bab tayyyyyyy

61
BAB I PENDAHULUAN Pada awalnya, insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak diperhitungkan sebelum tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomik dan industri berkembang, angka kejadian keganasan ini meningkat. Pada saat ini, kanker kolorektal merupakan penyebab ketiga kematian dari pria dan wanita akibat kanker di Amerika Serikat. Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker. Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data dari Depkes didapati angka 1,8 per 100.000 penduduk. Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk, terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara Negara Barat dan Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan sebanding antara pria dan wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia muda; dan sekitar 75% dari kanker ditemukan pada kolon rektosigmoid, sedangkan di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita; banyak terdapat pada seseorang yang 1

Upload: dwi-susanthi

Post on 11-Jan-2016

16 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

yty

TRANSCRIPT

Page 1: BAB Tayyyyyyy

BAB I

PENDAHULUAN

Pada awalnya, insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak diperhitungkan sebelum

tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomik dan industri berkembang, angka kejadian

keganasan ini meningkat. Pada saat ini, kanker kolorektal merupakan penyebab ketiga

kematian dari pria dan wanita akibat kanker di Amerika Serikat.

Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka

kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus

kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki

peringkat ketiga dari semua kasus kanker. Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari

berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data dari Depkes didapati

angka 1,8 per 100.000 penduduk.

Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang

ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk,

terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara Negara Barat dan

Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di

Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan sebanding antara pria dan wanita;

banyak terdapat pada seseorang yang berusia muda; dan sekitar 75% dari kanker ditemukan

pada kolon rektosigmoid, sedangkan di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang

ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita; banyak terdapat pada seseorang yang

berusia lanjut; dan dari kanker yang ditemukan hanya sekitar 50% yang berada pada kolon

rektosigmoid.

Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid. Keluhan

pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari tumor. Keluhan dari

lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal, symptomatic

anemia dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat

berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi.Jenis kanker

yang paling sering ditemukan ialah adenokarsinoma yaitu sebanyak 98%, sedangkan lainnya

yang lebih jarang ialah carcinoid (0,4%), limfoma (1,3%) dan sarkoma (0,3%).

1

Page 2: BAB Tayyyyyyy

BAB II

ISI

2.1 ANATOMI DAN HISTOLOGI

Usus besar terdiri dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon

transversum, kolon descendens, kolon sigmoideum dan rektum. Mukosa

usus besar terdiri dari epitel selapis silindris dengan sel goblet dan

kelenjar dengan banyak sel goblet, pada lapisan submukosa tidak

mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah dalam sirkuler dan sebelah luar

longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat membentuk taenia koli.

Lapisan serosa membentuk tonjolan tonjolan kecil yang sering terisi lemak

yang disebut appendices epiploicae. Didalam mukosa dan submukosa

banyak terdapat kelenjar limfa, terdapat lipatan-lipatan yaitu plica

semilunaris dimana kecuali lapisan mukosa dan lapisan submukosa ikut

pula lapisan otot sirkuler. Diantara dua plica semilunares terdapat saku

yang disebut haustra coli, yang mungkin disebabkan oleh adanya taenia

coli atau kontraksi otot sirkuler. Letak haustra in vivo dapat berpindah

pindah atau menghilang.

Vaskularisasi kolon dipelihara oleh cabang-cabang arteri

mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior, membentuk

marginal arteri seperti periarcaden, yang memberi cabang-cabang vasa

recta pada dinding usus. Yang membentuk marginal arteri adalah arteri

ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica media, arteri colica sinistra dan

arteri sigmoidae. Hanya arteri ciloca sinistra dan arteri sigmoideum yang

merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior, sedangkan yang lain

dari arteri mesenterica superior. Pada umumnya pembuluh darah berjalan

retroperitoneal kecuali arteri colica media dan arteri sigmoidae yang

terdapat didalam mesocolon transversum dan mesosigmoid. Seringkali

arteri colica dextra membentuk pangkal yang sama dengan arteri colica

media atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh darah vena mengikuti

pembuluh darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica superior dan

arteri mesenterica inferior yang bermuara ke dalam vena porta. Aliran

limfe mengalir menuju ke nn. ileocolica, nn. colica dextra, nn. colica

2

Page 3: BAB Tayyyyyyy

media, nn. colica sinistra dan nn. mesenterica inferior. Kemudian

mengikuti pembuluh darah menuju truncus intestinalis.

Colon ascendens panjangnya sekitar 13 cm, dimulai dari caecum

pada fossa iliaca dextra sampai flexura coli dextra pada dinding dorsal

abdomen sebelah kanan, terletak di sebelah ventral ren dextra, hanya

bagian ventral ditutup peritoneum visceral. Jadi letak colon ascendens ini

retroperitoneal, kadang kadang dinding dorsalnya langsung melekat pada

dinding dorsal abdomen yang ditempati muskulus quadratus lumborum

dan ren dextra. Arterialisasi colon ascendens dari cabang arteri ileocolic

dan arteri colic dextra yang berasal dari arteri mesentrica superior.

Colon transversum panjangnya sekitar 38 cm, berjalan dari flexura

coli dextra sampai flexura coli sinistra. Bagian kanan mempunyai

hubungan dengan duodenum dan pankreas di sebelah dorsal, sedangkan

bagian kiri lebih bebas. Flexura coli sinistra letaknya lebih tinggi daripada

yang kanan yaitu pada polus cranialis ren sinistra, juga lebih tajam

sudutnya dan kurang mobile. Flexura coli dextra erat hubunganya dengan

facies visceralis hepar (lobus dextra bagian caudal) yang terletak di

sebelah ventralnya. Arterialisasi didapat dari cabang cabang arteri colica

media. Arterialisasi colon transversum didapat dari arteri colica media

yang berasal dari arteri mesenterica superior pada 2/3 proksimal,

sedangkan 1/3 distal dari colon transversum mendapat arterialisasi dari

arteri colica sinistra yang berasal dari arteri mesenterica inferior .

3

Page 4: BAB Tayyyyyyy

Gambar 2.1. Arteri Mesenterica Superior

Mesokolon transversum adalah duplikatur peritoneum yang

memfiksasi colon transversum sehingga letak alat ini intraperitoneal.

Pangkal mesokolon transversa disebut radix mesokolon transversa, yang

berjalan dari flexura coli sinistra sampai flexura coli dextra. Lapisan

cranial mesokolon transversa ini melekat pada omentum majus dan

disebut ligamentum gastro (meso) colica, sedangkan lapisan caudal

melekat pada pankreas dan duodenum, didalamnya berisi pembuluh

darah, limfa dan syaraf. Karena panjang dari mesokolon transversum

inilah yang menyebabkan letak dari colon transversum sangat bervariasi,

dan kadangkala mencapai pelvis.6

4

Page 5: BAB Tayyyyyyy

Gambar 2.2. Arteri Mesenterica Inferior

Colon descenden/s panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura

coli sinistra sampai fossa iliaca sinistra dimana dimulai colon sigmoideum.

Terletak retroperitoneal karena hanya dinding ventral saja yang diliputi

peritoneum, terletak pada muskulus quadratus lumborum dan erat

hubungannya dengan ren sinistra. Arterialisasi didapat dari cabang-

cabang arteri colica sinistra dan cabang arteri sigmoid yang merupakan

cabang dari arteri mesenterica inferior.

Colon sigmoideum mempunyai mesosigmoideum sehingga letaknya

intraperi toneal, dan terletak didalam fossa iliaca sinistra. Radix

mesosigmoid mempunyai perlekatan yang variabel pada fossa iliaca

sinistra. Colon sigmoid membentuk lipatan-lipatan yang tergantung isinya

didalam lumen, bila terisi penuh dapat memanjang dan masuk ke dalam

cavum pelvis melalui aditus pelvis, bila kosong lebih pendek dan

5

Page 6: BAB Tayyyyyyy

lipatannya ke arah ventral dan ke kanan dan akhirnya ke dorsal lagi.

Colon sigmoid melanjutkan diri kedalam rectum pada dinding mediodorsal

pada aditus pelvis di sebelah depan os sacrum. Arterialisasi didapat dari

cabang- cabang arteri sigmoidae dan arteri haemorrhoidalis superior

cabang arteri mesenterica inferior. Aliran vena yang terpenting adalah

adanya anastomosis antara vena haemorrhoidalis superior dengan vena

haemorrhoidalis medius dan inferior, dari ketiga vena ini yang bermuara

kedalam vena porta melalui vena mesenterica inferior hanya vena

haemorrhoidalis superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca interna.

Jadi terdapat hubungan antara vena parietal (vena iliaca interna) dan

vena visceral (vena porta) yang penting bila terjadi pembendungan pada

aliran vena porta misalnya pada penyakit hepar sehingga mengganggu

aliran darah portal. Mesosigmoideum mempunyai radix yang berbentuk

huruf V dan ujungnya letaknya terbalik pada ureter kiri dan percabangan

arteri iliaca communis sinistra menjadi cabang-cabangnya, dan diantara

kaki-kaki huruf V ini terdapat reccessus intersigmoideus.

2.2 FISIOLOGI

Pertukaran air dan elektrolit

Kolon ialah tempat utama bagi absorpsi air dan pertukaran

elektrolit. Sebnyak 90 % kandungan air diserap di kolon yaitu sekitar 1-2 L

per hari. Natrium diabsorpsi secara aktif melalui NA-K-ATPase. Kolon

dapat mengabsorpsi sebanyak 400 mEq perhari. Air diserap secara pasif

mengikuti natrium melalui perbedaan osmotik. Kalium secara aktif

disekresikan ke dalam lumen usus dan diabsorpsi secara pasif. Klorida

diabsoprsi secara aktif melalui pertukaran klorida-bikarbonat.

Degradasi bakteri dari protein dan urea menghasilkan amonia.

Amonia adalah substansi yang diabsorpsi dan ditransportasikan ke hati.

Absorpsi amonia ini tergantung dari pH intraluminal. Penggunaan

antibiotik akan menyebabkan penurunan bakteri usus dan penuran pH

intraluminal yang akan menyebabkan penurunan absorpsi amonia.

Asam lemak rantai pendek

6

Page 7: BAB Tayyyyyyy

Asam lemak rantai pendek seperti asetat, butirat dan propionat

diproduksi oleh fermentasi bakterial yang berasal dari karbohidrat. Asam

lemak rantai pendek ini berguna sebagai sumber energi bagi mukosa

kolon dan metabolisme usus seperti transportasi natrium. Kekurangan

sumber penghasil Asam lemak rantai pendek atau kolostomi, ileostomi

akan menyebabkan atrofi mukosa.

Mikroflora kolon dan gas intestinal

Sebanyak kurang lebih 30% dari berat feses terdiri dari bakteri.

Mikroorganisme yang terbanyak ialah anaerob dan spesies terbanyak

ialah Bacteroides. Escherichia coli merupakan bakteri aerob terbanyak.

Mikroflora endogen ini penting dalam pemecahan karbohodrat dan protein

di kolon dan berpartisipasi dalam metabolisne bilirubin, asam empedu,

estrogen dan kolesterol. Bakteri ini juga diperlukan dalam produksi

vitamin K dan menghambat pertunbuhan bakteri patogen seperti

Clostridium difficle. Tetapi tingginya jumlah bakteri pada colon dapat

menyebabkan sepsis, abses dan infeksi.

Gas intestinal dihasilkan dari air yang tertelan, difusi dari darah dan

produksi intraluminal. Komponen utama dari gas ini ialah nitrogen,

oksigen, karbon dioksida, hidrogen dan methan. Nitrogen dan oksigen

dihasilkan dari udara yang tertelan. Karbon dioksida diproduksi dengan

reaksi bikarbonat dan ion hidrogen dan perubahan trigliserid menjadi

asam lemak. Hidrogen dan methane diproduksi oleh bakteri kolon. Gas

yang diproduksi sekitar 100-200 mL dan dikeluarkan melalui flatus.

Motilitas

Tidak seperti usus halus, usus besar tidak menampilkan

karaktersistik dari kompleks migrasi motorik. Usus besar memperlihatkan

kontraksi intermiten. Amplitudo rendah, kontraksi durasi pendek akan

meningkatkan waktu transit di kolon, dan meningkatkan absorpsi air dan

perubahan elektrolit. Secara umum, aktivasi kolinergik meningktkan

motilitas kolon.

7

Page 8: BAB Tayyyyyyy

Secara umum, aktivitas fisik seperti postur, cara berjalan berperan

penting dalam stimulus pergerakan isi kolon. Selain itu juga dipengaruhi

oleh keadaan emosi. Waktu transit di kolon dipercepat oleh makan

makanan yang mengandung serat. Serat ialah matrix sel tumbuhan yang

tidak larut dan terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lilgnin. Pergerakan

kolon normal lambat, kompleks dan bervariasi. Pada kebanyakan,

makanan mencapai sekum dalam 4 jam dan 24 pada rektosigmoid. Kolon

transversum merupakan tempat penyimpanan feses.

Pola motilitas kolon dapat mencampur dan mengeliminasi isi usus.

Faktor yang mempengaruhi motilitas ialah keadaan emosional, jumlah

kegiatan dan tidur, jumlah distensi kolon dan variasi hormonal.

Jenis- jenis gerakan :

- Gerakan retrograde. Terutama pada kolon kanan dan gerakan ini

memperpanjang lamanya kontak isi lumen dengan mukosa dan

meningkatkan absorpsi air dan elektrolit

- Kontraksi segmental. Dilakukan secara simultan oleh otot

longitudinal dan sirkular.

- Gerakan massa. Terjadi 3-4 kali sehari dan dikarakteristikkan

dengan kontraksi antegrade dan propulsif.

Defekasi

Defekasi ialah mekanisme yang kompleks dan terkoordinasi

melibatkan pergerakan massa kolon, peningkatan tekanan intra

abdominal dan rektal serta relaksasi bagian pelvis. Rasa ingin defekasi

terbentuk ketika feses memasuki rektum dan menstimulasi reseptor di

dinding rektum atau otot levator. Distensi dari rektum menyebabkan

relaksasi dari sfingter ani yang menyebabkan kontak dengan kanal anal.

Refleks ini menyebabkan epitel memisahkan feses padat dari gas dan

cair.

2.3 EPIDEMOLOGI

8

Page 9: BAB Tayyyyyyy

Di USA Ca kolorektal merupakan kanker gastrointestinal yang paling

sering terjadi dan nomor dua sebagai penyebab kematian di negara

berkembang. Tahun 2005, diperkirakan ada 145,290 kasus baru kanker

kolorektal di USA, 104,950 kasus terjadi di kolon dan 40,340 kasus di

rektal. Pada 56,300 kasus dilaporkan berhubungan dengan kematian,

47.700 kasus Ca kolon dan 8,600 kasus Ca rectal. Ca kolorektal

merupakan 11 % dari kejadian kematian dari semua jenis kanker.

Diseluruh dunia dilaporkan lebih dari 940,000 kasus baru dan terjadi

kematian pada hampir 500,000 kasus tiap tahunnya. (World Health

Organization, 2003). Menurut data di RS Kanker Dharmais pada tahun

1995-2002, kanker rektal menempati urutan keenam dari 10 jenis kanker

dari pasien yang dirawat di sana. Kanker rektal tercatat sebagai penyakit

yang paling mematikan di dunia selain jenis kanker lainnya. Namun,

perkembangan teknologi dan juga adanya pendeteksian dini

memungkinkan untuk disembuhkan sebesar 50 persen, bahkan bisa

dicegah.

Dari selutruh pasien kanker rektal, 90% berumur lebih dari 50

tahun. Hanya 5% pasien berusia kurang dari 40 tahun. Di negara barat,

laki – laki memiliki insidensi terbanyak mengidap kanker rektal dibanding

wanita dengan rasio bervariasi dari 8:7 - 9:5.

2.4 ETIOLOGI

Penyebab pasti kanker kolorektal hingga kini tidak diketahui karena

ada banyak faktor yang berperan dalam menimbulkan kanker kolorektal

ini. Tetapi faktor-faktor yang kini dipercaya mengawali munculnya

karsinoma kolon diantaranya adalah efek mutagen dari feses, intake

daging yang berlebihan dan asam empedu yang tinggi dalam kolon.

Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor

genetik dan faktor lingkungan dimana faktor lingkungan multiple bereaksi

terhadap predisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang

menjadi kanker kolorektal. Kanker kolorektal terjadi sebagai akibat dari

kerusakan genetik pada lokus yang mengontrol pertumbuhan sel.

Perubahan kolonosit normal menjadi jaringan adenomatosa dan akhirnya

9

Page 10: BAB Tayyyyyyy

karsinoma melibatkan sejumlah mutasi yang mempercepat pertumbuhan

sel.

Penyebab dari keganasan kolorektal memiliki faktor genetik dan

lingkungan :

Sindroma kanker familial

Terdapat berbagai faktor genetik yang berkaitan dengan keganasan

kolorektal. Sebanyak 10-15 % kasus kanker kolorektal disebabkan

oleh faktor ini.

Kasus sporadik

Kasus sporadik merupakan bagian terbesar yaitu sekitar 85% dari

seluruh keganasan kolorektal. Walaupun tidak ada mutasi genetik

yang dapat diidentifikasi, namun kekerabatan tingkat pertama dari

pasien kanker kolorektal memiliki peningkatan resiko 3-9 x untuk

dapat terkena kanker.

Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang ikut berpengaruh antara lain ialah diet. Diet

tinggi lemak jenuh meningkatkan resiko. Memperbanyak makan

serat menurunkan resiko ini untuk individu dengan diet tinggi

lemak. Studi epidemiologik juga memperlihatkan bahwa orang dari

negara bukan industri lebih sedikit terkena resiko ini.

2.5 FAKTOR RESIKO

2.5.1 Polip

Polip telah diketahui potensial untuk menjadi kanker kolorektal.

Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap,

dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, pembentukan

adenoma, perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna dan

invasif kanker . Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan

kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi

adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif

karsinoma.

10

Page 11: BAB Tayyyyyyy

Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi

pertumbuhan sel yaitu proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor

Suppresor Gene = TSG), dan gen gatekeeper. Proto-onkogen

menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan pembelahan sel. TSG

menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis (kematian sel

yang terprogram). Kelompok gen ini dikenal sebagai anti-onkogen, karena

berfungsi melakukan kontrol negatif pada pertumbuhan sel. Gen p53

merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein dengan berat

molekul 53 kDa. Gen p53 juga berfungsi mendeteksi kerusakan DNA,

menginduksi reparasi DNA. Gen gatekeeper berfungsi mempertahankan

integritas genomik dengan mendeteksi kesalahan pada genom dan

memperbaikinya. Mutasi pada gen-gen ini karena berbagai faktor

membuka peluang terbentuknya kanker.

Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan

kebutuhan melalui siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu

oleh fungsi proto-onkogen, TSG, dan gen gatekeeper secara seimbang.

Jika terjadi ketidakseimbangan fungsi ketiga gen ini, atau salah satu tidak

berfungsi dengan baik karena mutasi, maka keadaan ini akan

menyebabkan penyimpangan siklus sel. Pertumbuhan sel tidak normal

pada proses terbentuknya kanker dapat terjadi melalui tiga mekanisme,

yaitu perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan menghasilkan lebih

banyak sel dalam satuan waktu, penurunan jumlah kematian sel akibat

gangguan proses apoptosis, dan masuknya kembali populasi sel yang

tidak aktif berproliferasi ke dalam siklus proliferasi. Gabungan mutasi dari

ketiga kelompok gen ini akan menyebabkan kelainan siklus sel akibatnya

sel akan berkembang tanpa kontrol (yang sering terjadi pada manusia

adalah mutasi gen p53). Akhirnya akan terjadi pertumbuhan sel yang

tidak diperlukan, tanpa kendali dan karsinogenesis dimulai.

Secara histologi polip diklasifikasikan sebagai neoplastik dan non

neoplastik. Non neoplastik polip tidak berpotensi maligna, yang termasuk

polip non neoplastik yaitu polip hiperplastik, mukous retention polip,

hamartoma (juvenile polip), limfoid aggregate dan inflamatory polip.

11

Page 12: BAB Tayyyyyyy

Neoplastik polip atau adenomatous polip berpotensial

berdegenerasi maligna; dan berdasarkan WHO diklasifikasikan sebagai

tubular adenoma, tubulovillous adenoma dan villous adenoma. Tujuh

puluh persen dari polip berupa adenomatous, dimana 75%-85% tubular

adenoma, 10%-25% tubulovillous adenoma dan villous adenoma dibawah

5%.

Gambar 2.4 Adenomatous Polip

Displasia dapat dikategorikan menjadi low atau high grade. Enam

persen dari adenomatous polip berupa high grade displasia dan 5%

didalamnya berupa invasif karsinoma pada saat terdiagnosa. Potensi

malignansi dari adenoma berkorelasi dengan besarnya polip, tingkat

displasia, dan umur. Polip yang diameternya lebih besar dari 1 cm,

berdisplasia berat dan secara histologi tergolong sebagai villous adenoma

dihubungkan dengan risiko tinggi untuk menjadi kanker kolorektal. Polip

yang berukuran kecil (<1 cm) tidak berhubungan dengan meningkatnya

timbulnya kanker kolorektal. Insiden dari kanker meningkat dari 2,5-4 kali

lipat jika polip lebih besar dari 1 cm, dan 5-7 kali lipat pada pasien yang

mempunyai multipel polip. Waktu yang dibutuhkan untuk menjadi

malignansi tergantung beratnya derajat displasia.

12

Page 13: BAB Tayyyyyyy

Gambar 2.5 Polip Neoplastik

Keterangan : (A) tubular adenoma, (B) villous adenoma, (C) tubulovillous

adenoma, (D) karsinoma pada tangkai tubular adenoma, (E) karsinoma

invasif yang muncul dari sebuah villous adenoma.

2.5.2 Idiopathic Inflammatory Bowel Disease

2.5.2.1 Ulseratif Kolitis

Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker

kolon, sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis.

Risiko perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada

usia terkena kolitis dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan

keaktifan dari ulseratif kolitis. Risiko kumulatif adalah 2% pada 10 tahun,

8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30 tahun. Pendekatan yang

direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko tinggi dari kanker

kolorektal pada ulseratif kolitis dengan mengunakan kolonoskopi untuk

menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien dengan

kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang digunakan

berdasarkan asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi sebelum

terbentuknya invasif kanker. Diagnosis dari displasia mempunyai masalah

13

Page 14: BAB Tayyyyyyy

tersendiri pada pengumpulan sampling spesimen dan variasi perbedaan

pendapat antara para ahli patologi anatomi.

2.5.2.2 Penyakit Crohn’s

Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi

untuk menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan

dengan ulseratif kolitis.

Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit crohn’s

sekitar 20%. Pasien dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi

dari adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma

meningkat pada tempat strikturoplasty menjadikan sebuah biopsy dari

dinding intestinal harus dilakukan pada saat melakukan strikturoplasty.

Telah dilaporkan juga bahwa squamous sel kanker dan adenokarsinoma

meningkat pada fistula kronik pasien dengan crohn’s disease.

 

2.5.3 Faktor Genetik

2.5.3.1 Riwayat Keluarga

Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan

riwayat kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan

keluarga terdekat yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai

kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila

dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker

kolorektal pada keluarganya.

2.5.3.2 Herediter Kanker Kolorektal

Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari

normal menuju mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh

karsinoma dan adenokarsinoma yang besar berhubungan dengan mutasi.

Langkah yang paling penting dalam menegakkan diagnosa dari sindrom

kanker herediter yaitu riwayat kanker pada keluarga. Mutasi sangat

jarang terlihat pada adenoma yang lebih kecil dari 1 cm. Allelic deletion

dari 17p ditunjukkan pada ¾ dari seluruh kanker kolon, dan deletion dari

14

Page 15: BAB Tayyyyyyy

5q ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon dan adenoma yang

besar.2 Dua sindrom yang utama dan beberapa varian yang utama dari

sindrom ini menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali karakternya.

Dua sindrom ini, dimana mempunyai predisposisi menuju kanker

kolorektal memiliki mekanisme yang berbeda, yaitu familial adenomatous

polyposis (FAP) dan hereditary non polyposis colorectal cancer (HNPCC).

FAP

Gen yang bertanggung jawab untuk FAP yaitu gen APC, yang

berlokasi pada kromosom 5q21. Adanya defek pada APC tumor supresor

gen dapat menggiring kepada kemungkinan pembentukan kanker

kolorektal pada umur 40 sampai 50 tahun.2 Pada FAP yang telah

berlangsung cukup lama, didapatkan polip yang sangat banyak untuk

dapat dilakukannya kolonoskopi polipektomi yang aman dan adekuat.

Ketika hal ini terjadi, direkomendasikan untuk melakukan prophylactic

subtotal colectomy diikuti dengan endoskopi pada bagian yang tersisa.

Idealnya prophylactic colectomy harus ditunda kecuali terdapat terlalu

banyak polip yang dapat ditangani dengan aman. Prosedur pembedahan

elektif harus sedapat mungkin dihindari ketika memungkinkan. Screening

untuk polip harus dimulai pada saat usia muda. Pasien dengan FAP yang

diberi 400 mg celecoxib, dua kali sehari selama enam bulan mengurangi

rata-rata jumlah polip sebesar 28%. Tumor lain yang mungkin muncul

pada sindrom FAP adalah karsinoma papillary thyroid, sarcoma,

hepatoblastomas, pancreatic carcinomas, dan medulloblastomas otak.

Varian dari FAP termasuk gardner’s syndrom dan turcot’s syndrom.

HNPCC

Pola autosomal dominan dari HNPCC termasuk lynch’s sindrom I dan

II. Generasi multipel yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal muncul

pada umur yang muda (±45 tahun), dengan predominan lokasi kanker

pada kolon kanan. Abnormalitas genetik ini terdapat pada mekanisme

mismatch repair yang bertanggung jawab pada defek eksisi dari abnormal

repeating sequences dari DNA, yang dikenal sebagai mikrosatellite

(mikrosatellite instability). Retensi dari squences ini mengakibatkan

ekspresi dari phenotype mutator, yang dikarakteristikkan oleh frekuensi

15

Page 16: BAB Tayyyyyyy

DNA replikasi error (RER+ phenotype), dimana predisposisi tersebut

mengakibatkan seseorang memiliki multitude dari malignansi primer.

Pasien dengan HNPCC mungkin juga memiliki adenoma sebaceous,

carcinoma sebaceous, dan multipel keratocanthoma, Termasuk kanker

dari endometrium, ovarium, kandung kemih, ureter, lambung dan traktus

biliaris. Jika dibandingkan dengan sporadic kanker kolorektal, tumor pada

HNPCC seringkali poorly differentiated, dengan gambaran mucoid dan

signet-cell, reaksi yang mirip crohn’s (nodul lymphoid, germinal centers,

yang berlokasi pada perifer inflitrasi kanker kolorektal), kehadiran infiltrasi

lymphocytes diantara tumor. Karsinogenesis yang terakselerasi muncul

pada HNPCC, pada keadaan ini adenoma kolon yang berukuran kecil

dapat menjadi karsinoma dalam 2-3 tahun, bila dibandingkan dengan

proses pada rata-rata kanker kolorektal yang membutuhkan waktu 8-10

tahun. Ketika kriteria amsterdam digunakan untuk menentukan proporsi

dari kanker kolorektal yang dikarenakan HNPCC, estimasi keakurasiannya

sekitar 1-6 %.

Pasien dengan HNPCC mempunyai kecenderungan untuk menderita

kanker kolorektal pada umur yang sangat muda, dan screening harus

dimulai pada umur 20 tahun atau lebih dini 5 tahun dari umur anggota

keluarga yang pertama kali terdiagnosa kanker kolorektal yang

berhubungan HNPCC. Angka rata-rata pasien dengan HNPCC yang

didiagnosa menderita kanker kolorektal pada umur 44 tahun,

dibandingkan dengan pasien kontrol yang menderita kanker kolorektal

pada umur 68 tahun. Prognosis dari pasien HNPCC terlihat lebih baik

daripada pasien dengan sporadic kanker kolon. Dari penelitian

menunjukkan bahwa pasien dengan HNPCC kurang mendapat manfaat

dari adjuvant kemoterapi berdasarkan kombinasi fluorourasil daripada

pasien tanpa kelainan ini.

2.5.4 Diet

Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet

rendah serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal

pada kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang

16

Page 17: BAB Tayyyyyyy

tidak menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal.

Ada dua hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan antara diet

dan resiko kanker kolorektal. Teori pertama adalah pengakumulasian

bukti epidemiologi untuk asosiasi antara resistensi insulin dengan

adenoma dan kanker kolorektal. Mekanismenya adalah menkonsumsi diet

yang berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi insulin

diikuti dengan peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak tak

jenuh pada sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon

untuk menstimulus proliferasi dan juga memperlihatkan interaksi oksigen

reaktif. Pemaparan jangka panjang hal tersebut dapat meningkatkan

pembentukan kanker kolorektal. Hipotesis kedua adalah identifikasi

berkelanjutan dari agen yang secara signifikan menghambat

karsinogenesis kolon secara experimental. Dari pengamatan tersebut

dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi pertahanan

lokal epitel disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah

akibat terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan adanya respon

inflamasi fokal, karakteristik ini didapat dari bukti teraktifasinya enzim

COX-2 dan stres oksidatif dengan lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil

dari proliferasi fokal dan mutagenesis dapat meningkatkan resiko

terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini dapat dihambat

dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen kolon; (b)

agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme tersebut,

misalnya resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan kegagalan

pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan

hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal.

2.5.5 Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai

risiko tiga kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk

yang besar. Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan

risiko dua setengah kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar.

Pemakaian alkohol juga menunjukkan hubungan dengan meningkatnya

risiko kanker kolorektal.

17

Page 18: BAB Tayyyyyyy

Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara

aktifitas, obesitas dan asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada

percobaan terhadap hewan, pembatasan asupan energi telah

menurunkan perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas dan

aktifitas fisik menunjukkan penekanan pada aktifitas prostaglandin

intestinal, yang berhubungan dengan risiko kanker kolorektal. The Nurses

Health Study telah menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara

aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa

penurunan aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma.

2.5.6 Usia

Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria

dan wanita adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia

lanjut hampir 7 kali (2158 per 100.000 orang per tahun) dan pada wanita

berusia lanjut sekitar 4 kali (1192 per 100.000 orang per tahun) bila

dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda (30-64 thn).

Peningkatan resiko kanker kolorektal meningkat sesuai dengan usia.

Menurut WHO, faktor resiko kanker kolorektal

1. Berusia > 50 tahun

2. Sindroma adenomatous popilposis ( familial, hamartomatous poliposis

dan Peutz jagers sindrom)

3. Riwayat kanker kolorektal pada keluarga

4. Inflamatory bowel disease

5. Riwayat menderita kanker kolorektal

6. Riwayat menderita polip kolrektal

Individu yang memiliki faktor risiko direkomendasikan untuk

dilakukan screening, dengan strategi sebagai berikut:

FOBT (Fecal Occult Blood Test) setahun sekali, jika hasil FOBT

positif, maka harus diikuti dengan pemeriksaan kolonoskopi, atau

fleksibel sigmoidoskopi dan Barium Enema dengan kontras

Fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun

FOBT plus fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun

18

Page 19: BAB Tayyyyyyy

Kolonoskopi setiap 10 tahun

2.6 PATOFISIOLOGI

Kanker kolon terjadi sebagai akibat dari kerusakan genetik pada

lokus yang mengontrol pertumbuhan sel. Perubahan dari kolonosit normal

menjadi jaringan adenomatosa dan akhirnya karsinoma kolon

menimbulkan sejumlah mutasi yang mempercepat pertumbuhan sel.

Terdapat 2 mekanisme yang menimbulkan instabilitas genom dan

berujung pada kanker kolorektal yaitu : instabilitas kromosom

(Cromosomal Insyability atau CIN) dan instabilitas mikrosatelit

(Microsatellite Instability atau MIN). Umumnya asl kenker kolon melalui

mekanisme CIN yang melibatkan penyebaran materi genetik yang tak

berimbang kepada sel anak sehingga timbulnya aneuploidi. Instabilitas

mikrosatelit (MIN) disebabkan oleh hilangnya perbaikan ketidakcocokan

atau missmatch repair (MMR) dan merupakan terbentuknya kanker pada

sindrom Lynch.

Gambar di bawah ini menunjukkan mutasi genetik yang terjadi pada

perubahan dari adenoma kolon menjadi kanker kolon.

19

Page 20: BAB Tayyyyyyy

Awal dari proses terjadinya kanker kolon yang melibatkan mutasi

somatik terjadi pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC). Gen APC

mengatur kematian sel dan mutasi pada gen ini menyebabkan

pengobatan proliferasi yang selanjutnya berkembang menjadi adenoma.

Mutasi pada onkogen K-RAS yang biasnya terjadi pada adenoma kolon

yang berukuran besar akan menyebabkan gangguan pertumbuhan sel

yang tidak normal.

Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari

mutasi gen supresor tumor p53. Dalam keadaan normal protein dari gen

p53 akan menghambat proliferasi sel yang mengalami kerusakan DNA,

mutasi gen p53 menyebabkan sel dengan kerusakan DNA tetap dapat

melakukan replikasi yang menghasilken sel-sel dengan kerusakan DNA

yang lebih parah. Replikasi sel-sel dengan kehilangan sejumlah segmen

pada kromosom yang berisi beberapa alele (misal loss of heterizygosity),

hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen supresor tumor yang lain

seperti DCC (Deleted in Colon Cancer) yang merupakan transformasi akhir

menuju keganasan

Perubahan genetik yang terjadi selama evolusi kanker kolorektal

dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

20

Page 21: BAB Tayyyyyyy

2.7 KLASIFIKASI

Secara makroskopik Karsinoma kolon dibedakan atas 4 tipe yaitu :

1. Nodular

Keganasan ini berupa suatu massa yang keras dan menonjol ke lumen kolon, dengan

permukaan yang bernodul-nodul. Biasanya tak bertangkai dan meluas ke dinding kolon.

Sering juga terjadi ulserasi, dimana dasar ulkus menjadi nekrotik, tepi ulkus naik, dan

mengalami indurasi. Di daerah sekum bentuk tumor mungkin tumbuh menjadi suatu

massa yang besar, tumbuh menjadi fungoid dengan permukaan ulkus mengeluarkan pus

dan darah.

2. Koloid/ mukoid

Bentuk ini tumbuhnya mengalami degenarasi mukoid sehingga menghasilkan banyak

mukus.

3. Scirrhous/ infiltratif

Bentuk ini mempunyai reaksi fibrous yang sangat banyak, sehingga terjadi

pertumbuhan yang keras dan melingkari dinding kolon sehingga terjadi konstriksi kolon

dan membentuk napkin ring.

4. Papillari /polipoid/ cauli flower

Tipe ini merupakan pertumbuhan yang sering berasal dari papiloma simpel atau

adenoma.

21

Page 22: BAB Tayyyyyyy

Klasifikasi kanker kolorektal menurut Dukes-turnbull dapat dilihat

pada gambar di bawah ini :

Menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) system staging

TNM untuk karsinoma kolorektal:

T – Tumor primer

Tx: Tumor primer tidak dapat dinilai

T0: Tidak ada tumor primer

Tis: Karsinoma insitu, invasi lamina propia atau intraepitelial

T1: Invasi tumor di lapisan sub-mukosa

T2: Invasi tumor di lapisan otot propria

22

Page 23: BAB Tayyyyyyy

T3: Invasi tumor melewati otot propria ke subserosa atau

masuk ke perikolik yang tidak dilapisi peritoneum atau

perirektal

T4: Invasi tumor terhadap organ/struktur sekitarnya dan/atau

peritoneum viseral.

Gambar 2.9 Gambaran kedalaman tumor

N – Kelenjar limfe regional

Nx: Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai

N0: Tidak didapatkan kelenjar limfe regional

N1: Metastase di 1 – 3 kelenjar limfe perikolik atau perirektal

N2: Metastase di 4 atau lebih kelenjar limfe perikolik atau

perirektal

N3: Metastase pada kelenjar limfe sesuai nama pembuluh

darah dan atau pada kelenjar apikal (bila diberi tanda oleh ahli

bedah).

M – Metastase jauh

Mx: Metastase jauh tidak dapat dinilai

M0: Tidak ada metastase jauh

M1: Terdapat metastase jauh

Tabel 2.3. Stadium dan Prognosis Kanker Kolorektal

Stadium Deskripsi

histopatologi

s

Bertahan 5

tahun (%)Dukes TNM Derajat

23

Page 24: BAB Tayyyyyyy

A T1N0M0 I Kanker

terbatas pada

mukosa/submu

kosa

>90

B1 T2N0M0 I Kanker

mencapai

muskularis

85

B1 T3N0M0 II Kanker

cenderung

masuk atau

melewati

lapisan serosa

70-80

C TxN1M0 III Metastasis 35-65

D TxNxM1 IV 5

2.8 MANIFESTASI KLINIK

Gejala klinis

Pada stadium awal, kanker kolorektal jarang menimbulkan gejala

klinis.13 Gejala kanker kolorektal yang paling sering adalah perubahan pola

defekasi, perdarahan per anus (hematokezia), nyeri, anemia, anoreksia

dan penurunan berat badan. KKR umumya berkembang lamban, keluhan

dan tanda-tanda fisik timbul sebagai bagian dari komplikasi.

Kebanyakan kasus kanker kolorektal didiagnosis pada usia sekitar 50

tahun dan umumnya sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis

juga buruk. Keluhan yang paling sering dirasakan pasien adalah

perubahan pola buang air besar, perdarahan per anus (hematosezia dan

konstipasi). Kanker ini umumnya berjalan lamban, keluhan dan tanda-

tanda fisik timbul sebagaia bagian dari komplikasi seperti obstruksi.

Perdarahan invasi lokal kakheksia. Obstruksi kolon biasanya terjadi di

kolon transversum, Kolon desendens dan kolon sigmoid karena ukuran

lumennya lebih sempit daripada kolon yang proksimal. Obstruksi parsial

awalnya ditandai dengan nyeri abdomen, namun bila obstruksi total

terjadi akan menimbulkan nausea, muntah, distensi dan obstipasi. Kanker

24

Page 25: BAB Tayyyyyyy

kolon dapat berdarah sebagai bagian dari tumor yang rapuh dan

mengalami ulserasi. Meskipun perdarahan umumnya tersamar namun

hematochesia timbul pada sebagian kasus. Tumor yang terletak lebih

distal umumnya disertai hematoseczhia atau darah tumor dalam feses,

tapi tumor yang proksimal sering disertai dengan anemia defisiensi besi.

Invasi lokal dari tumor menimbulkan tenesmus, hematuria, infeksi saluran

kemih berulang dan obstruksi uretra. Abdomen akut dapat terjadi

bilamana tumor tersebut menimbulkan perforasi. Kadang timbul fistula

antara kolon dengan lambung atau usus halus. Asites maligna dapat

terjadi akibat invasi tumor ke lapisan serosa dan sebaran ke peritoneal.

Metastasis jauh ke hati dapat menimbulkan nyeri perut, ikhterus dan

hipertensi portal.

Tanda dan gejala karsinoma kolon bervariasi tergantung dari lokasi

kanker di dalam usus besar. Ukuran dan ekstenbilitas usus ukuran kanan

kira-kira enam kali lebih besar daripada daerah sigmoid dan mengandung

aliran fekal yang cair. Tumor yang terletak di usus bagian kanan walaupun

besar cenderung menggantung (fungating) dan lunak, yang tidak tumbuh

mengelilingi usus. Sebagai salah satu akibatnya gejala dari tumor yang

timbul di kolon kanan tidak disebabkan oleh obstruksi walaupun pasien

dapat mengalami rasa yang tidak enak atau kolik di abdomen yang

samar-samar. Lebih sering, penyakit disertai dengan kehilangan darah

kronis yang dideteksi dengan tes darah samar. Sebaliknya tumor di

daerah kiri cenderung keras dan tumbuh mengelilingi usus, dan fungsi

normal dalam daerah ini adalah sebagai penyimpan massa feses yang

keras. Gejala obstruksi akut atau kronis adalah gambaran klinis yang

penting. Di samping itu pasien dapat mengalami perubahan dalam pola

defekasi (bowel habits), memerlukan laksatif, atau penurunan kaliber

feses. Perdarahan adalah lebih jelas, dengan darah gelap atau darah

merah yang melapisi permukaan feses .

Gambaran klinis kanker kolorektal tergantung pada tempat tumor.

Sekitar seperempat tumor usus besar terletak pada kolon kanan. Kolon

transversal dan kolon desenden relatif jarang terkena, sehingga

25

Page 26: BAB Tayyyyyyy

kebanyakan tumor terletak pada kolon sigmoid dan rektum. Gejala

berdasarkan lokasi kanker dibagi menjadi:

Gejala dan tanda penyakit ini bervariasi sesuai letak kanker.

Kolon Kanan Kolon Kiri Rektum

Aspek Klinis

Nyeri

Defekasi

Obstruksi

Darah pada

feses

Feses

Dispepsia

Memburukny

a KU

Anemia

Kolitis

Karena

Penyusupan

Diare/diare

berkala

Jarang

Samar

Normal/diare

Sering

Hampir selalu

Hampir selalu

Obstruksi

Karena obstruksi

Konstipasi

progresif

Hampir selalu

Samar &

makroskopis

Normal

Jarang

Lambat

Lambat

Proktitis

Tenesmus

Tenesmus

Tidak jarang

Makroskopis

Perubahan bentuk

Jarang

Lambat

lambat

Tabel 1. Gejala dan tanda penyakit berdasarkan letak kanker.8

Metastase

Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus

pada saat direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih

60% kasus. Metastase sering ke hepar, cavum peritoneum, paru-paru,

diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan tulang. Metastase ke otak sangat

jarang, dikarenakan jalur limfatik dan vena dari rektum menuju vena cava

inferior, maka metastase kanker rektum lebih sering muncul pertama kali

di paru-paru. Berbeda dengan kolon dimana jalur limfatik dan vena

menuju vena porta, maka metastase kanker kolon pertama kali paling

sering di hepar.

2.9 PEMERIKSAAN

Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi

kanker rektal, diantaranya ialah

26

Page 27: BAB Tayyyyyyy

1) Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik

Antigen) dan Uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat

perdarahan di jaringan

2) Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai

pemeriksaan skrining awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum

dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal, pemeriksaan digital akan

mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum, tumor

akan teraba keras dan menggaung.

Gambar 3. Pemeriksaan colok dubur pada Ca

Rekti

Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi

dan adanya suatu penonjolan tepi, dapat berupa :

a. suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti

cakram yaitu suatu plateau kecil dengan permukaan yang licin

dan berbatas tegas.

b. suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak,

tetapi umumnya mempunyai beberapa daerah indurasi dan

ulserasi

c. suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang

menonjol dengan suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling

sering)

d. suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai

pertumbuhan bentuk cincin

Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:

27

Page 28: BAB Tayyyyyyy

a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak

bagian terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian

atas kelenjar prostat atau ujung os coccygis. Pada penderita

perempuan sebaiknya juga dilakukan palpasi melalui vagina

untuk mengetahui apakah mukosa vagina di atas tumor tersebut

licin dan dapat digerakkan atau apakah ada perlekatan dan

ulserasi, juga untuk menilai batas atas dari lesi anular. Penilaian

batas atas ini tidak dapat dilakukan dengan pemeriksaan colok

dubur.

b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui

prospek terapi pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya

masih dapat digerakkan pada lapisan otot dinding rektum. Pada

lesi yang sudah mengalami ulserasi lebih dalam umumnya

terjadi perlekatan dan fiksasi karena penetrasi atau perlekatan

ke struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding

posterior vagina atau dinding anterior uterus.

c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan

karakteristik pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari

mobilitas atau fiksasi lesi.

3) Laboratorium

Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon

memberikan hasil normal. Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah

urinalisis, hitung leukosit dan hemoglobin. Pemeriksaan lain yang dapat

diperiksa sesuai dengan indikasinya ialah protein serum, kalsium,

bilirubin, alkali fosfatase dan kreatinin. Pendarahan intermitten dan polip

besar dapat dideteksi melalui darah sama feses atau defesiensi Fe.

Petanda tumor yang paling banyak digunakan untuk keganasan

kolorektal ialah carcinoembryonic antigen (CEA) yaitu sebuah glikoprotein

yang ditemukan pada sel membran banyak jaringan tubuh termasuk CRC.

Beberapa antigen masuk ke dalam sirkulasi dan dideteksi dengan

radioimunnoassay serum. CEA dapat terdeteksi di berbagai cairan tubuh,

urin dan feses. Peningkatan serum CEA tidak spesifik berhubungan

dengan kanker kolorektal. Kadar CEA tinggi pada 70% pasien dengan

28

Page 29: BAB Tayyyyyyy

kanker usus besar. CEA tidak dapat digunakan sebagai prosedur

screening tetapi akurat sebagai diagnosis CEA residif.

4) Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu

mendeteksi 50% polip kolon dengan spesifitas 85%. Terdapat gambaran

pasase kontras, jenis bagian rektosigmoid sering sulit untuk divisualisasi

meskipun bila dibaca oleh ahli radiologi senior. Oleh karena itu,

pemeriksaan rektosigmoidoskopi masih diperlukan.

Bilamana ada lesi yang mencurigakan, pemeriksaan kolonoskopi

diperlukan untuk biopsi. Pemeriksaan lumen barium teknik kontras ganda

merupakan alternatif lain untuk kolonoskopi namun pemeriksaan ini

sering tidak bisa mendeteksi lesi berukuran kecil. Enema barium cukup

efektif untuk memeriksa bagian kolon di balik striktur yang tak terjangkau

dengan pemeriksaan kolonoskopi.

Persiapan dan pemeriksaan barium enema

Persiapan:

Penderita diberi makan bubur kecap 1 hari sebelumnya

10 -12 jam sebelum pemeriksaan penderita diberi Laxans

Segera setelah akan diperiksa diberi Laxans

Kontras yang dipakai yaitu Barium sulfat.

Bubur barium 1:4, 1:5, 1:6.

Gambaran normal:

Pasase lancar (gambaran haustre)

Refluks kontras ke dalam ileum

Post evakuasi: feather like appereance

29

Page 30: BAB Tayyyyyyy

Gambar 2.12. Barium enema normal

Gambaran radiologis karsinoma kolon:

Gangguan pasase kontras

Jenis ekstraluminar: pendorongan lumen

Jenis intraluminar: mukosa kasar + filling defect

Karsinoma kolon kiri : filling defek, biasanya 2-6 cm dengan

konfigurasi apple core. Karsinoma kolon kanan : konstriksi atau

massa intrluminal5

Gambar 2.13 karsinoma anular kolon sigmoid

Gambaran radiologis polip:

Khas pada post evakuasi terdapat gambaran radiolusen yang

berbentuk multipel

Gambar 2.14. gambaran polip pada barium enema Gambar 2.15.

peduncaled polyp

Gambaran radiologis karsinoma rektum:

30

Page 31: BAB Tayyyyyyy

Gambaran pasase kontras

Tergantung jenisnya:

- Pendorongan : kelainan bentuk dan anatomis

- Filling defect : mukosa tidak rata

5) Tes darah samar

Pada suatu studi kontrol pada universitas di Minnesota, didapatkan

kesimpulan bahwa tes darah samar sebagai tes penyaring dapat

mengurangi mortalitas CRC sebanyak 33% dan metastasis sebanyak 50%.

Tetapi tes darah samar tidak selalu sensitif dan terlewat sampai 50%

kasus. Spesifitas pemeriksaan ini rendah, 90% pasien dengan tes ini

positif tidak memiliki CRC. Tes ini baru signifikan bila dilakukan

kolonoskopi setelahh tes darah samar positif. Jadi, tes darah samar

dilakukan dan direkomendasikan bagi pasien asimptomatik.

6) Rigid Proctoscopy

Proctoscopy digunakan untuk mengevaluasi kanal anal, rektum dan

kolon sigmoid. Proctoscope pendek, lurus, rigid, dengan pipa metal dan

biasanya terdapat cahaya diatasnya. Panjangnya sekitar 15cm.

Proctoscope dilubrikasi dan dimasukan ke dalam rektum, kemudian

obturator disingkirkan dan terlihat bagian interior dari rektum. Prosedur

ini biasa digunakan untuk menginspeksi hemoroid atau polip rektum.

Studi kasus kontrol memperlihatkan adanya penurunan resiko

kematian pada kanker rektal dengan skrining melalui rigid proctoskopi

walaupun resiko kematian kanker kolon tidak dipengaruhi. Akan tetapi,

dikarenakan adanya limitasi jangkauan,maka proctoskopi ini hanya sedikit

dicantumkan dalam program skrining modern ini.

31

Page 32: BAB Tayyyyyyy

Gambar 2.10 Proctoscopy

7) Flexible Sigmoidoscopy

Skrining dengan fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun

menyebabkan penurunan mortalitas CRC dan mengidentifikasi individu

resiko tinggi dengan adenoma. Pada pasien dengan polip, kanker atau

lainnya pada fleksibek sigmoidoskopi maka memerlukan kolonoskopi.

8) Colonoscopy

Kolonoskopi sekarang ini merupakan metode yang akurat dan paling

baik digunakan dalam pemeriksaan usus besar. Prosedur ini sangat

sensitif dalam mendeteksi polip kecil sekalipun dan dapat dilakukan

biopsi, polipektomi, mengontrol pendarahan dan dilatasi striktur. Akan

tetapi, pemeriksaan ini memerlukan persiapan usus dan menyebabkan

ketidaknyamanan karena memerlukan sedasi. Kolonoskopi dilakukan

dengan bantuan endoskopi. Komplikasi utama setelah kolonoskopi ialah

perforasi dan pendarahan, namun sangat kecil.

32

Page 33: BAB Tayyyyyyy

Gambar 2.11 Kolonoskopi dan sigmoidoskopi

9) CT Colonografi

Kemajuan teknologi sekarang ini menghasilkan sesuatu yang tidak

invasif tetapi akurasi tinggi. CT colonografi mengggunakan teknologi CT

helik dan rekonstruksi 3 dimensi untuk menggabarkan kolon intraluminal.

Pasien membutuhkan persiapan usus. Kolon diisi dengan udara lalu

dilakukan CT. Kolonoskopi tetap dibutuhkan bila terdetteksi lesi.6

CT Colonography (CTC) yang juga populer dengan istilah “Virtual

Colonography” merupakan pengembangan dari teknologi multipel helical

(multi- slice) CT Scan yang dapat menghasilkan gambaran interior kolon

dalam dua atau tiga dimensi. CTC memiliki radiasi exposure yang rendah

dan tidak invasif, tapi tidak bisa melakukan biopsi dan polipektomi.

Persiapan pemeriksaan CTC hampir sama dengan kolonoskopi yaitu

membersihkan usus besar dengan bahan laksan, ditambah memasukkan

udara ke dalam kolon melalui kateter rektal. Pemeriksaan dilakukan pada

posisi supinasi dan pronasi serta tidak membutuhkan sedasi. Penelitian

meta- analisis mengatakan bahwa CTC memiliki sensitifitas dan

spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm, yaitu

88% dan 95%. Penelitian lainnya CTC dengan 4-detector-row scanners

menghasilkan sensitifitas 82%-100% dan spesifisitas 90%-98% untuk

mendeteksi polip ukuran > 10mm. CTC juga memiliki resiko terjadinya

perforasi dan dilaporkan hanya 1/22.000 pemeriksaan.

33

Page 34: BAB Tayyyyyyy

10) Evaluasi histologis

Adenoma diklasifikasikan sesuai dengan gambaran histologi yang

dominan, yang paling sering adalah adenoma tubular 85%, adenoma

tubulovisum 10% dan adenoma serrata 1%. Temuan sel atipik pada

adenoma dikelompokkan menjadi ringan, sedang dan berat. Gambaran

atipik berat menunjukkan adanya fokus karsinomatosus namun belum

menyentuh membran basalis. Bilamana sel ganas menembus membran

basalis tapi tidak melewati muskularis mukosa disebut karsinoma

intramukosa. Secara umum displasi bearat atau adenokarsinoma

berhubungan dengan dengan ukuran polip dan dominasi jenis vilosum.

Gambaran histologis kanker kolon bisa dilihat pada gambar di bawah

ini :

(sumber : Abdullah, 2006)

Diagnosis kanker kolon melalui sigmoidoskopi, barium enema atau

kolonoskopi dengan biopsi harus diikuti dengan prosedur penentuan

stadium untuk menentukan luasnya tumor. Pemeriksaan CT scan

abdomen dan radiografi dada harus dilakukan, adanya tumor yang

terloksalisir biasanya mengharuskan pembedahan radikal untuk

mengeksisi tumor secara total dengan tepi minimal 6 cm dan dengan

reseksi en bloc pada semua kelenjar getah bening di akar mesenterium

Deteksi dini pada pasien tanpa gejala

Deteksi dini pada masyarakat luas dilakukan dengan beberapa cara,

seperti : tes darah samar dari feses, dan sigmoidoskopi. Pilihan lain

34

Page 35: BAB Tayyyyyyy

berdasarkan waktu antara lain: FOBT (Fecal Occult Blood test) setahun

sekali, sigmoidokopi fleksibel setiap 5 tahun, enema barium kontras

ganda setiap 5 tahun dan kolonoskopi setiap 10 tahun (Abdullah, 2006).

Klasifikasi yang dipakai untuk kanker kolorektal dini dapat dilihat

pada gambar di bawah ini :

2.10DIAGNOSA

Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon

dengan kontras ganda. Pemeriksaan ini sebaiknya di lakukan setiap 3

tahun untuk usia diatas 45 tahun. Kepastian diagnosis ditentukan

berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.

Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk

kemungkinan tekanan ureter kiri atau infiltrasi ke kandung kemih, serta

hati dan paru untuk metastasis.

35

Page 36: BAB Tayyyyyyy

2.11PENTATALAKSANAAN

Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa

adalah terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian

klinis. Tiga terapi standar untuk kanker rektal yang digunakan antara lain

ialah :

1. Pembedahan

Kanker kolon

Tata laksana yang dapat diberikan ialah reseksi operasi luas dari lesi

dan drainase regional limfatik. Reseksi dari tumor primer tetap

diindikasikan walaupun telah terjadi metastase. Abdomen dibuka dan

dieksplorasi adakah metastase. Tujuan terapi karsinoma kolon ialah

mengeluarkan tumor dan suplai limfovaskular. Reseksi dari usus

tergantung dari pembuluh darah yang mengaliri bagian kanker tersebut.

Organ atau jaringan penyokong seperti omentum nyga harus direseksi en

blok dengan tumor. Bila seluruh tumor tidak dapat diangkat, maka

dibutuhkan terapi paliatif. Anastomosis dilakukan diawali dengan irigasi

usus dengan normal solusio saline atau povidon idodin yang diharapkan

sel tumor dalam lumen dapat tercuci atau dihancurkan.

Adanya kanker synchronous atau adenoma atau riwayat keluarga

yang kuat terhadap CRC mengindikasikan seluruh kolon beresiko

terhadap karsinoma ( field defect) dan harus dilkukan subtotal atau total

kolektomi. Kanker synchronous ialah adanya lebih dari 2 kanker secara

bersamaan. Metachronous tumor ( reseksi baru pada pasien yang telah

direseksi sebelumnya) juga diterapi serupa.

Apabila terdapat metastase tidak terprediksi sebelumnya saat

dilakukan laparotomi, maka tumor primer harus direseksi bila dapat

dilakukan dan aman. Selanjutkan dilakukan anaastomosis. Pada tumor

yang tidak dapat direseksi, maka dilakukan prosedur paliatif dan

membutuhkan proksimal stoma atau bypass.

Stage 0 ( Tis, N0,M0)

36

Page 37: BAB Tayyyyyyy

Polip yang mengandung carcinoma in situ/ high grade dysplasia

tidak memiliki resiko metastasis nodus limfatikus. Akan tetapi, high grade

dysplasia meningkatkan resiko karsinoma invasif. Karena alasan ini, maka

polip dieksisi lengkap dan batasnya harus bebas dari displasia.polip

bertangkai harus dilepaskan secara komplit secara endoskopi. Pada

pasien iini, diikuti dengan kolonoskopi teratur yang memastikan bahwa

polip tidak rekuren dan tidak terbentuk karsinoma invasif. Apabila polip

tidak dapat diangkat se`luruhnya, maka dilakukan reseksi segmental.

Stage I: Malignant Polyp (T1, N0, M0)

Pengelolaan polip malignant didasarkan atas resiko rekurensi dan

metastasis ke kelenjar getah bening. Metastase ke kelenjar getah bening

berdasarkan kedalaman invasi polip. Pada invasi limfovaskular, histologi

diferensiasi buruk dapat dilkakukan segmental kolektomi.

Stages I and II: Localized Colon Carcinoma (T1-3, N0, M0)

Mayoritas pasien dengan stadium 1 dan 2 dapat disembuhkan

dengan operasi reseksi. Beberapa pasien dengan reseksi komplit stadium

1 dapat berkembang rekurensi lokal atau jauh dan kemoterapi tidak

meningkatkan survival pasien ini. Sebanyak 46% pasien dengan reseksi

komplit stadium 2 dapat beresiko kematian. Untuk alasan ini, kemoterapi

ajuvan disarankan untuk beberapa pasien ( pasien muda dan resiko

tinggi).

Stage III: Lymph Node Metastasis (T any , N1, M0)

Pasien dengan keterlibatan kelenjar getah bening merupakan resiko

yang tinggi terhadap rekurensi. Oleh karena itu, direkomendasikan ajuvan

kemoterapi rutin pada pasien ini. Regimen yang digunakan ialah 5-

Flourouracil dengan levamisole atau leukovorin emngurangi rekurensi dan

meningkatkan angka ketahanan hidup. Agen kemoterapi yang baru ialah

as capecitabine, irinotecan, oxaliplatin, angiogenesis inhibitors, dan

immunotherapy.

Stage IV: Distant Metastasis (T any , N any , M1)

37

Page 38: BAB Tayyyyyyy

Angka survival sangat terbatas pada stadium ini. Pasien dengan penyakit

sistemik, sebanyak 15% akan bermetastase ke hati. Pada stadium ini,

sebanyak 20% potensial reseksi untuk sembuh. Angka survival pada

pasien reseksi ini menignkat bila dibandingkan dengan pasien yang tidak

direseksi. Semua pasien membutuhkan kemoterapi ajuvan. Pasien yang

tidakdioperasi difokuskan untuk paliatif terapi. Terapi paliatif yang

digunakan ialah stenting untuk lesi obstruksi kolon kiri.

Reseksi kolorektal

Reseksi kolorektal dilakukan pada kondisi bervariasi termasuk neoplasma

( jinak dan ganas), inflamatori bowel disease dan kasus lain.

Reseksi

Secara umum, ligasi proksimal mesenterik akan mengelimnasi aliran

darah pada bagian kolon lebih besar dan membutuhkan kolektomi.

Reseksi kurativ dari CRC dicapai dengan ligasi PD mesenterika

proksimal dan pembersihan kelenjar getah bening mesenterika secara

radikal. Pada reseksi proses benign, tidak diperlukan reseksi

mesenterika dan omentum dapat tetap dipertahankan.

Emergensi reseksi

Reseksi jenis ini digunakan dalam kasus obstruksi, perforasi dan

hemoragi. Pada keadaan ini, usus tidak ada persiapan dan kondisi

pasien tidak stabil. Pada reseksi kolon kanan atau proksimal

tranversal, anastomsosi oleocolonic dapat dilakukan.

Reseksi laparoskopik

Keuntungan dari laparoskopik ialah baik secara kosmetik, mengurangi

nyeri post operasi dan pemulihan usus yang lebih cepat. Reseksi usus

besar secara laparoskopik membutuhkan waktu yang lebih lama

dibanding operasi secara terbuka.

38

Page 39: BAB Tayyyyyyy

Gambar 2.16 Gambar reseksi kolon berdasarkan tumor primer5

Anastomosis

Anastomosis dapat dibentuk melalui 2 segemen usus. Teknik yang

digunakan dapat berupa handsewn atau stapled.

Jenis anastomosis :

1. End to end

Dilakukan ketika 2 segmen usus dengan kaliber yang sama. Teknik

ini terutama dilakukan pada reseksi rektum, tetapi dapat digunakan

dalam kolostomi atau anastomosis usus kecil.

2. End to side

Digunakan bila salah satu bagian usus lebih besar dari lainnya.

Teknik ini dilakukan pada obstruksi kronik.

3. Side to end

Dilakukan ketika usus proksimal lebih kecil daripada bagian

distalnya.

4. Side to side

Dilakukan bila menyambung kontinuitas diantara 2 pembuluh darah

atau segmens usus dimana tempat terakhirnya telah ditutup.

39

Page 40: BAB Tayyyyyyy

Gambar 2. 17 Anastomosis

Colostomy

Bentuk kolostomi yang sering digunakan ialah end kolostomi

dibanding dengan loop kolostomi. Kolostomi dibuat pada sisi kiri kolon.

Defek pada dinding abdomen dibuat dan akhir dari kolon dimobilisasi

melalui lubang itu. Usus bagian distal yang dikeluarkan melalui dinding

abdomen sebagai mucus fistula atau di dalam abdomen sebagai

hartmann’s pouch. Penutupan kolostomi membutuhkan laparotomi. Stoma

didiseksi dari dinding abdomen dan odentifikasi usus distal, kemudian

dilakukan anastomosis end to end.

Komplikasi dari nekrosis dapat terjadi pada masa awal post operasi

dikarenakan terganggunya suplai darah. Retraksi juga dapat terjadi, tapi

kolostomi lebih sedikit beresiko.6

40

End to end End to side

Side to side

Page 41: BAB Tayyyyyyy

Gambar 2.18 Kolostomi

Kanker rektum

Biologis dari adenokarsinoma rekal sama dengan adenokarsinoma

kolon dan prinsip operasi ialah reseksi komplit dari tumor primer, kelenjar

getah bening dan organ apapun yang terkena. Akan tetapi diakrenakan

struktur dari pelvis maka reseksi lebih sulit dan membutuhkan

pendekatan lain. Rekurensi lebih tinggi dibanding dengan kanker kolon

dengan stadium yang sama. Akan tetapi, tumor rektum lebih sensitif

dengan radiasi.

Terapi lokal

Sepanjang 10 cm distal dari rektum dapat dijangkau melalui anus.

Karena itulah, beberapa terapi dilakukan secara lokal. Untuk jenis yang

benign, noncircumferential dan adenoma villous dilakukan dengan baik

dengan eksisi transanal. Akan tetapi rekurensi tinggi walau dengan terapi

kemoradiasi. Transanal endoscopic microsurgery (TEM) dioperasikan

dengan menggunakan proctoscope dan alat-alat serupa dengan

laparoskopi yang membuat eksisi lokal dapat dilakukan pada tempat yang

lebih tinggi yaitu sekitar 15 cm. Lokal eksisi harus diikuti dengan

eksisional biopsi.

Teknik ablasi seperti elektrokauter atau radiasi endocavitary juga

dapat digunakan. Kerugian dari teknik ini ialah tidak dapat diambilnya

41

Page 42: BAB Tayyyyyyy

spesimen patologis untuk diketahui stadiumnya. Teknik ini digunakan

pada individu dengan resiko tinggi yang tidak dapat mentoleransi terapi

radikal lainnya.

Reseksi radikal

Reseksi radikal lebih dipilih dibanding terapi lokal untuk banyak

kasus karsinoma rektal. Reseksi radikal mengangkat segmen yang

terkena bersama dengan limfovaskularnya.

Total mesorektal excision (TME) adalah teknik yang menggunakan

diseksi tajam untuk menghasilkan reseksi total dari mesenterium rektal.

Untuk tumor rektosigmoid, eksisi partial mesorektal paling tidak sepanyak

cm distal dari tumor. TME menurunkan rekurensi dan meningkatakan

survival. Teknik ini hanya sedikit dari yang hilang dibanding dengan

operasi tajam.

Terapi spesifik stadium

Sebelum dilakukan terapi dilakukan ultrasound endorektal untuk

mengetahui T dan N dari kanker rektum. USG ini baik untuk mengetahui

kedalaman tumor namun kurang akurat dalam diagnosis keterlibatan

nodus limfatikus.

Stage 0 (Tis, N0,M0)

Karsinoma in situ ( displasia tingkat tinggi) secara ideal diterapi dengan

eksisi lokal.

Stage I: Localized Rectal Carcinoma (T1-2, N0, M0)

Karsinoma invasif yang berasal dari polip pedunkulated hanya memiliki <

1% resiko metastasis. Terapi yang dapat dilakukan ialah polipektomi.

Terapi lokal dapat dilakukan namun angka rekurensi tinggi. Untuk alasan

ini, maka dilakukan reseksi radikal.

Stage II: Localized Rectal Carcinoma (T3-4, N0, M0)

42

Page 43: BAB Tayyyyyyy

Tumor rektum yang besar sering terjadi lagi. Ada 2 pendapat untuk

mencegah rekurensi yaitu tidak diperlukannya kemoradiasi ajuvan setelah

dilakukan TME untuk stadium 1,2 dan 3. Pendapat lainnya ialah

diperlukannya kemoradiasi. Keuntungan kemoradiasi preoperasi ialah

pengecilan ukuran tumor, mereseksi menjadi lebih mudah. Kerugiannya

ialah overtreatment dari tumor masa awal, penundaan penyembuhan uka

dan fibrosis pelvis.

Stage III: Lymph Node Metastasis (T any , N1, M0)

Banyak pendapat yang menyarankan kemoterapi dan radiasi pre atau

post operasi untuk kanker rektal dengan keterlibatan kelenjar getah

bening. Keuntungan dan kerugian sama seperti yang diungkapkan di atas.

Untuk alasan ini, pasien diterapi dengan neoajuvan terapi diikuti dengan

reseksi radikal.

Stage IV: Distant Metastasis (T any , N any , M1)

Sama seperti stadium 4 karsinoma kolon, angka harapan hidup terbatas

dengan pasien metastasis. Metastasis ke hepar jarang namun bila ada

reseksi dapat menyembuhkan untuk beberapa pasien. Kebanyakan pasien

memerlukan terapi paliatif. Reseksi radikal dapat digunakan untuk

mengontrol nyeri, perdarahan atau tenesmus. Terapi lokal dengan kauter

atau laser digunakan untuk mengontrol perdarahan atau mencegah

obstruksi. Intraluminal stent berguna untuk mencegah obstruksi namun

sering menyebabkan nyeri dan tenesmus. 6

Sistemik kemoterapi

Tulang punggung regimen kemoterapi untuk kanker kolon ialah 5-

Flourouracil sebagai terapi ajuvan maupun metastase. Dahulu, dinyatakan

pendapat bahwa regimen kombonasi menyediakan peningkatan efikasi

dan angka harapan hidup pasien. Selain 5-Florourasil, terdapat

capecitabine dan tegafur yang digunakan sebagai monoterapi atau

kombonasi dengan oxalipatin dan irinotecan.

Regimen untuk ajuvan kemoterapi :

43

Page 44: BAB Tayyyyyyy

5-Fluorouracil + leucovorin

o 5-Fluorouracil: 500 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu

o Leucovorin: 20 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu,

diberikan sebelum 5-FU

o Siklus diulang setiap 8 minggu untuk total 24 minggu

LV5FU2 (de Gramont regimen)

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV

continuous infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2

o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam

infusion sebelum 5-fluorouracil

o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu

Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX4)

o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV

continuous infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2

o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam

infusion sebelum 5-fluorouracil

o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu

Regimen untuk metastasis :

Irinotecan + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFIRI regimen)

o Irinotecan: 180 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus pada hari 1, diikuti dengan

2400 mg/m2 IV continuous infusion untuk 46 jam

o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus

sebelum 5-fluorouracil

o Mengulang siklus setiap 2minggu

Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX6)

o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus on day 1, diikuti dengan

2400 mg/m2 IV continuous infusion untuk 46 jam

o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus

sebelum 5-fluorouracil

44

Page 45: BAB Tayyyyyyy

o Mengulang siklus setiap 2minggu

Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (mFOLFOX7)

o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 3000 mg/m2 IV continuous infusion pada hari 1

untuk 46 jam

o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus

sebelum 5-fluorouracil

o Mengulang siklus setiap 2minggu

Capecitabine + oxaliplatin (XELOX)

o Capecitabine: 850-1000 mg/m2 PO terbagi 2 dosis pada hari

1-14

o Oxaliplatin: 100-130 mg/m2 IV pada hari 1

o Mengulang siklus setiap 21 hari

FOLFOX4 + bevacizumab

o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti dengan 600 mg/m2

IV continuous infusion pada hari 1 dan 2

o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus

sebelum 5-fluorouracil

o Bevacizumab: 10 mg/kg IV setiap 2 minggu

o Mengulang siklus setiap 2 minggu.

Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum

1. Indikasi

Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate

T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound

Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated

secara histologi

Ukuran kurang dari 3-4 cm

2. Kontraindikasi

Tumor tidak jelas

Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound

Termasuk Poorly diffrentiated secara histologi

45

Page 46: BAB Tayyyyyyy

2. Radiasi

Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan

III lanjut, radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan

pembedahan. Peran lain radioterapi adalah sebagai sebagai terapi

tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah

diangkat melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis

jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan

kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan menunjukkan

telah menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan

angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiesi

telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya

pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada

pasien yang memiliki tumor lokal yang unresectable.

3. Kemoterapi

Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti

memiliki penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan),

dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam

atau tumor lokal yang bergerombol ( Stadium II lanjut dan Stadium III).

Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan

dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-

FU merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen

lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi

bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira – kira

15% dan menurunkan angka kematian kira – kira sebesar 10%.

2.12PROGNOSIS

Angka harapan hidup 5 tahun (5 years survival) bervariasi,

tergantung dari stadium tumor. Berdasarkan klasifikasi Dukes, angka

harapan hidup 5 tahun adalah sebagai berikut:12

46

Page 47: BAB Tayyyyyyy

  1.  

  Dukes’ A 5-yr survival, >80%

  2.  

  Dukes’ B 5-yr survival, 60%

  3.  

  Dukes’ C 5-yr survival, 20%

  4.  

  Dukes’ D 5-yr survival, 3%

Berdasarkan klasifikasi TNM, harapan hidup 5 tahun adalah:

Stage

TNM

classification

5-year

survival

I T1-2, N0, M0 >90%

IIA T3, N0, M0 60%-85%

IIB T4, N0, M0 60%-85%

IIIA T1-2, N1, M0 25%-65%

IIIB T3-4, N1, M0 25%-65%

IIIC T(any), N2, M0 25%-65%

IV T(any), N(any),

M1

5%-7%

Tabel 4. Prognosis berdasarkan klasifikasi TNM.

Lima puluh persen dari seluruh pasien mengalami kekambuhan

yang dapat berupa kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya.

Kekambuhan lokal lebih sering terjadi pada. Penyakit kambuh pada 5-30%

pasien, biasanya pada 2 tahu pertama setelah operasi. Faktor – faktor

yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli

bedah, stadium tumor, lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh batas -

batas negatif tumor.

47

Page 48: BAB Tayyyyyyy

Prognosis pasien kanker kolorektal sangat ditentukan oleh stadium

tumor pada saat didiagnosis, ada tidaknya metastasis, derajat

diferensiasi, dan kepekaan tumor tersebut pada radiasi dan kemoterapi.

48

Page 49: BAB Tayyyyyyy

BAB III

KESIMPULAN

Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian kedua setelah keganasan di

paru-paru di USA. diperkirakan pada tahun 2008 ditemukan 150.000 kasus baru dan 60.000

diantaranya meninggal karena karsinoma kolorektal. Tingginya angka kematian tersebut

menyebabkan berbagai upaya untuk menguranginya, salah satunya dengan kebijakan deteksi

dini atau skrining terhadap kelompok berisiko yang asimptomatis. Sebagian besar dari

modalitas skrining yang dimaksud adalah radiologic imaging: Flexible Sigmoidoscopy (FS),

Colonoscopy, Double Contrast Barium Enema dan CT Colonography (CTC). Pemilihan

modalitas skrining tersebut tergantung pada kondisi pasien, teknologi yang dimiliki, resiko

dan keuntungan modalitas terhadap pasien, serta kemampuan operator. Penanganan

karsinoma kolorektal membutuhkan kecermatan pemeriksaan preoperatif untuk dapat

memutuskan modalitas terapi baik pembedahan, kemoterapi maupun radioterapi. Penanganan

postoperatif dan follow-up sangat tergantung pada pemeriksaan dan penanganan yang dapat

dilakukan sebelumnya. Hal ini sangat ditentukan oleh staging karsinoma, yang salah satunya

dapat ditentukan oleh imaging seperti ultrasonografi, CT Scan, maupun MRI. Pada

prinsipnya, semakin dini diagnosis karsinoma kolorektal, semakin baik prognosisnya karena

penanganannya dapat dengan pembedahan kuratif.

49

Page 50: BAB Tayyyyyyy

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society, 2006. Cancer Facts and Figures 2006. American Cancer Society

Inc. Atlanta

Cappel, M. ( 2005) The pathophysiology, clinical presentation, and

diagnosis of colon cancer and adenomatous polyps. Philadelphia:

Elsevier Saunders.

Casciato DA, (ed). 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed. Lippincott Willi ams &

Wilkins: USA.p 201

Chapman,S., Richard Nakielny. A Guide to Radiological Procedures, fourth

edition. London: W.B. Saunders, 2001: 67-73

Guyton, Arthur C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi ketujuh. Editor:

Harjanto Effendi. Jakarta: Penerbit Buku EGC, 1994: 106-116

Harjono, Rima, et al. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku

EGC, 1996: 624

Marijata, 2006. Pengantar Dasar Bedah klinis. Unit Pelayanan Kampus, FK

UGM.

McPhee,S. , Papadakis, M. & Tierney, L., Current Medical Diagnosis &

Treatment 2008 47th Edition ( 2008) Oncology Colorectal Cancer.

California: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Schwartz SI, 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed. United States of

America: The McGraw-Hill Companies.

Sjamsuhidayat.R & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi III. Jakarta :

EGC. 2010. p. 755-762.

50