bab iv pengumpulan dan pengolahan data 4.1 tinjauan perusahaan
TRANSCRIPT
39
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Tinjauan Perusahaan
PT. Malindo Intitama Raya adalah sebuah perusahaan yang bergerak di
bidang manufaktur yang memproduksi furniture dengan berbahan baku biji plastik
dan masterbacth. Perusahaan ini merupakan anak perusahaan dari PT. Cahaya
Buana Group (CBG) yang beralamatkan di Jalan Cahaya Raya Blok M Kawasan
Industri, Sentul Bogor. Seiring berkembangnya usaha PT. Cahaya Buana Group
perusahaan tersebut memasarkan usahanya lintas nasional dan akhirnya PT. Cahaya
Buana Group membagi 3 wilayah untuk pemasarannya yaitu:
A. Wilayah 1 : Provinsi Sumatera
B. Wilayah 2 : Jabodetabek, Kalimantan
C. Wilayah 3 : Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Lombok, NTT, Sulawesi
Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Papua.
Perusahaan sendiri memiliki komitmen bahwasannya standar mutu adalah hal yang
paling utama dalam menghasilkan suatu produk barang maupun jasa dengan
mengacu pada sistem manajemen mutu. Adapun jumlah karyawan yang telah
dimiliki perusahaan adalah 318 karyawan yang terdiri dari 43 staff, 54 operator, 52
kayawan harian, 169 kayawan kontrak. Untuk jam kerja karyawan:
a. Staff: Senin β Jumaat (08.00 β 16.30)
Sabtu (08.00 β 11.30)
b. Operator: Shift 1: (06.00 β 14.00)
Shift 2: (14.00 β 22.00)
Shift 3: (22.00 β 06.00)
40
Berikut ini merupakan profil perusahaan.
Nama Perusahaan : PT. MALINDO INTITAMA RAYA
Jenis Badan Hukum : Perseroan Terbatas
Tahun Berdiri : 2000
Pendiri : Simarba Atong
Alamat Perusahaan : Jalan Yos Sudarso No 32 A, Bedali
Kabupaten Lawang β Malang.
Bidang Usaha : Industri Furniture
Produk Dihasilkan : NAPOLLY, BIGLAND, BIGPANEL
Standar Mutu : ISO 9001:2008 / ISO 9001:2015
Email : [email protected]
Gambar 4.1 Lemari Stockcase SRS-5 AK-1
41
4.1.1 Visi dan Misi Perusahaan
Visi PT. Malindo Intitama Raya adalah bertekad menjadi perusahaan
furniture yang mempunyai pasar dan memiliki citra positif serta kondusif bagi
semua pihak sehingga diakui sebagai asset nasional.
Misi PT. Malindo Intitama Raya adalah perusahaan furniture yang berkarya
unggul dalam aspek untuk memberikan kepuasan bagi pelanggan, karyawan,
pemegang saham, negara dan masyarakat.
42
4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Perusahaan
FACTORY MANAGER(ADW)
ADMIN FM(BASKARA)
LEAD SPV F&A(VACANT)
LEAD SPV SPRING BED
(VACANT)
LEAD SPV MARKETING &
GUDANG EKSPEDISI(VACANT)
LEAD SPV PERSONALIA & GA
(VACANT)
LEAD SPV PRODUKSI INJECTION(VACANT)
LEAD SPV PEMBELIAN(VACANT)
SPV. PEMBELIAN(ADW)
SPV. TU(YUDI.S)
SPV. ACCSPV. S.BED(RURY K)
SPV. BUSA SPV. GUDANG
DISTRIBUSI
(SUPRIYANTO)
SPV. MARKETING
SPRING BED
(MAJID)
SPV.MARKETING
PLASTIK(ANDRY K.)
SPV. MARKETING
BUSA & UMUM
(DANANG)
SPV. MARKETING
PANEL(HADI S)
SPV. PERSONALIA
& GA(ADW)
SPV. PRODUKSI
MESIN INJECTION
(ADI R)
SPV. MAINTENANCE
INJECTION &
MOLIDNG(IWAN Z)
SPV. BAHAN BAKU &
ASSEMBLING
INJECTION(ADI R)
SPV. BAHAN BAKU &
PPIC(ARIF)
3 STAFF1. PEMBELIAN INJECTION2. PEMBELIAN UMUM3. PEMBELIAN EXTRUDER
6 STAFF1. KASIR2. ADMIN PENAGIHAN3. FAKTURIS4. CENTRAL STOCK5. GENERAL LEDGER6. ADMIN PERPAJAKAN7. ADMIN HUTANG DAGANG
3 STAFF1. STAFF SPRING BED2. STAFF BUSA3. PPIC UMUM (BUSA & SPRING BED)
OPERATOR (28 ORANG)
1. OPR. BUSA2. OPR. S. BED3. OPR. COILING4. OPR. QUILTING
10 STAFF1. SALES2. SALESMAN
4 STAFF1. Didik HP (GA)2. Ruud Ayu (Personalia)3. Ida Wahyu (Personalia)4. Rudi AG (Maintenance)
9 STAFF1. FOREMAN GRUP2. INSPEKTOR QC3. ADMIN
OPERATOR (15 ORANG
1. SATPAM (10)2. MAINTENACE (2)
3. DESIGNER (1)4. OB (3)
7 STAFF
4 STAFF1. FOREMAN BAHAN BAKU2. FOREMAN KOMPONEN3. FOREMAN ASSEMBLING4. ADMIN
1 STAFF1. ADMIN PPIC
OPERATOR 4 GRUP (68 ORANG)
OPERATOR MESIN
22 STAFF MAINTENANCE
1. OPR. PACKING NACASE2. OPR. SUB ASSY NACASE3. OPR. PACKING BCBC4. OPR. PACKING SFC
5 STAFF1. ADM GUDANG UMUM & PENGIRIMAN2. ADM SPRING BED3. ADM STOCK MANUAL4. ADM GUDANG PANEL & SERVICE RETUR5. ADM BUSA & CENTIAN
OPERATOR (36 ORANG)
1. HELPER2. DRIVER
STRUKTUR ORGANISASI
PT. MALINDO INTITAMA RAYA
43
4.1.3 Proses Produksi
Persiapan Bahan Baku
Setting Mesin Mixing
Packaging
Assembly
Pengecekan Komponen
Mixing Bahan Baku
Setting Mesin Hoper
Penuangan Komponen Ke
Mesin Hoper
Setting Mesin Injection
Pelelehan & Pencetakan
Komponen
Proses Mixing
Proses Injection Molding
Proses Assembly
Gambar 4.3 Flow Chart Proses Produksi
Berikut merupakan penjelasan proses produksi:
1. Proses Mixing
Proses mixing merupakan tahapan awal dalam proses pembuatan
stockcase SRS-5 AK-1. Pada tahap ini bahan baku utamanya adalah biji
plastik (PolyPropylene) dan biji pewarna (Masterbacth) kemudian
44
kedua bahan tersebut di mixing menggunakan mesin mixer kurang lebih
Β± 5 menit. Untuk bahan baku biji pewarna (Masterbacth) ini tidak di
produksi sendiri oleh PT. Malindo Intitama Raya, akan tetapi
perusahaan bekerja sama dengan perusahaan lainnya yaitu PT. Bukit
Surya Mas dan PT. DIC Astra Chemicals. Setelah di mixing kedua
bahan baku tersebut outputnya diberi nama compound.
Gambar 4.4 Mesin Mixing
45
Tabel 4.1 Komposisi Bahan Baku
KOMPOSISI BAHAN BAKU PRODUK STOCKCASE SRS-5 AK-1
PT. MALINDO INTITAMA RAYA
NO BAHAN BAKU KOMPOSISI JUMLAH %
1 CKMN - 01 (Coklat
Maroon)
PP Merah 35%
PP Biru 15%
PP Hijau 35%
MB Red 10%
MB Brown 5%
2 CKRS - 01 (Jati)
PP Merah 50%
PP Hijau 25%
MB Brown 20%
MB Yellow 5%
3 HT007 (Hitam)
PP Hitam 75%
PP Mountea 15%
MB Black 10%
(Sumber: PT. Malindo Intitama Raya)
2. Proses Injection Molding
Proses injection molding merupakan tahapan kedua dalam proses
produksi stockcase SRS-5 AK-1. Sesudah bahan baku biji plastik dan
pewarna di campur dan outputnya menjadi compound. Mesin injection
molding bertanggung jawab melakukan proses injection molding bahan
baku compound, bahan baku yang sudah menjadi compound akan
dimasukan dan di tampung ke dalam sebuah hopper setelah itu turun ke
dalam barrel secara otomatis compound tersebut di lelehkan oleh
pemanas yang terdapat di dinding barrel dan gesekan yang diakibatkan
oleh perputaran sekrup injeksi. Compound yang sudah meleleh dan
diinjeksi oleh sekrup injeksi melalui nozzle ke dalam cetakan yang
didinginkan oleh air. Untuk setiap kali melakukan injection suatu
komponen membutuhkan waktu injeksi Β±3 detik. Produk yang sudah
mengeras dan dingin kemudian akan dikeluarkan dari cetakan oleh
pendorong dengan bantuan angina atau hidraulik yang ada di dalam
rumah cetakan dan kemudian akan diambil oleh operator. Pada saat
46
pendinginan produk secara bersamaan di dalam barrel terjadi proses
pelelehan plastik sehingga ketika produk dikeluarkan dari cetakan dan
cetakan tersebut menutup kemudian palstik yang sudah leleh bias
langsung diinjeksi.
Gambar 4.5 Mesin Injection Molding
Penjelasan secara detail proses pada mesin injection molding:
a. Proses Menutup Cetakan (Close Mold)
Gambar 4.6 Proses Close Mold
Bahan baku yang telah dicampur dan menjadi sebuah
compound, kemudian compound akan dimasukkan ke dalam hopper
yang merupakan bagian dari mesin injection molding. Adapun
kapasitas hopper untuk tipe mesin besar 150kg, untuk mesin sedang
100kg dan untuk mesin kecil 50kg.
47
Diawali dengan proses menutup cetakan. Mold terdiri dari 2
bagian besar yaitu sisi Core dan sisi Cavity. Sisi Cavity diikat pada
Stationery Platen mesin injeksi. sedangkan sisi Core diikat pada
Moving Platen mesin, bagian inilah yang bergerak membuka dan
menutup. Pada proses menutup terbagi menjadi 3 urutan proses,
yaitu :
1. Gerakan menutup pada kecepatan perlahan dengan tekanan
rendah. (Low Mold Close Velocity & Low Mold Close Pressure).
Sebelum cetakan menutup dengan rapat, maka cetakan harus
bergerak perlahan dengan tekanan yang rendah untuk
menghindari tumbukan. Hal inipun bertujuan untuk menjaga
kondisi cetakan dan juga kondisi mesin agar selalu dalam
performa yang baik dan dapat ber-produksi dengan lancar.
2. Gerakan menutup pada kecepatan tinggi dengan tekanan rendah.
(High Mold Close Velocity & Low Mold Close Pressure).
Memulai gerakan ini pada posisi yang tidak jauh dari posisi
βterbuka penuhβ, dimana untuk gerakan lebih cepat sangat
memungkinkan. Hal ini bertujuan untuk menghemat waktu
proses secara keseluruhan.
3. Gerakan menghimpit Cetakan dengan Tekanan Tinggi (High
Mold Clamp). Posisi pada proses ini harus dibuat se-limit
mungkin pada posisi menutup rapat setelah gerakan sebelumnya.
Hal ini juga untuk menghindari tumbukan karena tekanan
hidrolik yang relatif tinggi untuk menghimpit cetakan. Tekanan
tinggi ini (Minimal 100 kg/cmΒ²) dibutuhkan untuk menahan
proses injeksi atau apa yang disebut βCavity Force During
Injectionβ.
48
b. Injeksi Pengisian (Fill Injection)
Gambar 4.7 Proses Fill Injection
Unit injeksi yang terdiri dari Nozzle, Barrel, dan Screw dan
seterusnya. Bergerak mendekati Mold hingga Nozzle bersentuhan
dengan Mold, juga dengan tekanan tinggi (Hingga 100 kg/cmΒ²).
Gambar di atas menunjukkan Nozzle sudah bersentuhan dengan
Mold. Bagian Mold yang bersentuhan langsung dengan Nozzle
disebut βSprue Bushβ. Kemudian mesin melakukan proses injeksi
pengisian, yaitu menyuntikkan plastik cair ke dalam Mold. Pada
proses ini melibatkan beberapa parameter yang bisa kita atur
sedemikian rupa mengikuti tingkat kesulitan produk yang akan kita
buat, yaitu :
1. Tekanan Pengisian (Fill Pressure). Besarnya Tekanan Pengisian
(Filling Pressure) yang diatur sekedar lebih tinggi dari Tekanan
Pengisian sesungguhnya, atau sekitar 30%. Tekanan ini untuk
menghadapi fluktuasi tekanan ketika Proses Pengisian
berlangsung dengan memperhatikan βPressure Gaugeβ (alat
ukur tekanan Hidrolik) yang tersedia pada bagian unit injeksi,
atau yang ditunjukkan pada layar monitor bagi yang sudah
digital. Fluktuasi tekanan ini akibat adanya hambatan-hambatan
aliran plastik cair di saat mengalir atau memasuki ruang-ruang
di dalam Mold, dan Tekanan Pengisian tidak boleh dikalahkan
oleh hambatan ini.
2. Kecepatan Pengisian (Fill Velocity). Terdapat variasi tingkat
kecepatan yang bisa kita atur dan dibutuhkan untuk menghindari
adanya kondisi hasil produk yang tidak diinginkan. Posisi-posisi
49
tingkat kecepatan ini pun bisa kita atur disesuaikan dengan posisi
aliran plastik ketika membentuk produk. Hasil produk dari
proses ini masih belum sempurna dengan menyisakan sedikit,
dan akan disempurnakan pada proses selanjutnya. Jaminan
terhadap kestabilan proses berkelanjutan berada di bagian ini,
sehingga juga menentukan kestabilan hasil produk yang dibuat.
c. Proses Holding
Gambar 4.8 Proses Holding
Penyempurnaan hasil produk berada pada bagian proses
Holding. Pada proses ini tidak lagi melibatkan kecepatan di dalam
setting parameternya, hanya besaran tekanan yang diatur beserta
waktu yang butuhkan untuk itu
d. Proses Pengisian Ulang dan Pendinginan (Charging & Cooling)
Gambar 4.9 Proses Charging & Cooling
Isi ulang (Charging) plastik cair siap disuntikkan pada siklus
selanjutnya, bersamaan waktunya perhitungan waktu
Pendinginan(Cooling) dimulai. Parameter yang direkomendasikan
adalah waktu pendinginan (Cooling Time) harus lebih lama dari
waktu isi Ulang (Charging Time). Bila waktu Charging yang lebih
lama, maka yang terjadi adalah tumpahan material plastik dari
nozzle ketika Mold Terbuka pada proses berikutnya. Proses
50
Charging sendiri adalah berputarnya Screw dengan bantuan Motor
Hidrolik ke arah putaran yang telah ditentukan, sehingga compound
masuk ke dalam Barrel, digiling oleh Screw, dan sampai di depan
torpedo sudah dalam keadaan cair dan siap untuk disuntikkan ke
dalam Mold. Tentu saja dengan bantuan suhu Barrel yang dapat kita
atur sesuai spesifikasi jenis plastik yang digunakan, yaitu pada suhu
titik cair nya βCheck Valveβ yang terbuka, seperti pada gambar di
atas. Dengan kondisi adanya aliran dari belakang torpedo menuju
bagian depan torpedo, dan tertutup ketika ada usaha aliran plastic
cair dari depan ke belakang torpedo. Jadi alat ini berfungsi sebagai
katup satu arah.
e. Membuka cetakan (Mold Open)
Gambar 4.10 Proses Mold Open
3. Proses Assembly
Proses assembly merupakan tahapan terakhir dalam proses produksi
stockcase SRS-5 AK-1. Pada tahap sebelum assembly ada proses yang
dinamakan proses finishing jadi, stockcase yang sudah di cetak
menggunakan mesin injection molding kemudian akan diambil oleh
operator dan operator akan membersihkan sisa-sisa scrap yang
membuat sisi permukaan menjadi tajam, sisi tersebut akan dibersihkan
menggunakan pisau tajam secara manual pada proses pembersihan ini
akan dilakukan pemilihan komponen yang baik dan komponen yang
cacat setelah itu akan diambil beberapa sampel untuk dilakukan uji
kualitas komponen apakah sudah sesuai cetakan dan dicek apakah antar
komponen bisa dirakit satu sama lain. Kemudian setelah itu masuk ke
tahap assembly yang merupakan proses perakitan/pengemasan sebuah
51
produk dan akan dimasukan ke dalam dus yang terdiri dari komponen,
label dus dan form perakitan yang dikerjakan secara manual oleh
operator.
Gambar 4.11 Proses Assembly
4.2 Pengumpulan Data
Pada tahap pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara
terhadap staff yang terkait dan melakukan pegamatan langsung di perusahaan.
Adapun tujuan dari pengumpulan data ini adalah agar memudahkan dalam mencari
faktor penyebab terjadinya suatu kecacatan.
52
Table 4.2 Jenis Kecacatan
(Sumber: PT. Malindo Intitama Raya)
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data hasil produksi dari
bulan September 2018 β November 2018. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
selama di PT. Malindo Intitama Raya diperoleh data jumlah cacat yang akan
digunakan dalam penentuan Critical to Quality. Data dapat dilihat pada tabel 4.3
dibawah ini.
No Jenis Cacat Gambar Cause
1 Short Shot
Terjadi karena proses
injeksi yang tidak
sempurna, dimana
material cair tidak
mampu memenuhi ruang
yang disediakan oleh
Mold.
2 Pecah /Kejepit
Terjadi karena
kurangnya pemberian
silicone spray pada
Mold.
3 Flow Warna
Terjadi karena kesalahan
dalam mensetting suhu
mesin injeksi dan terjadi
karena kualitas bahan
baku tidak sesuai
standar.
53
Tabel 4.3 Data Defect Stockcase SRS-5 AK-1
TABEL REKAPITULASI DEFECT STOCKCASE
PERIODE SEPTEMBER - NOVEMBER 2018
PT. MALINDO INTITAMA RAYA MALANG
Bulan Produk Jumlah
Produksi Proses Mixing
Proses
Injection
Proses
Assembly Jumlah
September
SRS-5 AK-1
2782 0 512 7 519
Oktober 3834 0 681 5 686
November 1680 0 408 8 416
Grand Total 8296 0 1601 20 1621
Presentase Defect 0% 99% 1% 100%
(Sumber: PT. Malindo Intitama Raya)
Dari tabel 4.3 di dapatkan bahwa jumlah cacat pada produk stockcase SRS-
5 AK-1 ini adalah 1621 dengan jenis kecacatan pada proses mixing 0%, proses
injection 99% dan proses assembly 1%.
4.3 Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah mengolah data
tersebut dengan menggunakan prinsip Six Sigma, dijelaskan sebagai berikut:
4.3.1 Tahap Define
Tahap define adalah tahapan pertama dalam six sigma. Define adalah tahapan
dimana mendeskripsikan masalah secara keseluruhan dan menjelaskan secara
detail.
4.3.1.1 Identifikasi Permasalahan
Pada penelitian di PT. Malindo Intitama Raya objek yang diamati adalah
produk stockcase SRS-5 AK-1, produk ini merupakan produk baru dari perusahaan
yang banyak diminati oleh customer. PT. Malindo Intitama Raya memproduksi
stockcase SRS-5 AK-1 pada bulan September β November sekitar 1600 β 3900
produk, dengan angka kecacatan sekitar 400 β 680 produk. Dengan adanya
54
permasalahan tersebut dibutuhkan upaya pebaikan untuk mengurangi jumlah defect
pada produksi stockcase SRS-5 AK-1.
4.3.1.2 Peta Proses Operasi (OPC)
Pada tahap ini melakukan pendefinisian prosesnya dengan menggambarkan
langkah-langkah proses pengerjaan material, mulai dari bahan baku (material)
hingga menjadi produk jadi. OPC ini bertujuan untuk mengetahui aliran proses
yang dialami oleh bahan untuk tiap jenis komponennya. OPC dapat dilihat pada
gambar 4.12 dibawah ini.
55
4.12 Gambar OPC (Operation Process Chart)
O-1O-6 O-5O-11
O-7
O-9
O-8 O-2
O-4
O-12
4X 20X 5X 5X 5X
I-1
I-2
I-3I-4I-5
I-6
O-10
1-7
Badan LaciTutup LaciLandasan SRSKaki KokohRumahRodaTutup Atas
32" 32" 35" 35" 32" 32"
STORAGE
Subassembly Kaki
dengan landasan
srs
Subassembly roda
dengan landasan srs
Produk
RINGKASAN
Kegiatan
Operasi
Pemeriksaan
Total
Jumlah
12
7
19
O-3
Sub assemmbly
landasan srs &
sub assembly
badan laci
Sub assembly
Badan laci
dengan tutup
laci
Sub assembly tutup
laci dengan Kunci +
Sekrup + Handle
11"
Kunci (1)
29"
12"
11"13"11"
11"
23"
Handle (5)
Sekrup 6 x 1/2 (4)
30"29"
30"
29"
Injection
MoldingInjection
Molding
Injection
Molding
Injection
Molding
Injection
MoldingInjection
Molding
PETA PROSES OPERASI
NAMA OBJEK : Stock Case SRS-5 AK-1
NOMOR PETA : 1
DIPETAKAN OLEH : Muhammad Herlambang Rusmawan
TANGGAL DIPETAKAN : 16 Desember 2018
56
Tabel 4.4 Keterangan Proses Operasi
NO SIMBOL KETERANGAN
1 O-1
Proses peleburan compound dan pencetakan
komponen badan laci
2 O-2
Proses peleburan compound dan pencetakan
komponen tutup laci
3 O-3
Proses perakitan tutup laci dengan kunci, sekerup dan
handle
4 O-4
Proses perakitan tutup laci sub assembly dengan
badan laci
5 O-5
Proses peleburan compound dan pencetakan
komponen landasan srs
6 O-6
Proses peleburan compound dan pencetakan
komponen kaki kokoh
7 O-7
Proses perakitan kaki sedang dengan landasan srs
dengan posisi landasan srs berada di atas kaki kokoh
8 O-8
Proses peleburan compound dan pencetakan rumah
roda
9 O-9
Proses perakitan roda sub assembly kaki kokoh dan
landasan srs
10 O-10
Proses perakitan sub assembly landasan srs dan
rumah roda dengan sub assemblybadan laci dan tutup
laci
11 O-11
Proses peleburan compound dan pencetakan
komponen tutup atas
12 O-12 Assembly seluruh part dengan tutup atas
13 STORAGE Penyimpanan produk jadi ke gudang
57
Tabel 4.5 Keterangan Proses Inspeksi
NO SIMBOL KETERANGAN
1 I-1 Inspeksi Badan Laci
2 I-2 Inspeksi Tutup Laci
3 I-3 Inspeksi Landasan O Full
4 I-4 Inspeksi Kaki Kokoh
5 I-5 Inspeksi Rumah Roda
6 I-6 Inspeksi Tutup Atas
7 I-7 Inspeksi Assembly keseluruhan Part
4.3.1.3 Identifikasi CTQ (Critical to Quality)
CTQ adalah merupakan atribut yang perlu diperhatikan karena berkaitan
langsung dengan kebutuhan pelanggan dan kepuasan pelanggan. Pada proses
produksinya terdapat proses yang mengakibatkan defect produk seperti short shot,
pecah/ketarik/kejepit dan flow warna. Data jumlah defect dari setiap proses
produksi stockcase SRS-5 AK-1 dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini.
Tabel 4.6 Jumlah Defect Tiap Proses Stockcase SRS-5 AK-1
TABEL REKAPITULASI DEFECT STOCKCASE
PERIODE SEPTEMBER - NOVEMBER 2018
PT. MALINDO INTITAMA RAYA MALANG
Bulan Produk Jumlah
Produksi
Proses
Mixing
Proses Injection Proses
Assembly Jumlah Short
Shot Pecah/Kejepit
Flow
Warna
September SRS-5
AK-1
2782 0 267 124 121 7 519
Oktober 3834 0 245 234 202 5 686
November 1680 0 124 157 127 8 416
Grand Total 8296 0 636 515 450 20 1621
Presentase Defect % 0 39% 32% 28% 1% 100%
Berdasarkan rekapan data produksi pada periode September 2018 β November
2018 diketahui bahwa total jumlah defect produk stockcase pada proses injection
adalah 1.601 produk dari total jumlah produksi sebanyak 8.296 produk. Persentase
58
defect pada proses mixing sebesar 0%, proses injection untuk defect short shot 39%,
untuk defect pecah/kejepit 32% dan defect flow warna 28%, pada proses assembly
sebesar 1% dari total produk defect sebesar 1.621 produk.
Critical to Qualitiy pada penelitian ini ditetapkan berdasarkan proses yang
menghasilkan defect produk yang paling dominan. Dan dari hasil pengamatan yang
dilakukan yang merupakan CTQ adalah proses injection.
4.3.2 Tahap Measure
Tahap measure adalah merupakan tahapan kedua dalam six sigma setelah
tahapan define. Pada tahap sebelumnya melakukan identifikasi critical to quality
dan penentuan critical to quality yang dominan. Pada tahapan ini dilakukan
perhitungan DPMO (defect per million opportunity) dan level sigma yang bertujuan
sebagai bahan dasar penelitian dalam metode six sigma.
4.3.2.1 Perhitungan Nilai DPMO dan Sigma Level
Tahapan perhitungan DPMO dan sigma level merupakan dasar dalam penelitian
dengan menggunakan metode six sigma. DPMO (defect per million opportunity)
adalah merupakan jumlah cacat/defect per satu juta dari produk yang diproduksi.
Data yang diperoleh dari level sigma dan DPMO akan digunakan sebagai baseline
kinerja awal perbaikan. Adapun perhitungan DPMO dirumuskan sebagai berikut
(Stamatis, 2004).
DPMO = π½π’πππβ π’πππ‘ πππππ‘
π½π’πππβ π’πππ‘ πππ ππππ π π₯ 1.000.000
Untuk menghitung nilai DPMO dan sigma level data yang dibutuhkan adalah data
jumlah produk defect dari tiap proses.
Tabel 4.7 Data Jumlah Defect Produk Pada Setiap Proses
Proses Total
Mixing 0
Injection 1601
Assembly 20
Jumlah Produksi 8296
59
Berikut hasil perhitungan nilai DPMO dan Sigma Level di setiap proses. Pada tahap
perhitungan ini proses mixing tidak dicari nilai DPMO dan Sigma Level karena
proses mixing tidak memiliki defect.
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan DPMO dan Sigma Level
Proses Total Nilai DPMO Level Sigma
Injection 1601 192.984,571 2,37
Assembly 12 1.446,4802 4,48
Jumlah Produksi 8296
Contoh perhitungan pada proses injection:
Nilai DPMO dan sigma level:
DPMO = π½π’πππβ π’πππ‘ πππππ‘
π½π’πππβ π’πππ‘ πππ ππππ π π₯ 1.000.000
DPMO = 1601
8.296 π₯ 1.000.000
DPMO = 192.984,571
Sigma level dihitung dengan Microsoft excel yang ditunjukan pada rumus dibawah
ini:
= NORMSINV (1000000βπ·πππ
1000000) + 1,5
= NORMSINV (1000000β192.984,5709
1000000) + 1,5
= 2.37
Setelah dilakukan perhitungan diatas, diketahui bahwa pada proses injection
diperoleh nilai DPMO sebesar 192.984,571 dan sigma level sebesar 2,37.
Selanjutnya pada proses assembly diperoleh nilai DPMO sebesar 1.446,4802 dan
sigma level sebesar 4.48. Bedasarkan nilai DPMO dan sigma level yang diperoleh,
didapati pada proses injection nilai DPMO dan sigma level masih jauh dari standart
yang dikehendaki oleh six sigma dengan nilai DPMO sebesar 3,4 dan sigma level
sebesar 6 dengan persentase produk bebas cacat sebesar 99,99998%. Artinya pada
proses injection lebih dahulu untuk ditangani dengan mencari faktor-faktor yang
menyebabkan kecacatan pada proses injection.
60
4.3.3 Tahap Analyze
Tahap ini melakukan penentuan dari faktor yang berpengaruh terhadap
penyebab kecacatan atau kegagalan berdasarkan data-data yang telah didapat pada
tahap define dan measure. Pada tahap ini menggunakan root cause analyze (RCA)
untuk mengatasi suatu permasalahan. Penjelasan jenis defect pada proses injection
diperoleh dari tabel 4.6 yaitu defect short shot, pecah/ketarik/kejepit dan flow
warna.
4.3.3.1 Pembuatan RCA (Root Cause Analyze)
Pada tahap ini menggunakan root cause analyze (RCA) untuk mengatasi suatu
permasalahan.
Defect Short Shot
Mesin Man Material
Pada nozzle
terdapat sisa
material proses
sebelumnya
Kurangnya
Maintenance
terhadap mesin
Jari-jari antara
sprue bush dan
nozzle tidak sama
Bahan baku tidak
turun ke mesin
Compound tidak
memenuhi standart
Bahan baku lembab
Dry compound pada
hopper tidak
maksimal
Tidak ada inspeksi
mesin sebelum
melanjutkan proses
selanjutnya dan
kurang bagusnya
kualitas bahan baku
Waktu Shot Size
terlalu cepat/lama
Setting mesin tidak
memenuhi standar
Kurangnya Skill
foreman
Settingan
pada saat
maintenance
tidak sesuai
SOP
Kurang
memahami
SOP yang ada
Compound
tercampur dengan
material lain
Gambar 4.13 Root Cause Analyze Defect Short Shot
Pada defect short shot ini terdapat 3 faktor yang mempengaruhi yaitu faktor
mesin, faktor man dan faktor material. Untuk faktor mesin yang mempengaruhi
yaitu karena pada nozzle terdapat sisa material proses sebelumnya. Hal ini terjadi
karena tidak adanya proses inspeksi mesin sebelum melanjutkan proses dan terjadi
61
karena kualitas bahan baku yang tidak bagus. Faktor selanjutnya karena jari-jari
antara sprue bush dan nozzle tidak center hal ini disebabkan karena setinggan dari
foreman yang tidak pas. Prosedurnya ketika salah satu part mesin tersebut (sprue
bush dan nozzle) mengalami kerusakan maka keduanya harus diganti, akan tetapi
aktualnya dilapangan tidak diganti oleh foreman tersebut maka terjadilah kejadian
sprue bush dan nozzle tidak center.
Faktor yang kedua yaitu faktor man, setting mesin tidak memenuhi standar hal
ini sangat mempengaruhi terjadinya kesalahan dan yang terjadi dilapangan adalah
setiap foreman memiliki setting mesin secara berbeda-beda yang seharusnya
foreman tersebut mengikuti SOP mesin yang sudah ditetapkan oleh perusahaan.
Faktor ketiga yaitu material, faktor material memliki 2 penyebab yang
mempengaruhi. Pertama karena bahan baku tidak turun ke mesin hal ini disebabkan
karena adanya serabut atau material lainnya yang terhenti di mesin hopper sehingga
mesin tidak dapat melakukan injeksi secara maksimal. Seharusnya ada pengecekan
atau inspeksi pada compound agar tidak terdapat serabut atau material lainnya.
Kedua karena compound lembab, ketika compound lembab sebenarnya bisa
dilakukan injeksi akan tetapi hasilnya akan tidak maksimal dikarenakan compound
tersebut terdapat kandungan air. Seharusnya pada saat proses dry compound
dilakukan inspeksi secara intensif agar compound tersebut benar-benar kering dan
tidak terdapat kandungan airnya.
62
Gambar 4.14 Root Cause Analyze Defect Flow Warna
Pada defect flow warna ini terdapat 3 faktor yang mempengaruhi yaitu faktor
mesin, faktor man dan faktor material. Untuk faktor mesin yang mempengaruhi
yaitu karena adanya gap antara screw dan barrel. Hal ini terjadi karena benturan
yang terjadi berulang kali pada mesin dan mesin tersebut mengalami aus, dan
foreman kurang melakukan maintenance terhadap mesin.
Faktor yang kedua yaitu faktor man, kurangnya skill foreman sehingga
settingan temperature suhu tidak sesuai dengan standart, hal ini mempengaruhi
terjadinya kesalahan seharusnya foreman tersebut mengikuti SOP mesin yang
sudah ditetapkan oleh perusahaan dan aktualnya foreman tersebut tidak mengikuti
prosedur yang ada.
Faktor ketiga yaitu material, faktor material memliki 2 penyebab yang
mempengaruhi. Pertama karena terdapat serabut pada compound, serabut yang
Defect Flow Warna
Material Man Mesin
Terdapat serabut
pada compound
Potongan dari
extruder tidak
maksimal
Terjadi penumpukan
compound pada
hopper sehingga
mesin tidak berjalan
sempurna
Kurangnya skill
foreman
Settingan
temperatur suhu
tidak sesuai standart
Kurang pahamnya
foreman dengan
SOP
Benturan yang
terjadi setiap proses
injection
berlangsung
Kualitas Biji Plastik
tidak memenuhi
standar
Warna asli Biji
plastik tidak
seragam/ada
material lain
Biji plastik
tercampur kotoran Supplier berbeda
Adanya Gap antara
Screw & Barel
Kurang ketatnya
pada saat inspeksi
bahan baku
Mesin mengalami
aus
Kurangnya
maintenance pada
mesin
63
dimaksud disini adalah potongan biji plastik yang tidak sesuai standar. Sehingga
terjadi penumpukan compound pada hopper yang mengakibatkan compound
tersebut tidak bisa maksimal ketika di injection. Kedua karena kualitas biji plastic
yang tidak memenuhi standart, kualitas biji plastik ini sangat mempengaruhi untuk
hasil akhir produk. Disini masih terdapat biji plastik yang warnanya beberapa tidak
seragam dikarenakan supplier yang berbeda dan ada yang tercampur dengan
kotoran sehingga hasil produknya tidak maksimal dan mengalami defect.
Man
Kurang pahamnya
foreman ketika
memberi spray
silicone
Foreman
mengobrol/main hp
ketika bekerja
Dilakukan secara
manual
Mesin
Defect Pecah/Kejepit
Kurangnya suhu
pendinginan pada
saat cooling time
Settingan mesin
oleh foreman tidak
sesuai SOP
Foreman tidak
mengerti secara
keseluruhan SOP
Method
Pemberian spray
silicone tidak
standart
Foreman kurang
fokus
Foreman
kurang
berpengalaman
Kurangnya skill
foreman
Gambar 4.15 Root Cause Analyze Defect Pecah/Ketarik/Kejepit
Pada defect pecah/kejepit ada 3 faktor yang mempengaruhi yaitu fakor man,
faktor mesin dan faktor metode. Faktor man terjadi karena foreman kurang fokus
pada saat bekerja dikarenakan foreman mengobrol atau main hp ketika waktu jam
kerja.
64
Faktor yang kedua adalah mesin disebabkan karena kurangnya suhu
pendinginan pada saat cooling time sehingga akan mengakibatkan produk cacat
pada hasil akhirnya.
Penyebabnya adalah settingan mesin foreman tidak sesuai dengan SOP yang sudah
ditetapkan oleh peusahaan dan foreman tidak mengerti mesin secara keseluruhan.
Faktor yang ketiga adalah metode, hal ini disebabkan karena metode
pemberian spray silicone oleh foreman tidak memenuhi standart SOP yang ada
sehingga bisa mempengaruhi defect pada produk.
4.3.3.2 Pembuatan C&E Matrix
Cause and Effect Matrix biasanya disebut dengan C&E Matrix. C&E Matrix
ini memberi cara untuk menilai mapping dari masukan faktor X dan Y. Dengan
hubungan ini di dapat pengukuran yang nantinya dengan mudah menemukan faktor
mana yang paling berpengaruh dan memberikan nilai kontribusi. Metode yang
digunakan dalam C&E Matrix terlihat aktab yaitu peringkat dan pengambilan
keputusan. Metode ini dimulai dari input faktor X dan output faktor Y. Hal pertama
yang dibutuhkan untuk memahami adalah dari keinginan konsumen. Mengenai
masalah yang dikerjakan, apa saja yang sebenarnya dibutuhkan oleh konsumen.
Berikut adalah diagram C&E Matrix yang di dapatkan dari analisa akar penyebab
masalah produk cacat :
65
Tabel 4.9 Cause and Effect Matrix
CTQ
Weight By Importance 9 8 6
Cause Short Shot Pecah/Kejepit Flow
Warna Jumlah
Pada nozzle terdapat sisa material proses sebelumnya 1 9 0 0 9 54 63
Jari-jari antara sprue bush dan nozzle tidak sama 9 81 1 8 0 0 89
Setting mesin tidak sesuai dengan SOP 9 81 9 72 1 6 159
Bahan baku lembab 9 81 1 8 1 6 95
Bahan baku tidak turun ke mesin 9 81 3 24 1 6 111
Terdapat serabut pada compound 9 81 0 0 9 54 135
Kualitas biji plastik yang tidak memenuhi standar 1 9 1 8 9 54 71
Kurangnya inspeksi mesin 3 27 3 24 3 18 69
Adanya gap dan screw barrel 3 27 0 0 9 54 81
Kurangnya skill foreman 9 81 9 72 9 54 207
Kurangnya suhu pendinginan pada saat cooling time 0 0 9 72 0 0 72
Pemberian spray silicone tidak memenuhi standart 0 0 9 72 0 0 72
Kurang fokusnya foreman dan terburu-buru 3 27 3 24 1 6 57
Proses pemberian silicone secara manual 0 0 3 24 0 0 24
Skill foreman yang tidak merata 3 27 3 24 3 18 69
Biji plastik tercampur kotoran 3 27 3 24 9 54 105
Supplier berbeda 1 9 0 0 9 54 63
Pada Tabel 4.9 diketahui ada tiga jenis cacat yang mana setiap cacat telah
ditentukan skor prioritas. Untuk niai skor priyoritas berkisar antara 1 hingga 10,
dimana 1 menggambarkan nilai yang paling tidak penting dan nilai 10 merupakan
nilai yang paling penting. Untuk bobot korelasi antara penyebab dan hasil cacat
terdapat tiga jenis cacat yang pertama bobot 0 merupakan tidak memiliki hubungan
dan yang ke dua bobot 1 memiliki sedikit hubungan, ketiga bobot 3 adalah rata-rata
66
serta yang terakhir 9 merupakan korelasi yang memiliki hubungan secara langsung.
Dari hasil C&E Matrix didapatkan total dari perhitungan input dengan output atau
perhitungan antara CTQ dan Cause, kemudian diurutkan berdasarkan total tertinggi
Notasi Cause Jumlah
A Kurangnya skill foreman 207
B Setting mesin tidak sesuai dengan SOP 159
C Terdapat serabut pada compound 135
D Bahan baku tidak turun ke mesin 111
E Biji plastik tercampur kotoran 105
F Bahan baku lembab 95
G Jari-jari antara sprue bush dan nozzle tidak sama 89
H Adanya gap dan screw barrel 81
I Kurangnya suhu pendinginan pada saat cooling time 72
J Pemberian spray silicone tidak memenuhi standart 72
K Kualitas biji plastik yang tidak memenuhi standar 71
L Kurangnya inspeksi mesin 69
M Skill foreman yang tidak merata 69
N Pada nozzle terdapat sisa material proses sebelumnya 63
O Supplier berbeda 63
P Kurang fokusnya foreman dan terburu-buru 57
Q Proses pemberian silicone secara manual 24
Setelah diurutkan dari nilai total tertinggi ke terendah, maka dapat dilihat
prioritas mana yang akan dibuat usulan, untuk memudahkan dalam memilih sebab
mana saja yang diperbaiki dan diberi usulan dibuatlah diagram pareto.
67
Gambar 4.16 Diagram Pareto hasil C&E Matrix
Dari Diagram Pareto di atas dapat dilihat jenis cacat dengan persentase
terbesar yaitu A-K adalah kurang pelatihannya foreman, sampai dengan kurang
pemberian spray silicone. Persentase kumulatif untuk jenis cacat tersebut mencapai
77 %. Nilai tersebut sesuai dengan prinsip Pareto 80-20, dimana 80% produk cacat
disebabkan oleh 20% jenis kecacatan.
4.3.4 Tahap Improve
Tahap improve adalah merupakan proses terakhir yang dilakukan dalam
penelitian. Pada tahap ini adalah melakukan rencana tindakan untuk
peningkatan kualitas produk. Setelah mengetahui semua penyebab-
penyebab kegagalan maka selanjutnya membuat usulan perbaikan. Dengan
usulan perbaikan ini diharapkan dapat membantu perusahaan mengurangi
persentase produk cacat. Perbaikan ini menggunakan prinsip 5W1H, prinsip
5W1H merupakan rencana tindakan perbaikan dalam proses produksi.
4.3.4.1 Usulan Perbaikan
Setelah semua penyebab kecacatan dianlisa, dicari akar penyebab
masalahnya dan prioritasnya, maka selanjutnya dibuat usulan perbaikan,
usulan perbaikan yang diprioritaskan hanya dilakukan terhadap penyebab
kegagalan proses yang memiliki notasi A-K.
A B C D E F G H I J K L M N O P Q
Series1 13.42 10.31 8.75% 7.20% 6.81% 6.16% 5.77% 5.25% 4.67% 4.67% 4.60% 4.47% 4.47% 4.09% 4.09% 3.70% 1.56%
Series2 13.42 23.74 32.49 39.69 46.50 52.66 58.43 63.68 68.35 73.02 77.63 82.10 86.58 90.66 94.75 98.44 100.0
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
120.00%
Pareto Chart Of C&E Matrix
68
Tabel 4.9 Penyebab Kegagalan Proses Notasi A-K
Notasi Cause Jumlah
A Kurangnya skill foreman 207
B Setting mesin tidak sesuai dengan SOP 159
C Terdapat serabut pada compound 135
D Bahan baku tidak turun ke mesin 111
E Biji plastik tercampur kotoran 105
F Bahan baku lembab 95
G Jari-jari antara sprue bush dan nozzle tidak sama 89
H Adanya gap antara screw dan barrel 81
I Kurangnya suhu pendinginan pada saat cooling time 72
J Pemberian spray silicone tidak memenuhi standart 72
K Kualitas biji plastik yang tidak memenuhi standar 71
69
Tabel 4.10 Rencana Perbaikan dengan 5W1H
Akar Masalah Dimana Mengapa Kapan Bagaimana cara
memperbaiki
Siapa yang
bertanggung jawab
Kurangnya skill
foreman Proses Injection
Karena minimnya
pelatihan di
perusahaan
Pada saat
foreman
melakukan
jobdesknya
Memberikan pelatihan
secara detail terhadap
foreman pada saat sebelum
turun ke lapangan
SPV Produksi Mesin
Injection
Setting mesin
tidak sesuai
dengan SOP
Proses Injection
Karena kurang
pahamnya foreman
dengan SOP yang ada
Pada saat
memulai proses
produksi
Memberikan penjelasan
secara detail terkait SOP
pada proses injection
SPV Produksi Mesin
Injection
Terdapat serabut
pada compound Proses Injection
Karena potongan biji
plastik dari dept
extruder tidak
memenuhi standar
Pada saat bahan
baku
dimasukkan ke
mesin injection
Memberikan standarisasi
ukuran biji plastik dan
melakukan preventive
maintenance mesin potong
extruder
Foreman Extruder
70
Bahan baku tidak
turun ke mesin Proses Injection
Karena terdapat
material selain bahan
baku sehingga bahan
baku tidak turun ke
mesin injection
Ketika bahan
baku berada
didalam hopper
Melakukan inspeksi ketika
bahan baku sebelum masuk
ke dalam dept mixing dan
setelah di mixing bahan
baku di inspeksi agar
memastikan tidak ada
material lain yang tercampur
bahan baku
SPV Bahan Baku
Biji plastik
tercampur
kotoran
Proses Mixing
Karena kualitas bahan
baku tidak bagus dan
masih terdapat
banyak kotoran
Pada saat proses
pencampuran
material bahan
baku
Perlu adanya pengecekan
kualitas bahan baku sebelum
bahan baku di mixing
SPV Bahan Baku
71
Tabel 4.11 Lanjutan 5W1H
Bahan baku
lembab Proses Drying
Karena kurangnya
waktu pada saat
proses dry bahan baku
Pada saat
melakukan
pengeringan
bahan baku
Perlu waktu yang lebih lama
pada saat dry bahan baku
dan melakukan inspeksi
SPV Bahan Baku
Jari-jari antara
sprue bush dan
nozzle tidak
sama
Proses
Maintenance
Karena tidak pasnya
pada saat mensetting
sprue bush dan nozzle
Pada saat
foreman
melakukan
Maintenance
Perlu adanya pelatihan mesin
kepada foreman maintenance SPV Maintenance Injection
Adanya Gap
antara screw dan
barrel
Proses Injection
Karena terjadi
benturan setiap kali
proses dan mesin
mengalami aus
Pada saat proses
produksi berjalan
Perlu adanya preventive
maintenance secara periodik SPV Maintenance Injection
Kurangnya suhu
pendinginan pada
saat cooling time
Proses Injection
Karena kurangnya
pengecekan rutin dan
kesalahan foreman
pada saat mensetting
mesin
Pada saat proses
Injection di
tahapan akhir
Melakukan pengecekan
secara rutin terhadap mesin
dan memberikan pelaihan
kepada foreman sebelum
turun ke lapangan
SPV Produksi Mesin Injection
72
Pemberian spray
silicone tidak
memenuhi
standart
Proses Injection
Karena kurang
pahamnya foreman
pada saat
penyemprotan spray
silicone
Pada saat
foreman
melakukan
penyemprotan
pada mold
Membuat SOP terkait
penyemprotan spray silicone
pada cetakan/mold dan
kemudian memberikan
penjelasan kepada foreman
SPV Produksi Mesin Injection
Kualitas biji
plastik yang tidak
memenuhi
standart
Proses Injection
Karena kesalahan
supplier dalam
standarisasi bahan
baku
Pada saat
inspeksi bahan
baku
Melakukan pemilihan
supplier dengan tepat dan
melakukan inspeksi pada
bahan baku sebelum masuk
ke gudang
SPV Bahan Baku