pada elemen kedua ini, sampel berita di atas menggambarkan bahwa

Kompas TV Jawa Tengah baik produser, wartawan juga mendukung program

acara Kuthane Dhewe dengan mempertahankan program acaranya dengan

menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan sebagai bahasa pengantar utama.

Sampel di atas juga memberikan informasi seputar Semarang yang memang

menjadi tujuan program acara Kuthane Dhewe untuk menyuguhkan informasi dari

daerah Semarang dan sekitarnya kepada masyarakat. Sehingga hubungan Kompas

TV Jawa Tengah dengan masyarakat untuk menyajikan hal-hal yang dekat dengan

masyarakat baik secara kedekatan emotional dan kearifan lokalnya akan

terealisasi.

10

Wawancara dengan Sunardi S.Pd.,M.Pd. (Pengamat Budaya Jawa) pada hari Jumat, 9 Juni

2017 pukul 11.00 WIB.

64

Secara terbuka, berita ini disampaikan untuk mendukung sistem sosial

yang damai dan aman dari peperangan dan terorisme, sehingga perlu adanya aksi

untuk memberantas aksi terorisme seperti ini. Dari chit-chat kedua presenter juga

mendukung informasi yang disajikan serta “membenarkan” bahwa aksi yang

dilakukan seharusnya memang harus terus diupayakan dan dilakukan untuk

mengajarkan kepada masyarakat bahwa, kita sebagai masyarakat jangan takut

untuk memerangi terorisme itu sendiri. Chit-chat kedua presenter merupakan

interaksi yang dibangun dari program acara Kuthane Dhewe melalui kedua

presenter kepada para pemirsa atau masyarakat. Interaksi tidak langsung ini juga

diharapkan dapat membangun relasi yang baik antara Kompas TV Jawa Tengah

dengan pemirsa penikmat program acara Kuthane Dhewe.

Masyarakat sebagai pemirsa juga memberikan tanggapan yang baik,

karena para pemirsa juga menikmati program acara yang diberikan. Ketiga

pemirsa juga menjelaskan bahwa dengan bahasa Jawa ngoko Semarangan, mereka

lebih mudah untuk memahami isi berita yang disampaikan. Program ini juga

dianggap sebagai media pembelajaran yang baik untuk masyarakat yang mau

mengetahui dan belajar tentang bahasa Jawa ngoko Semaranga-an.

C. Ketiga, identitas, merujuk pada konstruksi identitas penulis dan

pembaca dan bagaimana personal dan identitas ditampilkan.

Identitas penulis atau produser di sini sangat jelas memiliki peranan

penting. Produser sebagai pemegang kendali sebuah program acara sekaligus

sebagai penanggungjawab untuk mengolah data dari hasil liputan lalu

menyajikannya dalam bentuk naskah baik naskah untuk presenter maupun untuk

dubbing. Tanggung jawab produser dengan tim sebagai mediator maupun partner

bagi masyarakat dan pemerintah dalam menyukseskan program-program

pembangunan, yang berbasis kearifan lokal juga dapat dilihat dari bagaimana

Kompas TV Jawa Tengah tetap mempertahankan program acara Kuthane Dhewe

ini. Yang mana program ini sebagai salah satu cara memberikan informasi kepada

65

masyarakat tentang informasi seputar Semarang dan sekitarnya yang disertai

dengan bahasa pengantar Jawa ngoko Semarangan.

Untuk pihak pembaca, dalam hal ini mereka memiliki identitas sebagai

pemirsa maupun sebagai masyarakat yang menerima informasi. Atau dapat

dikatakan masyarakat merupakan khalayak yang hanya menjadi konsumen.

Masyarakat sebagai khalayak, layak untuk mendapatkan informasi yang tentunya

bermanfaat dan dapat dimengerti isi atau informasi dari berita yang disampaikan

dan ditayangkan. Sehingga dipilihlah bahasa Jawa ngoko Semarangan yang

memiliki kedekatan emotional dengan masyarakat dan menjadi bahasa keseharian

para pemirsa sehingga lebih mudah untuk dipahami. Bahasa Jawa ngoko

Semarangan juga ditampilkan sebagai identitas orang Jawa Tengah khususnya

Semarang.

Campursarinan

A. Pertama, ideasional yang merujuk pada referensi tertentu, apa yang

ditampilkan dalam teks, yang umumnya membawa ideologi tertentu.

Dalam penelitian ini, teks adalah data kebahasaan yang menjadi objek

penelitian. Teks di sini adalah bahasa yang digunakan dalam program acara

Campursarinan. Untuk sampel penelitian, peneliti mengambil cuplikan program

acara Campursarinan yang ditayangkan pada tanggal 31 Juli 2016 pada segmen

kedua,

66

Gambar 10 cuplikan gambar bumper-in pembuka program acara Campurarinan

Berikut cuplikan chit-chat kedua host Campursarinan,

Dina : “Sek-asek asek. Wau enten Mbak Eva-Suketeki. Masih tetep di acara

Campursarinan, Kompas TV Jawa Tengah barengan Dina kaliyan Kang

Jamal. Yok, saiki memang salam-salam wae Kang.” (Asik-asik. Tadi ada

Mbak Eva-Suketeki. Masih tetap di acara Campursarinan, Kompas TV

Jawa Tengah bersama Dina dan Kang Jamal. Yuk, sekarang salam-salam

saja, Kak.)

Jamal : “Meniko katur para pandemen ingkang saking denging kutho

Semarang.” (Ya itu untuk para penggemar dari Kota Semarang.)

Dina : “Ya masih nuansa lebaran, kita juga mohon maaf apabila dalam kita

tayang-tayang gini ada salah ucapan, perilaku dan tindakan kita juga

mohon maaf lahir dan batin. Ya, amin. Oke, sakderenge yang pengen

disalam-salamin yok, biasa kita kali ini tetep digoyang-goyang sama

Mahendra Musik. Ada Mas Ali dan juga Mister…” (Ya masih dalam

nuansa Lebaran, kita juga mohon maaf apabila dalam kita tayang-tayang

seperti ini ada salah ucapan, perilaku dan tindakan kita juga mohon maaf

lahir dan batin. Ya, amin. Oke, sebelum ingin disalam-salamin yuk, biasa

kita kali ini tetap digoyang-goyang bersama Mahendra Musik. Ada Kak

Ali dan juga Mister.)

Jamal : “Prapto. Lho kok Prapto, Joko. Lho kok Joko?” (Prapto. Kok Prapto,

Joko. Lo kok Joko?)

67

Dina : “Lha wes duwe bojo kok joko terus to Mas?” (Ya sudah punya istri kok

Joko terus to Kak?)

Jamal : “Yo kui emang nasibe deknen apik.” (Ya itu memang nasibnya dia

bagus.)

Dina : “Apik banget ya, berarti lek jenenge bapak mu Joko yo tetep…”(Bagus

sekali ya, berarti kalau namanya Bapak kamu Joko ya …)

Jamal : “Ora, bapak ku Soleh. Dadi aku ki anak soleh.” (Tidak, Bapak ku

bernama Soleh. Jadi aku adalah anak soleh.)

Dina : “Oh, anake Soleh ya. Iya bener-bener.” (Oh, anaknya Soleh ya. Iya

betul-betul.)

Jamal : “Ini untuk yang terhormat Ibu Atik yang ada di Trangkil, takwa, cerdas,

trangkil. Haha, dan juga siapa mas namanya (bertanya pada Mas Ali), Dek

Rama. Mengucapkan selamat menjalankan sholat teraweh ya. Loh,

teraweh kan wes winginane.” (Ini untuk yang terhormat Ibu Atik yang ada

di Trangkil, takwa, cerdas, trangkil. Haha, dan juga siapa mas namanya

(bertanya pada Mas Ali), Dek Rama. Mengucapkan selamat menjalankan

sholat teraweh ya. Lo, kan teraweh sudah kemarennya.)

Dina : “La berarti sing oon ki sapa?” (La ini berarti yang oon siapa?)

Jamal : “La iki kan delay.” (La ini kan delay (tertunda).)

Dina : “Kowe nak ngomong Dek Rama, kelingan anak ku Cila. Hahahaha

(tertawa terbahak-bahak). Cila gitu ya.” (Kamu kalau berbicara tentang

Dek Rama, keingat sama anak saya Cila. Hahahahaha. Cila gitu ya.)

Jamal : “Cila, jeneng kok Cila. Jeneng lengkape pecicila.” (Cila, nama kok Cila.

Nama lengkapnya pecicila.)

Dina : “Kuwi pecicilan. Pancacila” (Itu pecicilan (banyak tingkah). Pancasila.)

68

Jamal : “Namae temen anak saya itu Demitri Patcanov. Wah namanya itu…”

(Namanya anak teman saya itu Demitri Patcanov. Wah namanya itu…)

Dina : “Keturunan Portugis, Belanda.”

Jamal : “Kok Portugis, Rusia.”

Dina : “Oh Rusia.”

Jamal : “Sebenarnya ngak, Demitri itu ibunya Sademi bapake Triyono. Demitri.”

Dina : “Aku ngerti, panggilannya?” (Aku tahu, panggilannya?)

Jamal : “Patcanov itu tanggal papat sasi November. Panggilannya Demit.”

(Patcanov itu tanggal empat bulan November. Panggilannya Demit.)

Dina : “Oke, koyo sing ngomong. Oke deh langsung ke lagu, ini ada Mbak Ita

dengan lagu Ilat Tanpo Balung. Yuk cap cus.” (Oke, seperti yang

berbicara. Oke deh langsung ke lagu, ini ada Mbak Ita dengan Lagu Lidah

Tanpa Tulang. Yuk langsung saja.)

--- Masuk ke lagu (Ilat Tanpo Balung), dan dilanjutkan iklan.

Langkah keempat ini merupakan cara untuk mengatasi hambatan untuk

menangani ketidakberesan sosial. Yang pertama adalah dimensi teks yang

memiliki tiga elemen. Elemen pertama membahas apa yang ditampilkan dalam

teks, dapat kita lihat baik bumper-in, chit-chat dari kedua host menggunakan

bahasa Jawa ngoko khas dari Semarang yang juga disisipkan bahasa Indonesia

dan lelucon yang menghibur para pemirsa. Bumper-in bertuliskan Campursarinan

yang berarti bahwa program hiburan ini dikhususkan untung menayangkan

maupun memutar lagu-lagu dangdut yang di campursarikan dan lagu campursari

itu sendiri.

Pak Fredy selaku produser Campursarinan juga mengutarakan, maksud

dari pemilihan bahasa pengantar dalam Campursarinan yaitu,

69

“Dialek yang dipilih kenapa ngoko Semarangan itu jelas

poinnya di masyarakat kota Semarang. Mengapa tidak bahasa Solo atau

Jogja? Karena stasiun televisi lain di Semarang sudah ada yang

menggunakan dan mengangkat bahasa-bahasa Solo atau Jogja dalam

program acaranya. Bedanya dalam program acara Campursarinan

disengaja menggunakan konsep-konsep dan treatment bahasa Jawa

ngoko khas Semarangan, kita harapkan ini menjadi nuansa baru yang

lebih komunikatif dari segi acara dan audiencenya. Karena bahasa yang

digunakan juga berasal dari bahasa di Kota Semarang itu sendiri.”11

Bahasa dipilih bukan hanya sebagai identitas program acara

Campursarinan sebagai salah satu program Kompas TV Jawa Tengah yang

mengusung kearifan lokal, tentunya pemilihan dasar bahasa pengantar ini tidak

lepas dari budaya masyarakat Semarang yang ingin diperkenalkan kepada

masyarakat dan dikemas dengan format hiburan. Pak Fredy juga menjelaskan

bahwa yang menjadi unsur penting dari tayangan ini adalah, ketika bahasa yang

digunakan dapat dimengerti oleh pemirsa maupun masyarakat. Walaupun bahasa

pengantar tersebut tidak sesuasi dengan struktur bahasa Jawa dan kurang tepat,

program acara Campursarinan lebih mengedepankan unsur komunikatif bagi

masyarakat. Sehingga apa yang disampaikan oleh host juga dipahami dan

dimengerti oleh masyarakat.

Pak Sunardi selaku pengamat bahasa Jawa, juga memberikan jawaban atas

fenomena penggunaan bahasa pengantar bahasa Jawa ngoko Semarang yang

disisipi bahasa Indonesia dalam program acara Campursarinan tersebut. Beliau

menyetujui pemilihan bahasa dalam program acara tersebut, bagi Beliau sah saja

jika program acara tidak mengikuti struktur bahasa Jawa yang baik dan benar,

dalam hal ini adalah “pakem”. Untuk program acara dengan format hiburan masih

dibebaskan jika menggunakan struktur bahasa Jawa yang kurang tepat maupun

tidak sesuai dengan struktur tata bahasa Jawa yang benar. Jika bahasa Jawa ngoko

11

Wawancara dengan Fredy Priyanto (Produser program acara Campursari) pada hari Minggu,

4 Juni 2017 pukul 15:15 WIB.

70

Semaranga ini sebagai bahasa pengantar tetap digunakan dalam program acara

Campursarinan maka Kompas TV Jawa Tengah dianggap telah ikut andil dalam

melestarikan budaya yang berkembang di masyarakat.

Ideologi yang dibangun dalam teks yang terlihat pada penggunaan bahasa

pengantar dalam program acara Campursarinan tentu tidak lepas dari visi dan

slogan Kompas TV Jawa Tengah. Di mana visi dan slogan tersebut mempunyai

tujuan untuk menyajikan tayangan yang mendukung budaya atau kearifan lokal di

daerah Semarang dan sekitarnya. Hal ini diterapkan untuk menjaga dan

melestarikannya apa yang telah ada di daerah tersebut. Serta memenuhi tanggung

jawab moral, struktural, sosial kepada masyarakat dan juga pemerintah,

bahwasanya stasiun televisi lokal juga harus mampu memenuhi fungsi media,

dalam program acara Campursarinan salah satunya fungi hiburan, memberikan

informasi dan pengetahuan.

B. Kedua, relasi, merujuk pada bagaimana konstruksi hubungan

diantara wartawan dengan pembicara, apakah tekad disampaikan

secara informal atau formal, tertutup atau terbuka.

Pada elemen kedua ini, relasi ditunjukan dari bagaimana bahasa pengantar

yang digunakan dalam program acara Campursarinan akhirnya digunakan untuk

mengemas acara yang berformat hiburan. Bahasa yang dipilih menjadi salah satu

hal yang nampak bahwa bahasa sebagai sarana komunikasi Kompas TV Jawa

Tengah untuk menjawab kebutuhan masyarakat dengan menyajikan program-

program yang memiliki kedekatan emosial dan akar sosiokultural yang dekat

dengan masyarakat.

McQuail dalam Rusadi (2015:33) menjelaskan, media memiliki fungsi

menjadi lembaga kemasyarakatan salah satu fungsi yang sesuai dengan program

acara Campursarinan adalah fungsi hiburan. Fungsi ini menjadi faktor yang

penting bagi kehidupan masyarakat modern, ketika kehidupan penuh dengan

kompetisi dan perjuangan meningkatkan kualitas hidup. Program hiburan

71

digunakan untuk menyegarkan kehidupan masyarakat, karena formatnya hiburan

sudah dipastikan program tersebut menyediakan konten yang ringan, menarik,

menyajikan candaan-candaan yang lucu. Hal ini bertujuan untuk memberikan

relaksasi bagi masyarakat untuk mengatasi persoalan-persoalan kehidupan yang

dijalaninya.

Relasi juga terbangun ketika program acara Campursarinan memberikan

kesempatan pada masyarakat untuk menyampaikan pesan dan salam melalui

telepon interaktif maupun media sosial yang disediakan. Hal ini dibangun untuk

memberi ruang kepada masyarakat untuk berinteraksi dengan host maupun kepada

masyarakat lainnya. Masyarakat sebagai pemirsa juga setuju jika program acara

Campursarinan menggunakan bahasa pengantar bahasa Jawa ngoko yang disisipi

bahasa Indonesia karena lebih mudah untuk dipahami dan lebih menarik karena

tidak terlalu formal.

C. Ketiga, identitas, merujuk pada konstruksi identitas penulis dan

pembaca dan bagaimana personal dan identitas ditampilkan.

Produser di sini memiliki peranan penting, sebagai kepala dalam produksi

program acara Campursarinan. Produser juga memiliki tugas untuk menyiapkan

segala kebutuhan produksi baik rundown, menjadi koordinator tim dan juga

sebagai pengontrol saat produksi berlangsung. Produser harus mampu

mempertahankan program acara dan diproduksi sesuai dengan tujuan dan visi

Kompas TV Jawa Tengah. Sehingga saat pembuatan rundown, tidak lupa

produser menyisipkan daftar lagu campursari dan juga menjelaskan bagian-bagian

rundown serta memberikan pengarahan kepada host dan tim sebelum produksi

dilaksanakan.

Identitas masyarakat diposisikan sebagai pemirsa. Masyarakat menerima

dan mengkonsumsi apa yang program acara Campursarinan tayangkan serta

menjadi partisipan untuk menghidupkan program acara Campursarinan. Dengan

adanya telepon interaktif dan media sosial yang disediakan, masyarakat juga aktif

72

berpartisipasi dan berinteraksi dengan host maupun dengan masyarakat lainnya

dengan mengirimkan salam maupun request lagu. Host dan pemirsa juga menjadi

faktor penting karena program acara Campursarinan terlihat lebih hidup dan tidak

monoton dengan adanya interaksi tersebut.

5.4.2 Dimensi Discourse Practice

Discourse practice menurut Fairclough (dalam Eriyanto, 2001;

Haryatmoko, 2016) memusatkan pada bagaimana produksi dan konsumsi

teks. Produksi teks berhubungan dengan pola dan rutinitas dalam

pembentukan berita di bagian redaksi. Selain itu pada dimensi ini ada

proses menghubungkan antara produksi dan konsumsi teks, fokusnya

diarahkan pada cara pengarang teks mengambil wacana dan genre dengan

memperhatikan bagaimana hubungan kekuasaan dimainkan.

Kuthane Dhewe

Proses produksi berita dari program acara Kuthane Dhewe, sebelum

menjadi naskah atau berita yang siap ditayangkan. Tim akan melakukan proyeksi

terlebih dahulu, proyeksi ini dimaksudkan untuk memilah topik atau isu yang

akan diliput pada hari beritkutnya. Topik dapat diubah jika situasi dan kondisi

yang tidak terduga saat liputan akan dilakukan, seperti narasumber yang tidak

dapat ditemui maupun isu baru yang dianggap lebih bermanfaat dan memberikan

keuntungan. Hasil liputan dari tim wartawan nantinya akan diberikan baik kepada

editor maupun produser. Produser berperan sebagai pengolah data yang kemudian

akan mengolah naskah berita untuk ditampilkan dengan format bahasa Jawa

ngoko Semarangan. Proses pemindahan bahasa Indonesia menjadi bahasa Jawa

ngoko Semarangan ini dilakukan oleh produser dengan mengubah setiap kata

menjadi kalimat yang lebih komunikatif dan menarik.

73

Alasan penggunaan bahasa Jawa ngoko Semarangan yaitu karena bahasa

ini dianggap lebih mudah untuk dipahami, karena faktor kedekatan emosional dari

masyarakat. Pak Agus menjelaskan bahwa sesuatu yang dekat dengan masyarakat

tentunya akan memberikan manfaat yang lebih, karena masyarakat menjadi lebih

tahu informasi dan isu dari daerah mereka dan masyarakat juga mendapat manfaat

yang secara tidak langsung masyarakat dapat menjadikan program acara Kuthane

Dhewe sebagai mediator untuk belajar bahasa Jawa ngoko Semarangan ini. Pak

Sunardi sebagai pengamat budaya Jawa juga menuturkan bahwa bahasa Jawa

akan tetap terus berkembang dan eksis, ketika bahasa Jawa ini masih terus

digunakan dan dijaga keberadaannya.

Posisi Kompas TV Jawa Tengah sebagai pemilik program acara, tentunya

juga mendapat keuntungan dengan diterimanya program acara ini di masyarakat.

Penerimaan ini yang akhirnya digunakan Kompas TV Jawa Tengah untuk

memberikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat yang tentunya dengan

mengangkat isu yang ada di daerah Semarang dan sekitarnya. Visi dan slogan

yang disematkan dalam profil Kompas TV Jawa Tengah juga menjadi hal yang

selalu di wujudkan, mengingat itu sebagai tanggung jawab stasiun tersebut untuk

memberikan tayangan yang bermanfaat bagi masyarakat dan mengandung nilai

budaya.

Campursarinan

Dalam program acara Campursari dalam dimensi discourse practice yaitu

posisi produser di sini memiliki peranan penting, sebagai kepala tim dalam

produksi program acara Campursarinan. Produser juga memiliki tugas untuk

menyiapkan segala kebutuhan produksi baik rundown, koordinator tim dan juga

sebagai pengontrol saat produksi berlangsung. Pada program acara

Campursarinan, produser tidak memberikan tema tertentu pada tiap episode-nya.

Karena setiap minggu program acara Campursarinan menggunakan format

produksi yang selalu sama. Sehingg sedikit sekali kemungkinannya untuk

74

menyisipkan tema tertentu pada program acara Campursarinan. Sehingga saat

briefing produser hanya akan memberi penjelaskan pada setiap bagian rundown

serta memberikan pengarahan saja kepada tim dan host. Namun produser harus

tetap fokus untuk mengontrol proses produksi sehingga proses produksi tetap

berjalan baik.

Tema dalam program acara Campursarinan dapat diubah jika terjadi

blocking time oleh klien yang ingin memperkenalkan sebuah produk. Produser

bertugas untuk membuat sebuah naskah yang nantinya akan memerikan gambaran

umum untuk alur produksi bagi host dan juga tim. Saat blocking time, produser

bertanggung jawab untuk membuat sebuah naskah untuk memberi alur pada saat

produksi. Naskah yang diproduksi juga ditambahkan lelucon segar sehingga saat

program acara ditayangkan akan terkesan menarik dan lebih hidup. Sehingga dari

masyarakat mengetahui produk maupun program dari klien yang ingin

diperkenalkan dan masyarakat juga mengetahui informasi tentang produk tersebut.

Naskah juga dibuat dengan tidak meninggalkan bahasa pengantar bahasa Jawa

ngoko yang disisipi bahasa Indonesia untuk mempertahankan identitas program

acara Campursarinan dengan bahasa pengantar yang menjadi ciri khasnya dan

juga tetap menyajikan lagu-lagu campursarinya.

5.4.3 Dimensi Sociocultural Practice

Sociocultural practice atau praksis sosial menurut Fairclough

(dalam Eriyanto, 2001; Haryatmoko, 2016) didasarkan pada asumsi bahwa

sosial yang ada di luar media mempengaruhi bagaimana wacana yang

muncul dalam media. Dimensi ini memang tidakberhubungan langsung

dengan produksi teks namun menentukan bagaimana teks itu diproduksi

dan dipahami. Praksis sosial biasanya tertanam dalam tujuan, jaringan dan

praktis budaya sosial yang luas. Pada dimensi ini telah masuk ke

pemahaman intertektual, peristiwa sosial di mana teks dibentuk dan

75

membentuk praktis sosial. Fairclough juga membagi praktik sosial ini

menjadi tiga level yaitu situasional, institusional dan sosial.

5.4.3.1 Level Situasional

Teks dihasilkan dari situasi tertentu yang khas sehingga teks

dihasilkan berbeda dari teks yang lain.

Kuthane Dhewe

Pada tahap dimensi sociocultural practice, memperlihatkan bahwa

sosial di luar media mempengaruhi bagaimana wacana muncul dalam

media. Berdasarkan hasil analisis dan penjelasan yang telah dijabarkan,

pada level situasional dapat kita lihat bahwa program acara Kuthane

Dhewe merupakan program acara yang diproduksi dan ditayangkan

menggunakan bahasa pengantar Jawa ngoko Semarangan. Program ini

menggunakan bahasa tersebut karena program acara Kuthane Dhewe

sendiri diproduksi di Semarang, sehingga untuk memudahkan masyarakat

dalam memahami informasi yang diberikan maka, dipilihlah bahasa Jawa

ngoko Semarangan. Faktor daerah atau domisili dan covered area dari

kantor Kompas TV Jawa Tengah berada turut memberikan pengaruh

dalam pemilihan bahasa pengantar program acara Kuthane Dhewe. Bahasa

ini juga digunakan oleh masyarakat Semarang dengan demikian sangat

menarik jika bahasa yang digunakan dalam produksi program acara

tersebut adalah bahasa Jawa yang memang telah memiliki kedekat dengan

masyarakat.

Campursarinan

Pada tahap dimensi sociocultural practice, faktor sosial dari luar

media turut mempengaruhi bagaimana wacana muncul dalam media.

76

Berdasarkan hasil analisis dan penjelasan yang telah dijabarkan, pada level

situasional dapat kita lihat bahwa program acara Campursarinan

merupakan program acara yang diproduksi menggunakan bahasa Jawa

ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia. Bahasa pengantar

tersebut digunakaan dalam program acara Campursarinan karena,

Semarang notabene sebagai domisili dari kantor Kompas TV Jawa Tengah

sehingga untuk memudahkan masyarakat yang ada di sekitar area domisili

Kompas TV Jawa Tengah untuk memahami informasi dan bahasa yang

digunakan. Dalam program acara Campursarinan yang merupakan

program acara hiburan ditambahkan juga bahasa-bahasa lelucon untuk

menghidupkan suasana program acara Campursarinan dan tidak terkesan

monoton, sepi dan lebih menarik.

5.4.3.2 Level Institusional

Berasal dari dalam maupun luar media yang akan menentukan

proses sebuah produksi berita atau teks. Tidak hanya itu saja, faktor dari

institusi seperti ekonomi media, tema berita, persaingan antar media,

modal atau kepemilikan terhadap media dan faktor politik turut

mempengaruhi dalam proses produksi sebuah berita atau teks.

Kuthane Dhewe

Daerah atau domisili Kompas TV Jawa Tengah berada di daerah

Semarang, faktor inilah yang akhirnya mempengaruhi penggunaan bahasa

Jawa ngoko Semarangan sebagai bahasa pengantar dalam program acara

Kuthane Dhewe. Namun tidak hanya itu, Kompas TV Jawa Tengah yang

memiliki visi yang bertujuan untuk menjadi partnership bagi pemerintah

dan masyarakat dalam menyukseskan program-program pembangunan

yang berbasis kearifan lokal masyarakat Jawa Tengah. Dengan adanya visi

tersebut maka Kompas TV Jawa Tengah harus mampu menjaga dan

77

merealisasikan tujuan tersebut. Dengan visi yang melekat, tentunya

Kompas TV Jawa Tengah juga harus sejalan dengan tujuan yang ingin

dicapai. Didukung dengan adanya Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran,

“Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa

pengantar dalam penyelenggaraan program siaran muatan lokal

dan apabila diperlukan, untuk mendukung mata acara

tertentu.”12

Salah satu program acara di Kompas TV Jawa Tengah yaitu

program acara Kuthane Dhewe juga diproduksi dan ditayangkan dengan

menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan. Bahasa yang digunakan

tentunya tidak terlepas dari dukungan UU RI Nomor 32 tahun 2002

Tentang Penyiaran. Sehingga untuk mendukung Kompas TV Jawa Tengah

sebagai stasiun lokal atau daerah, program acara Kuthane Dhewe

diproduksi dan ditayangkan menggunakan bahasa Jawa ngoko

Semarangan dan memberikan informasi yang mengangkat isu-isu yang

terjadi di wilayah Semarang dan sekitarnya. Dengan adanya program acara

Kuthane Dhewe yang memiliki keunikan dari segi bahasa pengantar, ini

dapat menjadi strategi bagi Kompas TV Jawa Tengah seperti, menarik

perhatian dan minat masyarakat untuk menyaksikan program tersebut

karena menggunakan bahasa lokal dan menjadi ciri khas bagi program

acara Kuthane Dhewe yang membedakan dari stasiun televisi lainnya.

Kemudian dari segi ekonomi media, sebagai salah satu biro

Kompas TV di daerah tentu diberikan slot lokal untuk memproduksi serta

menayangkan program acara yang mengangkat tentang kearifan lokal

daerahnya. Ini sebagai strategi stasiun televisi dan tujuan dari

diproduksinya program acara Kuthane Dhewe. Pak Agus menuturkan

bahwa,

12

https://www.komisiinformasi.go.id , diakses pada tanggal 3 Mei 2017 pada pukul 21:27 WIB)

78

“Jadi ketika program acara dari Kompas TV Jawa

Tengah mendapat respon baik dari masyarakat itu merupakan

apresiasi bagi Kompas TV Jawa Tengah. Dari respon tersebut,

para pihak sponsor maupun pengiklan dan klien melihat bahwa

Kompas TV Jawa Tengah dapat dipercaya untuk memproduksi

sekaligus menanyangan produk mereka. Sehingga tingkat

kepercayaan klien kepada Kompas TV Jawa Tengah yang

kemudian membuat klien memutuskan untuk bekerja sama

dengan kami. Produk klien yang diproduksi dan ditayangkan

dalam bentuk workshop special, iklan maupun feature.”13

Kompas TV Jawa Tengah sebagai salah satu media televisi lokal di

Semarang mendapatkan kepercayaan baik dari masyarakat dan juga para

klien. Kemudian dari para klien, Pak Agus menjelaskan bahwa kaitannya

dengan keuntungan media Kompas TV Jawa Tengah tidak lagi

menargetkan berapa banyak klien atau sponsor yang ingin mempublish

produk mereka. Namun hingga sekarang masih ada klien yang ingin

beriklan dan juga memperkenalkan produk serta program mereka. Ini

disebut sebagai bisnis kepercayaan, para klien mempercayakan produk

atau program mereka untuk diperkenalkan kepada msyarakat melalui

Kompas TV Jawa Tengah. Sehingga para klien memiliki penilaian

tersendiri untuk Kompas TV Jawa Tengah dan mempercayakan produk

dan programnya untuk diproduksi Kompas TV Jawa Tengah. Walaupun

produk dan program ditayangkan bersamaan dengan penayangan program

acara Kuthane Dhewe namun produk dan program akan diproduksi dan

ditayangkan dalam bentuk workshop special, iklan maupun feature.

13

Wawancara dengan Agus Sutiyono (Produser program acara Kuthane Dhewe) pada hari Rabu,

9 Agustus 2017 pukul 11.00 WIB.

79

Campursarinan

Faktor daerah juga mempengaruhi penggunaan bahasa dalam

sebuah produksi program acara. Program acara Campursarinan yang

merupakan salah satu program acara di Kompas TV Jawa Tengah tentunya

memiliki visi yang selaras dengan tujuan Kompas TV Jawa Tengah.

Bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia menjadi

identitas program acara Campursarinan untuk menarik minat masyarakat

untuk menyaksikan program tersebut.

Persaingan antar stasiun televisi juga turut mempengaruhi level

institusional, setiap stasiun tentu berlomba-lomba menyajikan tayangan

atau program acara yang berbeda dari stasiun lainnya. Hal ini digunakan

untuk menarik minat pasar dan klien, tentu penggunaan bahasa pengantar

dalam program acara Campursarinan tidak luput dari faktor tersebut.

Bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia dan

menampilkan lagu-lagu campursari juga menjadi identitas dan ciri khas

bagi program acara Campursarinan yang membedakan dari program acara

dari stasiun televisi lainnya di daerah Semarang maupun Jawa Tengah.

Dan diharapkan dengan ciri khas yang berbeda ini dapat menarik minat

masyarakat untuk senantiasa setia dengan program acara tersebut.

Tidak hanya program acara Kuthane Dhewe, program acara

Campursarinan juga didukung dengan adanya Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran, bahwa bahasa daerah

dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam penyelenggaraan

program siaran muatan lokal dan apabila diperlukan, untuk mendukung

mata acara tertentu. Dengan adanya peraturan Undang-Undang Republik

Indonesia tentang penyiaran ini, Kompas TV Jawa Tengah juga mendapat

kesempatan untuk memproduksi program acara yang mengusung kearifan

lokal dalam hal ini dari segi bahasa pengantar yaitu bahasa Jawa ngoko

Semarangan dan juga lagu-lagu campursari.

80

Dalam program acara Campursarinan, interaksi antara host dan

masyarakat dibangun dari telepon interaktif dan juga media sosial.

Masyarakat diperbolehkan untuk memberikan salam dan pesan melalui

nomer telepon dan media sosial yang sudah disediakan. Selain itu program

acara Campursarinan termasuk dalam kategori program hiburan sehingga

ditambahkan lelucon oleh para host untuk menghidupkan suasana program

acara dan terlihat lebih menarik. Dari interaksi yang dibangun dalam

program acara Campursarinan yang kemudian dimanfaatkan oleh klien

untuk memperkenalkan produk maupun program tertentu kepada

masyarakat. Produk dan program dari klien masuk ke dalam program acara

Campursarinan pada saat blocking time, klien jutru tertarik

memperkenalkan produk dan program mereka karena program acara

Campursarinan dianggap sebagai program acara yang mampu

mendekatkan masyarakat dengan budaya yang ada di daerah mereka

khususnya bahasa Jawa ngoko Semarangan. Sehingga ketika klien akan

memperkenalkan produk atau program mereka, masyarakat lebih mudah

memahami dan mengerti bahasa pengantar yang digunakan untuk

menyampaikan informasi dari produk dan program tersebut.

5.4.3.3 Level Sosial

Berpengaruh pada wacana yang muncul dalam pemberitaan.

Wacana yang muncul dapat menentukan perubahan masyarakat.

Kuthane Dhewe

Program acara Kuthane Dhewe sebagai program acara yang

menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan, tentunya mendapatkan

respon yang baik dari masyarakat dan juga bermanfaat. Reni Nur

Anggraeni sebagai pemirsa menuturkan,

81

“Manfaatnya sebagai warga Semarang adalah

mengetahui kejadian atau informasi apa yang terjadi di

Semarang. Selain itu, kita menjadi lebih tahu dan mengenal kota

kita sendiri melalui tv lokal.”14

Selain Reni, Elvana Azasa Bela juga memberikan jawaban

sebagai berikut,

“Karena televisi sekarang ini menjadi pengaruh

terbesar untuk masyarakat. Jadi bahasa Jawa itu harus tetap

digunakan dan dilestarikan karena sudah jarang sekali

digunakan. Sehingga, lewat program acara di Kompas TV Jawa

Tengah tersebut dapat memperngaruhi masyarakat untuk

menggunakan bahasa Jawa khususnya Jawa Semarangan agar

budaya Jawa itu tidak hilang begitu saja.”15

Dengan dipertahankannya program acara Kuthane Dhewe tersebut,

masyarakat menjadi lebih paham dan mengetahui tentang peristiwa yang

terjadi di Semarang dan sekitarnya. Selain itu masyarakat juga belajar

tentang budaya Jawa khususnya bahasa Jawa ngoko Semarangan. Program

acara Kuthane Dhewe yang yang mengangkat kearifan lokal berupa berita

atau informasi seputar Semarang dan sekitarnya, tentunya juga bertujuan

untuk memenuhi visi dan tujuan dari Kompas TV Jawa Tengah yaitu,

memberikan pelayanan yang baik dan menginspirasi bagi masyarakat Jawa

Tengah dan selaras dengan slogannya “Inspirasi Indonesia. Inspirasi Jawa

Tengah.”.

Sesuai definisi berita menurut Hornbby dalam Tamburaka

(2012:135) yang menjelaskan bahwa “news” sebagai laporan tentang apa

yang terjadi dan paling mutakhir atau sangat baru. Dari berita yang

14

Wawancara dengan Reni Nur Anggraeni (Pemirsa Kompas TV Jawa Tengah) pada hari

Jumat, 2 Juni 2017 pukul 15.00 WIB. 15

Wawancara dengan Reni Nur Anggraeni (Pemirsa Kompas TV Jawa Tengah) pada hari Rabu,

7 Juni 2017 pukul 09:25 WIB.

82

disajikan, masyarakat mendapat manfaat yaitu pengetahuan baru terkait

informasi seputar Semarang dan sekitarnya. Dari bahasa Jawa ngoko

Semarangan yang digunakan, diharapkan masyarakat dapat mengapresiasi

bahasa Jawa ngoko Semarangan dengan cara melestarikannya, menjaga

dan menggunakan bahasa tersebut sebagai salah satu bahasa dalam

komunikasi sehari-hari.

Campursarinan

Program acara Campursarinan juga diminati oleh para pemirsa

yang merupakan masyarakat Semarang. Para pemirsa menuturkan bahwa

lelucon yang disampaikan oleh host juga dianggap menghibur para

pemirsa selain itu masyarakat juga dapat belajar dari bahasa pengantar

yang digunakan yaitu bahasa Jawa ngoko Semaranga. Masyarakat menjadi

lebih tahu beberapa bahasa daerah yang berasal dari Semarang baik

masyarakat asli Semarang maupun pendatang. Dari lagu yang diputar,

masyarakat menjadi tahu tentang lagu-lagu lokal yang ada di Jawa Tengah

seperti lagu-lagu campursari.

Secara tidak langsung Kompas TV Jawa Tengah mewujudkan

kewajibannya untuk menjadi partnership bagi masyarakat dan pemerintah

untuk mendukung dan mengusung kearifan lokal yang ada di daerah,

khususnya Semarang dan sekitarnya. Program acara Campursarinan juga

menjadi wadah untuk melestarikan dan memperkenalkan budaya Jawa

seperti bahasa Jawa ngoko Semarang dan lagu-lagu kepada masyarakat.

Dengan diterimanya program acara Campursarinan, masyarakat secara

tidak langsung belajar untuk menerima budaya lokal tersebut dan juga

turut menjaga bahasa lokal dengan cara menggunakannya untuk

berkomunikasi di kehidupan sehari-hari.